BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan globalisasi saat ini ternyata tidak mudah memahami tentang sistem ekonomi. Karena di dunia ini terdapat berbagai macam sistem ekonomi yang dianut oleh masing- masing negara. Sebelum, kita mengetahui macam-macam sistem ekonomi, terlebih dahulu kita memahi pengertian sistem ekonomi. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem-subsistem atau lembaga atau pranata-pranata ekonomi, sosial, budaya, gagasan-gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas–tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society). Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang sosialistik itu.
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.
Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.
Sistem ekonomi Indonesia seharusnya sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.
Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).Untuk itu di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi saat ini,untuk jangan terlena dengan ajaran ekonomi barat yang jelas-jelas tidak cocok diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan prinsip hidup gotong-royong yang selama ini mengakar di negeri ini.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan sistem?
2) Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi?
3) Sistem ekonomi apa saja yang berlaku di dunia?
4) Bagaimana sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia?
5) Sistem ekonomi apa yang cocok diterapkan di Indonesia?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian sistem
2) Untuk mengetahui pengertian sistem ekonomi
3) Untuk mengetahui berbagai macam sistem ekonomi yang berlaku di dunia
4) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut Indonesia dari masa penjajahan Belanda hingga sekarang
5) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem
2.1.1 Pengertian Sitem
Istilah “sistem” berasal dari perkataan “sistema” (bahasa Yunani), yang dapat diartikan sebagai: keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian.
Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta pernagkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu sistem social atau sistem kemasyarakatan; makhluk-makhluk hidup dan benda-benda alam untuk suatu sistem kehidupan atau sistem lingkungan; barang atau alat, untuk suatu sistem peralatan; data, catatan, atau kumpulan fakta; untuk suatu sistem informasi; atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.
Kehadiran subjek-subjek (atau objek-objek) semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem. Itu baru merupakan himpunan subjek atau himpunan objek. Himpunan subjek atau himpunan objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang teratur dan menjalin tentang bagaimana subjek/objek yang ada bekerja, berhubungan dan berjalan atau dijalankan. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan subjek (objek) tersebut agar serasi.
Keserasian hubungan antar subjek (antar objek) termasuk bagian atau syarat sebuah sistem karena, sebagai suatu “organisasi”, setiap sistem tentu mempunyai jutuan tertentu. Keserasian itulah yang akan dijadikan petunjuk apakah sistem itu dapat berjalan/dijalankan, sehingga pada gilirannya kelak akan dapat dinilai apakan tujuan yang diinginkan oleh sistem itu akan tercapai atau tidak. Guna membentuk dan memelihara keserasian itu maka diperlukan kaidah atau norma-norma tertentu yang harus dipatuhi oleh subjek-subjek (objek-objek) yang ada dalam bekerja dan berhubungan satu sama lain.
Kaidah atau norma dimaksud bisa berupa aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarorang. Kaidah itu juga bisa berupa ketentuan-ketentuan teknis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarkompnen suatu alat atau perlengapan. Norma tadi bisa berupa ketentuan-ketentuan administrative.
Sebuah sistem, sesederhana apapun, senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek, atau himpunan suatu objek, sebuah sistem juga bukan sekedar hiumpunan kaidah atau norma, bukan pula sekedar kumpulan lembaga/badan/organisasi, sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup subjek (objek) dan perangkat kelembagaan yang membentuknya.
Setiap sistem jika diurai lebih rinci, pada dasarnaya selalu mempunyai atau dapat dipilah memjadi beberapa subsistem, yakni sistem-sistem yang lebih kecil yang merupakan bagian dari dirinya. Sebaliknya, setiap sisatem pada hakekatnya senantiasa merupakan bagian dari sebuah suprasistem, yakni sebuah sistem yang lebih besar kemana ia menginduk. Selanjutnya perlu disadari, seringkali suatu sistem tidak (tidak bisa) berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem lain. Pola keterkaitan antar sistem sangat bervariasi. Bisa karena subjek atau objek yang membentuk kedua sistem itu sama. Bisa karena lembaga atau wadah dimana kedua sistem itu terbentuk sama. Bisa pula karena kaidah atau sistem yang satu juga berlaku sebagai kaidah di sistem yang lain.
Kesadaran bahwa sistem-sistem dapat dan bahkan sering berkaitan, itu perlu. Kesadaran demikian dapat mengkindarkan kita dari perankap kepicikan, yakni memandang sesuatu secara tegar hanya berdasarkan tinjauan sempit sebuah bidang. Sebaliknya, kesadaran demikian akan memperluas wawasan kita, yakni memandang sesuatu secara arif berdasarkan pemahaman lintas bidang. Sebagimana pada sistem perekonomian yang tidak mampu berdiri. Ia terkait dengan sistem-sistem lain dalam sebuah suprasistem kehidupan social-kemasyarakatan. Bagaimana perekonomian sebuah negara berjalan atau dijalankan, turut dipengaruhi oleh bagaimana politik kekuasaan di negara itu diterapkan, ikut ditentukan oleh bagaimana budaya masyarakat yang membentuk negara tersebut.
2.1.2 Ciri-ciri Sistem
Sebuah sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Setiap sistem memiliki tujuan
Setiap sistem memiliki “batas” yang memisahkannya dari lingkungan
Walau memiliki batas, sistem tersebut memiliki sifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya
Suatu sistem dapat terdiri dari beberapa subsistem yang bisa juga disebut dengan bagian, unsur atau komponen
Walau sistem tersebut terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsur-unsur tidak berarti bahwa sistem tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian unsur, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu ebulatan yang utuh dan padu atau memiliki sifat wholism
Serdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam sistem (intern) itu sendiri, maupun antara sistem dan lingkungannya
Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka sistem sering disebut jega sebagai processor atau transformator
Di dalam setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik
Karena adanya mekanisme kontrol itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.
2.2 Sistem Perekonomian
2.2.1 Pengertian Sistem Ekonomi
Menurut Dumairy (1996:30), sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek; barang-barang ekonomi sebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan ekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun nonformal); cara kerja, mekanisme hubungan; hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis); yang dipilih atau diterima; ditetapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung. Jadi, dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapkan dalam berbagai aktivitas yang berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan.
Sementara Sheridan (1998) (dalam Tambunan, 2009:2) dalam publikasinya mengenai sistem–sistem ekonomi yang ada di Asia mengatakan bahwa economic sistem refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness. Dalam kata lain sistem ekonomi adalah cara manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan kepuasan pribadinya.
Sanusi (2000) menguraikan pendapat-pendapat sejumlah orang di dalam maupun di luar negeri yang dirangkum sebagai berikut: sistem ekonomi merupakan suatu organisasi social yang terdiri atas sejumlah lembaga atau pranata (ekonomi, social–politik, ide-ide), yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yan ditujukan kea rah pemecahan problem- problem produksi–distribusi konsumsi yang merupakan problem dasar dari setiap perekonomian.
Menurut lemhanas yang dikutip oleh Sanusi (Tambunan, 2009:2) sistem ekonomi merupakan cabang dari ilmu ekonomi. Adapun sistem diartikan sebagai suatu totalitas terpadu yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi dan saling tergantung menuju tujuan bersama tertentu.
Gregory Gossman mengatakan bahwa sistem ekonomi adalah: Berbagai bagian yang tidak hanya saling berkaitan tetapi juga saling mempengaruhi dengan tingkat konsistensi tertentu dan keeratan yang pasti. Suatu sistem harus secara keseluruhan berfungsi walaupun tidak perlu dia berfungsi dengan sempurna. (Gregory gossman, 1995:19)
Menurut J.A Schumpeter sistem ekonomi adalah: Komposisi satuan ekonomi yang komprehensif yang didalamnya terdiri dari kekuatan yang pasti terhadap prinsip ekonomi liberal dan sosialisme dan lain-lain.
Definisi sistem ekonomi menurut Ediem dan Votti yaitu: Jaringan kerja suatu institusi dan pengaturan langsung terhadap sumber daya yang langka dalam sebuah organisasi.
Sedangkan menurut Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart sistem ekonomi merupakan kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi di dalam suatu daerah. Dengan demikian sistem ekonomi dapat diartikan sebagai susunan organisasi yang mantap dan teratur.
2.2.2 Karakteristik Sistem Ekonomi
Karakteristik yang dimiliki sistem ekonomi yaitu:
• Sistem pemilikan sumber daya/faktor produksi
• Keleluasaan masyarakat berkompetisi
• Kadar peranan pemerintahan dalam perekonomian
Dalam Sanusi (Tambunan, 2009:2) disebut ada 7 elemen penting dari sistem ekonomi, yakni (hal 11-12) :
1. Lembaga-lembaga /pranata-pranata ekonomi
2. Sumber daya ekonomi
3. Faktor-faktor produksi
4. Lingkungan ekonomi
5. Organisasi dan manajemen
6. Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan atau pemain dalam sistem
7. Proses pengambilan keputusan
Suatu sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sebuah sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu suprasistem kehidupan masyarakat. Ia merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Oleh karenanya, bukanlah hal yang mengherankan apabila dalam perjalanan atau penerapan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara terjadi benturan, konflik atau bahkan tantangan. Pelaksanaan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara akan berjalan mulus apabila lingkungan masyarakatnya mendukung.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu negara dalam menentukan sistem ekonomi apa yang akan digunakan oleh negaranya agar pembangunan di negara tersebut dapat meningkat, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Latar Belakang Sejarah dan Ideologi
Sistem ekonomi terbentuk dari pengalaman masa lalu suatu negara dalam mengelola negaranya. Bila masa lalu negara tersebut berhubungan dengan usaha untuk memisahkan diri dari dominasi negara yang memiliki sistem ekonomi kapitalis timbul kecenderungan negara tersebut akan menggunakan sistem sosialis.
Negara yang posisinya selalu mendapat dukungan dari negara yang menggunakan sistem ekonomi tertentu akan menjadikan negara tersebut memilih sistem ekonomi seperti negara yang mendukungnya.
Sistem ekonomi di suatu negara tidak ada yang tidak dipisahkan dari pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Sebagian besar pengalaman yang ada lebih menunjukkan peran suatu negara dalam mempertahankan ideologinnya. Dari ideologi ini, negara mempunyai peran besar dalam menjadikan dirinya untuk tetap eksis di zamannya. Sampai akhirnya, wujud dari usaha untuk mempertahankan eksistensinya, negara menggunakan kekuasaan untuk menjajah, menindas dan merampas hak negara lain.
2. Luas dan Letak Geografi
Efektifitas suatu kebijakan ekonomi dapat diukur dari berapa besar jangkauan kebijakan tersebut mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat di seluruh daerah. Salah satu penyebab mengapa peningkatan ekonomi suatu negara tidak dirasakan masyarakat secara merata karena faktor luasnya daerah. Luasnya daerah mempersulit pemerintah pusat dalam membuat kebijakan ekonomi yang sesuai di setiap daerah. Maka lebih efektif bila pemerintah pusat memberikan kebebasan daerah untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi sendiri.
Di samping itu, letak negara satu dengan negara lain mempengaruhi bentuk sistem ekonomi. Letak negara menimbulkan adanya pengkondisian antar negara yang berdekatan untuk menggunakan kebijakan yang saling mendukung. Keadaan ini mempermudah terjadinya hubungan ekonomi. Hubungan di antara dua negara atau lebih tidak akan terjadi secara efektif bila tidak ada kesamaan sistem yang ada di antara kedua negara tersebut. Walaupun pada awalnya kesamaan sistem ini terjadi timbul berbagai pergesekan dan pergeseran kebijakan di dalam suatu negara akibat adanya pengaruh sistem ekonomi negara lain.
3. Tingkat Pembangunan
Tingkat pembangunan menjadi ukuran suatu negara dalam memberikan keleluasaan rakyat untuk berpartisipasi. Semakin mapan dan maju dalam bidang ekonomi suatu negara, tingkat partisipasi masyarakat semakin meningkat. Keadaan ini disebabkan masyarakat telah menemukan pola pemenuhan kebutuhan yang dilakukan dalam kesehariannya. Negara yang dianggap masuk dalam tahap ini misalnya Amerika Serikat, Australia, Selandia baru, dan lain sebagainya.
Negara berkembang dengan tingkat pendapatan yang rendah perlu dilindungi karena mereka masih memerlukan perlindungan negara untuk mengelola faktor produksinya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan sarana pendukung optimalisasi proses produksi, keteraturan mekanisme barang di pasar, dan membentu penyediaan infrastruktur penunjangpengelolaan faktor produksi. Keadaan ini seperti halnya di negara Argentina, Brasil, Afrika, Kamboja, Laos dan Indonesia.
4. Keterbukaan
Keterbukaan dalam bidang ekonomi merupakan suatu konsekuensi agar tidak tertinggal dari negara lain. Apalagi muncul beberapa konsep ekonomi terbuka atau liberalisasi, misalnya: APEC, AFTA, IMF dan lain sebagainya. Pada kenyataannya ekonsep ekonomi terbuka menumbuhkan rasa optimas bagi negara maju, tetapi di lain pihak menimbulkan rasa pesimis di beberapai negara berkembang.
Konsep ekonomi terbuka menjadikan sistem ekonomi suatu negara berubah menjadi sistem ekonomi yang mengakui tidak ada batas daerah, batas negara, batas benua. Di dalam sistem ekonomi terbuka setiap negara mempunyai peran untuk menyediakan fasilitas pendukung supaya mekanisme pasar tetap berjalan. Tetapi di beberapa negara yang belum siap dengan mekanisme sistem ekonomi terbuka, rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh akan menderita karena tidak mampu bersaing di pasar global.
5. Sistem Politik
Sistem politik yang baik adalah memberikan perhatian agar pemimpin memperjuangkan hak rakyat. Dengan cara meningkatkan keikutsertaan rakyat dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi negara. Pemimpin merupakan wakil rakyat, yang dipilih oleh rakyat, untuk memenuhi kepentingan hidup rakyat. Bila pemimpin memberikan kebebasan rakyat akan merasa bertanggung jawab terhadap pembangunan negara.
Dalam model sistem politik terpimpin, segala kebijakan ekonomi negara atau raja dianggap sebagai konsensus bersama yang harus diikuti, entah itu menyentuh kepentingan ekonomi masyarakat atau tidak. Model sistem politik kerajaan saat ini tidak begitu popular. Walaupun ada beberapa negara yang masih menggunakan sistem kerajaan sebagai kekuasaan tertinggi, misalnya Arab Saudi, Brunai Darussalam. Sedangkan di beberapa negara, kekuasaan negara tidak lebih hanya sekedar symbol belaka, pemerintahan banyak diatur oleh perdana menteri dan menteri-menterinya dari pada oleh raja, misalnya Inggris, Belanda, dan Jepang.
Sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem-sistem lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Di dunia ini terdapat kecenderungan umum bahwa sistem ekonomi di sebuah negara “bergandengan tangan” dengan sistem politik di negara bersangkutan, ideologi ekonomi berjalan seiring dengan ideologi politik. Secara umum, antara unsur-unsur sistem ekonomi dan unsur-unsur sistem politik dapat ditarik benang merah sebagai berikut:
Tabel 1: Benang Merah Hubungan Sistem Ekonomi dengan Sistem Politik
Kutub “A” Konteks Pengkutuban Kutub “Z”
Liberalisme (liberal) Ideologi politik Komunisme (komunis)
Demokrasi Rezim pemerintahan Otokrasi
Egalitarianism Penyelenggaraan kenegaraan Etatisme
Desentralisasi Struktur birokrasi Sentralisme
Kapitalisme Ideologi ekonomi Sosialisme
Mekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat
Sejarah mencatat, negara-negara yang berideologi politik leberalisme dengan rejim pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar. Di negara-negara semacam ini penyelenggaraan kenegaraannya biasanya bersifat egaliter dan struktur birokrasinya desentralisasi. Di pihak lain, negar-negar yang berideologi politik komunisme dengan rejim pemerintahan yang otoriter, ideologi ekonominya cenderung sosialisme dengan pengelolaan ekonomi berdasarkan perencanaan terpusat. Penyelenggaraan kenegaraan di negara-negara semacam ini biasanya bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis.
Pengkutuban sistem ekonomi dan sistem politik, serta unsur-unsur benang merah yang menghubungkannya, mungkin tidak sepenuhnya berlaku. Akan tetapi terdapat kecenderunagn umum seperti itu.
Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas, sehingga bisa dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain, berdasarkan beberapa sudut tujuan seperti:
1) Sistem pemilihan sumber daya atau faktor-faktor produksi;
2) Keleluasaan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain dan untuk menerima imbalan atas prestasi kerjanya;
3) Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.
Menurut Sanusi (Tambunan, 2009:2), setiap sistem ekonomi di pengaruhi oleh sejumlah kekuatan diantaranya:
1. Sumber-sumber sejarah, kultur/tradisi, cita-cita, keinginan-keinginan, dan sikap masyarakat
2. SDA termasuk iklim
3. Filsafat yang dimiliki dan yang dibela oleh sebagian masyarakat
4. Teorisasi yang dilakukan oleh masyarakat pada masa lalu atau sekarang, mengenai bagaimana cara mencapai cita-cita seta tujuan / sasaran yang dipilih
5. Trial dan errors atau uji coba yang dilakukan oleh masyarakat dalam usaha mencari alat-alat ekonomi
2.2.4 Tujuan Sistem Ekonomi
Tujuan sistem ekonomi suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
1. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan akan dihasilkan.
2. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
3. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/ gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
4. Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri.
2.2.5 Organisasi Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi dapat digambarkan dalam model yang disederhanakan, yang biasa disebut arus perputaran (circular flow) sebagai berikut :
Gambar 1: Circular Flow
Dari arus perputaran ini dapat dilihat adanya empat aspek dari arus uang, ialah :
(1) Arus uang sebagai pengeluaran konsumen (biaya hidup/cost of living);
(2) Arus uang sebagai penerimaan perusahaan (= business receipts)
Kedua arus ini terjadi melalui pasar barang dan jasa konsumtif.
(3) Arus uang sebagai pengeluaran perusahaan (biaya produksi/cost of production).
(4) Arus uang sebau penerimaan pendapatan masyarakat (consumers’ income)
Kedua arus ini terjadi melalui pasar sumber-sumber ekonomi.
Model di atas menggambarkan suatu sistem perekonomian yang stasioner. Artinya, arus uang melalui pasar brang dan jasa konsumtif sama dengan arus uang melalui pasar sumber-sumber ekonomi, yang berarti bahwa dalam masyarakat tersebut tidak ada tabungan (saving), penanaman modal (investment), penggantian barang modal (replacement), atau penyusutan (depretion).
Model tersebut dapat diperluas dan dibuat lebih kompleks menurut keperluan, umpamanya, untuk menggambarkan perekonomian yang tumbuh, perekonomian yang mundur, atau untuk menggambarkan peran pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
2.3 Sistem-sistem Ekonomi
Subsistem, merupakan sistem perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam hal produksi hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berfikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk pihak lain apalagi demi keuntungan. kalaupun orang tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain, sifatnya dalan barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.
Dengan semakin berkembangnya jumlah manusia dan kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya sistem yang lebih tertur dan terencana. Sistem barter tidak lagi dapat dipertahankan mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi, seperti:
• Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama.
• Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan.
• Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda.
• Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar.
Dengan hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendekiawan memikirkan sistem perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli tersebut adalah sistem-sistem ekonomi yang berlaku di dunia
Mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam konteks ekonomi, kedua sistem ini telah terbukti mampu meningkatkan kemakmuran rakyat di negara yang menggunakan sistem ekonomi tersebut, seperti Amerika Srikat dan mantan Uni Soviet. Kedua sistem ini diambil sebagai bahan rujukan berbagai negara untuk meningkatkan pembangunan.
2.3.1 Sistem Ekonomi Kapitalis
Menurut Dumairy (1996:32) Dalam teminologi teori ekonomi mikro, sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem ekonomi yang menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas), meyakini kemampuan “the invisible hand” dalam menu efisiensi ekonomi. Mekanisme pasarlah yang menurut kalangan kapitalis akan menentukan secara efisien ketiga pokok persoalan ekonomi.
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan perusahaan swasta untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.
Sistem ekonomi kapitalis adalah suatau sistem ekonomi dimana kekayaan yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk dijual. Adapun tujuan pemilikan secara pribadi yakni untuk memperoleh suatu keuntungan/laba yang cukup besar dari hasil menggunakan kekayaan yang produktif. Dasar bekerjanya sistem ini adalah adanya kegiatan “invisible hand” atau tangan-tangan tak tampak yang dicetuskan oleh Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan. Buku Adam Smith yang berjudul “the theory of sentiments” menjadi kerangkan moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi klasik, dimana mereka menganut paham “laissez faire” yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah. Mengenai hal ini, Herbert Spencer (1820-1930) pun sejalan dengan pemikiran Adam Smith, bahkan ia menambahkannya dengan ide Darwinisme Sosial. Ide Darwinisme ini akhirnya ia kembangkan, dan munculah teori seleksi alamiah (survival of the fittest), siapa yang mampu bertahan dialah yang menang. Sebuah ide yang membuat kelas-kelas pemodal semakin dimanjakan. Kepemilikan atas kapital-kapital pabrik, membuatnya semakin memegang kuasa. Akhirnya hanya pada orang-orang inilah kemakmuran terpusat. Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan dan penawaranlah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:
1) Hukum “Say” yang mengatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hukum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan masyarakat.
2) Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel, dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidak seimbangan pasar (kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi tersebut menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastis. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan menambah produksinya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.
Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:
1) Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya
2) Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung sebagai contoh: membangun prasarana jalan transportasi menjadi lancar, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung dan sejenisnya.
Dengan kondisi kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas sangat penting (Suroso:1993) yakni:
a. Berkewajiban melindungi negara dari kekerasan dan serangan negara liberal lainnya
b. Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badab hukum yang dapat diandaikan.
c. Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau sarana untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perseorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupinya biaya. Dengan perkataan lain diluar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepaad swasta. Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an kejayaan sistem ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandanagn untuk memperbaiki sistem ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga saat ini pandangannya masih relevan adalah J.M Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa negara, yang merupakan suatu kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan negara, yang merupakan suat kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagi semua warga negaranya.
Ada enam asas yang dapat dilihat sebagai ciri dari sistem ekonomi kapitalis adalah :
1. Hak milik pribadi.
Dalam sistem ekonomi kapitalis alat-alat produksi atau sumber daya ekonomiseperti SDA, modal,tenaga kerja dimiliki oleh individu dan lembaga–lembaga swasta
2. Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih
Kebebasan berusaha adalah kegiatan produksi dapat dengan bebas dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai inisiatif. sedangkan yang dimaksud kebebasan memilih adalah menyangkut kedaulatan konsumen dan kebebasan pengusaha untuk memperoleh sumber daya ekonomi untuk memproduksi suatu produk yang dipilihnya sendiri untuk dijual dengan tujuan mencari keuntungan yang maksimum. Kebebasan memilih juga mencakup kebebasan pekerja untuk memilih setiap pekerjaan yang dikehendakinya
3. Motif kepentingan diri sendiri
Kekuatan utama dari sistem ekonomi kapitalis adalah motivasi individu untuk memenuhi kepentingannya sendiri
4. Persaingan
Sistem persaingan merupakan salah satu lembaga penting dari sistem ekonomi kapitalis. Setiap individu atau pelaku swasta, baik pembeli maupun pengusaha dengan motivasi mencari keuntungan yang maksimum bebas bersaing di pasar dengan kekuatan masing- masing. Setiap pelaku ekonomi swasta bebas memasuki dan meninggalkan pasar.
5. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar
Segala keputusan yang diambil oleh pengusaha dan konsumen dilakukan melalui sistem pasar
6. Peranan pemerintah terbatas
Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah masih mempunyai peran dapat membatasi berbagai kebebasan individu, misalnya mengeluarkan peratuaran–peraturan mengenai penalaran monopoli.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, sistem ekonomi liberal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi liberal adalah:
a) Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
b) Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri
c) Adanya persaingan menyebabkan kreativitas dari setiap individu dapat berkembang.
d) Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat.
Kekurangan sistem ekonomi liberal adalah :
a) Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.
b) Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.
c) Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.
d) Sulit terjadi pemerataan pendapatan.
2.3.2 Sistem Ekonomi Sosialis
Dumairy (1996:32), sistem ekonomi sosialis adalah kebalikan dari sitem kapitalis. bagi kalangan sosialis, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat. adanya berbagai distorsi dalam mekanisme pasar menyebabkan tidak mungkin bekerja secar efisien, oleh karena itu pemerintah atau negara harus turun aktif bermain dalam perekonomian. Satu hal yang penting untuk dicatat berkenaan dengan sistem ekonomi sosialis adalah bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi yang tidak memandang penting peranan Kapital.
Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.
Sistem ekonomi sosialis dapat dibagi dalam dua susbsistem, yakni sistem ekonomi sosialis dari Marxis, dan sistem ekonomi sosialisme demokrat. Sistem ekonomi sosialis Marxis disebut juga sistem ekonomi komando di mana seluruh unit ekonomi, baik sebagai produsen, konsumen, maupun pekerja, tidak diperkenankan mengambil keputusan secara sendiri-sendiri yang menyimpang dari komando otoritas tertinggi, yakni partai. Dalam sistem ekonomi sosialis ini partai menentukan secara rinci arah serta sasaran yang harus dicapai dan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit ekonomi dalam pengadaan baik barang-barang untuk social maunpun untuk pribadi. Unit-unit ekonomi sepenuhnya tunduk pada tunduk pada komando otoritas tertinggi tanpa ikut campur sedikitpun juga dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan arah kebijaksanaan dan sasaran yang akan dicapai. Dalam sistem ekonomi sosialis Marxis, ruang gerak bagi para pelaku-pelaku ekonomi dapat dikatankan tidak ada sama sekali. (Tambunan, 2009:5)
Sistem sosialis terencana (komunis), dengan karakteristik:
a. Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/negara
b. Pengambilan keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan koordinsi secara terencana
c. Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral. Sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi
Sistem ini mulai ditinggalkan oleh presiden Rusia, Gorbachev.
Dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat kekuasaan otoritas tertinggi jauh berkurang. Dalam sistem ini, satu pihak, ada kebebasan individu seperti dalam sistem ekonomi kapitalis, misalnya produsen bebas memilih jenis dan berapa banyak produksi yang akan dibuat, konsumen bebas memilih barang mana yang dikehendaki, dan pekerja bebas menentukan jenis pekerjaan apa yang diinginkannya. Namun di pihak lain, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis , dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat, peran pemerintah lebih besar. (Tambunan, 2009:6)
Landasan ilmiah dari sistem ini adalah kombinasi antara prinsip-prinsip kebebasan individu dengan kemerataan social, jadi bukan pasar bebas yang liberal dan juga bukan paham ekonomi monetaris yang tidak menghendaki intervensi pemerintah dalam bentuk apapun. Menurut Mubyarto (2000) berdasarkan pengalaman di Jerman, ada enam criteria sistem ekonomi sosialisme democrat atau sistem ekonomi pasar social (SEPS) yaitu :
a. Adanya kebebasan individu dan sekaligus kebijaksanaan perlindungan usaha . persaingan di antara perusahaan-perusahaan kecil maupun menengah harus dikembangkan.
b. Prinsip-prinsip kemerataan social menjadi tekad warga masyarakat
c. Kebijaksanaan siklus bisnis dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
d. Kebijaksanaan pertumbuhan menciptkan kerangka hukum dan prasarana social yang terkait dengan pembangunan ekonomi
e. Kebijakan structural
f. Konformitas pasar dan persaingan
Menurut Mubyarto (Tambunan, 2009:6) perbedaan lain yang sangat nyata antara sistem ekonomi sosialisme demokrat dengan sistem ekonomi kapitalis adalah pada aspek sosisalnya. Ada dua aspek sosial yang sangat penting dari SEPS, yakni meningkatkan standar hidup kelompok berpendapatan rendah dan perlindungan terhadap semua warga masyarakat dari kesulitan hidup dan masalah-masalah sosial lain sebagai resiko-resiko dari kesulitan hidup. Pemnagian pendapatan yang adil dalam SEPS dijaga dengan member perhatian pada: tingkat dan pertumbuhan upah, sistem perpajakan, stabulitas harga, persamaan peluang (bekerja dan berusaha) bagi semua warga masyarakat, dan adanya asuransi sosial minimal, yakni asuransi pengangguran, hari tua, kesehatan, dan kecelakaan.
Sistem ekonomi sosialis disebut juga sistem ekonomi terpusat. Dikatakan terpusat karena segala sesuatunya harus diatur oleh negara, dan dikomandokan dari pusat. Pemerintahlah yang menguasai seluruh kegiatan ekonomi. Sistem perekonomian sosialis merupakan sistem perekonomian yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata dan tidak adanya penindasan ekonomi. Untuk mewujudkan kemakmuran yang merata pemerintah harus ikut campur dalam perekonomian. Oleh karena itu hal tersebut mengakibatkan potensi dan daya kreasi masyarakat akan mati dan tidak adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Dasar yang digunakan dalam sistem ekonomi sosialis adalah ajaran Karl Marx, di mana ia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan semua pihak. Negara yang menganut sistem ini seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan negara komunis lainnya. Sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri berikut ini:
1) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara.
2) Seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama. Semua perusahaan
milik negara sehingga tidak ada perusahaan swasta.
3) Segala keputusan mengenai jumlah dan jenis barang ditentukan oleh pemerintah.
4) Harga-harga dan penyaluran barang dikendalikan oleh negara
5) Semua warga masyarakat adalah karyawan bagi negara.
Seperti halnya sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi sosialis adalah:
1) Semua kegiatan dan masalah ekonomi dikendalikan pemerintah sehingga pemerintah mudah melakukan pengawasan terhadap jalannya perekonomian
2) Tidak ada kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, karena distribusi pemerintah dapat dilakukan dengan merata.
3) Pemerintah bisa lebih mudah melakukan pengaturan terhadap barang dan jasa yang akan diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4) Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga.
Kekurangan sistem ekonomi sosialis adalah :
1) Mematikan kreativitas dan inovasi setiap individu.
2) Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.
3) Kurang adanya variasi dalam memproduksi barang, karena hanya terbatas pada ketentuan pemerintah.
Negara yang menganut sistem ekonomi sosialis sudah tidak ada lagi. Uni Soviet (sekarang Rusia) beserta negara-negara pengikutnya telah gagal dalam menjalankan prinsip sosialisme sebagai cara hidupnya baik secara ekonomi, moral, maupun sosial dan politik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kemampuan pemerintah pusat untuk menangani seluruh masalah yang muncul, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Selain itu, pada kenyataannya telah terjadi banyak penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah.
2.3.3 Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis). Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar (kapitalis) atau pun terencana (sosialis), bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta. Menurut Claude-Henri de Saint-Simon, Sang Bapak Sosialisme dunia. Menurutnya sentralisasi perencanaan sistem ekonomi pemerintah adalah hal yang harus di utamakan. Masyarakat industri akan menjadi baik apabila diorganisaikan secara baik. Dan pemerintah harus memiliki peran penting di dalamnya. Peran sentral para kapitalis sebaiknya dibatasi oleh wewenang pemerintah dalam perekonomian.
Sistem perekonomian campuran adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, minyak bumi, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi pasar campuran atau sosialisme, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. Penerapan sistem ekonomi campuran akan mengurangi berbagai kelemahan dari sistem ekonomi pasar dan Terpusat dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sanusi (2000:57) (dalam tambunan, 2009:7) menjelaskan sistem ekonomi campuran sebagai berikut: dalam sistem ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam kadar yang berbeda-beda. Ada sistem ekonomi campuran yang mendekati kapitalis/liberalis ,kadar kebebasan relative besar atau persentase dari sitem kapitalinya sangat besar.ada pula yang mendekati sosialis dimana peran pemerintah relative besar terutama dalam menjalankan berbagai kebijakan ekonomi, moneter/fiscal dan lain-lain. Di dalam sistem ekonomi campuran adanya campur tangan pemerintah terutama untuk mengendalikan kehidupan/pertumbuhan ekonomi, mencegah adanya konsentrasi yang terlalu besar ditangan satu orang atau kelompok swasta, juga untuk melakukan stabilisasi perekonomian, mengatur tata tertib serta membantu golongan ekonomi lemah.
Sistem ekonomi campuran merupakan campuran atau perpaduan antara sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Masalah-masalah pokok ekonomi mengenai barang apa yang akan diproduksi, bagaimana barang itu dihasilkan, dan untuk siapa barang itu dihasilkan, akan diatasi bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Pada sistem ekonomi campuran pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian dalam perekonomian, namun pihak swasta (masyarakat) masih diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin mereka jalankan. Adanya campur tangan dari pemerintah bertujuan untuk menghindari akibat-akibat yang kurang menguntungkan dari sistem liberal, antara lain terjadinya monopoli dari golongan-golongan masyarakat tertentu terhadap sumber daya ekonomi. Apabila kita cermati sebagian besar negara di dunia tidak ada lagi yang menggunakan salah satu sistem ekonomi. Mereka kebanyakan mengombinasikan dari sistem-sistem yang ada sesuai dengan situasi dan tradisi negara yang bersangkutan. Misalnya saja Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan sistem ekonomi liberalnya.
Meskipun sistem ekonomi yang mereka tetapkan berpaham liberal, namun pada kenyataannya masih ada campur tangan pemerintah, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang antimonopoli. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai sistem ekonomi campuran, berikut ini ciri-ciri dari sistem ekonami campuran:
1) Sumber-sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah.
2) Pemerintah menyusun peraturan, perencanaan, dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang ekonomi
3) Swasta diberi kebebasan di bidang-bidang ekonomi dalam batas kebijaksanaan ekonomi yang ditetapkan pemerintah.
4) Hak milik swasta atas alat produksi diakui, asalkan penggunaannya tidak merugikan kepentingan umum.
5) Pemerintah bertanggung jawab atas jaminan sosial dan pemerataan pendapatan.
6) Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar.
Dengan demikian, dalam sistem perekonomian campuran ada bidang-bidang yang ditangani swasta dan ada bidang-bidang yang ditangani pemerintah. Sama halnya dengan sistem ekonomi lainnya, sistem ekonomi campuran juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi, kelebihan dan kekurangannya tergantung kepada setiap negara dalam mengatur sistem ekonominya tersebut.
2.3.4 Ragam Sistem Ekonomi Dunia
Seperti telah dijlaskan sebelumnya bahwa mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam prakteknya kedua sistem dalam setiap negara bersentuhan dengan masalah riil di negara-negara yang berbeda dari asal sistem itu berada. Oleh karenanya menimbulkan pergeseran yang mengarah pada bagaimana suatu sistem tersebut mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Setiap negara mempunyai elemen sendiri dalam sistem ekonomi yang akan mempengaruhi perspektif negara tersebut memandang kelebihan dan kekurangan suatu sistem jika diterapkan di negaranya. Dengan pertimbangan ini, setiap negara beusaha tidak mengambil dengan serta merta sistem yang ada. Walaupun setiap negara menyadari hal tersebut, namun konteks perekonomian dunia lebih mengarahkan pada kecenderungan pengambilan suatu sistem yang dominan. Hal ini disebabkan gaya pergaulan perekonomian dunia akan mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam mendesain perekonomian dalam negaranya. Walaupun tidak persis benar sistem satu dengan sistem yang lainnya, tetapi prinsip pokok dari suatu sistem negara besar akan cenderung dominan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi negara-negara yang dikuasainya.
Fenomena tersebut menjadikan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme mengalami perubahan menjadi berbagai macam nama sistem. Perubahan ini bukan berti menjadikan munculnya sistem yang benar-benar baru. Namun sistem-sistem ini merupakan hasil interaksi yang intens antara berbagai unsur ekonomi maupun politik, di suatu negara dengan mainstream sistem ekonomi yang ada. Oleh karena pengaruh dari berbagai unsur yang ada di dalam suatu negara, maka sistem kapitalis dan sosialis dalam prakteknya di negara tersebut tidak sesuai dengan negara yang menggunakannya, seperti Amerika Serikat dan mantan Uni Soviet. Akhirnya muncullah nama baru dalam kapitalisme dan sosialisme, seperti sistem kapitalisme negara, sistem kapitalisme campuran, demikian juga sistem sosialisme berkembang menjadi sistem sosialisme pasar.
Dua negara yang mempunyai sistem ekonomi yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama. Untuk membedakan karakteristik setiap negara dapat diketahui melalui unsur pengambilan keputusan, mekanisme informasi dan koordinasi, hak milik pribadi, dan insentif. Menurut Sanusi (2000) dalam Tambunan (2009:3) perbedaan antarsistem ekonomi satu dengan yang lainnya adalah :
1. Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan
2. Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja
3. Pengaturan pemilihan / pemakaian alat-alat produksi
4. Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggung jawab manajer
5. Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh
6. Pengaturan motivasi usaha
7. Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi
8. Penentuan pertumbuhan ekonomi
9. Pengendalian stabilitas ekonomi
10. Pengambilan keputusan
11. Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan.
Tabel 2: Karakteristik Sistem Ekonomi
Struktur pengambil keputusan Mekanisme informasi dan koordinasi
Kepemilikan
Imbalan
Kapitalisme
(pure capitalism) Desentralisasi Pasar Kepemilikan pribadi Harta
Kapitalisme negara (state capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi atas pengawasan negara Harta dan norma
Kapitalisme campuran (mixed capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi Harta dan norma
Sosialisme (pure socialism) Sentralisasi Negara Negara Norma
Pasar sosialisme (market socialism) Sentralisasi Pasar dan negara Negara atau kepemilikan bersama Harta dan norma
Islam Sentralisasi dan desentralisasi Pasar didasarkan atas maslahah Kepemilikan bersama atas dasar maslahah Harta dan norma atas dasar maslahah
Oleh karena perbedaan karakteri ini, suatu sistem ekonomi suatu negara tidak bisa diberlakukan secara mutlak di negara yang lain. Walaupun begitu ideologi suatu sistem ekonomi bisa digunakan untuk membangun struktur kehidupan ekonomi kapitalisme atau sosialisme di suatu negara. Sistem ekonomi tidak semata-mata terbentuk karena adanya aturan-aturan dasar di suatu negara tetapi bentuk sistem ekonomi bisa juga dilihat dari perilaku masyarakatnya, misalnya perilaku konsumsi, produksi, dan distribusinya.
Sistem ekonomi kapitalis, kapitalis negara dan kapitalis campuran cenderung mempunyai karakteristik sama. Kesamaan karakter ini dikarenakan keberadaan sistem baru lebih dikarenakan sebagai kritik, pelengkap atau memperbaiki. Misalnya sistem ekonomi kapitalis murni merupakan buah pemikiran dari Adam Smith (1723-1790) untuk mewujudkan kesejahteraan umum lahirlah sistem baru yang bernama kapitalisme negara yang dipengaruhi oleh pemikiran Friedrich List (1789-1846). Selanjutnya muncul kapitalis campuran yang dipengaruhi oleh pemikiran Adolf Wegner. Selanjutnya sistem ini mendapat perbaikan dari pemikiran JM Keynes (1883-1946) yang membangun sistem ekonomi campuran.
Demikian juga dengan pemikiran sosialisme, sistem ekonomi sosialis mengadopsi pemikiran Karl Marx (1818-1883) yang dilembagakan Lenin dalam sebuah negara yang bernama Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 pengaruh sistem ekonomi sosialis semakin berkurang. Tetapi beberapa negara yang masih menggunakan sistem sosialis berusaha menerima mainstream sistem yang berlaku di sekitarnya sehingga muncullah sistem sosialis pasar, sistem yang mengakui keberadaan pasar dalam mengatur mekanisme perekonomian di dalam negerinya.
Sementara itu sistem ekonomi islam diilhami Al-Quran dan Hadist. Sistem ekonomi islam terletak diantara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, karena bagian perilaku seseorang yang dituntut oleh nurani manusia dalam kegiatan ekonomi, itu sudah islami. Sistem ekonomi islam lebih berkaitan membentuk masyarakat bukan negara. Sistem ekonomi islam merupakan implementasi dari tanggung jawab pribadi manusia di hadapan Allah sebagai seorang hamba. Sistem ekonomi islam dimetamorfosiskan masyarakat Madani, dalam terminology masyarakat modern disebut civilized society. Kehidupan madani mengadopsi tata kemasyarakatan masyarakat madinah ketika Rasulullah saw masih hidup. Dengan sikap tegas dan bijaksana telah menimbulkan perubahan yang sangat revolusioner bagi kehidupan masyarakat madinah dan kota-kota di sekitarnya. Walaupun Rasulullah telah wafat ajaran beliau tetap menjadi penting dalam transformasi nilai-nilai kemanusiaan di luar Jazirah Arab.
Perkembangan kehidupan negara muslim sekarang berbeda dengan dahulu. Negara tempat lahirnya ajaran islam, seperti Arab Saudi dengan negara yang berdekatan dan memiliki akar budaya islam, seperti: Mesir, Iran, Irak, Kuwait, Sudan, Maroko, negara yang mayoritas beragama islam semacam indoneia, tidak identik dengan negara yang mempunyai sistem ekonomi islam. walaupun beberapa negara tersebut menggunakan hukum islam sebagai rujukan utamanya tetapi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak tentu mencerminkan sikap yang sesuai ajaran Al-Quran dan Hadist.
Praktek sistem ekonomi yang ada di negara-negara di timur tengah lebih banyak didominasi oleh kondisis sosial-budaya negara setempat yang sulit tercerabut. Maka sistem yang berlaku disana bukan islam par execelent tetapi masih banyak merupakan hasil tafsir sosial-budaya atas berbagai fenomena kemasyarakatan. Dalam bidang ekonomi, pengelolaan alat-alat produksi yang kurang baik lebih menunjukkan bahwa kemampuan produksi masyarakat kurang optimal. Walaupun hal ini tidak lepas dari gaya hidup masyarakat di beberapa negara muslim yang serba kecukupan sehingga menjadikannya kurang mau bekerja keras.
Setelah khulafaurrashidin perkembangan negara muslim tidak bisa dipisahkan denganberbagai masalah perebutan kekuasaan. Keadaan ini merupakan elaborasi pengaruh sosial-budaya sebelum Rasulullah berkuasa, sehingga akhirnya menimbulkan taksir negara yang berbentuk kerajaan. Akhirnya muncul beberapa negara muslim yang menggunakan sistem kerajaan untuk mengatur kehidupan masyarakat sampai sekarang. Hal ini menjadikan sistem islam menyimpang dari premis awal sebagai sistem yang membangun sebuah masyarakat yang demokrasi, egaliter dan memanusiakan manusia. Timbul anggapan bahwa sistem kerajaan inilah yang menjadikan masyarakat kurang produktif karena masyarakat dimanjakan oleh kerajaan.
Implementasi nilai-nilai syariah yang tercantum dalam dasar negara muslim lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik negara daripada nilai yang terkandung dalam ajaran islam. kepentingan politik cukup dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi dibandingkan kepentingan rakyat. Maka kepentingan politik juga mempengaruhi kecenderungan sistem ekonomi di negara-negara muslim.
Fenomena yang ada di negara muslim lebih menunjukkan kondisi negara berkembang pada umumnya, dimana pengarh politik lebih besar dibandingkan pengaruh ekonomi. Dengan konsep keterbukaan dalam syariah, sebenarnya pertumbuhan ekonomi dapat direalisasikan tanpa menafikkan persoalan politik. Kenyataan yang ada di negara-negara muslim tertentudi Timur Tengah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, masalah politik tidak bisa diabaikan, dan tentunya dengan konsep keterbukaan masalah ekonomi rakyat bisa dikurangi tetapi ternyata tidak mudah, politik selalu mendominasi ekonomi. Kuatnya karakter politik di negara-negara muslim di Timur Tengah dipengaruhi oleh sejarah perpolitikan di kawasan tersebut sejak zaman dulu, menjadikan politik pengaruhnya besar terhadap pembangunan. Adapun pembentukan sistem ekonomi di negara muslim sehingga politik dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi negara dapat digambar sebagai berikut:
Gambar 2 : Pembentukan sistem ekonomi di negara muslim
Namun sistem ekonomi ini tidak berlaku given dalam jangka panjang. Suatu sistem ekonomi bisa berubah dengan cepat (revolusi) atau berlahan-lahan (evolusi). Perubahan akan tetap terjadi selama negara tersebut tidak bisa mengendalikan berbagai instrument yang akan mempengaruhi faktor-faktor dari sistem ekonomi tersebut. Berbagai perubahan tidak serta merta dikarenakan berberapa unsur tetapi mungkin satu unsur tidak menutup kemungkinan juga mempengaruhi perubahan dari sistem negara tersebut, misalnya peperangan.
Sistem Ekonomi Pancasila
Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.Landasan yuridis sistem ekonomi pancasila:
Pasal 33 UUD 1945 yang tercantum dalam Bab XIV tentang kesejahteraan social berbunyi sebagai berikut:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan sebagai berikut:
Dalam pasala 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penelitian anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang mengausai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalalu tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Di masa penjajahan, pertumbuhan ekonomi berlangsung berdasarkan free fight competition liberalism. Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia tertinggal oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan, karena yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah ketinggalan.
Guna menghindari pengalaman pahit serupa inilah, sila “Keadilan Sosial” menekankan perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap di dalam unit ekonomi pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain. Prinsip demokrasi ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di dalam pasal 23 yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah boleh menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi terakhir adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal dilaksanakan, oleh karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara pajak dan macam-macam serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR. Inilah prinsip medezeggenschap atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi pancails kita. Dan untuk mencek kemudian apakah pemerintah tidak menyimpang dari kehendak DPR-GR, maka DPR-GR dapat menggunakan pemeriksaan melalui Badan Pemeriksaan Keuangan.
Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya ( dikutip dari Jurnal Ekonomi karya Mubyarto yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia”) sebagai berikut:
1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
3. Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
4. Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Republik Indonesia yang lahir pada tahun 1945, langsung tepat berada di tengah-tengah arena dua kutub supremasi, yaitu sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonom sosialisme. Namun demikian, sungguh beruntung Republik Indonesia, karena para pendiri republik tidak membiarkan Indonesia ikut arus memilih salah satu dari dua sistem ekonomi tersebut. Pancasila yang dipilih oleh para pendiri republik sebagai dasar falsafah negara, mengilhami sistem ekonomi alternatif, yang kemudian disebut “Sistem Ekonomi Pancasila”. SEP dipilih karena pemilihan satu sistem ekonomi oleh suatu bangsa tidak pernah menggunakan kriteria baik atau buruk, benar atau salah, melainkan menggunakan kriteria tepat atau tidak tepat (selanjutnya disebut kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi) yang dikaitkan dengan aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegaranya.
Untuk memahami kriteria ketepatan SEP sebagai sistem ekonomi bagi bangsa Indonesia ada baiknya jika kita memahami dinamika perubahan dari sistem-sistem ekonomi pendahulu dari SEP. perjalanan sejarah ini menunjukkan bahwa kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi bagi suatu masyarakat senantiasa bergeser, berkembang, berubah, atau bahkan berganti, mengikuti aliran dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya masyarakat tersebut dalam kehidupan bernegaranya.
1. Sistem Ekonomi Merkantilisme
Sistem ekonomi merkantilisme yang lahir di Eropa Barat pada abad ke-15 dianggap sebagai awal dari sejarah pemilihan sistem ekonomi bagi suatu bangsa. Sistem ini menyerahkan keputusan ekonomi sepenuhnya di tangan pemerintah, cocok dengan karakter pemerintah pada masa itu yang monarkhi absolut. Surplus perdagangan yang dipaksakan, yang menjadi ciri sistem merkantilisme, memunculkan perekonomian “zero sum game”, ada pihak yang surplus ada pihak yang defisit, ada yang diuntungkan ada yang dirugikan, ada yang menang ada yang kalah. Sifat tangan besi dari sistem merkantilisme menyebabkan kendali ekonmi berada di tangan para jenderal perang seperti Robespierre, Cromwell, dan Admiral Nelson. Sistem ekonomi ini serasi untuk sistem masyarakat feodal, yang memerlukan ketimpangan absolut antara kelas atas, bangsawan yang borjuis, dengan kelas bawah, buru dan petani, yang proletar, untuk mempertahankan kekuasaan. Pada abad ke-18 sistem ekonomi merkantilisme tumbang, dan digantikan oleh sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith. Mengapa? Karena ada hak yang paling asasi dihilangkan dalam sistem merkantilisme, yaitu kebebasan individu.
2. Sistem Ekonomi Kapitalisme Adam Smith
Sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith di tahun 1776 merupakan sistem yang berseberangan dengan sistem Merkantilisme. Jika merkantilisme menyerahkan keputusan ekonomi di tangan pemerintah, Adam Smith menghapus campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan menawarkan kebebasan individu secara penuh dalam pengambilan keputusan ekonomi. Jika merkantilisme menawarkan “zero sum game”, Adam Smith menawarkan “win-win solution game”, semua pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomi diuntungkan, minimal tidak ada yang dirugikan (dikenal dengan “janji Adam Smith”). Mengapa Adam Smith berhasil? Angin sejuk demokrasi yang dibawa oleh Adam Smith membawa segudang harapan pada pihak-pihak yang tertindas dalam sistem feodalisme dari merkantilisme. “Revolusi” Adam Smith mampu mengilhami Revolusi Perancis (1789) yang menjadikan Perancis berubah dari kerajaan menjadi republik, dan mampu membawa perubahan drastis di Inggris, dari monarkhi abasout menjadi monarkhi parlementer. Sistem ekonomi merkantilisme ditinggalkan, diganti dengan sistem kapitalisme, yang mengandalkan pencapaian kemakmuran pada sistem ekonom pasar (bebas), pengerjaan penuh, dan persaingan sempurna. Sistem kapitalisme Adam Smith ini mampu bertahan selama satu setenah abad, dari tahun 1776-1930. namun demikian, akhirnya sistem kapitalisme Adam Smith harus kandas juga, karena tidak mampu memberikan solusi keluar dari Dpresi Besar yang melanda dunia di awal dekade 1930-an, bahkan dianggap sebagai pemicu terjadinya.
3. Sistem Ekonomi Kapitalisme Negara Kesejahteraan
Contoh lain dari koreksi terhadap sistem kapitalisme Adam Smith sistem kapitalisme negara kesejahteraan, yang berkembang di Eropa Barat. Inggris, salah satu negara Eropa Barat yang memilih merevisi sistem kapitalismenya menjadi “sistem kapitalisme berpilarkan kesejahteraan rakyat” atau lebih dikenal dengan nama “wlfare state” (negara kesejahteraan), menikmati stabilitas yang “nyaris abadi”, bukan hanya di Inggris tetapi juga di negara-negara persemakmurannya. Sistem ekonomi ini juga mampu bertahan sampai sekarang.
4. Sistem Ekonomi Sosialisme Karl Marx
Di lain pihak, satu abad setelah revolusi Adam Smith, kritik terhadap kapitalisme yang dilakukan secara ekstrim oleh Karl Marx ini mengilhami lahirnya Stalinisme, Leninisme, Castroisme, dan Maoisme, yang lebih dikenal dengan nama sistem ekonomi sosialis-komunis. Sistem ekonomi sosialis-komunis berada pada puncaknya pada saat kejatuhan sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith, dimana sebagian masyarakat Amerika Serikat yang kehilangan kepercayaan pada sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith mulai berpaling pada sistem ekonomi sosialis-komunis (red Americans). Namun demikian, pada gilirannya, dunia menyaksikan runtuhnya Uni Soviet, runtuhnya Tembok Berlin, yang menandai runtuhnya sistem sosialis-komunis. Negara-negara pemilih sistem ekonomi sosialis-komunis meninjau kembali sistem ekonominya. Sistem tertutup (sistem bertirai) dianggap menjadi biang keladi kegagalan sistem sosialis-komunis. Negara-negara pecahan Uni Soviet mengalami pergeseran ke arah kapitalisme, Kuba mulai membuka diri, bahkan merintis berbaikan dengan AS, dan Cina, menggunakan sistem ekonomi yang khas, yaitu “sosialisme ala Cina”.
Membaca paparan perjalanan sejarah dari sistem-sistem ekonomi di atas, maka tersendat-sendatnya penerapan SEP dan pendiskreditan terhadap SEP yang terjadi selama ini dapat dipahami. Kriteria ketepatan dari SEP sedang mengalami pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegara. Bahwa sekarang ada upaya intelektual untuk “menghidupkan kembali” SEP dari mati surinya, juga menunjukkan bahwa adanya pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegaranya memunculkan kembali kriteria ketepatan dari SEP sebagai sistem ekonomi pilihan bangsa.
Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi dalam Islam berupaya menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara. Barang-barang berupa pangan, sandang, dan papan (perumahan) adalah kebutuhan pokok (primer) manusia yang harus dipenuhi. Tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kebutuhan tersebut. (Al-Baqarah 2): 233; QS at-Thalaq (65): 6). Keamanan, kesehatan, dan pendidikan juga merupakan tiga kebutuhan jasa asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Menyangkut keamanan, tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan seluruh aktivitasnya-terutama aktivitas yang wajib seperti ibadah wajib, bekerja, bermuamalat secara Islami, termasuk menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai dengan ketentuan Islam-tanpa adanya keamananan yang menjamin pelaksanaannya.
Jadi, jelas harus ada jaminan keamanan bagi setiap warga negara. Menyangkut kesehatan, tidak mungkin setiap manusia dapat menjalani berbagai aktivitas sehari-hari tanpa adanya kesehatan yang cukup untuk melaksanakannya. Artinya, kesehatan juga termasuk kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap manusia. Demikian juga dengan pendidikan. Tidak mungkin manusia mampu mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat, kecuali dia memiliki ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mencapainya. Secara garis besar, strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan pokok berupa jasa (keamanan, kesehatan, pendidikan)
Pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang dijamin dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya, kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni pemenuhan langsung oleh Negara.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan secara bertahap, yaitu: (1) Negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga bekerja mencari nafkah. (Lihat: QS al-Mulk: [67] 15; QS al-Jumu'ah [62]: 10; QS al-Jatsyiah [45]: 12). (2) Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. (3) Negara memerintahkan setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (4) Negara mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan. (5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Bekerja menurut Islam adalah aktivitas yang sangat mulia. Islam telah mengarahkan bahwa motif dan alasan bekerja adalah dalam rangka mencari karunia Allah SWT. Kewajiban memenuhi kebutuhan pokok telah ditetapkan oleh syariat atas orang-orang tertentu: suami atas istri; ayah atas anak-anaknya; anak atas orangtuanya yang tidak mampu. (Lihat: QS ath-Thalaq [65]: 6; QS al-Baqarah [2]: 233; QS an-Nisa' [4]: 36). Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, namun tidak memperoleh pekerjaan, sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawabnya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dan Muslim). Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya. (QS al-Baqarah [2]: 233).
Jika ada yang mengabaikan kewajiban nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan ia berkemampuan untuk itu, maka negara berhak memaksanya untuk memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Hukum-hukum tentang nafkah ini telah banyak diulas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih Islam. Jika seseorang tidak mampu memberikan nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, dan ia pun tidak memiliki sanak kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban pemberian nafkah itu beralih ke baitul mal (negara). Namun, sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara, maka Islam juga telah mewajibkan kepada tetangga dekatnya yang Muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tersebut, khususnya berkaitan dengan kebutuhan pangan untuk menyambung hidup. Meskipun demikian, bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara agar jangan sampai tetangganya kelaparan. Untuk jangka panjang, negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syariat, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 103).
Sebagai jaminan akan adanya peraturan pemenuhan urusan pemenuhan kebutuhan tersebut, dan merupakan realisasi tuntutan syariat Islam, maka dalam tindakan yang konkret, Umar bin al-Khaththab pernah membangun suatu rumah yang diberi nama Dâr ad-Daqîq (rumah tepung). Di sana tersedia berbagai jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya, yang ditujukan untuk membantu para musafir memenuhi kebutuhannya. Rumah itu dibangun di jalan antara Makkah dan Syam, di tempat yang strategis dan mudah dicapai oleh para musafir. Rumah yang sama, juga dibangun di jalan di antara Syam dan Hijaz.
Sistem Ekonomi Islam yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan ini diterapkan atas seluruh masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim yang memiliki identitas kewarganegaraan Islam, juga atas mereka yang tunduk kepada peraturan dan kekuasaan negara (Islam). Tercatat dalam perjalanan sejarah Islam bahwa orang-orang non Muslim telah merasakan bagaimana pengaturan dan jaminan Islam terhadap pemenuhan kebutuhan pokok di bawah naungan daulah Islamiyah. Diceritakan dalam kitab Al-Kharâj karangan Imam Abu Yusuf, bahwa Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab RA., pernah melihat seorang Yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya, "Apakah ada yang bisa saya bantu?" Orang Yahudi itu menjawab, bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan, sementara ia harus membayar jizyah. "Usiaku sudah lanjut," katanya. Amirul Mukminin berkata, "Kalau begitu keadaanmu, alangkah tidak adilnya perlakuan kami. Karena kami mengambil sesuatu darimu di saat mudamu dan kami biarkan kamu di saat tuamu." Setelah kejadian itu, Khalifah Umar bin al-Khaththab lalu membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tersebut, dan memerintahkan baitul mal menanggung beban nafkahnya, beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya.
Pada masa Khalid bin Walid, terhadap penduduk al-Hairah yang beragama Nasrani dan merupakan ahludz dzimmah, diterapkan suatu kebijakan, bahwa jika ada orang tua yang lemah, tidak mampu bekerja, tertimpa kemalangan, atau jatuh miskin hingga kaummya memberikan sedekah kepadanya, maka ia dibebaskan dari tanggungan jizyah dan ia menjadi tanggungan baitul mal, selama ia tinggal di Darul Islam. Jika baitul mal, yang merupakan kas negara dalam keadaan krisis, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat, maka kewajiban itu beralih kepada seluruh kaum Muslim. Kaum Muslim dapat dikenai pajak (dharîbah). Pajak hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya dan tidak boleh diambil dari orang non Muslim.
Rasulullah Muhammad SAW telah mengambil sebagian harta milik orang-orang kaya Bani Nadhir dan membagi-bagikannya kepada sahabat Muhajirin yang fakir. Itu dilaksanakan oleh beliau sebagai realisasi pengamalan perintah Allah SWT dalam dua ayat terdahulu (QS al-Baqarah [2]: 29 dan QS al-Hasyr [59]: 7). Pengambilan pajak itu semata-mata hanya dilakukan negara jika baitul mal tengah dilanda krisis. Itulah hukum-hukum syariat Islam, yang memberikan alternatif pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat, dengan cara yang agung dan mulia, yang akan mencegah setiap individu masyarakat-yang sedang dililit kesulitan hidup-memenuhi kebutuhan mereka dengan cara menghinakan diri (meminta-minta).
Sistem ekonomi Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di dunia ini tidak hanya diperuntukkan pada individu untuk dapat dimiliki sepenuhnya, tetapi dalam Islam dikenal dan diatur pula tentang kepemilikan umum, yaitu pemilikan yang berlaku secara bersama bagi semua ummat. Hal itu didasarkan pada beberapa Hadits Nabi, diantaranya adalah hadits Imam Ahmad Bin Hanbal yang diriwayatkan dari salah seorang Muhajirin, bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda: “Manusia itu berserikat dalam tiga perkara: air, rumput dan api”
Selain pemilikan umum, sistem ekonomi Islam juga mengatur tentang kepemilikan negara, seperti: setiap Muslim yang mati, sedang dia tidak memiliki ahli waris, maka hartanya bagi Baitul Mal, milik negara. Demikian juga contoh yang lain adalah adanya ketentuan tentang kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i dll.
Apabila harta itu telah dikuasai (dimiliki) oleh manusia secara sah, hukum Islam tidak membiarkan manusia secara bebas memanfaatkan harta tersebut. Islam telah menjelaskan dan mengatur tentang pemanfaatan harta yang dibolehkan (halal) dan yang dilarang (haram). Islam mengharamkan pemanfaatan harta untuk membeli minuman keras, daging babi, menyuap, menyogok, berfoya-foya dsb.
Selanjutnya Islam juga mengatur dan menjelaskan tentang pengembangan harta. Islam mengharamkan pengembangan harta dengan jalan menipu, membungakan (riba) dalam hal pinjam-meminjam maupun tukar-menukar, berjudi dsb. Islam membolehkan pengembangan harta dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, syirkah, musaqot dsb. Adapun ketentuan Islam terhadap negara, maka Islam telah menjelaskan bahwa negara mempunyai tugas dan kewajiban untuk melayani kepentingan ummat. Hal itu didasarkan pada salah satu hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda:“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”.
Agar negara dapat melaksakan kewajibannya, maka Islam telah memberi kekuasaan kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan negara dan tidak mengijinkan bagi seorangpun (individu maupun swasta) untuk mengambil dan memanfaatkannya secara liar. Kepemilikan umum seperti: minyak, tambang besi, emas, perak, tembaga, hutan harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf ekonomi rakyat. Distribusi kekayaan itu diserahkan sepenuhnya kepada kewenangan Imam (pemimpin negara) dengan melihat dari mana sumber pemasukannya (misalnya, harus dibedakan antara: zakat, jizyah, kharaj, pemilikan umum, ghanimah, fa’i dsb), maka Islam telah memberikan ketentuan pengalokasiannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Prinsip umum pendistribusian oleh negara, didasarkan pada firman Allah: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (Q.S. Al Hasyr: 7).
Maksud dari ayat di atas adalah agar peredaran harta tidak hanya terbatas pada orang-orang kaya saja di negara tersebut. Oleh karena itu, menurut Islam harta itu seharusnya hanya bisa dimiliki, dimanfaatkan, dikembangkan dan didistribusikan secara sah apabila sesuai dengan ijin dari Allah sebagai Dzat pemilik hakiki dari harta tersebut. Secara lebih terperinci dapat disimpulkan bahwa Sistem Ekonomi Islam dapat dicakup dalam tiga pilar utama, yaitu (An Nabhani, 1990) :
1. Kepemilikan (al-milkiyah), yang meliputi: Kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah). Kepemilikan umum (al milkiyah al-‘ammah). Kepemilikan negara (al milkiyah ad-daulah).
2. Pemanfaatan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah), yang meliputi: Penggunaan harta (infaq al-maal), yaitu untuk konsumsi. Pengembangan kepemilikan (tanmiyat al milkiyah), yaitu untuk produksi.
3. Distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-naas), yang meliputi: Distribusi secara ekonomis, melalui peran individu. Distribusi secara non ekonomis, yaitu melalui peran negara.
Sistem ekonomi ini secara jelas telah menetapkan nilai-nilai islam dalam penerapannya. Dengan demikian sistem ini membutuhkan panduan dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yaitu Qur’an dan Hadis. Pada awal Islam, sistem ini dikembangkan di bawah pengawasan langsung oleh Rasullulah. Sistem ini menanamkan pada para penganutnya bahwa ‘Kekuasaan tertinggi ada pada Allah SWT (Qs 3:26, 15:26, 67:1) Manusia hanyalah makluk yang diciptakan Allah dan diberi amanah untuk menjadi khalifah Allah dimuka bumi.
Islam mengajarkan pada umatnya untuk tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Manusia dianjurkan untuk mencapai kemakmuran yang setinggi-tingginnya di dunia, akan tetapi kegiatan untuk mencapai tingkat kemakmuran tersebut harus seimbang dengan kegiatan Untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana doa yang selalu kita ucapkan pada setiap kesempatan adalah doa sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 21 yaitu : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat.
Pencarian kemakmuran dan nafkah didunia ini merupakan bekal yang harus di usahakan dengan tetap memperhatikan syariah yang sudah digariskan dalam Qur’an dan Hadis. Dalam pencapaian kemakmuran di dunia, Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi kaya namun harus melalui cara-cara yang sesuai dengan ketentuan islam (syariah). Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan misalnya tidak boleh menimbun kekayaan (Q 104: 1-3) sekaligus supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya (Q 59 : 7). Ketentuan lain mengatur tentang haramnya bunga. Larangan terhadap bungadi dalam Qur’an dilakukan secara bertahap. Tahap terakhir adalah penegasan bahwa bunga, berapapun besarnya, adalah haram. Hal ini terjadi dengan turunnya ayat 278-279 Surah Al Baqarah yang disampaikan Rasullulah dalam khutbah Haji terakhir pada tahun ke Sembilan Hijriah yang merupakan ayat terakhir yangberkaitan dengan pengharaman bunga. Dalam ayat yang lain ditekankan pula bahwa orang yang mampu harus membayar zakat. Disini terjadi distribusi dari yang kaya ke orang yang Fakir dan miskin.
Masih banyak ketentuan lain, namun secara ringkas, sistem ekonomi islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Kekuasaan tertinggi adalah Allah dan Allah adalah pemilik absolute atas semua yang ada
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya,
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin allah. Oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5. Kekayaan harus berputar.
6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk harus dihilangkan
7. Terdapat distribusi yang wajib diatur oleh negara dari orang yang kaya dengan yang miskin yang secara pasti diatur dengan adanya zakat.
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat miskin.
Ekonomi islam sebagaimana termaktub dalam Qur’an dan Hadis diperoleh gambaran umum yaitu sistem yang tidak ada unsur riba dalam segala aspek kegiatan ekonomi dan mewajibkan kegiatan zakat bagi seluruh pelaku ekonomi sebagai penggerak utama dari kegiatan ekonomi disamping akhlak para pelaku ekonomi haruslah akhlak yang berdasarkan Qur’an dan Hadis.
Ekonomi Rakyat
Konsep ekonomi rakyat adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-98). Ekonomi rakyat adalah istilah ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak zaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum marhaen. Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik “populis” yang dipakai untuk mencatut atau mengatasnamakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu. Ekonomi Rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dll, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil-Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai “usaha” atau “perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.
Ekonomi rakyat atau ekonomi barang private adalah ekonomi positif, yang menjelaskan bagaimana unit-unit produksi mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang private dan jasa private dan mendistribusikan barang dan jasa dimaksud pada konsumen, sehingga diperoleh ketuntungan yang maksimal bagi produsen, biaya yang minimal bagi produsen, dan utility yang maksimal bagi konsumen(Drs. Revrisond Baswir, MBA).
Disinilah Mubyarto mendefinisikan ekonomi Pancasila sebagai bentuk perekonomian yang dijalankan secara kekeluargaan tanpa memisahkan secara tegas aspek produksi, aspek konsumsi, dan aspek distribusi. Inilah bentuk perekonomian rakyat yang terjadi di Indonesia sepanjang zaman. Jadi Mubyarto menganggap bahwa ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat.
Kenapa ekonomi rakyat? Alasannya, bentuk kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi yang sulit dipisahkan di antara pelaku-pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia menunjukkan tingkat perputarannya yang relatif masih rendah. Kemudian bentuk perekonomian bangsa Indonesia relatif masih dianggap sebagai perekonomian rumah tangga penduduk. Jadi, perekonomian yang berkembang di Indonesia masih digolongkan ke dalam bentuk perekonomian kaum papa.
Jadi, karena perekonomian nasional dikategorikan sebagai ekonomi rakyat--- maka perlu adanya "keberpihakan" pemerintah terhadap kaum papa ini yang menjalankan perekonomiandalam bentuk antar rumah tangga-rumah tangga penduduk. Artinya "keberpihakan" terhadap masyarakat kecil, grassroot, akan mampu mencapai bentuk ekonomi Pancasila (rakyat), yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alasannya, lebih 100 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini dikategorikan di bawah ambang garis kemiskinan, poverty line.
Kalau ini yang diharapkan, tentunya berbagai kebijakan pemerintah semenjak diusulkannya ekonomi Pancasila di awal tahun 1980-an harus mengarah pada pemberdayaan perekonomian "wong cilik." Namun apa lacur, berbagai bentuk skema kredit yang disalurkan, di dasawarsa 1980-an dan 1990-an, oleh perbankan Indonesia sebesar 80% di antaranya diarahkan kepada pengusaha besar, konglomerat. Porsi yang disalurkan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hanya sebesar 20% saja.
Melihat ketimpangan distribusi penyaluran kredit ini, tentunya hal ini menuntut keseimbangan proses distribusi ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat yang menghendaki "keberpihakan" kepada masyarakat kelas "wong cilik." Mubyarto mendapat tekanan dari para konglomerat dan elit-elit politik di rezim soeharto agar pengertian ekonomi Pancasila tidak hanya dalam bentuk ekonomi rakyat, karena ini memberikan konotasi akan pentingnya seluruh masyarakat Indonesia, baik yang bergerak di bidang usaha kecil, usaha menengah, maupun usaha besar. Dengan perubahan pandangan yang lebih luas ini, maka para konglomerat bisa berlindung ke dalam definisi ekonomi kerakyatan dan bukan ke dalam definisi ekonomi rakyat. Tuntutan perubahan ini telah menjadi ajang di dalam penulisan perekonomian Indonesia sebagai ekonomi kerakyatan yang termaktub di dalam berbagai Garis Besar Haluan Negara semenjak akhir dasawarsa 1980-an hingga kini, seperti yang tertuang pula di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 (BN 6580 hal.12B-23B dst) tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.
Ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat, walaupun melalui berbagai intervensi dari kepentingan-kepentingan tertentu berubah menjadi ekonomi kerakyatan. Namun bagaimanapun, ekonomi Pancasila- menurut penggagasnya, Prof. Dr. Mubyarto, - mempunyai perbedaan operasional dibandingkan dengan bentuk ekonomi yang dikembangkan kaum Neoklasik.
Perbedaan itu terletak pada sifat produksi, konsumsi, dan distribusinya dari masyarakat "timur" seperti bangsa Indonesia khususnya (Asia Tenggara umumnya) dengan masyarakat "barat" (seperti Eropa, Amerika maupun Australia). Sistem ekonomi di Negara-negara "barat" itu sangat percaya melalui mekanisme produksi dan konsumsi yang terpisahkan secara ketat mampu melakukan distribusi secara merata dengan sendirinya, trickling down effect. Namun sewaktu konsep tersebut di aplikasikan di Negara-negara "timur" nampaknya tidak berjalan dengan baik.
Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi Kerakyatan adalah istilah yang relatif baru. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada 1985, dalam artikelnya di majalah Prisma. Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80 persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Konsep Ekonomi Kerakyatan dalam pandangan Sarbini adalah bagian dari ideologi Sosialisme Kerakyatan, yang dicetuskan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Sjahrir, pada 1947. Ekonomi Kerakyatan adalah komponen ekonomi dari ideologi Sosialisme Kerakyatan yang mencakup berbagai sektor kehidupan, bertolak dari suatu konsep politik kebudayaan yang berintikan kebebasan, pembebasan, dan kemajuan—yang menganggap Marxisme dan Komunisme adalah ajaran yang ketinggalan zaman. Penganut utama ideologi ini antara lain adalah Soedjatmoko, Sarbini, dan muridnya, Dr Sjahrir. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan adalah suatu konsep strategi pembangunan dalam context Indonesia. Inti konsep ini adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam pengertian petit peuple atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif. Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau pemerintah. Hal itu dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang merintangi kegiatan produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.
A. Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan
(1) Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 1993).
(2) Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.
B. Landasan Konstitusional Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu:
1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)
2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
3) Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”
4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”
5) Pasal 33 UUD 1945:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
6) Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."
C. Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut
1. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral"
2. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.
4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
D. Substansi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945, dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.
1. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional.
Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian."
2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Negara wajib menjalankan misi demokratisasi modal melalui berbagai upaya sebagai berikut:
3. Demokratisasi modal material
Negara tidak hanya wajib mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.
4. Demokratisasi modal intelektual
Negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersialkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya.
5. Demokratisasi modal institusional
Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk mendirikan koperasi.
E. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan
1. Peranan vital negara (pemerintah).
Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi).
Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
4. Pemerataan penguasaan faktor produksi.
Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian.
Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan.
Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama". Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.
7. Kepemilikan saham oleh pekerja.
Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.
F. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:
1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3. Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.
Ekonomi Koperasi
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dari segi etimologi kata "koperasi" berasal dan bahasa Inggris, yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha (multipurpose), misalnya pembelian dan penjualan.
Definisi Koperasi menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian sebagai berikut :
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:
• Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
• Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Pengertian Koperasi sampai sekarang masih menimbulkan diskusi. Seperti yang dikutip oleh Hendar dan Kusnadi (1999:12) (dalam Asep Dani:1999):
1. Menurut Internasional Cooperative Alliance (ICA), Koperasi sebagai kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama-sama saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip Koperasi.
2. Menurut Calver, Koperasi adalah organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan secara sukarela sebagai manusia atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.
3. Moch. Hatta dalam Koperasi membangun dan membangun Koperasi. Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.
4. Ropke memberikan definisi Koperasi sebagai suatu organisasi bisnis yang para pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut kriteria identitas suatu Koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha Koperasi dari unit usaha yang lainnya.
Syamsuri SA (1986:102) (dalam Asep Dani:1999) memberikan definisi koperasi sebagai berikut:
Koperasi adalah organisasi ekonomi swadaya berdasarkan Pancasila beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi yang bekerjasama menjalankan satu atau lebih kegiatan ekonomi dan secara terus menerus melaksanakan pendidikan anggota, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Masing-masing ahli punya definisi tersendiri mengenai Koperasi tetapi dari semua definisi diatas ada kesamaan ide serta pikiran tentang Koperasi, diantaranya :
1. Koperasi merupakan sekumpulan orang dalam suatu wadah ini artinya Koperasi bukan kumpulan modal.
2. Semuanya merujuk pada peningkatan ekonomi anggota secara bersama-sama saling membantu berdasarkan pada prinsip Koperasi.
Dari pengertian koperasi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa yaag mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerja sama, gotong-royong dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Keja sama dan gotong-royong ini sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya. Mengenai keanggotaan dalam koperasi berlaku asas satu anggota, satu suara. Karena itu besarnya modal yang dimiliki anggota, tidak menyebabkan anggota itu lebih tinggi kedudukannya dari anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua, permodalan itu sendiri tidak merupakan satu-satunya ukuran dalam pembagian sisa hasil usaha. Modal dalam koperasi diberi bunga terbatas dalam jumlah yang sesuai dengan keputusan rapat anggota. Sisa hasil usaha koperasi sebagian besar dibagikan kepada anggota berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam pemanfaatan jasa koperasi. Misalnya, dalam koperasi konsumsi, semakin banyak membeli, seorang anggota akan mendapatkan semakin banyak keuntungan.
Hal ini dimaksudkan untuk lebih merangsang peran anggota dalam perkoperasian itu. Karena itu dikatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, bukan perkumpulan modal. Sebagai badan usaha, koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan akan tetapi lebih dari itu, koperasi bercita-cita memupuk kerja sama dan mempererat persaudaraan di antara sesama anggotanya.
Karakteristik Koperasi
Menurut Neti Budiwati dan Lazza susanti (2007:3) sebagai badan usaha pada hakekatnya koperasi memiliki karakteristik dan tujuan yang tidak jauh berbeda bentuk badan usaha lainnya. Namun, bukan berarti antara koperasi dengan badan usaha lainnya mempunyai kesamaan dalam segala hal, karena mau tudak mau harus diakui bahwa koperasi memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh badan usaha lain. Kesamaan yang jelas antara koperasi dengan usaha non-koperasi yang sama-sama sebagai badan usaha adalah sama-sama bertujuan untuk memperoleh laba. Akan tetapi koperasi memiliki ciri yang sangat khas, yaitu anggota koperasi memiliki “identitas ganda” (dual identity), sebagai pemilik sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa koperasi. Identitas ganda inilah yang menjadi kekuatan koperasi. Sebagai pemilik, maka anggota koperasi diharapkan dapat memberikan kontribusi pada koperasi baik berupa modal, pelaksanaan program serta pengawasan demi kemajuan koperasi. Sebagai pelanggan, anggota dapat memanfaatkan berbagai pelayanan usaha koperasi.
Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
2.3.5 Kadar Kapitalisme dan Sosialisme
Unsur-unsur kapitalisme dan sosialisme jelas terkandung dalam pengorganisasian ekonomi Indonesia. Untuk melihat seberapa tebal kadar masing-masing “isme” ini mewarnai perekonomian, seseorang bisa melihatnya dari dua pendekatan. Pertama adalah dengan pendekatan factual-struktural, yakni menelaah peranan pemerintah atau negara dalam struktur perekonomian. Kedua adalah pendekatan sejarah, yakni dengan menelusuri bagaimana perekonomian bangsa diorganisasikan dari waktu ke waktu.
Untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.
Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya.
Dengan pendekatan sejarah dapat dipelajari, betapa bangsa dan masyarakat kita tidak pernah dapat menerima pengelolaan makroekonomi yang terlalu barat ke kapitalis ataupun sangat bias ke sosialisme. Percobaan-percobaan pengelolaan makroekonomi yang kapitalistik, yang dilakukan oleh berbagai cabinet sejak republic ini berdiri hingga sekitar tahun 1959, akhirnya runtuh. Begitu pula gagasan sosialisme ala Indonesia yang dicoba oleh soekarno antara tahun 1959 hingga tahun 1965, pun tidak berjalan. Perekonomian baru berjalan mantap, dalam arti perkembangannya signifikan, setelah menginjak orde baru perekonomian dikelolan secara ulur-tarik diantara kapitalisme dan sosialisme. (Dumairi, 1996:35)
2.4 Sistem Perekonomian Indonesia
2.4.1 Falsafah Hidup
Sistem ekonomi di Indonesia apakah termasuk kapitalis, liberalis atau sosialis, Dumairy (1996) menegaskan sebagai berikut: Ditinjau berdasarkan sistem pemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalistik. Sama halnya, tak pula cukup argumentasi untuk mengatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah sistem ekonomi sosialis.
Sebenarnya, sistem perekonomian Indonesia, dari awal sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang tercantum dalam UUD ’45 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Dalam UUD ’45 pada ayat 1 berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan; ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.”
Dalam penjelasan UUD ’45, pasal 33 adalah dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sistem perekonomian tidak lain adalah bentuk hubungan produksi, yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan siapa yang memiliki atau menguasai alat-alat produksi. Jika yang memiliki alat-alat produksi tersebut negara dan rakyat dalam organisasi koperasi, sedangkan swasta perorangan atau berbadan hukum tidak diperkenankan, maka sistem perekonomian semacam itu dinamakan sistem perekonomian sosialis, seperti Uni Soviet pada masa lampau. Jika alat-alat produksi didominasi pemilikannya dan penguasaannya oleh swasta perorangan atau badan hukum perseroan, maka dinamakan sistem perekonomian kapitalis. Jika alat-alat produksi dimiliki atau dikuasai oleh negara, masyarakat dalam organisasi koperasi, dan perusahaan swasta perorangan maupun perseroan, maka sistem perekonomian itu disebut sitem perekonomian campuran (mixed economy).
Sistem perekonomian Indonesia menurut UUD ’45 adalah sistem perekonomian campuran, di mana negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; juga bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang merupakan pokok kemakmuran rakyat dikuasi oleh negara.
Swasta diperkenankan untuk menguasai cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Organisasi koperasi yang mengorganisir usaha-usaha rakyat dakam semua sektor menjadi salah satu pilar penting dalam sistem perekonmian Indonesia. Jadi dalam sistem perekonomian Indonesia terdapat tiga pilar perekonomian : Perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD yang merupakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; organisasi-organisasi koperasi sebagai badan hukum perusahaan bagi usaha-usaha yang dimiliki rakyat banyak; perusahan-perusahaan swasta yang berusaha dalam sektor-sektor yang produktif. Antara perusahaan-perusahaan BUMN/BUMD dan organisasi-organisai koperasi, serta perusahaan-perusahaan swasta besar dan kecil harus menciptkan kerjasama berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai suatu perekonomian nasioanal yang demokratis.
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang). Indonesia mengkui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Hal ini diatur dengan tegas oleh pasal 33 UUD 1945 dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.. Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945. Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong. Jadi secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelas bahwa untuk memahami sistem ekonomi apa yang diterapkan di Indonesia, paling tidak secara konstitusional , perlu dipahami terlebih dahulu ideologi apa yang dianut oleh Indonesia. Dalam kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
2.4.2 Sistem Ekonomi pada Masa Penjajahan Belanda
Menurut sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, sejarah ekonomi kolonial Hindia Belanda dapat dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945.
Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1) Hak mencetak uang
2) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3) Hak menyatakan perang dan damai
4) Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5) Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu.
Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a) Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
b) Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c) Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d) Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :
a) Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
b) Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
c) The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
• Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
• Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
• Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll.
Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda.
Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah.
Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a) Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b) .Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c) Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
Sistem–sistem ekonomi ini meninggalkan kemelaratan bagi rakyat Indonesia, namun di sisi lain melahirkan budaya cocok tanam, sistem uang, dan budaya industri. Bahkan sebenarnya pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Indonesia menjadi salah saatu kekuatan ekonomi di Asia. Pada masa itu, Indonesia merupakan pengekspor terbesar sejumlah komoditas promer khususnya gula, kopi, teh ,kina, karet dan minyak kelapa sawit.
Pada dekade 1930-an seluruh perkebunan hindia belanda mencapai luas hampir 3,8 juta hectare. ekspornya mencapai 1,6 miliar gulden pada akhir dekade 1920-an . Bank- bank bermunculan dan juga lahir lembaga perkreditan rakyat , yang pada awalnya dimodali oleh lumbung desa (simpanan padi kolektif). Industri manufaktur berkembang pesat yang pada tahun 1940 menyumbang 430 juta gulden (mata uang Belanda). Pertumbuhan industri manufaktur dimotori oleh pertumbuhan industri-industri gula. Selain industri–industri sabun ,semen, keramik,logam baja, es, rokok,dan mesin-mesin pabrik juga berkembang pesat ,yang semuanya berlokasi di jawa. Pasar modal muncul dan mod lasing (khususnnya dari Inggris dan Belanda) masuk dalam jumlah yang besar di perkebunan, pertambangan, dan industri manufaktur. Infrastruktur untuk mendukung perekonomian juga berkembang baik, seperti pelabuhan pelabuhan laut, jalan kereta api, jalan-jalan raya,termasuk pembangunan jalan raya pos (Groote postweg) sepanjang 1000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan.
Namun, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perkembangan ekonomi yang pesat itu tidak member peningkatan kesejahteraan bagi rakyat. Menurut data statistic 1930 yang dikemukakan oleh Prof Mubyarto (2005) (dikutip dari Trihusodo dkk.2005 dalam Tulus Tambunan, 2009: 11) dari penerimaan Hindia Belanda yang sekitar 670 juta gulden saat itu, 59,1 juta penduduk pribumi hanya kecipratan 3,6 juta gulden (0,54%), sedangkan penduduk keturunan Tionghoa yang jumlahnya sekitar 1,3 juta orang dapat 0.4 juta gulden.Sementara sisa 665 juta gulden (99,4%) dinikmati oleh oleh orang kulit putih (sebagian besar Belanda) yang Cuma berjumlah 241.000 jiwa.
2.4.3 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama
Soekarno sebagai Bapak proklamator sangat membenci dasar- dasar pemikiran barat, termasuk ekonomi liberal / kapitalis. Soekarno menganggap sistem kapitalisme-liberalisme selama penjajahan Belanda telah menyengsarakan rakyat sehingga untuk mengusir atau mengimbangi kekuatan ekonomi barat yang berlandaskan kapitalisme-liberalisme. Indonesia harus menerapkan pemikiran dari Marhaenisme yaitu Marxisme.
Tetapi baru pada tahun 1959 paham kapitalisme-liberalisme secara konstitusional ditolak dengan diberlakukannya UUD 1945 sebagai landasan sistem ekonomi nasional. Namun demikian dalam praktiknya, Soekarno menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Dengan sistem ini pemilihan industri yang akan dibangun, ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat.Selama periode orde lama (1945-1966), perekonomian Indonesia tidak berjalan mulus, bahkan sangat buruk yang juga disebabkan oleh terjadinya beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera dan Sulawesi, pada decade 1950-an yang nyaris melumpuhkan sendi-sendi perekonomian nasional.
Ketidakstabilan politik di dalam negeri yang membuat hancurnya perekonomian Indonesia pada masa Soekarno juga diwarnai oleh perubahan cabinet selama 8 kali pada masa demokrasi parlementer pada periode 1959-1956, yang diawali oleh cabinet Hatta (Desember 1949-September 1950), dan setelah itu berturut-turut cabinet Natsir (September 1950-Maret 1951), cabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952), cabinet wilopo (April 1952- Juni 1953), cabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955), cabinet Burhanuddin (Agustus 1955- Maret 1956), cabinet Ali II (April 1956- Maret 1957), dan cabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959)
Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih Gulden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada masa Cabinet Natsir., untuk pertama kalinya dirumuskan sustu perencanaan pembangunan ekonomi. Pada masa Cabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain nasionalisasi De Javase Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan sistem kurs berganda.
Pada masa Cabinet Wilopo, langkah-langkah konkret yang diambil untuk pemulihan perekonomian perekonomian indonesia pada masa itu diantaranya adalah untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pada masa kabinet Ali I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat.
Selama cabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi yang penting dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor dan kebijakan uang ketet laju uang beredar. Berbeda dengan kabinet-kabinet sebelumnya, pada masa kabinat Ali II, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti selain merencanakan sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-60. Ketidakstabilan politik di dalam negeri semakin membesar pada masa kabinet Djuanda, sehingga praktis kabinet ini juga tidak bisa berbuat banyak bagi pembangunan ekonomi. Pada masa kabinet Djuanda juga dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan Belanda.
Pada tahun 1957, Soekarno mancanangkan “Ekonomi Terpimpin” yang lebih memperkuat lagi sistem Ekonomi Komando, dan selama tahun 1957-1958 terjadi nasionalisasi-nasionalisasi perusahaan Belanda. Dengan pencanangan Ekonomi Terpimpin, sistem politik dan ekonomi Indonesia semakin dekat dengan haluan/ pemikiran sosialis. Walaupun ideologi Indonesia adalah pancasila, pengaruh ideologi komunis dai negara bekas Uni Soviet dan China sangat kuat.
Sebenarnya pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya memilih haluan politik yang berbau komunis hanya merupakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, imperialisasi dan anti kapitalisasi pada saat itu. Pada masa itu prinsip-prinsip individualism, persaingan bebas dan perusahaan swasta/pribadi sangat ditentang karena oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya prinsip-prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan dana dari negara-negara Barat, abik dalam bentuk pinjaman maupu penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang sangat besar (Hill dan Williams, 1989) (dalam Tulus Tambunan, 2009:13). Hingga pada akhir tahun 1950-an, tepatnya sebelum menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda, sumber utama penanaman modal asing Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkait.
Pada tahun 1963, soekarno menyampaikan konsep ekonomi yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Ekonomi, yang berisi semacam tekat untuk menggunakan sistem ekononmi pasar sebagai “koreksi” terhadap praktik-praktik ekonomi komando. Sayangnya, tekat ini tidak dapat dilaksanakan karena tidak mendapatkan dukungan dari partai-partai politik yang ada pada saat itu, termasuk Partai Komunis Indonesia. Prinsip-prinsip Deklarasi Ekonomi akhirnya dilupakan orang dan akhirnya hingga berakhirnya orde lama, sistem ekonomi Indonesia yang berlaku tetap sistem komando.(mubyarto, 2000) dalam tulus tambunan 2009:1.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI Kas negara kosong.Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:
• Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
• Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
• Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
• Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
• Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Perkembangan sistem ekonomi Indonesia sebelum masuk pada masa orde baru juga dalam perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya:
a. Free Fight Liberalism
Adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi lemah, dengan akibat semakain bertambah jurang pemisah si kaya dan si miskin
b. Etatisme
Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang berasing secara sehat.
c. Monopoli
Suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi demokrasi dan mungkin campuran. Namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai pada tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950-1965 telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Program-program tersebut adalah:
a. Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
b. Program Sumitro Plan tahun 1951
c. Rencana lima tahun pertama, tahun 1955-1960
d. Rencana delapan tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hal yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
a. Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya namun oeh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cendeeung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat padamasa ini kepentingan politik lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan irian barat
b. Akibat lanjut dari keadaan diatas, dana negara yang seharusnya dialoksikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
c. Terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu.
d. Program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak
e. Kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia liberalis 1950-1957 dan etatisme (1958-1965)
Akibat etatisme di Indonesia:
a. Semakin rusaknya sarana-saran produksi dan komunikasi yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor
b. Hutang luar negeri justru dipergunakan untuk proyek mercusuar
c. Deficit anggaran negara yang semakin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru sehingga inflasi tinggi
d. Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni 2,2 %.
2.4.4 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa orde baru yang lahir tahun1966 sistem ekonomi berubah total, berbeda dengan pemerintahan orde lama, dalam era Soeharto ini paradigma pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), dan politik ekonomi diarahkan kepada upaya-upaya dan cara- cara menggerakan kembali roda ekonomi.
Awal orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitsi, perbaikan, hampir diseluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehalibitasi ini terutama ditujukan untuk:
• Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian lama
• Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang sangat tinggi tercatat bahwa:
a. Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
b. Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
c. Tingkat inflasi 1968 sebesar 85%
d. Tingkat inflasi 1969 sebesar 9,9%
Dari data diatas, menjadi jelas mengapa rencana (Repelita I) baru dimulai tahun 1969. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia kembali menjadi anggota PBB, IMF, yang putus pada zaman Soekarno.
Dengan membaiknya hubungan Indonesia dengan lembaga donor internasional tersebut, Indonesia mendapat pinjaman untuk membiayai deficit anggaran belanja pemerintah, yang sumber dananya berasal dari pinjaman bilateral sejumlah negara barat, seperti Amerika serikat, Inggris dan Belanda.
Pemerintah orde lama meninggalkan berbagai masalah serius bagi pemerintahan orde baru, termasuk kelangkaan bahan pangan dan pasokan bahan baku yang nyaris terhenti, hipreinflasi, produksi daalm negeri yang nyaris terhenti, kerusakan insfrastruktur yang parah, terkurasnya cadangan devisa, tingginya tunggakan utang luar negeri (ULN), deficit APBNyang sangat besar, dan krisis neraca pembayaran. Oleh sebab itu, sebelum pembangunan resmi dimulai, terlebih dahulu dilakukan pemulihan stabilitas di semu aspek kehidupan, ekonomi, sosial dan politik dan rehabilitasi ekonomi didalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflsi lewat kebijakan uang ketat, yakni dengan menghentikan pencetakan uang yang pada masa orge lama berlangsung tak terkendali, membuat anggran belanja pemerintah berimbang, menghidupkan kembali kegiatan produksi dalam negeri, khususnya pangan, memperbaiki infrastruktur, menghilangkan krisis neraca pembayaran, antara lain lewat peningkatan ekspor. Juga pada awal orde baru, pemerintah harus membayar ULN yang jumlahnya mencapai 530 juta dolar AS, padahal pada saat itu penghasilan pemerintah dari ekspor migas dan nonmigas tercatat hanya 430 juta dolar AS.
Sehingga penjadwalan ULN menjadi hal yang mendesak agar cadangan devisa yang ada bisa sepenuhnya digunkan untuk mengimpor barang-barang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat dan proses pembangunan ekonomi di dalam negeri, seperti makanan, bahan baku yang telah diolah dan barang modal (Atmamto dan Febriana, 2005 dikutip dari Tulus Tambunan, 2009:14).
Pada awal era Soeharto ini, pemerintah mengambil beberapa langkah drastis yang bersifat strategis yang menandakan sedang berlangsungnya suatu perubahan yang cepat dalam sistem ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi komando ke sistem ekonomi pasar, di antaranya adalah dikeluarkannya sejumlah paket kebijakan liberalisasi dalam perdagangan dan investasi.
Paket-paket kebijakan jangka pendek tersebut tindak lanjut dari diterbitkannya Tap MPRS No.XXIII tahun 1966 tentang pembaruan landasan kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan, yang bertujuan untuk menstimulasi swasta masuk ke sector-sektor strategis (chaniago,2001), salah satu paket kebijakan yang sanagt penting dalam arti sanagt berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia selama pmerintahan orde baru adalah UU Penanaman Modal Asing yang dikeluarkan pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Untuk mendukung pelaksanaan kdua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan deregulasi dan kebijakan debirokratisasi untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan perekonomian pada umumnya dan investasi pada khususnya (Salim, 2000). Selain itu, pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya (Tambunan, 2006b)
Pada masa orde baru, pembangunan ekonomi diatur melalui serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai dengan Repelita I (1969-1974), dengan penekanan utama pada sektor pertanian dan industry-industri yang terkait dengan agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada Repelita I terpusat pada pembangunan industri- industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan substitusi impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan baku yang dimiliki Indonesia, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan juga industri-industri dasar, seperti pupuk, semen, kimia dasar, bubuk kertas dan kertas, dan tekstil (Tanbunan, 20006b).
Sejak decade 80-an perekonomian Indonesia mengalami suatu pergesaran ke arah yang lebih liberal dan terdesentralisasi berbarengan dengan berubahnya peran pemerintah pusat dari yang sebelumnya sebagai agen pembangunan ekonomi di samping agen pembangunan social dan politik ke peran lebih sebagai fasilitator bagi pihak swasta, terutama dari segi administrasi dan regulator, sedangkan peran swasta meningkat pesat. Pergeseran ekonomi Indonesia ini didorong oleh sejumlah paket deregulasi yang diawali dengan deregulasi sistemn perbankan pada tahun 1983 dan deregulasi perdagangan pada tahun 1984.
Paket-paket deregulasi tersebut sesuai dengan tuntutan dari negara-negara donor, Bank Dunia, dan IMF yang dikenal dengan sebutan “Consensus Washington”.
Karena ekonomi Indonesia pada masa orde baru semakin tergantung pada modal asing, khususnya PMA, dan pinjaman luar negeri, pemerintah Indonesia tidak ada pilihan lain selain melakukan deregulasi-deregulasi tersebut. “Consensus Washington” tersebut terdiri atas 12 butir (Mas’oed, 2001) dalam Tambunan, 2009:16:
1) Penghapusan kontrol pemerintah atas harga komoditi, faktor produksi dan mata uang;
2) Disiplin fiscal untuk mengurangi deficit anggaran belanja pemerintah atau Bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa mengakibatkan inflasi;
3) Pengurangan belanja pemerintah dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang tidak terlalu penting atau yang secara positif sensitive ke pembiayaan infrastruktur, kesehatan primer masyarakat, dan pendidikan;
4) Reformasi sistem perpajakan dengan penekanan pada perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajan insentif bagi pembayar pajak, pengurangan penghindaran dan manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada asset yang ditaruh diluar negeri;
5) Liberalisasi keuangan yang tujuan jangkan pendeknya adalah untuk menghapuskan pemberian tungkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari tingkat inflasi, dan tujuan jangka panjangnya untuk menciptakan tingkat bunga berdasarkan kekuatan pasar demi memperbaiki alokasi modal;
6) Menciptakan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggal dan kompetitif;
7) Liberalisasi perdagangan dengan mengganti pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota dan tariff dan secara progresif mengurangi tariff sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam;
8) Peningkatan tabungan dalam negeri melalui langkah-langkah yang telah disebut di atas, seperti pengurangan deficit anggaran belanja pemerintah (disiplin fiscal), reformasi perpajakan, dan lain-lain;
9) Peningkatan PMA;
10) Privatisasi perusahaan negara;
11) Penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan; dan
12) Property right , sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, capital, dan bangunan.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan berkurangnya peran pemerintah atau negara dalam bidang ekonomi. Bahkan pada dekade 80-an hingga awal 90-an sempat muncul perdebatan public antara pihak yang tetap menginginkan pemerintah sebagai pemain utama sesuai bunyi pasal 33 UUD 1945 (ayat 2 dan 3), dan pihak yang menginginkan kebebasan sistem ekonomi pasar yang mampu mengembangkan demokrasi ekonomi sesuai penjelasan pasal 33 tersebut. Mackie dan MacIntyre (1994) (dalam Tambunan, 2009:16) melihat ada tiga mazhab politik ekonomi di Indonesia pada masa itu, yakni: kaum teknokrat (ekonomi) yang berpaham pasar bebas, kaum inventoris yang menginginkan peran besar dari negara dalam pembangunan, dan kaum nasionalis pola lama yang ingin selalu berpegang teguh pada ideologi bangsa-negara sebagaimana tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.
Sistem ekonomi Indonesia cenderung semakin kapitalis atau sistem ekonomi pasar bebas semakin luas diterapkan sejak era reformasi pada tahun 1998 hingga sekarang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ada dua dorongan utama yang membuat hal ini terjadi. Pertama, karena desakan imf sebagai konsekuensi dari bantuan keuangan dari lembaga moneter dunia tersebut yang diterima oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai proses pemulihan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sudah diketahui secara umum bahwa setiap negara yang menerima bantuan dari IMF maka harus melakukan apa yang disebut “penyesuaian structural” yang terdiri atas sejumlah langkah yang harus ditempuh oleh negara-negara penerima bantuan yang menjurus ke liberalisasi perekonomian mereka. Langkah-langkah yang paling penting dan yang pada umumnya paling berat untuk dilakukan karena sering menimbulkan dampak negatif jangka pendek terhadap ekonomi dan gejolak social di negara peminjam (Tambunan, 2009:17):
1. Menghilangkan segala bentuk proteksi, termasuk hambatan-hambatan nontariff, untuk meningkatkan perdagangan luar negeri dan arus investasi asing;
2. Menghapuskan segala macam subsidi dan menaikan penerimaan pajak untuk menguatkan fiscal;
3. Menerapkan kebijakan moneter yang sifatnya kontraktif untuk menjaga stabilitas harga (menekan laju inflasi) dan nilai tukar mata uang nasional;
4. Memprivatisasikan perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan sekaligus mengurangi beban keuangan pemerintah (dalam kasus Indonesia adalah APBN);
5. Meningkatkan ekspor untuk meningkatkan cadangan devisa;
6. Menigkatkan efisiensi birikrasi dan menyederhanakan segala macam peraturan yang ada atau menghapuskan berbagai peraturan yang terbukti selama itu menimbulkan distorsi pasar untuk menghilangkan ekonomi biaya tinggi;
7. Mereformasikan sektor keuangan untuk meningkatkan efisiensi di sektor tersebut.
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997.
2.4.5 Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terlibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campur tangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih. (Drs. Suprajitno : Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia)
a) Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
• Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia.
• Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 di hilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi.
• Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
• Satu dari sekian banyak agenda ekonomi neoliberal adalah pelaksanaan Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Semula, dalam APBN 2006, target privatisasi BUMN hanya ditetapkan sebesar satu triliun rupiah. Tetapi menyusul pembahasan APBN-P 2006, target tersebut tiba-tiba meningkat menjadi Rp3 triliun. Artinya, jika mengacu ke tenggat waktu yang tersedia, dalam dua bulan terakhir 2006 pemerintah bermaksud menjual BUMN sebesar Rp2 triliun. Yang jauh lebih mengejutkan adalah penetapan target privatisasi BUMN untuk tahun anggaran 2007. Semula, ketika mengajukan RAPBN 2007, pemerintah hanya mengusulkan privatisasi BUMN sebesar Rp3,3 triliun. Tetapi, dalam proses pembahasannya di DPR, tiba-tiba saja muncul gagasan untuk dari Departemen keuangan untuk menaikkan target privatisasi BUMN menjadi Rp4,5 triliun. Jika dilihat dari segi jumlah perusahaannya, maka dalam tahun anggaran 2007 terdapat sekitar 17 BUMN yang antri untuk dijual. Penetapan target privatisasi BUMN tersebut ternyata tidak ditetapkan oleh Kementerian negara BUMN, melainkan oleh Departemen Keuangan. Artinya, dalam pelaksanaan privatisasi BUMN selama ini, Kementerian Negara BUMN cenderung di fait accomply oleh Departemen Keuangan (Prof. Dr. Mubyarto: http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id). Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
• Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan.
b) Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.
Setelah banyak dinilai gagal memperbaiki perekonomian ,SBY dinilai belum jelas dalam mengusung sistem perekonomian . Hal itu pulalah yang menyebabkan kepemimpinan SBY tidak banyak memberikan perubahan dan perbaikan di sektor ekonomi. Menurut Nina saptitriaswati dalam media Indonesia, Ketidakjelasan dilihat dari platform ekonomi kerakyatan yang diusung SBY. Ia mencontohkan pengambilan utang sampai Rp. 350 triliun sepanjang masa pemerintah dan gemar mengaktifkan pasar modal. SBY dinilai menggunakan utang luar negeri dan domestik serta penjualan asset sebagai pembiayaan utama ekonomi.
Menurut Nina dalam media Indonesia, “ konsep ini jauh dari apa yang dikenal dengan ekonomi kerakyatan “. Dalam ekonomi kerakyatan , paham ekonomi yang dianut seharusnya untuk memberdayakan masyarakat secara adil yaitu memberikan kemakmuran sebesar- besarnya untuk rakyat . Sementara itu apa yang dilakukan SBY di nilai hanya menguntungkan sebagian kaum dan sektor saja. Dalam pengambilan utang, keputusan yang dilakukan SBY cenderung menguntungkan mereka yang berada di sektor financial , padahal masyarakat Indonesia paling besar berada di sektor riil. SBY dinilai lamban dalam melakukan perubahan ke arah perbaikan dalam sektor ekonomi. Dalam kurun waktu hampir lima tahun SBY baru prorakyat pada paruh waktu kedua periode jabatannya. Program prorakyat tersebut seperti : PNPM dan BOS. Hendri Saparini dalam media Indonesia mengatakan ekonomi neoliberal yang diusung SBY-JK tak mampu mengurangi penganguran dan tingkat kemiskinan . Angka kemiskinan meningkat dari Rp 18 trilliun di tahun 2004, menjadi 70 triliun di tahun 2008 tapi faktanya jumlah orang miskin bila klaim pemerintah bisa dipercaya tetap berkisal Rp. 36 juta.
2.4.6. Realitas Pelaksanaan Sistem Ekonomi
Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%–10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
a. Menurut Mubyarto yang mengutip Pidato Presiden Megawati Sukarnoputri pada tanggal 16 Agustus 2001 konsep ekonomi berakyatan dan ekonomi rakyat belum jelas pengertian, lingkup dan isinya, sehingga dapat menimbulkan kebingungan.
b. Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia.
c. Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 dihilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi.
d. Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan.
e. Dalam visi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Yusuf Kalla dipertajam lagi secara jelas akan ditempuh kebijakan “triple track strategy” dengan sasaran pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pengurangan pengganguran
Menurut Drs. Suprajitno dalam artikelnya Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia mengemukakan bahwa Para akademisi menyadari bahwa Pasal 33 UUD 1945 (yang belum diamandemen) merujuk bahwa Indonesia menganut sistem ekonomi campuran yaitu peran Pemerintah dan mekanisme Pasar merupakan keniscayaan dalam sistem ekonomi Indonesia, namun bukan berarti mengorbankan masyarakat dan rakyat keseluruhan kepada para pemilik modal dan mekanisme pasar. Untuk itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan leitstar statis dan leitstar dinamis. Tidak ada yang meragukan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan acuan filosofis dalam menetapkan kebijaksanaan bernegara dan berbangsa, termasuk kebijaksanaan ekonomi. Dasar dan pesan moral dalam Sila KeTuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan acuan yang seharusnya terlihat dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi. Demokrasi yang menjadi sendi dasar kehidupan Republik hampir tidak terlihat selama rezim Orde Baru, kalau ada tidak lebih dari bagian dari pertunjukan untuk dikonsumsikan pada pihak/negara lain bahwa di Indonesia masih ada demokrasi. Beban terberat dari kebijaksanaan ekonomi di Indonesia adalah melaksanakan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia agar persatuan Indonesia terwujud dalam suasana demokrasi politik yang dinamis dan kesejahteraan ekonomi yang dirasakan oleh seluruh Rakyat. Membicarakan Pancasila dalam kaitan dengan Ekonomi Indonesia oleh sementara orang dianggap klasik dan membosankan ( terutama oleh para ahli ekonomi main stream). Anggapan tersebut tidak berlebihan, karena memang keadaan ekonomi dan praktek ekonomi selama ini belum ada yang mencerminkan dan dirasakan sebagai implementasi Pancasila. Merupakan kewajiban para ahli di bidangnya masing-masing (termasuk ahli ekonomi ) untuk menurunkan Pancasila ke dalam kebijaksanaan, peraturan, dan perilaku dalam kebijaksanaan ekonomi.
Sejak masa Orde Baru, Pancasila yang diproyekkan dengan P-4 tidak lebih dari memposisikan Pancasila sebagai leitstar statis, sehingga implikasinya kepada seluruh aspek kehidupan berbangsa bernegara menjadi lebih tersentralisir. Dalam khasanah ilmu politik disebut pelaksanaan demokrasi pada masa ini lebih bersifat diktator mayoritas yang dilaksanakan atau dicerminkan oleh partai yang selalu menang pemilu. Jiwa dan semangat keterwakilan rakyat dimanipulasi dengan pengaturan. Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997. Bayi lain yang dilahirkan adalah ketergantungan kepada pihak asing yang dengan pandainya memuji-muji keajaiban pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan ukuran-ukuran yang dirancang sebagai sarana penjajahan bentuk baru. Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kekuatan politik masyarakat yang telah lebih berat kepada wakil-wakil rakyat, malah cenderung memberikan tekanan yang lebih berat kepada pembangunan. Dewan Perwakilan Rakyat justru berebut menikmati hasil pembangunan melalui berbagai pengeluaran anggaran yang tidak masuk akal. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terliibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campurtangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih.
Sistem Perekonomian Dalam Praktik
Perusahaan Negara (BUMN)
Pengertian dikuasai oleh negara perlu memperoleh pengertian yang jelas, terutama dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini; dan di mana negara-nagara di dunia ini dituntut untuk menyetujui dan masuk dalam perdagangan bebas; menghilangkan barir-barir dalam perdagangan internasional. Penguasaan oleh negara tidak harus berarti pemilikan oleh negara, sebab BUMN/BUMD yang dimiliki negara justeru dikelola tidak efisien, selalu merugi, dan sering terlibat dalam hutang yang besar. Jadi, justeru bukan berusaha untuk kemakmuran rakyat banyak, tetapi sebaliknya membebani rakyat banyak.
Pemilikan, mungkin lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penguasaan. Pemilikan dapat diperoleh secara hukum, tetapi penguasaan adalah masalah kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Kekuasaan adalah hasil dari perjuangan dalam semua aspek kehiduapan berbangsa dan bernegara, terutama dalam bidang perekonomian. Kekuatan dan ketahanan dalam bidang ekonomi merupakan inti dari kekuasaan. Di sini prinsip berdikari dalam bidang ekonomi membuktikan kebenarannya. Arus globalisasi dan liberalisasi dalam investasi dan perdagangan dunia tidak akan menimbulkan masalah, jika Indonesia memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam posisi penawaran dengan pihak-pihak luar, terutama pihak asing. Keputusan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN memberikan suatu bukti, bahwa kita tidak punya kekuatan dan kekuasaan dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi investasi dan perdagangan.
Secara konseptual dan operasional, sebelum adanya keputusan privatisasi, seharusnya perusahaan-perusahaan BUMN perlu dinilai (appraisal) terlebih dahulu, apakah aset-asetnya masih ada dan layak untuk mendukung pencapaian tingkat produktivitas tertentu. Kemungkinan besar produktivitas aktiva sudah rendah sekali bahkan negatif akibat banyak aset yang sudah tidak layak lagi dipakai, dan pemeliaharaan asaet-aset yang ada tidak pernah dilakukan. Selain itu, keberhasilan suatu bisnis tidak hanya ditentukan oleh target finansial untuk medapatkan laba, tetapi sangat ditentukan oleh etika bisnis,yang mengndung norma-norma dan nilai-nilai moral, yang mengatur perbuatan atau perilaku manajemen dan karyawan dalam tugas mereka sehari-hari. Tampaknya ini merupakan masalah besar di Indonesia, di mana terdapat anggapan, bahwa jika milik negara merugi tidak apa-apa karena tidak langsung menyangkut kepentingan pribadi. Justeru tanggung jawab pejabat atau penguasalah untuk mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN sekarang ini. Kalau hanya untuk menjual aset-aset BUMN tidak perlu diangkat pejabat sampai pada tingkat Menteri.
Organisasi koperasi
Organisasi koperasi di Indonesia yang diharapkan menjadi salah satu soko guru perekonomian Indonesia, karena dianggap dapat mengorganisir usaha-usaha rakyat menjadi usaha-usaha yang besar dan modern, keberadaannya timbul tenggelam; tergantung pada denyut nadi pemerintah. Peranan pemerintah dalam menghidupakan dan menggerakkan koperasi masih terlalu dominan. Koperasi didirikan seperti dipaksakan untuk turut mensukseskan rencana pembangunan pemerintah. Akibatnya, swadaya koperasi hampir tidak ada walaupun salah satu prinsipnya adalah self-help atau menolong diri sendiri. Dengan hilangnya bantuan dan fasilitas dari pemerintah, hilang pulalah organisasi koperasi.
Ini bukan berati, bahwa koperasi lebih baik dilupakan saja. Koperasi adalah by-product dari sistem ekonomi kapitalis. Perkembangan koperasi sangat tergantung pada kemajuan sistem ekonomi. Di negara-negara industri maju koperasi berkembang dengan sehat, terutama dalam bidang koperasi konsumsi.
Di negara-negara sosialis, di Uni Soviet masa lalu, koperasi konsumsi menguasai perdagangan dari daerah provinsi sampai ke daerah-daerah pedesaan, melakukan pengadaan terhadap semua hasil-hasil pertanian.
Di negara-negara sedang berkembang yang pembangunan perekonomiannya berhasil: koperasi pemasaran, koperasi kredit, dan koperasi pemasaran cukup berhasil.
Di Indonesia, pada periode orba koperasi unit desa (KUD) berkembang sesuai dengan bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dengan jatuhnya pemerintah Suharto dan dalam krisis ekonomi, koperasi mengalami kemunduran lagi.
Jadi ada keterkaitan yang erat antara kemajuan koperasi dengan kemajuan perekonomian sesuatu bangsa. Koperasi adalah sub sistem dan by-product dari suatu sistem perekonomian. Koperasi akan berkembang kalau perekonomian maju, koperasi tidak dapat bekembang di luar sistem perekonomian yang ada.
Perusahaan Swasta
Dalam sistem perekonomian Indonesia, UUD ’45 menjadi landasan konstitusional bagi perusahaan-perusahaan swasta. Perusahan-perusahaan swasta, terutama swasta nasional diharapkan bergerak dalam cabang-cabang ekonomi produktif, yang menciptakan productive-employment bagi masa tenaga kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan ikut membangun perekonomian nasional- demokrasi.
Kenyataan yang ada, perusahan-perusahan swasta belum tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan sebagai salah satu soko guru perekonomian Indonesia. Perusahan-perusahaan besar, yang sering dikenal dengan perusahaan-perusahaan konglemerat pada periode orba, berjatuhan setelah pemerintahan Suharto jatuh.
Ternyata besarnya perusahaan belum menggambarkan suatu kekuatan organisasi dan usaha-usaha mereka. Karena besarnya perusahaan sebagai hasil dari kedekatan dengan penguasa, dan masih bersifat spekulatif, bukan produktif, jadi besar yang rapuh.
2.5 Data Empirik Analisis Sistem Perekonomian Indonesia
Tabel 3 : PDB Indonesia Menurut Sektor Penggunaan/Pelaku pada Tahun 1970-2005 (Persentase, Berdasarkan Harga Berlaku)
Keterangan 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2006* 2007**
C 79,64 69,06 60,46 55,76 53,83 57,82 61,65 64,36 62.66 63.46
I 14,05 20,34 20,87 20,48 29,57 29,00 19,85 22,45 24.12 24.86
G 9,05 9,92 10,32 11,89 8,9 8,09 6,53 8,11 8.63 8.33
(X ¬¬¬- M) -2,74 0,68 8,35 1,64 0,5 0,78 10,5 4,14 5.41 4.03
PDB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS data diolah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.
Berdasarkan data yang tercantum dalam table 2 diatas, sistem perekonomian Indonesia mengalami pergeseran sistem ekonomi, ada beberapa periode dimana Indonesia cenderung kapitalis dan terkadang sosialis. Hal ini dilihat dari besarnya persentase pengeluaran pemerintah , dimana bila persentase pengeluaran pemerintah tersebut > 10% dari PDB , maka Negara tersebut cenderung sosialis.seperti pada tahun 1980 yaitu pengeluaran pemerintahnya sebesar 10.32% dan tahun 1985 sebesar 11.89%, sedangkan tahun-tahun lainnya dibawah dari 10 %, yang artinya perekonomian cenderung kapitalis.
Namun peranan pemerintah dalam perekonomian ( berdasarkan pendekatan pengeluaran versi Keynesian ini ) tidak cukup hanya dilihat melalui variabel G hal ini mengingat di daam variabel I ,( pembentukan modal domestic bruto) sesungguhnya terdapat pula unsur investasi pemerintah. Begitu pun halnya dengan variabel (X-M),selisih neto ekspor – impor . sebuah kepastian yang dapat disimpulkan dari telaah ini adalah bahwa peranan konsumtif pemerintah tidak semakin membesar bahkan cenderung menurun.
Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya. Nyaris di semua sector dan segala kegiatan bisnis, pemerintah turut terlibat sebagai “ pemain” dalam percaturan ekonomi.
2.6 Sistem Ekonomi Alternative Bagi Indonesa
Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam, telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara “(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3).
Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD 45 sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
GBHN memang sudah menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tidak menganut free-fight liberalism maupun etatisme. Sistem Ekonomi Pancasila versi
Mubyarto dan Emil Salim, serta isyu demokrasi ekonomi yang sempat ramai beberapa waktu lalu, nampaknya baru pada taraf "normatif" dan belum mampu menjawab dinamika perekonomian Indonesia yang dinilai banyak pihak semakin terbuka dan "ke kanan".
Mubyarto ( dikutip dari Jurnal Sistem Ekonomi Pancasila: Antara Mitos Dan Realitas1 karya Mudrajad Kuncoro ) menyimpulkan bahwa : “Sistem ekonomi yang diterapkan selama 32 tahun Orde Baru telah tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan mengabaikan nilai-nilai keadilan”. Krisis moneter sejak tahun 1997 telah meruntuhkan hegemoni pengusaha konglomerat, namun agaknya terlalu prematur untuk menyimpulkan bahwa otomotis kemudian diterima paradigma baru ekonomi kerakyatan yang lebih menekankan pada tuntutan akan sistem ekonomi yang demokratis dan lebih berkeadilan
Sejak tahun 1980 banyak sekali dibicarakan, ditulis dan didiskusikan tentang ekonomi Pancasila. Orang tidak mempersoalkan lagi apakah ada sistem itu. Sistem ekonomi Pancasila dianggap dan diterima sebagai implikasi dari demokrasi pancasila.Tawaran sistem ekonomi pancasila dengan fokus ekonomi kerakyatan memang menarik. Tetapi belum adanya rumusan yang jelas mengenai sistem ekonomi pancasila. Dalam keadaan masyarakat mengharapkan kejelasan, presiden Soeharto dengan tegas mengucapkan ( dikutip dari Sri-Edi Swasono: ) :
“Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi koperasi. Bahwasanya pada saat sekarang kita belum menggunakan sistem tersebut, hal ini hanya bersifat sementara. Tetapi nantinya kita akan melaksanakan sistem ekonomi koperasi secara penuh”. Tidak terdengar sanggahan ataupun keberatan. Hanya ada tanggapan dari Prof. Mubyarto ( dikutip Sri-Edi Swasono: ) bahwa:
“Apa yang dikemukakan Presiden Soeharto tentang sisitem ekonomi koperasi itu tidak berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan sistem ekonomi pancasila…….Dalam pidato keneagraan tahun 1981 presiden Soeharto telah menyebut sistem ekonomi Pancasila”. Karena tidak terdengar bantahan, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa baik presiden Soeharto maupun Prof. Mubyarto mengidentifikasikan sistem ekonomi pancasila sebagai sistem ekonomi koperasi.
Sedangkan menurut Boediono (dikutip dari Jakartapress.com edisi Minggu, 14/06/2009) yang mengatakan bahwa sistem perekonomian yang dianut Indonesia merupakan sistem ekonomi jalan tengah. ''Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas, Menurut Boediono, sistem ekonomi jalan tengah kini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia.”Sedang sistem ekonomi yang ekstrim seperti murni pasar bebas atau sosialisme, nyaris mati. Kecuali Korea Utara, yang sistem ekonominya diatur negara. Pembelajaran dari sejarah krisis ekonomi pada 1998 merupakan solusi yang efektif dalam penerapan sistem ekonomi jalan tengah. Boediono meyakinkan bahwa yang khas dari sistem ekonomi jalan tengah di Indonesia adalah adanya unsur-unsur Pancasila. “Kita memasukkan nilai-nilai Pancasila di spektrum jalan tengah tersebut”. Dari Pancasila adalah sila “Keadilan Sosial” yang paling relevan untuk ekonomi. Sila ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi.Ditempatkan dalam persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian pendapatan yang adil mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah sangat tidak adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk yang terutama adalah bangsa asing]menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia. Karenanya, maka pola pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara drastis. Akan tetapi yang dikejar bukan saja “masyarakat yang adil dalam pembagian pendapatannya” tapi juga “masyarakat yang makmur”. Ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional harus juga meningkat.
Selain koperasi, sistem ekonomi syariah bisa saja menjadi alternatif yang cocok untuk diadopsi. Sistem ekonomi syariah dianggap menarik karena tidak mengakui riba, di mana keuntungan serta kerugian dalam ekonomi ditanggung bersama. Walaupun perkembangan sistem ekonomi syariah masih kecil tetapi cenderung menaik dari tahun ke tahun. Sistem ekonomi syariah merupakan solusi dalam sistem perekonomian dunia. Ditengah krisis ekonomi keuangan global .
Sistem ekonomi syariah memberikan dampak positif dalam perkembangan perekonomian dibelahan dunia. Menurut KH. Ma’ruf Amin (dalam artikel kantor berita syariah, edis 03 September 2009) seperti halnya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, ekonomi syariah (Ekonomi Islam) akan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam sistem perekonomian. Ia meyakini bahwa dalam kondisi krisis saat ini ekonomi syariah merupakan solusi terbaik untuk dijadikan sebagai sistem perekonomian dunia.
Pasalnya, sistem ekonomi syariah didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran dalam Islam. Dalam setiap kegiatannya sistem ekonomi syariah dilandaskan pada al-Qur’an dan Hadist, sehingga memiliki batasan dan aturan yang jelas yang tidak akan melanggar dalam tatanan dan aturan masyarakat.
Hukum Islam adalah shalihun likulli zamanin wa makanin. Hukum Islam baik (sesuai) digunakan untuk sepanjang zaman dan waktu, dan sesuai digunakan untuk setiap tempat. Ekonomi syariah yang mengacu pada hukum Islam akan selalu cocok (sesuai) diterapkan disetiap tempat dan waktu.
Ekonomi syari’ah, pada level praktek, juga menghadapi kesulitan yang sama dengan kapitalisme dalam mempraktekkan konsep-konsep idealnya. Kritik besar yang datang dari dalam ekonomi syari’ah sendiri adalah dominannya pembiayaan dengan akad jual-beli (murâbahah), melebihi bentuk akad-akad yang lain, seperti mudhârabah, musyârakah, salam, ijârah, atau hiwâlah. Marjin yang dihitung sebagai persentase dari nilai pembiayaan sangat mirip dengan bunga karena sama-sama memberikan imbal-tetap. Juga terdapat kerancuan bahwa dalam akad tersebut bank syari’ah dianggap sebagai penjual, padahal dalam praktek, ia sama sekali tidak menjalankan operasional layaknya penjual pada umumnya.
Adapun pendapat lain mengenai sistem ekonomi Indonesia yakni Pakar ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Ali Yamin ( dalam artikel Harian berita sore yang berjudul Indonesia lebih tepat anut sistem ekonomi campuran ,edisi 29 mei 2009) menilai bahwa :” Indonesia lebih tepat menganut sistem ekonomi campuran, yakni sosialis dan liberal yang selama ini telah berjalan”.
Indonesia tidak bisa lepas dari sistem ekonomi liberal, karena perekonomian negara ini masih bergantung pada Amerika Serikat. Sebagai contoh ketika krisis ekonomi global melanda dunia, khususnya Amerika Serikat, ekspor tekstil Indonesia macet total. Ini menandakan, kita masih sangat tergantung dengan Amerika, sehingga mau tidak mau pelaku ekonomi kita menganut liberal.
Menurut pendapat kelompok kami, sistem ekononomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi campuran . Hal ini dikarenakan oleh negara Indonesia belum sepenuhnya menghilangkan ketergantungan ekonomi pada negara-negara kapitalis. Kemudian dilihat dari landasan dari perekonomian Indonesia yang yaitu pasal 33 UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa Indonesia mengakui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Bila dilihat dari kondisi ekonomi bangsa kita dan karakteristik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam maka sistem campuran dan sesuai dengan UUD 1945 cocok digunakan oleh Indonesia. Perekonomian yang bebas dapat meningkatkan kreatifitas para pelaku ekonominya sehingga diharapkan kedepan Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan mengurangi impor barang-barang yang sebenarnya mampu diproduksi sendiri. Selain itu kebebasan dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan kebebasan penanaman investasi asing di Indonesia juga dapat membantu menanggulangi masalah kekurangan modal sehingga pembangunan ekonomi dapat terus berjalan. Kemudian adanya campur tangan pemerintah pada batas-batas tertentu guna memantau jalannya perekonomian agar kebebasan kegiatan ekonomi yang dijalankan negara kita tidak kebablasan dan menimbulkan kesengsaraan bagi salah satu pihak. Campur tangan pemerintah dibutuhkan untuk melindungi pengusaha-pengusaha dalam negeri dan juga untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.
Namun, pilihan akan sistem ekonomi yang cocok bagi Indonesia menuntut dilakukannya kajian mendalam mengenai struktur pengambilan keputusan,mekanisme informasi dan koordinasi ditentukan oleh pasar ataukah perencanaan, bagaimana hak-hak milik diatur, dan sistem insentif. Selain itu, dalam perbandingan sistem ekonomi diperlukan kajian mengenai hasil akhir dari sistem ekonomi yang kita anut, yang meliputi: pertumbuhan ekonomi, efisiensi, distribusipendapatan, stabilitas, dan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini kami dapat membuat beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri.
2. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem - subsistem atau lembaga atau pranata - pranta ekonomi, social, budaya, gagasan - gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas – tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society).
3. Sistem–sistem ekonomi yang dianut negara-negara di dunia ada 3 yaitu :Sistem ekonomi kapitalis ,sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi campuran. Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian.Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis).
4. Sistem-sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia dari zaman belanda hingga sekarang adalah: Sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama yaitu menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru yaitu pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), Orde Reformasi dan sekarang sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi campuran namun terkesan lebih condong pada sistem ekonomi liberal.
5. Sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi jalan tengah. Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu agar pemerintah lebih konsisten dengan pelaksanaan sistem ekonomi yang sudah digariskan dalam konstitusi negara indonesia. Dengan kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Gregory Grossman. 2001. Sistem-Sistem Ekonomi . Jakarta : PT. Bumi Aksara
Hamidi Edy Suandi. 2000. Ekonomi Indonesia Memasuki Millennium 3. Yogyakarta: UI PRESS
Heri Sudarsono. 2002. Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia
Kwik Kian Gie. 1998. Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE
Sri Edi Suwasono. 1985. Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta : UI PRESS
Tulus Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia
Abdullah S Sanuri. 2009. Indonesia Harus Serius Terapkan Sistem Ekonomi Syariah. Tersedia: http://gerakanpemudaislam.wordpress.com/2009/02/25/indonesia-harus-serius-terapkan-sistem-ekonomi-syariah/
Hans. 2008. Sistem Ekonomi Bung Hatta Cocok dengan Kondisi Saat Ini. Tersedia: http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=454%3Asistem-ekonomi-bung-hatta-cocok-dengan-kondisi-saat-ini&option=com_content&Itemid=54
Malja Abror. 2009. Krisis Ekonomi Global: Sedang Mencari Sintesis, Bukan Sistem Alternatif. Tersedia: http://islamlib.com/id/artikel/sedang-mencari-sintesis-bukan-sistem-alternatif/
Mubyarto. 2003. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/edisi_11/artikel_1.htm
Rafki RS. 2009. Refleksi Ekonomi Pancasila dalam Koperasi Indonesia. Tersedia: http://umrah.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=46:refleksi-ekonomi-pancasila&catid=38:artikel&Itemid=56
Poetraboemi. 2008. Kapitalisme, Sosialisme dan Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://poetraboemi.wordpress.com/2008/02/20/kapitalisme-sosialisme-dan-sistem-ekonomi-indonesia/
_________. 2009. Boediono: Sistem Ekonomi Kita Jalan tengah. Tersedia: http://www.jakartapress.com/news/id/7188/Boediono-Sistem-Ekonomi-Kita-Jalan-tengah.jp
_________.Sistem Perekonomian Indonesia. Tersedia. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf
Emil Salim. 2009. Sistem Ekonomi Pancasila [Kompas, 30 Juni 1966]. Tersedia: http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/26/emil-salim-sistem-ekonomi-pancasila/
Kakang Farid. 2009. Perjalanan sistem ekonomi kita. Tersedia: http://kakangfarid.blogspot.com/2009/08/perjalanan-sistem-ekonomi-kita.html
________. 2009. Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://www.remo-xp.com/2009/05/sistem-ekonomi-indonesia.html
Reza Amarta Prayoga. 2009. Sistem Ekonomi Campuran Indonesia. Tersedia: http://rezaamarta.blogspot.com/2009/01/sistem-ekonomi-campuran-indonesia.html
__________. 2006. Sistem Tata Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme-Definisi, Pengertian, Arti & Penjelasan-Sejarah Teori Ilmu Ekonomi. Tersedia: http://organisasi.org/sistem_tata_ekonomi_kapitalisme_sosialisme_dan_komunisme_definisi_pengertian_arti_penjelasan_sejarah_teori_ilmu_ekonomi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan globalisasi saat ini ternyata tidak mudah memahami tentang sistem ekonomi. Karena di dunia ini terdapat berbagai macam sistem ekonomi yang dianut oleh masing- masing negara. Sebelum, kita mengetahui macam-macam sistem ekonomi, terlebih dahulu kita memahi pengertian sistem ekonomi. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem-subsistem atau lembaga atau pranata-pranata ekonomi, sosial, budaya, gagasan-gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas–tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society). Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang sosialistik itu.
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.
Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.
Sistem ekonomi Indonesia seharusnya sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.
Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).Untuk itu di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi saat ini,untuk jangan terlena dengan ajaran ekonomi barat yang jelas-jelas tidak cocok diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan prinsip hidup gotong-royong yang selama ini mengakar di negeri ini.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan sistem?
2) Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi?
3) Sistem ekonomi apa saja yang berlaku di dunia?
4) Bagaimana sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia?
5) Sistem ekonomi apa yang cocok diterapkan di Indonesia?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian sistem
2) Untuk mengetahui pengertian sistem ekonomi
3) Untuk mengetahui berbagai macam sistem ekonomi yang berlaku di dunia
4) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut Indonesia dari masa penjajahan Belanda hingga sekarang
5) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem
2.1.1 Pengertian Sitem
Istilah “sistem” berasal dari perkataan “sistema” (bahasa Yunani), yang dapat diartikan sebagai: keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian.
Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta pernagkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu sistem social atau sistem kemasyarakatan; makhluk-makhluk hidup dan benda-benda alam untuk suatu sistem kehidupan atau sistem lingkungan; barang atau alat, untuk suatu sistem peralatan; data, catatan, atau kumpulan fakta; untuk suatu sistem informasi; atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.
Kehadiran subjek-subjek (atau objek-objek) semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem. Itu baru merupakan himpunan subjek atau himpunan objek. Himpunan subjek atau himpunan objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang teratur dan menjalin tentang bagaimana subjek/objek yang ada bekerja, berhubungan dan berjalan atau dijalankan. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan subjek (objek) tersebut agar serasi.
Keserasian hubungan antar subjek (antar objek) termasuk bagian atau syarat sebuah sistem karena, sebagai suatu “organisasi”, setiap sistem tentu mempunyai jutuan tertentu. Keserasian itulah yang akan dijadikan petunjuk apakah sistem itu dapat berjalan/dijalankan, sehingga pada gilirannya kelak akan dapat dinilai apakan tujuan yang diinginkan oleh sistem itu akan tercapai atau tidak. Guna membentuk dan memelihara keserasian itu maka diperlukan kaidah atau norma-norma tertentu yang harus dipatuhi oleh subjek-subjek (objek-objek) yang ada dalam bekerja dan berhubungan satu sama lain.
Kaidah atau norma dimaksud bisa berupa aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarorang. Kaidah itu juga bisa berupa ketentuan-ketentuan teknis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarkompnen suatu alat atau perlengapan. Norma tadi bisa berupa ketentuan-ketentuan administrative.
Sebuah sistem, sesederhana apapun, senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek, atau himpunan suatu objek, sebuah sistem juga bukan sekedar hiumpunan kaidah atau norma, bukan pula sekedar kumpulan lembaga/badan/organisasi, sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup subjek (objek) dan perangkat kelembagaan yang membentuknya.
Setiap sistem jika diurai lebih rinci, pada dasarnaya selalu mempunyai atau dapat dipilah memjadi beberapa subsistem, yakni sistem-sistem yang lebih kecil yang merupakan bagian dari dirinya. Sebaliknya, setiap sisatem pada hakekatnya senantiasa merupakan bagian dari sebuah suprasistem, yakni sebuah sistem yang lebih besar kemana ia menginduk. Selanjutnya perlu disadari, seringkali suatu sistem tidak (tidak bisa) berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem lain. Pola keterkaitan antar sistem sangat bervariasi. Bisa karena subjek atau objek yang membentuk kedua sistem itu sama. Bisa karena lembaga atau wadah dimana kedua sistem itu terbentuk sama. Bisa pula karena kaidah atau sistem yang satu juga berlaku sebagai kaidah di sistem yang lain.
Kesadaran bahwa sistem-sistem dapat dan bahkan sering berkaitan, itu perlu. Kesadaran demikian dapat mengkindarkan kita dari perankap kepicikan, yakni memandang sesuatu secara tegar hanya berdasarkan tinjauan sempit sebuah bidang. Sebaliknya, kesadaran demikian akan memperluas wawasan kita, yakni memandang sesuatu secara arif berdasarkan pemahaman lintas bidang. Sebagimana pada sistem perekonomian yang tidak mampu berdiri. Ia terkait dengan sistem-sistem lain dalam sebuah suprasistem kehidupan social-kemasyarakatan. Bagaimana perekonomian sebuah negara berjalan atau dijalankan, turut dipengaruhi oleh bagaimana politik kekuasaan di negara itu diterapkan, ikut ditentukan oleh bagaimana budaya masyarakat yang membentuk negara tersebut.
2.1.2 Ciri-ciri Sistem
Sebuah sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Setiap sistem memiliki tujuan
Setiap sistem memiliki “batas” yang memisahkannya dari lingkungan
Walau memiliki batas, sistem tersebut memiliki sifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya
Suatu sistem dapat terdiri dari beberapa subsistem yang bisa juga disebut dengan bagian, unsur atau komponen
Walau sistem tersebut terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsur-unsur tidak berarti bahwa sistem tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian unsur, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu ebulatan yang utuh dan padu atau memiliki sifat wholism
Serdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam sistem (intern) itu sendiri, maupun antara sistem dan lingkungannya
Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka sistem sering disebut jega sebagai processor atau transformator
Di dalam setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik
Karena adanya mekanisme kontrol itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.
2.2 Sistem Perekonomian
2.2.1 Pengertian Sistem Ekonomi
Menurut Dumairy (1996:30), sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek; barang-barang ekonomi sebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan ekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun nonformal); cara kerja, mekanisme hubungan; hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis); yang dipilih atau diterima; ditetapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung. Jadi, dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapkan dalam berbagai aktivitas yang berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan.
Sementara Sheridan (1998) (dalam Tambunan, 2009:2) dalam publikasinya mengenai sistem–sistem ekonomi yang ada di Asia mengatakan bahwa economic sistem refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness. Dalam kata lain sistem ekonomi adalah cara manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan kepuasan pribadinya.
Sanusi (2000) menguraikan pendapat-pendapat sejumlah orang di dalam maupun di luar negeri yang dirangkum sebagai berikut: sistem ekonomi merupakan suatu organisasi social yang terdiri atas sejumlah lembaga atau pranata (ekonomi, social–politik, ide-ide), yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yan ditujukan kea rah pemecahan problem- problem produksi–distribusi konsumsi yang merupakan problem dasar dari setiap perekonomian.
Menurut lemhanas yang dikutip oleh Sanusi (Tambunan, 2009:2) sistem ekonomi merupakan cabang dari ilmu ekonomi. Adapun sistem diartikan sebagai suatu totalitas terpadu yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi dan saling tergantung menuju tujuan bersama tertentu.
Gregory Gossman mengatakan bahwa sistem ekonomi adalah: Berbagai bagian yang tidak hanya saling berkaitan tetapi juga saling mempengaruhi dengan tingkat konsistensi tertentu dan keeratan yang pasti. Suatu sistem harus secara keseluruhan berfungsi walaupun tidak perlu dia berfungsi dengan sempurna. (Gregory gossman, 1995:19)
Menurut J.A Schumpeter sistem ekonomi adalah: Komposisi satuan ekonomi yang komprehensif yang didalamnya terdiri dari kekuatan yang pasti terhadap prinsip ekonomi liberal dan sosialisme dan lain-lain.
Definisi sistem ekonomi menurut Ediem dan Votti yaitu: Jaringan kerja suatu institusi dan pengaturan langsung terhadap sumber daya yang langka dalam sebuah organisasi.
Sedangkan menurut Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart sistem ekonomi merupakan kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi di dalam suatu daerah. Dengan demikian sistem ekonomi dapat diartikan sebagai susunan organisasi yang mantap dan teratur.
2.2.2 Karakteristik Sistem Ekonomi
Karakteristik yang dimiliki sistem ekonomi yaitu:
• Sistem pemilikan sumber daya/faktor produksi
• Keleluasaan masyarakat berkompetisi
• Kadar peranan pemerintahan dalam perekonomian
Dalam Sanusi (Tambunan, 2009:2) disebut ada 7 elemen penting dari sistem ekonomi, yakni (hal 11-12) :
1. Lembaga-lembaga /pranata-pranata ekonomi
2. Sumber daya ekonomi
3. Faktor-faktor produksi
4. Lingkungan ekonomi
5. Organisasi dan manajemen
6. Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan atau pemain dalam sistem
7. Proses pengambilan keputusan
Suatu sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sebuah sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu suprasistem kehidupan masyarakat. Ia merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Oleh karenanya, bukanlah hal yang mengherankan apabila dalam perjalanan atau penerapan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara terjadi benturan, konflik atau bahkan tantangan. Pelaksanaan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara akan berjalan mulus apabila lingkungan masyarakatnya mendukung.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu negara dalam menentukan sistem ekonomi apa yang akan digunakan oleh negaranya agar pembangunan di negara tersebut dapat meningkat, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Latar Belakang Sejarah dan Ideologi
Sistem ekonomi terbentuk dari pengalaman masa lalu suatu negara dalam mengelola negaranya. Bila masa lalu negara tersebut berhubungan dengan usaha untuk memisahkan diri dari dominasi negara yang memiliki sistem ekonomi kapitalis timbul kecenderungan negara tersebut akan menggunakan sistem sosialis.
Negara yang posisinya selalu mendapat dukungan dari negara yang menggunakan sistem ekonomi tertentu akan menjadikan negara tersebut memilih sistem ekonomi seperti negara yang mendukungnya.
Sistem ekonomi di suatu negara tidak ada yang tidak dipisahkan dari pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Sebagian besar pengalaman yang ada lebih menunjukkan peran suatu negara dalam mempertahankan ideologinnya. Dari ideologi ini, negara mempunyai peran besar dalam menjadikan dirinya untuk tetap eksis di zamannya. Sampai akhirnya, wujud dari usaha untuk mempertahankan eksistensinya, negara menggunakan kekuasaan untuk menjajah, menindas dan merampas hak negara lain.
2. Luas dan Letak Geografi
Efektifitas suatu kebijakan ekonomi dapat diukur dari berapa besar jangkauan kebijakan tersebut mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat di seluruh daerah. Salah satu penyebab mengapa peningkatan ekonomi suatu negara tidak dirasakan masyarakat secara merata karena faktor luasnya daerah. Luasnya daerah mempersulit pemerintah pusat dalam membuat kebijakan ekonomi yang sesuai di setiap daerah. Maka lebih efektif bila pemerintah pusat memberikan kebebasan daerah untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi sendiri.
Di samping itu, letak negara satu dengan negara lain mempengaruhi bentuk sistem ekonomi. Letak negara menimbulkan adanya pengkondisian antar negara yang berdekatan untuk menggunakan kebijakan yang saling mendukung. Keadaan ini mempermudah terjadinya hubungan ekonomi. Hubungan di antara dua negara atau lebih tidak akan terjadi secara efektif bila tidak ada kesamaan sistem yang ada di antara kedua negara tersebut. Walaupun pada awalnya kesamaan sistem ini terjadi timbul berbagai pergesekan dan pergeseran kebijakan di dalam suatu negara akibat adanya pengaruh sistem ekonomi negara lain.
3. Tingkat Pembangunan
Tingkat pembangunan menjadi ukuran suatu negara dalam memberikan keleluasaan rakyat untuk berpartisipasi. Semakin mapan dan maju dalam bidang ekonomi suatu negara, tingkat partisipasi masyarakat semakin meningkat. Keadaan ini disebabkan masyarakat telah menemukan pola pemenuhan kebutuhan yang dilakukan dalam kesehariannya. Negara yang dianggap masuk dalam tahap ini misalnya Amerika Serikat, Australia, Selandia baru, dan lain sebagainya.
Negara berkembang dengan tingkat pendapatan yang rendah perlu dilindungi karena mereka masih memerlukan perlindungan negara untuk mengelola faktor produksinya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan sarana pendukung optimalisasi proses produksi, keteraturan mekanisme barang di pasar, dan membentu penyediaan infrastruktur penunjangpengelolaan faktor produksi. Keadaan ini seperti halnya di negara Argentina, Brasil, Afrika, Kamboja, Laos dan Indonesia.
4. Keterbukaan
Keterbukaan dalam bidang ekonomi merupakan suatu konsekuensi agar tidak tertinggal dari negara lain. Apalagi muncul beberapa konsep ekonomi terbuka atau liberalisasi, misalnya: APEC, AFTA, IMF dan lain sebagainya. Pada kenyataannya ekonsep ekonomi terbuka menumbuhkan rasa optimas bagi negara maju, tetapi di lain pihak menimbulkan rasa pesimis di beberapai negara berkembang.
Konsep ekonomi terbuka menjadikan sistem ekonomi suatu negara berubah menjadi sistem ekonomi yang mengakui tidak ada batas daerah, batas negara, batas benua. Di dalam sistem ekonomi terbuka setiap negara mempunyai peran untuk menyediakan fasilitas pendukung supaya mekanisme pasar tetap berjalan. Tetapi di beberapa negara yang belum siap dengan mekanisme sistem ekonomi terbuka, rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh akan menderita karena tidak mampu bersaing di pasar global.
5. Sistem Politik
Sistem politik yang baik adalah memberikan perhatian agar pemimpin memperjuangkan hak rakyat. Dengan cara meningkatkan keikutsertaan rakyat dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi negara. Pemimpin merupakan wakil rakyat, yang dipilih oleh rakyat, untuk memenuhi kepentingan hidup rakyat. Bila pemimpin memberikan kebebasan rakyat akan merasa bertanggung jawab terhadap pembangunan negara.
Dalam model sistem politik terpimpin, segala kebijakan ekonomi negara atau raja dianggap sebagai konsensus bersama yang harus diikuti, entah itu menyentuh kepentingan ekonomi masyarakat atau tidak. Model sistem politik kerajaan saat ini tidak begitu popular. Walaupun ada beberapa negara yang masih menggunakan sistem kerajaan sebagai kekuasaan tertinggi, misalnya Arab Saudi, Brunai Darussalam. Sedangkan di beberapa negara, kekuasaan negara tidak lebih hanya sekedar symbol belaka, pemerintahan banyak diatur oleh perdana menteri dan menteri-menterinya dari pada oleh raja, misalnya Inggris, Belanda, dan Jepang.
Sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem-sistem lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Di dunia ini terdapat kecenderungan umum bahwa sistem ekonomi di sebuah negara “bergandengan tangan” dengan sistem politik di negara bersangkutan, ideologi ekonomi berjalan seiring dengan ideologi politik. Secara umum, antara unsur-unsur sistem ekonomi dan unsur-unsur sistem politik dapat ditarik benang merah sebagai berikut:
Tabel 1: Benang Merah Hubungan Sistem Ekonomi dengan Sistem Politik
Kutub “A” Konteks Pengkutuban Kutub “Z”
Liberalisme (liberal) Ideologi politik Komunisme (komunis)
Demokrasi Rezim pemerintahan Otokrasi
Egalitarianism Penyelenggaraan kenegaraan Etatisme
Desentralisasi Struktur birokrasi Sentralisme
Kapitalisme Ideologi ekonomi Sosialisme
Mekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat
Sejarah mencatat, negara-negara yang berideologi politik leberalisme dengan rejim pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar. Di negara-negara semacam ini penyelenggaraan kenegaraannya biasanya bersifat egaliter dan struktur birokrasinya desentralisasi. Di pihak lain, negar-negar yang berideologi politik komunisme dengan rejim pemerintahan yang otoriter, ideologi ekonominya cenderung sosialisme dengan pengelolaan ekonomi berdasarkan perencanaan terpusat. Penyelenggaraan kenegaraan di negara-negara semacam ini biasanya bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis.
Pengkutuban sistem ekonomi dan sistem politik, serta unsur-unsur benang merah yang menghubungkannya, mungkin tidak sepenuhnya berlaku. Akan tetapi terdapat kecenderunagn umum seperti itu.
Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas, sehingga bisa dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain, berdasarkan beberapa sudut tujuan seperti:
1) Sistem pemilihan sumber daya atau faktor-faktor produksi;
2) Keleluasaan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain dan untuk menerima imbalan atas prestasi kerjanya;
3) Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.
Menurut Sanusi (Tambunan, 2009:2), setiap sistem ekonomi di pengaruhi oleh sejumlah kekuatan diantaranya:
1. Sumber-sumber sejarah, kultur/tradisi, cita-cita, keinginan-keinginan, dan sikap masyarakat
2. SDA termasuk iklim
3. Filsafat yang dimiliki dan yang dibela oleh sebagian masyarakat
4. Teorisasi yang dilakukan oleh masyarakat pada masa lalu atau sekarang, mengenai bagaimana cara mencapai cita-cita seta tujuan / sasaran yang dipilih
5. Trial dan errors atau uji coba yang dilakukan oleh masyarakat dalam usaha mencari alat-alat ekonomi
2.2.4 Tujuan Sistem Ekonomi
Tujuan sistem ekonomi suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
1. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan akan dihasilkan.
2. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
3. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/ gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
4. Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri.
2.2.5 Organisasi Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi dapat digambarkan dalam model yang disederhanakan, yang biasa disebut arus perputaran (circular flow) sebagai berikut :
Gambar 1: Circular Flow
Dari arus perputaran ini dapat dilihat adanya empat aspek dari arus uang, ialah :
(1) Arus uang sebagai pengeluaran konsumen (biaya hidup/cost of living);
(2) Arus uang sebagai penerimaan perusahaan (= business receipts)
Kedua arus ini terjadi melalui pasar barang dan jasa konsumtif.
(3) Arus uang sebagai pengeluaran perusahaan (biaya produksi/cost of production).
(4) Arus uang sebau penerimaan pendapatan masyarakat (consumers’ income)
Kedua arus ini terjadi melalui pasar sumber-sumber ekonomi.
Model di atas menggambarkan suatu sistem perekonomian yang stasioner. Artinya, arus uang melalui pasar brang dan jasa konsumtif sama dengan arus uang melalui pasar sumber-sumber ekonomi, yang berarti bahwa dalam masyarakat tersebut tidak ada tabungan (saving), penanaman modal (investment), penggantian barang modal (replacement), atau penyusutan (depretion).
Model tersebut dapat diperluas dan dibuat lebih kompleks menurut keperluan, umpamanya, untuk menggambarkan perekonomian yang tumbuh, perekonomian yang mundur, atau untuk menggambarkan peran pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
2.3 Sistem-sistem Ekonomi
Subsistem, merupakan sistem perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam hal produksi hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berfikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk pihak lain apalagi demi keuntungan. kalaupun orang tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain, sifatnya dalan barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.
Dengan semakin berkembangnya jumlah manusia dan kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya sistem yang lebih tertur dan terencana. Sistem barter tidak lagi dapat dipertahankan mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi, seperti:
• Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama.
• Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan.
• Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda.
• Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar.
Dengan hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendekiawan memikirkan sistem perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli tersebut adalah sistem-sistem ekonomi yang berlaku di dunia
Mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam konteks ekonomi, kedua sistem ini telah terbukti mampu meningkatkan kemakmuran rakyat di negara yang menggunakan sistem ekonomi tersebut, seperti Amerika Srikat dan mantan Uni Soviet. Kedua sistem ini diambil sebagai bahan rujukan berbagai negara untuk meningkatkan pembangunan.
2.3.1 Sistem Ekonomi Kapitalis
Menurut Dumairy (1996:32) Dalam teminologi teori ekonomi mikro, sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem ekonomi yang menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas), meyakini kemampuan “the invisible hand” dalam menu efisiensi ekonomi. Mekanisme pasarlah yang menurut kalangan kapitalis akan menentukan secara efisien ketiga pokok persoalan ekonomi.
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan perusahaan swasta untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.
Sistem ekonomi kapitalis adalah suatau sistem ekonomi dimana kekayaan yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk dijual. Adapun tujuan pemilikan secara pribadi yakni untuk memperoleh suatu keuntungan/laba yang cukup besar dari hasil menggunakan kekayaan yang produktif. Dasar bekerjanya sistem ini adalah adanya kegiatan “invisible hand” atau tangan-tangan tak tampak yang dicetuskan oleh Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan. Buku Adam Smith yang berjudul “the theory of sentiments” menjadi kerangkan moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi klasik, dimana mereka menganut paham “laissez faire” yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah. Mengenai hal ini, Herbert Spencer (1820-1930) pun sejalan dengan pemikiran Adam Smith, bahkan ia menambahkannya dengan ide Darwinisme Sosial. Ide Darwinisme ini akhirnya ia kembangkan, dan munculah teori seleksi alamiah (survival of the fittest), siapa yang mampu bertahan dialah yang menang. Sebuah ide yang membuat kelas-kelas pemodal semakin dimanjakan. Kepemilikan atas kapital-kapital pabrik, membuatnya semakin memegang kuasa. Akhirnya hanya pada orang-orang inilah kemakmuran terpusat. Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan dan penawaranlah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:
1) Hukum “Say” yang mengatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hukum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan masyarakat.
2) Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel, dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidak seimbangan pasar (kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi tersebut menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastis. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan menambah produksinya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.
Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:
1) Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya
2) Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung sebagai contoh: membangun prasarana jalan transportasi menjadi lancar, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung dan sejenisnya.
Dengan kondisi kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas sangat penting (Suroso:1993) yakni:
a. Berkewajiban melindungi negara dari kekerasan dan serangan negara liberal lainnya
b. Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badab hukum yang dapat diandaikan.
c. Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau sarana untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perseorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupinya biaya. Dengan perkataan lain diluar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepaad swasta. Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an kejayaan sistem ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandanagn untuk memperbaiki sistem ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga saat ini pandangannya masih relevan adalah J.M Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa negara, yang merupakan suatu kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan negara, yang merupakan suat kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagi semua warga negaranya.
Ada enam asas yang dapat dilihat sebagai ciri dari sistem ekonomi kapitalis adalah :
1. Hak milik pribadi.
Dalam sistem ekonomi kapitalis alat-alat produksi atau sumber daya ekonomiseperti SDA, modal,tenaga kerja dimiliki oleh individu dan lembaga–lembaga swasta
2. Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih
Kebebasan berusaha adalah kegiatan produksi dapat dengan bebas dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai inisiatif. sedangkan yang dimaksud kebebasan memilih adalah menyangkut kedaulatan konsumen dan kebebasan pengusaha untuk memperoleh sumber daya ekonomi untuk memproduksi suatu produk yang dipilihnya sendiri untuk dijual dengan tujuan mencari keuntungan yang maksimum. Kebebasan memilih juga mencakup kebebasan pekerja untuk memilih setiap pekerjaan yang dikehendakinya
3. Motif kepentingan diri sendiri
Kekuatan utama dari sistem ekonomi kapitalis adalah motivasi individu untuk memenuhi kepentingannya sendiri
4. Persaingan
Sistem persaingan merupakan salah satu lembaga penting dari sistem ekonomi kapitalis. Setiap individu atau pelaku swasta, baik pembeli maupun pengusaha dengan motivasi mencari keuntungan yang maksimum bebas bersaing di pasar dengan kekuatan masing- masing. Setiap pelaku ekonomi swasta bebas memasuki dan meninggalkan pasar.
5. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar
Segala keputusan yang diambil oleh pengusaha dan konsumen dilakukan melalui sistem pasar
6. Peranan pemerintah terbatas
Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah masih mempunyai peran dapat membatasi berbagai kebebasan individu, misalnya mengeluarkan peratuaran–peraturan mengenai penalaran monopoli.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, sistem ekonomi liberal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi liberal adalah:
a) Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
b) Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri
c) Adanya persaingan menyebabkan kreativitas dari setiap individu dapat berkembang.
d) Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat.
Kekurangan sistem ekonomi liberal adalah :
a) Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.
b) Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.
c) Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.
d) Sulit terjadi pemerataan pendapatan.
2.3.2 Sistem Ekonomi Sosialis
Dumairy (1996:32), sistem ekonomi sosialis adalah kebalikan dari sitem kapitalis. bagi kalangan sosialis, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat. adanya berbagai distorsi dalam mekanisme pasar menyebabkan tidak mungkin bekerja secar efisien, oleh karena itu pemerintah atau negara harus turun aktif bermain dalam perekonomian. Satu hal yang penting untuk dicatat berkenaan dengan sistem ekonomi sosialis adalah bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi yang tidak memandang penting peranan Kapital.
Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.
Sistem ekonomi sosialis dapat dibagi dalam dua susbsistem, yakni sistem ekonomi sosialis dari Marxis, dan sistem ekonomi sosialisme demokrat. Sistem ekonomi sosialis Marxis disebut juga sistem ekonomi komando di mana seluruh unit ekonomi, baik sebagai produsen, konsumen, maupun pekerja, tidak diperkenankan mengambil keputusan secara sendiri-sendiri yang menyimpang dari komando otoritas tertinggi, yakni partai. Dalam sistem ekonomi sosialis ini partai menentukan secara rinci arah serta sasaran yang harus dicapai dan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit ekonomi dalam pengadaan baik barang-barang untuk social maunpun untuk pribadi. Unit-unit ekonomi sepenuhnya tunduk pada tunduk pada komando otoritas tertinggi tanpa ikut campur sedikitpun juga dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan arah kebijaksanaan dan sasaran yang akan dicapai. Dalam sistem ekonomi sosialis Marxis, ruang gerak bagi para pelaku-pelaku ekonomi dapat dikatankan tidak ada sama sekali. (Tambunan, 2009:5)
Sistem sosialis terencana (komunis), dengan karakteristik:
a. Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/negara
b. Pengambilan keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan koordinsi secara terencana
c. Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral. Sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi
Sistem ini mulai ditinggalkan oleh presiden Rusia, Gorbachev.
Dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat kekuasaan otoritas tertinggi jauh berkurang. Dalam sistem ini, satu pihak, ada kebebasan individu seperti dalam sistem ekonomi kapitalis, misalnya produsen bebas memilih jenis dan berapa banyak produksi yang akan dibuat, konsumen bebas memilih barang mana yang dikehendaki, dan pekerja bebas menentukan jenis pekerjaan apa yang diinginkannya. Namun di pihak lain, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis , dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat, peran pemerintah lebih besar. (Tambunan, 2009:6)
Landasan ilmiah dari sistem ini adalah kombinasi antara prinsip-prinsip kebebasan individu dengan kemerataan social, jadi bukan pasar bebas yang liberal dan juga bukan paham ekonomi monetaris yang tidak menghendaki intervensi pemerintah dalam bentuk apapun. Menurut Mubyarto (2000) berdasarkan pengalaman di Jerman, ada enam criteria sistem ekonomi sosialisme democrat atau sistem ekonomi pasar social (SEPS) yaitu :
a. Adanya kebebasan individu dan sekaligus kebijaksanaan perlindungan usaha . persaingan di antara perusahaan-perusahaan kecil maupun menengah harus dikembangkan.
b. Prinsip-prinsip kemerataan social menjadi tekad warga masyarakat
c. Kebijaksanaan siklus bisnis dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
d. Kebijaksanaan pertumbuhan menciptkan kerangka hukum dan prasarana social yang terkait dengan pembangunan ekonomi
e. Kebijakan structural
f. Konformitas pasar dan persaingan
Menurut Mubyarto (Tambunan, 2009:6) perbedaan lain yang sangat nyata antara sistem ekonomi sosialisme demokrat dengan sistem ekonomi kapitalis adalah pada aspek sosisalnya. Ada dua aspek sosial yang sangat penting dari SEPS, yakni meningkatkan standar hidup kelompok berpendapatan rendah dan perlindungan terhadap semua warga masyarakat dari kesulitan hidup dan masalah-masalah sosial lain sebagai resiko-resiko dari kesulitan hidup. Pemnagian pendapatan yang adil dalam SEPS dijaga dengan member perhatian pada: tingkat dan pertumbuhan upah, sistem perpajakan, stabulitas harga, persamaan peluang (bekerja dan berusaha) bagi semua warga masyarakat, dan adanya asuransi sosial minimal, yakni asuransi pengangguran, hari tua, kesehatan, dan kecelakaan.
Sistem ekonomi sosialis disebut juga sistem ekonomi terpusat. Dikatakan terpusat karena segala sesuatunya harus diatur oleh negara, dan dikomandokan dari pusat. Pemerintahlah yang menguasai seluruh kegiatan ekonomi. Sistem perekonomian sosialis merupakan sistem perekonomian yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata dan tidak adanya penindasan ekonomi. Untuk mewujudkan kemakmuran yang merata pemerintah harus ikut campur dalam perekonomian. Oleh karena itu hal tersebut mengakibatkan potensi dan daya kreasi masyarakat akan mati dan tidak adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Dasar yang digunakan dalam sistem ekonomi sosialis adalah ajaran Karl Marx, di mana ia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan semua pihak. Negara yang menganut sistem ini seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan negara komunis lainnya. Sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri berikut ini:
1) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara.
2) Seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama. Semua perusahaan
milik negara sehingga tidak ada perusahaan swasta.
3) Segala keputusan mengenai jumlah dan jenis barang ditentukan oleh pemerintah.
4) Harga-harga dan penyaluran barang dikendalikan oleh negara
5) Semua warga masyarakat adalah karyawan bagi negara.
Seperti halnya sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi sosialis adalah:
1) Semua kegiatan dan masalah ekonomi dikendalikan pemerintah sehingga pemerintah mudah melakukan pengawasan terhadap jalannya perekonomian
2) Tidak ada kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, karena distribusi pemerintah dapat dilakukan dengan merata.
3) Pemerintah bisa lebih mudah melakukan pengaturan terhadap barang dan jasa yang akan diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4) Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga.
Kekurangan sistem ekonomi sosialis adalah :
1) Mematikan kreativitas dan inovasi setiap individu.
2) Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.
3) Kurang adanya variasi dalam memproduksi barang, karena hanya terbatas pada ketentuan pemerintah.
Negara yang menganut sistem ekonomi sosialis sudah tidak ada lagi. Uni Soviet (sekarang Rusia) beserta negara-negara pengikutnya telah gagal dalam menjalankan prinsip sosialisme sebagai cara hidupnya baik secara ekonomi, moral, maupun sosial dan politik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kemampuan pemerintah pusat untuk menangani seluruh masalah yang muncul, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Selain itu, pada kenyataannya telah terjadi banyak penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah.
2.3.3 Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis). Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar (kapitalis) atau pun terencana (sosialis), bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta. Menurut Claude-Henri de Saint-Simon, Sang Bapak Sosialisme dunia. Menurutnya sentralisasi perencanaan sistem ekonomi pemerintah adalah hal yang harus di utamakan. Masyarakat industri akan menjadi baik apabila diorganisaikan secara baik. Dan pemerintah harus memiliki peran penting di dalamnya. Peran sentral para kapitalis sebaiknya dibatasi oleh wewenang pemerintah dalam perekonomian.
Sistem perekonomian campuran adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, minyak bumi, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi pasar campuran atau sosialisme, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. Penerapan sistem ekonomi campuran akan mengurangi berbagai kelemahan dari sistem ekonomi pasar dan Terpusat dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sanusi (2000:57) (dalam tambunan, 2009:7) menjelaskan sistem ekonomi campuran sebagai berikut: dalam sistem ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam kadar yang berbeda-beda. Ada sistem ekonomi campuran yang mendekati kapitalis/liberalis ,kadar kebebasan relative besar atau persentase dari sitem kapitalinya sangat besar.ada pula yang mendekati sosialis dimana peran pemerintah relative besar terutama dalam menjalankan berbagai kebijakan ekonomi, moneter/fiscal dan lain-lain. Di dalam sistem ekonomi campuran adanya campur tangan pemerintah terutama untuk mengendalikan kehidupan/pertumbuhan ekonomi, mencegah adanya konsentrasi yang terlalu besar ditangan satu orang atau kelompok swasta, juga untuk melakukan stabilisasi perekonomian, mengatur tata tertib serta membantu golongan ekonomi lemah.
Sistem ekonomi campuran merupakan campuran atau perpaduan antara sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Masalah-masalah pokok ekonomi mengenai barang apa yang akan diproduksi, bagaimana barang itu dihasilkan, dan untuk siapa barang itu dihasilkan, akan diatasi bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Pada sistem ekonomi campuran pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian dalam perekonomian, namun pihak swasta (masyarakat) masih diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin mereka jalankan. Adanya campur tangan dari pemerintah bertujuan untuk menghindari akibat-akibat yang kurang menguntungkan dari sistem liberal, antara lain terjadinya monopoli dari golongan-golongan masyarakat tertentu terhadap sumber daya ekonomi. Apabila kita cermati sebagian besar negara di dunia tidak ada lagi yang menggunakan salah satu sistem ekonomi. Mereka kebanyakan mengombinasikan dari sistem-sistem yang ada sesuai dengan situasi dan tradisi negara yang bersangkutan. Misalnya saja Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan sistem ekonomi liberalnya.
Meskipun sistem ekonomi yang mereka tetapkan berpaham liberal, namun pada kenyataannya masih ada campur tangan pemerintah, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang antimonopoli. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai sistem ekonomi campuran, berikut ini ciri-ciri dari sistem ekonami campuran:
1) Sumber-sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah.
2) Pemerintah menyusun peraturan, perencanaan, dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang ekonomi
3) Swasta diberi kebebasan di bidang-bidang ekonomi dalam batas kebijaksanaan ekonomi yang ditetapkan pemerintah.
4) Hak milik swasta atas alat produksi diakui, asalkan penggunaannya tidak merugikan kepentingan umum.
5) Pemerintah bertanggung jawab atas jaminan sosial dan pemerataan pendapatan.
6) Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar.
Dengan demikian, dalam sistem perekonomian campuran ada bidang-bidang yang ditangani swasta dan ada bidang-bidang yang ditangani pemerintah. Sama halnya dengan sistem ekonomi lainnya, sistem ekonomi campuran juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi, kelebihan dan kekurangannya tergantung kepada setiap negara dalam mengatur sistem ekonominya tersebut.
2.3.4 Ragam Sistem Ekonomi Dunia
Seperti telah dijlaskan sebelumnya bahwa mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam prakteknya kedua sistem dalam setiap negara bersentuhan dengan masalah riil di negara-negara yang berbeda dari asal sistem itu berada. Oleh karenanya menimbulkan pergeseran yang mengarah pada bagaimana suatu sistem tersebut mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Setiap negara mempunyai elemen sendiri dalam sistem ekonomi yang akan mempengaruhi perspektif negara tersebut memandang kelebihan dan kekurangan suatu sistem jika diterapkan di negaranya. Dengan pertimbangan ini, setiap negara beusaha tidak mengambil dengan serta merta sistem yang ada. Walaupun setiap negara menyadari hal tersebut, namun konteks perekonomian dunia lebih mengarahkan pada kecenderungan pengambilan suatu sistem yang dominan. Hal ini disebabkan gaya pergaulan perekonomian dunia akan mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam mendesain perekonomian dalam negaranya. Walaupun tidak persis benar sistem satu dengan sistem yang lainnya, tetapi prinsip pokok dari suatu sistem negara besar akan cenderung dominan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi negara-negara yang dikuasainya.
Fenomena tersebut menjadikan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme mengalami perubahan menjadi berbagai macam nama sistem. Perubahan ini bukan berti menjadikan munculnya sistem yang benar-benar baru. Namun sistem-sistem ini merupakan hasil interaksi yang intens antara berbagai unsur ekonomi maupun politik, di suatu negara dengan mainstream sistem ekonomi yang ada. Oleh karena pengaruh dari berbagai unsur yang ada di dalam suatu negara, maka sistem kapitalis dan sosialis dalam prakteknya di negara tersebut tidak sesuai dengan negara yang menggunakannya, seperti Amerika Serikat dan mantan Uni Soviet. Akhirnya muncullah nama baru dalam kapitalisme dan sosialisme, seperti sistem kapitalisme negara, sistem kapitalisme campuran, demikian juga sistem sosialisme berkembang menjadi sistem sosialisme pasar.
Dua negara yang mempunyai sistem ekonomi yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama. Untuk membedakan karakteristik setiap negara dapat diketahui melalui unsur pengambilan keputusan, mekanisme informasi dan koordinasi, hak milik pribadi, dan insentif. Menurut Sanusi (2000) dalam Tambunan (2009:3) perbedaan antarsistem ekonomi satu dengan yang lainnya adalah :
1. Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan
2. Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja
3. Pengaturan pemilihan / pemakaian alat-alat produksi
4. Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggung jawab manajer
5. Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh
6. Pengaturan motivasi usaha
7. Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi
8. Penentuan pertumbuhan ekonomi
9. Pengendalian stabilitas ekonomi
10. Pengambilan keputusan
11. Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan.
Tabel 2: Karakteristik Sistem Ekonomi
Struktur pengambil keputusan Mekanisme informasi dan koordinasi
Kepemilikan
Imbalan
Kapitalisme
(pure capitalism) Desentralisasi Pasar Kepemilikan pribadi Harta
Kapitalisme negara (state capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi atas pengawasan negara Harta dan norma
Kapitalisme campuran (mixed capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi Harta dan norma
Sosialisme (pure socialism) Sentralisasi Negara Negara Norma
Pasar sosialisme (market socialism) Sentralisasi Pasar dan negara Negara atau kepemilikan bersama Harta dan norma
Islam Sentralisasi dan desentralisasi Pasar didasarkan atas maslahah Kepemilikan bersama atas dasar maslahah Harta dan norma atas dasar maslahah
Oleh karena perbedaan karakteri ini, suatu sistem ekonomi suatu negara tidak bisa diberlakukan secara mutlak di negara yang lain. Walaupun begitu ideologi suatu sistem ekonomi bisa digunakan untuk membangun struktur kehidupan ekonomi kapitalisme atau sosialisme di suatu negara. Sistem ekonomi tidak semata-mata terbentuk karena adanya aturan-aturan dasar di suatu negara tetapi bentuk sistem ekonomi bisa juga dilihat dari perilaku masyarakatnya, misalnya perilaku konsumsi, produksi, dan distribusinya.
Sistem ekonomi kapitalis, kapitalis negara dan kapitalis campuran cenderung mempunyai karakteristik sama. Kesamaan karakter ini dikarenakan keberadaan sistem baru lebih dikarenakan sebagai kritik, pelengkap atau memperbaiki. Misalnya sistem ekonomi kapitalis murni merupakan buah pemikiran dari Adam Smith (1723-1790) untuk mewujudkan kesejahteraan umum lahirlah sistem baru yang bernama kapitalisme negara yang dipengaruhi oleh pemikiran Friedrich List (1789-1846). Selanjutnya muncul kapitalis campuran yang dipengaruhi oleh pemikiran Adolf Wegner. Selanjutnya sistem ini mendapat perbaikan dari pemikiran JM Keynes (1883-1946) yang membangun sistem ekonomi campuran.
Demikian juga dengan pemikiran sosialisme, sistem ekonomi sosialis mengadopsi pemikiran Karl Marx (1818-1883) yang dilembagakan Lenin dalam sebuah negara yang bernama Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 pengaruh sistem ekonomi sosialis semakin berkurang. Tetapi beberapa negara yang masih menggunakan sistem sosialis berusaha menerima mainstream sistem yang berlaku di sekitarnya sehingga muncullah sistem sosialis pasar, sistem yang mengakui keberadaan pasar dalam mengatur mekanisme perekonomian di dalam negerinya.
Sementara itu sistem ekonomi islam diilhami Al-Quran dan Hadist. Sistem ekonomi islam terletak diantara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, karena bagian perilaku seseorang yang dituntut oleh nurani manusia dalam kegiatan ekonomi, itu sudah islami. Sistem ekonomi islam lebih berkaitan membentuk masyarakat bukan negara. Sistem ekonomi islam merupakan implementasi dari tanggung jawab pribadi manusia di hadapan Allah sebagai seorang hamba. Sistem ekonomi islam dimetamorfosiskan masyarakat Madani, dalam terminology masyarakat modern disebut civilized society. Kehidupan madani mengadopsi tata kemasyarakatan masyarakat madinah ketika Rasulullah saw masih hidup. Dengan sikap tegas dan bijaksana telah menimbulkan perubahan yang sangat revolusioner bagi kehidupan masyarakat madinah dan kota-kota di sekitarnya. Walaupun Rasulullah telah wafat ajaran beliau tetap menjadi penting dalam transformasi nilai-nilai kemanusiaan di luar Jazirah Arab.
Perkembangan kehidupan negara muslim sekarang berbeda dengan dahulu. Negara tempat lahirnya ajaran islam, seperti Arab Saudi dengan negara yang berdekatan dan memiliki akar budaya islam, seperti: Mesir, Iran, Irak, Kuwait, Sudan, Maroko, negara yang mayoritas beragama islam semacam indoneia, tidak identik dengan negara yang mempunyai sistem ekonomi islam. walaupun beberapa negara tersebut menggunakan hukum islam sebagai rujukan utamanya tetapi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak tentu mencerminkan sikap yang sesuai ajaran Al-Quran dan Hadist.
Praktek sistem ekonomi yang ada di negara-negara di timur tengah lebih banyak didominasi oleh kondisis sosial-budaya negara setempat yang sulit tercerabut. Maka sistem yang berlaku disana bukan islam par execelent tetapi masih banyak merupakan hasil tafsir sosial-budaya atas berbagai fenomena kemasyarakatan. Dalam bidang ekonomi, pengelolaan alat-alat produksi yang kurang baik lebih menunjukkan bahwa kemampuan produksi masyarakat kurang optimal. Walaupun hal ini tidak lepas dari gaya hidup masyarakat di beberapa negara muslim yang serba kecukupan sehingga menjadikannya kurang mau bekerja keras.
Setelah khulafaurrashidin perkembangan negara muslim tidak bisa dipisahkan denganberbagai masalah perebutan kekuasaan. Keadaan ini merupakan elaborasi pengaruh sosial-budaya sebelum Rasulullah berkuasa, sehingga akhirnya menimbulkan taksir negara yang berbentuk kerajaan. Akhirnya muncul beberapa negara muslim yang menggunakan sistem kerajaan untuk mengatur kehidupan masyarakat sampai sekarang. Hal ini menjadikan sistem islam menyimpang dari premis awal sebagai sistem yang membangun sebuah masyarakat yang demokrasi, egaliter dan memanusiakan manusia. Timbul anggapan bahwa sistem kerajaan inilah yang menjadikan masyarakat kurang produktif karena masyarakat dimanjakan oleh kerajaan.
Implementasi nilai-nilai syariah yang tercantum dalam dasar negara muslim lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik negara daripada nilai yang terkandung dalam ajaran islam. kepentingan politik cukup dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi dibandingkan kepentingan rakyat. Maka kepentingan politik juga mempengaruhi kecenderungan sistem ekonomi di negara-negara muslim.
Fenomena yang ada di negara muslim lebih menunjukkan kondisi negara berkembang pada umumnya, dimana pengarh politik lebih besar dibandingkan pengaruh ekonomi. Dengan konsep keterbukaan dalam syariah, sebenarnya pertumbuhan ekonomi dapat direalisasikan tanpa menafikkan persoalan politik. Kenyataan yang ada di negara-negara muslim tertentudi Timur Tengah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, masalah politik tidak bisa diabaikan, dan tentunya dengan konsep keterbukaan masalah ekonomi rakyat bisa dikurangi tetapi ternyata tidak mudah, politik selalu mendominasi ekonomi. Kuatnya karakter politik di negara-negara muslim di Timur Tengah dipengaruhi oleh sejarah perpolitikan di kawasan tersebut sejak zaman dulu, menjadikan politik pengaruhnya besar terhadap pembangunan. Adapun pembentukan sistem ekonomi di negara muslim sehingga politik dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi negara dapat digambar sebagai berikut:
Gambar 2 : Pembentukan sistem ekonomi di negara muslim
Namun sistem ekonomi ini tidak berlaku given dalam jangka panjang. Suatu sistem ekonomi bisa berubah dengan cepat (revolusi) atau berlahan-lahan (evolusi). Perubahan akan tetap terjadi selama negara tersebut tidak bisa mengendalikan berbagai instrument yang akan mempengaruhi faktor-faktor dari sistem ekonomi tersebut. Berbagai perubahan tidak serta merta dikarenakan berberapa unsur tetapi mungkin satu unsur tidak menutup kemungkinan juga mempengaruhi perubahan dari sistem negara tersebut, misalnya peperangan.
Sistem Ekonomi Pancasila
Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.Landasan yuridis sistem ekonomi pancasila:
Pasal 33 UUD 1945 yang tercantum dalam Bab XIV tentang kesejahteraan social berbunyi sebagai berikut:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan sebagai berikut:
Dalam pasala 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penelitian anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang mengausai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalalu tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Di masa penjajahan, pertumbuhan ekonomi berlangsung berdasarkan free fight competition liberalism. Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia tertinggal oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan, karena yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah ketinggalan.
Guna menghindari pengalaman pahit serupa inilah, sila “Keadilan Sosial” menekankan perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap di dalam unit ekonomi pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain. Prinsip demokrasi ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di dalam pasal 23 yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah boleh menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi terakhir adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal dilaksanakan, oleh karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara pajak dan macam-macam serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR. Inilah prinsip medezeggenschap atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi pancails kita. Dan untuk mencek kemudian apakah pemerintah tidak menyimpang dari kehendak DPR-GR, maka DPR-GR dapat menggunakan pemeriksaan melalui Badan Pemeriksaan Keuangan.
Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya ( dikutip dari Jurnal Ekonomi karya Mubyarto yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia”) sebagai berikut:
1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
3. Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
4. Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Republik Indonesia yang lahir pada tahun 1945, langsung tepat berada di tengah-tengah arena dua kutub supremasi, yaitu sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonom sosialisme. Namun demikian, sungguh beruntung Republik Indonesia, karena para pendiri republik tidak membiarkan Indonesia ikut arus memilih salah satu dari dua sistem ekonomi tersebut. Pancasila yang dipilih oleh para pendiri republik sebagai dasar falsafah negara, mengilhami sistem ekonomi alternatif, yang kemudian disebut “Sistem Ekonomi Pancasila”. SEP dipilih karena pemilihan satu sistem ekonomi oleh suatu bangsa tidak pernah menggunakan kriteria baik atau buruk, benar atau salah, melainkan menggunakan kriteria tepat atau tidak tepat (selanjutnya disebut kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi) yang dikaitkan dengan aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegaranya.
Untuk memahami kriteria ketepatan SEP sebagai sistem ekonomi bagi bangsa Indonesia ada baiknya jika kita memahami dinamika perubahan dari sistem-sistem ekonomi pendahulu dari SEP. perjalanan sejarah ini menunjukkan bahwa kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi bagi suatu masyarakat senantiasa bergeser, berkembang, berubah, atau bahkan berganti, mengikuti aliran dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya masyarakat tersebut dalam kehidupan bernegaranya.
1. Sistem Ekonomi Merkantilisme
Sistem ekonomi merkantilisme yang lahir di Eropa Barat pada abad ke-15 dianggap sebagai awal dari sejarah pemilihan sistem ekonomi bagi suatu bangsa. Sistem ini menyerahkan keputusan ekonomi sepenuhnya di tangan pemerintah, cocok dengan karakter pemerintah pada masa itu yang monarkhi absolut. Surplus perdagangan yang dipaksakan, yang menjadi ciri sistem merkantilisme, memunculkan perekonomian “zero sum game”, ada pihak yang surplus ada pihak yang defisit, ada yang diuntungkan ada yang dirugikan, ada yang menang ada yang kalah. Sifat tangan besi dari sistem merkantilisme menyebabkan kendali ekonmi berada di tangan para jenderal perang seperti Robespierre, Cromwell, dan Admiral Nelson. Sistem ekonomi ini serasi untuk sistem masyarakat feodal, yang memerlukan ketimpangan absolut antara kelas atas, bangsawan yang borjuis, dengan kelas bawah, buru dan petani, yang proletar, untuk mempertahankan kekuasaan. Pada abad ke-18 sistem ekonomi merkantilisme tumbang, dan digantikan oleh sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith. Mengapa? Karena ada hak yang paling asasi dihilangkan dalam sistem merkantilisme, yaitu kebebasan individu.
2. Sistem Ekonomi Kapitalisme Adam Smith
Sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith di tahun 1776 merupakan sistem yang berseberangan dengan sistem Merkantilisme. Jika merkantilisme menyerahkan keputusan ekonomi di tangan pemerintah, Adam Smith menghapus campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan menawarkan kebebasan individu secara penuh dalam pengambilan keputusan ekonomi. Jika merkantilisme menawarkan “zero sum game”, Adam Smith menawarkan “win-win solution game”, semua pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomi diuntungkan, minimal tidak ada yang dirugikan (dikenal dengan “janji Adam Smith”). Mengapa Adam Smith berhasil? Angin sejuk demokrasi yang dibawa oleh Adam Smith membawa segudang harapan pada pihak-pihak yang tertindas dalam sistem feodalisme dari merkantilisme. “Revolusi” Adam Smith mampu mengilhami Revolusi Perancis (1789) yang menjadikan Perancis berubah dari kerajaan menjadi republik, dan mampu membawa perubahan drastis di Inggris, dari monarkhi abasout menjadi monarkhi parlementer. Sistem ekonomi merkantilisme ditinggalkan, diganti dengan sistem kapitalisme, yang mengandalkan pencapaian kemakmuran pada sistem ekonom pasar (bebas), pengerjaan penuh, dan persaingan sempurna. Sistem kapitalisme Adam Smith ini mampu bertahan selama satu setenah abad, dari tahun 1776-1930. namun demikian, akhirnya sistem kapitalisme Adam Smith harus kandas juga, karena tidak mampu memberikan solusi keluar dari Dpresi Besar yang melanda dunia di awal dekade 1930-an, bahkan dianggap sebagai pemicu terjadinya.
3. Sistem Ekonomi Kapitalisme Negara Kesejahteraan
Contoh lain dari koreksi terhadap sistem kapitalisme Adam Smith sistem kapitalisme negara kesejahteraan, yang berkembang di Eropa Barat. Inggris, salah satu negara Eropa Barat yang memilih merevisi sistem kapitalismenya menjadi “sistem kapitalisme berpilarkan kesejahteraan rakyat” atau lebih dikenal dengan nama “wlfare state” (negara kesejahteraan), menikmati stabilitas yang “nyaris abadi”, bukan hanya di Inggris tetapi juga di negara-negara persemakmurannya. Sistem ekonomi ini juga mampu bertahan sampai sekarang.
4. Sistem Ekonomi Sosialisme Karl Marx
Di lain pihak, satu abad setelah revolusi Adam Smith, kritik terhadap kapitalisme yang dilakukan secara ekstrim oleh Karl Marx ini mengilhami lahirnya Stalinisme, Leninisme, Castroisme, dan Maoisme, yang lebih dikenal dengan nama sistem ekonomi sosialis-komunis. Sistem ekonomi sosialis-komunis berada pada puncaknya pada saat kejatuhan sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith, dimana sebagian masyarakat Amerika Serikat yang kehilangan kepercayaan pada sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith mulai berpaling pada sistem ekonomi sosialis-komunis (red Americans). Namun demikian, pada gilirannya, dunia menyaksikan runtuhnya Uni Soviet, runtuhnya Tembok Berlin, yang menandai runtuhnya sistem sosialis-komunis. Negara-negara pemilih sistem ekonomi sosialis-komunis meninjau kembali sistem ekonominya. Sistem tertutup (sistem bertirai) dianggap menjadi biang keladi kegagalan sistem sosialis-komunis. Negara-negara pecahan Uni Soviet mengalami pergeseran ke arah kapitalisme, Kuba mulai membuka diri, bahkan merintis berbaikan dengan AS, dan Cina, menggunakan sistem ekonomi yang khas, yaitu “sosialisme ala Cina”.
Membaca paparan perjalanan sejarah dari sistem-sistem ekonomi di atas, maka tersendat-sendatnya penerapan SEP dan pendiskreditan terhadap SEP yang terjadi selama ini dapat dipahami. Kriteria ketepatan dari SEP sedang mengalami pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegara. Bahwa sekarang ada upaya intelektual untuk “menghidupkan kembali” SEP dari mati surinya, juga menunjukkan bahwa adanya pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegaranya memunculkan kembali kriteria ketepatan dari SEP sebagai sistem ekonomi pilihan bangsa.
Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi dalam Islam berupaya menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara. Barang-barang berupa pangan, sandang, dan papan (perumahan) adalah kebutuhan pokok (primer) manusia yang harus dipenuhi. Tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kebutuhan tersebut. (Al-Baqarah 2): 233; QS at-Thalaq (65): 6). Keamanan, kesehatan, dan pendidikan juga merupakan tiga kebutuhan jasa asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Menyangkut keamanan, tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan seluruh aktivitasnya-terutama aktivitas yang wajib seperti ibadah wajib, bekerja, bermuamalat secara Islami, termasuk menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai dengan ketentuan Islam-tanpa adanya keamananan yang menjamin pelaksanaannya.
Jadi, jelas harus ada jaminan keamanan bagi setiap warga negara. Menyangkut kesehatan, tidak mungkin setiap manusia dapat menjalani berbagai aktivitas sehari-hari tanpa adanya kesehatan yang cukup untuk melaksanakannya. Artinya, kesehatan juga termasuk kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap manusia. Demikian juga dengan pendidikan. Tidak mungkin manusia mampu mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat, kecuali dia memiliki ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mencapainya. Secara garis besar, strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan pokok berupa jasa (keamanan, kesehatan, pendidikan)
Pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang dijamin dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya, kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni pemenuhan langsung oleh Negara.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan secara bertahap, yaitu: (1) Negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga bekerja mencari nafkah. (Lihat: QS al-Mulk: [67] 15; QS al-Jumu'ah [62]: 10; QS al-Jatsyiah [45]: 12). (2) Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. (3) Negara memerintahkan setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (4) Negara mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan. (5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Bekerja menurut Islam adalah aktivitas yang sangat mulia. Islam telah mengarahkan bahwa motif dan alasan bekerja adalah dalam rangka mencari karunia Allah SWT. Kewajiban memenuhi kebutuhan pokok telah ditetapkan oleh syariat atas orang-orang tertentu: suami atas istri; ayah atas anak-anaknya; anak atas orangtuanya yang tidak mampu. (Lihat: QS ath-Thalaq [65]: 6; QS al-Baqarah [2]: 233; QS an-Nisa' [4]: 36). Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, namun tidak memperoleh pekerjaan, sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawabnya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dan Muslim). Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya. (QS al-Baqarah [2]: 233).
Jika ada yang mengabaikan kewajiban nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan ia berkemampuan untuk itu, maka negara berhak memaksanya untuk memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Hukum-hukum tentang nafkah ini telah banyak diulas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih Islam. Jika seseorang tidak mampu memberikan nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, dan ia pun tidak memiliki sanak kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban pemberian nafkah itu beralih ke baitul mal (negara). Namun, sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara, maka Islam juga telah mewajibkan kepada tetangga dekatnya yang Muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tersebut, khususnya berkaitan dengan kebutuhan pangan untuk menyambung hidup. Meskipun demikian, bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara agar jangan sampai tetangganya kelaparan. Untuk jangka panjang, negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syariat, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 103).
Sebagai jaminan akan adanya peraturan pemenuhan urusan pemenuhan kebutuhan tersebut, dan merupakan realisasi tuntutan syariat Islam, maka dalam tindakan yang konkret, Umar bin al-Khaththab pernah membangun suatu rumah yang diberi nama Dâr ad-Daqîq (rumah tepung). Di sana tersedia berbagai jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya, yang ditujukan untuk membantu para musafir memenuhi kebutuhannya. Rumah itu dibangun di jalan antara Makkah dan Syam, di tempat yang strategis dan mudah dicapai oleh para musafir. Rumah yang sama, juga dibangun di jalan di antara Syam dan Hijaz.
Sistem Ekonomi Islam yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan ini diterapkan atas seluruh masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim yang memiliki identitas kewarganegaraan Islam, juga atas mereka yang tunduk kepada peraturan dan kekuasaan negara (Islam). Tercatat dalam perjalanan sejarah Islam bahwa orang-orang non Muslim telah merasakan bagaimana pengaturan dan jaminan Islam terhadap pemenuhan kebutuhan pokok di bawah naungan daulah Islamiyah. Diceritakan dalam kitab Al-Kharâj karangan Imam Abu Yusuf, bahwa Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab RA., pernah melihat seorang Yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya, "Apakah ada yang bisa saya bantu?" Orang Yahudi itu menjawab, bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan, sementara ia harus membayar jizyah. "Usiaku sudah lanjut," katanya. Amirul Mukminin berkata, "Kalau begitu keadaanmu, alangkah tidak adilnya perlakuan kami. Karena kami mengambil sesuatu darimu di saat mudamu dan kami biarkan kamu di saat tuamu." Setelah kejadian itu, Khalifah Umar bin al-Khaththab lalu membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tersebut, dan memerintahkan baitul mal menanggung beban nafkahnya, beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya.
Pada masa Khalid bin Walid, terhadap penduduk al-Hairah yang beragama Nasrani dan merupakan ahludz dzimmah, diterapkan suatu kebijakan, bahwa jika ada orang tua yang lemah, tidak mampu bekerja, tertimpa kemalangan, atau jatuh miskin hingga kaummya memberikan sedekah kepadanya, maka ia dibebaskan dari tanggungan jizyah dan ia menjadi tanggungan baitul mal, selama ia tinggal di Darul Islam. Jika baitul mal, yang merupakan kas negara dalam keadaan krisis, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat, maka kewajiban itu beralih kepada seluruh kaum Muslim. Kaum Muslim dapat dikenai pajak (dharîbah). Pajak hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya dan tidak boleh diambil dari orang non Muslim.
Rasulullah Muhammad SAW telah mengambil sebagian harta milik orang-orang kaya Bani Nadhir dan membagi-bagikannya kepada sahabat Muhajirin yang fakir. Itu dilaksanakan oleh beliau sebagai realisasi pengamalan perintah Allah SWT dalam dua ayat terdahulu (QS al-Baqarah [2]: 29 dan QS al-Hasyr [59]: 7). Pengambilan pajak itu semata-mata hanya dilakukan negara jika baitul mal tengah dilanda krisis. Itulah hukum-hukum syariat Islam, yang memberikan alternatif pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat, dengan cara yang agung dan mulia, yang akan mencegah setiap individu masyarakat-yang sedang dililit kesulitan hidup-memenuhi kebutuhan mereka dengan cara menghinakan diri (meminta-minta).
Sistem ekonomi Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di dunia ini tidak hanya diperuntukkan pada individu untuk dapat dimiliki sepenuhnya, tetapi dalam Islam dikenal dan diatur pula tentang kepemilikan umum, yaitu pemilikan yang berlaku secara bersama bagi semua ummat. Hal itu didasarkan pada beberapa Hadits Nabi, diantaranya adalah hadits Imam Ahmad Bin Hanbal yang diriwayatkan dari salah seorang Muhajirin, bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda: “Manusia itu berserikat dalam tiga perkara: air, rumput dan api”
Selain pemilikan umum, sistem ekonomi Islam juga mengatur tentang kepemilikan negara, seperti: setiap Muslim yang mati, sedang dia tidak memiliki ahli waris, maka hartanya bagi Baitul Mal, milik negara. Demikian juga contoh yang lain adalah adanya ketentuan tentang kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i dll.
Apabila harta itu telah dikuasai (dimiliki) oleh manusia secara sah, hukum Islam tidak membiarkan manusia secara bebas memanfaatkan harta tersebut. Islam telah menjelaskan dan mengatur tentang pemanfaatan harta yang dibolehkan (halal) dan yang dilarang (haram). Islam mengharamkan pemanfaatan harta untuk membeli minuman keras, daging babi, menyuap, menyogok, berfoya-foya dsb.
Selanjutnya Islam juga mengatur dan menjelaskan tentang pengembangan harta. Islam mengharamkan pengembangan harta dengan jalan menipu, membungakan (riba) dalam hal pinjam-meminjam maupun tukar-menukar, berjudi dsb. Islam membolehkan pengembangan harta dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, syirkah, musaqot dsb. Adapun ketentuan Islam terhadap negara, maka Islam telah menjelaskan bahwa negara mempunyai tugas dan kewajiban untuk melayani kepentingan ummat. Hal itu didasarkan pada salah satu hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda:“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”.
Agar negara dapat melaksakan kewajibannya, maka Islam telah memberi kekuasaan kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan negara dan tidak mengijinkan bagi seorangpun (individu maupun swasta) untuk mengambil dan memanfaatkannya secara liar. Kepemilikan umum seperti: minyak, tambang besi, emas, perak, tembaga, hutan harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf ekonomi rakyat. Distribusi kekayaan itu diserahkan sepenuhnya kepada kewenangan Imam (pemimpin negara) dengan melihat dari mana sumber pemasukannya (misalnya, harus dibedakan antara: zakat, jizyah, kharaj, pemilikan umum, ghanimah, fa’i dsb), maka Islam telah memberikan ketentuan pengalokasiannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Prinsip umum pendistribusian oleh negara, didasarkan pada firman Allah: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (Q.S. Al Hasyr: 7).
Maksud dari ayat di atas adalah agar peredaran harta tidak hanya terbatas pada orang-orang kaya saja di negara tersebut. Oleh karena itu, menurut Islam harta itu seharusnya hanya bisa dimiliki, dimanfaatkan, dikembangkan dan didistribusikan secara sah apabila sesuai dengan ijin dari Allah sebagai Dzat pemilik hakiki dari harta tersebut. Secara lebih terperinci dapat disimpulkan bahwa Sistem Ekonomi Islam dapat dicakup dalam tiga pilar utama, yaitu (An Nabhani, 1990) :
1. Kepemilikan (al-milkiyah), yang meliputi: Kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah). Kepemilikan umum (al milkiyah al-‘ammah). Kepemilikan negara (al milkiyah ad-daulah).
2. Pemanfaatan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah), yang meliputi: Penggunaan harta (infaq al-maal), yaitu untuk konsumsi. Pengembangan kepemilikan (tanmiyat al milkiyah), yaitu untuk produksi.
3. Distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-naas), yang meliputi: Distribusi secara ekonomis, melalui peran individu. Distribusi secara non ekonomis, yaitu melalui peran negara.
Sistem ekonomi ini secara jelas telah menetapkan nilai-nilai islam dalam penerapannya. Dengan demikian sistem ini membutuhkan panduan dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yaitu Qur’an dan Hadis. Pada awal Islam, sistem ini dikembangkan di bawah pengawasan langsung oleh Rasullulah. Sistem ini menanamkan pada para penganutnya bahwa ‘Kekuasaan tertinggi ada pada Allah SWT (Qs 3:26, 15:26, 67:1) Manusia hanyalah makluk yang diciptakan Allah dan diberi amanah untuk menjadi khalifah Allah dimuka bumi.
Islam mengajarkan pada umatnya untuk tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Manusia dianjurkan untuk mencapai kemakmuran yang setinggi-tingginnya di dunia, akan tetapi kegiatan untuk mencapai tingkat kemakmuran tersebut harus seimbang dengan kegiatan Untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana doa yang selalu kita ucapkan pada setiap kesempatan adalah doa sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 21 yaitu : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat.
Pencarian kemakmuran dan nafkah didunia ini merupakan bekal yang harus di usahakan dengan tetap memperhatikan syariah yang sudah digariskan dalam Qur’an dan Hadis. Dalam pencapaian kemakmuran di dunia, Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi kaya namun harus melalui cara-cara yang sesuai dengan ketentuan islam (syariah). Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan misalnya tidak boleh menimbun kekayaan (Q 104: 1-3) sekaligus supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya (Q 59 : 7). Ketentuan lain mengatur tentang haramnya bunga. Larangan terhadap bungadi dalam Qur’an dilakukan secara bertahap. Tahap terakhir adalah penegasan bahwa bunga, berapapun besarnya, adalah haram. Hal ini terjadi dengan turunnya ayat 278-279 Surah Al Baqarah yang disampaikan Rasullulah dalam khutbah Haji terakhir pada tahun ke Sembilan Hijriah yang merupakan ayat terakhir yangberkaitan dengan pengharaman bunga. Dalam ayat yang lain ditekankan pula bahwa orang yang mampu harus membayar zakat. Disini terjadi distribusi dari yang kaya ke orang yang Fakir dan miskin.
Masih banyak ketentuan lain, namun secara ringkas, sistem ekonomi islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Kekuasaan tertinggi adalah Allah dan Allah adalah pemilik absolute atas semua yang ada
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya,
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin allah. Oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5. Kekayaan harus berputar.
6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk harus dihilangkan
7. Terdapat distribusi yang wajib diatur oleh negara dari orang yang kaya dengan yang miskin yang secara pasti diatur dengan adanya zakat.
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat miskin.
Ekonomi islam sebagaimana termaktub dalam Qur’an dan Hadis diperoleh gambaran umum yaitu sistem yang tidak ada unsur riba dalam segala aspek kegiatan ekonomi dan mewajibkan kegiatan zakat bagi seluruh pelaku ekonomi sebagai penggerak utama dari kegiatan ekonomi disamping akhlak para pelaku ekonomi haruslah akhlak yang berdasarkan Qur’an dan Hadis.
Ekonomi Rakyat
Konsep ekonomi rakyat adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-98). Ekonomi rakyat adalah istilah ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak zaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum marhaen. Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik “populis” yang dipakai untuk mencatut atau mengatasnamakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu. Ekonomi Rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dll, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil-Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai “usaha” atau “perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.
Ekonomi rakyat atau ekonomi barang private adalah ekonomi positif, yang menjelaskan bagaimana unit-unit produksi mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang private dan jasa private dan mendistribusikan barang dan jasa dimaksud pada konsumen, sehingga diperoleh ketuntungan yang maksimal bagi produsen, biaya yang minimal bagi produsen, dan utility yang maksimal bagi konsumen(Drs. Revrisond Baswir, MBA).
Disinilah Mubyarto mendefinisikan ekonomi Pancasila sebagai bentuk perekonomian yang dijalankan secara kekeluargaan tanpa memisahkan secara tegas aspek produksi, aspek konsumsi, dan aspek distribusi. Inilah bentuk perekonomian rakyat yang terjadi di Indonesia sepanjang zaman. Jadi Mubyarto menganggap bahwa ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat.
Kenapa ekonomi rakyat? Alasannya, bentuk kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi yang sulit dipisahkan di antara pelaku-pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia menunjukkan tingkat perputarannya yang relatif masih rendah. Kemudian bentuk perekonomian bangsa Indonesia relatif masih dianggap sebagai perekonomian rumah tangga penduduk. Jadi, perekonomian yang berkembang di Indonesia masih digolongkan ke dalam bentuk perekonomian kaum papa.
Jadi, karena perekonomian nasional dikategorikan sebagai ekonomi rakyat--- maka perlu adanya "keberpihakan" pemerintah terhadap kaum papa ini yang menjalankan perekonomiandalam bentuk antar rumah tangga-rumah tangga penduduk. Artinya "keberpihakan" terhadap masyarakat kecil, grassroot, akan mampu mencapai bentuk ekonomi Pancasila (rakyat), yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alasannya, lebih 100 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini dikategorikan di bawah ambang garis kemiskinan, poverty line.
Kalau ini yang diharapkan, tentunya berbagai kebijakan pemerintah semenjak diusulkannya ekonomi Pancasila di awal tahun 1980-an harus mengarah pada pemberdayaan perekonomian "wong cilik." Namun apa lacur, berbagai bentuk skema kredit yang disalurkan, di dasawarsa 1980-an dan 1990-an, oleh perbankan Indonesia sebesar 80% di antaranya diarahkan kepada pengusaha besar, konglomerat. Porsi yang disalurkan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hanya sebesar 20% saja.
Melihat ketimpangan distribusi penyaluran kredit ini, tentunya hal ini menuntut keseimbangan proses distribusi ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat yang menghendaki "keberpihakan" kepada masyarakat kelas "wong cilik." Mubyarto mendapat tekanan dari para konglomerat dan elit-elit politik di rezim soeharto agar pengertian ekonomi Pancasila tidak hanya dalam bentuk ekonomi rakyat, karena ini memberikan konotasi akan pentingnya seluruh masyarakat Indonesia, baik yang bergerak di bidang usaha kecil, usaha menengah, maupun usaha besar. Dengan perubahan pandangan yang lebih luas ini, maka para konglomerat bisa berlindung ke dalam definisi ekonomi kerakyatan dan bukan ke dalam definisi ekonomi rakyat. Tuntutan perubahan ini telah menjadi ajang di dalam penulisan perekonomian Indonesia sebagai ekonomi kerakyatan yang termaktub di dalam berbagai Garis Besar Haluan Negara semenjak akhir dasawarsa 1980-an hingga kini, seperti yang tertuang pula di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 (BN 6580 hal.12B-23B dst) tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.
Ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat, walaupun melalui berbagai intervensi dari kepentingan-kepentingan tertentu berubah menjadi ekonomi kerakyatan. Namun bagaimanapun, ekonomi Pancasila- menurut penggagasnya, Prof. Dr. Mubyarto, - mempunyai perbedaan operasional dibandingkan dengan bentuk ekonomi yang dikembangkan kaum Neoklasik.
Perbedaan itu terletak pada sifat produksi, konsumsi, dan distribusinya dari masyarakat "timur" seperti bangsa Indonesia khususnya (Asia Tenggara umumnya) dengan masyarakat "barat" (seperti Eropa, Amerika maupun Australia). Sistem ekonomi di Negara-negara "barat" itu sangat percaya melalui mekanisme produksi dan konsumsi yang terpisahkan secara ketat mampu melakukan distribusi secara merata dengan sendirinya, trickling down effect. Namun sewaktu konsep tersebut di aplikasikan di Negara-negara "timur" nampaknya tidak berjalan dengan baik.
Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi Kerakyatan adalah istilah yang relatif baru. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada 1985, dalam artikelnya di majalah Prisma. Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80 persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Konsep Ekonomi Kerakyatan dalam pandangan Sarbini adalah bagian dari ideologi Sosialisme Kerakyatan, yang dicetuskan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Sjahrir, pada 1947. Ekonomi Kerakyatan adalah komponen ekonomi dari ideologi Sosialisme Kerakyatan yang mencakup berbagai sektor kehidupan, bertolak dari suatu konsep politik kebudayaan yang berintikan kebebasan, pembebasan, dan kemajuan—yang menganggap Marxisme dan Komunisme adalah ajaran yang ketinggalan zaman. Penganut utama ideologi ini antara lain adalah Soedjatmoko, Sarbini, dan muridnya, Dr Sjahrir. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan adalah suatu konsep strategi pembangunan dalam context Indonesia. Inti konsep ini adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam pengertian petit peuple atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif. Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau pemerintah. Hal itu dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang merintangi kegiatan produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.
A. Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan
(1) Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 1993).
(2) Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.
B. Landasan Konstitusional Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu:
1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)
2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
3) Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”
4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”
5) Pasal 33 UUD 1945:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
6) Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."
C. Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut
1. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral"
2. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.
4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
D. Substansi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945, dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.
1. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional.
Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian."
2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Negara wajib menjalankan misi demokratisasi modal melalui berbagai upaya sebagai berikut:
3. Demokratisasi modal material
Negara tidak hanya wajib mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.
4. Demokratisasi modal intelektual
Negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersialkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya.
5. Demokratisasi modal institusional
Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk mendirikan koperasi.
E. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan
1. Peranan vital negara (pemerintah).
Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi).
Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
4. Pemerataan penguasaan faktor produksi.
Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian.
Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan.
Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama". Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.
7. Kepemilikan saham oleh pekerja.
Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.
F. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:
1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3. Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.
Ekonomi Koperasi
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dari segi etimologi kata "koperasi" berasal dan bahasa Inggris, yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha (multipurpose), misalnya pembelian dan penjualan.
Definisi Koperasi menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian sebagai berikut :
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:
• Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
• Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Pengertian Koperasi sampai sekarang masih menimbulkan diskusi. Seperti yang dikutip oleh Hendar dan Kusnadi (1999:12) (dalam Asep Dani:1999):
1. Menurut Internasional Cooperative Alliance (ICA), Koperasi sebagai kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama-sama saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip Koperasi.
2. Menurut Calver, Koperasi adalah organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan secara sukarela sebagai manusia atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.
3. Moch. Hatta dalam Koperasi membangun dan membangun Koperasi. Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.
4. Ropke memberikan definisi Koperasi sebagai suatu organisasi bisnis yang para pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut kriteria identitas suatu Koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha Koperasi dari unit usaha yang lainnya.
Syamsuri SA (1986:102) (dalam Asep Dani:1999) memberikan definisi koperasi sebagai berikut:
Koperasi adalah organisasi ekonomi swadaya berdasarkan Pancasila beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi yang bekerjasama menjalankan satu atau lebih kegiatan ekonomi dan secara terus menerus melaksanakan pendidikan anggota, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Masing-masing ahli punya definisi tersendiri mengenai Koperasi tetapi dari semua definisi diatas ada kesamaan ide serta pikiran tentang Koperasi, diantaranya :
1. Koperasi merupakan sekumpulan orang dalam suatu wadah ini artinya Koperasi bukan kumpulan modal.
2. Semuanya merujuk pada peningkatan ekonomi anggota secara bersama-sama saling membantu berdasarkan pada prinsip Koperasi.
Dari pengertian koperasi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa yaag mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerja sama, gotong-royong dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Keja sama dan gotong-royong ini sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya. Mengenai keanggotaan dalam koperasi berlaku asas satu anggota, satu suara. Karena itu besarnya modal yang dimiliki anggota, tidak menyebabkan anggota itu lebih tinggi kedudukannya dari anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua, permodalan itu sendiri tidak merupakan satu-satunya ukuran dalam pembagian sisa hasil usaha. Modal dalam koperasi diberi bunga terbatas dalam jumlah yang sesuai dengan keputusan rapat anggota. Sisa hasil usaha koperasi sebagian besar dibagikan kepada anggota berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam pemanfaatan jasa koperasi. Misalnya, dalam koperasi konsumsi, semakin banyak membeli, seorang anggota akan mendapatkan semakin banyak keuntungan.
Hal ini dimaksudkan untuk lebih merangsang peran anggota dalam perkoperasian itu. Karena itu dikatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, bukan perkumpulan modal. Sebagai badan usaha, koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan akan tetapi lebih dari itu, koperasi bercita-cita memupuk kerja sama dan mempererat persaudaraan di antara sesama anggotanya.
Karakteristik Koperasi
Menurut Neti Budiwati dan Lazza susanti (2007:3) sebagai badan usaha pada hakekatnya koperasi memiliki karakteristik dan tujuan yang tidak jauh berbeda bentuk badan usaha lainnya. Namun, bukan berarti antara koperasi dengan badan usaha lainnya mempunyai kesamaan dalam segala hal, karena mau tudak mau harus diakui bahwa koperasi memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh badan usaha lain. Kesamaan yang jelas antara koperasi dengan usaha non-koperasi yang sama-sama sebagai badan usaha adalah sama-sama bertujuan untuk memperoleh laba. Akan tetapi koperasi memiliki ciri yang sangat khas, yaitu anggota koperasi memiliki “identitas ganda” (dual identity), sebagai pemilik sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa koperasi. Identitas ganda inilah yang menjadi kekuatan koperasi. Sebagai pemilik, maka anggota koperasi diharapkan dapat memberikan kontribusi pada koperasi baik berupa modal, pelaksanaan program serta pengawasan demi kemajuan koperasi. Sebagai pelanggan, anggota dapat memanfaatkan berbagai pelayanan usaha koperasi.
Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
2.3.5 Kadar Kapitalisme dan Sosialisme
Unsur-unsur kapitalisme dan sosialisme jelas terkandung dalam pengorganisasian ekonomi Indonesia. Untuk melihat seberapa tebal kadar masing-masing “isme” ini mewarnai perekonomian, seseorang bisa melihatnya dari dua pendekatan. Pertama adalah dengan pendekatan factual-struktural, yakni menelaah peranan pemerintah atau negara dalam struktur perekonomian. Kedua adalah pendekatan sejarah, yakni dengan menelusuri bagaimana perekonomian bangsa diorganisasikan dari waktu ke waktu.
Untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.
Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya.
Dengan pendekatan sejarah dapat dipelajari, betapa bangsa dan masyarakat kita tidak pernah dapat menerima pengelolaan makroekonomi yang terlalu barat ke kapitalis ataupun sangat bias ke sosialisme. Percobaan-percobaan pengelolaan makroekonomi yang kapitalistik, yang dilakukan oleh berbagai cabinet sejak republic ini berdiri hingga sekitar tahun 1959, akhirnya runtuh. Begitu pula gagasan sosialisme ala Indonesia yang dicoba oleh soekarno antara tahun 1959 hingga tahun 1965, pun tidak berjalan. Perekonomian baru berjalan mantap, dalam arti perkembangannya signifikan, setelah menginjak orde baru perekonomian dikelolan secara ulur-tarik diantara kapitalisme dan sosialisme. (Dumairi, 1996:35)
2.4 Sistem Perekonomian Indonesia
2.4.1 Falsafah Hidup
Sistem ekonomi di Indonesia apakah termasuk kapitalis, liberalis atau sosialis, Dumairy (1996) menegaskan sebagai berikut: Ditinjau berdasarkan sistem pemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalistik. Sama halnya, tak pula cukup argumentasi untuk mengatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah sistem ekonomi sosialis.
Sebenarnya, sistem perekonomian Indonesia, dari awal sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang tercantum dalam UUD ’45 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Dalam UUD ’45 pada ayat 1 berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan; ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.”
Dalam penjelasan UUD ’45, pasal 33 adalah dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sistem perekonomian tidak lain adalah bentuk hubungan produksi, yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan siapa yang memiliki atau menguasai alat-alat produksi. Jika yang memiliki alat-alat produksi tersebut negara dan rakyat dalam organisasi koperasi, sedangkan swasta perorangan atau berbadan hukum tidak diperkenankan, maka sistem perekonomian semacam itu dinamakan sistem perekonomian sosialis, seperti Uni Soviet pada masa lampau. Jika alat-alat produksi didominasi pemilikannya dan penguasaannya oleh swasta perorangan atau badan hukum perseroan, maka dinamakan sistem perekonomian kapitalis. Jika alat-alat produksi dimiliki atau dikuasai oleh negara, masyarakat dalam organisasi koperasi, dan perusahaan swasta perorangan maupun perseroan, maka sistem perekonomian itu disebut sitem perekonomian campuran (mixed economy).
Sistem perekonomian Indonesia menurut UUD ’45 adalah sistem perekonomian campuran, di mana negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; juga bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang merupakan pokok kemakmuran rakyat dikuasi oleh negara.
Swasta diperkenankan untuk menguasai cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Organisasi koperasi yang mengorganisir usaha-usaha rakyat dakam semua sektor menjadi salah satu pilar penting dalam sistem perekonmian Indonesia. Jadi dalam sistem perekonomian Indonesia terdapat tiga pilar perekonomian : Perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD yang merupakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; organisasi-organisasi koperasi sebagai badan hukum perusahaan bagi usaha-usaha yang dimiliki rakyat banyak; perusahan-perusahaan swasta yang berusaha dalam sektor-sektor yang produktif. Antara perusahaan-perusahaan BUMN/BUMD dan organisasi-organisai koperasi, serta perusahaan-perusahaan swasta besar dan kecil harus menciptkan kerjasama berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai suatu perekonomian nasioanal yang demokratis.
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang). Indonesia mengkui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Hal ini diatur dengan tegas oleh pasal 33 UUD 1945 dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.. Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945. Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong. Jadi secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelas bahwa untuk memahami sistem ekonomi apa yang diterapkan di Indonesia, paling tidak secara konstitusional , perlu dipahami terlebih dahulu ideologi apa yang dianut oleh Indonesia. Dalam kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
2.4.2 Sistem Ekonomi pada Masa Penjajahan Belanda
Menurut sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, sejarah ekonomi kolonial Hindia Belanda dapat dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945.
Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1) Hak mencetak uang
2) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3) Hak menyatakan perang dan damai
4) Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5) Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu.
Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a) Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
b) Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c) Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d) Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :
a) Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
b) Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
c) The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
• Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
• Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
• Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll.
Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda.
Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah.
Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a) Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b) .Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c) Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
Sistem–sistem ekonomi ini meninggalkan kemelaratan bagi rakyat Indonesia, namun di sisi lain melahirkan budaya cocok tanam, sistem uang, dan budaya industri. Bahkan sebenarnya pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Indonesia menjadi salah saatu kekuatan ekonomi di Asia. Pada masa itu, Indonesia merupakan pengekspor terbesar sejumlah komoditas promer khususnya gula, kopi, teh ,kina, karet dan minyak kelapa sawit.
Pada dekade 1930-an seluruh perkebunan hindia belanda mencapai luas hampir 3,8 juta hectare. ekspornya mencapai 1,6 miliar gulden pada akhir dekade 1920-an . Bank- bank bermunculan dan juga lahir lembaga perkreditan rakyat , yang pada awalnya dimodali oleh lumbung desa (simpanan padi kolektif). Industri manufaktur berkembang pesat yang pada tahun 1940 menyumbang 430 juta gulden (mata uang Belanda). Pertumbuhan industri manufaktur dimotori oleh pertumbuhan industri-industri gula. Selain industri–industri sabun ,semen, keramik,logam baja, es, rokok,dan mesin-mesin pabrik juga berkembang pesat ,yang semuanya berlokasi di jawa. Pasar modal muncul dan mod lasing (khususnnya dari Inggris dan Belanda) masuk dalam jumlah yang besar di perkebunan, pertambangan, dan industri manufaktur. Infrastruktur untuk mendukung perekonomian juga berkembang baik, seperti pelabuhan pelabuhan laut, jalan kereta api, jalan-jalan raya,termasuk pembangunan jalan raya pos (Groote postweg) sepanjang 1000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan.
Namun, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perkembangan ekonomi yang pesat itu tidak member peningkatan kesejahteraan bagi rakyat. Menurut data statistic 1930 yang dikemukakan oleh Prof Mubyarto (2005) (dikutip dari Trihusodo dkk.2005 dalam Tulus Tambunan, 2009: 11) dari penerimaan Hindia Belanda yang sekitar 670 juta gulden saat itu, 59,1 juta penduduk pribumi hanya kecipratan 3,6 juta gulden (0,54%), sedangkan penduduk keturunan Tionghoa yang jumlahnya sekitar 1,3 juta orang dapat 0.4 juta gulden.Sementara sisa 665 juta gulden (99,4%) dinikmati oleh oleh orang kulit putih (sebagian besar Belanda) yang Cuma berjumlah 241.000 jiwa.
2.4.3 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama
Soekarno sebagai Bapak proklamator sangat membenci dasar- dasar pemikiran barat, termasuk ekonomi liberal / kapitalis. Soekarno menganggap sistem kapitalisme-liberalisme selama penjajahan Belanda telah menyengsarakan rakyat sehingga untuk mengusir atau mengimbangi kekuatan ekonomi barat yang berlandaskan kapitalisme-liberalisme. Indonesia harus menerapkan pemikiran dari Marhaenisme yaitu Marxisme.
Tetapi baru pada tahun 1959 paham kapitalisme-liberalisme secara konstitusional ditolak dengan diberlakukannya UUD 1945 sebagai landasan sistem ekonomi nasional. Namun demikian dalam praktiknya, Soekarno menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Dengan sistem ini pemilihan industri yang akan dibangun, ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat.Selama periode orde lama (1945-1966), perekonomian Indonesia tidak berjalan mulus, bahkan sangat buruk yang juga disebabkan oleh terjadinya beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera dan Sulawesi, pada decade 1950-an yang nyaris melumpuhkan sendi-sendi perekonomian nasional.
Ketidakstabilan politik di dalam negeri yang membuat hancurnya perekonomian Indonesia pada masa Soekarno juga diwarnai oleh perubahan cabinet selama 8 kali pada masa demokrasi parlementer pada periode 1959-1956, yang diawali oleh cabinet Hatta (Desember 1949-September 1950), dan setelah itu berturut-turut cabinet Natsir (September 1950-Maret 1951), cabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952), cabinet wilopo (April 1952- Juni 1953), cabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955), cabinet Burhanuddin (Agustus 1955- Maret 1956), cabinet Ali II (April 1956- Maret 1957), dan cabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959)
Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih Gulden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada masa Cabinet Natsir., untuk pertama kalinya dirumuskan sustu perencanaan pembangunan ekonomi. Pada masa Cabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain nasionalisasi De Javase Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan sistem kurs berganda.
Pada masa Cabinet Wilopo, langkah-langkah konkret yang diambil untuk pemulihan perekonomian perekonomian indonesia pada masa itu diantaranya adalah untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pada masa kabinet Ali I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat.
Selama cabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi yang penting dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor dan kebijakan uang ketet laju uang beredar. Berbeda dengan kabinet-kabinet sebelumnya, pada masa kabinat Ali II, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti selain merencanakan sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-60. Ketidakstabilan politik di dalam negeri semakin membesar pada masa kabinet Djuanda, sehingga praktis kabinet ini juga tidak bisa berbuat banyak bagi pembangunan ekonomi. Pada masa kabinet Djuanda juga dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan Belanda.
Pada tahun 1957, Soekarno mancanangkan “Ekonomi Terpimpin” yang lebih memperkuat lagi sistem Ekonomi Komando, dan selama tahun 1957-1958 terjadi nasionalisasi-nasionalisasi perusahaan Belanda. Dengan pencanangan Ekonomi Terpimpin, sistem politik dan ekonomi Indonesia semakin dekat dengan haluan/ pemikiran sosialis. Walaupun ideologi Indonesia adalah pancasila, pengaruh ideologi komunis dai negara bekas Uni Soviet dan China sangat kuat.
Sebenarnya pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya memilih haluan politik yang berbau komunis hanya merupakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, imperialisasi dan anti kapitalisasi pada saat itu. Pada masa itu prinsip-prinsip individualism, persaingan bebas dan perusahaan swasta/pribadi sangat ditentang karena oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya prinsip-prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan dana dari negara-negara Barat, abik dalam bentuk pinjaman maupu penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang sangat besar (Hill dan Williams, 1989) (dalam Tulus Tambunan, 2009:13). Hingga pada akhir tahun 1950-an, tepatnya sebelum menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda, sumber utama penanaman modal asing Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkait.
Pada tahun 1963, soekarno menyampaikan konsep ekonomi yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Ekonomi, yang berisi semacam tekat untuk menggunakan sistem ekononmi pasar sebagai “koreksi” terhadap praktik-praktik ekonomi komando. Sayangnya, tekat ini tidak dapat dilaksanakan karena tidak mendapatkan dukungan dari partai-partai politik yang ada pada saat itu, termasuk Partai Komunis Indonesia. Prinsip-prinsip Deklarasi Ekonomi akhirnya dilupakan orang dan akhirnya hingga berakhirnya orde lama, sistem ekonomi Indonesia yang berlaku tetap sistem komando.(mubyarto, 2000) dalam tulus tambunan 2009:1.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI Kas negara kosong.Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:
• Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
• Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
• Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
• Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
• Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Perkembangan sistem ekonomi Indonesia sebelum masuk pada masa orde baru juga dalam perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya:
a. Free Fight Liberalism
Adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi lemah, dengan akibat semakain bertambah jurang pemisah si kaya dan si miskin
b. Etatisme
Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang berasing secara sehat.
c. Monopoli
Suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi demokrasi dan mungkin campuran. Namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai pada tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950-1965 telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Program-program tersebut adalah:
a. Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
b. Program Sumitro Plan tahun 1951
c. Rencana lima tahun pertama, tahun 1955-1960
d. Rencana delapan tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hal yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
a. Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya namun oeh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cendeeung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat padamasa ini kepentingan politik lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan irian barat
b. Akibat lanjut dari keadaan diatas, dana negara yang seharusnya dialoksikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
c. Terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu.
d. Program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak
e. Kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia liberalis 1950-1957 dan etatisme (1958-1965)
Akibat etatisme di Indonesia:
a. Semakin rusaknya sarana-saran produksi dan komunikasi yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor
b. Hutang luar negeri justru dipergunakan untuk proyek mercusuar
c. Deficit anggaran negara yang semakin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru sehingga inflasi tinggi
d. Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni 2,2 %.
2.4.4 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa orde baru yang lahir tahun1966 sistem ekonomi berubah total, berbeda dengan pemerintahan orde lama, dalam era Soeharto ini paradigma pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), dan politik ekonomi diarahkan kepada upaya-upaya dan cara- cara menggerakan kembali roda ekonomi.
Awal orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitsi, perbaikan, hampir diseluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehalibitasi ini terutama ditujukan untuk:
• Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian lama
• Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang sangat tinggi tercatat bahwa:
a. Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
b. Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
c. Tingkat inflasi 1968 sebesar 85%
d. Tingkat inflasi 1969 sebesar 9,9%
Dari data diatas, menjadi jelas mengapa rencana (Repelita I) baru dimulai tahun 1969. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia kembali menjadi anggota PBB, IMF, yang putus pada zaman Soekarno.
Dengan membaiknya hubungan Indonesia dengan lembaga donor internasional tersebut, Indonesia mendapat pinjaman untuk membiayai deficit anggaran belanja pemerintah, yang sumber dananya berasal dari pinjaman bilateral sejumlah negara barat, seperti Amerika serikat, Inggris dan Belanda.
Pemerintah orde lama meninggalkan berbagai masalah serius bagi pemerintahan orde baru, termasuk kelangkaan bahan pangan dan pasokan bahan baku yang nyaris terhenti, hipreinflasi, produksi daalm negeri yang nyaris terhenti, kerusakan insfrastruktur yang parah, terkurasnya cadangan devisa, tingginya tunggakan utang luar negeri (ULN), deficit APBNyang sangat besar, dan krisis neraca pembayaran. Oleh sebab itu, sebelum pembangunan resmi dimulai, terlebih dahulu dilakukan pemulihan stabilitas di semu aspek kehidupan, ekonomi, sosial dan politik dan rehabilitasi ekonomi didalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflsi lewat kebijakan uang ketat, yakni dengan menghentikan pencetakan uang yang pada masa orge lama berlangsung tak terkendali, membuat anggran belanja pemerintah berimbang, menghidupkan kembali kegiatan produksi dalam negeri, khususnya pangan, memperbaiki infrastruktur, menghilangkan krisis neraca pembayaran, antara lain lewat peningkatan ekspor. Juga pada awal orde baru, pemerintah harus membayar ULN yang jumlahnya mencapai 530 juta dolar AS, padahal pada saat itu penghasilan pemerintah dari ekspor migas dan nonmigas tercatat hanya 430 juta dolar AS.
Sehingga penjadwalan ULN menjadi hal yang mendesak agar cadangan devisa yang ada bisa sepenuhnya digunkan untuk mengimpor barang-barang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat dan proses pembangunan ekonomi di dalam negeri, seperti makanan, bahan baku yang telah diolah dan barang modal (Atmamto dan Febriana, 2005 dikutip dari Tulus Tambunan, 2009:14).
Pada awal era Soeharto ini, pemerintah mengambil beberapa langkah drastis yang bersifat strategis yang menandakan sedang berlangsungnya suatu perubahan yang cepat dalam sistem ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi komando ke sistem ekonomi pasar, di antaranya adalah dikeluarkannya sejumlah paket kebijakan liberalisasi dalam perdagangan dan investasi.
Paket-paket kebijakan jangka pendek tersebut tindak lanjut dari diterbitkannya Tap MPRS No.XXIII tahun 1966 tentang pembaruan landasan kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan, yang bertujuan untuk menstimulasi swasta masuk ke sector-sektor strategis (chaniago,2001), salah satu paket kebijakan yang sanagt penting dalam arti sanagt berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia selama pmerintahan orde baru adalah UU Penanaman Modal Asing yang dikeluarkan pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Untuk mendukung pelaksanaan kdua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan deregulasi dan kebijakan debirokratisasi untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan perekonomian pada umumnya dan investasi pada khususnya (Salim, 2000). Selain itu, pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya (Tambunan, 2006b)
Pada masa orde baru, pembangunan ekonomi diatur melalui serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai dengan Repelita I (1969-1974), dengan penekanan utama pada sektor pertanian dan industry-industri yang terkait dengan agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada Repelita I terpusat pada pembangunan industri- industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan substitusi impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan baku yang dimiliki Indonesia, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan juga industri-industri dasar, seperti pupuk, semen, kimia dasar, bubuk kertas dan kertas, dan tekstil (Tanbunan, 20006b).
Sejak decade 80-an perekonomian Indonesia mengalami suatu pergesaran ke arah yang lebih liberal dan terdesentralisasi berbarengan dengan berubahnya peran pemerintah pusat dari yang sebelumnya sebagai agen pembangunan ekonomi di samping agen pembangunan social dan politik ke peran lebih sebagai fasilitator bagi pihak swasta, terutama dari segi administrasi dan regulator, sedangkan peran swasta meningkat pesat. Pergeseran ekonomi Indonesia ini didorong oleh sejumlah paket deregulasi yang diawali dengan deregulasi sistemn perbankan pada tahun 1983 dan deregulasi perdagangan pada tahun 1984.
Paket-paket deregulasi tersebut sesuai dengan tuntutan dari negara-negara donor, Bank Dunia, dan IMF yang dikenal dengan sebutan “Consensus Washington”.
Karena ekonomi Indonesia pada masa orde baru semakin tergantung pada modal asing, khususnya PMA, dan pinjaman luar negeri, pemerintah Indonesia tidak ada pilihan lain selain melakukan deregulasi-deregulasi tersebut. “Consensus Washington” tersebut terdiri atas 12 butir (Mas’oed, 2001) dalam Tambunan, 2009:16:
1) Penghapusan kontrol pemerintah atas harga komoditi, faktor produksi dan mata uang;
2) Disiplin fiscal untuk mengurangi deficit anggaran belanja pemerintah atau Bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa mengakibatkan inflasi;
3) Pengurangan belanja pemerintah dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang tidak terlalu penting atau yang secara positif sensitive ke pembiayaan infrastruktur, kesehatan primer masyarakat, dan pendidikan;
4) Reformasi sistem perpajakan dengan penekanan pada perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajan insentif bagi pembayar pajak, pengurangan penghindaran dan manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada asset yang ditaruh diluar negeri;
5) Liberalisasi keuangan yang tujuan jangkan pendeknya adalah untuk menghapuskan pemberian tungkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari tingkat inflasi, dan tujuan jangka panjangnya untuk menciptakan tingkat bunga berdasarkan kekuatan pasar demi memperbaiki alokasi modal;
6) Menciptakan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggal dan kompetitif;
7) Liberalisasi perdagangan dengan mengganti pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota dan tariff dan secara progresif mengurangi tariff sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam;
8) Peningkatan tabungan dalam negeri melalui langkah-langkah yang telah disebut di atas, seperti pengurangan deficit anggaran belanja pemerintah (disiplin fiscal), reformasi perpajakan, dan lain-lain;
9) Peningkatan PMA;
10) Privatisasi perusahaan negara;
11) Penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan; dan
12) Property right , sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, capital, dan bangunan.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan berkurangnya peran pemerintah atau negara dalam bidang ekonomi. Bahkan pada dekade 80-an hingga awal 90-an sempat muncul perdebatan public antara pihak yang tetap menginginkan pemerintah sebagai pemain utama sesuai bunyi pasal 33 UUD 1945 (ayat 2 dan 3), dan pihak yang menginginkan kebebasan sistem ekonomi pasar yang mampu mengembangkan demokrasi ekonomi sesuai penjelasan pasal 33 tersebut. Mackie dan MacIntyre (1994) (dalam Tambunan, 2009:16) melihat ada tiga mazhab politik ekonomi di Indonesia pada masa itu, yakni: kaum teknokrat (ekonomi) yang berpaham pasar bebas, kaum inventoris yang menginginkan peran besar dari negara dalam pembangunan, dan kaum nasionalis pola lama yang ingin selalu berpegang teguh pada ideologi bangsa-negara sebagaimana tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.
Sistem ekonomi Indonesia cenderung semakin kapitalis atau sistem ekonomi pasar bebas semakin luas diterapkan sejak era reformasi pada tahun 1998 hingga sekarang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ada dua dorongan utama yang membuat hal ini terjadi. Pertama, karena desakan imf sebagai konsekuensi dari bantuan keuangan dari lembaga moneter dunia tersebut yang diterima oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai proses pemulihan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sudah diketahui secara umum bahwa setiap negara yang menerima bantuan dari IMF maka harus melakukan apa yang disebut “penyesuaian structural” yang terdiri atas sejumlah langkah yang harus ditempuh oleh negara-negara penerima bantuan yang menjurus ke liberalisasi perekonomian mereka. Langkah-langkah yang paling penting dan yang pada umumnya paling berat untuk dilakukan karena sering menimbulkan dampak negatif jangka pendek terhadap ekonomi dan gejolak social di negara peminjam (Tambunan, 2009:17):
1. Menghilangkan segala bentuk proteksi, termasuk hambatan-hambatan nontariff, untuk meningkatkan perdagangan luar negeri dan arus investasi asing;
2. Menghapuskan segala macam subsidi dan menaikan penerimaan pajak untuk menguatkan fiscal;
3. Menerapkan kebijakan moneter yang sifatnya kontraktif untuk menjaga stabilitas harga (menekan laju inflasi) dan nilai tukar mata uang nasional;
4. Memprivatisasikan perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan sekaligus mengurangi beban keuangan pemerintah (dalam kasus Indonesia adalah APBN);
5. Meningkatkan ekspor untuk meningkatkan cadangan devisa;
6. Menigkatkan efisiensi birikrasi dan menyederhanakan segala macam peraturan yang ada atau menghapuskan berbagai peraturan yang terbukti selama itu menimbulkan distorsi pasar untuk menghilangkan ekonomi biaya tinggi;
7. Mereformasikan sektor keuangan untuk meningkatkan efisiensi di sektor tersebut.
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997.
2.4.5 Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terlibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campur tangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih. (Drs. Suprajitno : Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia)
a) Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
• Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia.
• Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 di hilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi.
• Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
• Satu dari sekian banyak agenda ekonomi neoliberal adalah pelaksanaan Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Semula, dalam APBN 2006, target privatisasi BUMN hanya ditetapkan sebesar satu triliun rupiah. Tetapi menyusul pembahasan APBN-P 2006, target tersebut tiba-tiba meningkat menjadi Rp3 triliun. Artinya, jika mengacu ke tenggat waktu yang tersedia, dalam dua bulan terakhir 2006 pemerintah bermaksud menjual BUMN sebesar Rp2 triliun. Yang jauh lebih mengejutkan adalah penetapan target privatisasi BUMN untuk tahun anggaran 2007. Semula, ketika mengajukan RAPBN 2007, pemerintah hanya mengusulkan privatisasi BUMN sebesar Rp3,3 triliun. Tetapi, dalam proses pembahasannya di DPR, tiba-tiba saja muncul gagasan untuk dari Departemen keuangan untuk menaikkan target privatisasi BUMN menjadi Rp4,5 triliun. Jika dilihat dari segi jumlah perusahaannya, maka dalam tahun anggaran 2007 terdapat sekitar 17 BUMN yang antri untuk dijual. Penetapan target privatisasi BUMN tersebut ternyata tidak ditetapkan oleh Kementerian negara BUMN, melainkan oleh Departemen Keuangan. Artinya, dalam pelaksanaan privatisasi BUMN selama ini, Kementerian Negara BUMN cenderung di fait accomply oleh Departemen Keuangan (Prof. Dr. Mubyarto: http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id). Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
• Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan.
b) Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.
Setelah banyak dinilai gagal memperbaiki perekonomian ,SBY dinilai belum jelas dalam mengusung sistem perekonomian . Hal itu pulalah yang menyebabkan kepemimpinan SBY tidak banyak memberikan perubahan dan perbaikan di sektor ekonomi. Menurut Nina saptitriaswati dalam media Indonesia, Ketidakjelasan dilihat dari platform ekonomi kerakyatan yang diusung SBY. Ia mencontohkan pengambilan utang sampai Rp. 350 triliun sepanjang masa pemerintah dan gemar mengaktifkan pasar modal. SBY dinilai menggunakan utang luar negeri dan domestik serta penjualan asset sebagai pembiayaan utama ekonomi.
Menurut Nina dalam media Indonesia, “ konsep ini jauh dari apa yang dikenal dengan ekonomi kerakyatan “. Dalam ekonomi kerakyatan , paham ekonomi yang dianut seharusnya untuk memberdayakan masyarakat secara adil yaitu memberikan kemakmuran sebesar- besarnya untuk rakyat . Sementara itu apa yang dilakukan SBY di nilai hanya menguntungkan sebagian kaum dan sektor saja. Dalam pengambilan utang, keputusan yang dilakukan SBY cenderung menguntungkan mereka yang berada di sektor financial , padahal masyarakat Indonesia paling besar berada di sektor riil. SBY dinilai lamban dalam melakukan perubahan ke arah perbaikan dalam sektor ekonomi. Dalam kurun waktu hampir lima tahun SBY baru prorakyat pada paruh waktu kedua periode jabatannya. Program prorakyat tersebut seperti : PNPM dan BOS. Hendri Saparini dalam media Indonesia mengatakan ekonomi neoliberal yang diusung SBY-JK tak mampu mengurangi penganguran dan tingkat kemiskinan . Angka kemiskinan meningkat dari Rp 18 trilliun di tahun 2004, menjadi 70 triliun di tahun 2008 tapi faktanya jumlah orang miskin bila klaim pemerintah bisa dipercaya tetap berkisal Rp. 36 juta.
2.4.6. Realitas Pelaksanaan Sistem Ekonomi
Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%–10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
a. Menurut Mubyarto yang mengutip Pidato Presiden Megawati Sukarnoputri pada tanggal 16 Agustus 2001 konsep ekonomi berakyatan dan ekonomi rakyat belum jelas pengertian, lingkup dan isinya, sehingga dapat menimbulkan kebingungan.
b. Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia.
c. Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 dihilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi.
d. Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan.
e. Dalam visi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Yusuf Kalla dipertajam lagi secara jelas akan ditempuh kebijakan “triple track strategy” dengan sasaran pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pengurangan pengganguran
Menurut Drs. Suprajitno dalam artikelnya Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia mengemukakan bahwa Para akademisi menyadari bahwa Pasal 33 UUD 1945 (yang belum diamandemen) merujuk bahwa Indonesia menganut sistem ekonomi campuran yaitu peran Pemerintah dan mekanisme Pasar merupakan keniscayaan dalam sistem ekonomi Indonesia, namun bukan berarti mengorbankan masyarakat dan rakyat keseluruhan kepada para pemilik modal dan mekanisme pasar. Untuk itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan leitstar statis dan leitstar dinamis. Tidak ada yang meragukan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan acuan filosofis dalam menetapkan kebijaksanaan bernegara dan berbangsa, termasuk kebijaksanaan ekonomi. Dasar dan pesan moral dalam Sila KeTuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan acuan yang seharusnya terlihat dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi. Demokrasi yang menjadi sendi dasar kehidupan Republik hampir tidak terlihat selama rezim Orde Baru, kalau ada tidak lebih dari bagian dari pertunjukan untuk dikonsumsikan pada pihak/negara lain bahwa di Indonesia masih ada demokrasi. Beban terberat dari kebijaksanaan ekonomi di Indonesia adalah melaksanakan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia agar persatuan Indonesia terwujud dalam suasana demokrasi politik yang dinamis dan kesejahteraan ekonomi yang dirasakan oleh seluruh Rakyat. Membicarakan Pancasila dalam kaitan dengan Ekonomi Indonesia oleh sementara orang dianggap klasik dan membosankan ( terutama oleh para ahli ekonomi main stream). Anggapan tersebut tidak berlebihan, karena memang keadaan ekonomi dan praktek ekonomi selama ini belum ada yang mencerminkan dan dirasakan sebagai implementasi Pancasila. Merupakan kewajiban para ahli di bidangnya masing-masing (termasuk ahli ekonomi ) untuk menurunkan Pancasila ke dalam kebijaksanaan, peraturan, dan perilaku dalam kebijaksanaan ekonomi.
Sejak masa Orde Baru, Pancasila yang diproyekkan dengan P-4 tidak lebih dari memposisikan Pancasila sebagai leitstar statis, sehingga implikasinya kepada seluruh aspek kehidupan berbangsa bernegara menjadi lebih tersentralisir. Dalam khasanah ilmu politik disebut pelaksanaan demokrasi pada masa ini lebih bersifat diktator mayoritas yang dilaksanakan atau dicerminkan oleh partai yang selalu menang pemilu. Jiwa dan semangat keterwakilan rakyat dimanipulasi dengan pengaturan. Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997. Bayi lain yang dilahirkan adalah ketergantungan kepada pihak asing yang dengan pandainya memuji-muji keajaiban pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan ukuran-ukuran yang dirancang sebagai sarana penjajahan bentuk baru. Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kekuatan politik masyarakat yang telah lebih berat kepada wakil-wakil rakyat, malah cenderung memberikan tekanan yang lebih berat kepada pembangunan. Dewan Perwakilan Rakyat justru berebut menikmati hasil pembangunan melalui berbagai pengeluaran anggaran yang tidak masuk akal. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terliibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campurtangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih.
Sistem Perekonomian Dalam Praktik
Perusahaan Negara (BUMN)
Pengertian dikuasai oleh negara perlu memperoleh pengertian yang jelas, terutama dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini; dan di mana negara-nagara di dunia ini dituntut untuk menyetujui dan masuk dalam perdagangan bebas; menghilangkan barir-barir dalam perdagangan internasional. Penguasaan oleh negara tidak harus berarti pemilikan oleh negara, sebab BUMN/BUMD yang dimiliki negara justeru dikelola tidak efisien, selalu merugi, dan sering terlibat dalam hutang yang besar. Jadi, justeru bukan berusaha untuk kemakmuran rakyat banyak, tetapi sebaliknya membebani rakyat banyak.
Pemilikan, mungkin lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penguasaan. Pemilikan dapat diperoleh secara hukum, tetapi penguasaan adalah masalah kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Kekuasaan adalah hasil dari perjuangan dalam semua aspek kehiduapan berbangsa dan bernegara, terutama dalam bidang perekonomian. Kekuatan dan ketahanan dalam bidang ekonomi merupakan inti dari kekuasaan. Di sini prinsip berdikari dalam bidang ekonomi membuktikan kebenarannya. Arus globalisasi dan liberalisasi dalam investasi dan perdagangan dunia tidak akan menimbulkan masalah, jika Indonesia memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam posisi penawaran dengan pihak-pihak luar, terutama pihak asing. Keputusan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN memberikan suatu bukti, bahwa kita tidak punya kekuatan dan kekuasaan dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi investasi dan perdagangan.
Secara konseptual dan operasional, sebelum adanya keputusan privatisasi, seharusnya perusahaan-perusahaan BUMN perlu dinilai (appraisal) terlebih dahulu, apakah aset-asetnya masih ada dan layak untuk mendukung pencapaian tingkat produktivitas tertentu. Kemungkinan besar produktivitas aktiva sudah rendah sekali bahkan negatif akibat banyak aset yang sudah tidak layak lagi dipakai, dan pemeliaharaan asaet-aset yang ada tidak pernah dilakukan. Selain itu, keberhasilan suatu bisnis tidak hanya ditentukan oleh target finansial untuk medapatkan laba, tetapi sangat ditentukan oleh etika bisnis,yang mengndung norma-norma dan nilai-nilai moral, yang mengatur perbuatan atau perilaku manajemen dan karyawan dalam tugas mereka sehari-hari. Tampaknya ini merupakan masalah besar di Indonesia, di mana terdapat anggapan, bahwa jika milik negara merugi tidak apa-apa karena tidak langsung menyangkut kepentingan pribadi. Justeru tanggung jawab pejabat atau penguasalah untuk mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN sekarang ini. Kalau hanya untuk menjual aset-aset BUMN tidak perlu diangkat pejabat sampai pada tingkat Menteri.
Organisasi koperasi
Organisasi koperasi di Indonesia yang diharapkan menjadi salah satu soko guru perekonomian Indonesia, karena dianggap dapat mengorganisir usaha-usaha rakyat menjadi usaha-usaha yang besar dan modern, keberadaannya timbul tenggelam; tergantung pada denyut nadi pemerintah. Peranan pemerintah dalam menghidupakan dan menggerakkan koperasi masih terlalu dominan. Koperasi didirikan seperti dipaksakan untuk turut mensukseskan rencana pembangunan pemerintah. Akibatnya, swadaya koperasi hampir tidak ada walaupun salah satu prinsipnya adalah self-help atau menolong diri sendiri. Dengan hilangnya bantuan dan fasilitas dari pemerintah, hilang pulalah organisasi koperasi.
Ini bukan berati, bahwa koperasi lebih baik dilupakan saja. Koperasi adalah by-product dari sistem ekonomi kapitalis. Perkembangan koperasi sangat tergantung pada kemajuan sistem ekonomi. Di negara-negara industri maju koperasi berkembang dengan sehat, terutama dalam bidang koperasi konsumsi.
Di negara-negara sosialis, di Uni Soviet masa lalu, koperasi konsumsi menguasai perdagangan dari daerah provinsi sampai ke daerah-daerah pedesaan, melakukan pengadaan terhadap semua hasil-hasil pertanian.
Di negara-negara sedang berkembang yang pembangunan perekonomiannya berhasil: koperasi pemasaran, koperasi kredit, dan koperasi pemasaran cukup berhasil.
Di Indonesia, pada periode orba koperasi unit desa (KUD) berkembang sesuai dengan bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dengan jatuhnya pemerintah Suharto dan dalam krisis ekonomi, koperasi mengalami kemunduran lagi.
Jadi ada keterkaitan yang erat antara kemajuan koperasi dengan kemajuan perekonomian sesuatu bangsa. Koperasi adalah sub sistem dan by-product dari suatu sistem perekonomian. Koperasi akan berkembang kalau perekonomian maju, koperasi tidak dapat bekembang di luar sistem perekonomian yang ada.
Perusahaan Swasta
Dalam sistem perekonomian Indonesia, UUD ’45 menjadi landasan konstitusional bagi perusahaan-perusahaan swasta. Perusahan-perusahaan swasta, terutama swasta nasional diharapkan bergerak dalam cabang-cabang ekonomi produktif, yang menciptakan productive-employment bagi masa tenaga kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan ikut membangun perekonomian nasional- demokrasi.
Kenyataan yang ada, perusahan-perusahan swasta belum tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan sebagai salah satu soko guru perekonomian Indonesia. Perusahan-perusahaan besar, yang sering dikenal dengan perusahaan-perusahaan konglemerat pada periode orba, berjatuhan setelah pemerintahan Suharto jatuh.
Ternyata besarnya perusahaan belum menggambarkan suatu kekuatan organisasi dan usaha-usaha mereka. Karena besarnya perusahaan sebagai hasil dari kedekatan dengan penguasa, dan masih bersifat spekulatif, bukan produktif, jadi besar yang rapuh.
2.5 Data Empirik Analisis Sistem Perekonomian Indonesia
Tabel 3 : PDB Indonesia Menurut Sektor Penggunaan/Pelaku pada Tahun 1970-2005 (Persentase, Berdasarkan Harga Berlaku)
Keterangan 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2006* 2007**
C 79,64 69,06 60,46 55,76 53,83 57,82 61,65 64,36 62.66 63.46
I 14,05 20,34 20,87 20,48 29,57 29,00 19,85 22,45 24.12 24.86
G 9,05 9,92 10,32 11,89 8,9 8,09 6,53 8,11 8.63 8.33
(X ¬¬¬- M) -2,74 0,68 8,35 1,64 0,5 0,78 10,5 4,14 5.41 4.03
PDB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS data diolah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.
Berdasarkan data yang tercantum dalam table 2 diatas, sistem perekonomian Indonesia mengalami pergeseran sistem ekonomi, ada beberapa periode dimana Indonesia cenderung kapitalis dan terkadang sosialis. Hal ini dilihat dari besarnya persentase pengeluaran pemerintah , dimana bila persentase pengeluaran pemerintah tersebut > 10% dari PDB , maka Negara tersebut cenderung sosialis.seperti pada tahun 1980 yaitu pengeluaran pemerintahnya sebesar 10.32% dan tahun 1985 sebesar 11.89%, sedangkan tahun-tahun lainnya dibawah dari 10 %, yang artinya perekonomian cenderung kapitalis.
Namun peranan pemerintah dalam perekonomian ( berdasarkan pendekatan pengeluaran versi Keynesian ini ) tidak cukup hanya dilihat melalui variabel G hal ini mengingat di daam variabel I ,( pembentukan modal domestic bruto) sesungguhnya terdapat pula unsur investasi pemerintah. Begitu pun halnya dengan variabel (X-M),selisih neto ekspor – impor . sebuah kepastian yang dapat disimpulkan dari telaah ini adalah bahwa peranan konsumtif pemerintah tidak semakin membesar bahkan cenderung menurun.
Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya. Nyaris di semua sector dan segala kegiatan bisnis, pemerintah turut terlibat sebagai “ pemain” dalam percaturan ekonomi.
2.6 Sistem Ekonomi Alternative Bagi Indonesa
Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam, telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara “(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3).
Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD 45 sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
GBHN memang sudah menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tidak menganut free-fight liberalism maupun etatisme. Sistem Ekonomi Pancasila versi
Mubyarto dan Emil Salim, serta isyu demokrasi ekonomi yang sempat ramai beberapa waktu lalu, nampaknya baru pada taraf "normatif" dan belum mampu menjawab dinamika perekonomian Indonesia yang dinilai banyak pihak semakin terbuka dan "ke kanan".
Mubyarto ( dikutip dari Jurnal Sistem Ekonomi Pancasila: Antara Mitos Dan Realitas1 karya Mudrajad Kuncoro ) menyimpulkan bahwa : “Sistem ekonomi yang diterapkan selama 32 tahun Orde Baru telah tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan mengabaikan nilai-nilai keadilan”. Krisis moneter sejak tahun 1997 telah meruntuhkan hegemoni pengusaha konglomerat, namun agaknya terlalu prematur untuk menyimpulkan bahwa otomotis kemudian diterima paradigma baru ekonomi kerakyatan yang lebih menekankan pada tuntutan akan sistem ekonomi yang demokratis dan lebih berkeadilan
Sejak tahun 1980 banyak sekali dibicarakan, ditulis dan didiskusikan tentang ekonomi Pancasila. Orang tidak mempersoalkan lagi apakah ada sistem itu. Sistem ekonomi Pancasila dianggap dan diterima sebagai implikasi dari demokrasi pancasila.Tawaran sistem ekonomi pancasila dengan fokus ekonomi kerakyatan memang menarik. Tetapi belum adanya rumusan yang jelas mengenai sistem ekonomi pancasila. Dalam keadaan masyarakat mengharapkan kejelasan, presiden Soeharto dengan tegas mengucapkan ( dikutip dari Sri-Edi Swasono: ) :
“Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi koperasi. Bahwasanya pada saat sekarang kita belum menggunakan sistem tersebut, hal ini hanya bersifat sementara. Tetapi nantinya kita akan melaksanakan sistem ekonomi koperasi secara penuh”. Tidak terdengar sanggahan ataupun keberatan. Hanya ada tanggapan dari Prof. Mubyarto ( dikutip Sri-Edi Swasono: ) bahwa:
“Apa yang dikemukakan Presiden Soeharto tentang sisitem ekonomi koperasi itu tidak berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan sistem ekonomi pancasila…….Dalam pidato keneagraan tahun 1981 presiden Soeharto telah menyebut sistem ekonomi Pancasila”. Karena tidak terdengar bantahan, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa baik presiden Soeharto maupun Prof. Mubyarto mengidentifikasikan sistem ekonomi pancasila sebagai sistem ekonomi koperasi.
Sedangkan menurut Boediono (dikutip dari Jakartapress.com edisi Minggu, 14/06/2009) yang mengatakan bahwa sistem perekonomian yang dianut Indonesia merupakan sistem ekonomi jalan tengah. ''Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas, Menurut Boediono, sistem ekonomi jalan tengah kini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia.”Sedang sistem ekonomi yang ekstrim seperti murni pasar bebas atau sosialisme, nyaris mati. Kecuali Korea Utara, yang sistem ekonominya diatur negara. Pembelajaran dari sejarah krisis ekonomi pada 1998 merupakan solusi yang efektif dalam penerapan sistem ekonomi jalan tengah. Boediono meyakinkan bahwa yang khas dari sistem ekonomi jalan tengah di Indonesia adalah adanya unsur-unsur Pancasila. “Kita memasukkan nilai-nilai Pancasila di spektrum jalan tengah tersebut”. Dari Pancasila adalah sila “Keadilan Sosial” yang paling relevan untuk ekonomi. Sila ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi.Ditempatkan dalam persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian pendapatan yang adil mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah sangat tidak adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk yang terutama adalah bangsa asing]menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia. Karenanya, maka pola pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara drastis. Akan tetapi yang dikejar bukan saja “masyarakat yang adil dalam pembagian pendapatannya” tapi juga “masyarakat yang makmur”. Ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional harus juga meningkat.
Selain koperasi, sistem ekonomi syariah bisa saja menjadi alternatif yang cocok untuk diadopsi. Sistem ekonomi syariah dianggap menarik karena tidak mengakui riba, di mana keuntungan serta kerugian dalam ekonomi ditanggung bersama. Walaupun perkembangan sistem ekonomi syariah masih kecil tetapi cenderung menaik dari tahun ke tahun. Sistem ekonomi syariah merupakan solusi dalam sistem perekonomian dunia. Ditengah krisis ekonomi keuangan global .
Sistem ekonomi syariah memberikan dampak positif dalam perkembangan perekonomian dibelahan dunia. Menurut KH. Ma’ruf Amin (dalam artikel kantor berita syariah, edis 03 September 2009) seperti halnya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, ekonomi syariah (Ekonomi Islam) akan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam sistem perekonomian. Ia meyakini bahwa dalam kondisi krisis saat ini ekonomi syariah merupakan solusi terbaik untuk dijadikan sebagai sistem perekonomian dunia.
Pasalnya, sistem ekonomi syariah didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran dalam Islam. Dalam setiap kegiatannya sistem ekonomi syariah dilandaskan pada al-Qur’an dan Hadist, sehingga memiliki batasan dan aturan yang jelas yang tidak akan melanggar dalam tatanan dan aturan masyarakat.
Hukum Islam adalah shalihun likulli zamanin wa makanin. Hukum Islam baik (sesuai) digunakan untuk sepanjang zaman dan waktu, dan sesuai digunakan untuk setiap tempat. Ekonomi syariah yang mengacu pada hukum Islam akan selalu cocok (sesuai) diterapkan disetiap tempat dan waktu.
Ekonomi syari’ah, pada level praktek, juga menghadapi kesulitan yang sama dengan kapitalisme dalam mempraktekkan konsep-konsep idealnya. Kritik besar yang datang dari dalam ekonomi syari’ah sendiri adalah dominannya pembiayaan dengan akad jual-beli (murâbahah), melebihi bentuk akad-akad yang lain, seperti mudhârabah, musyârakah, salam, ijârah, atau hiwâlah. Marjin yang dihitung sebagai persentase dari nilai pembiayaan sangat mirip dengan bunga karena sama-sama memberikan imbal-tetap. Juga terdapat kerancuan bahwa dalam akad tersebut bank syari’ah dianggap sebagai penjual, padahal dalam praktek, ia sama sekali tidak menjalankan operasional layaknya penjual pada umumnya.
Adapun pendapat lain mengenai sistem ekonomi Indonesia yakni Pakar ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Ali Yamin ( dalam artikel Harian berita sore yang berjudul Indonesia lebih tepat anut sistem ekonomi campuran ,edisi 29 mei 2009) menilai bahwa :” Indonesia lebih tepat menganut sistem ekonomi campuran, yakni sosialis dan liberal yang selama ini telah berjalan”.
Indonesia tidak bisa lepas dari sistem ekonomi liberal, karena perekonomian negara ini masih bergantung pada Amerika Serikat. Sebagai contoh ketika krisis ekonomi global melanda dunia, khususnya Amerika Serikat, ekspor tekstil Indonesia macet total. Ini menandakan, kita masih sangat tergantung dengan Amerika, sehingga mau tidak mau pelaku ekonomi kita menganut liberal.
Menurut pendapat kelompok kami, sistem ekononomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi campuran . Hal ini dikarenakan oleh negara Indonesia belum sepenuhnya menghilangkan ketergantungan ekonomi pada negara-negara kapitalis. Kemudian dilihat dari landasan dari perekonomian Indonesia yang yaitu pasal 33 UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa Indonesia mengakui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Bila dilihat dari kondisi ekonomi bangsa kita dan karakteristik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam maka sistem campuran dan sesuai dengan UUD 1945 cocok digunakan oleh Indonesia. Perekonomian yang bebas dapat meningkatkan kreatifitas para pelaku ekonominya sehingga diharapkan kedepan Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan mengurangi impor barang-barang yang sebenarnya mampu diproduksi sendiri. Selain itu kebebasan dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan kebebasan penanaman investasi asing di Indonesia juga dapat membantu menanggulangi masalah kekurangan modal sehingga pembangunan ekonomi dapat terus berjalan. Kemudian adanya campur tangan pemerintah pada batas-batas tertentu guna memantau jalannya perekonomian agar kebebasan kegiatan ekonomi yang dijalankan negara kita tidak kebablasan dan menimbulkan kesengsaraan bagi salah satu pihak. Campur tangan pemerintah dibutuhkan untuk melindungi pengusaha-pengusaha dalam negeri dan juga untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.
Namun, pilihan akan sistem ekonomi yang cocok bagi Indonesia menuntut dilakukannya kajian mendalam mengenai struktur pengambilan keputusan,mekanisme informasi dan koordinasi ditentukan oleh pasar ataukah perencanaan, bagaimana hak-hak milik diatur, dan sistem insentif. Selain itu, dalam perbandingan sistem ekonomi diperlukan kajian mengenai hasil akhir dari sistem ekonomi yang kita anut, yang meliputi: pertumbuhan ekonomi, efisiensi, distribusipendapatan, stabilitas, dan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini kami dapat membuat beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri.
2. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem - subsistem atau lembaga atau pranata - pranta ekonomi, social, budaya, gagasan - gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas – tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society).
3. Sistem–sistem ekonomi yang dianut negara-negara di dunia ada 3 yaitu :Sistem ekonomi kapitalis ,sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi campuran. Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian.Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis).
4. Sistem-sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia dari zaman belanda hingga sekarang adalah: Sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama yaitu menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru yaitu pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), Orde Reformasi dan sekarang sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi campuran namun terkesan lebih condong pada sistem ekonomi liberal.
5. Sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi jalan tengah. Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu agar pemerintah lebih konsisten dengan pelaksanaan sistem ekonomi yang sudah digariskan dalam konstitusi negara indonesia. Dengan kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Gregory Grossman. 2001. Sistem-Sistem Ekonomi . Jakarta : PT. Bumi Aksara
Hamidi Edy Suandi. 2000. Ekonomi Indonesia Memasuki Millennium 3. Yogyakarta: UI PRESS
Heri Sudarsono. 2002. Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia
Kwik Kian Gie. 1998. Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE
Sri Edi Suwasono. 1985. Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta : UI PRESS
Tulus Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia
Abdullah S Sanuri. 2009. Indonesia Harus Serius Terapkan Sistem Ekonomi Syariah. Tersedia: http://gerakanpemudaislam.wordpress.com/2009/02/25/indonesia-harus-serius-terapkan-sistem-ekonomi-syariah/
Hans. 2008. Sistem Ekonomi Bung Hatta Cocok dengan Kondisi Saat Ini. Tersedia: http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=454%3Asistem-ekonomi-bung-hatta-cocok-dengan-kondisi-saat-ini&option=com_content&Itemid=54
Malja Abror. 2009. Krisis Ekonomi Global: Sedang Mencari Sintesis, Bukan Sistem Alternatif. Tersedia: http://islamlib.com/id/artikel/sedang-mencari-sintesis-bukan-sistem-alternatif/
Mubyarto. 2003. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/edisi_11/artikel_1.htm
Rafki RS. 2009. Refleksi Ekonomi Pancasila dalam Koperasi Indonesia. Tersedia: http://umrah.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=46:refleksi-ekonomi-pancasila&catid=38:artikel&Itemid=56
Poetraboemi. 2008. Kapitalisme, Sosialisme dan Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://poetraboemi.wordpress.com/2008/02/20/kapitalisme-sosialisme-dan-sistem-ekonomi-indonesia/
_________. 2009. Boediono: Sistem Ekonomi Kita Jalan tengah. Tersedia: http://www.jakartapress.com/news/id/7188/Boediono-Sistem-Ekonomi-Kita-Jalan-tengah.jp
_________.Sistem Perekonomian Indonesia. Tersedia. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf
Emil Salim. 2009. Sistem Ekonomi Pancasila [Kompas, 30 Juni 1966]. Tersedia: http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/26/emil-salim-sistem-ekonomi-pancasila/
Kakang Farid. 2009. Perjalanan sistem ekonomi kita. Tersedia: http://kakangfarid.blogspot.com/2009/08/perjalanan-sistem-ekonomi-kita.html
________. 2009. Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://www.remo-xp.com/2009/05/sistem-ekonomi-indonesia.html
Reza Amarta Prayoga. 2009. Sistem Ekonomi Campuran Indonesia. Tersedia: http://rezaamarta.blogspot.com/2009/01/sistem-ekonomi-campuran-indonesia.html
__________. 2006. Sistem Tata Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme-Definisi, Pengertian, Arti & Penjelasan-Sejarah Teori Ilmu Ekonomi. Tersedia: http://organisasi.org/sistem_tata_ekonomi_kapitalisme_sosialisme_dan_komunisme_definisi_pengertian_arti_penjelasan_sejarah_teori_ilmu_ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar