tag:blogger.com,1999:blog-88639353166556985572023-11-15T07:55:52.470-08:00HidayatsFor Better Your Life...Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.comBlogger25125tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-85569260085383436912010-01-11T07:39:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.691-07:00PI_Topan_Industri<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Dewasa ini hingga tahun 2008, fokus penanganan pengembangan sektor industri diarahkan kepada dua hal. Pertama upaya mempercepat pemulihan kinerja dan daya saing beberapa sektor industri yang masih menurun akibat krisis ekonomi 1998, yang ternyata berkepanjangan. Yang kedua membantu cabang industri yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya) dan industri-industri pengekspor yang kinerjanya tengah menurun, akibat krisis ekonomi global yang terjadi di akhir tahun 2008 ini.<br />Selain kedua upaya tersebut, dalam rangka memperkokoh struktur industri, mengembangkan industri andalan masa depan serta mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor, pengembangan sektor industri diarahkan pada pembangunan industri prioritas yang dilaksanakan melalui pendekatan klaster sebagaimana yang diamanatkan pada RPJMN 2004 – 2009 serta RENSTRA<br />Departemen Perindustrian 2004 – 2009 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) telah menetapkan target-target pertumbuhan ekonomi yang harus menjadi sasaran bersama, di antaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen per tahun yang harus ditunjang oleh pertumbuhan industri sebesar 8,6 persen per tahun. Dalam mencapai sasaran ini, bagi Departemen Perindustrian sebagai instansi yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pengembangan sektor industri maupun industri sebagai pelaku usaha terdapat berbagai faktor yang berpengaruh, baik yang terkendali (controllable) maupun yang tak terkendali (uncontrollable). Faktor-faktor yang tidak terkendali misalnya bencana alam, tinggi serta berfluktuasi nya harga minyak dunia, kenaikan harga pangan dan komoditi primer dunia, penyelundupan, tuntutan negara-negara tujuan ekspor terkait dengan lingkungan hidup dan HAM, dan lainnya. Departemen Perindustrian dalam rangka menjalankan tugasnya hanya mampu berupaya secara maksimal untuk menyelesaikan tugas-tugas pokoknya terhadap faktor yang dapat dikendalikan.<br />Berbagai kondisi yang terjadi pada awal tahun 2007, memperlihatkan perkembangan yang baik, ditinjau dari sisi ekonomi makro seperti inflasi yang terkendali, rupiah semakin kuat, dan cadangan devisa cukup baik. Namun demikian, keberhasilan di sisi ekonomi makro ini belum dapat secara signifikan diikuti oleh sektor riil khususnya sektor industri. Dalam hal ini, diluar masalah seperti kepastian hukum, perburuhan, tingginya bunga bank, penyelundupan, yang merupakan isu nasional, banyak permasalahan di sektor industri yang harus diatasi khususnya dalam upaya meningkatkan investasi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik menghadapi persaingan produk impor maupun menghadapi persaingan di pasar internasional. Masalah-masalah mendasar yang perlu diselesaikan di sektor industri antara lain meliputi:<br />1. Masih tingginya impor bahan baku, barang setengah jadi dan komponen.<br />2. Masih terbatasnya jenis dan ragam industri serta keterkaitan antar dan intra industri (struktur yg lemah).<br />3. Masih terbatasnya ragam dan jenis produk ekpor industri, termasuk tujuan ekspornya.<br />4. Masih terbatasnya penguasaan teknologi, khususnya di bidang engineering dan desain.<br />5. Belum kuatnya peran Industri Kecil dan Menengah (IKM)<br />6. Masih terpusatnya industri di pulau Jawa.<br />Gambaran di atas menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh seluruh unit di dalam Departemen Perindustrian baik di pusat, di daerah, maupun instansi-instansi terkait lainnya tanpa kecuali. Sehingga untuk itu dibutuhkan penyamaan visi agar kebijakan yang dijalankan antara unit-unit tersebut dapat tersinkronisasi dan tersinergi dengan upaya pencapaian sasaran bidang perindustrian.<br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:<br />• Bagaimana konsep industri di Indonesia?<br />• Bagaimana perkembangan sektor industri manufaktur nasional?<br />• Komoditi apa saja yang dihasilkan oleh industri di Indonesia?<br />• faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat industri nasional?<br />• Masalah-masalah apa saja yang timbul pada sektor industri?<br />• Kebijakan-kebijakan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan sektor industri?<br /><br />1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan<br /> Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut:<br />• Untuk mengetahui konsep industri<br />• Untuk mengetahui perkembangan sektor industri manufaktur nasional<br />• Untuk mengetahui komoditi apa saja yang dihasilkan oleh industri di Indonesia<br />• Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat industri nasional<br />• Untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang timbul pada sektor industri<br />• Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan sektor industri<br /><br /><br /><br /><br />Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah:<br />1. secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai pertanian dan industri di Indonesia, permasalahan serta perkembangannya<br />2. secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu ekonomi <br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 KONSEP INDUSTRI<br /> Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di Inggris, yang ditandai dengan penemuan metode baru untuk pemintalan, dan penemuan kapas yang menciptakan sepesialisasi dalam produksi, serta peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengelolaan besi dan mesin uap, yang mendorong inovasi dalam pembuatan beberapa produk seperti besi baja, kereta api, dan kapal tenaga uap. Perkembangan berlanjut saat terjadinya revolusi industri ke dua yaitu pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 dengan berbagai perkembangan di bidang teknologi dan inovasi. Baru setelah perang dunia II, muncul berbagai teknologi baru seperti sistem produksi masal dengan menggunakan jalur asembling, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintesis, dan revolusi teknologi telekomunikasi, elektronik, bio, komputer dan penggunaan robot. Semua perkembangan yang terjadi itu mengubah pola produksi industri, meningkatkan volume perdagangan dunia, dan memacu proses industrialisasi di dunia.<br /> Sejarah ekonomi dunia pun mencatat bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengemabngan teknologi, inovasi, sepesialisasi produksi dan perdagangan antarnegara, yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Adanya kombinasi antara dua pendorong dari sisi penawaran agregat (produksi) yakni proses teknologi dan inovasi produk serta proses produksi, dan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi sisi permintaan agregat, merupakan kekuatan utama dibalik akumulasi proses industrialisasi di dunia.<br /> Pengalaman di hampir semua negara menunjukan bahwa industrialisasi sangat perlu karena menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanya ssalah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi dan berkelanjutan (Riedel,1992).<br /><br />2.1.1 Pengertian Industri<br />Industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba. Istilah industri juga digunakan bagi suatu bagian produksi ekonomi yang terfokus pada proses manufakturisasi tertentu yang harus memiliki permodalan yang besar sebelum bisa meraih keuntungan atau lebih disebut industri besar (www.wikipedia.com).<br />Adapun pengertian industri bisa lebih luas lagi jika disangkut pautkan dengan fabrikasi industri di perusahaan contohnya ialah industri secara mekanisme kerja pengertiannya berarti mekanika-mekanika yang terjadi pada suatu mesin misalkan mesin bubut atau mesin las industri berkembang pesat seiring dengan perubahan teknologi mesin modern.<br />Menurut Dumairy (1996:227), industri memiliki dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sector ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. <br />Selanjutnya menurut Nurimansjah Hasibuan (1993), istilah industri juga memiliki dua arti, secara mikro industri adalah perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti sangat erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Dari tiga pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa industri adalah salah satu sektor ekonomi di dalamnya terdapat kegiatan produktif.<br />Istilah industri biasanya menimbulkan gambaran dalam pikiran akan adanya pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi dengan menggunakan alat-alat seperti mesin-mesin dan lain-lain, yang dilayani karyawan dengan kecakapan tertentu. Pengertian industri sering dihubungkan dengan adanya mekanisasi, teknologi dan hal-hal lain yang datang dari negara yang sudah lebih maju. Jadi dapat dikatakan bahwa sebuah industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama, untuk pasar yang sama pula. Sedangkan perusahaan itu sendiri tidak selalu menggunakan material atau proses produksi yang sama dengan yang lainnya. (Basu Swastha & Ibnu Sukotjo, 1993:10-11)<br />Sedangkan menurut Suyadi Prawirosentono (2002:19) mengatakan bahwa kata industri berasal dari kata industry. Dalam kamus The Scribner Bantam English Dictionary, cetakan ke-18 tahun 1980, tertera sebagai berikut, dimana industri juga berasal dari kata Latin industria yang bermakna sebagai berikut:<br />1. Steady application to a task, business or labor.<br />2. Any form of economic activity.<br />3. Productive enterprises generally.<br />4. Productive occupations as distinguished from finance and commerce.<br />5. Particular branch of work or trade.<br /><br />2.1.2 FAKTOR-FAKTOR PENDORONG INDUSTRIALISASI <br /> Ada beberapa faktor yang akan mendorong terjadinya industrialisasi di suatu negara, diantaranya adalah pengembangan teknologi dan inovasi serta laju pertumbuhan pendapatan nasional perkapita. Namun berbeda negara tentu berbeda pula kemampuan dalam mengembnagkan ketiga faktor tersebut, dan selain ketiga faktor tadi ada beberapa faktor lainnya yang akan mempengaruhi proses industrialisasi di suatu negara. Faktor-faktor itu diantaranya: <br /><br /><br />1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. <br />2. Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional riil perkapita. <br />3. Ciri industrialisasi.<br />4. Keberadaan Sumber Daya Alam (SDA).<br />5. Kebijakan atau strategi pemerintah yang ditetapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan yang digunakan dan cara implementasinya.<br /><br />2.1.3 Klasifikasi Industri<br />Dalam masyarakat terdapat berbagai ragam jenis industri. Oleh karena itu, menurut Suyadi Prawirosentono (2002:24) menyatakan bahwa jenis industri tersebut dapat digolongkan atau diklasifikasikan sebagai berikut:<br />a. Klasifikasi industri berdasarkan hubungan vertikal.<br />b. Klasifikasi industri berdasarkan hubungan horizontal.<br />c. Klasifikasi industri atas dasar skala usahanya.<br />d. Klasifikasi industri atas dasar tingkatan jenis produksinya.<br /><br /> Klasifikasi industri berdasarkan hubungan vertikal.<br /> Hubungan vertikal adalah adanya hubungan dalam bentuk penggunaan produk hasil akhir suatu kelompok perusahaan sebagai bahan baku pada kelompok perusahaan lain. Misalnya, hasil barang yang dibuat suatu perusahaan X dijadikan bahan baku oleh perusahaan lain. Dalam hal ini, antara perusahaan X dengan perusahaan Y mempunyai hubungan vertikal. Hubungan vertikal tersebut terdiri dari industri Hulu dan Industri Hilir.<br /> Industri Hulu<br /> Perusahaan yang membuat produk yang dapat digunakan oleh perusahaan lain disebut kelompok industri hulu. Contoh perusahaan yang termasuk industri hulu adalah sebagai berikut; perusahaan yang membuat bata/batako, genteng, kayu (papan dan balok). Hasil produksi dari perusahaan-perusahaan tersebut dapat digunakan pada perusahan yang membangun rumah (real estate dan sebagainya).<br /> Industri Hilir<br /> Industri hilir adalah kelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai bahan baku untuk kemudian di proses menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Misalnya, perusahaan X menggunakan produk perusahaan Y maka perusahaan X tersebut merupakan pabrik industri hilir dari perusahaan Y. Contohnya; perusahaan atau pabrik roti dan kue menggunakan terigu sebagai salah satu bahan untuk proses pembuatan roti dan kue.<br /> Klasifikasi industri berdasarkan hubungan horizontal.<br /> Pengertian horizontal adalah peninjauan atas dasar hubungan sejajar antara produk yang dihasilkan masing-masing perusahaan. Contohnya; Garuda Indonesia Airways (GIA), Sempati Airline, Bouraq, Cathay Pasific, Perusahaan Pelabuhan, Pelni dimana kesemuanya itu merupakan kelompok industri jasa angkutan.<br /> Klasifikasi industri atas dasar skala usahanya.<br /> Industri dapat juga diklasifikasikan atas dasar skala atau besar kecilnya usaha. Menurut Suyadi Prawirosentono (2002:27) besar kecilnya usaha bisnis ditentukan oleh besar kecilnya modal yang ditanamkan. Oleh karena itu, kalsifikasi industri berdasarkan skala usaha dapat dibagi menjadi 3 kriteria yaitu sebagai berikut:<br /> Industri skala usaha kecil (small scale industri), bila modal usahanya lebih kecil dari Rp 100 juta.<br /> Industri skala usaha menengah (medium scale industri), bila modal usahanya antara Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.<br /> Industri skala usaha besar (large scale industri), bila modal usahanya di atas Rp 500 juta.<br /><br /><br /> Klasifikasi industri atas dasar tingkatan jenis produksinya.<br />Selain klasifikasi industri atas dasar skalanya, ternyata industri pun dapat digolongkan menurut tingkatan jenis produksinya, yakni:<br /> Industri Ringan<br />Jenis industri ringan adalah kelompok perusahaan yang memproduksi barang-barang konsumsi. Misalnya industri makanan ternak, industri mainan anak-anak, industri bahan-bahan bangunan, industri sepatu, industri jasa angkutan dan lain sebagainya.<br /> Industri Menengah<br />Jenis industri yang termasuk industri menengah antara lain adalah industri ban mobil, industri semen, industri kimia, industri jasa angkutan jasa udara dan lain sebagainya.<br /> Industri Berat<br />Jenis industri yang termasuk dalam industri berat antara lain adalah industri pembuatan traktor, industri pembuatan mesin-mesin mobil, industri pembuat pesawat terbang dan lain sebagainya.<br />Selain itu juga penggolongan industri dengan pendekatan besar kecilnya skala usaha dilakukan oleh beberapa lembaga, dengan kriteria yang berbeda. Adapun menurut Lincolin Arsyad (2004:366) dalam bukunya Ekonomi Pembangunan, dimana beliau menyatakan bahwa, Biro Pusat Statistik membedakan skala industri menjadi 4 lapisan berdasarkan jumlah tenaga kerja per unit usaha, diantaranya adalah sebagai berikut:<br />1. Industri besar: berpekerja 100 orang atau lebih.<br />2. Industri sedang: berpekerja antara 20 sampai 99 orang.<br />3. Industri kecil: berpekerja antara 5 sampai 19 orang dan<br />4. Industri/kerajinan rumah tangga: berpekerja kurang dari 3 orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).<br />Selain itu juga Bank Indonesia, untuk keperluan perbankan, menetapkan batasan tersendiri mengenai besar kecilnya skala usaha suatu perusahaan/industri. Dasar kriteri yang digunakan BI adalah besar kecilnya kekayaan (assets) yang dimiliki. Klasifikasinya berdasarkan penetapan pada tahun 1990 adalah sebagai berikut:<br /> Perusahaan besar: perusahaan yang memiliki asset (tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) ≥ Rp 600 juta.<br /> Perusahaan kecil: perusahaan yang memiliki asset (tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) < Rp 600 juta.<br />Selain itu, industri juga dapat dikelompokan menurut industri sub sektor yaitu industri produk makanan dan minuman; tembakau; tekstil; pakaian jadi; kulit dan barang dari kulit; kayu, barang dari kayu dan barang anyaman; kertas dan barang dari krtas; penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman; batu bara, pengilangan minyak bumi, pengolahan gas bumi, barang-barang dari hasil pngilangan minyak bumi, dan bahan bakar nuklir; kimia dan barang dari kimia; karet dan barang dari karet; barang galian bukan logam; logam dasar; barang dari logam, mesin, dan peralatannya; mesin dan perlengkapannya; mesin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data; mesin listrik lainnya dan perlngkapannya; radio, televisi, dan peralatan komunikasi, serta perlengkapannya; peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam, dan lonceng; kendaraan bermotor; alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih; mebel dan industri pengolahan lainnya; serta daur ulang.<br /><br />2.1.3 Pembangunan Industri<br />Teori Perroux yang dikenal dengan istilah pusat pertumbuhan (pole of growth) merupakan teori yang menjadi dasar dari strategi kebijaksanaan pembangunan industri daerah yang banyak diterapkan di berbagai negara dewasa ini. Perruox mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya akan terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti dari teori Perruox adalah sebagai berikut:<br />• Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin tersebut.<br />• Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri didaerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya.<br />• Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri pemimpin) dan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.<br /><br />2.1.4 Industrialisasi <br />Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki terms of trade (nilai tukar) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Industrialisasi dianggap sebagai solusi yang tepat dalam pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. Kebijaksanaan yang ditempuh oleh negara-negara berkembang sering kali dipaksakan, dalam arti hanya sekedar meniru pola kebijaksanaan pembangunan di negara-negara maju tanpa memperhatikan keadaan dan kondisi lingkungan yang ada, seperti masalah ketersediaan bahan mentah, ketersediaan teknologi, kecakapan tenaga kerja, kecukupan modal, dan sebagainya. <br />Hasil pembangunan paling nyata yang dapat dilihat di negara-negara maju, kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang adalah kadar keindustrian, yang dianggap merupakan sumber kekayaan, kekuataan, dan keadaan seimbang negara-negara maju. Atas dasar itulah sebagian negara miskin beranggapan bahwa sektor industri merupakan solusi yang sangat ampuh untuk memperbaiki keadaan mereka.<br />Selain perbedaan kemampuan dalam mengembangkan teknologi dan inovasi serta laju pertumbuhan pendapatan nasional perkapita terdapat sejumlah faktor lain yang membuat intensitas dari proses industrialisasi berbeda antar negara. Menurut Tulus Tambunan (2001) faktor-faktor lain tersebut adalah sebagai berikut:<br />• Kondisi struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya telah memiliki industri-industri dasar (industri hulu) akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan dengan negara yang hanya memiliki industri-industri hilir atau ringan.<br />• Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil per kapita. Jika pasar domestik kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal. Namun tidak mudah untuk melakukan ekspor, terutama pada awal industrialisasi.<br />• Ciri industrialisasi, yang dimaksud dalam hal ini antara lain cara pelaksanaan industrialisasi, seperti tahapan implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan termasuk intensif kepada para investor.<br />• Keberadaan SDA, ada kecenderungan bahwa negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah, dan negara tersebut cenderung tidak atau terlambat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan dengan negar-negar miskin SDA.<br />• Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan, termasuk instrumen-instrumen dan kebijakan yang digunakan serta cara implementasinya. <br />Sedikit sekali negara-negara berkembang yang menyadari bahwa usaha untuk memajukan dan memperluas sektor industri haruslah sejajar dengan pengembangan sektor-sektor lain terutama sektor pertanian. Kedua sektor tersebut berkaitan sangat erat. Sektor pertanian yang lebih maju dibutuhkan oleh sektor industri, baik sebagai penyedia masukan maupun sebagai pasar bagi produk-produk industri. Setiap peningkatan daya beli petani akan merupakan rangsangan bagi pembangunan sektor industri pula. Maka kelancaran program industrialisasi tergantung pula pada perbaikan-perbaikan di sektor lain, dan seberapa jauh perbaikan-perbaikan yang dilakukan mampu mengarahkan dan bertindak sebagai pendorong bagi kemunculan industri-industri baru. Dengan demikian kebijaksanaan yang ditempuh akan dapat mewujudkan mekanisme saling dukung antar sektor. <br />Dalam implementasinya ada empat teori dasar yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi. Teori-teorti yang dimaksud adalah teori keunggulan komparatif, teori keterkaitan industri, teori penciptaan kesempatan kerja, dan teori loncatan teknologi. Pola pengembangan sektor industri di suatu negara sangat dipengaruhi oleh teori-teori yang melandasinya. Negara-negara yang menganut teori dasar keunggulan komparatif akan mengembangkan subsektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya. Negara yang bertolak pada teori keterkaitan industri akan lebih mengutamakan bidang-bidang industri yang paling luas mengait perkembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.<br />Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan kesempatan kerja akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri yang relatif padat karya dan industri kecil. Adapun negeri yang menganut teori loncatan teknologi yakin bahwa industri yang menggunakan teknologi tinggi akan memberikan nilai tambah yang sangat besar, diiringi dengan kemajuan teknologi bagi industri-industri dan sektor-sektor lain. Masing-masing teori tadi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. <br />Teori keunggulan komparatif misalnya, memiliki kelebihan dalam hal efisiensi alokasi sumber daya. Dengan mengutamakan pengembangan industri-industri yang secara komparatif unggul, sumber daya ekonomi akan teralokasi ke penggunaan-penggunaan yang paling menguntungkan. Kelemahannya terletak pada pendekatannya yang menyandarkan pada sisi produksi. Produk dari industri yang memiliki keunggulan komparatif boleh jadi adalah produk yang kurang diminati konsumen, sehingga walaupun efisien diproduksi, kemungkinan akan sulit dipasarkan. Pendekatan produksi itu bersifat statis pula sehingga tidak dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan pola atau dinamika konsumsi.<br />Teori keterikatan industri sangat peduli akan kemungkinan-kemungkinan berkembangnya sektor-sektor lain. Bertolak dari keterikatan itu, baik kaitan ke depan maupun kaitan ke belakang, sektor industri diharapkan bisa berperan sebagai motor yang menggerakan perkembangan sektor lain. Kelemahan teori adalah kurang menghiraukan pertimbangan efisiensi. Industri yang memiliki kaitan luas diprioritas untuk dikembangkan, bisa jadi adalah industri yang memerlukan modal besar atau sangat menyerap devisa, atau jenis industri yang justru tidak memiliki keunggulan komparatif.<br />Teori penciptaan kesempatan kerja memiliki keunggulan karena titik tolaknya yang sangat manusiawi, teori sangat cocok bagi negara-negara berkembang yang memiliki penduduk dalam jumlah besar. Namun industri-industri yang dikembangkan berdasarkan penciptaan kesempatan kerja bisa saja industri-industri yang tidak memiliki kaitan luas sektor-sektor lain,sehingga tidak dapat bergerak sebagai sektor yang memimpin. Sedangkan teori loncatan teknologi merupakan pandangan baru dalam jajaran teori indutrialisasi, kelebihan teori ini terletak pada optimisme teknologinya, bahwa pengembangan industrialisasi berteknologi tinggi akan dengan sendirinya memacu kemajuan teknologi di sektor-sektor lain. Namun, teori ini bersifat tidak “peduli biaya”, tidak menghiraukan masalah ketersediaan modal, sehingga berpotensi boros devisa. Teori ini, ironisnya juga kurang peduli akan kesiapan kultural masyarakat dalam menghadapi loncatan tekonologi. <br /><br />2.1.5 Strategi Industrialisasi<br />Dalam strategi industrialisasi dikenal dua macam pola, kedua macam pola tersebut adalah subtitusi impor dan promosi ekspor. Pola subitusi impor dikenal juga dengan istilah “orientasi ke dalam” atau inward looking strategy, ialah suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis produksi untuk menggantikan kebutuhan akan impor produk-produk sejenis. Pada tahap awal yang dikembangkan adalah industri-industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumtif. Untuk memungkinkannya tumbuh besar, industri-industri yang masih bayi ini (infant industri) ini biasanya sangat dilindungi pemerintah dari persaingan tak setara dari produk-produk impor. Akan tetapi proteksi itu walaupun bisa menumbuhkannya menjadi besar, sering kali membuat industri yang bersangkutan tak kunjung dewasa, melainkan justru menjadikannya manja. <br />Sedangkan strategi promosi ekspor dikenal juga dengan istilah “orientasi ke luar” atau outward looking strategy ialah strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industri yang menghasilkan produk-produk untuk diekspor. Strategi promosi ekspor biasanya ditempuh sebagai kelanjutan dari strategi subtitusi impor. Dalam proses industrialisasi bisa saja strategi promosi ekspor dijalankan tanpa harus didahului dengan subtitusi impor. Hal itu bergantung antara lain pada potensi relatif pasar dalam negeri di negara yang bersangkutan. Agar penerapan strategi promosi ekspor membawa hasil yang baik adalah jika:<br />• Pasar harus menciptakan signal harga yang benar, yang sepenuhnya merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik di pasar output maupun di pasar input<br />• Tingkat proteksi dari impor harus rendah<br />• Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan<br />• Lebih penting lagi harus ada intensif untuk meningkatkan ekspor<br />Untuk lebih jelasnya, berikut perbandingan antara strategi subtitusi impor dan promosi ekspor<br />tabel.2.1 perbandingan strategi substitusi impor dan promosi ekspor<br />Substitusi Impor Promosi Ekspor<br /> Sangat proteksionis Melakukan perdagangan bebas<br /> Menganut paham ekonomi tertutup Menganut paham ekonomi terbuka<br /> Berdikari dalam semua kebutuhan Tidak menolak menerima bantuan luar negeri<br /> Tidak memperkenankan penanaman modal asing Membuka pintu masuk penanaman modal asing<br /> Tidak mengizinkan imigrasi Mengizinkan imigrasi<br /><br />Di Indonesia sebagaimana halnya di banyak negara berkembang lain, sektor industri disiapkan untuk mampu menjadi motor yang menggerakan kemajuan-kemajuan sektor lain, diharapkan bisa jadi sektor yang memimpin (the leading sektor), itulah sebabnya industrialisasi senantiasa mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi. Ditinjau berdasarkan pola pengembangannya, industrialisasi Indonesia bermula dari strategi subtitusi impor, dan kini pola itu beralih ke strategi promosi ekspor. <br /><br />2.2 PERKEMBANGAN INDUSTRI<br />Sesuai sifat alamiah dari prosesnya, industri dibagi menjadi dua jenis, yaitu industri primer atau hulu yang mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap-tahap selanjutnya, dan industri sekunder atau indutri manufaktur yang terdiri dari industri tengah yang membuat barang-barang modal (mesin,traktor, dan sebagainya), barang-barang setengah jadi dan alat-alat produksi, serta industri hilir yang membuat barang-barang jadi yang kebanyakan adalah barang-barang konsumen rumah tangga. <br />Perkembangan sektor industri di Indonesia sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti, jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran yang dihasilkan (output), sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya. Menurut Dumairy (1996), sebagai gambaran ekstrem: keluaran atau industri pengolahan yang pada tahun 1969 baru bernilai Rp. 251 miliar telah melambung menjadi sekitar Rp. 418 triliun pada tahun 1993. Jumlah tenaga kerja yang diserap bertambah dari sekitar 4.9 juta orang pada tahun 1974-1975 menjadi 8.3juta orang pada tahun 1993. Perkembangan sektor industri sesungguhnya dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Produk-produk industrial buatan Indonesia dewasa ini jauh lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu.<br /><br />2.2.1 Jumlah Perusahaan pada Sektor Industri<br />Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan adalah dari banyaknya perusahaan. Oleh karena itu, untuk melihat keberhasilan sektor industri dapat dilihat dari jumlah perusahaan pada table 3.5 dibawah ini, yaitu: <br />Tabel 2.2<br />Banyaknya Perusahaan Pada sektor Industri<br />Periode 1970-2007<br />TAHUN 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979<br />JUMLAH 17,900 21,975 24,992 28,089 18,199 13,255 8,310 7,950 7,775 7,600<br /> <br /> <br />TAHUN 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989<br />JUMLAH 8,087 7,942 8,020 8,027 8,006 12,509 12,765 12,778 14,664 14,676<br /> <br /> <br />TAHUN 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999<br />JUMLAH 16,536 16,494 17,648 18,163 19,017 21,551 22,997 22,386 21,423 22,070<br /> <br /> <br />TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 <br />JUMLAH 22,174 21,396 21,146 20,324 20,685 20,729 23,224 26,521 <br />Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia, BI berbagai edisi <br /> <br />Gambar 2.1. jumlah perusahaan industri<br />Dari grafik terlihat bahwa pada periode 1970-1973, jumlah perusahaan di Indonesia mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 20.185 pada tahun 1971, 3.017 pada tahun 1972, dan 3.097 pada tahun 1973. Hal ini dikarenakan pada waktu itu, investasi di dalam negeri masih sangat tinggi dan potensi yang bisa dimanfaatkan masih sangat banyak sehingga para investor pun tertarik menanamkan modalnya dengan cara mendirikan perusahaan. Akan tetapi pada tahun 1974, jumlah perusahaan menurun drastis hingga mencapai jumlah sebesar 18.199. Penurunan jumlah ini berlangsung hingga tahun 1984. Pada masa krisis moneter tahun 1998, jumlah perusahaan di Indonesia mengalami penurunan, dikarenakan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil. Di tengah krisis, perusahaan-perusahaan harus mengurangi jumlah produksi karena tingginya harga bahan baku pada waktu itu, sedangkan permintaan akan produknya semakin berkurang. Akibatnya untuk menutup biaya produksi tersebut, perusahaan banyak yang mem-PHK karyawannya bahkan perusahaan tersebut harus gulung tikar. Untuk tahun selanjutnya hingga tahun 2007, jumlahnya mengalami peningkatan kembali meskipun kenaikannnya tidak terlalu besar. Hal ini didorong oleh kondisi perekonomian di Indonesia mulai membaik semenjak terjadinya krisis. <br /><br />2.3.4 Jumlah Tenaga Kerja pada Sektor Industri<br /> Perkembangan jumlah tenaga kerja pada sektor industri dari tahun 1970-2007 dapat dilihat dari table 3.6 di bawah ini:<br /> <br />Tabel.2.3<br />Banyaknya Tenaga Kerja Pada sektor Industri<br />Periode 1970-2007<br />TAHUN 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979<br />JUMLAH 849,941 972,029 1,001,445 1,048,768 924,257 862,002 799,746 784,934 827,477 870,019<br /> <br /> <br />TAHUN 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989<br />JUMLAH 97,579 1,011,784 1,067,017 1,119,630 1,197,799 1,684,726 1,691,435 1,788,325 2,064,689 2,247,668<br /> <br /> <br />TAHUN 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999<br />JUMLAH 2,662,804 2,993,967 3,312,882 3,574,809 3,813,670 4,174,142 4,214,967 4,170,093 4,123,612 4,234,408<br /> <br /> <br />TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 <br />JUMLAH 4,366,816 4,382,788 4,364,869 4,273,880 4,324,979 4,226,572 4,730,125 4,855,128 <br /><br />Sumber:Laporan Tahunan Bank Indonesia, berbagai edisi <br /> Untuk jumlah tenaga kerja, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sektor industri merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak diantara sektor-sektor lainnya. Hal ini dikarenakan sektor industri lebih bersifat padat karya. Dari data di atas, jumlah tenaga kerja yang terendah adalah pada tahun 1980 yaitu sebesar 97.579 yang artinya mengalami penurunan sebesar kurang lebih 78% dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun berikutnya jumlah tenaga kerja pada sektor industri mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 914.205 dari tahun sebelumnya.<br /> Pada periode tahun 1997, jumlah tenaga kerja sebanyak 4,170,093 orang berkurang sebesar 44.874 dari tahun 1996 yang mencapai 4.214.967 orang. Penurunan ini berlangsung hingga tahun 1998, hal ini dikarenakan terjadinya krisis pada tahun tersebut sehingga terjadi PHK besar-besaran. Namun seiring dnegan membaiknya kondisi perekonomian dalam negeri, jumlah tenaga kerjapun cenderung mengalami peningkatan kembali hingga tahun 2002, dan selanjutnya jumlah tenaga kerja pada tahun-tahun berikutnya cenderung berfluktuasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.2<br />Banyaknya Tenaga Kerja Pada sektor Industri Periode 1970-2007<br /><br /><br />2.3 KONTRIBUSI INDUSTRI TERHADAP EKONOMI<br />Prestasi ekonomi suatu bangsa dapat dilihat dan dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah pendapatan nasional. Banyak sektor yang memberikan kontribusinya terhadap pendapatan nasional seperti sektor industri pertanian dan industri. Distribusi PDB menurut subsektor industri juga bagus sebagai suatu indicator untuk mengukur tingkat diversifikasi industri. Secara hipotesis, semakin besar kontribusi output dari kelompok-kelompok industri berteknologi tinggi terhadap pembentukan PDB. Perkembangan peranan industri dan pertanian dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:<br /> <br />Tabel 2.4<br />Perkembangan PDB atas dasar harga konstan 2000 berdasarkan lapangan Usaha (miliar rupiah)<br /><br />No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006<br />1 Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 66,208.90 225,685.20 232,973.40 240,387.30 247,163.60 253,720.00 261,296.80<br /> a. Tanaman bahan makanan 34,533.80 113,019.60 115,925.50 119,164.70 122,611.70 125,801.80 129,211.20<br /> b. Tanaman perkebunan 10,722.00 34,845.20 36,585.60 38,693.90 38,849.30 39,810.90 41,081.80<br /> c. Peternakan dan hasil-hasilnya 7,061.30 27,770.10 29,393.50 30,647.00 31,672.50 32,346.50 33,309.90<br /> d. Kehutanan 6,338.90 17,609.80 17,986.50 17,213.70 17,433.80 17,176.90 16,784.10<br /> e. Perikanan 7,502.90 32,441.00 33,082.30 34,667.90 36,596.30 38,589.90 40,909.80<br />2 Pertambangan dan penggalian 38,896.40 168,244.30 169,932.00 167,603.80 160,100.50 165,085.40 168,729.90<br /> a. Minyak dan gas bumi 22,658.30 111,450.80 108,130.60 103,087.20 98,636.30 96,889.30 95,640.80<br /> b. Pertambangan bukan gas 11,619.20 44,720.30 49,066.50 51,007.30 46,947.10 52,604.60 56,097.30<br /> c. Penggalian 4,618.90 12,073.20 12,734.90 13,509.30 14,517.10 15,591.50 16,991.80<br />3 Industri pengolahan 104,986.90 398,323.90 419,388.10 441,754.90 469,952.40 491,421.80 514,192.20<br /> a. Industri Migas 11,599.90 50,894.90 52,179.50 52,609.30 51,583.90 48,519.20 47,928.10<br /> 1) Pengilangan Minyak bumi 6,843.10 22,670.00 21,820.00 22,374.10 22,322.30 21,207.20 21,002.30<br /> 2) Gas alam cair 4,756.90 28,224.90 30,359.50 30,235.20 29,261.60 27,312.00 26,925.80<br /> b. Industri bukan gas 93,387.00 347,429.00 367,208.60 389,145.60 418,368.50 442,902.60 466,264.10<br /> 1) Makanan, minuman dan tembakau 52,929.00 113,256.60 113,474.80 116,528.60 118,149.30 121,395.60 130,163.90<br /> 2) Tekstil, barang kulit dan alas kaki 8,394.10 46,966.10 48,484.90 51,483.60 53,576.30 54,277.10 54,944.20<br /> 3) Barang kayu dan hasil hutan 3,930.60 20,384.00 20,510.00 20,754.30 20,325.50 20,138.50 20,006.20<br /> 4) Kertas dan barang cetakan 3,981.40 19,042.90 20,045.20 21,731.00 23,384.20 23,944.20 24,444.80<br /> 5) Pupuk, kinia dan barang dari karet 11,816.80 43,132.70 45,171.40 50,008.70 54,513.60 59,293.10 61,947.90<br /> 6) Semen dan barang galian bukan logam 2,552.20 12,041.10 12,830.60 13,735.90 15,045.20 5,618.10 15,700.10<br /> 7) Logam dasar besi dan baja 2,595.90 9,050.90 8,935.50 8,222.90 8,008.00 7,712.00 8,076.80<br /> 8) Alat angkutan, mesin dan peralatan 6,796.20 80,435.10 94,982.00 103,414.70 121,683.30 136,744.60 147,063.80<br /> 9) Barang lainnya 392 3,119.60 2,773.90 3,265.90 3,683.10 3,779.40 3,916.40<br />4 Listrik, gas dan air bersih 6,574.80 9,058.30 9,868.30 10,349.20 10,897.60 11,584.10 12,263.60<br /> a. Listrik 5,394.70 6,386.00 6,769.10 7,104.10 7,468.50 7,967.60 8,487.30<br /> b. Gas kota 268 1,189.80 1,358.40 1,498.60 1,639.50 1,745.80 1,838.90<br /> c. Air bersih 912.1 1,482.50 1,740.70 1,746.50 1,789.60 1,870.70 1,937.40<br />5 Konstruksi 23,278.70 80,080.40 84,469.80 89,621.80 96,334.40 103,483.70 112,762.20<br />6 Perdagangan, hotel dan restaurant 63,498.30 234,273.00 243,409.30 256,516.60 271,142.20 293,877.20 311,903.50<br /> a. Perdagangan 50,333.20 192,541.40 199,649.10 210,653.30 222,290.00 242,084.30 257,623.10<br /> b. Hotel 2,669.20 9,642.10 10,107.90 10,738.60 11,590.70 12,365.60 12,723.80<br /> c. Restauran 10,495.30 32,089.50 33,652.30 35,124.40 37,261.50 39,427.30 41,556.60<br />7 Pengangkutan dan komunikasi 29,072.10 77,187.60 97,970.30 85,458.40 96,896.70 109,467.10 124,399.00<br /> a. Pengangkutan 21,176.30 56,467.30 66,117.70 57,463.00 62,495.70 66,445.90 70,880.20<br /> 1) Angkutan rel 371.1 814.2 1,002.90 608.9 603.3 585.3 620.3<br /> 2) Angkutan jalan raya 10,485.40 28,079.80 32,645.40 25,771.50 27,056.60 28,388.80 29,824.30<br /> 3) Angkutan laut 3,162.70 7,564.30 9,596.90 7,857.60 8,142.90 8,855.80 9,497.20<br /> 4) Angkutan sungai, danau dan penyebrangan 1,596.70 2,385.20 2,623.50 2,165.00 2,254.00 2,350.80 2,444.30<br /> 5) Angkutan udara 1,211.30 5,046.10 5,712.00 7,214.60 9,384.30 10,362.30 11,466.20<br /> 6) Jasa penunjang angkutan 4,349.10 12,577.70 14,537.00 13,845.40 15,054.60 15,902.90 17,027.90<br /> b. Komunikasi 7,895.80 20,720.30 31,852.60 27,995.40 34,401.00 43,021.20 53,518.80<br />8 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 27,449.40 135,369.80 154,442.20 140,374.40 151,123.30 161,384.30 170,495.60<br /> a. Bank 9,167.90 64,408.50 68,306.70 64,418.30 68,295.00 71,462.10 72,678.70<br /> b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 3,064.60 10,342.20 12,603.70 11,046.80 12,067.30 13,043.30 13,958.10<br /> c. Jasa Penunujang Keuangan 235.1 919.3 1,006.30 968.9 1,057.80 1,104.90 1,185.40<br /> d. Real estat 9,214.80 38,227.80 47,873.10 40,511.50 44,111.70 47,780.00 51,950.80<br /> e. Jasa Perusahaan 5,767.00 21,472.00 24,652.40 23,428.90 25,591.50 27,994.00 30,722.60<br />9 Jasa-Jasa 38,051.50 152,258.00 165,602.80 145,104.90 152,906.10 160,626.50 170,612.10<br /> a. Pemerintahan Umum 22,555.10 81,850.90 83,293.40 71,147.70 72,323.60 73,700.10 76,618.40<br /> 1) Administrasi, pemerintahan dan pertahanan 16,681.60 51,817.60 52,508.60 45,394.20 46,055.10 46,889.60 48,644.30<br /> 2) Jasa pemerintahan lainnya 5,873.50 30,033.30 30,784.80 25,753.50 26,268.50 26,268.50 27,974.10<br /> b. Swasta 15,496.40 70,407.10 82,309.40 73,957.20 80,582.50 80,582.50 93,993.70<br /> 1) Sosial kemasyarakatan 2,758.70 20,158.40 24,931.50 19,561.30 21,082.70 21,082.70 24,295.70<br /> 2) Hiburan dan rekreasi 684.4 5,411.60 6,170.20 5,816.80 6,302.10 6,302.10 7,158.30<br /> 3) Perorangan dan rumah tangga 12,053.30 44,837.10 51,207.20 48,579.10 53,197.70 53,197.70 62,539.70<br /> <br /> Produk Domestik Bruto (PDB) 398,016.90 1,684,280.50 1,863,274.70 1,577,171.30 1,656,516.80 1,750,656.10 1,846,654.90<br /> <br /> Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa Migas 363,758.70 1,505,600.80 1,700,522.70 1,421,474.80 1,506,296.60 1,605,247.60 1,703,086.00<br />Sumber:Laporan Tahunan Bank Indonesia, BI<br /> <br /> <br /> <br />Gambar 2.3 Pertumbuhan PDB<br /><br />Berdasarkan tabel tersebut industri merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan PDB dalam setiap tahunnya. Pada awal penelitian sektor industri memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional yakni sebesar 104,986.90; Begitu pula pada tahun kedua penelitian (2001) penyumbang terbesar sektor industri yaitu sebesar 398,323.90 <br />Pertumbuhan ekonomi meningkat dari 3,7% pada 2002 menjadi 4,1% pada 2003, sedikit di atas kisaran proyeksi di awal 2003. Pada sisi permintaan agregat, seluruh komponen tumbuh positif dengan konsumsi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan. Pertumbuhan investasi sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya tetapi masih pada level yang sangat rendah. Bahkan, investasi dalam bentuk mesin dan perlengkapan mencatat pertumbuhan negatif. Permintaan ekspor juga mengalami perbaikan<br />Pada setiap tahunnya industri selalu memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap PDB, namun pada tahun 2003 pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan mendapat tantangan yang berat, sebagaimana terlihat dari masih rendahnya pertumbuhan sektor ini. Pada 2003, sektor ini hanya tumbuh sebesar 3,5%, jauh di bawah angka rata-rata pertumbuhan. Kecenderungan penurunan laju pertumbuhan ini terjadi baik untuk Subsektor Industri Migas dan Subsektor Industri Nonmigas. Untuk industri nonmigas, memburuknya kinerja yang terjadi merupakan konsekuensi penurunan pertumbuhan nilai tambah pada industri makanan, minuman dan tembakau yang mencakup 50% dari pangsa Subsektor Industri Nonmigas. Pertumbuhan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran relatif stabil dengan laju sebesar 3,7%. Pertumbuhan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi relatif meningkat tajam dengan laju pertumbuhan mencapai 10,7%. Sektor ini merupakan satu-satunya sektor yang laju pertumbuhannya telah melampui rata-rata pertumbuhan pada periode sebelum krisis. <br />Untuk tahun 2006 sektor pertumbuhan industri mengalami kenaikan. sektor ini tumbuh sebesar 4,6%. Seiring dengan itu, sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 6,1% pada tahun 2006 menjadi 8,5%. Tingginya pertumbuhan kedua sektor tersebut terutama ditopang oleh meningkatnya permintaan domestik dan membaiknya keyakinan dunia usaha terhadap kondisi perekonomian. <br />Pertumbuhan ekonomi, terutama dilihat dari ekspor komoditas manufaktur, sering ditafsirkan sebagai proses pemantapan industrialisasi nasional. Penafsiran semacam ini, kalau tidak hati-hati, dapat menyederhanakan proses industrialisasi sebagai proses yang hanya berkiblat pada pemecahan masalah pasar (market-pull) jangka pendek. Pengamat ekonomi menilai kebijakan ini sangat berhasil dan pertumbuhan sektor manufaktur terus meningkat (The Kwian Wie, 1994). Sejak itu pula pangsa sumbangan industri sudah melebihi pangsa sumbangan pertanian dan semakin dominan dalam pembangunan nasional. Bahkan, laporan pertumbuhan produk domestik bruto di atas 7 persen dari Bank Pembangunan Asia dan Dana Moneter Internasional (Jawa Pos, 19 April 1996) ikut memperkuat pernyataan keberhasilan kebijakan tersebut. <br /><br /><br /><br /><br />PERKEMBANGAN BEBERAPA INDUSTRI PENTING<br /><br />1. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)<br />Industri TPT merupakan salah satu industri penting di Indonesia karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja, meraih devisa ekspor, dan memenuhi kebutuhan sandang di dalam negeri. Industri TPT Nasional pada tahun 2007 berjumlah 2.726 unit usaha naik 1 persen dibandingkan denga tahun 2006; Sementara itu, nilai investasi mencapai sebesar Rp.136,2 triliun (naik 0,4 persen); tenaga kerja yang diserap sebanyak 1,2 juta orang (naik 2 persen); dan nilai ekspornya diperkirakan mencapai US$ 10,25 miliar (naik 8,5 persen). Secara rinci perkembangan kapasitas, volume dan utilisasi kapasitas produksi industri TPT dapat dilihat pada Tabel 25. <br />Dalam rangka meremajakan mesin mesin industri TPT yang menurut survey telah 70 persen-nya berumur diatas 20 tahun, pada tahun 2007 telah diluncurkan Program Peningkatan Teknologi ITPT (restrukturisasi mesin/peralatan) dengan jumlah dana sebesar Rp.255 miliar yang terbagi menjadi 2 yaitu skim I dalam bentuk bantuan potongan harga dan skim II dalam bentuk bantuan kredit dengan modal padanan. Untuk skim I dana yang tersedia sebesar Rp 175 miliar dan skim II sebesar Rp 80 miliar. Selanjutnya untuk tahun 2008 dana yang tersedia sebesar Rp 330 miliar atau apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat menjadi 22,72 persen. Program restrukturisasi permesinan tersebut dikoordinasikan dengan Bank Indonesia dan beberapa bank pelaksana. Program tersebut diharapkan akan berlanjut pada tahun 2009.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.5<br /> <br />Dalam rangka mengurangi ketergantungan penyediaan bahan baku kapas yang 99 persen masih diimpor telah dilakukan kerjasama dengan Departemen Pertanian untuk mengembangkan tanaman kapas pada daerah daerah yang iklimnya cukup mendukung seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTB dan beberapa daerah di Jawa Tengah, yang diperkirakan dapat mengurangi ketergantungan impor sebesar 4,5 persen. Selain itu telah dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif kapas, melalui pengembangan industri serat rami yang pada saat ini telah diuji coba di 21 lokasi (meliputi 6 Provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu dan Jambi). Dalam rangka meningkatkan keterampilan SDM industri TPT, telah dilakukan pelatihan-pelatihan peningkatan kemampuan SDM, sedangkan untuk mengatasi permasalahan illegal import dan transhipment telah dilakukan koordinasi dengan Dep.Perdagangan dan Ditjen Bea Cukai untuk menyempurnakan aturan tata niaga ekspor dan impor yang nampaknya menunjukkan perubahanperubahan yang menggembirakan.<br /><br />2. Industri Alas Kaki<br />Pada tahun 2007 (s/d November 2007) industri alas kaki masih menunjukkan pertumbuhan dibandingkan dengan tahun 2006, hal ini disebabkan telah mulai berproduksinya beberapa investasi baru maupun perluasan disamping peluang ekspor yang semakin membaik. Perkembangan industri alas kaki dalam tahun 2007 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 2.6 dibawah ini.<br /><br />Tabel. 2.6<br /> <br /><br />3. Industri Besi Baja<br />Tingkat utilisasi industri besi baja nasional pada tahun 2008 meningkat 1,1 persen menjadi 61,6 persen dari 60,5 persen pada tahun 2007. Perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.7<br /> <br />Pengamatan yang dilakukan terhadap 11 jenis produk baja menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sekitar 1,07 persen sampai 12,50 persen, walaupun 7 jenis produk diantaranya mengalami penurunan sekitar 0,27 persen sampai 20,86 persen yaitu antara lain Besi Spon (-20,86 persen), HRC/Plate (-0,88 persen) dan Pipa Las (-0.90 persen), Billet/Ingot/Bloom (-3,55 persen). Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya perbaikan rutin mesin-mesin produksi, pemogokan buruh, dan tingginya persediaan produk tahun-tahun sebelumnya serta menurunnya permintaan dalam negeri. Kecenderungan meningkatnya persediaan ini terutama disebabkan adanya kekhawatiran harga energi akan terus meningkat sehingga perusahaan memproduksi pada harga sebelum naik, hal ini terlihat dari meningkatnya produksi Tin Plate (12,50 persen).<br /><br />4. Industri Mesin<br />Industri mesin mempunyai peran yang sangat penting di dalam mendukung perkembangan sektor industri manufaktur maupun sektorsektor perekonomian lainnya seperti konstruksi, pertambangan, energi,pertanian dan lain-lain. Industri Mesin yang akan diuraikan meliputi: Industri Mesin/Peralatan Pabrik, Industri Mesin/Peralatan Listrik, Industri Mesin/Peralatan Pertanian dan Industri Alat Berat. Perkembangan investasi industri mesin dapat dilihat pada Tabel 2.8. berikut :<br /><br />Tabel 2.8<br /> <br /><br /><br />5. Industri Perkapalan<br />Industri perkapalan atau galangan kapal merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang sangat luas baik ke industri hulunya maupun ke industri hilirnya sehingga dikategorikan sebagai industri strategis dan merupakan industri masa depan yang mempunyai prospek yang cerah. Saat ini terdapat sekitar 250 perusahaan industri perkapalan/galangan kapal yang mampu memproduksi kapal baru dan memperbaiki/reparasi kapal. Meskipun jumlah perusahaan cukup banyak, namun sebagian besar hanya mampu membangun dan mereparasi kapal kapal berukuran kecil atau kurang dari 10.000 DWT serta mesin/peralatan produksinya relatif sudah tua. Industri galangan kapal dalam negeri memiliki fasilitas produksi terbesar berupa dok gali (graving dock) dengan kapasitas 150.000 DWT yang dapat dipergunakan untuk membangun kapal baru maupun untuk memperbaiki/reparasi kapal. Pengalaman industri galangan kapal dalam negeri membangun kapal baru berbagai jenis, tipe dan ukuran sampai dengan ukuran/kapasitas 50.000 DWT. Dalam tiga tahun terakhir industri galangan kapal mengalami perkembangan yang menggembirakan dimana terjadi pertumbuhan investasi yang sangat pesat khususnya di Pulau Batam yang sampai saat ini telah mencapai sekitar 65 perusahaan. Hal ini disebabkan karena iklim investasi (insentif fiskal dan tata niaga) yang dikembangkan di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun (Bonded Zone / Kawasan Berikat, dan KEK / Kawasan Ekonomi Khusus) menarik minat investor asing, juga karena pulau Batam dekat dengan sumber bahan baku/perdagangan, yaitu Singapura. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan investasi industri galangan kapal cukup besar adalah dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang intinya adalah penerapan azas, yang didalamnya juga diamanatkan pengembangan industri perkapalan nasional untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan industri pelayaran nasional.<br /><br />Tabel 2.9<br /> <br /><br />6. Industri Kendaraan Bermotor<br />Saat ini telah terdapat 15 perusahaan industri perakit kendaraan bermotor roda empat, 16 perusahaan perakit sepeda motor, yang didukung oleh sekitar 250 perusahaan industri komponen yang memproduksi berbagai jenis komponen mulai dari komponen universal sampai komponen utama seperti engine dan transmisi. Perkembangan industri kendaraan bermotor di Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan yang sangat baik sehingga memberikan rasa optimis untuk dapat melangkah lebih jauh. Perkembangan ini diperkirakan akan bergerak terus dalam beberapa tahun mendatang. Walaupun terjadi penurunan pasar dalam negeri pada tahun 2006 yang mencapai kurang lebih 40 persen untuk kendaraan roda empat dan sekitar 15 persen untuk kendaraan roda dua namun perkembangan ekspor kendaraan CBU melonjak lebih kurang 70 persen. Hal ini menunjukkan daya saing produk otomotif Indonesia yang cukup baik. Investasi yang tertanam di sektor otomotif pada tahun 2007 telah mencapai sekitar Rp. 18,054 triliun dengan kumulatif tenaga kerja mencapai 186.000 orang. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir beberapa perusahaan otomotif melakukan penambahan investasi diantaranya adalah PT. Astra Daihatsu Motor dengan nilai investasi sekitar Rp. 3 triliun untuk meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 150.000 unit/tahun, PT. Astra Honda Motor dengan investasi sekitar US$ 101 juta, PT. Yamaha Motor Manufacturing dan PT. Yamaha Motor Manufacturing West Java dengan nilai investasi sekitar 7 miliar Yen untuk meningkatkan kemampuan peralatan produksi kedua pabrik tersebut. <br />Disamping penambahan investasi tersebut diatas, PT. TVS Motor Company Indonesia – sebuah perusahaan industri sepeda motor milik TVS Motor Ltd. Singapura dan investor dari India, saat ini sedang dalam proses merealisasikan investasi sebesar US$ 42,6 juta di Indonesia yang diproyeksikan akan menyerap tenaga kerja sekitar 500 orang.<br />Produksi kendaraan bermotor roda empat pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 420.000 unit, mengalami kenaikan sebesar 35,14 persen bila dibandingkan dengan tahun 2006 sebanyak 296.008 unit. Dalam periode yang sama produksi kendaraan bermotor roda dua diperkirakan mencapai 4.900.000 unit, meningkat sekitar 450.000 unit atau naik sebesar 10,1 persen dibanding pada tahun 2006. <br />Perkembangan tersebut diperkirakan akan meningkat terus dalam beberapa tahun kedepan, sejalan dengan makin membaiknya indicator makro ekonomi nasional serta adanya upaya untuk terus meningkatkan kualitas infrastruktur perhubungan.<br />Dengan memanfaatkan pasar domestik sebagai Base Load diharapkan industri otomotif nasional dapat lebih berperan sebagai salah satu basis produksi otomotif di ASEAN, khususnya untuk kendaraan MPV dan menjadi produsen ke-3 terbesar kendaraan bermotor roda dua di dunia setelah China dan India. Sejalan dengan pertumbuhan pasar dalam negeri yang cukup menggembirakan, kegiatan ekspor produk industri otomotif juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai ekspor produk otomotif tahun 2007 mencapai lebih dari US$ 2,50 miliar, naik sebesar 35,0 persen dibanding total nilai ekspor sebesar US$ 1,85 miliar pada tahun 2006. Beberapa produk kendaraan bermotor utuh (CBU) yang telah masuk ke pasar global diantaranya adalah Toyota (Avanza dan Innova), dan Daihatsu, dengan perkiraan volume ekspor sebesar 60.000 unit/tahun. Sedangkan total nilai impor produk otomotif pada tahun 2007 mencapai US$ 3,30 miliar sehingga bila dibandingkan dengan nilai ekspor, industri otomotif nasional mengalami deficit sebesar US$.0,8 miliar. <br />Perkembangan pasar domestik produk industri otomotif khususnya untuk kendaraan bermotor roda-4 pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup tajam. Selama tahun 2007 diprediksi penjualan akan mencapai 380.000 unit, atau terjadi peningkatan sebesar 19,12 persen dibanding penjualan tahun 2006 yakni sebesar 319.000 unit. Untuk menekan dampak dari kenaikan BBM terutama untuk yang non subsidi dan tingginya premi asuransi sebagaimana ditetapkan oleh kebijakan Menkeu yang baru, saat ini sedang dilakukan berbagai upaya untuk membantu perusahaan menurunkan biaya produksi, diantaranya melalui pemberian fasilitas keringanan BM atas impor bahan baku untuk pembuatan komponen dalam negeri serta<br />penurunan PPn-BM. <br />Disamping itu juga telah dilakukan pemberian bantuan berupa bimbingan peningkatan produktivitas kepada industri-industri komponen baik dengan memanfaatkan bantuan asing maupun dengan menggunakan tenaga-tenaga dari dalam negeri. Dari sisi penguasaan teknologi, industri kendaraan bermotor dalam negeri khususnya sepeda motor telah mampu menghasilkan produk sepeda motor yang benar-benar dirancang dan direkayasa sepenuhnya oleh perusahaan dan tenaga ahli Indonesia, yaitu oleh PT. Kanzen Motor Indonesia yang sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Namun demikian secara umum pengembangan industri kendaraan bermotor nasional masih mengalami berbagai kendala diantaranya masih lemahnya dukungan industri pendukung seperti industri bahan baku dan komponen dalam negeri yang menyebabkan masih tingginya ketergantungan industri otomotif terhadap impor bahan baku dan komponen, disamping keterbatasan kemampuan design & engineering serta infrastruktur yang tersedia.<br /><br />7. Industri Petrokimia<br />Perkembangan kapasitas produksi industri petrokimia pada tahun 2008 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 20,7 persen, namun peningkatan tersebut tidak diikuti oleh peningkatan realisasi produksi, sehingga utilisasi kapasitas produksi menurun dari 92,8 persen di tahun 2007 menjadi 84,7 persen pada tahun 2008. <br />Perkembangan nilai ekspor industri petrokimia tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar (8,6 persen). Sedangkan nilai investasi (PMA) meningkat sebesar 0,1 persen dan untuk PMDN menurun sebesar (5,6 persen). Kinerja petrokimia secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.10. di bawah ini;<br />Tabel 2.10<br /> <br />8. Industri Pupuk<br />Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang memiliki peranan penting dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional. Oleh karena itu produksi pupuk di dalam negeri sampai saat ini diutamakan untukmemenuhi kebutuhan pupuk sector pertanian.<br />Perkembangan industri pupuk (urea, ZA, TSP, NPK ) di Indonesia sangat tergantung dari pasokan bahan baku gas dalam negeri, sehingga beberapa pabrik pupuk seperti PT PIM, PT Pupuk Kujang dan PT Pupuk Kaltim tidak dapat beroperasi secara optimal. <br />Pada tahun 2008 diperkirakan kapasitas produksi pupuk urea mencapai 7,87 juta ton per tahun dengan utilisasi sekitar 75,06 persen; pupuk ZA 650 ribu ton per tahun; pupuk TSP 1,00 juta ton per tahun; dan NPK 1,64 juta ton per tahun. <br />Tabel 2.11.<br /> <br />9. Industri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO)<br />Indonesia saat ini tercatat sebagai produsen CPO terbesar dunia setelah pada tahun 2006 dapat mengungguli Malaysia. Perkembangan produksi dan ekspor CPO dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukan trend yang meningkat seperti pada Tabel 2.12 dibawah ini.<br />Tabel 2.12<br /> <br /><br />Ekspor CPO dan produk olahannya terus meningkat setiap tahunnya, yaitu sebesar 9,26 juta ton (75,7 persen dari produksi CPO) pada tahun 2004 dan diperkirakan menjadi 18,64 juta ton (87,2 persen dari produksi CPO) pada tahun 2008. Konsumsi CPO dalam negeri sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng (konsumen utama), industri margarin dan sabun. Sementara konsumsi CPO untuk industri oleokimia masih relatif rendah, begitu juga pemanfaatan CPO untuk bahan bakar kendaraan bermotor (biodiesel) masih relatif rendah sekitar 1000 ton. Konsumsi CPO untuk industri olekimia dasar (Fatty Acid) pada tahun 2007 sebesar 769 ribu ton dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2008 sebesar 778 ribu ton.<br /><br />10. Industri Pengolahan Kakao<br />Indonesia merupakan negara produsen kakao ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi biji kakao Indonesia sebesar 456.000 ton pada tahun 2006; 517.000 ton pada tahun 2007 dan pada akhir tahun 2008 diperkirakan produksi biji kakao akan mencapai 573.000 ton. <br />Jumlah industri pengolahan kakao di Indonesia terdapat 15 pabrik, yang mengolah biji kakao menjadi berbagai produk seperti : cacao liquor, cacao butter, cacao cake dan cacao powder dengan total kapasitas terpasang pada tahun 2007 sebesar 303.400 ton dan utilisasinya mencapai 50 persen (151.700 ton). Tahun 2008 terdapat penambahan kapasitas 30.000 ton, sehingga total kapasitas pada tahun 2008 menjadi 333.400 ton. Pada tahun 2008 utilisasinya diperkirakan mencapai 60 persen atau menjadi 200.040 ton. Peningkatan utilisasi tersebut terjadi karena adanya penghapusan PPN, sehingga daya saing industri kakao olahan di dalam negeri meningkat. <br />Berbagai produk olahan biji kakao tersebut sebagian besar di ekspor ke berbagai negara yang jumlahnya pada tahun 2006 mencapai 74.413 ton dengan nilai US$ 160,73 juta dan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri cokelat dalam negeri. Pada akhir tahun 2007 ekspor produk olahan kakao mencapai 93.447 ton dengan nilai US$ 201,85 juta. <br />Diperkirakan tahun 2008 ekspor kakao olahan mencapai 112.137 ton dengan nilai US$ 242,22 juta. Jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri kakao tahun 2006 sebesar 7.004 orang, dan pada tahun 2007 mencapai 8.392 orang, dan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 8.882 orang, hal ini karena terjadi peningkatan investasi baru pada industri kakao.<br />Tabel 2.13<br /> <br /><br /><br /><br />Pertumbuhan Industri <br />Tabel 2.14<br /> <br /> Tabel 2.15<br /> <br />Dari beberapa pemaparan jenis industri di atas memperlihatkan keunggulan tiap jenis industri, meski masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Meski dapat dilihat bahwa dalam perkembangannya begitu baik, namun untuk dapat memberikan kontribusi terbaik bagi industri nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional dari sector industri masih belum cukup. <br />Daya saing industri nasional hingga tahun lalu masih memprihatinkan. Indonesia masih berada di peringkat 69, sementara dua tetangga dekat Indonesia, Thailand dan Malaysia masing-masing berada pada peringkat 34 dan 31. Padahal beberapa tahun sebelumnya, Indonesia justru mampu mengungguli kedua negara tersebut. Oleh karenanya, saat ini Indonesia harus berjuang keras agar bisa meningkatkan daya saing industri nya di dunia. Menteri Perindustrian, Andung A. Nitimihardja, mengungkapkan bahwa peringkat daya saing Indonesia ditargetkan akan menyamai atau bahkan melebihi Malaysia dan Thailand pada tahun 2009 nanti. Untuk itu, pemerintah menargetkan industri nasional bisa tumbuh 8,9 persen per tahun hingga 2009. <br />(Industri Indonesia Ungguli Malaysia Pada Tahun 2009; Kamis, 19 Mei 2005)<br /><br /><br /> <br />2.3.1 Perkembangan Ekspor Industri di Indonesia<br />Tabel 2.16<br />Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Komoditas<br />(Juta $)<br />Rincian 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005<br />Industri 33,157 32,678 40,623 35,628 39.819 41.981 47.416 55.872<br />Tekstil dan Produk Tekstil 7,034 6,291 7,317 6,752 7.158 7.294 7.507 8.554<br />Pakaian jadi 3,769 3,450 4,067 3,821 3.996 4.147 4.364 4.959<br />Produk Kayu 2,089 569 546 532 3.343 3.247 3.164 2.94<br />Kayu Lapis 4,245 4,526 4,495 3,962 1.797 1.708 1.501 1.798<br />Minyak Kelapa Sawit 2,328 2,259 1,996 1,725 2.151 2.521 3.353 3.708<br />Produk Kimia 39 255 296 272 1.308 1.576 1.896 4.45<br />Produk Logam 1,387 1,078 1,217 1,131 614 887 1.787 561<br />Barang-barang Listrik 2,813 3,365 6,366 6,115 2.776 3.205 3.396 9.774<br />Semen 87 143 141 170 115 92 100 184<br />Kertas 2,471 2,645 3,046 2,677 2.156 2.061 2.171 3.238<br />Lainnya 5,275 5,670 6,205 4,233 18.594 18.952 21.166 21.668<br /> <br />Tabel 2.17<br /> <br />Untuk komoditas sektor industri menyumbang 92.255 juta terhadap nilai ekspor terutama di tahun 2008. Sektor elektronik memberikan kontribusi yang cukup tinggi diantara subsektor lainnya dimana nilai tertinggi yang pernah dicapai yaitu pada tahun 2007 sebesar 12.652.3 juta, sedangkan nilai terendah dicapai oleh produk kimia pada tahun 1998 sebesar 87 juta. Berdasarkan data di atas juga terlihat bahwa sector migas dan non-migas memberi kontribusi yang cukup baik pada industri indonesia.<br /><br /><br /> <br />Tabel 2.18<br />Ekspor Sektor Industri berdasarkan barang<br /><br />No Hs Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 Trend (%) 03-07 Perub (%) 07/06 Peran (%) 2007 Jan-ags 2007 Jan-ags 2008 Perub (%) 08/07 Peran (%) 2008<br />1 84 Mesin-mesin/pesawat mekanik 4.297,1 6.311,0 8.076,2 7.403,6 9.518,7 19,13 28,57 18,12 6.102,3 12.290,5 101,41 18,43<br />2 85 Mesin/perlatan listrik 1.769,0 2.776,4 3.329,2 3.107,8 4.642,0 22,66 49,37 8,84 3.005,7 9.586,1 218,93 14,38<br />3 72 Besi dan baja 1.287,0 2.717,4 3.344,9 2.865,1 4.175,0 27,21 45,72 7,95 2.746,7 5.985,3 117,91 8,98<br />4 29 Bahan kimia organik 2.163,9 3.258,3 3.244,2 3.439,2 3.881,2 13,00 12,85 7,39 2.588,1 3.710,8 43,38 5,57<br />5 87 Kendaraan dan bagiannya 1.890,3 2.423,1 3.061,4 2.447,0 2.778,7 8,12 13,56 5,29 1.696,8 4.511,5 165,88 6,77<br />6 39 Plastik dan barang dari plastik 1.136,8 1.605,9 1.748,9 1.855,7 2.195,2 15,73 18,30 4,18 1.434,0 2.813,5 96,20 4,22<br />7 10 Gandum-ganduman 1.044,2 1.080,7 884,4 1.229,1 1.804,5 13,01 46,81 3,43 1.233,9 1.557,7 26,24 2,34<br />8 88 Kapal terbang dan bagiannya 120,2 299,1 479,7 971,3 1.607,3 88,98 65,48 3,06 803,9 917,7 14,16 1,38<br />9 73 Benda-benda dari besi dan baja 688,9 861,9 1.482,1 1.261,7 1.370,1 19,20 8,59 2,61 907,5 2.155,7 137,55 3,23<br />10 23 Ampas/sisa industri makanan 610,2 900,4 824,8 882,7 1.147,5 13,24 30,00 2,18 696,4 1.174,2 68,62 1,76<br />11 17 Gula dan kembang gula 373,4 321,2 654,7 640,0 1.116,4 33,37 74,45 2,12 761,7 335,4 -55,96 0,50<br />12 47 Bubur kayu/pulp 636,4 824,8 785,1 852,7 1.022,5 10,31 19,91 1,95 646,5 1.063,3 64,48 1,59<br />13 52 Kapas 800,5 843,1 731,1 782,4 953,0 2,78 21,81 1,81 649,8 1.374,2 111,49 2,06<br />14 28 Bahan kimia anorganik 465,0 604,0 737,3 814,7 908,2 17,80 11,47 1,73 599,4 979,6 63,43 1,47<br />15 04 Susu, mentega, telur 277,2 436,8 521,2 566,2 879,4 29,28 55,32 1,67 550,9 681,4 23,70 1,02<br />16 38 Berbagai produk kimia 438,3 592,2 675,5 781,8 848,7 17,34 8,55 1,62 543,4 826,7 52,13 1,24<br />17 76 Aluminium 332,8 485,0 565,9 674,1 815,1 23,62 20,92 1,55 564,1 845,7 49,94 1,27<br />18 40 Karet dan barang dari karet 347,0 467,5 610,8 698,4 790,7 22,73 13,21 1,50 514,7 948,5 84,27 1,42<br />19 31 Pupuk 230,2 385,7 459,3 564,3 729,5 30,83 29,28 1,39 462,6 1.498,9 224,00 2,25<br />20 90 Perangkat optik 306,1 456,5 486,5 523,4 643,7 17,63 22,99 1,23 396,5 938,9 136,81 1,41<br />21 48 Kertas/karton 329,3 446,7 478,2 507,3 602,6 14,29 18,78 1,15 384,0 673,1 75,30 1,01<br />22 32 Sari bahan samak & celup 352,4 476,6 482,1 495,6 574,2 10,69 15,87 1,09 379,3 576,7 52,07 0,86<br />23 12 Biji-bijian berminyak 390,7 468,3 372,0 375,9 568,4 5,44 51,22 1,08 373,8 550,0 47,12 0,82<br />24 89 Kapal laut 439,9 322,0 328,6 1.501,0 540,0 21,53 -64,03 1,03 285,0 519,8 82,41 0,78<br />25 33 Minyak atsiri, kosmetik wangi-wangian 193,1 289,6 320,2 358,5 435,6 20,20 21,48 0,83 291,6 390,2 33,84 0,59<br />26 08 Buah-buahan 189,0 216,4 217,5 327,8 435,4 23,18 32,82 0,83 307,6 327,1 6,33 0,49<br />27 25 Garam, belerang, kapur 229,5 302,9 355,5 399,6 429,2 16,51 7,41 0,82 288,0 513,5 78,32 0,77<br />28 55 Serat stafel buatan 221,7 299,3 243,2 241,2 355,5 7,55 47,42 0,68 221,3 435,0 96,51 0,65<br />29 79 Seng 80,0 115,0 141,6 268,7 349,3 46,19 30,01 0,66 241,5 216,6 -10,30 0,32<br />30 11 Hasil penggilingan 139,2 127,7 194,4 259,6 322,8 27,02 24,35 0,61 236,8 304,1 28,41 0,46<br />31 34 Sabun dan preparat pembersih 242,6 325,2 324,0 288,2 310,8 3,82 7,84 0,59 217,6 297,7 36,79 0,45<br />32 30 Produk industri farmasi 127,2 171,6 190,1 258,0 297,0 23,41 15,12 0,57 207,6 228,0 9,87 0,34<br />33 74 Tembaga 92,8 128,6 162,8 254,2 285,0 33,98 12,16 0,54 173,5 754,0 334,53 1,13<br />34 24 Tembakau 154,8 171,1 180,4 191,3 267,8 12,83 40,01 0,51 173,5 263,9 52,08 0,40<br />35 44 Kayu, barang dari kayu 107,7 150,0 188,3 222,4 258,3 23,89 16,14 0,49 180,2 240,0 33,22 0,36<br />36 21 Berbagai makanan olahan 96,4 167,0 186,6 208,9 255,8 24,29 22,42 0,49 172,8 325,2 88,15 0,49<br />37 07 Sayuran 92,4 109,3 127,4 190,6 245,1 28,49 28,55 0,47 179,0 227,8 27,30 0,34<br />38 82 Perkakas, perangkat potong 113,2 156,7 159,9 184,7 233,1 17,46 26,16 0,44 159,8 205,1 28,36 0,31<br />39 54 Filamen buatan 183,6 244,2 260,8 286,2 229,1 6,20 -19,95 0,44 162,9 503,8 209,25 0,76<br />40 01 Binatang hidup 82,8 100,4 118,5 117,3 228,1 24,40 94,53 0,43 152,8 248,5 62,65 0,37<br />41 26 Bijih, kerak,, dan abu logam 68,6 168,4 255,8 246,4 219,7 31,10 -10,83 0,42 159,6 261,2 63,67 0,39<br />42 83 Berbagai barang logam dasar 89,2 118,1 147,5 148,5 199,9 20,24 34,66 0,38 125,8 256,7 104,08 0,38<br />43 94 Perabot, penerangan rumah 44,2 69,9 104,8 135,9 190,5 43,14 40,19 0,36 120,5 216,4 79,53 0,32<br />44 35 Perekat, enzim 107,2 116,7 132,8 143,2 171,1 12,07 19,48 0,33 112,4 203,7 81,18 0,31<br />45 02 Daging hewan 44,9 55,7 84,7 99,0 164,3 37,30 65,93 0,31 107,5 146,2 36,04 0,22<br />46 78 Timah hitam 31,6 65,9 61,8 83,9 162,1 42,08 93,14 0,31 98,1 154,4 57,41 0,23<br />47 70 Kaca & barang dari kaca 64,3 86,3 88,4 100,9 134,3 17,71 33,04 0,26 88,4 200,6 127,02 0,30<br />48 96 Berbagai barang buatan pabrik 72,3 88,2 89,0 108,4 125,1 13,92 15,41 0,24 84,9 161,7 90,44 0,24<br />49 59 Kain ditenun berlapis 122,5 115,8 126,8 123,0 124,9 1,01 1,62 0,24 81,8 198,3 142,44 0,30<br />50 69 Produk keramik 98,7 136,3 110,8 124,1 112,9 1,77 -9,10 0,21 65,4 137,1 109,63 0,21<br /> Lainnya 1.123,4 1.331,5 1.305,5 1.491,0 1.885,4 12,17 26,46 3,59 1.255,6 2.749,0 118,93 4,12<br /> Non migas 24.939,8 34.792,5 40.243,2 42.102,6 52.540,6 18,30 24,79 100,00 33.993,4 66.681,3 96,16 <br /> <br />Dalam tahun 2000, total nilai ekspor barang industri meningkat sebesar 15,0% dari tahun sebelumnya sehingga mencapai $37,6 miliar. Tajamnya peningkatan ekspor barang industri tersebut terjadi pada peningkatan nilai ekspor mesin & pesawat mekanik (77,4%), barang-barang listrik (70,8%), kertas (14,1%) dan tekstil & produk tekstil (6,4%). Peningkatan nilai ekspor barang industri tersebut di samping disebabkan oleh naiknya harga kertas di pasar dunia, juga didorong kuatnya permintaan akan barang-barang tekstil & produk tekstil, barang-barang listrik, dan mesin & pesawat mekanik di pasar internasional.<br />Gambar 2.6<br />Ekspor sektor industri berdasarkan barang<br /> <br />2.3.2 Kontribusi Industri Terhadap PDB di Indonesia<br />Sektor industri memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi, karena sektor ini selain cepat meningkatkan nilai tambah juga sangat besar peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, disamping itu sektor ini pun mampu merangsang kegiatan ekonomi sektor lainnya seperti jasa, angkutan dan perdagangan. Di bawah ini terdapat perkembangan kontribusi Industri terhadap PDB di Indonesia.<br /> <br />Tabel. 2.19<br />Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB<br />di Indonesia periode 1970-2007 (miliar Rupiah)<br /><br />TAHUN 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979<br />JUMLAH 311.8 356.5 448 650 890 1,124 1,453 1,810 267 192<br /> <br /> <br />TAHUN 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989<br />JUMLAH 235.4 1,068,2 1,901 8,211 9,770 10,579 14,678.10 16,235.30 18,182.30 19,835.90<br /> <br /> <br />TAHUN 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999<br />JUMLAH 22,276.60 24,585.00 26,963.60 73,556.30 82,649.00 91,637.10 102,259.70 107,629.70 95,320.60 99,058.50<br /> <br /> <br />TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 <br />JUMLAH 248,691,15 398,323.80 419,388.10 441,754.90 469,952.40 491,561.40 514,100.30 538,077.90 <br /><br />Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia, berbagai edisi<br /> <br /> <br />Pada awal perkembangannya, industri pengolahan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri pengolahan yang mengalami penambahan setiap tahunnya. Kontribusi jumlah industri pengolahan terhadap PDB terbesar terjadi pada tahun 2007 sebesar 538.077 milyar rupiah dan jumlah terkecil yakni pada tahun 1979sebesar 192 milyar rupiah. Pada tahun 1980, kontribusi terhadap PDB di Indonesia meningkat menjadi 235.4 milyar rupiah. Akan tetapi pada tahun 1982 jumlahnya mengalami penurunan kembali menjadi 1,901 milyar rupiah. Selama kurum waktu 25 tahun yaitu dari 1983-2007, besarnya kontribusi industri pengolahan terhadap PDB di Indonesia berturut-turut mengalami kenaikan yang relatif banyak sehingga berpengaruh juga terhadap perekonomian.. Periode tahun 1998, mengalami penurunan sehingga menjadi 95,320.60 milyar rupiah. hal ini disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Akan tetapi penurunan jumlah tersebut tidak berlangsung terus menerus. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah industri pengolahan di Indonesia hingga sekarang hal itu berarti bahwa sumbangan dari industri pengolahan terhadap PDB semakin meningkat. Pun semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa sektor industri pengolahan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia.<br />PDB yang didapat pun diperoleh juga dari kegiatan ekspor dari hasil industri, sehingga hasilnya dapat menambah pendapatan nasional dengan melakukan perdagangan internasional (ekspor) ke Negara lain. Komoditi yang di ekspor ke luar negeri pun bermacam-macam. Dari sector industri, komoditi yang diekspor bukan saja dari komoditi migas, akan tetapi komoditi dari sector non migas pun di ekspor (perhatikan tabel 2.18) . <br /><br /><br /><br />Perkembangan Nilai Input Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />Perkembangan nilai input industri kecil dan kerajinan rumah tangga dapat dilihat pada table 3.7 di bawah ini:<br />Tabel 2.20<br />Nilai Input Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />(Juta Rupiah)<br />Tahun Nilai Input<br /> Industri Kecil Industri Rumah Tangga<br />1992 1407517 2257080<br />1993 2869826 4018974<br />1994 6795166 5981000<br />1995 7837869 7449968<br />1996 9403229 6623747<br />1997 10055506 7019011<br />1998 14607338 13938554<br />1999 16600282 15413124<br />2000 20878680 17530167<br />2001 21537194 18696476<br />2002 27912112 22574651<br />2003 25719001 26967032<br />2004 31096194 31002064<br />2005 38834014 39848958<br />2006 47756754 47711244<br />Sumber: Statistik Indonesia, BPS. berbagai edisi<br />Seiring dengan naiknya nilai output di atas maka biaya input pun mengalami kenaikan. Kenaikan biaya input tertinggi terjadi di tahun 2006 yakni sebesar 16.785.026 yang terdiri dari 8.922.740 (22,98%) untuk industri kecil dan sebesar 7.862.286 (19,73%) untuk industri rumah tangga. Kenaikan ini dikarenakan pada tahun yang sama, nilai input untuk industri pun mengalami kenaikan yaitu dengan jumlah 7.677.016. Kenaikan tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2005 dan 2004 yang hanya mengalami kenaikan sebesar 16.584.714. Pada tahun 2004 dimana masing-masing sektor industri baik itu industri kecil maupun rumah tangga industri kecil memerlukan tambahan input masing-masing sebesar 20,20% dan 14,33%. Pada dasarnya nilai input untuk industri setiap tahunnya mengalami peningkatan walaupun nilainya tidak begitu besar.<br />Gambar 2.7<br />Nilai Input Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />(Juta Rupiah)<br /> <br /><br />2.3.6 Perkembangan Nilai Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br /> Perkembangan nilai output industri kecil dan kerajinan rumah tangga dapat dilihat pada table 3.6 di bawah ini:<br />Tabel 2.21<br />Nilai Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />(Juta Rupiah)<br /><br /><br />Tahun Nilai Output<br /> Industri Kecil Industri Rumah Tangga<br />1992 2182821 3516632<br />1993 4378370 6537658<br />1994 10015906 9827540<br />1995 11726326 12368056<br />1996 14015667 10717722<br />1997 14857730 11311880<br />1998 21530760 22620273<br />1999 24784346 26297084<br />2000 28726191 28593071<br />2001 30574448 29821115<br />2002 41774263 39385424<br />2003 38106833 48093234<br />2004 48809187 52817662<br />2005 60935840 68677240<br />2006 74771044 82448060<br />Sumber: Statistik Indonesia, BPS<br />Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai output industri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2004, nilai output industri mengalami kenaikan sebesar 37,91% , dimana untuk industri kecil sebesar 10.702.354 atau (28,09 %) dan industri kerajinan rumah tangga sebesar 4.724.428 (9,82 %) dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2005, nilai outpu mengalami kenaikan lagi sebesar 16,97% dari tahun 2004 menjadi 54,88% dimana untuk industri kecil sebesar 12.126.653 atau sekitar 24,85% dan 15.859.578 atau sekitar 30,03% nilai output untuk industri rumah tangga. Sampai pada tahun 2006, nilai output untuk industri meningkat kembali. Hal ini ditandai dengan nilai output untuk industri kecil naik sebesar 13.835.204 dan kerajinan rumah tangga meningkat juga senilai 13.770.820. <br />Gambar 2.8<br />Nilai Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br /> <br /><br />2.3.8 Perkembangan Nilai Tambah (Harga Pasar) Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />Perkembangan nilai input industri kecil dan kerajinan rumah tangga dapat dilihat pada tabel 2.22 di bawah ini:<br /><br />Tabel 2.22<br />Nilai Tambah (Harga pasar) Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />(Juta Rupiah)<br /><br /><br />Tahun Nilai Tambah<br /> Industri Kecil Industri Rumah Tangga<br />1992 775304 1254419<br />1993 1508544 2518684<br />1994 3220738 3846540<br />1995 3888457 4918088<br />1996 4612438 4093974<br />1997 4802224 4292869<br />1998 6923422 8681719<br />1999 8184064 10883960<br />2000 7847511 11062904<br />2001 9037254 11124639<br />2002 13862152 16810771<br />2003 12387832 21126202<br />2004 17712993 21815598<br />2005 22101826 28828282<br />2006 27014290 34736816<br />Sumber, Statistik Indonesia, BPS<br /> Nilai tambah industri pun cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Nilai tambah yang dihasilkan oleh industri kerajinan rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 32,15% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 naik kembali sebesar 20,50%. Demikian pula nilai tambah industri kecil pada tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 24,78% (4.389 milyar rupiah) dan tahun 2006 meningkat sekitar 22,23% atau sekitar 4.912 milyar rupiah. Tahun 2005 untuk industri kecil naik sebesar 1,68% sedangkan pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 44,44%. Sedangkan nilai tambah industri kerajinan rumah tangga pada tahun 2004 meningkat sebesar 4,07% atau sekitar 860,4 milyar rupiah) dan tahun 2005 meningkat kembali sekitar 15,90% atau senilai 3.941,8 milyar rupiah.<br />Gambar 2.9<br />Nilai Tambah (Harga pasar) Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga<br />(Juta Rupiah)<br /> <br />2.4 Era Perkembangan Industri Indonesia<br />A. Perkembangan Industri Indonesia masa orde lama<br /> Pada masa orde lama ini terjadi beberapa fenomena ekonomi yang sebenarnya tidak menyenangkan (dilihatdari kacamata ekonomi) seperti nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, kekurangan capital, adanya kebijakan anti-investasi asing, hilangnya pangsa pasar sejumlah komoditas dalam perdagangan internasional, dan tekanan atas eraca pembayaran yang mengakibatkan depresiasi rupiah. <br /> Selama dasawarsa 1950-an dan pertengahan pertama 1960-an Indonesia kehilangan peranan pentingnya dalam perdagangan internasional, baik dalam ukuran absolute maupun relative. Kedudukan sebagai produsen utama gula di dunia,terlepas. Begitu pula kedudukan sebagai produsen utama karet alam, digantikan oleh Malaysia. Ekspor komoditas-komoditas tradisional seperti kopra, teh, biji kelapa sawit, lada dan tembakau jauh lebih rendah daripada yang dicapai sebelum perang dunia kedua. Sesudah pertengahan 1950-an penerimaan ekspor senantiasa kurang dari 10 persen produk domestic bruto. Semua ini satu sama lain mengakibatkan kelangkaan kapitaln dan atas tekanan neraca pembayaran.<br />Pada tahun 1951 pemerintah meluncurkan kebijaksanaan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri-industri kecil bagi pribumi sambil memberlakukan pembatasan-pembatasan untuk industri-industri besar atau industri modern yang banyak dimiliki oleh orang Eropa dan orang Cina kebijaksanaan RUP ternyata menyebabkan investasi asing berkurang, apalagi dengan adanya situasi politik yang sedang bergejolak. Pada masa itu, namun di lain pihak telah memacu tumbuh suburnya sektor bisnis oleh kalangan pribumi, kendati masih relatif kecil. Menyadari situasi demikian, pemerintah kemudian beralih ke pola kebijaksanaan yang menitikberatkan pengembangan industri-indutri yang dijalankan atau dimiliki pemerintah.<br />Sesudah tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh. Sepanjang tahun 1960-an sektor industri praktis tidak berkembang. Selain akibat situasi politik yang selalu bergolak, juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga ahli serta terampil. Aliran modal yang masuk mayoritas dari Negara-negara sosialis dalam bentuk pinjaman (hampir setengahnya dari Rusia). Pada masa iti perekonomian benar-benar dalam keadaan sulit akibat inflasi yang parah dan berkepanjangan, menurunnya produk domestik bruto, kecilnya peran sektor industri (hanya sekitar dari PDB 10%) dan tingginya angka pengangguran. Sektor industri didominasi oleh industri-industri berat seperti pabrik baja di Cilegon dan pabrik super-fosfat di Cilacap. Keadaan ini terwariskan ke pemerintahan orde baru, yang kemudian berusaha mengubah pola kebijaksanaan ekonomi yang demikian kompleks dengan mengundang investor asing untuk menanam modal.<br />B. Perkembangan Industri Indonesia masa orde baru<br />Dapat dikatakan bahwa proses industrialisasi di Indonesia mulai dilaksanakan pada awal dekade 1970-an, pada saat Repelita I dimulai. Namun jauh sebelumnya, sebelum kemerdekaan Indonesia memiliki sejumlah industri manufaktur, seperti industri makanan, minuman, industri tekstil dan lain-lain. Akan tetapi baru pada masa orde baru pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang industri dan perdagangan di luar negeri yang secar eksplisit ditujukan pada upaya pengembangan sektor industri manufaktur nasional. Pada awalnya,kebijakan pembangunan industri tidak berorientasi ke luar (ekspor) dan tidak bertujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi nasional terhadap ekspor komoditas-komoditas primer, melainkan lebih berorientasi ke dalam, yakni membangun berbagai macam industri khususnya industri hilir untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik agar tidak tergantung pada impor. Pada waktu itu dengan menerapkan kebijakan substitusi impor dengan proteksi yang tinggi, pemerintah berharap industri manufaktur di dalam negeri dapat berkembang dengan baik. Dan dalam waktu yang tidak lama Indonesia dapat segera mengurangi ketergantungannya terhadap barang-barang impor khususnya konsumsi.<br />Baru pada awal 1980-an, setelah periode oli boom kedua berakhir dan sebagai respon terhadap menurunnya harga dari sejumlah komoditas primer, pemerintah Indonesia mengubah orientasi kebijakan industrialisasinya dari substitusi impor ke promosi ekspor.<br />Proses industrialisasi di Indonesia sejak 1985 terkesan cepat. Namun sejak 1993 laju pertumbuhan output dua sektor industri manufaktur mulai menurun. Industrialisasi yang cepat itu ternyata tidak membuat sektor industri manufaktur nasional berkembang dengan baik. Hal ini terlihat pada saat terjadinya krisis ekonomi. Pada tahun 1998, sektor industri mengalami pertumbuhan yang negatif sekitar 12%. Penyebab utamanya adalah tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap impor barang modal, input perantara, bahan baku dan juga terhadap utang luar negeri. Pada saat itu nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang besar terhadap dollar AS. Banyak perusahaan manufaktur di dalam negeri terpaksa harus mengurangi vo;ume produksi atau sama sekali menghentikan kegiatan produksi mereka.<br /> Perkembangan-perkembangan di sector keuangan tersebut telah turut meningkatkan investasi dalam jumlah yang luar biasa, khususnya pada tahun 1989 dan 1990. Konsekuensi lanjutannya, permintaan dalam negeri pun meningkat sehingga menimbulkan tekanan inflasi. Seiring dengan itu, karen investasi tertumpu di sector industri barang ekspor non migas, peningkatannya telah mengakibatkan pula kenaikan impor, dan pada gilirannya menambah beban deficit transaksi berjalan. Dalam tahun anggaran 1993-1994 defisit transaksi berjalan indonesia masih cukup besar, yaitu senilai us$ 2.940 juta.<br /> Sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:<br />a. REPELITA I (1969-1974)<br />Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.<br />b. REPELITA II (1974-1979)<br />Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sector pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. <br />c. REPELITA III (1979-1984) <br />Prioritas tetap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.<br />d. REPELITA IV (1984-1989)<br />Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri. <br />Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap. <br />Adapun perkembangan Repelita VI hingga repelita X dapat dilihat dalam tabel berikut: (dumairy,1996:11)<br />B. Perkembangan Industri Indonesia Masa Reformasi hingga kini.<br />Pada awal masa reformasi ini, pemerintah memberlakukan dua undang-undang baru dalam bidang penanaman modal, yakni tahun 1967 untuk PMA dan tahun 1968 untuk PMDN, ternyata mampu membangkitkan kembali gairah sektor industri. Sebagian besar penanaman modal baru baik PMDN maupun PMA tercurah ke sektor industri. Industri-industri baru bertumbuhan, utamanya jenis-jenis industri substitusi impor. Mulai tahun 1978 sumbangan sektor industri dalam membentuk PDB mulai menembus angka 10 persen. (Untuk perkembangannya dapat dilihat di poin 2.2 dan seterusnya)<br /><br />2.5 Industri kreatif <br />Industri Kreatif merupakan pilar utama dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif yang memberikan dampak yang positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Belum ada gambaran yang jelas mengenai kondisi industri kreatif di Indonesia yang dapat dijadikan bahan dasar untuk melakukan analisis, pembuatan kebijakan atau pengambilan keputusan yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi kreatif ini.<br />Definisi industri kreatif berdasarkan UK DCMS Task force 1998 :<br />“Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content” <br />Sehingga Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai berikut:<br />“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut “.<br /><br /><br />Definisi Kelompok Industri Kreatif<br />1. Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan produksi iklan, antara lain: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak dan elektronik.<br />2. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan cetak biru bangunan dan informasi produksi antara lain: arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, dokumentasi lelang, dll. <br />3. Pasar seni dan barang antik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan perdagangan, pekerjaan, produk antik dan hiasan melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet. <br />4. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan distribusi produk kerajinan antara lain barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, aksesoris, pandai emas, perak, kayu, kaca, porselin, kain, marmer, kapur, dan besi. <br />5. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan. <br />6. Desain Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. <br />7. Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi Video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video,film. Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film. <br />8. Permainan interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. <br />9. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, dan ritel rekaman suara, hak cipta rekaman, promosi musik, penulis lirik, pencipta lagu atau musik, pertunjukan musik, penyanyi, dan komposisi musik. <br />10. Seni Pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. <br />11. Penerbitan & Percetakan : kegiatan kreatif yang terkait dengan dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita. <br />12. Layanan Komputer dan piranti lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak & piranti keras, serta desain portal.<br />13. Televisi & radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, dan transmisi televisi dan radio.<br />14. Riset dan Pengembangan: kegiatan kreatif yang terkati dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.<br />Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, industri ekonomi kreatif saat ini tengah menggeliat ditargetkan dalam 5-8 tahun mendatang dapat menyumbang PDB sebesar 10%. Sementara tahun ini, industri kreatif baru menyumbang 5% ke PDB. Industri kreatif contohnya bergerak di sektor seni, musik, fashion, periklanan, kuliner, dan kerajinan. <br />Namun saat ini hambatan yang dihadapi adalah konsistensi kualitas seperti pengemasan delivery yang sesuai standar dan mutu. Selain itu memenuhi order yang besar dalam waktu yang singkat mengingat rata-rata industri kreatif adalah UKM. Menurut Mari harus dibuat road map yang jelas untuk mengarahkan industri kreatif ini menyumbang 10% PDB dengan pembahasan inter departemen. "Dengan demikian produk Indonesia menjadi benar-benar dikenal dunia. Saat ini seperti mutiara sudah memasok 40% kebutuhan dunia," kata Mari. Untuk itu kata Mari, akan terus dilakukan pendidikan dan pengembangan SDM demi menciptakan produk yang sesuai permintaan pasar. Mari juga mengatakan perlunya peningkatan daya saing untuk bisa tembus pasar Eropa seiring terus menguatnya euro terhadap dolar AS. Saat ini baru empat negara utama di Uni Eropa yang jadi tujuan ekspor Indonesia yakni, Jerman, Prancis, Inggris dan Belanda. Mengenai target ekspor tahun depan menurutnya akan tumbuh 10-12 persen. Ekspor Indonesia tetap mengunggulkan produk yang berbasis sumber daya alam. Selain itu beberapa perusahaan sudah merealisasikan ekspansi investasinya diantaranya TPT, elektronik dan sepatu.<br /><br />2.6 Analisis Industri dan Persaingan <br />Bentuk-Bentuk Persaingan<br />Bentuk persaingan terbagi menjadi empat tingkatan:<br />1. Persaingan merek, adalah produk-produk/ jasa yang bersaing secara langsung menawarkan hal yang sama. Misalnya Teh Botol Sosro dan Fres Tea.<br />2. Persaingan industri, adalah persaingan dalam satu industri, tidak hanya satu produk saja. Misalnya Teh Botol Sosro industrinya tidak hanya industri teh dalam botol, tetapi semua industri minuman. Karena itu pesaingnya adalah juga Coca Cola, Aqua, dan lain-lain.<br />3. Persaingan bentuk, adalah persaingan dalam bentuk produk yang sama. Misalnya persaingan antara Teh Botol Sosro dengan Susu Ultra, Yogurt, dan lain-lain.<br />4. Persaingan generik. Adalah persaingan umum pada semua industri, misalnya antara Teh Botol Sosro dengan Sari Roti, dan lain-lain.<br /><br /><br />Teknik Analisis Pesaing<br />Untuk menganilis industri dan persaingan, ada empat cara yang harus dilakukan:<br />1. Definisikan pasar sasaran (target market). Mendefinisikan pasar sasaran akan memudahkan perusahaan untuk mengetahui produk atau jasa mana saja yang membidik sasaran yang sama. <br />2. Identifikasi pesaing langsung. Pesaing langsung adalah perusahaan yang memberikan produk ataupun jasa yang relatif serupa dengan target market yang kurang lebih sama. Identifikasi pesaing langsung akan membantu untuk melihat peta persaingan, posisi perusahaan dibanding pesaing, dan apa yang harus dilakukan untuk memenangkan persaingan.<br />3. Ketahui kondisi persaingan. Peta persaingan bisa dilihat dengan menggunakan framework Porter Five Forces. Dari situ bisa dilihat daya tarik persaingannya apakah sudah ketat ataupun belum. <br />4. Penilaian keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan utama yang dimiliki oleh perusahaan yang diyakini sebagai modal untuk memenangkan persaingan. <br /><br />Porter Five Forces<br />Porter Five Forces adalah alat ukur yang dikenalkan oleh Michael Porter untuk melihat daya tarik persaingan dalam suatu industri. Ada lima hal yang harus dianalisa untuk melihat daya tarik persaingan.<br />1. Persaingan dalam industri. Persaingan dalam industri meliputi banyaknya pesaing langsung dalam bisnis yang dijalankan. Banyaknya persaingan di sini dibandingkan dengan factor kebutuhan masyarakat akan produk ataupun jasa yang ditawarkan. Jika supply sudah terlalu banyak dan melebihi demand yang ada, maka kondisi persaingan sudah sangat ketat. <br />2. Kekuatan tawar menawar pelaku bisnis yang baru (new entrance). Kekuatan tawar menawar pelaku bisnis yang baru terkait dengan apakah memasuki industri tersebut gampang atau tidak. Apakah ada hambatan yang besar (barrier to entry), misalnya dari sisi investasi, teknologi, orang, pengetahuan, dan lain-lain. Jika hambatan masuknya kecil, kemungkinan pemain baru akan masuk juga sangat besar, artinya setiap saat dalam suatu industri akan terjadi persaingan yang sangat ketat. <br />3. Kekuatan tawar menawar pembeli. Di sini adalah bagaimana pembeli mendapatkan informasi dan penawaran yang beragam dari berbagai produsen. Dengan tawaran yang begitu banyak di pasar, pembeli memang akan mempunyai kekuatan tawar menawar yang lebih besar karena punya cukup banyak pilihan.<br />4. Kekuatan tawar pemasok. Pemasok dalam hal ini adalah perusahaan yang memberikan bahan bahan, orang, teknologi, dan lainnya yang menjadi bahan produksi. Pemasok akan memiliki kekuatan besar jika sesuatu yang dipasok merupakan hal penting dan tidak banyak perusahaan yang menyediakan. Tetapi jika banyak perusahaan lain yang menyediakan, kekuatan pemasok menjadi tidak terlalu besar.<br />5. Kekuatan tawar produk pengganti. Produk pengganti adalah produk lain di luar produk sejenis yang mempunyai fungsi hampir sama dengan produk atau jasa perusahaan yang bisa saling menggantikan. Jasa penerbangan misalnya, produk penggantinya adalah jasa transportasi darat dan laut. Kekuatan tawar produk pengganti besar jika terdapat harga yang sangat berbeda antara produk utama dengan produk pengganti. <br /><br />Strategi Bersaing<br />Michael Porter membagi strategi bersaing menjadi 3 strategi umum:<br />1. Differensiasi, adalah strategi memberikan penawaran yang berbeda dibandingkan penawaran yang diberikan oleh kompetitor. Strategi differensiasi mengisyaratkan perusahaan mempunyai jasa atau produk yang mempunyai kualitas ataupun fungsi yang bisa membedakan dirinya dengan pesaing. <br />2. Keunggulan biaya (low cost), adalah strategi mengefisienkan seluruh biaya produksi sehingga menghasilkan produk atau jasa yang bisa dijual lebih murah dibandingkan pesaing. Strategi harga murah ini fokusnya pada harga, jadi biasanya produsen tidak terlalu perduli dengan berbagai faktor pendukung dari produk ataupun harga yang penting bisa menjual produk atau jasa dengan harga murah kepada konsumen. Warung Tegal misalnya mengandalkan strategi harga. Mereka tidak perduli dengan kenyamanan orang ketika makan, bahkan juga dengan kebersihan, yang penting bisa menawarkan menu makanan lengkap dengan harga yang sangat bersaing. <br />3. Fokus, adalah strategi menggarap satu target market khusus. Strategi fokus biasanya dilakukan untuk produk ataupun jasa yang memang mempunyai karakteristik khusus. Beberapa produk misalnya hanya fokus ditargetkan untuk kaum muslim sehingga semua produknya memberikan benefit dan fungsi yang disesuaikan dengan aturan Islam. Produk yang fokus pada target market kaum muslim biasanya selalu mensyaratkan label halal, tanpa riba, dan berbagai aturan lain yang disesuaikan dengan ketentuan Islam.<br /><br />Perusahaan biasanya memilih salah satu dari ketiga strategi ini yang akan diterapkan, karena bagaimanapun akan sulit menjalankan ketiga strategi ini secara bersamaan. Namun demikian, jika perusahaan memilih salah satu di antara tiga strategi ini, bukan berarti sama sekali meninggalkan yang lain, tetapi dua strategi lainnya biasanya diterapkan pada level yang paling standar.<br /><br />Membangun Keunggulan Bersaing<br />Untuk bisa bertahan dalam persaingan, perusahaan harus mempunyai keunggulan bersaing (competitive advantage) dibandingkan dengan kompetitornya. Keunggulan bersaing akan menjadi senjata untuk menaklukkan pasar dan kompetisi. Untuk membangun keunggulan bersaing, perusahaan bisa melakukan beberapa langkah:<br />1. Mencari sumber-sumber keunggulan, misalnya keterampilan yang prima, sumber daya yang berkualitas, dan lain-lain.<br />2. Mencari keunggulan posisi dibanding pesaing, dengan mengefisienkan biaya produksi dan memberikan nilai tambah kepada konsumen.<br />3. Menghasilkan performa yang prima, dengan melihat kepuasan dan loyalitas pelanggan, pangsa pasar, dan juga kemampulabaan (profitabilty) dari produk ataupun jasa yang dihasilkan<br /><br />2.7 FAKTOR-FAKTOR PENDORONG INDUSTRI INDONESIA <br /> Ada beberapa faktor yang akan mendorong terjadinya industrialisasi di suatu negara, diantaranya adalah pengembangan teknologi dan inovasi serta laju pertumbuhan pendapatan nasional perkapita. Namun berbeda negara tentu berbeda pula kemampuan dalam mengembnagkan ketiga faktor tersebut, dan selain ketiga faktor tadi ada beberapa faktor lainnya yang akan mempengaruhi proses industrialisasi di suatu negara. Faktor-faktor itu diantaranya: <br />1. Perbedaan kemampuan dalam mengembangkan teknologi dan inovasi <br />2. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. <br />3. Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional riil perkapita. <br />4. Ciri industrialisasi.<br />5. Keberadaan Sumber Daya Alam (SDA).<br />6. Kebijakan atau strategi pemerintah yang ditetapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan yang digunakan dan cara implementasinya.<br /><br /><br /><br />2.7 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI<br />1 Keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia<br />Relatif terbelakangnya sektor industri disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah keterbatasan teknologi dan rendahnya kualitas SDM. Pada umumnya di Negara sedang berkembang termasuk Indonesia selain dana untuk pendidikan dan kegiatan penelitian dan pengembangan dari pemerintah sangat terbatas, sedikit sekali perusahaan swasta yang memiliki lembaga penelitian dan pengembangan atau yang menyediakan dana khusus untuk pendidikan lanjut bagi pegawainya. Selain itu, kerja sama antara perusahaan swasta dan universitas atau lembaga pendidikan dan Litbang yang ada masih sangat rendah jika dibandingkan dengan Negara-negara seperti AS, Jerman dan Inggris. <br />Kualitas SDM dapat diukur dengan tingkat rata-rata pendidikan dari angkatan kerja atau masyarakat dari golongan umur produktiv (15-65 tahun). Berdasarkan data BPS sebagian besar jumlah angkatan kerja di Indonesia hanya berpendidikan rendah. Rendahnya kualitas SDM di Indonesia salah sartunya disebabkan oleh dana pembangunan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. <br /><br />2 Masalah-masalah structural dan organisasi<br />UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah-masalah yang dihadapi oleh industri di Indonesia ke dalam dua kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi. Kelemahan–kelemahan structural diantaranya adalah sebagai berikut :<br />• Basis ekspor dan pasarnya yang sempit <br />Walaupun Indonesia memiliki banyak sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah yang merupakan dua faktor utama keunggulan komparatifnya, namun produk dan pasar ekspor Indonesia sangat terkonsentrasi (tingkat difersifikasi ekspor menurut pasar tujuan rendah) : empat produk yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki bersama-sama memiliki pangsa 50% dari nilai total ekspor manufaktur, pasar untuk tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas hanya ke Negara-negara yang menerapkan kuota. Nilai total ekspor manufaktur Indonesia diserap sekitar 50% dari AS dan Jepang, 10 produk penyumbang sekitar 80% dari seluruh ekspor manufaktur. Banyak produk-produk manufaktur pada tenaga kerja terpilih sebagai ekspor keunggulan Indonesia mengalami penurunan harga pasar di pasar dunia sebagai akibat dari persaingan yang semakin ketat, banyak produk-produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional mangalami penurunan daya saing yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor ekstrenal. <br />• Ketergantungan pada impor yang sangat tinggi<br />Sejak tahun 1990 telah banyak menarik investasi asing di industri-industri berteknologi tinggi seperti : farmasi, kimia, elektronik, alat-alat listrik dan otomotif akibatnya niali impor bahan baku, input perantara dan komponen berkisar dari 50-70%, bahkan industri padat karya sangat tergantung pada impor bahan baku hingga 56% ketergantungan ini disebabkan oleh tidak adanya supply domestic dan industri-industri pendukung serta lemahnya ketrekaitan produksi industri di dalam negeri. Ketergantungan pada PMA juga telah membuat proses peningkatan pada perusahaan local dalam proses manufaktur dan kemampuan untuk mengembangkan produk dalam negeri serta membangun jaringan pemasaran sendiri berjalan lambat.<br />• Tidak adanya industri berteknologi menengah<br />Kontribusi dari industri-industri berteknologi menengah terhadap pembanguna sektor industri manufaktur menurun demikian juga kontribusi produk yang padat modal terhadap total ekspor juga menurun. Sementara di pihak lain produksi dari industri-industri berteknologi rendah tumbuh pesat disebabkan oleh pertumbuhan pesat dari industri-industri padat karya.<br />• Konsentrasi regional<br />Industri-industri skala menengah dan besar sanagat terkonsentrasi di Jawa dan khususnya di Jabotabek . hal ini disebabkan karena adanya industri-industri pendukung dan pemasok, pasar yang relaif besar dan berkembang pesat mengikuti pertumbuhan pendapatan riil perkapita dan jumlah populasi, infrastruktur fisi yang baik dan berdekatan dengan kantor-kantor pemerintahan. <br />Sedangkan kelemahan-kelemahan organisasi diantaranya adalah sebagi berikut :<br />• Industri skala kecil dan menengah masih terbelakang<br />Kontribusi skala kecil dan menengah terhadap pembentukan sektor manufaktur relative kecil, sedangkan terhadap kesempatan kerja sangat besar. Hal ini mencerminkan rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di industri skala kecil dan menengah dibandingkan industri skala besar. <br />• Konsentrasi pasar<br />Tingkat konsentrasi pasar yang tinggi dapat dijumpai di banyak segmen subsektor manufaktur. Pangsa output dari empat perusahaan terbesar mencapai lebih dari 75% total output dari hampir setengah dari industrial branches yang ada. <br />• Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi<br />Transpormasi industri selama pemerintahan orde baru terutama oleh strategi-strategi bisnis dan hubungan internasional dari konglomerat Indonesia serta tidak adanya PMA dan juga lembaga-lembaga pemerintah yang begitu intensif memanfaatkan tenologi dan pengetahuan dari luar untuk memperbaiki daya saing dan efisiensi manufaktur dalam negeri .<br />• Lemahnya SDM<br />Sampai saat ini sebagian tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Insinyur-insinyur yang dihasilkan pendidikan dalam negeri yang jumlahnya masih jauh lebih banyak dibandingkan lulusan luar negeri tidak semuanya berkualitas baik yang bias bekerja secara mandiri memiliki keahlian dalam pemecahan permasalahan, menganalisis masalah teknis, kurang mampu melakukan penelitian dan pengembangan. Di pihak lain pemerintah kurang memberi perhatian terhadap pengembangan pendidikan di Tanah Air, hal ini bias dilihat antara lain masih relative kecilnya porsi APBN untuk pendidikan dan penelitian serta pengembangan. <br /><br />2.8 SOLUSI BAGI PERMASALAHAN INDUSTRI<br />Dalam strategi industrialisasi dikenal dua macam pola, kedua macam pola tersebut adalah subtitusi impor dan promosi ekspor. Pola subitusi impor dikenal juga dengan istilah “orientasi ke dalam” atau inward looking strategy, ialah suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis produksi untuk menggantikan kebutuhan akan impor produk-produk sejenis. Pada tahap awal yang dikembangkan adalah industri-industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumtif. Untuk memungkinkannya tumbuh besar, industri-industri yang masih bayi ini (infant industri) ini biasanya sangat dilindungi pemerintah dari persaingan tak setara dari produk-produk impor. Akan tetapi proteksi itu walaupun bisa menumbuhkannya menjadi besar, acapkali membuat industri yang bersangkutan tak kunjung dewasa, melainkan justru menjadikannya manja. Menurut Tulus Tambunan (2001), beberapa pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini, terutama adalah:<br />• SDA dan faktor produksi terutama tenaga kerja cukup tersedia di dalam negeri. Sehingga secara teoretis, biaya produksi yang intensitas penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut tinggi bisa rendah<br />• Potensi permintaan di dalam negeri memadai<br />• Untuk mendorong perkembangan industri manufaktur di dalam negeri<br />• Dengan berkembangnya industri dalam negeri, maka kesempatan kerja diharapkan terbuka lebih luas<br />• Dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor, yang berarti juga mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan devisa.<br />Sedangkan strategi promosi ekspor dikenal juga dengan istilah “orientasi ke luar” atau outward looking strategy ialah strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industri yang menghasilkan produk-produk untuk diekspor. Strategi promosi ekspor biasanya ditempuh sebagai kelanjutan dari strategi subtitusi impor. Dalam proses industrialisasi bisa saja strategi promosi ekspor dijalankan tanpa harus didahului dengan subtitusi impor. Hal itu bergantung antara lain pada potensi relatif pasar dalam negeri di negara yang bersangkutan. Agar penerapan strategi promosi ekspor membawa hasil yang baik adalah jika:<br />• Pasar harus menciptakan signal harga yang benar, yang sepenuhnya merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik di pasar output maupun di pasar input<br />• Tingkat proteksi dari impor harus rendah<br />• Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan<br />• Lebih penting lagi harus ada intensif untuk meningkatkan ekspor<br />Berdasarkan tujuan dari pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang, ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu (1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri. (Fahmi Idris:2007)<br />Adapun arah perubahan kebijakan industri dari masa soeharto hingga SBY-JK, dapat dilihat dalam tabel 2.23<br /><br /><br /><br /> <br />Jenis kebijakan Periode rehabilitasi dan stabilitasi<br />(1967-1972) Periode boom minyak (1973-1961) Periode penurunan harga minyak (1982-1985) Periode penurunan harga minyak (1986-1996) Periode krisis dan pemulihan (1997-2004) Pemulihan dan pengembangan <br />(2005-2009)<br />industri Pengembangan subtitusi impor • Pengembangan subtitusi impor dengan pedalaman & pemantapan struktur industri<br />• Pengembangana industri melalui penguasaan teknologi di beberapa bidang • Pengembangan subtitusi impor dengan pedalaman & pemantapan struktur industri<br />• Pengembangana industri melalui penguasaan teknologi di beberapa bidang<br />• Pengembangan industri orientasi ekspor • Revitalisasi, konsolidasi & restrukturitasi industri • Revitalisasi, konsolidasi & restrukturitasi industri<br />• Perkembangan indusri berkeunggulan kompetitif dengan pendekatan Kluster<br />orientasi Inward looking outward looking Inward & outward looking<br />2.9 DAMPAK INDUSTRI<br /> Dari adanya pembangunan industri, tentunya menuai dampak bagi masyarakat. Dampak dari industri ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu dampak positif dan negative.<br />Manfaat yang bersifat positif bagi masyarakat setempat, yaitu membuka isolasi daerah yang tadinya tertutup menjadi daerah yang lancar dalam segala urusan. Kemudian perusahaan membuka kesempatan untuk bekerja sebagai karyawan. Kesempatan seperti ini belum dimanfaatkan oleh penduduk setempat. <br />Di lain pihak dengan adanya industri di daerah itu setidak-tidaknya mempengaruhi pola kehidupan atau sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini cenderung merubah pola hidup masyarakat dari pola hidup tradisional kepada sikap hidup yang dinamis dan realistis.<br />Selanjutnya pola kehidupan masyarakat sebagai akibat pertumbuhan industri untuk lebih jelasnya dapat disimpulkan dalam klasifikasi pandangan masyarakat terhadap industri lapangan kerja, pendidikan, serta pandangan masyarakat sebagai berikut :<br />• Perubahan dalam lapangan pekerjaan sebelum dan sesudah masuknya industri:<br /> Mata pencaharian penduduk yang sebagian besar masih petani Semenjak adanya industri, masyarakat tidak atau jarang mencari pekerjaan sampingan ke desa-desa lain lagi. Mereka bekerja di pabrik industri sebagai tenaga harian atau bulanan.<br /> Bagi masyarakat pedesaan, bekerja sebagai karyawan pabrik industri belumlah dapat diandalkan untuk menghidupi anggota keluarganya sebab selama ini pembayaran gajinya belum stabil/ lancar.<br />• Perubahan dalam pendidikan, baik formal maupun informal :<br /> Secara berangsur-angsur pendidikan formal semakin meningkat baik dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMP, khususnya di tingkat SD swasta, sarana dan fasilitasnya sudah memadai dibandingkan dengan sebelum adanya industri.<br /> Sebelum masuknya industri, pendidikan non formal difokuskan pada individu seperti bela diri/pencak silat. Sekarang pendidikan nonformal mengarah kepada keterampilan belajar menyetir mobil ataupun keterampilan lain yang dihasilkan dari industri setempat. <br />• Pandangan masyarakat terhadap industri <br /> Masyarakat yang sudah berpandangan luas dan mengerti akan arti dan fungsi industri, merasa bangga dengan adanya industri di daerah mereka. Secara langsung memang tidak terasa betul manfaatnya industri itu bagi masyarakat setempat, tetapi semenjak adanya industri, hubungan desa dengan daerah dan kota lain sudah lancar. Kelancaran hubungan itu sangat menentukan perkembangan daerah setempat, baik dari segi moril, maupun materil.<br /> Masyarakat yang merasa dirugikan baik secara individual maupun keseluruhan akibat adanya industri tentu saja merasa kecewa. Kekecewaan secara umum misalnya, dengan adanya pelayangan kayu yang mengakibatkan terkikisnya pinggiran sungai sebelah utara. <br /> Dari segi negatifnya, terutama hubungan antara pemuda dan pemudi semenjak masuknya industri pergaulan tampaknya bertambah bebas disebabkan masuknya pengaruh dari luar.<br /><br />Adapun akibat dari industri terhadap lingkungan yaitu diantara lain:<br />1. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.<br />2. Industri fermentasi seperti alkohol disamping bisa membahayakan pekerja apabila menghirup zat dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan Threshol Limit Valued (TLV) gas atau uap beracun dari industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar.<br />3. Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan adalah industri yang menggunakan bahan baku dari barang galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari penggalian yang dilakukan terus-menerus sehingga meninggalkan kubah0kubah yang sudah tidak mengandung hara sehingga apabila tidak dikreklamasi tidak dapat ditanami untuk ladang pertanian.<br />4. Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas <br />5. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah, ketegangan otot, menurunnya kewaspadaan, kosentrasi pemikiran dan efisiensi kerja. <br />6. Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali dengan napas pendek dan sakit kepala, berat, pusing-pusing pikiran kacau dan melemahkan penglihatan dan pendengaran. Bila keracunan berat, dapat mengakibatkan pingsan yang bisa diikuti dengan kematian. <br />7. Karbon Dioksida (CO2), dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala, pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging. <br />8. Belerang Dioksida (SO2), pada konsentrasi 6-12 ppm dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, peradangan lensa mata (pada konsentrasi 20 ppm), pembengkakan paru-paru/celah suara. <br />9. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi dari sistem lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan keseungai, kolam atau sawah dan sebagainya. <br />10. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila tercampur dengan gas CO2, SO2, maka akan memberikan pengaruh yang nenbahayakan seperti yang telah diuraikan diatas.<br /><br /><br /><br />Pembahasan Menurut Kelompok<br />Dari penjabaran mengenai perkembangan sector industri di Indonesia, ternyata kontribusi dari tiap sector industri memainkan peranannya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan sector industri dan secara langsung meningkatkan pendapatan nasional. Meski masih banyak pula PR bagi pemerintah dan pihak terkait untuk dapat memperhatikan sector industri ini, karena selain hubungannya dengan pertumbuhan nasional, dengan adanya industri tentu dapat membantu mengsi ketenagakerjaan yang vacuum bekerja (menganggur) dan mengurangi kemiskinan. <br />Namun seperti hal-nya pembangunan Indonesia, dalam perkembangan sector industri ini selalu terjadi pasang surut. Hal tersebut dikarenakan oleh :<br />1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. <br />Kemunduran yang terjadi pada Indonesia dikarenakan oleh kondisi ekonomi Indonesia yang pernah menurun yang disebabkan adanya krisis ekonomi, dan struktur ekonomi Negara dan disertai fundamental Negara yang rapuh membuat Indonesia terpuruk, dan imbasnya hingga sekarang untuk mengatasi permasalahan di bidang ekonomi (industri) masih agak rentan untuk dilakukan, namun pemerintah harus tatap mempedulikan sector ekonomi yang mampu mendorong kembalinya kenaikan ekonomi Negara. <br />2. Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional riil perkapita. <br />Jumlah populasi Indonesia semakin tahunnya itu semakin meningkat, sehingga seberapa besar pun pertumbuhan ekonomi Indonesia jika jumlah populasinya begitu tinggi maka akan terlihat belum sepadan dengan kondisi yang ada. Namun terkadang dengan peningkatan populasi ini seharusnya dapat meningkatkan pula pendapatan nasional melalui pendapatan per kapita masyarakat. Namun bagaimana bisa, kebanyakan populasi Indonesia tersebut menganggur, dan adapun yang bekerja namun pendapatannya rendah, lagipula kebanyakan dari mereka pendapatannya tersebut dupergunakan untuk menjadi bagian konsumsinya sendiri. <br />Hal ini pun diperkuat oleh Mudrajat Kuncoro, dalam penyataannya menyebutkan bahwa dengan adanya industri, baik itu industri tekstil, garmen, dan sepatu berperanan penting dalam menyerap tenaga kerja dan ekspor nonmigas. Seperti pada industri TPT, yang banyak menyerap tenaga kerja hingga mencapai 3,2 juta. Tak berlebihan bila ada yang menyebut industri ini sebagai primadona ekspor nonmigas dan penyedia lapangan kerja Indonesia.<br />(Mudrajad Kuncoro; Industri Indonesia Di Persimpangan Jalan )<br />3. Keberadaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia.<br />95% bahan baku masih harus diimpor (harga bahan baku produksi dalam negeri tidak lebih murah ketimbang impor). Ketergantungan impor belum diimbangi dengan upaya pengembangan bahan baku lokal. Selain karena memerlukan biaya investasi yang tingi, daya dukung peralatan juga masih belum memadai serta kemampuan SDM pun masih belum bisa mengikuti peningkatan teknologi modern.<br />Hal Hill (1997: 18), guru besar Australian National University, tegas mengatakan bahwa Indonesia menempuh kebijakan intervensi industri yang salah arah. Alasannya, sektor perusahaan besar milik negara, secara tidak efisien menggunakan sumber daya yang seharusnya dapat dipergunakan dengan lebih produktif di tempat lain; komitmen yang besar terhadap industri berteknologi tinggi (walaupun tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan), sementara perluasan industri-industri dasar dan jasa-jasa pendukung mengalami kekurangan sumber daya; sistem peraturan dan perijinan yang berbelit-belit yang seolah-olah dirancang untuk mencapai tujuan nasional; dan program pengembangan perusahaan-perusahaan kecil dan program subkontrak yang diwajibkan selama lebih dari 20 tahun telah mengakibatkan dampak yang kecil dalam efisiensi atau pemerataan.<br />4. Kebijakan atau strategi pemerintah yang ditetapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan yang digunakan dan cara implementasinya.<br />Dalam “The Economics of Industrial Agglomeration and Clustering, 1976-1996: The Case of Indonesia (Java)”, mudrajad kuncoro menegaskan pentingnya perspektif baru dalam kebijakan "targeting" industri. Perdebatan yang terus berlangsung dalam kebijakan industri adalah mengenai efektifitas intervensi pemerintah yang selektif dalam membantu pertumbuhan industri (misal: Grant, 1995; Pack, 2000). Secara umum, kebijakan industri dapat diklasifikasikan ke dalam upaya sektoral dan horisontal (Cowling, 1999). Upaya sektoral terdiri dari berbagai macam tindakan yang dirancang untuk mentargetkan industri-industri atau sektor-sektor tertentu dalam perekonomian. Upaya horisontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan kerangka persaingan di mana perusahaan-perusahaan melaksanakan usahanya.<br />Menurut Fahmi Idris untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri yaitu dengan (1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri.<br />(Fahmi Idris; Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasional; 2007)<br /><br />Dengan pertumbuhan sector industri seperti yang telah dibahas, ternyata untuk bersaing dengan Negara luar masih belum mampu. Bahkan daya saing industri nasional hingga tahun lalu masih memprihatinkan. Indonesia masih berada di peringkat 69, sementara dua tetangga dekat Indonesia, Thailand dan Malaysia masing-masing berada pada peringkat 34 dan 31. Padahal beberapa tahun sebelumnya, Indonesia justru mampu mengungguli kedua negara tersebut. Oleh karenanya, saat ini Indonesia harus berjuang keras agar bisa meningkatkan daya saing industri nya di dunia. Menteri Perindustrian, Andung A. Nitimihardja, mengungkapkan bahwa peringkat daya saing Indonesia ditargetkan akan menyamai atau bahkan melebihi Malaysia dan Thailand pada tahun 2009 nanti. Untuk itu, pemerintah menargetkan industri nasional bisa tumbuh 8,9 persen per tahun hingga 2009. <br />(Industri Indonesia Ungguli Malaysia Pada Tahun 2009; Kamis, 19 Mei 2005)<br />Sebenarnya untuk mengungguli kedua negara tersebut, Indonesia masih memiliki kesempatan yang besar. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam kebijakan itu adalah dengan memfokuskan peningkatan produksi pada sejumlah industri yang dinilai mampu bersaing, baik itu pada beberapa komoditi unggulan Indonesia, antara lain adalah industri tekstil, alas kaki, agro, produk berbasis kayu, produk berbasis CPO, elektronik, otomotif dan lain sebagainya. <br /> <br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />4.1 KESIMPULAN<br />Berdasarkan hasil pembahasan tentang perkembangan sektor industri dan pertanian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:<br />• Industri adalah salah satu sektor ekonomi di dalamnya terdapat kegiatan produktif. Di Indonesia, sektor industri disiapkan untuk mampu menjadi motor yang menggerakan kemajuan-kemajuan sektor lain, diharapkan bisa jadi sektor yang memimpin, itulah sebabnya industrialisasi senantiasa mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi. <br />• Perkembangan sektor industri di Indonesia sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti, jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran yang dihasilkan (output), sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya. <br />• Faktor yang mendorong/mempengaruhi tingkat industrialisasi di indonesia, diantaranya adalah pengembangan teknologi dan inovasi serta laju pertumbuhan pendapatan nasional perkapita. Selain factor tersebut, ada beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi proses industrialisasi di Indonesia. Faktor-faktor itu diantaranya: <br />1. Kondisi dan struktur awal ekonomi Indonesia. <br />2. Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional riil perkapita. <br />3. Keberadaan Sumber Daya Alam (SDA).<br />4. Kebijakan atau strategi pemerintah yang ditetapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan yang digunakan dan cara implementasinya.<br />• Perkembangan sektor industrialisasi di Indonesia sejak awal penelitian hingga 2007 mengalami perkembangan yang fluktuatif, dapat dilihat dari jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja. Jumlah perusahaan mengalami perkembangan yang cukup baik, namun Pada masa krisis moneter tahun 1998, jumlah perusahaan di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada waktu itu, kondisi perekonomian di Indonesia tidak stabil. Sedangkan jumlah tenaga kerja dari tahun 1970 hingga tahun 2007 mengalami peningkatan, apabila dibandingkan dengan sektor industri pun merupakan sektor yang paling banyak dalam hal penyerapan tenaga kerja. Kontribusi yang diberikan sektor indutri terhadap PDB cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan PDB di Indonesia. Setiap tahunnya sektor industri merupakan sektor terbesar dalam memebrikan sumbangsihnya terhadap perkembangan PDB.<br />• Masalah yang paling krusial dari industrialisasi di Indonesia adalah keterbatasan teknologi dan rendahnya kulitas Sumber Daya Manusia (SDM). Selain dana yang disediakan pemerintah sangat terbatas, keterbatasan teknologi dan rendahnya kualiats SDM di negara sedang berkembang (Indonesia) juga perusahaan swasta yang memiliki sendiri lembaga penelitian dan pengembangan.<br />• Berdasarkan tujuan dari pembangunan industri, maka kebijakan yang dapat diterapkan di Negara Indonesia, yaitu : (1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri.<br /><br /><br /><br /><br />4.2 SARAN<br />Adapun saran-saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut :<br />• Agar pembangunan ekonomi Negara dapat kembali pada posisi yang stabil yaitu ketika tingkat pertumbuhan PDB Negara meningkat, pemerintah dapat menambahkan industri-industri di setiap tingkat daerah (tidak perlu dipusatkan di pulau jawa), agar kesempatan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesempatan kerja dapat tercapai, sehingga perekonomian pun kembali pada posisi semula atau bahkan meningkat. <br />• Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan perkembangan sektor industri terutama untuk jumlah perushaannya. Karena hal tersebut merupakan salah satu penanggulangan pengangguran. Dan para produsen perusahaan sekiranya menekan biaya produksi agar dapat mempertahankan kestabilan harga yang ditawarkan oleh tiap perusahaan dengan harga pasarnya dan atau dapat mengendalikan harga jualnya.<br />• Dengan penyediaan sumber-sumber yang dimiliki oleh Negara Indonesia, terutama dengan persediaan sumber daya alam serta sumber daya manusia, sebenarnya pemerintah dapat mengambil kebijakan dimana menekan laju ketenagakerjaan dan dengan sumber daya alam-nya yang berlimpah pemerintah dapat memaksimalkan pendapatannya dengan meningkatkan sector perindustrian itu sendiri. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Basri, Faisal. (2002). Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia. Jakarta: Erlangga<br />Basu Swastha & Ibnu Sukotjo. (1993). Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty.<br />Djojohadikusumo, Sumitro. (1991). Perdagangan dan Industri dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES<br />Dr. Imamudin Yuliadi,Se.M.Si. (2009) Perekonomian Indonesia; Masalah dan Implementasi Kebijakan. Yogyakarta ; Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi (UPFE-UMY)<br />Lincolin Arsyad. (2004). Ekonomi Pembangunan,Edisi ke-4. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. <br />Mubyarto. (1994). Sistem Moral dan Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES<br />Mulyadi, A Julius. (1992). Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama<br />Suyadi, Prawirosentono. (2002). Pengantar Bisnis Modern. Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara.<br />. . . . . . . . . . .<br />Badan Pusat Statistik. Statistik Industri Besar dan Sedang. Berbagai Tahun Terbitan. <br />Laporan Tahunan Bank Indonesia. Berbagai Tahun Terbitan<br />. . . . . . . . . . .<br />http://www.dephut.go.id/Halaman/Bukubuku/2004/Stat2003/informasi/STATISTIK/2001/BAP_01_N.htm<br />http://www.djmbp.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub=news_minerbapabum&news_id=1018<br />http://www.dephut.go.id/Halaman/Buku buku/2004/Stat2003/informasi/STATISTIK/2001/BAP_01_N.htm<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri<br />http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(7)%20soca-priyarsono-inv%20sektor%20pert(1).pdf<br />http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/22/opi01.html<br />http://www.mudrajad.com/upload/Indonesia%20Bangkit%202008.pdf<br />http://kadin-indonesia.or.id/id/doc/LaporanEkonomiEdisiJanuari08.pdf<br />http://www.depperin.go.id/Content5.aspx?kd4dg=0515<br />http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=215<br />http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/RPJM/Potret.pdf<br />http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Ijepa/struktur.pdf <br />http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Ekonomi&id=88907 <br />http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=8220&Itemid=827 <br />http://aliciakomputer.blogspot.com/2009/03/analisis-industri-dan-persaingan.html<br />http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/10/tgl/23/time/170644/idnews/844156/idkanal/4<br />http://ramakertamukti.wordpress.com/2009/01/09/14-subsektor-dalam-industri-kreatif-indonesia/<br />http://www.scribd.com/doc/19196057/dampak-pembangunan-industri-PT-Maju-Jaya-Raya-Timber-terhadap-perubahan-pola-kehidupan-masyarakat-di-desa-Pulau-Baru-Kecamatan-Mukomuko-Kabupaten-B?autodown=doc<br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-69321567493983863982010-01-11T07:36:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.688-07:00PI_Nisa_C dab G<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Sasaran pokok pembangunan khususnya dalam bidang ekonomi adalah penciptaan suatu pertumbuhan ekonomi. Perekonomian mengalami pertumbuhan bila perekonomian tersebut terus menerus tumbuh tanpa ada satu tahun pun mengalami penurunan. Kinerja suatu negara dapat dilihat dari kemampuan investasi untuk menciptakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB dan pendapatan nasional merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara. PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara dalam periode waktu tertentu. Perhitungan PDB yang dilihat dari sisi pengeluaran membedakan pengeluaran menjadi empat komponen, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta (investasi), dan ekspor neto sehingga perubahan PDB akan sangat dipengaruhi oleh komponen tersebut di samping juga dari faktor lain. Pertumbuhan PDB kurun waktu 1980-2007 sangat fluktuatif, namun pertumbuhannya masih positif. Dari sisi pertumbuhan, baik pengeluaran rumah tangga atau masyarakat, maupun pengeluaran pemerintah juga berfluktuasi, tetapi masih tetap dalam kondisi pertumbuhan positif.<br />Pembangunan nasional merupakan proses pertumbuhan yang terencana dalam upaya untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat di berbagai sektor. Pembangunan ekonomi suatu negara merupakan salah satu aspek dari pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan mengusahakan pergeseran aktivitas ekonomi dari sektor primer yang berbasis pertanian menuju sektor tersier yang berbasis jasa. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Bruto (PDB), baik secara nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota (BPS, 2006). Pertumbuhan ekonomi dicerminkan dari adanya perubahan PDB dari satu periode ke periode berikutnya, yang merupakan salah satu petunjuk nyata pembangunan suatu daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan keberhasilan implementasi kebijakan suatu daerah. Upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi makro yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kegiatan-kegiatan produktif untuk pelaku ekonomi.<br />Menurut Sukirno (2004) penghitungan PDB dengan cara pengeluaran membedakan pengeluaran barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian menjadi empat komponen, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta (investasi), dan ekspor neto (ekspor–impor). Dengan demikian, pertumbuhan PDB akan sangat dipengaruhi oleh perubahan keempat komponen tersebut. <br />Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya untuk satu tahun tertentu atau dalam analisis makro ekonomi lebih sering disebut dengan konsumsi rumsh tangga. <br />Pengeluaran pemerintah secara garis besar dikelompokkan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya terdiri atas pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran lain. Pengeluaran pemerintah dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah karena semua kegiatan pemerintah selalu membutuhkan pembiayaan yang bersumber dari berbagai penerimaan daerah. Oleh karena itu, kemampuan dan kesanggupan daerah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi akan sangat ditentukan oleh berbagai sumber penerimaan daerah tersebut terutama dari pendapatan asli daerahnya.<br />1.2 Rumusan Masalah<br />Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.<br />1. Apa pengertian dari konsumsi dan fungsi konsumsi?<br />2. Bagaimanakah konsep pengeluaran konsumsi masyarakat dan pemerintah?<br />3. Apa akibat-akibat dari pengeluaran pemerintah dalam perekonomian?<br />4. Bagaimanakah pola perilaku konsumsi masyarakat?<br />5. Apa iIndikator pengeluaran pemerintah?<br />6. Bagaimanakah pola konsumsi masyarakat?<br />7. Bagaimanakah dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi?<br />8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />2.1. Konsumsi dan Fungsi konsumsi<br />2.1.1 Konsep Pengeluaran Konsumsi <br />a. Pengertian Konsumsi <br />Konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tanggga. “Barang” mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang tahan lama, seperti kendaraan dan perlengkapan, dan barang tidak tahan lama seperti makanan. “Jasa” mencakup barang yang tidak berwujud konkret, seperti potong rambut dan perawatan kesehatan. Pembelanjaan rumah tangga atas pendidikan juga dimasukan sebagai konsumsi jasa (walapun seseorng dapat saja berpendapt bagwa hal tersebut lebuh cocok berada di konponen selanjutnya), Mankiw (2006:11).<br />Konsumsi adalah nilai perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun tertentu, Sadono Sukirno (2004:38). <br />Konsep konsumsi, yang merupakan konsep yang di Indonesiakan dari bahasa inggris ”Consumtion”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barangbarang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barangkebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. (Dumairy, 1996) Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan : <br />Fungsi konsumsi ialah : C = a + bY<br />Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional. Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposibel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu kosep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan mengkonsumsi ratarata. Kencondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd) yang diperoleh. <br />Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula :<br /> <br />Kencondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula :<br /> <br />Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kencondongan menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula :<br /> <br />Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity to Save), menunjukan perbandingan di antara tabungan (S) dengan pendapatan disposebel (Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula :<br /> <br />(Sadono Sukirno, 2003: 94-101)<br />b. Ciri-ciri Kegiatan Konsumsi <br />Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia secara umum memiliki ciri-ciri, antara lain:<br />1. Barang yang dikonsumsi merupakan barang hasil buatan manusia.<br />Misalnya: sepeda motor atau mobil.<br />2. Barang yang dikonsumsi ditujukan langsung untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan hidup manusia. Misalnya: manusia mengkonsumsi (membeli) motor untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sebagai alat transportasi dari rumah ke tempat kerja. <br />3. Barang yang dikonsumsi akan habis atau akan mengalami penyusutan yang pada akhirnya barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi.<br />Misalnya: manusia menggunakan motor sebagai alat transportasi, lama kelamaan nilai guna ekonomi dari motor tersebut akan berkurang<br />c. Penggolongan Barang dan Jasa untuk Konsumsi<br />Penggolongan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi terbagi atas:<br />1. Barang yang habis dalam satu kali pakai, misalnya makanan dan minuman.<br />2. Barang yang habis untuk beberapa kali pakai, misalnya pasta gigi, shampo, dan sabun cuci.<br />3. Barang yang habis dipakai dalam jangka waktu lama, misalnya rumah, motor, mobil.<br />2.1.2. Teori Konsumsi<br />2.1.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes<br />Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kibijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.<br />Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan<br />mereka ketimbang si miskin.<br />Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.Berdasarkan tiga dugaan ini,fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai<br />C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1<br />Keterangan :<br />C = konsumsi<br />Y = pendapatan disposebel<br />C = konstanta<br />c = kecenderungan mengkonsumsi marginal<br />(N.G Mankiw, 2003 : 425-426)<br />Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes :<br />1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.<br />2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.<br />3. Pendapatan absolute disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.<br />4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung. (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 146 ).<br /><br />2.1.2.2. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman)<br />Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah :<br />1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.<br />2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan).<br />Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. (Guritno Mangkoesoebroto, 1998: 72). Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi. (Suparmoko, 1991: 70).<br /><br />2.1.2.3. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Franco Modigliani)<br />Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negative (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain. (Suparmoko, 1991: 73-74).<br /><br />2.1.2.4. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (James Dusenberry)<br />James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi brtambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat. (Soediyono Reksoprayitno, 2000).<br />Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu:<br />1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.<br />2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami<br />3. penurunan.(Guritno Mangkoesoebroto, 1998: 70).<br /><br />2.1.2.5. Pilihan Antar Waktu (Irving Fisher)<br />Ekonom Irving Fisher mengembangkan model yang digunakan para ekonom untuk menganalisis bagaimana konsumen yang berpandangan ke depan dan rasional membuat pilihan antar waktu yaitu, pilihan yang meliputi periode waktu yang berbeda. Model Fisher menghilangkan hambatan-hambatan yang dihadapi konsumen, preferensi yang mereka miliki, dan bagaimana hambatan-hambatan serta preferensi ini bersama-sama menentukan pilihan mereka terhadap konsumsi dan tabungan.<br />Dengan kata lain konsumen menghadapi batasan atas beberapa banyak yang mereka bisa belanjakan, yang disebut batal atau kendala anggaran (budget constraint). Ketika mereka memutuskan berapa banyak akan menkonsumsi hari ini versus berapa banyak akan menabung untuk masa depan, mereka menghadapi batasan anggaran antar waktu (intertemporal budget constaint), yang mengukur sumber daya total yang tersedia untuk konsumsi hari ini, dan dimasa depan. (Mankiw, 2003: 429)<br /><br /><br /><br />2.1. 3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi<br />Menurut Tulus Tambunan (2001), perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar seperti sebagai berikut:<br />a. Selera<br />Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak dari pada yang lain. Hal ini dikarenakan adanya<br />perbedaan sikap dalam penghematan (thrift).<br />b. Faktor sosial ekonomi<br />Faktor sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga. Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua. Demikian juga dengan pendapatan yang ia sisihkan (tabung) pada kelompok umur tua adalah rendah. Yang berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan adanya perbedaan proporsi pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur, maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat.<br />c. Kekayaan<br />Kekayaan secara eksplisit maupun implisit, sering dimasukan dalam fungsi konsumsi agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam hipotesis pendapatan permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani menyatakan bahwa hasil bersih (net worth) dari suatu kekayaan merupakan faktor penting dalam menentukan konsumsi.<br />d. Keuntungan / Kerugian Capital<br />Keuntungan kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong tambahnya konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi konsumsi. Menurut John J. Arena menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi agregat dan keuntungan kapital karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang yang berpendapatan tinggi dan konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan perubahan jangka pendek dalam harga surat berharga tersebut. Sebaliknya Kul B. Bhatia dan Barry Bosworth menemukan hubungan yang positif antara konsumsi dengan keuntungan kapital.<br />e. Tingkat harga<br />Naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang (money illusion) seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi riilnya maka dikatakan mengalami “ilusi uang” seperti yang dikemukakan Keynes.<br />f. Barang tahan lama<br />Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang (biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama, seperti lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi.<br />g. Kredit<br />Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak, karena apa yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat bunga tidak merupakan factor dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan jumlah uang yang hurus dibayar secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu pelunasan akan meningkatkan jumlah uang yang harus dibayardengan kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak adanya kejelasan mengenai pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi. (Suparmoko, 1991: 74-77).<br /><br />2.2 Konsep Konsumsi Rumah Tangga<br />Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah total nilai pasar dari barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli oleh rumah tangga dan lembaga-lembaga nirlaba. Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri atas tiga komponen utama, yaitu (a) pengeluaran untuk membeli barang-barang tahan lama seperti mobil, mesin cuci, tv, dan yang lainnya; (b) pengeluaran untuk barangbarang yang tidak tahan lama, seperti makanan, pakaian, sabun, dan jasa lainnya (Herlambang dkk., 2001).<br />Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatan. Secara makroagregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluarannya untuk konsumsi. Perilaku konsumsi masyarakat tidak bisa dilepaskan dari perilaku tabungannya. Bilamana pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan, akan sama-sama bertambah. Pola konsumsi masyarakat yang kurang mapan biasanya didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sebaliknya, yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau tersier (Dumairy,1997).<br />Salah satu bentuk kebijakan ekonomi yang dapat dijalankan pemerintah untuk kestabilan ekonomi adalah kebijakan di bidang perpajakan (kebijakan fiskal) (Sukirno, 2004). Langkah yang perlu dilaksanakan adalah dengan mengurangi pajak pendapatan. Pengurangan pajak ini akan menambah kemampuan masyarakat untuk membeli barang dan jasa dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.<br />Mangkoesoebroto (1993) mengatakan bahwa selain peranan alokasi dan distribusi pemerintah mempunyai peranan utama sebagai alat stabilisasi perekonomian. Tanpa adanya campur tangan pemerintah, penurunan permintaan akan mobil menyebabkan pengusaha mobil mengurangi pegawainya. Pegawai yang menganggur akan memperkecil pengeluaran untuk barang-barang konsumsi.<br /><br />2.3 Konsep Pengeluaran Pemerintah<br />Pengeluaran pemerintah menyangkut seluruh pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatanya, dimana pengeluaran-pengeluaran itu ditujukan agar tercapainya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam kegiatan ini meliputi jual beli human resources dan non-human resources, dan transfer payment (pajak, subsidi, dan denda). <br /> Kegiatan-kegiatan pemerintah ada yang murni dan ada pula yang tidak murni. Yang termasuk kedalam kegiatan-kegiatan pemerintah yang murni berupa kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat barang dan barang-barang serat jasa-jasa yang dihasilkan oleh pemerintah tidak diperjualbelikan atau hanya dipungut dibawah harga pasar yang berlaku. <br /> Sedangkan kegiatan-kegiatan pemerintah yang tidak murni yaitu kegiatan yang dilakukan untuk masyarakat banyak dimana hasil-hasilnya diperjual belikan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat harga yang berlaku dipasar bebas. Kegiatan-kegiatan dari segi pengeluaran ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan produk, baik dalam melaksanakan tugasnya untuk kemakmuran masyarakat, dengan mengunakan uang. Pengeluaran uang inilah yang dinamakan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan dilihat dari segi keuangannya saja seperti pembelian, penjualan dan melakukan transfer baik itu transfer yang bersifat positif maupun transfer yang bersifat negatif. <br /> Transfer yang bersifat positif merupakan kegiatan pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, dapat berupa pembayaran pensiun, bantuan yang diberikan pada bencana alam, pembayaran tingkat bunga atas hutang-hutang pemerintah dan subsidi. Sedangkan transfer yang bersifat negatif yaitu kegiatan pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah, dapat berupa pembayaran pajak dan denda-denda. <br /> Dalam melaksanakan fungsinya, pemerintah membeli sumber daya manusia misalnya tenaga kerja, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya dari masyarakat. Disamping itu, pemerintah juga melakukan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan, misalnya dengan memperjualbelikan surat berharga kepada masyarakat. <br />Seandainya pemerintah menggunakan barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat dengan melalui pengeluaran-pengerluarannya maka barang dan jasa tersebut tidak dapat dipergunakan bagi keperluan lainnya misalnya tenaga pegawai negeri, anggota militer dan sejenisnya. Dalam pengeluaran ini diharapkan kesempatan kerja menjadi lebih meningkat, kegiatan swasta bertambah, produksi meningkat pula, sehingga kemungkinan pemerintah akan mengurangi pajak dan menaikan transfer payment, sehingga jumlah pendapatan yang diterima dari masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Salah satu tujuan yang penting dalam pengeluaran pemerintah ini adalah agar tercapainya pembagian pedaptan yang merata (income distribution) dalam masyrakat, yaitu dengan cara membeli barang dan jasa tadi. <br />Pengeluaran pemerintah menurut Sadono Sukirno (1994) adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintah dan kegiatan-kegiatan pembangunan. Secara sederhana pengeluaran pemerintah digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan negara yang akhirnya akan memberikan manfaat untuk masyarakat, seperti membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai system pendidikan dan kesehatan masyaraka, membiayai pernelanjaan angkatan bersenhata dan membiaai berbagai infrastruktur dalam proses pembangunan. <br />Definisi diatas senada dengan Marzuki (1989:38) bahwa pengeluaran pemerintah menyangkut seluruh pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatnnya, dimana pengeluaran-pengeluaran itu ditujukan agar tercapainya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam kegiatn ini meliputi juak beli human resources dan transfer payment (pajak, subsidi, denda)<br />Christoper Pass (1999:268-269). Dalam kamus lengkap ekonomi menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah komponen penting dari permintaan agregat dalam arus-arus sirkulasi pendapatan dan digunakan sebagai alat kebijakan fiscal untuk pengaturan tingkat pengeluaran dalam ekonomi. Permasalahan yang dihadapi negara berkembang adalah pembentukan modal, pendapatan dan tabungan perkapita dinegara sangat rendah. Beberapa orang kaya justru menyukai mengkonsumsi barang mewah. Sebagian besar dari tabungan disalurkan pada jalur-jalur tidak produktif seperti perumahan, penimbunan intan permata, emas, spekulasi dan sebagainya. Kebijkan fiscal mengalihkan semua ini kesaluran-saluran yang lebih produktif. <br />Kegiatan-kegiatan pemerintah ada yang murni dan ada pula yang tidak murni. Yang termasuk kedalam kegiatan-kegiatan pemerintah yang murni berupa kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat banyak dan barang-barang serta jasa-jasa yang dihasilkan oleh pemerintah tidak diperjual belikan atau hanya dipungut dibawah harga pasar yang berlaku. Sedangkan kegiatan-kegiatan pemerintah yang tidak murni yaitu kegiatan yang dilakukan untuk masyarakat banyak dimana hasil-hasilnya diperjual belikan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat harga yang berlaku di pasar bebas. <br />Dalam neraca anggaran pendapatan dan belanja negara, pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Klasifikasi penggolongan ini mirip seperti klasifikasi pengeluaran ke dalam pos-pos pengeluaran lancar dan pos-pos pengeluaran kapital. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Agak sulit untuk membedakan dengan tegas apakah suatu pengeluaran termasuk ke dalam pengeluaran rutin ataukah sebagai pengeluaran pembangunan, karena batas perbedaan antara keduanya relatif kabur. Sebagai contoh: berbagai macam upah dan gaji tambahan yang menurut logika awam termasuk pengeluaran rutin oleh pemerintah digolongkan sebagai pengeluaran pembangunan.<br />Neraca permintaan dan pengeluaran pemerintah memperlihatkan bagaimana proses kegiatan pemerintah pusat dalam menciptakan tabungannya. Dalam neraca penerimaan dan pengeluaran pemerintah disajikan dalam transaksi lancar (current) yang dilakukan pemerintah. <br />Adapun transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat terdiri dari: <br /> Transaksi antar pemerintah pusat sendiri<br /> Transaksi pemerintah pusat dengan swasta<br /> Transaksi pemerintah pusat dengan Badan Usaha Milik Negara<br /> Transaksi pemerintah pusat dengan rumah tangga<br /> Transaksi pemerintah pusat dengan pihak luar negeri<br />Pengeluaran pemerintah pusat itu sendiri dikeluarkan untuk:<br /> Subsidi-subsidi<br /> Pengeluaran konsumsi pemerintah<br /> Property Income dibayarkan <br /> Bantuan social<br /> Imputasi kesejahteraan karyawan<br /> Tabungan pemerintah<br /> Tranfer-transfer<br /><br />2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah <br /> Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Faktor yang penting diantaranya adalah <br />1. Proyeksi Jumlah Pajak Yang Diterima<br /> Salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah adalah jumlah pajak yang diramalkan. Dalam menyusun anggaran belanjanya pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan maka makin banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan dilakukan. <br />2. Tujuan-Tujuan Ekonomi Yang Ingin Dicapai<br /> Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Pemerintah penting sekali peranannya dalam perekonomian. Kegiatannya dapat memanipulasi/mengatur kegiatan ekonomi kearah yang diiginkan. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi, dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut sering sekali pemerintah membelanjakan uang yang jauh lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya pemerintah perlu membiayai pembangunan infrastuktur, irigasi, jalan-jalan, pelabuhan, dan pengembangan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang, dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka untuk memperoleh dana yang diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.<br />3. Pertimbangan Politik dan Keamanan <br /> Petimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan Negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan diantara berbagai golongan masyarakat dan daerah sering berlaku di berbagai Negara di dunia. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikkan perbelanjaan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila operasi militer perlu dilakukan. Ancaman kestabilan dari Negara luar juga dapat menimbulkan kenaikkan yang besar dalam pengeluaran ketentaraan dan akan memaksa pemerintah membelanjakan uang yang jauh lebih besar dari pendapatan pajak. (Sadono Sukirno 2006 :168-169)<br />Selanjutnya, menurut Suparmoko pengeluaran pemerintah selalu meningkat karena disebabkan oleh hal-hal berikut ini:<br />a. Sekali pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan perang itu diadakan akan sulit sekali untuk dikurangi meskipun perang tersebut sudah selesai. Pengeluaran harus tetap diadakan bagi tentara-tentara yang sudah terlanjur diangkat sebagai pegawai negeri, di mana mereka ini sebelumnya adalah menganggur dan tidak menjadi tanggungan pemerintah. Akibatnya baik pengeluaran maupun penerimaan negara tetap cenderung meningkat, kecenderungan ini disebut "displacement effect". Harus ada pengembalian pinjaman selama perang, yang sekarang justru harus disertai dengan bunganya. Harus pula ada subsidi bagi para veteran, dan lain sebagainya.<br />b. Dengan meningkatnya tingkat penghasilan, maka jelas kebutuhan akan konsumsi barang-barang maupun jasa-jasa akan meningkat. banyak barang-barang dan jasa-jasa yang tidak mungkin diusahakan oleh swasta, seperti misalnya kegiatan pendidikan, kesehatan umum, pemeliharaan prasarana jalan–jalan dan jembatan. Ini jelas harus ditangani oleh pemerintah. Meningkatnya penghasilan menuntut jumlah barang dan jasa yang lebih banyak serta kualitas barang dan jasa yang lebih baik.<br />c. Urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Perlu dilayani oleh pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja, kebutuhan listrik, air minum, perumahan, keamanan dan kesehatan. Urbanisasi biasanya terjadi bersama - sama dengan industrialisasi dan perkembangan ekonomi. Orang mau pindah dari desa ke kota karena banyak hal yang menarik di kota seperti tingkat upah yang lebih tinggi, adanya kesempatan kerja, serta hiburan. Tetapi hal ini tidak selalu benar di negara sedang berkembang, karena perpindahan penduduk dari desa ke kota lebih disebabkan oleh adanya tekanan di desa seperti kurang adanya kesempatan kerja dan belum tentu karena ada lapangan kerja di kota.<br />d. Perkembangan demokrasi memerlukan biaya yang sangat besar, terutama untuk mengadakan musyawarah - musyawarah, pemungutan suara, rapat - rapat dan sebagainya. Dan pemerintahlah yang harus mengusahakan ini semua, karena pemerintah yang memiliki kemampuan untuk menjaga kepentingan semua pihak atau individu dalam masyarakat.<br />e. Seringkali semakin berkembangnya peranan pemerintah itu sendiri justru mengakibatkan adanya ketidakefisienan, pemborosan dan birokrasi sehingga pengeluaran pemerintah itu menjadi semakin besar.<br />f. Untuk negara sedang berkembang peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi semakin menyolok karena pemerintah bertindak sebagai penggerak dan pelopor pembangunan ekonomi. Pemerintah mengarahkan usaha pembangunan melalui rencana - rencana pembangunan. Misalnya pemerintah Indonesia mempunyai Garis-garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahun I, II, III dan seterusnya.<br />g. Timbulnya program kesejahteraan masyarakat, seperti Program Panti Asuhan, Rumah Jompo dan sebagainya. <br /><br />2.5 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perekonomian<br />Pengeluaran pemerintah berhubungan dengan bemacam-macam kegiatan yang dilakukan, yang secara umum ada kaitannya dengan berbagai departemen, lembaga-lembaga, berhubungan dengan provinsi-provinsi, kabupaten-kabupaten dan juga dengan barang-barang dan jasa-jasa yang diperjualbelikan. <br />Pengeluaran lainnya yang berkenaan dengan kemanan, ketertiban masyarakat, memberikan bantuan-bantuan social dan sebagainya. Akan tetapi pembiayaan utama dari kegiatan pemerintah adalah pengeluaran yang berhubungan dengan kepentingan pemerintah sendiri. <br />Jika dilihat secara keseluruhan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pengeluaran pemerintah yaitu melakukan upaya sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi bidang-bidang swasta untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam masyarakat. Kegiatan ini akan mempunyai kaitan dengan kegiatan ekonomi dan memberikan insentif pula pada bidang-bidang lainnya, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan produksi, menambah pendapatan, tercapainya kestabilan harga serta kemajuan dalam pembangunan disegala bidang. Diharapkan dari pengeluaran-pengeluaran pemerintah ini akan membawa dampak yang positif didalam perekonomian secara menyeluruh. <br />a. Terjadinya Keseimbangan Politik. <br />Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya keseimbangan diantara barang-barang dan jasa-jasa pemerintah serta tergantung juga kepada kebijakan dalam penetapan pajak dari barang dan jasa itu sendiri. Kebijakan system perpajakan yang terlalu sangat mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan umum. <br />b. Terjadinya keseimbangan pasar pada umumnya dan adanya efisiensi dari sumber daya yang dipakai masyarakat.<br /> Setiap pengeluaran pemerintah, akan mempengaruhi harga barang dan jasa yang berlaku di pasar bebas sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam pengelolaan sumber-sumber yang digunakan masyarakat. <br />c. Pendistribusian pendapatan. <br />Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah berarti diperoleh dengan cara mengambil pendpatan seseorng kemudian membagikannya kepada orang lain. Jika hal ini terjadi maka daya beli orangh tersebut menjadi berkurang sehingga akan mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya pemerintah menggunakan kebijakan pengeluaran-pengeluaran sedemikian rupa dalam mempengaruhi barang dan jasa, tidak mengurangi penghasilan masyaraka serta terjadinya pendistribusian pendapatan yang lebih merata. <br /><br /> Ada empat akibat atau pengaruh dari pengeluaran pemerintah, antara lain:<br />a. Pengeluaran pemerintah mempengaruhi alokasi faktor produksi. <br />Pada negara-negara yang menganut system mekanisme harga selalu diusahakan bagaimana caranya untuk mencapai alokasi sumber daya yang optimum. Hal itu dijumpai dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dimana fungsi untuk mengalokasikan sumber-sumber daya ditentukan oleh kekuatan pasar.<br />Pengeluaran pemerintah akan membawa perubahan dalam kehidupan perekonomian suatu negara, mempengaruhi jumlah factor-faktor produksi dengan bermacam-macam cara sehingga mencapai tingkat pertumbuhan yang full employment, mengalokasikan sumber-sumber produksi, pendistribusian pendapatan dalam masyarakat serta melakukan perubahan-perubahan tingkat harga pada umumnya. <br />Di negara-negara yang sudah maju dan juga negara yang sedang berkembang dengan meningkatnya pengeluaran negara akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang diminta. Keadaan ini memberikan dorongan kepada pihak swasta terutama perusahaan-perusahaan akan memperluas jumlah investasi dalam rangka mengimbangi jumlah persediaan barang-barang dan kebutuhan lainnya yang semakin meningkat.<br />Perluasan investasi dalam rangka meningkatkan produksi mungkin kurang bermanfaat apabila lapangan kerja dan kesempatan kerja tidak mencukupi. Jumlah penduduk yang terus meningkat tiap tahun harus diusahakan pula lapangan kerja yang baru, karena jika hal ini tidak mampu diatasi akan terjadi pengangguran (unemployment). Hal ini dapat saja terjadi karena pihak swasta berusaha semaksimal mungkin dalam menambah investasinya dengan modal yang lebih besar (capital intensive) dan mengurangi tenaga kerja manusia, misalnya dengan menggunakan teknolog yang modern. Dari satu segi terlihat dengan pertambahan pengeluaran pemerintah bermaksud menaikkan penghasilan masyarakat tetapi dari segi lain dengan bertambahnya pengeluaran akan terjadi pengangguran didalam masyarakat. <br />Jalan keluar harus dicari dalam mengatasi pengangguran ini, misalnya dengan menggunakan teknologi yang menggunakan tenaga kerja yang lebih banyak, akan tetapi penambahan tenaga kerja harus juga mempertimbangkan mutu dari tenaga kerja, pendidikan keahlian serta keterampilan dengan melalui berbagai latihan. <br />Pengeluaran pemerintah dapat membawa pengaruh pada tenaga kerja yang ahli dalam menyediakan jasa-jasanya untuk bekerja lebih giat sehingga akan berguna dalam meningkatkan produksi untuk jangka waktu yang panjang. Orang-orang akan senang bekerja bila upahnya naik dan akan menggunakan waktu senggangnya (leisure time) guna meningkatkan penambahan pendapatan demi kesejahteraan hidupnya. Akan tetapi setelah sampai pada suatu tingkat upah tertentu, yaitu pada tingkat kepuasan yang tinggi maka orang-orang akan lebih senang menikmati waktu senggangnya daripada bekerja, karena dengan penghasilan yang lebih tinggi ia akan bekerja dalam waktu yang lebih sedikit. <br />Waktu senggang itu seolah-olah dianggap sebagai barang yang dapat dibeli, orang akan membeli lebih banyak jika pendapatannya naik sebaliknya bila orang menginginkan pendapatannya lebih besar atau ingin menambah penghasilannya maka waktu senggang akan digunakan lebih banyak. Dengan kata lain makin makmurnya seseorang permintaan untuk leisurenya pun semakin besar pula. Bertambah makmurnya seseorang menyebabkan permintaan barang dan jasa meningkat pula, ia akan mencari pembantu rumah tangga, berolahraga, rekreasi dan bermacam-macam hiburan lainnya. Waktu untuk bekerja diikurangi atau suplai tenaga kerja dikurangi apabila kemakmurannya bertambah. <br />Di negara-negara yang sedang berkembang keadaan infrastruktur atau prsarana, akumulasi modal, tenaga-tenaga ahli, investasi pengembangan pasar dan sebagainya belum berkembang dengan baik. Perkembangan prasarana antara suatu daerah dengan daerah lainnya akan memperlancar arus perekonomian dalam pengangkutan barang-barang. Demikian pula dengan pengembangan pasar memudahkan dalam penyaluran barang-barang lebih cepat sampai pada konsumen akhir. <br />Pengeluaran pemerintah akan sangat berguna dalam menunjang penambahan investasi masyarakat dan dapat pula menurunkan ongkos produksi dari barang dan jasa dengan cara pengembangan berbagai industri kecil dan menengah, sehingga akan mempercepat lajunya proses perkembangan perekonomian. <br />Industri besar dan kecil dapat berkembang dengan baik pula melalui bantuan dari pemerintah. Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa keuangan serta perlindungan lainnya demi kelangsungan hidup suatu industri, tetapi dengan suatu pertimbangan bahwa produksi dari industri itu sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keikutsertaan pemerintah dalam kegiatan industri akan mudah dalam melakukan pengontrolan terutama mengenai harga dari barang-barang yang dihasilkan, sehingga industri tersebut tidak dapat menentukan harga dengan sewenang-wenang.<br />b. Pengeluaran Pemerintah Mempengaruhi Distribusi<br />Pendistribusian pendapatan dan kemakmuran dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk kedalamnya hukum-hukum yang berlaku, tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang, mobilitas social, susunan pasarm kesempatan kerja dan lain-lainnya. Dalam pembagian pendapatan pemerintah berusaha agar jenjangan perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin tidak terlalu mencolok. <br />Layanan kesehatan yang kadang-kadang diberikan secara cuma-cuma dibebaskan pembayaran uang pendidikan ditingkat sekolah dasar juga merupakan suatu sumbangan pemerintah kepada masyarakat bagi yang mempergunakan jasa-jasa ini serta menambah pendapatan mereka seandainya jasa-jasa tersebut harus dibayar sesuai dengan harga yang belaku. Banyak sekali pengeluaran pemerintah dengan tidak memperhitungkan berapa besar keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengeluaran yang berupa bantuan cuma-cuma. Dalam memberikan bantuan semacam ini bukan memakai ukuran untung rugi atau marginal social cost dan marginal social benefit, akan tetapi yang ingin dicapai adalah kesejahteraan masyarakat atau manfaat social yang lebih besar. <br />Pemerataan terhadap hasil-hasil produksi dilakukan misalnya melalui koperasi, yang merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha untuk memperoleh kredit, tenaga trampil dan keahlian. Melalui koperasi akan memudahkan tatanan kehidupan ekonomi yang adil terutama bagi golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu, pengeluaran pemerintah juga banyak dicurhkan dalam bidang koperasi ini. <br />Berbagai upaya dilakukan pemerintah guna menjaga agar pembagian pendapatan dan kemakmuran lebih merata sehingga tidak menimbulkan kerawanan social dan ekonomi, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan produksi sehingga tercapai kestabilan disegala bidang. Kesulitan yang timbul adalah untuk menentukan apa yang sesuai untuk didistribusikan itu, karena dalam proses pasar terjadinya perubahan-perubahan. <br />Sahni (1972) berepndapat bahwa suatu proses politik dalam mengambil keputusan memang diperlukan dan sebelum dapat berfungsinya mesti ada beberapa proses yang dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan. <br />Masalah yang timbul sekarang bagaimana prosese politik itu ditentukan yang berkenaan dengan pendistribusian ini. Pemikiran yang democrat berdasarkan dlil terhadap kekayaan individu yang melihat bahwa setiap manusia itu sama, baik politik naupun dari segi ekonomi. Pendekatan dari segi ekonomi mungkin ditafsirkan dengan cara yang berbeda demikian pila dengan penafsiran yang dilakukan terhadap nilai-nilai ang ada. Pengertian yang sama disini mungkin sama dalam kemakmuran atau kesejahteraan ekonomi padasuatu saat tertentu sedangkan lainnya mungkin mengandung pengertian yang berbeda dari konsep yang ada dan masih banyak lagi penafsiran yabg dilakukan didalam mencapai kemakmuran.<br />Sekiranya pengertian kemkmuran atau kesejahteraan itu dapat diterima. Hal ini bukan berarti adanya kesamaan dalam pendistribusian pendapatan tetapi harus diikuti pula oleh masyarakat seolah-olah sama didalam menikmati pendapatannya. Akan tetapi hal ini tidak mungkin terjadi, yang mungkin ada hanyalah terdapatnya persamaan dari beberapa segi saja. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu terjadinya ketidakmerataan didalam pendistribusian dan agak sukar dalam pengertian yang berhubungan dengan kesaman serta pemerataan pendapatan ini.<br />Para ahli melihat lebih luas lagi dalam hubungannya serta membanding-bandingkan dengan peraturan yang ada misalnya mereka memberikan konsep tentang kesamaan apakah kesamaan ini berhubungan dengan pendapatan kesehatan atau kesamaan didalam mendapatkan kesejahteraan. Jadi dalam masalah ini kebijaksanaan social yang berkenaan dengan gejala dari kemampuan bersama untuk menikmati pendapatan dalam kenyataanya adalah tidak mungkin terjadi. <br />Sekiranya ukuran kesamaan dari kesempatan yang diperoleh dapat diterima, masih terdapat pula sejumlah perbedan didalam mengartikannya. Misalnya kesempatan didalam memperoleh fasilitas pendidikan, kesempatan kerja karena adanya hubungan keluarga dan lain-lain sebagainya.<br />Pendapat mengennai kesamaan kesempatan juga terjadi berbagai variasi dalam ukuran penilaian masyarakat. Pada kenyataannya jumlah pendapatan termasuk barang-barang serta waktu senggang yang tersedia untuk didistribusikan mungkin sangat tergantung pada keadaan dan juga keikutsertaan pemerintah dalam menanganinya.<br />Oleh sebab itu konsep yang jelas terhadap distribusi itu harus ada, diperlukan rumusan yang jelas berkenaan dengan masalah sosial, etika dan masalah-masalah ekonomi.<br /><br />c. Pengeluaran Pemerintah Mempengaruhi Stabilisasi Ekonomi<br />Kebijakan stabilisasi atau keseimabngan sangat erat hubungannya dengan fiscal dan oneter, jadi ada hubungan dengan pajak, tingkat bunga, persedioaan uang serta juga denga pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Analisa dari Jhon Maynard Keynes yang sederhana dalam masalah stabilisasi atau keseimbangan pendapatan nasional ditentukan oleh permintan masyarakat secara keseluruhan (aggregate demand), pengeluaran pemerintah berhubungan dengan keadaan full employment, surplus atau deficit dari pendapatan dan belanja negara (agregate consumption function) adalah:<br />C = a + b Y<br />I merupakan symbol dari investasi, yang sangat berhubungan erat dengan pendapatan dan konsumsi. Y adalah symbol dari pendapatan (income).<br />Oleh Singer (1972) memberikn contoh, apabila I = 15, a = 10 dan b = 0,8 maka dapat diperhitungkan bahwa tigkat keseimabungan pendapatan dalam keadaan full employment 150. Pemerintah mengenakan pajak maka pendapatan akan berkurang, dengan demikian rumusnya menjadi : C = a + b (Y - T). Seandainya I tidak mengalami perubahan, tetapi yang berubah adalah nilai dari a dan b, mak misalkan T 6,25 tingkat pendapatan, Y 150 dengan catatan, apabila transfer adalah 5 akan menyebabkan kenaikan keseimbangan dari aggregate demand 20, maka dalam hal ini diperlukan 25 untuk mencapai keadaan full employment. Pada contoh ini hasrat utnuk melakukan konsumsi (marginal propensity to consume = MPC) dan transfer pendapatan 0,8. <br />Ini berarti pengeluaran pemerintah mesti ditingkatkan didalam agrergate demand dengan transfer 6,25 kepada konsumen, maka produksi menjadi berkurang sebesar 6,25. Apabila aggregate demand melebihi tingkat pendapatan dalam masa full employment maka pemerintah dapat melakukan stabilisasi ekonomi melalui pajak atau transfer yang akan mempengaruhi pendistribusian pendapatan, misalnya T = t Y, dimana t menjadi positif didalam pajak dan menjadi negatif didalam transfer.<br />Dari model diatas maka fungsi konsumsi akan mengalami perubahan:<br />C = a + b (1 - t) Y<br />Apabila keseimbangan pendapatan masih tetap 150 dan semua factor lain tidak mengalami perubahan, maka nilai keseimbangan dari t = 5/120 atau 0,0417. Dalam hal ini pemerintah harus mengadakan keseimbangan tingkat full employment pada tingkat perbandingan transfer 0,0417.<br />Model dari Keynes yang terkenal dan sederhana kita tinggalkan demikian pula penentuan dari kebijakan stabilisasi yang berhubungan dengn keseimbangan dalam full employment.<br />Dalam model yang sangat kompleks dan mendekati kenyataan, konsumsi dan investasi sangat erat kaitannya dengan berbagai kebijakan lainnya yang kadang-ladang sukar untuk dimengerti. Para sarjana kadang-kadang tidak mampu menjelaskan secara rinci pengaruh dari kebijakan moneter melalui tingkat pendapatan dan employment.<br />Kebijakan stabilisasi banyak digunakan oleh pemerintah sekrang terutama dalam hubungannya dengan pajak, bermacam-macam pengeluaran pemerintah sera masalah transfer, tetapi yang lebih banyak menyangkut masalah moneter dan tingkat bunga (interest rate).<br />Tujuan daripada kebijakan stabilitas berbeda dalam kenyataannya dari pemakaian model sederhana yang diatas jika dihubungkan antara keseimbangan full employment dengan stabilisasi harga-harga karena adanya perbedaan dalam menggabungkan pengangguran (unemployment) dengan inflasi harga tetapi pada tingkat pengangguran yang rendah selalu dikaitkan dengan tingkat inflasi yang tinggi. <br />Salah satu masalah yang dibahas dalam kebijakan stabilisasi adalah memilih diantara berbagai alternative, yang membawa pengaruh dalam perdagangan yaitu hilangnya output disebabkan terjadi unemployment serta pendistribusian ongkos-ongkos selama terjadinya inflasi. Tujuan lainnya adalah agar tercapai perkembangan ekonomi yang lebih cepat, serta terdapatnya keseimbangan dalam neraca pembayaran. Misalkan keadaan perekonomian mendekati full employment, suatu kebijaksanaan yang mendorong perkembangan yang lebih cepat akan menyebabkan penekanan terhadap inflasi sehingga sekotor-sektor industri akan berkembang lebih cepat lagi. <br />Dalam pembahasan ini hanya menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan stabilisasi saja. Sebenarnya masih banyak sekali peralatan-peralatan dan tujuannya saling bertentangan serta sedikitnya pengetahuan tentang cara-cara dengan melalui berbagai kebijakan lagi pula terdapat berbagai keterbatasan untuk mengatasi masalah stabilisasi ini. Peralatan-peralatan tersebut dengan melalui kebijakan stabilisasi, tidak mungkin dapat diselesaikan oleh fungsi alokasi dan stabilisasi sektor pemerintah saja akan tetapi melalui berbagai fungsi yang ada. <br />Perhatian yang ditujukan untuk mencapai produksi yang maksimum (maximum production) serta penyesuaian dengan produksi secara keseluruhan bukan hanya merupakan tujuan tetapi juga sesuatu yang ingin dicapai dalam keadaan full employment. Hubungan antara produksi dan full employment saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Employment, produksi ataupun kesejahteraan tidak mesti bergerak secara bersama-sama, karena dalam rangka memaksimumkan produksi dan employment menyangkut pula masalah social lainnya. <br />Untuk menjaga stabilisasi tingkat harga diusahakan cara untuk memaksimumkan daya beli masyarakat biasanya dengan kemampuan dalam membeli barang-barang, jasa-jasa dan juga kekayaan lainnya. Konsumsi yang dilakukan seseorang sangat dipengaruhi oleh pola pengeluarannya serta perubahan dari harga barang dan jasa yang akan membawa pengaruh bagi kesejahteraan hidupnya. Semua orang menginginkan kesehatan yang sempurna karena kesejahteraan seseorang juga tergantung pada kesehatannya.<br />Keseimbangan dalam neraca pembayaran adalah sangat sukar dalam mencapai stabilisasi, karena dalam neraca pembayaran menyangkut dengan system moneter internasional, perdagangan barang-barang dalam lalu lintas dunia, serta juga dapat dipengaruhi keadaan pembayaran besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membeli barang-barang keperluan pemerintah dan sebagainya. Barang-barang keperluan ini dapat diperoleh yang tidak ada dalam negeri melalui impor dan akan mengalami kesukaran dalam neraca pembayaran jika tidak dapat diimbangi dengan jumlah barang-barang yang diekspor. Sekiranya terjadi perubahan harga dari barang-barang yang diimpor sedangkan yang diekspor sedikit hal ini akan menambah ketidakstabilan dalam neraca pembayaran. <br /><br />d. Pengeluaran pemerintah mempengaruhi pembangunan ekonomi. <br />Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah mempengaruhi permintaan hasil produksi dan terjadi perubahan dalam jumlah maupun kualitas terhadap layanan kepada masyarakat, perubahan social dan juga dibidang ekonomi. Permasalahan yang sering dibahas berkaitan dengan politik yaitu diantara keperluan pemerintah dan keperluan individu untuk tujuan konsumsi. Keseimbangan diantara sektor-sektor ini serta alokasi sumberdaya oleh pemerintah memperlihatkan kebijaksanaan dalam politik dan administrasi. <br />Kaum Marxist berpendapat, kenaikan pengeluaran pemerintah memang sangat diperlukan sebagai tonggak untuk melawan monopoli kaum kapitalis yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi masyarakanya. Dalam pandangan mereka, pengeluaran pemerintah sangat penting dalam merubah pola sosial dan ekonomi. Perubahan-perubahan harus melalui proses secara menyeluruh, baik secara jelas ataupun tidak karena perbedaan social dan ekonomi sebenarnya disebabkan oleh perbedaan kelas yang diciptakan oleh kaum kapitalis. <br />Dari penjelasan ini terlihat ada dua titik pandangan yaitu, <br />1. Dari segi politik, yang dapat menentukan terjadinya perubahan-perubahan social, ini dipengaruhi pula oleh perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi. Jadi, dengan kata lain perubahan teknologi membawa akibat dalam pendistribusian kesejahteraan, organisasi social dan lain sebagainya. <br />2. Pengeluaran pemerintah sangat erat hubungannya dengan bidang ekonomi, perubahan social serta hasil produksi, karena semuanya ini menyangkut dengan dana yang dikeluarkan dan menjadi sangat komplek. <br />Hubungan pengeluaran pemerintah dengan perkembangan ekonomi sangat erat, dan masyarakat mengharapkan agar lebih banyak lagi pengeluaran-pengeluaran yang yang dapat dilakukan demi meningkatkan layanan yang lebih baik lagi. Berbagai pertanyaan terkadang timbul misalnya mengapa pengeluaran pemerintah itu perkembangannya itu lebih cepat daripada konsumsi swasta, mengapa adanya perbedaan tingkat perkembangan akselerasi yang lebih cepat terutama di negara-negara maju dan sebagainya.<br />Salah satu dari pertanyaan tadi adalah untuk membuktikan bahwa kualitas dari jasa-jasa pemerintah dapat meningkatkan dengan lebih baik dan masyarakat menginginkan peningkatan yang lebih banyak lagi, seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Peningkatan bidang pendidikan akan menguntungkan bagi guru-guru, tenaga pengajar, karyawan di bidang pendidikan, anak-anak sekolah dan melalui pendidikan pulalah dapat meningkatkan pendapatan seseorang. Demikian pula dengan jasa-jasa yang diberikan pemerintah akan memberikan kesejahteraan dalam fungsi social misalnya jasa polisi, mengurangi tingkat kejahatan dalam masyarakat. <br />Peningkatan pengeluaran pemerintah membawa bermacam-macam perubahan dalam masyarakat dan juga perubahan ekonomi. Misalnya perubahan dalam konsumsi pemakaian kendaraan-kendaraan mengakibatkan bertambahnya beban yang makin berat bagi pemerintah. Bertambahnya orang-orang yang memakai mobil, maka pemerintah hrus memikirkan perkembangan dan perluasan jalan-jalan raya, memperbaiki jalan yang rusak, membangun jembatan-jembatan dan juga menambah jalan-jalan baru. Dalam hal ini tentu saja para pemakai kendaraan akan membayar kepada pemerintah berupa pajak kendaraan, bea balik nama dan lain-lain. Akan tetapi pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah pun bertambah besar seperti rambu-rambu lalu lintas, menambah jalan baru, membayar polisi lalu lintas, membayar untuk petugas-petugas pajak dan lainnya yang berkenaan dengan kendaraan pemerintah, mengeluarkan berbagai biaya yang berkenaan dengan transpotasi dan jalan raya. <br />Di negara-negara barat terjadinya hubungan perubahan antara social system ekonomi dan pengeluaran pemerintah, misalnya kurangnya rasa ketertarikan dan menurunnya hubungan kekeluargaan diantara tetangga dan dengan familinya sendiri. Menurunnya nilai-nilai social ini ada kegiatannya dengan perubahan yang terjadi didalam teknologi dan perubahan yang terjadi dari berbagai-bagai variabel lainnya serta mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. <br />Perubahan dibidang ekonomi juga membawa perubahan dalam bidang-bidang social misalnya terbukanya berbagai-bagai lapangan kerja. Persamaan hak antara pria dan wanita, anak-anak yang sudah dewasa tidak tinggal lagi bersama orang tuanya, orang tua tinggal di asrama yang semua ini meningkatnya mobilitas social dan meningkat pula sifat individualistis. Pengaruh yang demikian membawa akibat peningkatan permintaan jasa-jasa yang semakin besar, ibu-ibu yang bekerja memerlukan perawat yang mengasuh anak-anak mereka, orang-orang jompo memerlukan rawatan khusus dan layanan kesehatan. Meningkatnya mobilitas social ditambah lagi dengan adanya hasrat untuk melebihi standar konsumsi akibat iklan, majalah, hiburan-hiburan maka meningkat pula akibat dari kurangnya perhatian orang tua pada anak-anak dan mungkin juga karena pergaulan didalam masyarakat. Semua biaya dari gejala social ini menjadi tanggungan pemerintah termasuk biaya perbaikan, pengobatan, memberikan saran-saran dan lainnya demikian pula misalnya perubahan social yang ada kaitannya dengan politik seperti masalah perumahan. Permintaan rumah tempat tinggal terus meningkat, apakah untuk disewakan atau untuk dimiliki karena pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanganinya.<br />Di negara-negara maju ada kecenderungan orang-orang ingin memiliki rumah sendiri karena ini merupakan suatu symbol dari kemakmuran dari orang yang memiliknya. Pemerintah banyak mencurahkan bantuan dalam pembangunan rumah-rumah ini, akan tetapi dalam kenyataannya kadang-kadang tindakan pemerintah dalam membangun rumah kurang memperhatikan mengenai pola dan kepadatannya, lebih-lebih lagi kekuatannya dari bangunan rumah itu. Kadang-ladang harga rumah menjadi sangat mahal dan bentuk rumah susun yang kurang disukai oleh masyarakat. Pemabngunan perumahn di suatu tempat tertentu mungkin saja dengan alasan-alasan politik dari anggaran pengeluarannya, dengan harapan pada sesuatu waktu tertentu secara perlahan-lahan akan adanya perubahan-perubahan social. <br />Beban lainnya yang harus dipikul oleh pemerintah adalah berupa polusi atau pencemaran lingkungan dari kemajuan-kemajuan teknologi dibidang pertanian dan industri. Pemerintah mengeluarkan dana untuk membersihkan sungai-sungai, mengelola tanah-tanah yang tak bertuan, mencegah polusi sekitar lapangan terbang dan sebagainya.<br />Secara keseluruhan terlihat pengeluaran dana itu memperkuat dan memperkokoh kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang baik secara langsung maupun membawa pengaruh yang tidak langsung. Didalam beberapa hal kebijakan pemerintah untuk menigkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat seperti menanganai masalah sampah, mengatasi polusi lingkungan, mencegah kejahatan serta gangguan-gangguan keamanan. Masalah lainnya berupa mengatasi perubahan social yang berhubungan dengan orang usia lanjut, masalah remaja yang juga merupakan hambatan jika tidak ditangani secara sungguh-sungguh.<br />Berdasarkan data yang dipelajari dari berbagai negara baik negara maju atau pun negara sedang berkembang dapat dilihat bahwa hubungan pengeluaran pemerintah dengan pembangunan negara adalah berupa hubungan yang positif, misalnya dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkat pula tingkat konsumsinya dan juga meningkat pula produksi barang dan jasa secara keseluruhan.<br />Di negara-negara yang sedang berkembang sebagian besar pengeluaran pemerintah ditujukan unutk public investment dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi, sehingga hasilnya dapat dirasakan secara keseluruhan, dimana merupakan penyebab terjadinya pertumbuhan yang cepat yang semakin besar.<br />Pembangunan yang terjadi akibat pengeluran dana pemerintah memang banyak sekali sehingga hubungan antara saru factor dengan lainnya kadang-kadang tidak nampak jelas karena saling kait mengait antra factor-faktor tersebut, misalnya yang terjadi antra perubahan social dan ekonomi, perubahan gaya hidup, perubahan permintaan, perkembangan pendidikan dengan tingkat kelahiran, pertahanan dan keamanan, trnsportasi, kominikasi serta berbagai kemajuan dibidang lainnya.<br />Negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara (pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup: mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara, menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial, termasuk fakir miskin, jompo, yatim piatu, masyarakat miskin, pengangguran, menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan, menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan. Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah.<br />Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi Pengeluaran untuk Belanja dan Pengeluaran untuk Pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja terdiri dari: Belanja Pemerintah Pusat seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Lain-lain, dan Dana yang dialokasikan ke Daerah seperti Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Sedangkan Pengeluaran untu Pembiayaan tediri dari Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah, Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri, dan Pembiayaan lain-lain.<br />Adapun jenis-jenis Pengeluaran Negara menurut sifatnya terdiri dari Pengeluaran Investasi, Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja, Pengeluaran Kesejahteraan, Pengeluaran untuk Penghematan Masa Depan, dan Pengularan Lainnya. Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang, misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja merupakan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira, misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana. Sedangkan Pengeluaran untuk masa depan merupakan pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, dan pengeluaran untuk anak-anak yatim. Sedangkan Pengeluaran Lain-lain merupakan pengeluaran tidak produktif yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah, misalnya pengeluaran untuk biaya perang.<br />Peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen: konsumsi masyarakat dan investasi publik. Efek jangka pendek dari peningkatan belanja pemerintah adalah sama untuk kedua komponen tetapi berbeda untuk efek jangka panjang.<br />Belanja sektor publik dapat diklasifikasikan berdasar produktivitas. Membedakan antara pengeluaran pemerintah yang mempengaruhi produktivitas dan untuk konsumsi penting untuk dipahami sebagai konsekuensi intervensi fiskal melalui perubahan dalam pengeluaran pemerintah. Dampak pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang terhadap kinerja agregat ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah. Dalam jangka pendek belanja pemerintah akan memperluas permintaan agregat tetapi peningkatan belanja pemerintah atas biaya dana pinjaman, akan menyempitkan beberapa investasi swasta dan menghambat pertumbuhan permintaan agregat.<br />Crowding Out akhirnya dapat menurunkan stok modal swasta, dan pada gilirannya, dalam jangka panjang akan menurunkan produktivitas sehingga akan mengurangi output dan kapasitas produksi. Oleh karena itu diperlukan treatment ketidakseimbangan kebijakan fiskal dalam bentuk pengeluaran pemerintah yang memisahkan kedalam pengeluaran untuk konsumsi dan investasi.<br />Pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan dengan mengubah komposisi pengeluaran kedalam kegiatan berbasis produktivitas, tanpa mengubah tingkat pengeluaran atau pajak penghasilan. Pendekatan pasar modal dan obligasi digunakan untuk menggambarkan pengeluaran pemerintah (kebijakan moneter), selain dengan kebijakan fiskal (pada pasar barang).<br />Kegiatan-kegiatan dari segi pengeluaran ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah resources dan produk, baik dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk kemakmuran masyarakat dengan menggunakan uang. Pengeluaran dengan menggunkan uang ini adalah yang dinamakn pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan dilihat dari segi keuangannya saja seperti pembelian, penjualan, melakukan transparan yang positif dan juga transfer negatif. <br />Kegiatan pengeluaran pemerintah terhadap barang-barang dan jasa-jasa ditujukkan agar terjadi kenaikkan dalam penadapatan nasional, terjadinya perluasan kesempatan dan lapangan pekerjaan serta menjaga adanya kestabilan dalam tingkat harga pada umumnya. <br />Kunarjo (1993) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah berperan untuk mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh swasta. Dikatakan pula bahwa pengeluaran pemerintah yang dinyatakan dalam belanja pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam proyek-proyek yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, dan program yang menyentuh langsung kawasan yang terbelakang. Pemerintah daerah dituntut dapat berperan aktif dalam mengelola dan mengembangkan sektor publik dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Pendekatan pada upaya peningkatan pertumbuhan tidak semata-mata menentukan pertumbuhan sebagai satu-satunya tujuan pembangunan daerah, namun pertumbuhan merupakan salah satu ciri pokok terjadinya proses pembangunan. Terdapat berbagai instrumen yang digunakan pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Salah satu diantaranya adalah pembelanjaan atau pengeluaran pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.<br />Menurut Budiono (1981), pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. Pertama, pembelian faktor-faktor produksi (input) dan pembelian produk (output). Kedua, untuk pengeluaran konsumsi pemerintah (belanja rutin) serta untuk investasi pemerintah (belanja pembangunan/barang-barang modal). Pengeluaran pemerintah yang diukur dari pengeluaran rutin dan pembangunan mempunyai peranan dan fungsi cukup besar mendukung sasaran pembangunan dalam menunjang kegiatan pemerintah serta peningkatan jangkauan dan misi pelayanan yang secara langsung berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi.<br />Layaknya pengeluaran masyarakat, maka pengeluaran pemerintah akan memperbesar permintaan agregat melalui multiplier effect dan selanjutnya akan meningkatkan produksi atau penawaran agregat, sehingga PDB akan meningkat. Meningkatnya PDB merupakan indikasi timbulnya suatu perekonomian yang akan menambah penerimaan. Menurut Susanti (2000), pengeluaran pemerintah akan meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Kaidah ini dikenal dengan hukum Wagner, yaitu adanya korelasi positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat pendapatan nasional. Walaupun demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah belum tentu berakibat baik terhadap aktivitas perekonomian. Oleh karena itu, perlu juga dilihat efisiensi penggunaan pengeluaran pemerintah tersebut.<br /><br /><br />2.6 Indikator Pengeluaran Pemerintah <br />I. Belanja Pemerintah Pusat<br />1. Pengeluaran rutin<br />a. Belanja pegawai, diantaranya :<br />- Tunjangan Beras<br />- Gaji dan Pensiun<br />- Uang makan (lauk-pauk)<br />- Belanja Pegawai Dalam Negeri<br />- Belanja Pegawai Luar Negeri<br />b. Belanja barang<br />c. Pembayaran bunga utang<br />d. Subsidi<br />e. Pengeluaran rutin lainnya<br />2. Pengeluaran pembangunan<br />a. Pembiayaan rupiah<br />b. Pembiayaan proyek<br />II. Anggaran biaya untuk daerah<br />1. Dana Perimbangan<br />2. Dana otonomi khusus dan peyeimbang<br /><br /> Sedangkan Menurut jenisnya Pengeluaran Negara dapat dibagi menjadi :<br />1. Pengeluaran Investasi<br />• Pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang<br />• Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll<br />2. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja<br /> Pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat<br /><br /><br />3. Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat<br />• Pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira.<br />• Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dll<br />4. Pengeluaran Penghematan Masa Depan<br />• Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang.<br />• Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, pengeluaran untuk anak-anak yatim, dll<br />5. Pengeluaran yang Tidak Produktif<br /> Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah<br /> Misalnya pengeluaran untuk biaya perang<br /><br />2.7 Pola Konsumsi Masyarakat<br />Secara umum data konsumsi/pengeluaran masyarakat di bagi menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan terhadap kedua kelompok pengeluaran tersebut pada dasarnya berbeda. Dalam kondisi pendapatan terbatas kita akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan jumlah pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan jumlah pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan.<br />Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dan perubahan komposisinya sebagai indikator perubahan tingkat kesejahteraan penduduk.<br /><br />Tabel 1. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Jenis Pengeluaran<br />Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, 2008<br />Jenis Pengeluaran 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />Perkotaan (Rupiah) 64.063 100.639 180.500 273.294 396.876 496.000<br />Makanan (%)<br />Bukan Makanan (%) 49.81<br />50.19 47.97<br />52.03 56.17<br />43.83 52.82<br />47.18 45.11<br />54.89 44.96<br />55.04<br />Perdesaan (Rupiah) 33.385 52.711 109.523 152.784 200.203 283.912<br />Makanan (%)<br />Bukan Makanan (%) 63.59<br />36.41 63.26<br />36.74 70.17<br />29.83 66.56<br />33.44 61.13<br />38.87 58.67<br />41.33<br />Perkotaan+Perdesaan(Rupiah) 43.565 69.977 137.453 206.336 286.741 386.370<br />Makanan (%)<br />Bukan Makanan (%) 56.86<br />43.14 55.34<br />44.66 62.94<br />37.06 58.47<br />41.53 51.37<br />48.63 50.17<br />49.83<br /><br />Tabel diatas mengulas persentase pengeluaran per kapita per bulan menurut jenis pengeluaran, yaitu untuk makanan dan bukan makanan menurut tipe daerah, yaitu perkotaan, pedesaan dan penggabungan antara perkotaan+pedesaan. Pada umumnya pendduk perkotaan membelanjakan sebagian besar pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan, yaitu sebesar 55.04%, sedangkan sebaliknya penduduk perdesaan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, yaitu sebesar 58.67%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan penduduk perdesaan.<br /><br /><br /><br />Tabel 2. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Jenis<br />Pengeluaran Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan<br />Jenis Pengeluaran 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />Makanan 49.81 47.97 56.17 52.82 45.11 44.96<br />1. Padi-Padian 9.00 8.47 11.83 8.64 5.61 6.65<br />2. Umbi-Umbian 0.47 0.42 0.53 0.47 0.35 0.34<br />3. Ikan 4.41 4.03 4.82 4.50 3.87 3.34<br />4. Daging 3.54 3.70 2.71 3.31 2.57 1.91<br />5. Telur 3.42 3.20 3.31 3.60 3.23 3.37<br />6. Sayur-Sayuran 4.05 4.08 5.28 4.01 3.21 3.20<br />7. Kacang-Kacangan 2.04 1.67 2.16 1.77 1.41 1.38<br />8. Buah-Buahan 2.76 2.98 2.05 2.87 2.10 2.18<br />9. Minyak dan Lemak 1.95 1.85 2.39 1.82 1.48 1.72<br />10. Bahan Minuman 2.52 2.31 2.48 2.20 1.70 1.64<br />11. Bumbu-Bumbuan 1.47 1.15 1.36 1.34 1.08 0.93<br />12. Konsumsi Lainnya 0.98 1.42 1.43 1.41 1.24 1.26<br />13. Makanan dan Minuman Jadi 9.06 9.19 11.37 11.19 12.23 12.66<br />14. Minuman Mengandung Alkohol 0.08 0.07 0.03 0.06 *) *)<br />15. Tembakau dan Sirih 4.08 3.43 4.44 5.64 5.04 4.37<br />Bukan Makanan 50.19 52.03 43.83 47.18 54.89 55.04<br />1. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 21.29 24.15 20.18 21.01 26.25 23.20<br />2. Barang dan Jasa 16.02 14.14 13.81 14.73 17.82 19.36<br />3. Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala 5.75 5.00 5.02 4.99 3.59 3.25<br />4. Barang Tahan Lama 3.32 4.73 2.29 3.90 4.67 6.16<br />5. Pajak dan Asuransi 1.85 1.85 1.15 1.01 1.53 1.56<br />6. Keperluan Pesta dan Rumah Tangga 1.96 1.85 1.37 1.54 1.02 1.52<br />Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan (Rupiah) 64.063 100.639 180.500 273.294 396.876 496.000<br />Catatan: *) tergabung dalam kelompok makanan dan minuman jadi<br /><br />Tabel 3. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Jenis Pengeluaran Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perdesaan<br />Jenis Pengeluaran 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />Makanan 63.59 63.26 70.17 66.56 61.13 58.67<br />1. Padi-Padian 18.41 17.45 22.08 17.95 13.10 14.33<br />2. Umbi-Umbian 1.20 0.95 1.05 0.90 0.94 0.84<br />3. Ikan 5.96 5.60 6.40 6.14 5.91 4.98<br />4. Daging 2.43 2.74 1.83 2.22 2.23 1.71<br />5. Telur 2.41 2.70 2.49 2.81 2.95 2.71<br />6. Sayur-Sayuran 5.84 5.90 7.26 5.75 5.35 5.36<br />7. Kacang-Kacangan 2.42 2.23 2.52 2.38 21.7 1.82<br />8. Buah-Buahan 2.71 2.79 2.09 2.80 2.26 2.42<br />9. Minyak dan Lemak 3.10 2.99 3.74 2.86 2.63 2.87<br />10. Bahan Minuman 3.82 3.72 3.80 3.44 3.05 2.93<br />11. Bumbu-Bumbuan 2.25 1.68 1.95 1.86 1.73 1.41<br />12. Konsumsi Lainnya 0.75 1.14 1.15 1.31 1.50 1.59<br />13. Makanan dan Minuman Jadi 6.37 7.74 7.47 7.56 9.36 9.45<br />14. Minuman Mengandung Alkohol 0.13 0.09 0.07 0.11 *) *)<br />15. Tembakau dan Sirih 5.78 5.54 6.28 8.47 7.96 6.24<br />Bukan Makanan 36.41 36.74 29.83 33.34 38.87 41.33<br />1. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 14.84 14.29 11.36 13.22 16.73 15.33<br />2. Barang dan Jasa 7.53 7.98 7.44 8.26 11.68 13.46<br />3. Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala 6.34 5.67 5.46 5.45 4.18 3.56<br />4. Barang Tahan Lama 3.87 5.67 3.49 4.40 4.28 6.73<br />5. Pajak dan Asuransi 0.92 1.01 0.54 0.50 0.75 0.76<br />6. Keperluan Pesta dan Rumah Tangga 2.93 2.12 1.54 1.61 1.25 1.49<br />Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan (Rupiah) 33.385 52.711 109.523 152.784 200.203 283.912<br />Catatan: *) tergabung dalam kelompok makanan dan<br /><br />Tabel diatas mengulas proporsi pembagian pengeluaran menurut jenis pengeluaran. Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi pengeluaran menurut jenis pengeluaran bagi penduduk perkotaan dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp 496.000,- dengan proporsi 55.04% digunakan untuk pengeluaran bukan makanan, dan sisanya 44.96% digunakan untuk pengeluaran makanan. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pengeluaran penduduk perkotaan digunakan untuk pengeluaran bukan makanan, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan tinggi.<br />Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk penduduk perdesaan sebesar Rp 283.912,- dengan proporsi 58.67% digunakan untuk pengeluaran makanan dan sisanya 41.33% digunakan untuk pengeluaran bukan makanan. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pengeluaran penduduk perdesaan digunakan untuk pengeluaran makanan, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan masih rendah.<br />Tabel diatas mengulas persentase pengeluaran per kapita per bulan untuk makanan menurut tipe daerah, yaitu perkotaan, pedesaan dan penggabungan antara perkotaan+pedesaan. Pada umumnya penduduk perkotaan membelanjakan sebagian besar pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan, sedangkan sebaliknya penduduk perdesaan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan.<br />Secara nasional, penduduk perkotaan membelanjakan 44.96% pengeluarannya untuk makanan, sedangkan penduduk daerah perdesaan mencapai 58.67%. keadaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan penduduk perdesaan.<br />Bila diperhatikan daerah perkotaan di setiap provinsi, terdapat 8 provinsi yang penduduknya membelanjakan lebih dari separuh pengeluarannya untuk makanan, yaitu Sulawesi Barat (56.29%), Kalimantan Tengah (54.23%), Papua Barat (52.96%), Nusa Tenggara Barat (51.98%), Kepulauan Bangka Belitung (51.77%), Sumatera Barat (51.28%), Nanggroe Aceh Darussalam (50.87%), dan Sumatera Selatan (50.20%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan masih rendah pada kedelapan provinsi tersebut.<br />Penduduk perkotaan di provinsi DKI Jakarta hanya membelanjakan sebagian kecil pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan makanan, yaitu 36.34%, selanjutnya provinsi Kalimantan Timur (40.06%), dan DI Yogyakarta (40.40%). Keadaan ini jelas mengindikasikan tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan pada ketiga provinsi tersebut lebih baik disbanding provinsi lain.<br />Pola hidup penduduk perdesaan yang masih bersifat sederhana, juga didukung fasilitas, sarana, dan prasarana yang masih terbatas, sehingga sebagian besar penduduk perdesaan masih mengutamakan kebutuhan makanan. Berdasarkan tabel di atas, secara umum penduduk perdesaan pada seluruh provinsi di Indonesia menggunakan pengeluarannya lebih dari 50% untuk makanan.<br />Pengeluaran tertinggi untuk konsumsi makanan bagi penduduk perdesaan terdapat di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu 66.04%%, selanjutnya Nusa Tenggara Timur (65.30%), dan Kalimantan Tengah (64.64%), sedangkan yang terendah adalah penduduk perdesaan diprovinsi Bali, yaitu 49.60%.<br />Secara umum, pengeluaran penduduk perdesaan untuk memenuhi kebutuhan makanan, tetapi penduduk perkotaan terjadi keadaan yang sebaliknya, sehingga tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan jauh lebih baik dibandingkan penduduk perdesaan. Hal ini terjadi hampir seluruh provinsi di Indonesia, kecuali provinsi Bali yang mempunyai pola pengeluaran antara perkotaan dan perdesaan yang hampir sama, yaitu lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan bukan makanan, masing-masing 56.40% diperdesaan.<br /><br />Pendapat Para Ahli Ekonomi Tentang Analisa Konsumsi di Indonesia<br />Perubahan Pola Konsumsi Dunia<br />Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, mengharapkan upaya dan kerjasama seluruh negara untuk menyelesaikan berbagai masalah dunia di berbagai sektor. Pernyataan itu dikemukakan oleh Ahmadinejad (17/12) dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, di sela-sela sidang perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark. Seraya menjelaskan kondisi saat ini terikat erat dengan kepentingan sejumlah negara, Ahmadinejad mengatakan, “Masalah berlanjutnya perundingan dan mekanisme pelaksanaan komitmen serta pertanggung jawaban terhadapnya, harus ditindaklanjuti oleh negara-negara besar.” Presiden Iran menilai perubahan gaya hidup sangat penting dilakukan serta menegaskan, “Kontrol konsumsi bahan bakar dan peningkatan secara efesien terhadap bahan bakar fosil, dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. <br />Adapun dalam sidang di Kopenhagen, Ahmadinejad mengusulkan penetapan tahun 2011 sebagai tahun perubahan pola konsumsi seraya mengajukan berbagai program untuk memelihara dan memanfaatkan lingkungan hidup secara efesien. <br />Sejalan dengan pernyataan diatas, menurut Luthfi (2007), pola struktur konsumsi pemanfaatan energi nasional dikalangan masyarakat, industri, transportasi dan listrik harus diubah. Di sektor transportasi, misalnya, kebutuhan energi sekitar 99,9% masih menggunakan bahan bakar minyak, baik premium maupun solar. Hanya 0,1% yang menggunakan biofuel dan bahan bakar gas. Di sektor rumah tangga dan komersial masih 53,1% yang menggunakan bahan baker minyak, 36% menggunakan listrik dan baru 10,6% yang menggunakan elpiji. Tahun 2006 di sektor industri ada sekitar 43,8% yang menggunakan bahan bakar minyak. Sekitar 22,5% dan 19,6% menggunakan batubara dan gas. Untuk pembangkit listrik sekitar 23,7% masih menggunakan bahan bakar minyak meski tidak ekonomis.<br />Melihat itu semua Pemerintah harus berani melakukan perubahan pola konsumsi energi agar tidak terlalu tergantung kepada bahan bakar minyak. Jika dikembangkan energi alternative semua pihak baik masyarakat maupun negara sangat diuntungkan. Banyak pilihan dalam penerapan energi alternatif ini sesuai dengan kondisi setiap wilayah. Potensi panas bumi Indonesia tersebar di 151 lokasi sebesar 27.000 MW (atau sekitar 40% dari potensi panas bumi dunia) dan potensi terbesarnya ada di Pulau Sumatera sebesar 5.433 MW dan Indonesia baru mengembangkan hanya sebesar 4% saja. Untuk wilayah Kalimantan Barat sangat sesuai jika dikembangkan pembangkit listrik tenaga air. Sebesar 6% potensi pembangkit listrik tenaga air Indonesia sebesar 75.760 MW berada di Kalimantan Barat.<br />Tetapi perubahan pola konsumsi minyak masyarakat akan berubah bila pemerintah bersikap konsisten dan serius dalam masalah ini. Contoh kasus ialah dalam penerapan biofuel. Eropa pada tahun 2010 telah mewajibkan setiap SPBU disana untuk menyiapkan biofuel sebanyak 10% dari BBM yang tersedia di SPBU tersebut. Hal ini akan membuat setiap pengusaha yang akan terjun dalam bisnis. tersebut mempunyai perkiraan pasar yang jelas dan dukungan untuk program tersebut akan lebih nyata dari berbagai kalangan.<br /><br />2.8 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah<br /> 2.8.1 Analisa Realisasi Pengeluaran Rutin Dan Pembangunan<br /> Di bawah ini ditampilkan sejumlah data mengenai realisasi pengeluaran rutin pemerintah.<br />Tabel 4. Realisasi Pengeluaran Rutin Pemerintah Pada Tahun 1993-2008<br />(Nilai dalam Milyar Rupiah, proporsi dalam persen)<br />Tahun Anggaran Persentase masing-masing unsur pengeluaran rutin<br /> Belanja pegawai Belanja barang Subsidi daerah Angsuran utang Lain-lain Jumlah pengeluran rutin<br />1993 27.66 7.53 17.15 42.60 5.07 40290<br />1994 28.58 9.80 16.50 41.76 3.36 44069<br />1995 25.78 10.26 16.31 43.84 3.81 50435<br />1996 23.11 12.96 14.96 43.99 5.03 62561<br />1997 19.27 10.04 12.34 34.72 23.62 89610<br />1998 16.57 7.49 9.61 37.77 28.56 147717<br />1999 20.15 6.51 11.49 23.93 37.89 166881<br /> 2000 18.21 5.91 30.80 38.59 6.49 162578<br />2001 17.68 4.54 39.80 34.00 2.60 218924<br />2002 21.15 6.85 46.97 23.37 1.66 186651<br />2003 25.50 8.02 34.96 23.48 8.05 186944<br />2004 22.35 6.58 26.48 38.78 5.82 236015<br />2005 18.67 11.10 19.36 40.53 10.34 297802<br />2006 21.52 15.24 22.45 29.29 11.50 367451<br />2007 25.83 16.30 22.03 27.70 8.14 379293<br />2008 24,71 1,91 15,54 11.04 13,34 619758<br />Sumber: Laporan tahunan BI, diolah<br /><br /> <br />Grafik 1. Realisasi Pengeluaran Rutin Pemerintah Pada Tahun 1993-2008<br />(Nilai dalam Milyar Rupiah, proporsi dalam persen)<br /> Berdasarkan data di atas, menunjukkan komponen dari pengeluaran rutin pemerintah yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah, angsuran utang dan lain-lain. Untuk belanja pegawai dan belanja barang nilai pengeluarannya selalu berfluktuasi. Sedangkan untuk subsidi daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pasca krisis ekonomi tahun 1998. Namun setelah itu mengalami penurunan hingga tahun 2005 dan pada tahun 2006, 2007 dan 2008 alokasi untuk subsidi daerah mengalami peningkatan kembali walaupun dalam proporsi yang tidak begitu besar. Total subsidi ini lebih besar daripada biaya pembangunan. Kemudian untuk angsuran utang nilainya juga mengalami fluktuasi. <br /><br />2.8.2 Analisa Perkembangan Pengeluaran Pemerintah<br />Adapun data perkembangan pengeluaran pemerintah di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:<br />Tabel 5. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia<br />Periode 1993 - 2008 (%)<br />Tahun Pengeluran Pemerintah (Milyar Rp) %<br />1993 68,718 14.32<br />1994 74,761 8.79<br />1995 79,216 5.96<br />1996 98,513 24.36<br />1997 127,969 29.90<br />1998 215,586 68.47<br />1999 245,912 14.07<br />2000 231,878 -5.71<br />2001 341,564 47.30<br />2002 322,180 -5.68<br />2003 376,505 16.86<br />2004 427,177 13.46<br />2005 509,419 19.25<br />2006 699,099 37.23<br />2007 752,373 7.62<br />2008 985,663 31.01<br /> Sumber : Laporan Tahunan BI <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />Grafik 2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia<br />Periode 1993 - 2008 (%)<br /><br />Berdasarkan data di atas, pengeluaran pemerintah (G) di Indonesia bersifat fluktuatif yang cenderung meningkat, hal ini disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia itu sendiri. Dari tahun ke tahun belanja negara mengalami peningkatan hal ini dikarenakan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang cenderung meningkat dan juga disesuaikan dengan keadaan jaman yang semakin canggih dan modern sehingga harga - harga melonjak tinggi. Selain itu, masyarakat Indonesia yang memiliki sifat konsumtif, ingin memiliki barang yang tidak memiliki kepentingan yang cukup besar mereka lebih bersifat pada pamer dalam memenuhi kebutuhan tersiernya itu. Hal ini dilakukan oleh orang kaya, sedangkan untuk kalangan miskin mereka lebih sedikit mengkonsuminya. Untuk memenuhi semua itu, pada tahun 1990-an pemerintah lebih meningkatkan pengeluaran rutin seperti pembelanjaan gaji. Karena pada saat itu pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan juga mengentaskan kemiskinan. <br />Terutama untuk tahun terakhir ini pemerintah SBY mencoba melakukan subsidi BBM, untuk program pengentasan kemiskinan dan sebagai jalan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan uang subsidi tersebut. Sehingga, pengeluaran pemerintah tinggi dalam pemberian subsidi, program tersebut dialokasikan kepada warga miskin di Indonesia. Namun, banyak terjadi kesenjangan dalam pemberian subsidi tersebut, seharusnya warga miskin yang memperoleh subsidi tetapi tidak sedikit orang yang tidak tergolong miskin juga mendapat subsidi BBM atau yang dikenal dengan sebutan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Kemudian, pemanfaatan BLT tersebut banyak digunakn oleh kebanyakan masyarakat untuk mengkonsumsi barang bukan untuk modal dalam menciptakan usaha baru.<br />Perlu di garis bawahi, pada tahun 1998 pengeluaran pemerintah melejit tinggi sebesar 68%, dimana pengeluaran sebelumnya sebesar Rp 127.969 milyar menjadi Rp 215.586 milyar. Hal ini terkait dengan pembiayaan perbankan, yaitu pengeluaran dana BLBI sebesar Rp 140 triliun. Untuk tahun berikutnya 1999, pertumbuhan pengeluaran pemerintah kembali normal yaitu berkisar sebesar 14%. Pada tahun 1999 ini, realisasi pengeluaran operasional pemerintah mencapai Rp 2,0 triliun. Pembayaran bunga utang merupakan komponen pengeluaran operasional terbesar yang mencapai Rp 27,6 triliun, pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 15,3 triliun dan pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 12,3 triliun. Untuk membiayai restrukturisasi perbankan, pengeluaran belanja pegawai juga menunjukkan realisasi yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 24,3 triliun yang disebabkan oleh adanya tambahan pembiayaan gaji bagi pegawai dan pensiunan. Sementara itu, pengeluaran subsidi mencapai Rp 14 triliun terutama untuk realisasi pembayaran subsidi BBM. Meningkatnya harga minyak ikut mendorong pengeluaran subsidi BBM sehingga melampaui target anggarannya. Peningkatan pengeluaran subsidi BBM juga disebabkan oleh pembayaran beban anggaran subsidi BBM dari tahun anggaran sebelumnya.<br />Hal ini merupakan bukti dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 - 1998. Pada tahun 2000 kondisi keuangan pemerintah telah stabil kembali sehingga tidak terlalu banyak pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah, penurunan tersebut terjadi dari Rp 245,912 milyar menjadi Rp 231,878 milyar . Tahun 2002 juga pengeluaran pemerintah kembali merosot sebesar 19.384 milyar dari 341,564 milyar menjadi 322.180 milyar. Tahun 2000 dan 2002 pengeluaran pemerintah mengalami penurunan, dikarenakan adanya penurunan dana yang cukup signifikan dalam alokasi subsidi. Turunnya subsidi ini mengacu pada kebijakan subsidi umum yaitu secara bertahap mengalihkan subsidi harga menjadi subsidi langsung kepada masyarakat kurang mampu, serta subsidi bahan dan kebutuhan pokok tertentu. Sedangkan di tahun 2001, 2003, dan 2004 pengeluaran pemerintah meningkat kembali akibat dari peningkatan stimulus fiskal yang lebih ekspansif serta tingginya harga minyak internasional.<br />Bila kita cermati Pengeluaran pemerintah semakin meningkat setelah krisis moneter tahun 1997, pada tahun 1997 pengeluaran pemerintah berjumlah Rp. 215,586,dan pada tahun 2008 pengeluara pemerintah naik menjadi Rp 985,663 mengalami kenaikan sebesar 317 %, hal ini terjadi karena inflasi besar yang menimpa Indonesia pada tahun 1997, inflasi semakin membuat harga semakin mahal dan memperlelmah nilai tukar rupiah terhadap uang asing.<br /><br />Tabel 6. Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan di Indonesia (dalam milyar rupiah)<br />Tahun Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan<br />1993<br />1994<br />1995<br />1996<br />1997<br />1998 40290<br />44069<br />50435<br />62561<br />84607<br />103261 28428<br />30692<br />28781<br />35952<br />46938<br />42759<br />1999 156756 45187<br />2000 162577 25815<br />2001 218923 41585<br />2002 186651 37325<br />2003 186944 69247<br />2004 236003 61450<br />2005 301557 57601<br />2006 385266 58931<br />2007 439570 64407<br />2008 619758 73273<br />Sumber : Keuangantahunan Bank Indonesia<br /> <br />Grafik 3 . Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran <br />Pembangunan di Indonesia<br /><br />Pada tahun 1993 sampai sekarang pengeluaran pemerintah lebih berorientasi pada pengeluaran rutin, sebab pada tahun tersebut program pemerintah ialah meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Seperti pada pemberian gaji pegawai, pemberian subsidi pemerintah dan pembayaran hutang kepada luar negeri. Tetapi baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan befluktuafif cenderung meningkat, terutama setelah terjadi krisis moneter 1997, pengeluaran rutin pemerintah semakin meningkat tajam.<br />Pada tahun 2008 juga terjadi kenaikan dalam alokasi dana perimbangan, dan dana otonomi khusus dan penyesuaian. Total dana perimbangan mencapai Rp 266,8 triliun, dan dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 14,4 triliun. Adapun rincian Dana Perimbangan itu terdiri dari Dana Bagi Hasil sebesar Rp 66,1 triliun, Dana Alokasi Umum sebesar Rp 179,5 triliun, dan Dana Alokasi Khusus sebesar Rp 21,2 triliun. Hal ini dilakukan untuk mendukung program otonomi daerah yang merangsang pemerintah daerah untuk mandiri melakukan pembanguunan ekonomi di daerahnya.<br /><br />2.8.3 Analisa Budget Dan Realisasi Pengeluaran Pemerintah<br />Tabel 7. Budget dan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Indonesia<br />Tahun Pengeluran Pemerintah (Milyar Rp) %<br />1993 68,718 14.32<br />1994 74,761 8.79<br />1995 79,216 5.96<br />1996 98,513 24.36<br />1997 127,969 29.90<br />1998 215,586 68.47<br />1999 245,912 14.07<br />2000 231,878 -5.71<br />2001 341,564 47.30<br />2002 322,180 -5.68<br />2003 376,505 16.86<br />2004 427,177 13.46<br />2005 509,419 19.25<br />2006 699,099 37.23<br />2007 752,373 7.62<br />2008 985,663 31.01<br /> <br />Sumber : Laporan Tahunan BI<br /> <br /> <br />Grafik 4. Budget dan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Indonesia<br />Berdasarkan data di atas, untuk tahun anggaran 1984/85 antara budget dan realisasi pengeluaran pemerintah mengalami perubahan. Di mana budget untuk tahun anggaran 1984 / 85 lebih besar daripada realisasi pengeluaran pemerintah pada tahun anggaran tersebut. Begitu juga untuk tahun anggaran 1985 / 86 juga mengalami hal yang sama di mana budget untuk anggaran pemerintah lebih besar daripada realisasinya hal ini menguntungkan pemerintah sebab pemerintah mengalami surplus. Sedangkan untuk tahun anggaran 1997 / 98 antara budget dan realisasi mengalami perubahan, di mana budget untuk tahun anggaran ini lebih kecil daripada realisasi pengeluaran pemerintah yang terjadi. Sehingga pemerintah mengalami defisit, hal ini dilakukan untuk menutupi krisis ekonomi / moneter yang terjadi di Indonesia pada saat itu dan untuk menutupi hutang Indonesia pada luar negeri.<br />Pada tahun anggaran 2003, terjadi perbedaan antara budget dan realisasi dari pengeluaran pemerintah, di mana budget lebih besar daripada realisasi yaitu sebesar Rp 743 milyar. Namun pada tahun anggaran 2004 budget untuk tahun anggaran saat itu lebih kecil daripada realisasi dari pengeluaran pemerintah. Hal ini dilakukan untuk memberikan subsidi kepada golongan miskin di Indonesia sehingga pemerintah lebih meningkatkan pengeluarannya untuk membantu masyarakat miskin di Indonesia. Pada tahun selanjutnya realisasi pengeluaran pemerintah selalu lebih besar dibandingkan budget, kecuali pada tahun 2008 budget lebih besar dibandingkan realisasi pengeluaran. Budget pengeluaran pemerintah yaitu Rp 1.017.389 milyar sedangkan realisasinya hanya Rp. 985.663.<br />Pada tahun 2007 terjadi suatu krisis yang disebut “ Subprime Mortgage ” yang efeknya masih terasa hingga tahun 2009. Subprime mortgage adalah salah satu sebab mengapa realisasi pengeluaran Negara lebih besar dibandingkan budget yang telah dianggarkan.Subprime mortgage adalah paket kredit kepemilikan rumah yang ditujukan untuk orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk pengajuan kredit atau bisa disimpulkan kredit bagi orang – orang yang kurang memiliki kapasitas untuk membayar kredit dan pernah mempunyai catatan buruk dalam perkreditan. Program kredit ini menjadi bermasalah karena para reditur ridak mampu membayar kredit, maka EBA yang berasal dari subprime mortgage pun ambruk. Nilai jualnya jadi terkoreksi. Otomatis, para investor yang menanamkan modalnya di EBA subprime mortgage juga ikutan merugi. Parahnya lagi, banyak perusahaan kredit perumahan yang juga bangkrut, karena tidak ada putaran uang yang terjadi.. kepanikan pun mulai melanda para investor di lantai bursa New York. Investor lalu mulai menjual saham-saham yang bergerak dalam industri properti. Karena kabar kegagalan sub prime mortgage ini ditaksir a sekitar $35 trilyun. Krisis ini menjadi krisis global sebab Gerak arus modal yang semakin negatif , membuat pasar keuangan dunia menjadi saling terkait dan saling berketergantungan satu sama lain. Sentimen negatif dan kepanikan dari Wall Street yang notabene merupakan pasar saham terbesar di dunia dengan cepatnya menjalar ke mana-mana. Investor-investor global raksasa yang tergabung dalam hedge fund ataupun investment bank baik yang secara kebetulan memiliki investasi di subprime mortgage atau tidak, mulai menarik dananya dari pasar modal dan mulai memasukkannya ke dalam investasi yang berisiko lebih rendah. Maka, bursa-bursa saham regional dan dunia juga ikut bertumbangan. Kekurangan investasi ini mendorong orang untuk mengurangi investasi dan konsumsi.<br />Subprime mortgage juga disinyalir menjadi sebab bangkrutnya perusahan – perusahaan besar dunia seperti General Motors dan Lehman Brothers. Krisis ini juga menjalar ke seluruh dunia termasuk Negara berkembang seperti Indonesia. Atas landasan tersebut budget pengeluaran pemerintah pada tahun 2008 dinaikan 35 % dari anggaran tahun 2007.<br /><br />2.9 Perkembangan PDB, Konsumsi Rumah Tangga, dan Pengeluaran Pemerintah<br />Tabel 8. Proporsi Konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah terhadap PDB Riel Tahun 1993-2007 (dalam %)<br />Tahun Proporsi Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDB Proporsi Pengeluaran pemerintah terhadap PDB<br />1993 51,9% 9,2%<br />1994 58,7% 8,6%<br />1995 61,0% 8,0%<br />1996 62,1% 7,7%<br />1997 64,0% 7,3%<br />1998 69,1% 7,1%<br />1999 70,6% 7,1%<br />2000 69,4% 7,2%<br />2001 61,5% 6,8%<br />2002 61,1% 7,3%<br />2003 60,6% 7,7%<br />2004 60,4% 7,5%<br />2005 59,6% 7,7%<br />2006 58,3% 8,0%<br />2007 57,6% 7,8%<br /> Sumber: BPS (diolah) <br />Penjelasan :<br />Pada periode 1993-2007 proprosi konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah terhadap PDB Riel Indonesia relatif mengalami perkembangan yang berlawanan. Apabila kosumsi rumah tangga relatif mengalami peningkatan maka pengeluaran pemerintah sebaliknya malah relatif mengalami penurunan. Pada awal tahun periode ini proporsi konsumsi rumah tangga hanya sebesar 53,9% dan proporsinya terus mengalami peningkatan hingga mencapai 70,6% pada tahun 1999, sebelum akhirnya menurun turun pada tingkat pertumbuhan 57,6% di tahun 2007. Sementara proporsi pengeluaran pemerintah pada periode ini terus mengalami penurunan pada tahun 1990 proporsinya sebesar 9,8% terus menurun hingga mencapai 7,8% pada tahun 2007.<br /><br />Tabel 9. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto menurut penggunaan atas dasar harga konstan, Konsumsi Rumah Tangga, dan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1993-2007 (dalam %)<br /><br />Tahun Pertumbuhan PDB Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Pertumbuhan Pengeluran Pemerintah<br />1993 6,5% 12,4% 0,1%<br />1994 7,5% 7,8% 2,3%<br />1995 8,2% 12,6% 1,3%<br />1996 7,8% 9,7% 2,7%<br />1997 4,7% 7,8% 0,1%<br />1998 -13,1% -6,1% -15,4%<br />1999 0,8% 3,0% 0,7%<br />2000 4,9% 3,1% 6,5%<br />2001 3,8% 3,5% 7,6%<br />2002 4,4% 3,8% 13,0%<br />2003 4,9% 3,9% 10,0%<br />2004 5,1% 4,9% 1,9%<br />2005 5,4% 4,0% 8,8%<br />2006 5,5% 3,2% 9,6%<br />2007 6,3% 5,0% 3,9%<br />Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)<br /><br />Penjelasan :<br />Dilihat pada pertumbuahan PDB Riel periode 1993-2007, pertumbuhannya berfluktuatif, namun tren-nya meningkat. Pada awal tahun 1993 pertumbuhannya 6,5%. Peningkatan pertumbuhan terlihat pada tahun 1994 sebesar 7,5% dan mencapai puncaknya pada tahun 1995 sebesar 8,2%. Peningkatan pertumbuhan ini tentunya tidak lepas dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama tahun1990-1998 cukup berfluktuatif. Semenjak tahun 1999, pertumbuhan konsumsi rumah tangga terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun, penurunan hanya terjadi sekali yaitu pada tahun 2006 sebesar 3,2%, dan pada tahun 2007 mencapai pertumbuhan tertingginya pada periode ini sebesar 5%. Sementara dilihat dari pertumbuhan pengeluaran pemerintah pertumbuhanya sangat berfluktuatif, pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 13,0% dan mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 1998 sebesar 15,4%.<br /> Perkembangan PDB Pada awal periode 1998 diwarnai dengan Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :<br />a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.<br />b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.<br />Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.<br />Pada tahun 2005 terjadi pergantian kekuasaan pemerintahan dari Megawati ke pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.<br />Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.<br />Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.<br />Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.<br />Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.<br /><br />Pendapat Para Ahli Ekonomi Tentang Analisa Budget Dan Realisasi Pengeluaran Pemerintah<br />Dalam pesannya, Presiden meminta semua satuan kerja di lembaga negara, departemen, hingga pemerintah daerah tidak menunda penggunaan anggaran karena setiap penundaan realisasi anggaran akan menimbulkan beban dalam aliran dana pemerintah. Permintaan Presiden tersebut wajar karena selama ini realisasi DIPA, yang sesungguhnya baru berupa daftar program, selalu tertunda.<br />Yoke Muelgini (2008) mencoba mengkritik keterlambatan realisasi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dan APBD. Salah satu penyebab tertundanya APBD selama ini adalah akibat keterlambatan penyelesaian APBN yang kemudian menyulitkan pemda memasukkan program dalam anggaran APBD mereka. Akibatnya, setiap menjelang akhir tahun atau ketika memasuki kuartal keempat, selalu terjadi pelonjakan realisasi pengeluaran anggaran besar-besaran untuk proyek-proyek pemerintah daerah.<br /><br /><br /> Dampak Keterlambatan Realisasi Anggaran<br />Ada beberapa kerugian yang harus ditanggung akibat perilaku membiarkan terlambatnya realisasi anggaran atau DIPA. <br />1. Keterlambatan realisasi anggaran akan menimbulkan beban dalam aliran dana pemerintah.<br />2. Akan menghambat berjalannya realisasi tiga fungsi anggaran, yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. <br />3. Terlambatnya realisasi anggaran juga menghambat terjadinya multiplier effects (efek pengganda) ekonomi yang dapat dihasilkan dari penggunaan anggaran sebagai suatu pengeluaran.<br />Artinya, setiap rupiah pengeluaran (konsumsi) pemerintah daerah akan direspons dalam bentuk pelipatgandaan dalam jumlah tertentu oleh perekonomian daerah dalam bentuk nilai tambah terhadap besarnya PDRB.<br />Keterlambatan realisasi anggaran (APBN dan/atau APBD) dapat mengakibatkan tertundanya pembentukan produksi domestik. Ketepatan waktu realisasi anggaran dapat membuat perekonomian daerah menerima multiplier effects dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk penerimaan pendapatan dan pembukaan lapangan kerja. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan upayanya menjaga agar keterlambatan realisasi anggaran tidak terulang.<br />Sementara itu, Yunan Syaifullah, Peneliti pada Economic Reform Institute (ECORIST) dalam Current Article (Sabtu, 9 Januari 2010) membahas mengenai peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan analisa budget/anggaran pemerintah. <br />Menurutnya di antara pangkal masalah berbagai kebijakan dan strategi kurang berarti karena kini ekonomi bergerak pada model ekonomi jangka pendek. Hal ini yang luput dan tidak diperhatikan oleh pengambil kebijakan. <br />Sebagai contoh untuk menggolkan satu program tertentu, pemerintah mengeluarkan budget yang cukup fantastis. Kendati anggaran yang dikucurkan sangat besar hingga kini belum ada tanda-tanda mengembirakan. Misalnya, angka pengangguran dalam 2006 memang turun menjadi 10 juta orang dari 11 juta orang. Laju pertumbuhan angkatan kerja baru mencapai 1,5 juta orang. Sedangkan angka kemiskinan masih ada 31,92 juta orang di Indonesia. <br />Ekonomi jangka pendek tidak akan menghasilkan perekonomian kokoh dan tidak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Orientasi pada investasi portofolio tidak memberi sumbangan pada penciptaan kesempatan kerja. <br />Sudah saatnya, babak baru dijalani dengan membangun dan mengoptimalkan suatu kebijakan yang bermata rantai dengan kepentingan yang jauh ke depan. Berbagai retorika yang sarat dengan ketidakjelasan dan inkonsistensi perlu diakhiri agar tidak makin memperpuruk ekonomi di Indonesia. <br />Kritik Terhadap Pengeluaran Sosial (Jurnal Edi Suharto, PhD, Pembangunan Sosial Di Negara Maju Dan Berkembang) <br /> Berdasarkan jurnal yang ditulis Edi Suharto, menyatakan bahwa praktik pembangunan di negara-negara berkembang di Asia Tenggara menunjukkan bahwa tingkat kemajuan ekonomi berhubungan secara positif dengan tingkat pengeluaran sosial. Namun demikian, melihat masih kecilnya pengeluaran sosial di negara-negara ini (antara 2–6 persen) dapat dinyatakan bahwa komitmen pemerintah terhadap pembangunan sosial masih rendah. <br />Memang benar, pembangunan sosial adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Namun, bila kita cermati praktik di negara lain, baik negara maju maupun berkembang, pemerintah mengemban amanat yang besar untuk mengalokasikan dananya bagi sektor sosial secara lebih proporsional. <br />Keterbatasan dana sudah tidak memadai lagi dijadikan alasan ketertinggalan ini. Dengan komitmen dan pengaturan yang baik, pemerintah di negara-negara berkembang sesungguhnya sudah mampu untuk meningkatkan anggarannya lebih besar lagi bagi pembangunan sosial. Persoalannya kerapkali terletak pada misalokasi dan mismanajemen anggaran pembangunan. <br />Seperti banyak dilaporkan mass media, anggaran belanja pemerintah pusat maupun daerah seringkali tidak mengedepankan kepentingan masyarakat banyak (lihat Utomo, 2003a). Pada KTT ASEAN di Bali 7-8 Oktober nanti, pemerintah berencana menyediakan mobil BMW Seri 7 untuk para kepala negara dan Seri 5 untuk pejabat setingkat menteri. Jumlah kepala negara yang akan diundang (berikut negara tamu Cina, Jepang, Korea, dan India) adalah sebanyak 14 orang. Apabila setiap negara membawa dua menteri, maka akan hadir 28 menteri. Harga BMW Seri 7 yang termurah (735Li) adalah Rp. 1,88 miliar. Sedangkan harga termurah BMW Seri 5 (tipe 530) adalah Rp. 815 juta. Dengan demikian, dana yang diperlukan untuk kendaraan kepala negara adalah Rp. 26,32 miliar dan untuk para menteri sebesar Rp. 22,82 miliar. <br />Anggapan bahwa pengeluaran sosial yang tinggi merupakan “kemewahan” dan hanya mampu dilakukan oleh negara-negara kaya ternyata tidak terbukti. Kenyataan di banyak negara menunjukkan bahwa tingginya pengeluaran sosial tidak selalu ditentukan oleh tingginya GDP, seperti diperlihatkan model negara lemah versus negara sejahtera. Sebagai contoh, GDP AS, Australia dan Jepang lebih besar dari Yunani dan Portugal, tetapi pengeluaran sosial ketiga negara tersebut jauh di bawah Portugal dan Yunani. GDP Malaysia (US$ 7.730) juga lebih besar dari GDP Yunani (US$ 6.505) dan Portugal (US$ 6.085), tetapi pengeluaran sosial Malaysia (5,8%) jauh di bawah kedua negara tersebut (20,9% dan 15,3%). Pendapatan Thailand (US$ 6,490) hanya terpaut sedikit di bawah Portugal dan Yunani, namun pengeluaran sosial Thailand (4,2) jauh tertinggal oleh Portugal dan Yunani. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Dari pembahasan di atas dapat di tarik benang merah, bahwa tingkat pengeluaran konsumsi mempunyai hubungan yang positif dengan pendapatan. Berbeda dengan negara-negara berkembang, ketika pendapatan meningkat negara-negara maju akan lebih sedikit menambah porsi pendapatan untuk konsumsi, sebab sebagian besar akan dialoksikan untuk memperkuat kemampuan saving, sehingga persediaan investasi dalam negeri untuk pembangunan meningkat juga. Golongan ekonomi dalam masyarakat yang ingin menambah pendapatan relatif, haruslah diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi agar tidak menimbulkan tingkat inflasi dan mengurangi pribadi konsumtif dalam masyarakat.<br />Besarnya konsumsi seseorang akan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: <br />1. Kemampuan masyarakat dalam menyediakan barang-barang konsumsi, <br />2. Besarnya penghasilan, khususnya yang tersedia untuk dibelanjakan, dan <br />3. Tingkat harga barang-barang. <br />4. Selera dan intensitas kebutuhannya <br />5. Adanya barang substitusi. <br />Pengeluaran pemerintah berperan untuk mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh swasta. Dikatakan pula bahwa pengeluaran pemerintah yang dinyatakan dalam belanja pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam proyek-proyek yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, dan program yang menyentuh langsung kawasan yang terbelakang<br />Menurut Wagner, ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran <br />pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan <br />dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang <br />mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, dan <br />ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah. (Dumairy, 1996:161-164). <br />Pengeluaran pemerintah Indonesia yang relative berkembang dari tiap tahun adalah implementasi pemerintah untuk mensejahterakan ekonomi negara. Dalam aplikasinya pengeluaran pemerintah akan berbanding lurus dengan pendapatan pemerintah. Oleh karena itu pengalokasian dan penyerapan dari pengeluran pemerintah menjadi focus guna mencapai pengeluaran pemerintah yang efektif,efisien dan tepat sasaran. <br /><br />3.2 Saran <br /> Menimbang fenomena ekonomi yang terjadi, saran yang dapat penyusun berikan untuk membantu mengendalikan konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah, adalah sebagai berikut:<br />• Bagi masyarakat, hendaknya membuat anggaran belanja dengan memperhatikan skala prioritas dan bila pendapatan atau penghasilan meningkat, hendaklah kemampuan saving diperkuat lagi, agar investasi dalam negeri meningkat yang berdampak membaiknya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. <br />• Pemerintah hendaknya mengimbangi dalam hal pengeluaran konsumsi pemerintah. Pemerintah juga diharapkan untuk bisa mewujudkan masyarakat yang berproduktivitas tinggi agar masyarakat Indonesia tidak menjadi pribadi-pribadi yang konsumtif, tetapi menjadi masyarakat yang produktif. <br />• Pemerintah perlu melakukan upaya menaikkan pendapatan nasional sebagai salah satu faktor yang menentukan besarnya pengeluarann konsumsi masyarakat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mengingat pengeluaran konsumsi masyarakat semakin hari semakin besar jumlahnya.<br />• Penegakan hokum dalam segala aspek, karena dengan penegakan hokum akan memperkecil kemungkinan tidak terserapnya anggaran karena penyimpangan dan mengefisienkan alur birokrasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />LAMPIRAN<br /><br />Tabel 1. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Jenis Pengeluaran<br />Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan dan Perdesaan<br />Jenis Pengeluaran 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />Makanan 56.86 55.34 62.94 58.47 51.37 50.17<br />1. Padi-Padian 13.82 12.80 16.78 12.47 8.54 9.57<br />2. Umbi-Umbian 0.85 0.67 0.78 0.64 0.58 0.53<br />3. Ikan 5.20 4.78 5.58 5.17 4.66 3.96<br />4. Daging 2.97 3.24 2.29 2.86 2.44 1.84<br />5. Telur 2.90 2.96 2.91 3.28 3.12 3.12<br />6. Sayur-Sayuran 4.69 4.96 6.23 4.73 4.05 4.02<br />7. Kacang-Kacangan 2.23 1.94 2.33 2.02 1.70 1.55<br />8. Buah-Buahan 2.73 2.88 2.07 2.84 2.16 2.27<br />9. Minyak dan Lemak 2.54 2.40 3.04 2.25 1.93 2.16<br />10. Bahan Minuman 3.19 2.99 3.12 2.71 2.23 2.13<br />11. Bumbu-Bumbuan 1.87 1.41 1.65 1.55 1.33 1.12<br />12. Konsumsi Lainnya 0.86 1.29 1.29 1.37 1.34 1.39<br />13. Makanan dan Minuman Jadi 7.68 8.49 9.48 9.70 11.11 11.44<br />14. Minuman Mengandung Alkohol 0.11 0.08 0.05 0.08 *) *)<br />15. Tembakau dan Sirih 4.95 4.44 5.33 6.80 6.18 5.08<br />Bukan Makanan 43.14 44.66 37.06 41.53 48.63 49.83<br />1. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 17.98 19.40 15.92 17.80 22.53 20.21<br />2. Barang dan Jasa 11.67 11.33 10.74 12.07 15.42 17.12<br />3. Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala 6.05 5.32 5.23 5.18 3.82 3.37<br />4. Barang Tahan Lama 3.60 5.18 2.87 4.10 4.52 6.37<br />5. Pajak dan Asuransi 1.37 1.45 0.85 0.80 1.22 1.25<br />6. Keperluan Pesta dan Rumah Tangga 2.46 1.98 1.45 1.57 1.11 1.51<br />Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan (Rupiah) 43.565 69.977 137.453 206.336 286.741 386.370<br />Catatan: *) tergabung dalam kelompok makanan dan minuman jadi<br /><br /><br />Tabel 2. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Untuk Bukan Makanan Menurut Propinsi Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan+perdesaan<br />No Provinsi Tahun<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 Nanggroe Aceh Darussalam 36.30 34.86 28.10 1) 23.68 39.76<br />2 Sumatera Utara 39.62 37.87 31.67 34.48 44.39 45.94<br />3 Sumatera Barat 39.13 37.88 31.01 35.37 40.85 42.81<br />4 Riau 37.36 39.35 30.47 38.01 44.19 49.70<br />5 Jambi 35.19 35.50 28.77 33.78 42.59 46.62<br />6 Sumatera Selatan 36.76 37.05 29.65 36.25 40.38 45.20<br />7 Bengkulu 36.90 38.39 32.63 31.92 43.42 47.61<br />8 Lampung 36.13 37.06 31.09 34.78 47.63 48.11<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 34.50 42.53 46.18<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 52.81 51.04<br />11 DKI Jakarta 57.23 62.25 53.78 59.47 62.28 63.66<br />12 Jawa Rarat 43.23 46.95 38.97 40.84 49.58 49.77<br />13 Jawa Tengah 42.62 41.86 35.83 40.69 47.39 48.45<br />14 Daerah Istimewa Yogyakarta 52.48 50.01 44.66 49.59 59.87 57.14<br />15 Jawa Timur 44.54 44.77 36.24 42.13 49.25 50.39<br />16 Banten 4) 4) 4) 43.38 51.02 53.05<br />17 Bali 45.41 49.67 41.06 49.04 56.19 54.40<br />18 Nusa Tenggara Barat 35.11 34.47 29.42 32.11 40.69 44.23<br />19 Nusa Tenggara Timur 32.76 33.35 29.82 32.72 37.66 40.34<br />20 Kalimantan Barat 33.26 32.44 28.56 34.82 37.26 42.32<br />21 Kalimantan Tengah 30.15 31.01 26.44 30.07 35.47 39.79<br />22 Kalimantan Selatan 35.98 36.29 30.81 34.86 40.04 46.87<br />23 Kalimantan Timur 47.39 46.85 37.83 43.41 50.43 56.62<br />24 Sulawesi Utara 39.08 43.13 33.88 39.81 44.57 46.34<br />25 Sulawesi Tengah 37.53 39.14 33.97 36.70 42.25 45.45<br />26 Sulawesi Selatan 38.48 41.38 35.55 37.68 44.49 47.65<br />27 Sulawesi Tenggara 38.85 38.28 33.17 35.82 44.80 45.98<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 29.99 45.61 45.63<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 42.66<br />30 Maluku 41.29 40.85 36.55 1) 37.62 42.53<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 37.66 47.20<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 40.81<br />33 Papua 43.16 40.98 33.78 1) 41.19 44.03<br />INDONESIA 43.14 44.66 37.06 41.53 48.63 49.83<br />Catatan:<br />1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 3. Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Untuk Bukan Makanan Menurut Propinsi Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan<br />No Provinsi Tahun<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 Nanggroe Aceh Darussalam 47.91 41.93 35.97 1) 28.34 49.13<br />2 Sumatera Utara 46.71 43.63 37.89 40.73 52.12 52.37<br />3 Sumatera Barat 48.54 44.94 35.51 41.54 48.33 48.72<br />4 Riau 42.32 47.16 37.79 42.62 52.97 53.54<br />5 Jambi 43.97 44.22 36.70 38.76 52.93 52.88<br />6 Sumatera Selatan 46.31 46.24 36.04 44.19 49.97 49.80<br />7 Bengkulu 46.93 44.59 39.18 37.54 55.13 53.62<br />8 Lampung 44.44 44.35 36.75 41.06 61.04 57.91<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 40.03 46.24 48.23<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 55.08 55.87<br />11 DKI Jakarta 57.23 62.25 53.78 59.47 62.28 63.66<br />12 Jawa Rarat 47.85 52.88 44.58 44.92 54.34 53.36<br />13 Jawa Tengah 46.27 47.69 40.15 44.46 51.29 51.91<br />14 Daerah Istimewa Yogyakarta 56.60 53.16 47.39 53.33 63.38 59.60<br />15 Jawa Timur 51.52 49.04 41.36 45.64 54.09 54.01<br />16 Banten 4) 4) 4) 47.55 55.78 58.01<br />17 Bali 50.98 53.30 45.12 52.68 60.18 56.40<br />18 Nusa Tenggara Barat 43.41 42.43 35.91 36.37 45.25 48.02<br />19 Nusa Tenggara Timur 47.57 45.78 37.39 43.38 47.09 52.15<br />20 Kalimantan Barat 46.48 40.99 39.02 47.28 46.25 51.36<br />21 Kalimantan Tengah 41.17 40.43 36.35 40.86 45.47 45.77<br />22 Kalimantan Selatan 42.16 45.79 36.00 39.59 45.40 53.72<br />23 Kalimantan Timur 52.81 50.08 41.68 47.36 55.53 59.94<br />24 Sulawesi Utara 45.35 51.44 39.76 44.80 46.80 51.19<br />25 Sulawesi Tengah 46.63 47.84 40.83 44.75 51.65 52.23<br />26 Sulawesi Selatan 46.44 48.89 43.40 43.97 53.54 55.14<br />27 Sulawesi Tenggara 46.04 47.99 41.23 45.45 53.43 53.95<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 33.30 52.51 52.15<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 43.71<br />30 Maluku 50.34 50.69 44.08 1) 46.21 50.19<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 42.09 54.57<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 47.04<br />33 Papua 48.57 49.10 38.03 1) 51.80 52.21<br />INDONESIA 50.19 52.03 43.83 47.18 54.89 55.04<br />Catatan: 1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br /><br />Tabel.4 Persentase Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Untuk Bukan Makanan Menurut Propinsi Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perdesaan<br />No Provinsi Tahun<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 Nanggroe Aceh Darussalam 31.67 31.87 24.09 1) 18.09 33.96<br />2 Sumatera Utara 32.05 31.05 24.40 26.71 33.03 37.70<br />3 Sumatera Barat 34.16 34.32 28.62 31.52 35.03 38.20<br />4 Riau 33.59 32.54 24.35 31.74 70.86 44.07<br />5 Jambi 31.29 30.93 23.92 30.79 35.41 42.82<br />6 Sumatera Selatan 29.40 29.77 25.72 28.36 31.68 41.24<br />7 Bengkulu 31.21 35.40 28.80 28.12 33.62 43.30<br />8 Lampung 33.98 35.03 29.15 31.98 38.45 41.51<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 28.41 38.93 44.09<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 38.20 42.30<br />11 DKI Jakarta <br />12 Jawa Rarat 38.77 39.15 31.54 33.75 39.88 41.03<br />13 Jawa Tengah 40.24 37.50 32.48 36.58 43.12 43.51<br />14 Daerah Istimewa Yogyakarta 45.42 45.13 35.87 39.49 48.35 49.33<br />15 Jawa Timur 38.80 41.53 31.90 38.01 42.63 44.67<br />16 Banten 4) 4) 4) 32.22 37.70 38.87<br />17 Bali 41.26 46.97 37.21 42.04 48.97 50.40<br />18 Nusa Tenggara Barat 32.15 31.43 27.07 28.66 36.28 40.44<br />19 Nusa Tenggara Timur 28.60 29.24 27.84 28.80 33.22 34.70<br />20 Kalimantan Barat 26.54 27.99 22.59 26.33 31.12 37.29<br />21 Kalimantan Tengah 25.61 26.00 20.58 23.93 28.41 35.36<br />22 Kalimantan Selatan 32.29 29.36 27.25 30.51 35.46 38.67<br />23 Kalimantan Timur 38.21 41.74 31.96 35.00 38.66 46.82<br />24 Sulawesi Utara 35.59 37.33 30.29 35.03 42.53 41.77<br />25 Sulawesi Tengah 33.94 35.19 30.37 33.60 38.17 42.55<br />26 Sulawesi Selatan 34.22 36.49 30.75 32.88 36.28 40.53<br />27 Sulawesi Tenggara 35.68 32.70 28.89 31.61 39.99 41.29<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 28.22 40.46 40.47<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 42.01<br />30 Maluku 36.58 34.99 32.01 1) 32.41 37.45<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 35.12 41.41<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 37.48<br />33 Papua 39.90 34.12 30.16 1) 33.04 38.45<br />INDONESIA 36.41 36.74 29.83 33.44 38.87 41.33<br />Catatan: 1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br /><br /><br />Tabel. 5 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Provinsi (Rupiah)<br />Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan+perdesaan<br />No Provinsi Pengeluaran Per Kapita (Rupiah/Bulan)<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 NAD 44.278 58.986 124.305 1) 509.09* 382.076<br />2 Sumatera Utara 42.539 66.401 135.763 192.632 291.267 391.767<br />3 Sumatera Barat 43.940 75.038 155.243 225.191 293.378 402.002<br />4 Riau 50.811 79.002 156.321 256.040 349.594 520.258<br />5 Jambi 41.121 64.263 124.456 186.361 290.482 381.042<br />6 Sumatera Selatan 39.721 63.299 127.141 167.104 240.198 361.314<br />7 Bengkulu 36.773 62.947 133.825 151.835 231.503 363.602<br />8 Lampung 31.092 51.055 112.590 148.116 246.135 334.055<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 224.042 436.253 521.091<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 474.531 560.188<br />11 DKI Jakarta 101.775 165.279 303.160 481.585 658.764 863.667<br />12 Jawa Rarat 47.403 83.729 141.872 209.078 296.283 396.929<br />13 Jawa Tengah 34.497 55.095 114.302 172.686 228.602 306.254<br />14 DI Yogyakarta 49.978 75.609 155.468 231.885 367.297 416.912<br />15 Jawa Timur 38.329 57.486 120.406 186.665 253.183 331.954<br />16 Banten 4) 4) 4) 260.237 343.538 454.453<br />17 Bali 49.571 83.031 178.301 300.671 397.157 429.018<br />18 Nusa Tenggara Barat 31.759 47.261 109.577 150.817 203.176 300.443<br />19 Nusa Tenggara Timur 28.775 41.442 83.669 129.643 162.929 237.323<br />20 Kalimantan Barat 40.208 61.204 129.938 186.117 235.487 349.180<br />21 Kalimantan Tengah 44.863 72.136 153.643 205.681 268.172 418.161.<br />22 Kalimantan Selatan 47.071 71.857 138.411 211.688 282.632 443.508<br />23 Kalimantan Timur 68.915 93.107 160.214 284.833 418.953 585.302<br />24 Sulawesi Utara 41.229 62.469 139.960 220.780 285.316 341.496<br />25 Sulawesi Tengah 36.640 59.219 121.453 170.796 226.899 319.637<br />26 Sulawesi Selatan 35.408 58.299 134.323 169.639 225.951 321.043<br />27 Sulawesi Tenggara 33.343 52.274 116.613 161.444 227.582 274.619<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 127.774 209.689 275.924<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 286.585<br />30 Maluku 40.591 53.666 115.878 1) 226.798 305.380<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 231.871 409.363<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 346.929<br />33 Papua 44.783 60.883 117.704 1) 260.667 392.173<br />INDONESIA 43.565 69.977 137.453 206.336 286.741 386.173<br />Catatan: 1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br />*) Tidak diikutkan dalam estimasi angka Indonesia, disebabkan keterlambatan data akibat bencan tsunami<br /><br /><br /><br />Tabel 6. Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Provinsi (Rupiah)<br />Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perkotaan<br /><br />No Provinsi Pengeluaran Per Kapita (Rupiah/Bulan)<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 NAD 70.462 84.263 165.961 1) 627.737*) 507.609<br />2 Sumatera Utara 57.650 86.938 162.618 247.177 391.159 477.669<br />3 Sumatera Barat 67.860 99.957 187.814 285.230 418.575 513.794<br />4 Riau 66.247 106.632 190.269 335.930 451.452 613.623<br />5 Jambi 52.788 80.466 151.715 238.407 410.708 444.326<br />6 Sumatera Selatan 58.036 92.078 157.952 235.603 330.234 431.971<br />7 Bengkulu 58.592 78.804 169.949 198.381 360.035 431.371<br />8 Lampung 46.376 69.995 157.231 203.382 441.276 497.672<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 275.727 504.523 548.917<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 518.286 682.181<br />11 DKI Jakarta 101.775 165.279 303.160 481.585 658.764 963.667<br />12 Jawa Rarat 60.891 110.397 169.664 252.238 375.222 478.538<br />13 Jawa Tengah 46.603 73.442 140.995 212.034 285.949 370.549<br />14 DI Yogyakarta 62.092 92.708 176.897 284.583 476.144 493.245<br />15 Jawa Timur 58.497 76.687 156.074 233.911 345.498 415.864<br />16 Banten 4) 4) 4) 341.910 459.706 559.219<br />17 Bali 70.715 102.316 215.682 368.264 492.359 495.302<br />18 Nusa Tenggara Barat 46.731 69.268 144.470 176.604 264.303 358.731<br />19 Nusa Tenggara Timur 51.000 73.376 131.704 217.154 315.677 427.016<br />20 Kalimantan Barat 65.432 96.342 206.611 295.838 352.914 448.532<br />21 Kalimantan Tengah 66.377 110.328 211.461 255.289 378.340 523.575<br />22 Kalimantan Selatan 61.773 100.142 180.644 269.514 345.397 582.135<br />23 Kalimantan Timur 87.421 113.490 190.320 344.328 538.408 702.914<br />24 Sulawesi Utara 60.459 96.905 184.413 281.360 354.415 381.873<br />25 Sulawesi Tengah 55.000 83.731 160.112 242.248 350.885 456.522<br />26 Sulawesi Selatan 47.569 80.853 165.993 244.718 357.903 485.376<br />27 Sulawesi Tenggara 52.715 84.270 158.632 231.248 375.329 442.801<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 164.958 330.180 389.240<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 324.217<br />30 Maluku 64.492 80.721 156.285 1) 307.277 465.812<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 309.659 606.056<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 530.625<br />33 Papua 67.604 108.328 206.718 1) 471.068 697.979<br />INDONESIA 64.063 100.639 180.500 273.294 396.876 496.000<br />Catatan: 1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br />*) Tidak diikutkan dalam estimasi angka Indonesia, disebabkan keterlambatan data akibat bencan tsunami<br /><br /><br /><br />Tabel 7. Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Provinsi (Rupiah)<br />Tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008<br />Perdesaan<br /><br />No Provinsi Pengeluaran Per Kapita (Rupiah/Bulan)<br /> 1993 1996 1999 2002 2005 2008<br />1 NAD 38.563 52.339 110.222 1) 414.777*) 331.288<br />2 Sumatera Utara 33.521 51.892 113.819 151.131 211.756 318.276<br />3 Sumatera Barat 37.050 66.652 142.145 199.044 238.067 343.647<br />4 Riau 43.181 64.451 136.044 193.500 294.262 425.393<br />5 Jambi 37.446 58.123 112.122 164.774 241.378 350.711<br />6 Sumatera Selatan 31.944 50.751 113.544 129.650 192.566 316.710<br />7 Bengkulu 30.362 57.396 119.030 131.081 178.289 326.796<br />8 Lampung 28.645 47.474 102.618 132.133 189.002 273.531<br />9 Bangka Bclitung 2) 2) 2) 185.634 385.590 495.602<br />10 Kepulauan Riau 3) 3) 3) 3) 307.458 423.212<br />11 DKI Jakarta <br />12 Jawa Rarat 39.047 63.539 116.547 161.128 207.422 280.454<br />13 Jawa Tengah 29.504 46.404 99.641 142.572 187.359 245.461<br />14 DI Yogyakarta 37.458 58.807 111.813 154.472 209.832 279.469<br />15 Jawa Timur 29.876 48.328 100.884 150.984 185.392 251.672<br />16 Banten 4) 4) 4) 158.841 201.065 295.983<br />17 Bali 40.543 72.792 153.142 222.218 294.182 338.563<br />18 Nusa Tenggara Barat 28.501 42.145 100.772 134.892 165.988 258.410<br />19 Nusa Tenggara Timur 25.643 36.226 76.388 112.929 132.673 195.775<br />20 Kalimantan Barat 33.615 51.453 107.252 148.597 191.883 310.925<br />21 Kalimantan Tengah 39.578 60.912 132.259 185.235 222.513 363.845<br />22 Kalimantan Selatan 41.211 59.589 119.272 176.852 244.678 345.121<br />23 Kalimantan Timur 50.727 72.477 129.021 208.261 277.087 391.743<br />24 Sulawesi Utara 35.027 50.060 121.996 182.998 241.878 310.536<br />25 Sulawesi Tengah 32.375 52.274 107.796 153.359 196.736 283.242<br />26 Sulawesi Selatan 31.147 49.332 120.299 157.483 169.327 242.995<br />27 Sulawesi Tenggara 28.696 42.900 102.222 142.603 186.608 224.380<br />28 Gorontalo 5) 5) 5) 114.030 164.785 224.270<br />29 Sulawesi Barat 6) 6) 6) 6) 6) 267.710<br />30 Maluku 34.025 44.736 100.259 1) 195.699 248.707<br />31 Maluku Utara 7) 7) 7) 7) 202.609 326.247<br />32 Papua Barat 8) 8) 8) 8) 8) 292.703<br />33 Papua 37.202 44.455 86.160 1) 194.094 301.857<br />INDONESIA 33.385 52.711 109.523 152.784 200.203 283.912<br />Catatan: 1) hanya mengumpulkan data kor di ibu kota provinsi 5) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Utara<br />2) Masih Bagian Provinsi Sumatera Selatan 6) Masih Bagian Provinsi Sulawesi Selatan<br />3) Masih Bagian Provinsi Riau 7) Masih Bagian Provinsi Maluku<br />4) Masih Bagian Provinsi Jawa Barat 8) Masih Bagian Provinsi Papua<br />*) Tidak diikutkan dalam estimasi angka Indonesia, disebabkan keterlambatan data akibat bencana tsunami<br /><br /><br /><br />Tabel 7. Data PDB nominal, konsumsi rumah tangga, dan pengeluran pemerintah<br /><br />Tahun PDB Konsumsi Rumah Tangga Pengeluran Pemerintah Pertumbuhan PDB Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Pertumbuhan Pengeluran Pemerintah<br />1990 195597.2 106312.3 17572.6 17.0% 19.8% 11.9%<br />1991 227450.2 125035.8 20784.6 16.3% 17.6% 18.3%<br />1992 259884.5 135880.3 24731.3 14.3% 8.7% 19.0%<br />1993 302017.8 158342.7 29756.7 16.2% 16.5% 20.3%<br />1994 382219.7 228119.3 31014.0 26.6% 44.1% 4.2%<br />1995 454514.1 279876.4 35584.2 18.9% 22.7% 14.7%<br />1996 532568.0 332094.4 40299.2 17.2% 18.7% 13.3%<br />1997 627695.4 387170.7 42952.1 17.9% 16.6% 6.6%<br />1998 955753.5 647823.6 54415.9 52.3% 67.3% 26.7%<br />1999 1099731.6 838097.2 72631.3 15.1% 29.4% 33.5%<br />2000 1264918.7 850818.7 90779.7 15.0% 1.5% 25.0%<br />2001 1467654.8 972938.3 113416.1 16.0% 14.4% 24.9%<br />2002 1619062.4 1121317.2 132218.7 10.3% 15.3% 16.6%<br />2003 2013674.6 1372078.0 163701.4 24.4% 22.4% 23.8%<br />2004 2295826.2 1532888.3 191055.6 14.0% 11.7% 16.7%<br />2005 2774281.1 1785596.4 224980.5 20.8% 16.5% 17.8%<br />2006 3339479.6 2092655.7 288079.9 20.4% 17.2% 28.0%<br />2007 3957403.9 2511308.2 329760.1 18.5% 20.0% 14.5%<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 8. Proporsi Konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah terhadap PDB Riel Tahun 1993-2007 (dalam %)<br />Tahun Proporsi Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDB Proporsi Pengeluaran pemerintah terhadap PDB<br />1993 51,9% 9,2%<br />1994 58,7% 8,6%<br />1995 61,0% 8,0%<br />1996 62,1% 7,7%<br />1997 64,0% 7,3%<br />1998 69,1% 7,1%<br />1999 70,6% 7,1%<br />2000 69,4% 7,2%<br />2001 61,5% 6,8%<br />2002 61,1% 7,3%<br />2003 60,6% 7,7%<br />2004 60,4% 7,5%<br />2005 59,6% 7,7%<br />2006 58,3% 8,0%<br />2007 57,6% 7,8%<br /> Sumber: BPS (diolah) <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 9. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto menurut penggunaan atas dasar harga konstan, Konsumsi Rumah Tangga, dan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1990-2007 (dalam %)<br /><br />Tahun Pertumbuhan PDB Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Pertumbuhan Pengeluran Pemerintah<br />1990 7,2% 9,9% 3,2%<br />1991 7,0% 7,3% 7,0%<br />1992 6,5% -3,2% 5,8%<br />1993 6,5% 12,4% 0,1%<br />1994 7,5% 7,8% 2,3%<br />1995 8,2% 12,6% 1,3%<br />1996 7,8% 9,7% 2,7%<br />1997 4,7% 7,8% 0,1%<br />1998 -13,1% -6,1% -15,4%<br />1999 0,8% 3,0% 0,7%<br />2000 4,9% 3,1% 6,5%<br />2001 3,8% 3,5% 7,6%<br />2002 4,4% 3,8% 13,0%<br />2003 4,9% 3,9% 10,0%<br />2004 5,1% 4,9% 1,9%<br />2005 5,4% 4,0% 8,8%<br />2006 5,5% 3,2% 9,6%<br />2007 6,3% 5,0% 3,9%<br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-45042845622838877092010-01-11T07:35:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.680-07:00PI_Dedi_Invest<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dinamika investasi mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, hal ini mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Penggairahan iklim investasi di Indonesia di mulai dengan diberlakukannya undang-undang No. 1/Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan undang-undang No. 6/Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Kemudian kedua undang-undang tersebut dilengkapi dan disempurnakan pada tahun 1970. UU No. 1/tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970. UU No. 6/Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No. 12/Tahun 1970. (Dumairy:1996)<br />Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, sehingga mencerminkan marak lesunya pembangunan. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing. Oleh karena itu, investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan perekonomian dan pembangunan suatu negara. Perkembangan ekonomi dunia yang semakin kecil batas suatu negara, tentunya membawa implikasi yang tidak kecil untuk pola pembangunan suatu negara. Batas negara yang semakin tipis, yang kemudian oleh banyak kalangan disebut globalisasi tampaknya juga berpengaruh kepada pola investasi. Dalam kaitan menarik minat investasi tersebut, kemudian pemerintah memberlakukan kebijaksanaan mengizinkan PMA untuk menanamkan modal yang 100% miliknya. (Sjahrir,1995. Formasi mikro-makro ekonomi Indonesia)<br />Jika kita mengingat pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah dan berkepanjanagan sehingga menyebabkan penurunan investasi. Penurunan investasi ini akan mengganggu kegiatan perekonomian secara umum, diantaranya menurunkan modal, perusahaan menghentikan usahanya sehingga output yang dihasilkan mengalami penurunan dan meningkatkan jumlah pengangguran akibat lapangan kerja yang semakin berkurang. Namun tidak hanya pada saat itu saja, akhir-akhir ini juga perekonomian dunia sedang dilanda permasalahan yang cukup serius yang disebabkan oleh krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat yang berimbas pada lesunya perekonomian dunia termasuk Indonesia. Dampak yang paling terasa dari adanya krisis ini yaitu menurunnya kepercayaan para investor, sehingga investasi di Indonesia mengalami penurunan karena para investor tidak mau untuk berinvestasi ditengah-tengah krisis global yang terjadi.<br />Negara terbelakang ialah Negara yang memiliki modal kurang atau tabungan rendah dan investasi rendah. Tidak hanya persediaan modal yang kecil tetapi juga laju pembentukan modal uang yang sangat rendah. Rata-rata investasi kotornya hanya 5-6 persen dari pendapatan nasional kotor, sedangkan di negara maju berkisar antara 15-20 persen. Selain itu, tabungan rendah dan investasi rendah mencerminkan kurangnya modal dan bersama dengan itu negara terbelakang mengalami keterbelakangan teknologi. Penggunaan modal asing tidak hanya untuk mengatasi kekurangan modal tetapi juga keterbelakangan teknologi. Indonesia memang bukan termasuk negara terbelakang, tetapi investasi di Indonesia cenderung rendah. (M.L Jhingan:1996)<br />Perbaikan iklim penanaman modal tidak henti-hentinya dilakukan pemerintah, terutama sejak awal pelita IV atau tepatnya tahun 1984. Melalui berbagai paket kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme perizinan, penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor-sektor dan daerah-daerah tertentu. (Dumairy, 1996)<br />Upaya untuk memperbaiki kegiatan investasi ini menjadi tugas yang penting bagi para pelaku ekonomi untuk mempertahankan stabilitas perekonomian. Hal ini menjadi tantangan bagi pemimpin-pemimpin politik, institusi pemerintahan dan hukum, untuk mencari strategi dan memberikan aturan yang baik untuk menarik investasi. Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah memerlukan sumber daya manusia dan sumber keuangan untuk membangun perekonomian dan mengelola sumber daya alam yang ada. <br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />Sesuai dengan keadaan perekonomian di Indonesia, maka kami mencoba merumuskan masalah sebagai berikut: <br />1. Apa konsep investasi ?<br />2. Bagaimana perkembangan investasi di Indonesia ?<br />3. Bagaimana peranan investasi terhadap perekonomian Indonesia ?<br />4. Apa permasalahan yang dihadapi dalam menarik para investor?<br />5. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan investasi di Indonesia?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Konsep Investasi<br />2.1.1 Definisi Investasi<br />Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk memperolah keuntungan. Investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama, yaitu: investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat-surat berharga (marketable securuties atau financial assets). Aktiva riil adalah aktiva berujud seperti emas, perak, intan, dan sebagainya. Sedangkan aktiva finansial adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas. <br />Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (1997: 108), investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut. Investasi (pembelian barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang modal di suatu negara, seperti pembangunan, peralatan produksi, dan barang-barang inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk memperbesar konsumsi di masa yang akan datang.<br />Menurut Sadono Sukirno (2004), investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net additional to exixting capital stock). Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan modal (capital formation). (Muana Nanga, 2001: 124).<br />Menurut Sut Mutia Sangadji (ngampus.com, 2007), investasi sebagai penanaman modal atau sering disebut juga dengan pembentukan modal, merupakan suatu komponen yang menentukan tingkat pengeluaran agregat suatu negara. Karena itu dalam pembangunan ekonomi, peranan investasi sangatlah penting. Semakin tinggi investasi, pendapatan nasional akan mengalami peningkatan karena peningkatan terhadap barang dan jasa bertambah.<br />Dari beberapa pengertian investasi di atas, dapat kami simpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal sebagai bentuk penanaman modal dalam bentuk barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi yang berfungsi untuk meningkatkan/menambah kemampuan memproduksi (produktivitas) barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian dan diharapkan akan membawa keuntungan di masa depan.<br /><br />2.1.2 Jenis-Jenis Pengeluaran Investasi<br />Joseph Alois Schumpeter membedakan investasi ke dalam Investasi Terpengaruh (induced investment) yaitu investasi yang besar kecilnya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh perubahan di dalam pendapatan nasional, volume perizinan, keuntungan perusahaan; dan Investasi Otonom (autonomus investment) yaitu investasi yang besar kecilnya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang bersifat jangka panjang seperti penemuan baru, perkembangan teknologi dan sebagainya. (Muana Nanga, 2001: 124).<br />Sedangkan menurut Mankiw (2001: 453), ada tiga jenis pengeluran investasi, yaitu Investasi Tetap Bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi Residensial (esidential investment) mencakup rumah baru untuk tempat tinggal dan untuk disewakan. Investasi Persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dalam proses produksi, dan barang jadi. <br />Menurut M. L. Jhingan (1996), jenis investasi asing dibagi menjadi dua, yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung.<br />1. Investasi langsung (direct investment), berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto maupun de jure melakukan pengawasan atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu: pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal; pembentukan suatu perusahaan dalam mana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal; mendirikan suatu coorporasi di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain; atau menaruh asset atau aktiva tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal.<br />2. Investasi tidak langsung (indirect investment), lebih dikenal sebagai investasi portofolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari pengusaan atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para pemegang saham hanya mempunyai hak atas deviden saja. <br /><br />2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi<br />Menurut Sadono Sukirno (2004) menyatakan bahwa tingkat investasi dipengaruhi oleh faktor-faktor:<br />1. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh,<br />2. Suku bunga,<br />3. Kemajuan teknologi,<br />4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya, <br />5. Keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan.<br /><br />Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (2001), kalangan bisnis akan mengadakan investasi bila mereka memperkirakan bahwa pembangunan pabrik baru atau pembelian mesin-mesin baru akan mendatangkan hasil penjualan yang melebihi biaya-biya investasi. Jadi yang mempengaruhi investasi adalah:<br />1. Hasil penjualan, suatu kegiatan investasi akan memberikan tambahan hasil penjualan bagi perusahaan hanya bila investasi ini mampu menjual lebih banyak.<br />2. Biaya, karena barang-barang investasi berumur panjang, maka analisis biaya investai lebih rumit daripada biaya komoditi. Bila membeli barang-barang berumur panjang, kita harus menghitung harga dari modal itu, dalam hal ini dinyatakan dalam tingkat suku bunga pinjaman.<br />3. Ekspektasi, keputusan investasi tergantung pada ekpektasi masa depan, sehingga perlu dilakukan analisis masa depan untuk memperkecil ketidakpastian (uncertainty).<br />Menurut Hamdy Hady (2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan atau seseorang melakukan investasi langsung adalah keuntungan yang lebih tinggi yang akan didapatnya, melalui:<br />1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi<br />2. Tingkat pajak yang lebih menguntungkan<br />3. Infrastruktur yang lebih baik.<br /><br /><br /><br /><br />2.2. Perkembangan Investasi di Indonesia<br />2.2.1 Sejarah Investasi Indonesia<br />Sejarah investasi di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak penjajahan belanda, setelah system tanam paksa berakhir, perekonomian Hindia Belanda terbuka untuk penanaman modal swasta. Potensi ekonomi negeri jajahan yang sangat menjanjikan mengundang berbagai aliran modal, tidak hanya dari negeri belanda tetapi juga dari sejumlah Negara. Sector perkebunan menjadi ajang awal perhatian penanaman modal itu. Berbagai modal asing membuka berbagai perkebunan terutama di daerah luar pulau jawa. Setelah itu berbagai perusahaan berdiri, mualai dari pertambangan perbankan,hingga perdagangan. Rangsangan keuntungan dalam produksi gula berkat Konvensi Brussels pada tahun 1902 mendorong mengalirnya modal asing dari belanda, amerika, jepang, dan eropa lainnya. Ketika permintaan karet dunia melonjak, koloni Hindia Belanda yang lahannya luas dan sesuai untuk penanaman menjadi tujuan pengaliran modal asing. Penjajahan dan eksplorasi membuka potensi sumber daya bumi Hindia Belanda yang ikut menarik aliran modal internasional. <br />Selanjutnya investasi di Hindia Belanda diramaikan oleh penanaman modal Jepang yang mulai melakukan ekspansinya sebagai akibat dari revolusi Industri didalam negeri sejak pencanangan Restorasi Meiji. Perlu disimak bahwa situasi moneter hindia belanda menjelang perang dunia II mulai menunjukkan terjadinya inflasi mata uang. Oleh karena itu selama 1914-1919 harga barang impor naik, sedangkan harga barang ekspor menurun. Politik moneter pemerintah dengan pencetakan uang kertas dan peminjaman meningkatkan nivo harga tidak hanya untuk barng impor tetapi juga untuk barang ekspor. Kemerosotan nilai gulden pada tahun 1920 hanya menjadi 1/3 nilai pada tahun 1913. Keadaan itu menguntungkan usaha perkebunan behwa permintaan terhadap komoditas imporberkurang sehingga mulai terjadi pertambahan barang ekspor. Sedikit banyak keadaan ini mempengaruhi derasnya aliran penanaman modal asing di Hindia belanda. Penambahan penanaman modal asing setiap tahunnya dapat dilihat pada table dibawah ini:<br />Tabel 2.1<br />Perkembangan nilai investasi asing di hindia belanda 1925-1939<br />Tahun Nilai<br />($ juta) Tahun Nilai<br />($ juta) Tahun Nilai<br />($ juta)<br />1925 33 1930 73 1935 5<br />1926 19 1931 41 1936 7<br />1927 14 1932 37 1937 14<br />1928 42 1933 59 1938 7<br />1929 24 1934 99 1939 10<br /><br />Secara grafik dapat terlihat pada gambar berikut ini:<br /> <br />Gambar 2.1<br />Perkembangan nilai investasi asing di hindia belanda 1925-1939<br /><br />Tampak bahwa aliran modal asing tidak terpengaruh oleh depresi tahun 1930 an karena tidak ada penurunan yang signifikan. Hindia Belanda masih tetap menarik untuk modal internasional, tetapi kmungkinan besar modal yang dating adalah dari negeri Belanda. Sector pertambangan bergeming pada masa krisis itu dan industri manufaktur justru memperoleh momentumnya. Penurunan terjadi ketika gejolak politik mulai melanda eropa akibat invasi Jerman. <br />Perkiraan komposisi investasi asing di bidang industri hindia belanda hanya tersedia untuk modal yang berasal dari belanda. Dari keseluruhannya, investasi perkebunan menyita hampir setengahnya (45%), sedangkan perminyakan adalah seperlimanya. Kegiatan-kegiatan ini dikembangkan untuk melayani kepentingan belanda dalam perekonomian colonial yang meliputi bank-bank ertanian, pengangkutan, dan pekerjaan umum yang merupakan 90% dari investasi belanda. Meskipun investasi negeri belanda dalam bidang manufaktur merupakan komponen penting dalam kemunculan industri baru, sector itu hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan.<br />Kemudian di era Orde Baru, investasi punya landasan hukum dan birokrasi yang memadai. Adanya UU PMA dan UU PMDN serta BKPM yang dibantu oleh unsur departemen teknis sebenarnya merupakan hal positif pada masa itu. Tetapi masalahnya adalah bahwa faktor pemerintah dalam menginvestasi secara langsung semakin menjadi faktor yang menurun kemampuannya. <br />Nampaknya tak ada cara lain kecuali semakin mengefisien dan efektifkan aparatur negara bekerja dalam hubungannya dengan tugas-tugas pembangunan, korupsi, inefisiennsi, pemborosan, dan manipulasi di sana-sini haruslah segera dikikis habis. Suatu iklim investasi yang baik hanya akan dicapai bila kalangan swasta benar-benar merasakan bahwa mereka bukanlah “sapi perahan” belaka tapi unsur yang sah dan penting dalam proses pembangunan nasional. Untuk itu suatu peninjauan menyeluruh terhadap berbagai peraturan dan perijinan hendaknya dijadikan prioritas utama. (artikel 22 Oktober 1983 dalam Sjahrir. 1995)<br />Dalam menganalisis perkembangan PMA di Indonesia, ada dua hal mengenai investasi asing tersebut yang perlu dilihat secara bersamaan, yakni proyek-proyek PMA yang disetujui (approvals) dan yang telah atau sedang dilakukan (realized PMA). Data dari BKPM untuk periode 1967 hingga pertengahan 1996 menunjukan secara kumulatif bahwa jumlah proyek investasi langsung asal dalam negeri (PMDN) yang disetujui lebih rendah daripada PMA, tetapi nilai dolarnya lebih besar. Peningkatan PMA yang sangat pesat terutama periode 1990-1995, yang dapat diduga di satu pihak sebagai hasil dari deregulasi-deregulasi dan kebijaksanaan liberalisasi perdagangan luar negeri dan investasi (khususnya terhadap PMA) yang dilakukan pemerintah sejak kuartal pertama tahun 1980-an, dan di pihak lain sebagai respons dari investor-onvestor asing terhadap peningkatan pendapat rata-rata masyarakat dan pertumbuhan penduduk, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan (dengan kata lain perkembangan domestik).<br /><br />2.2.2 Perkembangan Investasi Swasta periode tahun 1967-1989<br />Penanaman modal oleh pihak swasta di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun seiring dengan situasi ekonomi di tanah air dan dunia internasional. Gairah investasi swasta manampakkan tanda-tanda menggembirakan mulai tahun 1980. Nilai investasi yang dimohonkan dan kemudian disetujui meningkat pesat sejak saat itu, terutama PMDN. Kemudian mulai tahun 1987 meningkat lebih pesat lagi. Data dapat terlihat dalam tabel berikut ini:<br />Tabel 2.2<br />Persetujuan Investasi Swasta, 1967 - 1989<br />(PMDN dalam Rp miliar, PMA dalam US$ juta)<br />Tahun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Penanaman Modal Asing(PMA)<br /> Proyek Nilai Proyek Nilai<br />1967 - - 12 207,1<br />1968 26 38,0 35 264,4<br />1969 73 33,5 37 127,5<br />1970 176 112,6 83 166,8<br />1971 214 185,9 62 287,2<br />1972 268 185,9 47 163,0<br />1973 299 469,3 69 323,8<br />1974 134 170,2 53 542,4<br />1975 78 158,5 24 1.145,0<br />1976 75 22,4 22 221,0<br />1977 155 483,6 20 167,0<br />1978 188 678,8 23 207,1<br />1979 166 654,8 13 248,6<br />1980 159 2.817,3 20 1.074,4<br />1981 164 2.291,8 24 706,5<br />1982 205 3.616,0 31 2.416,9<br />1983 333 6.476,0 46 2.470,8<br />1984 145 2.109,0 23 1.096,9<br />1985 245 3.736,2 45 853,2<br />1986 315 4.411,5 93 847,6<br />1987 570 10.449,6 130 1.520,3<br />1988 843 14.201,8 145 4.410,7<br />1989 863 19.593,8 294 4.713,5<br />Sumber : BKPM dan indicator ekonomi, BPS<br /><br />Secara grafik dapat terlihat pada gambar berikut ini yang menunjukan naik turunnya investasi periode 1967-1989.<br /> <br />Gambar 2.2<br />Persetujuan Investasi Swasta periode 1967 - 1989<br /><br />Baik dalam pelita I maupun pelita II mayoritas penanaman modal tertuju ke sektor industri pengolahan. Selama pelita I persetujuan PMDN masih terpusat di Jawa. Baru sejak pelita II penyebaran ke luar pulau Jawa mulai terlaksana, terutama ke swasta. Walaupun demikian Jawa tetap dominan menyerap proyek-proyek PMDN dan PMA yang ada. Penanaman modal asing didominasi oleh investor-investor Jepang. Menjelang akhir pelita I meletus kerusuhan yang antara lain berbentuk perusakan produk-produk buatan Jepang dan unjuk rasa atas kedatangan perdana menteri kakuei Tanaka di Jakarta. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan peristiwa “Malari”, maksudnya 15 Januari 1974. Akan tetapi tidak mengendurkan semangat investor-investor Jepang untuk meningkatkan penanaman modal mereka di Indonesia dalam pelita II, bahkan dalam pelita-pelita berikutnya.<br />Selama pelita III, jumlah PMDN berkembang pesat, baik dalam hal jumlah proyek maupun nilai investasinya. Dalam pelita ini mayoritas PMA bukan berasal dari Jepang melainkan Luxemburg. Periode pelita ini merupakan satu-satunya kurun waktu sepanjang era PJP I dimana dominasi PMA yang disetujui bukan berasal dari jepang.<br /><br />2.2.3 Perkembangan Investasi Swasta periode 1990 - Februari 2009<br />Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memprediksikan pertumbuhan investasi 2009 mencapai 10,7-11,2 persen yang akan banyak disumbang oleh investor lokal. Untuk 2009 pertumbuhan investasi dalam negeri akan lebih tinggi karena investasi riil di 2009 banyak yang merupakan kelanjutan dari komitmen investasi pada 2005 dan 2006.<br />Selama 2008, realisasi investasi tumbuh sekitar 20,5 persen dibanding 2007. Total realisasi investasi 2008 mencapai Rp 154,19 triliun. Target 2008 sebelumnya hanya diperkirakan sebesar Rp 80,30 triliun. Investasi dalam negeri turun 41,6 persen dibanding 2007 menjadi Rp 20,36 triliun sedangkan penanaman modal asing tumbuh 43,8 persen dibanding 2007 atau mencapai 14,87 miliar dolar AS (Rp133,83 triliun).<br />Untuk mencapai target pertumbuhan investasi 10,7-11,2 persen itu BKPM memfokuskan promosi investasi pada tiga sektor yaitu energi, pangan dan infrastruktur. BKPM juga telah menyusun buku "Roadmap Investasi" yang akan dijadikan sebagai acuan/arahan promosi investasi dan pelayanan. Peta inilah yang akan membagi kira-kira berapa pertambahan dari komoditas dasar kita, energi dan pangan.<br />Contohnya investasi bidang penyulingan minyak bumi (refinery) akan menggerakkan 42 sektor terkait lainnya. Dengan investasi enam juta dolar AS akan menciptakan setidaknya 930 ribu tenaga kerja baru. (M. Lutfi dalam http://www.jakartapress.com/news/Iklim-Investasi-di-Indonesia-Akan-Meningkat.jp.htm). Diperkirakan tahun ini investasi akan didominasi sektor telekomunikasi, agribisnis dan infrastruktur. Target pertumbuhan investasi memang dipatok lebih rendah dari pencapaian 2008 mengingat ada pengaruh krisis ekonomi dan likuiditas perbankan yang sedang jelek.<br />Meski demikian, pertumbuhan realisasi investasi masih ada karena komitmennya telah dibuat sejak 2006 lalu. Jadi mungkin karena ada beberapa segmen yang menghambat bisa saja yang harusnya direalisaikan 2009 jadi molor, bisa di 2010. Tetapi meski fokus promosi investasi dilakukan pada tiga sektor yaitu pangan, energi dan infrastruktur namun tidak menutup kemungkinan untuk investor masuk ke sektor lainnya (Lucky Eko Wuryanto dalam http://www.jakartapress.com/news/Iklim-Investasi-di-Indonesia-Akan-Meningkat.jp.htm)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.3<br />Persetujuan Realisasi Investasi 1990-28 Feb 2009<br /> <br /><br />.Catatan / Note :<br />1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga / Excluding of Oil & Gas, Banking, Non Bank Financial Institution, Insurance, Leasing, Mining in Terms of Contracts of Work, Coal Mining in Terms of Agreement of Work, Investment which licenses issued by technical/sectoral agency, Porto Folio as well as Household Investment<br />2. Proyek : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan / Projects : Total of issued Permanent Licenses<br />3. Data sementara, termasuk Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan 28 Februari 2009 /Tentative data, including Permanent Licenses issued by regions received by BKPM until February 28, 2009.<br /><br />Secara grafik perkembangan realisasi investasi di Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini:<br /> <br />Gambar 2.3<br />Persetujuan Realisasi PMDN 1990-Feb 2009<br /><br />Untuk PMA dapat dilihat pada gambar berikut ini:<br /> <br />Gambar 2.4<br />Persetujuan Realisasi PMA 1990-Feb 2009<br />Dilihat dari tabel diatas persetujuan investasi dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2008 perkembangan investasi dari PMDN sangat berfluktuatif, hal tersebut dapat terlihat dari nilai PMDN dan PMA yang ditanamkan. Investasi terbesar dari PMDN adalah pada tahun 2007, dimana dengan jumlah proyek yang diizinkan sebanyak 159 didapat dana investasi sebesar Rp 34.878,7 miliar, sedangkan nilai investasi PMDN terendah adalah pada tahun 1994 dengan jumlah proyek yang diizinkan sebanyak 582 dana investasi yang didapat hanya sebesar Rp 12786,9 miliar. Sedangkan perkembangan investasi dari PMA yang terbesar adalah pada tahun 1993 karena dengan jumlah proyek yang diizinkan hanya sebanyak 183 dapat memperoleh dana investasi sebesar Rp 5653,1 miliar dan dana investasi PMA yang terkecil adalah pada tahun 2008 karena dengan jumlah proyek yang diizinkan sebanyak 1.138 hanya memperoleh dana investasi dari PMA sebesar Rp 14871,4 miliar.<br /> <br />2.2.4 Investasi dan Sektor Riil Pasca Krisis 1997<br />Pada tahun 1998 Indonesia mengalami hard landing, kebangkrutan masal. Hampir 20 juta tenaga kerja di PHK dan menglami pertumbuhan minus 18 persen, terburuk sepanjang sejarah ekonomi Indonesia. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau notabene bangkrut. Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan sehingga melahirkan gelombang besar PHK. Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Perbankan mengalami negatif spread dan tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana sektor riil. Disisi lain, sektor ekspor yang diharapkan menjadi sektor penyelamat ditengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantungan besar terhadap komponen impor, kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global. Selama periode januari – juni 1998 ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode 1997, sementara ekspor non migas hanya tumbuh 5,36 persen. Investasi PMA menurun drastis mencapai US$1,833.<br /><br />Tabel 2.4<br />Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Asean<br />(posisi Desember)<br />Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006<br />Indonesia 2,4 -18,26 5,36 6,91 1,6 3,8 4,4 6,7 6,1 6<br />Malaysia 6,9 -8,1 10,6 6,5 -0,5 5,5 6,4 5,2 5,7 5,3<br />Singapura 7,4 -1,5 7,1 10,5 -0,7 2,6 4,9 6,5 8,7 6,6<br />Filiphina 4,7 -1,9 4,6 3,6 3,8 5,8 4,5 5,4 6,1 Na<br />Sumber: Bank Indonesia, diolah.<br /><br />Data pada tabel 2.4 di atas menunjukkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara ASEAN. Tampak pada bulan Desember 1997 dampak krisis sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain angka pertumbuhan menunjukkan nilai kecil, hanya 2,4. Selanjutnya setahun kemudian yaitu desember 1998 Indonesia mengalami penurunan yang luar biasa dibandingkan dengan malysia,Singapura dan Filiphina hingga mencapai 18,26. Sebetulnya pada tahun berikutnya angka pertumbuhan Indonesia meningkat cukup baik, bahkan pada tahun 2001 pertumbuhannya positif dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang negatif. Pada tahun 2006 pertumbuhan Malaysia lebih rendah dibandingkan Indonesia yaitu sebesar 5,3 dan Singapura berkisar 6. Bila dibandingkan dengan kenyataan yang ada yaitu kemajuan ekonomi antara Malaysia dan Indonesia, rasanya tidak pantas jika kita memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi.<br /><br />2.2.5 Kondisi Investasi tahun 2007<br />Dampak krisis 1997 dirasakan belum pulih, bahkan kondisi sepuluh tahun pasca krisis pemerintah belum dapat mencari solusi secara komprehensip. Sudah ada usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk melihat secara komprehensip seluruh permasalahan yang ada di negeri ini dengan mengeluarkan Inpres No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tetapi masih perlu menunggu keseriusan dan konsistensi dalam penerapannya, mengingat berbagai kebijakan yang dikeluarkan secara parsial sebelumnya sebenarnya memiliki substansi yang hampir sama. Artinya semua sudah mengetahui apa permasalahan, penyebab, dan solusinya hanya pada saat implementasi tidak berjalan mulus. Penyebab tidak berkualitasnya pertumbuhan ekonomi salah satunya disebabkan oleh sulitnya menarik investor serta belum bergeraknya sektor riil. Pada tahun 2007 data BKPM menunjukkan terjadinya kenaikan nilai investasi dibandingkan tahun 2006 seperti ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut ini:<br /><br />Tabel 2.5<br />Perbandingan Nilai Investasi PMA dan PMDN 2006 dan 2007<br /> 1 Jan-31 Mei 2006 1 Jan-31 Mei 2007 RASIO / Ratio (%)<br /> PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN<br />Realisasi Investasi (dalam US$ juta) 3.136.6 10.467.4 3.706,0 18.616.9 118,1 177,8<br />Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja (PMDN) 37.783 orang/person 48.692 orqng / person 128.8<br />Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja (PMA) 114.114 orang / person 69.123 orang / person 60,6<br />Sumber : BKPM<br /><br />Berdasarkan data nilai investasi tersebut, sektor yang diminati untuk PMDN dan PMA terdapat perbedaan seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.5<br /><br />Tabel 2.6<br />Ranking Realisasi Investasi 2007 Menurut Sektor<br />PMDN PMA<br />Sektor % Nilai Sektor % Nilai<br />Industri Kertas Dan Percetakan 29,3 Rp 5,450,3 M (5 Proyek) Industri Kimia dan Farmasi 41,1 US$ 1.524,0 Juta (19 Proyek)<br />Industri logam,Mesin dan Elektronik 17,7 Rp 3.295,8 M (9 Proyek) Industri Kertas dan Percetakan 10,6 US$ 394,5 Juta (4 Proyek)<br />Industri Makanan 16,5 Rp 3.075,8 M (10 Proyek) Industri Makanan 7,1 US$ 263,9 Juta (28 Proyek)<br />Tanaman Pangan dan Perkebunan 11,1 Rp 2.062,1 M (8 Proyek) Pertambangan 6,9 US$ 255,3 Juta (10 Proyek)<br />Konstruksi 7,6 Rp 1.411,3 M (1 Proyek) Perdagangan dan Reparasi 5,9 US$ 220.0 Juta (122 Proyek)<br />Sumber : Bank Indonesia, diolah<br /><br />Empat sektor yang diminati untuk PMDN dan PMA memiliki ranking yang berbeda. Tetapi daerah yang menjadi tujuan investasi ada perbedaan untuk PMA dan PMDN kecuali DKI Jakarta dan Jawa Barat yang mana baik PMA maupun PMDN memiliki minat yang sama. Daerah lainnya untuk tujuan investasi PMDN yang menonjol adalah Jambi, Sulawesi Tenggara, DKI Jakarta, Riau dan Jawa Barat. Sedangkan untuk PMA Jawa timur, DKI Jakarta, Riau, Jawa Barat dan Banten. Adapun investasi yang menonjol berdasarkan negara adalah dari Amerika Serikat,Singapura, Malaysia, Inggris dan Thailand. Keadaan ini sebenarnya dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk terus berupaya mempertahankan dan meningkatkan sektor atau industri agar dapat tumbuh dan berbagai komoditas hasil perkebunan yang menguasai pasar dunia seperti cacao, kelapa sawit, dan sebagainya dan secara perlahan-lahan akan mati akibat keterlambatan penerapan strategi bersaing.( Ina Primiana Sagir dalam Suharsono Sagir, 2009:622-627) <br />Berikut tabel peringkat realisasi PMA dari berbagai Negara, yaitu:<br />Tabel 2.7<br />Peringkat Realisasi PMA, 1 Januari - 28 Februari 2009<br /> <br /><br />Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa Negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia adalah Negara Seychel dengan proyek yang diizinkan hanya sebanyak 2 proyek, tetapi investasi yang diberikan sebesar US$ 316,7 juta sedangkan Negara yang paling sedikit berinvestasi di Indonesia antara lain ialah Negara Selandia baru, Polandia, dan Filipina yang masing-masing Negara tersebut hanya memberikan investasi sebesar US$ 0,2 juta dengan 1 proyek yang diizinkan. Secara keseluruhan jumlah investasi yang diterima adalah sebesar US$ 1.970,9 pada 1 Januari-28 Februari 2009.<br />Secara garis besar perkembangan realisasi PMA di Indonesia berdasarkan peringkat Negara, menurut sector adalah sebagai berikut:<br />Tabel 2.8<br />Perkembangan Realisasi PMA Berdasarkan 5 Besar Peringkat Negara Menurut Sektor, 1 Januari - 28 Februari 2009<br /> <br />CATATAN / Note :<br />1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga / Excluding of Oil & Gas, Banking, Non Bank Financial Institution, Insurance, Leasing, Mining in Terms of Contracts of Work, Coal Mining in Terms of Agreement of Work, Investment which licenses issued by technical/sectoral agency, Porto Folio as well as Household Investment.<br />2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan / Total of issued Permanent Licenses<br />3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$. Juta / Value of Direct Investment Realization in Million US$.<br />4. Data sementara, termasuk Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan 28 Ferbruari 2009 / Tentative data, including Permanent Licenses issued by regions received by BKPM until February 28, 2009.<br /><br />Secara grafik dapat dilihat perkembangan realisasi PMA di Indonesia berdasarkan peringkat Negara menurut sector dibawah ini:<br /><br /> <br />Gambar 2.5<br />Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Sektor, 2006-Feb 2009<br /><br />Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa negara asing banyak menginvestasikan modalnya dalam bidang pertambangan, konstruksi, perdagangan dan reparasi, industri kendaraan bermotor dan transportasi lainnya. Sedangkan untuk penanaman modal dalam negeri, dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Dan para investor dalam negeri lebih banyak menanamkan modalnya dalam sektor sekunder yaitu industri makanan, dan tidak kalah banyak juga pada sektor primer yaitu pada tanaman pangan dan perkebunan.<br />Secara total investasi PMDN maupun PMA yang ada di Indonesia dari 1967 sampai 28 Februari 2009 adalah sebagai berikut:<br /><br />Tabel 2.9<br />Total Investasi periode 1967-28 Februari 2009<br />Investasi Proyek Nilai<br />PMDN 10659 (Rp. Miliar)<br />367780.5<br />PMA 10944 (US$. Juta)<br />426037.7<br /><br />Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa jumlah proyek paling banyak dimiliki oleh PMA begitu pun dengan nilai secara keseluruhan, PMDN hanya sebesar Rp. 367.780,5 Miliar sedangkan PMA sebesar US$. 426.037,7 Juta.<br /><br />1.3 Peranan Investasi Asing di Indonesia<br />2.3.1 Peranan Modal Asing<br />Memang investasi, khususnya investasi langsung (jangka panjang), sangat penting bagi bagi salah satu motor penggerak pembangunan ekonomi. Di dalam teori-teori pembangunan ekonomi, peranan investasi itu dibahas dalam model-model pertumbuhan seperti misalnya Robert Solow, Rostow dan Harrod-Domar. Di dalam model-model tersebut, tabungan dalam negeri merupakan satu-satunya sumber pembiayaan kebutuhan investasi. Sayangnya di banyak negara yang sedang berkembang (LDCs), khususnya dari golongan negara miskin, sumber tersebut sangat terbatas. Oleh karena itu banyak LCDs harus bergantung pada modal asing, baik dalam bentuk pinjaman, bantuan atau investasi langsung (PMA).<br />Masalah yang sama juga dihadapi oleh Indonesia. Karena tabungan nasional pada saat itu sangat kecil atau praktis tidak ada, sedangkan kebutuhan dana untuk investasi sangat besar untuk membiayai proses pembangunan ekonomi yang kondisinya waktu itu sangat porak-poranda, peninggalan rezim Orde Lama, maka pemerintahan Orde Baru sejak berdirinya segera menerapkan kebijaksanaan ekonomi terbuka (outward looking policy) terhadap investasi dari luar. Sejak itu arus modal asing terus mengalir ke Indonesia yang jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Hingga menjelang pertengahan tahun 1980-an, modal asing yang masuk masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru seteleh pemerintah melakukan deregulasi di sekitar keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal tahun 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Sejak itu hingga menjelang munculnya krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang lalu, jumlah modal asing jangka pendek bertambah terus setiap tahun dalam jumlah yang semakin besar.<br />Sebenarnya tujuan-tujuan dari deregulasi tersebut juga untuk meningkatkan tabungan nasional, sehingga lambat laun ketergantungan ekonomi nasional terhadap modal asing, khususnya utang luar negeri (ULN) dapat dikurangi. Sayangnya, hingga krisis ekonomi terjadi, tabungan nasional walaupun tumbuh terus setiap tahun belum mampu membiayai sepenuhnya kebutuhan investasi di dalam negeri. Kalai dibandingkan dengan negara-negara maju, paling tidak ada tiga alasan kenapa pertumbuhan tabungan nasional relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan investasi di dalam negeri, yakni (1) kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya menabung (saving behaviour) pada semakin dominannya modal asing jangka pendek di dalam negeri karena semakin terbukanya sistem perekonomian Indonesia dan kebijaksanaan-kebijaksanaa pemerintah selama periode Orde Baru dikatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di umumnya masih rendah; (2) Kemampuan menabung yang sangat mendukung perkembangan jenis modal asing tersebut, termasuk kebijaksanaan-kebijaksanaan perbankan, pasar modal dan perdagangan valuta asing. Dan dari sebagian besar masyarakat masih kecil karena pendapatan masyarakat Indonesia rata-rata rendah; dan (3) Sistem perbankan nasional dengan segala macam infrastruktur pendukungnya masih relatif under-develoved, walaupun sudah mulai berkembangpesat sejak pertengahan tahun 1980.<br />Akibatnya, Indonesia sangat bergantung pada modal asing, dan yang parah bukan dalam bentu PMA melainkan utang luar negeri dan modal jangka pendek. Salah satu kemungkinan Indonesia adalah karena terlalu tergangtungnya ekonomi nasional terhadap modal asing, khususnya modal jangka pendek (portofolio investment), yang setiap saat dapat lari ke luar, dan Utang Luar Negeri (ULN). Andaikan ketergantungan Indonesia selama itu (sebelum krisis terjadi) lebih banyak pada PMA, bukan pada modal asing jangka penedek atau ULN, mungkin ekinomi Indonesia tidak akan mengalami krisis seperti sekarang ini. Kalau memang itu idealnya, maka pertanyaan sekarang adalah apakah di masa yang akan datang PMA akan menggantikan peranan ULN atau modal jangka pendek untuk membiayai investasi di dalam negeri?(Sjahrir, 1995: 89-91)<br /><br />2.3.2 Perkembangan Arus Modal Masuk Periode 1985-1994<br />Secara garis besar, arus modal neto (arus modal masuk (capital inflows)-/- arus modal keluar (capital outflows)) yang masuk ke Indonesia selama periode 1985-1995 meningkat cukup besar. Net Capital Inflow mencapai nilai 110 miliar dolar AS, yang dimiliki sebagian oleh pemerintah dan bagian lainnya oleh swasta. Pemerintah menyumbangkan arus modal masuk sebesar 5,4 miliar dolar AS, sedangkan arus modal keluar sebanyak 6,2 miliar dolar AS, sehingga menciptakan defisit dalam arus modal asing sebanyak 0,8 miliar dolar AS. Arus modal asing yang dimiliki modal swasta sebanyak 20,9 miliar dolar AS, dengan pemasukan dalam bentuk Foreign Direct Investment (PMAinvestasi jangka pendek) sebesar 8.6 miliar dolar AS, investasi jangka pendek (portofolio investment atau portofolio equity) dalam bentuk saham dan obligasi sebanyak 1.7 miliar dolar AS. Ini artinya, porsi terbesar dalam arus modal masuk masih dalam bentuk arus modal jangka pendek yang terutama ditujuka untuk pembelian SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SPBU (Surat Berharga Pasar Uang) maupun dalam bentuk deposito berjangka (Indrawati, 1997). Komposisi modal asing yang masuk ke Indonesia seperti ini sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia, khususnya dari aspek eksternalnya seperti gejolak nilai rupiah atau dolar AS setiap saat (Indrawati dalam Sjahrir, 1997). <br />Dalam hal utang luar negeri, masalah ini sebenarnya tidak hanya dihadapi oleh Indonesia tetapi juga oleh banyak negara yang sedang berkembang lainnya, terutama negara-negara Amerika Latin, afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Bahkan beberapa negara industri Amerika Serikat (AS) juga mempunyai Utang Luar Negeri yang besar, terutama dari pemerintah Jepang (lewat pembelian obligasi pemerintah AS). Hanya saja bedanya dengan negara-negara sedang berkembang yang mempunyai utang luar negeri yang besar, ekonomi AS kuat, baik dalam arti likuiditas maupun solvabilitas, sehingga walaupun jumlah utang luar negerinya besar hal itu tidak akan menjerumuskan negara adidaya itu ke krisis utang luar negeri atau kebangkrutan.<br />Berikut data mengenai arus modal asing neto dan komposisinya pada periode 1985-1994 dapat dilihat dibawah ini:<br />Tabel 2.10<br />Arus Modal Asing Neto Dan Komposisinya: 1985-1994<br />(juta dolar AS)<br />No Komposisi 1985-1989 1990-1994<br />1 ULN Jangka Panjang (tidak termasuk IMF) yang dimiliki oleh sektor swasta dan sektor pemerintah. 2343.0 3516.8<br />2 Investasi Jangka Panjang (PMA) 442.2 1693.0<br />3 Investasi Jangka Pendek 39.8 1187.8<br />4 Grants (tidak termasuk bantuan teknis) 176.4 255.8<br /> TOTAL 3001.4 6653.6<br />Sumber: Indrawati (1997)<br /><br />Secara grafik mengenai arus modal asing neto dan komposisinya dapat dilihat dibawah ini:<br /><br /> <br /><br /><br />Gambar 2.6<br />Arus Modal Asing Neto Dan Komposisinya: 1985-1994<br /><br /><br />Kemudian secara kawasan nilai jumlah utang luar negeri dapat dilihat pada table dibawah ini:<br /><br />Tabel 2.11<br />Jumlah Utang Luar Negeri LCDs Menurut Kawasan dan Kategori: 1994-1996 (miliar dolar AS)<br />No Negara 1994 1995 1996<br />1 Afrika 268,2 283,4 282,0<br />2 Asia 586,8 664,6 729,6<br />3 Eropa da Timur Tengah 277,0 289,5 290,1<br />4 Amerika Latin 576,5 628,7 654,3<br /> <br />I. LCD secara keseluruhan 1.708,5 1.866,2 1.956,0<br />II. LCD kredit neto 46,9 50,1 56,5<br />III. LCD pengutang neto 1.661,6 1.816,1 1.899,5<br />IV. LCD yang mengalami kesulitan membayar utang 800,3 859,2 880,5<br />V. LCD yang tidak mengalami kesulitan membayar utang 861,3 956,9 1.019<br />Sumber: Depkeu (1998), Jakarta<br />Dapat dilihat dari table di atas bahwa secara keseluruhan pada tahun 1996 memiliki nilai LCD yang sangat besar jika dibandingkan dengan tahun 1994 maupun 1995. Begitu pula mengenai LCD kredit neto, pengutang neto, yang mengalami kesulitan membayar utang dan yang tidak mengalami kesulitan dalam membayar utang.<br /><br />2.3.3 Arus PMA ke Negara Sedang Berkembang (LDCs)<br />Data sekunder dari lembaga-lembaga Internasional seperti Bank Dunia, UNDP, UNCTAD, dan hasil dari studi-studi menunjukan bahwa dalam dekade 1980-an hingga saat ini perkembangan PMA ke LDCs sangat pesat. Tahun 1995, dibandingkan ke negara-negara industri maju (DCs), arus PMA ke LDCs hampir mencapai 100 miliar dollar AS. Dengan arus PMA keluar yang mencapai 47 miliar dollar AS, maka arus masuk netto ke LDCs pada tahuntersebut mencapai 52,7 miliar dollar AS, lebih besar daripada arus netto PMA pada tahun 1994 yakni 48,4 miliar dollar AS. Dibandingkan dengan tahun 1993 dan 1994, laju pertumbuhan arus masuk PMA pada tahun 1995 lebih rendah. Selama periode 1993-1995, pangsa LDCs untuk arus PMA turun dari 35 % pada tahun 1993 menjadi 32 % pada tahun 1995.<br />Khususnya ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia, arus modal masuk dalam bentuk PMA sangat pesat, yang terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut yang tinggi, dan liberalisasi perekonomian dalam negeri serta kebijaksanaan ekonomi di negara-negara tersebut yang sangat menarik minat investor-investor asing untuk menanam modal mereka di Asia (Yusof , 1997). Dengan perkiraan arus masuk PMA sebesar 65 miliar dollar AS atau sekitar seperlima(1/5) pada tahun 1995, negara-negara Asia adalah penerima terbesar PMA sekitar 2/3 dari jumlah PMA ke LDCs masuk ke Asia. <br />Tabel 2.12<br />Arus Masuk dan Keluar PMA di LDCs dan DCS, 1983-1995<br />Tahun DCs LDCs Semua Negara<br /> Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar<br /> Volume (miliar dolar AS)<br />1983-1987 58.7 72.6 18.3 4.2 77.1 76.8<br />1988-1992 139.1 193.3 36.8 15.2 177.3 208.5<br />1993 129.3 192.4 73.1 33.0 207.9 225.5<br />1994 132.8 190.9 87.0 38.6 225.7 230.0<br />1995 203.2 270.5 99.7 47.0 314.9 317.8<br /> Pangsa dari total (%)<br />1983-1987 76 95 24 5 100 100<br />1988-1992 78 93 21 7 100 100<br />1993 62 85 35 15 100 100<br />1994 59 83 39 17 100 100<br />1995 65 85 32 15 100 100<br /> Laju Pertumbuhan (%)<br />1983-1987 37 35 9 24 29 35<br />1988-1992 -4 3 15 16 1 4<br />1993 13 6 45 52 24 11<br />1994 3 -1 19 17 9 2<br />1995 53 42 15 22 40 38<br />Sumber: UNCTAD (1996)<br />Dalam konteks ASEAN, data terakhir menunjukan bahwa walaupun PMA dalam nilai absolut di dalam kelompok ekonomi tersebut meningkat selama ini, pangsa ASEAN dari total PMA menurun. Ada beberapa hal menyangkut perkembangan arus masuk PMA ke ASEAN. Pertama, laju pertumbuhan rata-rata arus masuk netto PMA pertahun pada setengah tahun pertama dalam periode 1990-an lebih tinggi dibandingkan pada setengah tahun kedua dalam periode 1980-an. Kedua, karena laju pertumbuhan arus masuk netto PMA ke negara-negara lain, khususnya China, sangat pesat, pangsa ASEAN dari total arus masuk PMA ke LDCs menurun dari sekitar 35,5 % pada tahun 1990 ke hampir seperlima (19,6%) pada tahun 1995. Pada tahun 1993, arus masuk PMA ke China sebesar 27, 5 miliar dollar AS melebihi yang masuk ke ASEAN, yakni sebesar 14,2 miliar dollar AS. Atau, pada tahun 1994, arus masuk PMA ke China telah melewati 30 miliar dollar AS, sedangkan ke negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia, dan Fhilipina masih lebih rendah daripada 5 miliar dollar AS. Ketiga, pengalaman masing-masing negara anggota ASEAN dalam hal arus modal PMA berbeda, sehingga penurunan pangsa ASEAN sebagai persentase dari jumlah arus PMA ke LDCs juga berbeda antara negara-negara tersebut. <br /><br />2.4 Permasalahan Investasi di Indonesia<br />2.4.1 Iklim Investasi Di Indonesia <br />• Perizinan di Indonesia, pemodal harus menghabiskan waktu 224 hari. Biaya minimal yang dikeluarkan 364,9% dari PDB per kapita dan modal minimum yang dihabiskan 97,8% dari PDB per kapita.<br />• Korupsi yang merebak di mana-mana, di berbagai level. Untuk memperlancarkan proses perizinan, pemodal terpaksa menyerahkan sejumlah uang. Tidak jarang, setelah menerima uang, permintaan pemodal tidak segera diselesaikan. <br />• Regulasi di Indonesia dinilai sangat lemah dan ini nyaris mencakup semua aspek. Sebutlah regulasi di bidang perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan, kepemilikan properti, investasi, dsb. Regulasi yang lemah menyebabkan ketakpastian hukum dan dalam ketakpastian hukum pungutan liar dan berbagai tindak korupsi merajalela.<br />• Tarif pajak yang terlalu tinggi, jenis pajak yang terlampau banyak, pajak berganda (double taxation), dan posisi petugas pajak yang terlampau tinggi. Sistem perpajakan di Indonesia sama sekali tidak mencerminkan kesetaraan antara wajib pajak dengan petugas pajak.<br />• Peraturan ketenagakerjaan juga terlampau memberatkan pemodal. Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan uang pesangon meski si pekerja dipecat lantaran tindak kriminal atau pelanggaran berat. Tidak heran bila Indonesia tertinggi dalam soal biaya untuk mem-PHK karyawan, yaitu mencapai 145 gaji mingguan.<br />• Masalah buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terasa semakin parah sejak pelaksanaan otonomi daerah. Buruknya koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga diungkapkan oleh Astuti dan Astono (2007: 21) berdasarkan pengamatan mereka selain itu pemerintah, khususnya pemerintah daerah, kerap kali membuat kebijakan yang menabrak aturan yang telah dibuat. Mereka pula yang memersepsikan setiap kebijakan menjadi berdeda-beda ketika dilaksanakan oleh pengusaha di lapangan.<br /><br />2.4.1.1 Kebijakan Pemerintah mengenai iklim investasi.<br />• Untuk menarik minat investor, peraturan ketenagakerjaan memang tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak, tapi membuat regulasi yang benar dan harus diusahakan pemerintah, adalah peraturan ketenagakerjaan yang menguntungkan semua pihak. Menguntungkan pekerja, pengusaha, dan konsumen.<br />• Pemerintah bisa membentuk tim ahli untuk mempelajari berbagai regulasi di negara-negara maju seperti di Eropa, AS, dan Jepang. Juga regulasi di negara-negara Asia yang sudah mencapai tahapan kemajuan lebih baik dibanding Indonesia namun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Indonesia. Hanya dengan sedikit modifikasi, Indonesia akan memiliki regulasi yang baik di berbagai bidang.<br />• Perbaikan iklim investasi (PMK No.60/04/2005), pemerintah memberikan kemudahan bagi para investor di pulau batam, Bintan, Karimun, selain memperbaiki iklim investasi, fasilitas yang dimaksud untuk memberikan kepastian berusaha. Fasilitas tersebut diantaranya kemudahan prosedur dalam berinvestasi dalam bidang perizinan pendirian kawasan berikat, kemudahan prosedur kepabeanan fasilitas perpajakan dan fasilitas perdagangan. (Hendra Halwani, 2005:459)<br />• Dalam membahas atau mengidentifikasi masalah perizinan penanaman modal di Indonesia, ada tiga hal yang perlu dipahami, yaitu: <br />- Izin investasi tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan izin-izin lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha atau menentukan untung rugi suatu usaha. <br />- Perlu dilakukan mengenai masalah koordinasi oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah harus tegas bahwa koordinasi nasional mengenai penanaman modal di Indonesia adalah BKPM, walaupun sekarang ini dalam era otonomi daerah, Pemda punya hak mengaturnya di lapangan, seperti yang tercantum dalam pasal 1 no. 11 baba 1 (ketentuan umum) dari UU PM No.25/2007 sebagai berikut: otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan msyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. <br />- Pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah. Walaupun ada sejumlah daerah, seperti Jepara dan Jogjakarta, telah berhasil membuat pelayanan satu atap, tetapi masih lebih banyak lagi daerah yang bahkan sama sekali tidak tahu bagiman memulai pembangunan satu atap.juga di daerah-daerah yang sama sekali tidak ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga pemerintah, ditambah lagi tidak ada keseriusan bupati, sangan sulit diharapkan daerah-daerah tersebut bisa membangun pelayan satu atap. <br /><br />Tiada solusi lain untuk membuka lapangan pekerjaan selain memperbaiki iklim investasi. Hanya dengan iklim investasi yang kondusif, para pemodal, dalam dan luar negeri, berani menanamkan modalnya. <br />(http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/WBI/WBIPROGRAMS/ICLP/0,,contentMDK:20741014~isCURL:Y~menuPK:461190~pagePK:64156158~piPK:64152884~theSitePK:461150,00.html) <br />2.4.1.2 Upaya Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif<br />Menciptakan iklim investasi yang kondusif sebenarnya merupakan conditio sine qua non bagi Indonesia, dalam menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak 11 Juli 1997 dalam era globalisasi, dimana terjadi arus lalu lintas barang, jasa, modal, hak cipta, intelektul (iptek) bebas masuk tanpa hambatan. Sebagai negara berkembang yang mengalami krisis ekonomi berlanjut kita membutuhkan “payung” undang-undang atau peraturan yang menjamin terjadinya proses pundamental ekonomi makro kuat bersasaran Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, didukung perluasan kesempatan kerja, perkembangan harga dan nilai tukar stabil, neraca pembayaran favorable (ekspor lebih besar dari impor) sektor moneter (perbankan) dan fiskal (keuangan negara) prudent (hati-hati), dan sehat. <br />Menjelang krisis ekonomi 11 Juli 1997, bulan April 1997 Bank Dunia telah memberikan ‘warning” (peringatan) yang cukup keras (World Bank Report on Indonesia) berupa rekomendasi kebijakan ekonomi: <br />1. Memperkuat kondisi makroekonomi stabil, terutama terjaminnya pertumbuhan ekonomi tinggi, yang didukung oleh perluasan kesempatan kerja dan perkembangan harga stabil, tidak terganggu oleh inflasi dan depresiasi.<br />2. Dipacunya simpanan masyarakat di Bank, hingga cukup dana untuk investasi dalam negeri (PMDN) berkurangnya kesenjangan tabungan-investasi (saving gap)<br />3. Perlunya tata kelola institusi moneter (Bank) dan birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien (Good Governance) dijauhkan dari moral hazard.<br />4. Perlu program peningkatan kualitas SDM, agar kompeten, profesional dan kompetitif, siap memasuki era globalisasi.<br />5. Perlu meningkatkan kemampuan daya saing global, terutama terkait dengan komoditas ekspor non-migas (atau manufaktur) dan mampu bersaing terhadap barang impor.<br /><br />Baik berupa UU yang tiap tahun disahkan DPR (UU APBN)/kebijakan fiskal maupun UU yang terkai dengan kebijakan moneter, yang berkali-kali dekeluarkan disertai peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan atau surat edaran dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral atau otoritas moneter, dalam kebijakan moneter; masa Orde Baru (1967-1998) maupun Orde Reformasi (1998-2006) dengan empat presiden (Habiebie, Gusdur, Megawati dan SBY) belum pernah ada kebijakan publik yang notabene dilakukan berdasarkan UU yang disahkan secara konsisten dan konsekuaen, tanpa perubahan atau amandemen pada saat UU atau kebijakan publik (public policy) diimplementasikan.<br />Bagaimana menciptakan iklim yang kondusif agar arus investasi kembali mengalir ke Indonesia; bai investasi langsung PMA maupun modal dalam negeri yang parkir di luar negeri (kasus BLBI/1997) merupaka upaya pemerintah (SBY) melalui instruksi presiden RI, no.3/27 Februari 2006, yang masih perlu disiapkan UU atau peraturan berupa paket kebijakan perbaikan iklim investasi yang meliputi:<br />I. Memperkuat kelembagaan pelayanan investasi<br />• Mengubah UU penanaman modal<br />• Mengubah peraturan yang terkait dengan penanaman modal<br />• Revitalisasi Tema Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi<br />• Percepatan perizinan kegiatan usaha, penanaman mopdal serta pembentukan perusahaan<br />• Sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah: jangan sampai PERDA menghambat investasi<br /><br />II. Penataan Kembali Kepabeanan Dan Cukai<br />• Percepatan arus barang<br />• Percepatan pemrosesan kargo<br />• Pengembangan Peranan Kawasan Berikat (Bounded Warehouse)<br />• Pemberantasan Penyelundupan.<br />• Debirokratisasi dalam Kebijakan Cukai<br /><br />III. Penataan Kembali Perpajakan.<br />• Insentif Perpajakan untuk investasi<br />• Pemberian fasilitas pajaj penghasilan untuk bidang usaha tertentu.<br />• Menurunkan tarif pajak daerah yang berpotensi menaikan harga/jasa.<br />• Melaksanakan “self assesment” secara konsisten<br />• Mengubah pajak pertambahan nilai untuk promosi ekspor<br />• Meningkatkan daya saing ekspor jasa<br />• Meningkatkan daya saing produk pertanian<br />• Melindungi hak wajib pajak<br />• Mempromosikan transparasi dan disclosure<br /><br />IV. Penataan Kembali Ketenagakerjaan<br />• Menciptakan iklim hubungan industrial yang mendukung perluasan kesempata kerja<br />• Mengubah peraturan pelaksanaan UU nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan<br />• Perlindungan dan penempatan TKI di luar negeri<br />• Penyelesaian berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah, berkeadilan<br />• Mempercepat proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan<br />• Penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif<br />• Terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka perluasan kesempatan kerja<br /><br />V. Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi<br />• Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi/ UKMK<br />• Penyehmpurnaan peraturan yang terkait dengan perizinan bagi UKMK <br />• Pengembangan Jasa Konsultasi bagi industri Kecil dan Menengah.<br />• Peningkatan akses UKMK kepada sumber daya finansial dan sumber daya produktif lainnya.<br /><br />2.4.2 Kesenjangan realisasi investasi<br />Masalah yang timbul dalam percaturaninvestasi swasta di tanah air bukan semata-mata persoalan ketimpangan sektoral dan regional, akan tetapi juga masalah kesenjangan antar rencana yang disetujui dengan realisasi investasinya. Banyak factor bias dikemukakan untuk menjelaskan sebab-sebab rendahnya tingkat realisasi investasi swasta, diantaranya:<br />- Factor yang bersifat subjektif-internal, artinya berkaitan dengan situasi perekonomian di dalam negeri Indonesia sendiri, termasuk keadaan si calon investor. Misalnya gejala ekonomi biaya tinggi di tanah air, Seringkali calon investor harus mengeluarkan ongkos ekstra yang tidak sedikit akibat semua itu. Penyebab lain ialah rendahnya kapasitas si calon investor. Kemampuan modal sendirinya kurang memadai bagi investasi yang direncanakan.<br />- Faktor yang bersifat objektif-eksternal, yakni berkaitan dengan konstelasi perekonomian internasional atau dunia pada umumnya. Misalnya berupa lebih menariknya investasi di luar negeri daripada di dalam negeri. Baik karena hasil balik yang lebih besar di luar negeri, ataupun karena fasilitas atau kemudahan berinvestasi di sana, atau karena kemudahan dan kemurahan sumberdaya di Negara lain(misalnya bahan baku dan tenaga kerja). <br /><br />2.4.2.1 Kebijakan pemerintah tentang kesenjangan realisasi investasi.<br />Sebenarnya pemerintah telah banyak berupaya meningkatkan investasi riil di Indonesia. Terakhir adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam inpres no. 5 tahun 2008 tentang fokus program ekonomi 2008-2009. Pada akhir Februari 2006, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan investasi dalam bentuk inpres no 3 tahun 2006. Paket kebijakan perbaikan iklim investasi itu mencakup lima aspek yaitu: <br />1. Bidang umum, termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi, sinkronisasi peraturan daerah dan pusat, dan kejelasan ketentuan mengenai kewajiban amdal; <br />2. Bidang kepabean dan cukai, termasuk percepatan arus barang, pengembangan peranan kawasan berikat, pemberantasan penyelundupan, dan debirokratisasi di bidang cukai; <br />3. Perpajakan, termasuk insentif perpajakan untuk investasi, melaksanakan sistem “melakukan pengkajian sendiri” secara konsisten, revisi pajak pertambahan nilai untuk mempromosikn ekspor, melindungi hak wajib pajak, dan mempromosikan transparansi dan “disclosure”; <br />4. Ketenagakerjaan yang mencakup penciptan iklim hubungan industrial yang mendukung perluasan lapangan tenaga kerja, perlindungan, dan penempatan TKI di luar negeri, penyelesaian berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah dan berkeadilan, mempercepat proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan, penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif, dan terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka perluasan lapangan kerja;<br />5. Bidang usaha kecil, menengah dan koperasi.<br /><br />Adanya bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing (Keppres No. 118 tahun 2008). Aturan ini dibuat dalam rangka menghadapi perkembangan ekonomi global untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kokoh, dengan memberikan kesempatan pada dunia usaha untuk melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia. Adapu 8 bidang usaha yang tertutup bagi PMA antara lain: sector kehutanan dan perkebunan (Benih plasma nutfah, hak pengusahaan hutan alam, kontraktor dalam pembalakan hutan), sector perhubungan (angkutan taksi/bus, pelayaran rakyat), sector perdagangan (jasa perdagangan), sector penerangan (penyiaran radio dan TV. perfilman). Sementara itu bidang usaha yang terbuka bagi PMA meliputi 9 sektor, di antaranya: pembangunan dan pengusahaan pelabuhan, produksi, transmisi, distribusi tenaga listrik, serta pelayaran, pengolahan dan penyediaan air bersih, kereta api umum, pembangkit tenaga listrik.<br />Penyederhanaan peraturan di bidang penanaman modal berlanjut terus sepanjang tahun 1990-an. Pada bulan April 1992 keluar peraturan pemerintah No. 17 Tahun 1992. Isinya khusus menyangkut upaya-upaya untuk lebih memikat lagi penanaman modal asing. Peraturan yang dikenal sebagai ketentuan “disinvestasi” ini mengatur antara lain:<br />• Investor asing dapat mendirikan perusahaan patungan dengan ketentuan modal minimal US$ 1 juta dan 20% yang membutuhkannya atas ijin dirjen. Perdagangan luar negeri atau kakanwil setempat saham nya dimiliki oleh mitra Indonesia, tapi dalam 20 tahun setelah berproduksi pangsa modal Indonesia harus ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51%.<br />• Pembukaan kesempatan penanaman modal asing 100% bersyarat. Adapun syaratnya adalah modal minimal US$ 50 juta dan berlokasi di kawasan Indonesia timur, Bengkulu atau Jambi; atau berlokasi di kawasan berikat dengan hasil produksi seluruhnya untuk ekspor; lalu dalam waktu 5 tahun setelah produksi komersial 5% sahamnya wajib dialihkan kepada pihak Indonesia. Selanjutnya untuk PMA 100% yang berdiri di kawasan berikat, dalam waktu 20 tahun 20% sahamnya harus dialihkan menjadi milik pihak Indonesia.<br /><br />Paket 10 Juli 1992 ini mengatur 10 bidang. Dua bidang menyangkut impor, sedangkan 8 bidang berkaitan dengan investasi atau produksi, yaitu:<br />• Impor mesin, peralatan mesin dan barang modal lainnya dalam keadaan bekas dapat diimpor sendiri oleh perusahaan; atau melalui PT Dharma Niaga, Kerta Niaga, Mega Eltra, Pantja Niaga atau Tjipta Niaga. Sebelum deregulasi, hanya persero niaga tertentu saja yang boleh mengimpornya.<br />• Rencana penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi memerlukan rekomendasi dari departemen teknis. Ijin perpanjangan yang sebelumnya hanya dikeluarkan oleh departemen tenaga kerja di Jakarta dilimpahkan ke kanwil. Depnaker, untuk non-PMA/PMDN, ke BKPMD untuk PMA dan PMDN, serta cukup ke kanwil. Depparpostel untuk tenaga kerja di hotel dan restoran.<br />• Daftar negative investasi, yang dalam kebijaksanaan tahun sebelumnya tercantum 60 macam, dikurangi lagi menjadi 51 macam. Ini ditetapkan dengan keppres. No. 32/Tahun 1992.<br />• Hak guna usaha dapat diberikan kepada PMA patungan untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun, serta dapat dijadikan jaminan. Ketentuan ini ditetapkan dengan keppres. No. 14/Tahun 1992. Dalam keputusan presiden No. 23/tahun 1980 HGU hanya diberikan kepada mitra Indonesia dari perusahaan patungan.<br />• Penerbitan peraturan Menteri Dalam Negeri tentang rencana tapak tanah dan tata tertip pengusahaan kawasan industry, serta prosedur pemberian IMB dan Undang-undang Gangguan/HO di kawasan industry. Kedua hal ini tercantum dalam Keppres. No. 33/Tahun 1992, kemudian di atur lebih lanjut dengan peraturan menteri dalam negeri No. 5 dan No. 7/Tahun 1992, serta peraturan kepala badan pertahanan nasional No. 3/Tahun 1992.<br />• IMB di kawasan industry diberikan langsung oleh Bupati/kepala daerah tingkat dua dalam waktu 7-14 hari kerja. Ijin UUG/HO perusahaan terkait dengan ijin UUG/HO kawasan industry, diberikan juga oleh kepala daerah dalam waktu 32 hari kerja. Sebelumnya, belum ada ketentuan tentang IMB dan UUG di kawasan industry.<br />• Pelayanan IMB dan ijin UUG diperlakukan sama intuk perusahaan PMA/PMDN maupun yang non-PMA/PMDN. IMB diberikan oleh Bupati/walikota dengan waktu yang lebih cepat.<br />• Pengaturan mengenai ijin lokasi dan perolehan tanah dikeluarkan oleh kepala badan pertahanan nasional. Sebelumnya, hal tersebut di atur oleh menteri dalam negeri untuk PMA/PMDN dan oleh masing-masing daerah untuk non-PMA/PMDN.<br /><br />2.4.2.2 BKPM dan Peraturan Investasi<br />Pada tahun-tahun awal menjalankan tugasnya, BKPM (badan koordinasi penanaman modal) banyak dikeluhkan oleh para penanam modal baik asing maupun domestic. Keluhan umumnya berkisar masalah terlalu berbelit-belitnya prosedur investasi yang harus ditempuh sehingga membuat mereka menjadi tidak tertarik. Pemantapan institusional dalam rangka merangsang penanaman modal diiringi dengan berbagai ketentuan di bidang peraturan dan perundang-undangan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan investasi pada umumnya berkisar dimasalah pengaturan penguasaan saham; prosedur perijinan; penggunaan tenaga kerja; kaitan dengan peningkatan ekspor; keringanan pajak; serta ketentuan mengenai sector atau bidang usaha yang boleh (masih terbuka) dan tidak boleh (sudah tertutup) untuk dimasuki oleh investasi baru. Perihal terakhir, pemerintah mengumumkannya melalui sebuah daftar bernama daftar skala prioritas (DSP, sebutannya dulu) atau daftar negative investasi (DNI, sebutannya kini).<br />Daftar skala prioritas mulai dirasionalisasi pada tahun 1989, melalui keputusan presiden No. 21 Tahun tersebut, jumlah bidang usaha yang dinyatakan sudah jenuh berkurang menjadi hanya 75 macam. Dua tahun kemudian, melalui Keppres. No. 23/1991 daftar negative investasi dirasionalisasikan lagi, jumlah bidang usaha yang dinyatakan sudah tertutup bagi investasi baru tinggal 60 macam. Pengurangan-pengurangan DNI dimaksudkan agar peluang investasi lebih terbuka, agar investor tertarik menanam modal di bidang-bidang yang sebelumnya sudah dinyatakan tertutup.<br />Sejak terjadi krisis ekonomi (Juli 1997) telah mengalami empat kali penggantian presiden, masalah Capital Short Age untuk investasi demi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan nasional tanpa gangguan inflasi, depresiasi, defisit APBN yang makin meningkat dan sektor perbankan yang tidak kunjung sehat, belum dapat terselesaikan karena semuanya masih diatur denga terbitnya UU atau peraturan yang selalu tertinggal atau ketinggalan.<br />Untuk menutup defisit APBN yang berkepanjangan; jelas-jelas tidak mungkin dengan cara menaikan harga BBM (untuk menekan subsidi/Pengeluaran Ruti APBN) toh terus dilakukan oleh presiden pengganti Suharto; demikian pula prinsip yang telah digariskan dalam GBHN (sejak 1986) bahwa utang luar negeri untuk menutup defisit, bersifat sementara (tidak permanen) dan bersifat pelengkap, disertai tekat makin lama makin berkurang baik absolut maupun rationya tidak pernah dilaksanakan. Hutang luar negeri terus bertambah/membengkak-bukan sebagai pelengkap, untuk belanja pembangunan, tetapi juga penutup defisit belanja rutin- itupun belum mencukupi sehingga sejak masa Gusdur, menutup defisit APBN bertambah dengan penerimaan dari penjualan aset da privatisasi BUMN.<br />Dalam kebijaksanaan moneter-atas petunjuk IMF (letter of intent) telah terbit UU nomor 10/ 1998 pasal 8 ayat1, yang menyatakan bahwa “Dalam memberikan kredit atau pembiayan berdasarkan prinsip Syariah, Bank wajib mempunyai keyakinan berdasar analisis yang mendalam atas iktikad, kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sedsuai dengan yang diperjanjikan (akad kredit) masih tetap dilanggar, tanpa adanya sangsi/hukuman baik untuk Bank (karena kurang hati-hati, melanggar ketentuan: character, capacity, capital, colateral, condition, atau C5 debitor) maupun bagi debitor karena melakukan kebohongan/pelanggaran dalam studi kelayakan yang diajukan untuk memperoleh kredit (kasus terakhir Bank Mandiri, yang akhirnya diputus bebas bagi direksinya, Nelu cs, sedang untuk debitor belum ada keputusan hakim). <br />Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, dari dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA) kita perlu menatap kembali kebijakan fiskal (APBN) dan kebijakan moneter, agar benar-benar mampu menciptakan kondisi ekonomi makro yang sehat dan dinamis (pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dalam kondisi stabil, bebas inflasi dan depresiasi).<br />Investasi akan masuk ke indonesia, jika kita berhasil: menciptakan kondisi ekonomi domestik kuat, financial kuat(tidak tergantung pada utang;utang luar negeri benar-benar pelengkap), sektor bank sehat dan prudent, tatakelola efektif dan efisien (good governance), SDM kompeten dan kompetitif, sarana dan prasarana prima; dan komunitas Indonesia memiliki unggulan daya saing di pasar luar negeri.(Suharsono Sagir dalam Kapita Selekta Perekonomian Indonesia, 2009).<br />Pada tahun 2007, beberapa langkah kebijakan yang telah diambil pemerintah untuk menarik investor sebenarnya sudah lebih dari cukup, tetapi kenyataannya belum menunjukan hasil. Kebijakan tersebut antara lain:<br />a. Pada tahun 2004 pemerintah pusat melalui BKPM telah mengeluarkan berbagai kebijakan investasi.<br />b. Pada tanggal 25 April 2007 dikeluarkan UU penanaman modal nomor 25 tahun 2007.<br />c. Pada tanggal 12 Juni 2007, pemerintah telah menerbitkan instruksi presiden (inpres) nomor 6 tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).<br />d. Membuat kesepakatan yang selama ini masih digodok ditingkat menteri antara pemerintahan Iindonesia dan pemerintahan singapura untuk mendirikan kawasan khusus (KEK) di batam, bintan dan karimun dengan memberikanbebrbagai kemudahan atau insentif.<br /><br />2.4.3 Beberapa Kecenderungan Ekonomi Dunia<br />1. Tahun 1992 tercatat sebagai tahun dimana resesi ekonomi masih melanda dunia. Pertumbuhan ekonomi di Jepang dan Jerman belum menunjukkan gejala yang menggembirakan. Amerika Serikat sendiri memang terlihat mulai bangkit, tetapi belum mampu untuk mengkompensasi kondisi resesi ekonomi dunia.<br />2. Kondisi tingkat bunga yang tinggi akibat Tight Money Policy di Jerman dacn Jepang tampaknya memang menjadi salah satu sebab mengapa pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut melambat. <br />3. Terbentuknya blok-blok perdagangan regional. Di Eropa kita kenal EC, kemudian di amerika kita kenal NAFTA, sedangkan untuk ASEAN juga mulai dilakukan usaha untuk merealisasikan AFTA. Terbentuknya blok perdagangan ini tentu saja membawa akibat pada bergesernya pola perdagangan bilateral menjadi perdagangan intra dan antar blok. <br />4. Begesernya pola investasi dunia. Bila pada periode 1970-an kita kenal sikap dari banyak negar berkembang yang tidak ramah terhadap modal asing, maka dalam dekade terakhir ini tampaknya hal tersebut mulai hilang. Dan muncul fenomena bahwa negara berkembang kemudian berlomba-lomba untuk menarik investasi asing. Sehingga dalam dekade terakhir ini kita kenal ungkapan capital carries no flag.<br />Kebijakan dalam hal ekonomi dunia:<br /> <br />2.4.3.1 Kebijakan Pemerintah terhadap kecenderungan dunia.<br /> Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sat ini selain kerjasama dalam bentuk BFTA atau EFA, membentuk suatu kawasan bebas (FTZ) atau kawasan ekonomi khusus (KEK) juga merupakan salah satu cara yang popeler untuk meningkatkan ekspor dan investasi. Dengan fasilitas-fasilitas khusus di harapkan pembentukan suatu FTZ atau KEK disuatu wilayah akan menarik banyak investor untuk menanam modalnya di FTZ tersbut yang selanjutnya akan meningkatkan ekspor dari wilayah tersebut pada khususnya dan negar bersngkutan pada umumnya. <br />Selain mengembangkan FTZ, pemerintah juga mengembangkan sejumah kawasan ekonomi khusus KEK. Untuk KEK pemerintah akan memberikan tambahan insentif yang lengkap. Menurut pemerintah desain untuk menarik investor asing jauh lebih lengkap dalam konsep KEK dibandingkan FTZ. Salah satu keunggulan yang akan dikembangkan di KEK adalah 7 zona eksklusif yang dapat dibangun sesuai klasifikasinya, yakni pengolahan ekspor, technopark, logistik, industri, pariwisata, jasa keuangan, dan olah raga. Setiap zona pasti akan mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan klasifikasinya, misalnya industri-industri yang ada di zona pengolahan ekspor akan mendapatkan keringanan bea keluar yang lebih besar dibandingkan dengan zona lainnya. <br />Tentu KEK atau FTZ akan berhasil dikembangkan apabial memiliki keunggulan dalam jaring distribusi global, selain tentu tergantung faktor-faktor lain, seperti kualitas SDM, kebijakan-kebijakan ekonomi makro, maupun kebijakan sektoral, dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota), diwilayah bersangkutan yang kondusif dalam arti mendukung pelaksanaan KEK atau FTZ, dan keunggulan-keunggulan komparatif lainnya yang dimiliki oleh KEK atau FTZ. Ada dua masalah utama yang juga harus ditangani secara serius yang hingga saat ini oleh FTZ yang bersifat mendasar dan sekaligus merupakan syarat utama dari keberhasilan suatu KEK atau FTZ. (Tambunan, 2009)<br /><br />2.4.4 Arus Masuk Modal Asing Jangka Pendek<br />Besarnya arus modal asing jangka pendek ke Indonesia selain dekade 1980-an hingga krisis terjadi disebabkan antara lain oleh:<br />1. Tingkat suku bunga pinjaman maupun deposito (dalam nilai nominal maupun riil) di Indonesia selama periode tersebut terlalu tinggi dibandingkan dengan di negara-negara industri maju, bahkan tertinggi di dunia. <br />2. Pemerintah terlalu lama mempertahankan rezim nilai tukar tetap (pegged floating), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama itu terlalu overvalued, dengan laju depresiasi rata-rata per tahun hanya 5 persen.<br />3. Kesamaan penyebab krisis di Amerika Latin dengan di Indonesia adalah rapuhnya sistem perbankan dengan strategi investasi yang buruk yang ditujukan dengan banyaknya pinjaman dalam bentuk portofolio yang tidak dapat ditagih (Harberger, 1997)<br />4. Defisit saldo transaksi berjalan yang besar setiap tahun yang membuat semakin banyaknya modal asing yang masuk, terutama dalam bentuk pinjaman, yang memang sangat diperlukan untuk membiayai defisit eksternal tersebut. <br />5. Banyaknya pembelian saham-saham dari perusahaan-perusahaan nasional oleh investor-investor asing juga sebagai salah satu pendorong arus modal asing jangka pendek membanjiri Indonesia. <br /><br />2.4.4.1 Kebijakan Pemerintah mengenai arus modal asing<br /> Dalam hal ULN, tentu usaha utama yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan ekspor dari produk-produk dimana Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetititf yang tinggi, yakni terutama produk-produk agroindustri. Tentu dalam pemilihan produk-produk ekspor andalan, selain memperhatikan faktor-faktor keunggulan tersebut, perlu juga diperhatikan bahwa produk-produk ekspor yang akan dikembangkan adalah produk-produk yang selain memiliki nilai tambah yang besar juga memiliki harga pasar dunia yang stabil dan prospek permintaan dunia yang bagus. Dalam waktu yang bersamaan, impor khususnya barang-barang konsumsi, modal, dan pembantu harus dikurangi secara bertahap dala suatu kurun waktu yang pasti. Untuk maksud ini, perlu dikembangkan industri-industri di dalam negeri yang membuat produk-produk tersebut, tidak dengan proteksi seperti halnya yang pernah dilakukan terutama pada era 1970-an (import substitution policy), tetapi berdasarkan faktor-faktor keunggulan komparatif dan kompetitif yang ada.<br />Sedangkan, untuk mengurangi ketergantungan pada investasi asing jangka pendek perlu ditingkatkan tabungan nasional. Untuk maksud itu, selain pendapatan riil masyarakat perlu ditingkatkan, perlu juga dikembangkan sektor perbankan/keuangan, termasuk pasar modal yang baik dengan struktur yang kuat dan mekanisme pelaksanaannya yang efisien, yang didukung oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi (khususnya moneter) yang menciptakan iklim menabung dan investasi di dalam negeri yang kondusif. <br />Di sektor keuangan, untuk mendorong bergeraknya sektor usaha atau sektor riil, Bank Indonesia harus menurunkan BI rate hingga mencapai 8.25, tetapi ini juga belum mendorong perbankan untuk segera menyalurkan dananya ke sektor produktif tetapi masih ke sektor konsumtif yang resiko macetnya rendah serta menyimpannya di SBI. Saat ini tampak rupiah menjadi komoditas perdagangan, lepas dari sektor riil. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya pelayanan publik yang diberikan pemerintah pada rakyat, biaya hidup semakin tinggi, sementara tingkat GNP malahan semakin turun dan berada di bawah rata-rata sebelum krisis yang menambah jumlah masyarkat miskin. Selain itu, banyak kekayaan negara (telekomunikasi dan perbankan) yang berpindah tangan ke pihak swasta asing juga menjadi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.<br />Untuk menggairahkan kegiatan investasi dan pelayanan investasi, pemerintah menawarkan konsep pelayanan satu atap. Kegiatan investasi pelayanan satu atap ini lahir dengan keluarnya keppres no. 29 tahun 2003. Lahirnya keppres tersebut dilatarbelakangi suasana euforia UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Desentralisasi disemangati secara berlebih, sehingga daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) mengeluarkan berbagai Perda pajak dan retribusi daerah, yang pada akhirnya memberatkan dunia usaha dan investasi. <br />Mungkin upaya pemerintah meningkatkan investasi riil di dalam negeri mencapai klimaksnya pada saat UU penanmn modal no. 25/2007 diterbitkan. Dalam pasal 4-nya, perintah menetapkan kebijakn dasar penanaman modal untuk: <br />(a) Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional;<br />(b) Mempercepat peningkatan penanaman modal. <br /><br />UU PM No.25 tahun 2007 dapat dikatakan sudah mencakup semua aspek penting (termasuk soal pelayanan, kordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki oleh investor) yang terkait erat dengan upaya peningkatan investasi dari sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusaha/ investor. Dua di antara aspek-espek tersebut berpengaruh positif terhadap kegiatan penanaman modal, diantaranya yaitu: <br />o Bab 1 pasal 1 no. 10 mengenai ketentuan umum: pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyehlenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. Memang membangun sistem pelayanan satu atap tidak mudah, karena sangat memerlukan visi yang sama dan koordinasi yang baik antar lembaga-lembaga pemerintah yang berkepentingan dalam penanaman modal (Tambunan, 2007).<br />o Bab 3 pasal 4 no.2b mengenai kebijakan dasar penanaman modal: Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepastian hukum yang tidak ada di Indonesia sejak berlalunya era orde baru sering dikatakan sebagai salah satu penghambat investasi, khususnya PMA di dalam negeri. <br /><br />Pemerintah sengaja membuat undang-undang tentang modal asing dengan persyaratan yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi diperlukan sekali untuk membantu memulihkan perekonomian dalam negeri yang porak poranda. Dalam UU No.1/tahun 1967 antara lain ditetapkan:<br />• Penanaman modal dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun; keringanan pajak perusahaan PMA sebesar lebih dari 50% selama lima Tahun; ijin untuk menutup kerugian-kerugian perusahaan sampai periode sesudah tax holiday itu; dan pembebasan penanaman modal asing dari bea impor atas mesin serta perlengkapan dan bahan baku.<br />• Jaminan tidak akan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi akan diganti rugi.<br />• Masa operasi PMA adalah 30 Tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil perundingan ulang.<br />• Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.<br />• Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula (valuta asing) keuntungan dan dana penyusutan yang diperoleh dari penjualan saham yang disediakan bagi orang-orang Indonesia.<br />• Sector-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu meliputi pekerjaan umum (seperti pelabuahan dan pembangkit tenaga listrik); msdia massa; pengangkutan (palayaran dan penerbangan); prasarana; serta segala industry yang berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan Negara.<br /><br />Undang-undang yang berisi 13 bab dan 31 pasal ini, di undangkan per 10 Januari 1967, kemudian dilengkapi dengan UU No. 11/Tahun 1970. Undang-undang penyempurnaan ini lebih merinci lagi berbagai kelonggaran dalam bidang perpajakan bagi PMA. UU No. 6/Tahun 1968 tentang PMDN berintikan pemberian sejumlah kemudahan dalam bidang perpajakan dan kredit kepada para penanam modal dalam negeri. Undang-undang ini pun kemudian disempurnakan, yakni dengan UU No. 12/Tahun 1970, tetapi perundangan tersebut sudah jauh berbeda dengan perundangan-perundangan pemerintah sekarang yang sudah disesuaikan dengan perkembangan jaman. <br />Dari uraian di atas maka diperlukan langkah bersama, nyata, terukur, dan tidak bisa ditunda. Kelesuan perekonomian yang sudah berlangsung lama harus segera diakhiri. Indonesi sudah tertinggal dengan hampir semua negara ASEAN. Kuncinya adalah kebersamaan, keseriusan dan konsistensi untuk mengakhiri ini semua. Adanya dua visi yaitu visi yang dibuat oleh pemerintah (2005-2025) dan visi 2030 yang dibuat oleh Indonesia forum dapat berdamapak dua yaitu memberikan arah yang lebih pasti masa depan Indonesia 10 atau 20 tahun atau keadaan yang semakin buruk dari saat ini karena implementasinya yang tidak sesuai rencana. Seluruh perangkat kebijakan sudah tersedia hanya tinggal menjalankannya secara benar dengan penuh tanggung jawab dan konsisten. Pemerintah baik pusat, provinsi, kabupaten/kota saat ini memang harus kerja ekstra keras dan fokus untuk memperbaiki struktur perekonomian yang kuat. Harus ada skala prioritas, fokus, komprehensif dan berpihak kepada rakyat. <br />Hal lain mempertegas kewenangan pusat dan daerah atau membuka pelayanan terpadu pusat didaerah untuk mempercepat dan mempermudah perizinan bagi investor. Hindari kebijakan yang berubah-ubah seperti pada saat Batam dijadikan Otorita Batam dengan memberikan berbagai keistimewaan dan selanjutnya setelah otonomi daerah keistimewaan tersebut dicabut. Ini salah satu contoh ketidakpastian hukum berinvestasi di Indonesia.<br />Iklim investasi di Indonesia akan semakin membaik jika pemerintah dapat memperbaiki 10.000 peraturan daerah (perda), yang menjadi penghambat penanaman modal oleh investor dalam negeri dan asing selama ini. Sepanjang tahun 2008, pemerintah hanya mampu memperbaiki 30 persen dari 10.000 perda yang menghambat laju investasi. (Teddy Reinier Sondakh, ANTARA News).<br /><br />2.5 Strategi dan Regulasi Investasi di Indonesia<br />2.5.1 Strategi Investasi di Indonesia<br />(Rabu, 15 Oktober 2008 09:58 KB Finance )<br />Jakarta: Bagaimana strategi investasi di tengah kondisi krisis terkini? Investor Indonesia, layaknya investor Asia lainnya, ternyata masih cukup konservatif. Mereka umumnya tak mau mengambil investasi yang terlalu berisiko. Apa saja pilihan investasi orang Indonesia? Menurut survei dari ING Securities Indonesia, investor Indonesia selama triwulan III-2009 ternyata masih memilik investasi dalam bentuk uang tunai (95%) dan emas (76%). Sementara untuk periode triwulan IV-2008, hanya sedikit yang ingin berinvestasi dalam saham lokal. Bagaimana sisanya?<br />• Sebanyak 37% investor Indonesia mengatakan berminat untuk investasi pada uang tunai pada triwulan IV-2008<br />• 14% berminat untuk investasi sektor properti<br />• 29% berniat investasi emas<br />• 10% akan berinvestasi pada dana pensiun.<br />"Kami menganjurkan investor untuk tetap mempertahankan rencana investasi jangka panjang mereka ditengah gelombang pasar yang kita saksikan sekarang ini," kata Alan Harden, CEO ING Investment Management Asia/Pasifik dalam siaran persnya, Rabu (15/10/2008).<br />Ia mengaku tetap optimistis dengan kondisi ekonomi dan keuangan Asia, dan dalam jangka panjang pasar-pasar di Asia masih akan memiliki kinerja yang lebih baik ketimbang AS ataupun Eropa.<br />• Indeks Sentimen Investor<br />Sementara survei triwulanan ING menunjukkan, indeks sentimen investor di Asia turun hingga 39% ke posisi 86 di triwulan III-2008, dibandingkan posisi 141 di triwulan III-2008. Secara quarter to quarter, indeks ini juga turun 21%.<br />Untuk investor Indonesia, indeks juga menunjukkan penurunan hingga 7,5% dalam 12 bulan terakhir. Padahal pada triwulan III-2008, indeks sentimen investor Indonesia sempat naik 15% menjadi 123 pada triwulan III-2008.<br />Selain itu, mayoritas investor Indonesia juga masih khawatir terhadap inflasi, meski cukup banyak yang berpendapat angkanya akan turun pada triwulan IV-2008. Data juga menunjukkan bahwa masalah kelangkaan likuiditas dan perlambatan ekonomi AS mulai mempengaruhi sentimen investor.<br />• Sebanyak 54% keputusan investasi investor Indonesia mulai terpengaruh oleh ketatnya likuiditas pada triwulan III.<br />• 51% keputusan investasi lumayan terpengaruh oleh situasi ekonomi AS pada triwulan III.<br />"Sampai batasan tertentu, ekonomi domestik telah melindungi Indonesia dari dampak langsung kondisi global dan ekonomi domestik tertopang oleh kuatnya harga-harga komoditas sepanjang tahun ini," ujar Robert Scholten, Presdir ING Securities Indonesia.<br />Namun menurutnya, semakin bergejolaknya situasi dai AS, Eropa serta penurunan drastis di beberapa pasar Asia, menyebabkan sentimen investor lokal mulai menurun. Hal itu terlihat dari bergejolaknya pasar Indonesia 2 pekan belakangan ini sebagai reaksi pasar global.<br />"Memasuki triwulan terakhir 2008, kami melihat sentimen investor Indonesia akan terus menurun, seperti negara-negara Asia lainnya, investor Indonesia akan lebih memilik berinvestasi pada uang tunai, simpanan dan emas meskipun adanya potensi peningkatan di pasar saham," urai Scholten. (kilasberita.com/amz/dtc).<br />http://www.kilasberita.com/kb-finance/ekonomi-a-moneter/8174-strategi-investasi-orang-indonesia<br /><br />• Sultan Hamengkubuwono X menawarkan ‘restorasi’ terhadap sejumlah kebijakan selama era reformasi yang dinilai merugikan bangsa Indonesia.<br />Sebagai salah seorang deklarator Ciganjur yang menuntut reformasi tahun 1998, dia merasa reformasi semakin menjauh dari cita-cita awal. “Kalau konstitusi menyatakan segala yang terkandung di dalam tanah udara, air dan sebagainya menjadi miliki negara, sekarang tak ada ketentuan yang megatur itu. Siapa pun boleh punya,” kata Sri Sultan kepada BBC baru-baru ini.<br />Akibat kebijakan tersebut, kata Sultan, kekayaan Indonesia dikeruk dan dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan asing tanpa memberikan nilai lebih bagi rakyat Indonesia, selain sebagai buruh.<br />Menurutnya, investasi asing perlu dikendalikan untuk memastikan investasi tersebut memberikan kontribusi bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dia berjanji akan mendorong perubahan undang-undang yang mengatur kekayaan negara tersebut, apabila terpilih menjadi presiden tahun 2009.<br />“Kenapa kita tidak bisa mengatakan, misalnya, bahwa semua transaksi yang terjadi pada penggundulan hutan, pada tanah yang digali, pada proses laut, harus dilakukan di bumi Indonesia dengan perbankan Indonesia. Kenapa kita tidak berani melakukan itu?”, tanya Sultan.<br />Selain itu, dia berencana menjadikan semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai strategi olah kreatif untuk menjadikan masyarakat rukun dan bersatu.<br />http://sxpriyan.wordpress.com/2009/01/21/sultan-ingin-ubah-strategi-investasi/<br /><br />2.5.2 Regulasi Investasi di Indonesia<br />“Berhadapan dengan kepentingan investasi, posisi pemerintah dinilai lemah. Lemahnya posisi tawar itu diantaranya berdampak negatif pada persoalan sosial dan lingkungan. Pemerintah terkesan tidak tegas dan ”takut” saat berhadapan dengan investor.”<br />”Pemerintah tidak tegas dam jadi ketakutan ketika berhadapan dengan investor. Karena takut di-abritasekan, keluarlah peraturan pemerintah pengganti undang-undang( perpu) bagi 13 perusahaan di kawasan hutan lindung,” kata pemerhati lingkungan dan peneliti senior Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan (ICEL), Mas Achmad Sentosa, di Jakarta, awal pekan ini.<br />Misalnya, Perpu nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 14/1999 tentang Kehutanan yang memungkinkan 13 perusahaan pertambangan beroperasi di hutan lindung. Turunannya adalah PP No.2/2008, yang mengatur jenis dan tarif atas permintaan negara bukan pajak dari alih fungsi hutan.<br />Posisi pemerintah semakin lemah karena negara asal investor asing menerapkan stándar ganda. Di satu sisi menolak kecerobohan, disisi lain membela investornya yang bermasalah di Indonesia. Ekonom dari Tim Indonesia Bangkit, Hendri Saparini, menyatakan, di tengah iklim investasi yang sedang “nervous” seperti saat ini, dampak negatif dari aktifitas ekonomi tak akan masuk pertimbangan penting. Yang penting, pertumbuhan ekonomi dahulu.<br />“Jangankan memberi regulasi investasi yang lebih ketat, untuk memberi arahan saja tidak ada”, ujarnya. Menurut Hendri, setiap departemen barangkali memiliki syarat-syarat terkait perlindungan sosial dan lingkungan. Namun implementasinya jauh dari ideal.<br />Mas Achmad menjelaskan, pengaturan ketat soal lingkungan dan perlindungan sosial dalam aktifitas ekonomi sebenarnya bukan halangan berinvestasi. Di negara maju-asal investor-investor asing-investasi terus tumbuh sekalipun persyaratan ramah lingkungannya jauh lebih ketat dibandingkan di Indonesia.<br />Ketidak jelasan seperti bidang penegakan hukum dan transparansi birokrasi itulah yang sebenarnya menjadi halangan, bukan soal syarat ketat pada aspek lingkungan,” kata dia. Hambatan lain, lanjut Hendri, adalah ketidak jelasan penataan dibidang investasi. Sementara itu, sebahagian besar investor terus menerus mengimpor bahan baku yang idealnya dikembangkan oleh pemerintah. Menurut Achmad, ”Pandangan bahwa pengetatan berbagai syarat berinvestasi itu sebagai hambatan patut diluruskan”. (GSA). (Sumber: Kompas, Jumat, 30 Mei 2008)<br />http://osscenter.net/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=88&Itemid=2<br />YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah bakal merevisi berbagai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang selama ini dinilai belum ramah investasi. Pemerintah mendorong pengusaha dan pekerja berdialog intensif untuk mencari solusi dan formula yang efektif agar peraturan ketenagakerjaan yang ada mampu melindungi kedua pihak secara adil.<br /><br />Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengungkapkan hal ini seusai meninjau lembaga kerja sama (LKS) bipartit dan pabrik I PT Sari Husada di Yogyakarta, Senin (2/11). Turut hadir, Wakil Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Presiden Direktur Sari Husada Budi Isman, Chusnunia selaku anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Depnakertrans Myra Maria Hanartani.<br />"Perlu ada aturan hukum yang kondusif agar tercipta hubungan industrial yang baik sehingga kesejahteraan karyawan pun meningkat. Penyempurnaan sistem perlindungan dan tata perundang-undangan harus terus dilakukan agar investor tertarik untuk masuk," kata Muhaimin.<br />Namun, pemerintah belum akan mengambil langkah proaktif untuk memulai penyempurnaan regulasi tersebut. Menakertrans memilih menunggu serikat pekerja dan asosiasi pengusaha membicarakan lebih rinci mengenai peta masalah ketenagakerjaan hasil rembuk nasional di Jakarta, pekan lalu.<br />Pemerintah ingin melakukan berbagai terobosan demi menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga dapat tercipta lebih banyak pekerjaan bagi 95,8 juta angkatan kerja. Pemerintah juga terus berupaya menekan pengangguran terbuka yang mencapai 9,2 juta orang.<br />Menurut Muhaimin, syarat utama menjaga hubungan industrial yang baik antara perusahaan dan karyawan adalah penghargaan terhadap komitmen dan memelihara komunikasi bipartit. Hal ini menjadikan hubungan industrial tidak hanya berfungsi mengembangkan perusahaan, tetapi juga meningkatkan investasi untuk mengurangi pengangguran.<br />Menurut catatan Kompas, polemik yang tak kunjung usai saat ini adalah soal pesangon dan sistem kerja kontrak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kemudahan pendirian serikat pekerja menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan undang-undang yang berkait dengan jaminan sosial tenaga kerja. Pengusaha keberatan dengan pesangon senilai 32 kali upah dan serikat pekerja terus menolak sistem kerja kontrak.<br />Pemerintah pernah berupaya merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 pada akhir tahun 2005. Namun, rencana ini gagal karena ditolak pekerja. Sedikitnya 100.000 pekerja berunjuk rasa di Jakarta dan seluruh Indonesia menentang revisi tersebut bertepatan dengan hari buruh internasional pada 1 Mei 2006 (Mayday).<br />Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Rekson Silaban mengatakan, serikat buruh siap saja berdialog, baik di forum bipartit, maupun tripartit nasional. Rekson menawarkan, solusi sistem kontrak kerja harus dihapus bila pemerintah ingin menurunkan nilai pesangon.<br />"Selama ini, pesangon menjadi pegangan bagi buruh jika sewaktu-waktu mereka terkena PHK. Kalau mau diturunkan, pemerintah harus menghapus sistem kerja kontrak yang semakin lama semakin parah dan tidak memberikan masa depan yang sejahtera bagi buruh," kata Rekson.<br />http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/11/02/21113013/Regulasi.yang.Hambat.Investasi.Bakal.Direvisi/all<br /><br /> <br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />1. Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal sebagai bentuk penanaman modal dalam bentuk barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi yang berfungsi untuk meningkatkan/menambah kemampuan memproduksi (produktivitas) barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian dan diharapkan akan membawa keuntungan di masa depan. <br />2. Menurut Sadono Sukirno (2003: 109) menyatakan bahwa tingkat investasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh, tingkat bunga, ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan, perubahan dan perkembangan teknologi, tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.<br />3. Perkembangan investasi di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup tajam terhitung dari tahun 1967 sampai sekarang. Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh peningkatan investasi dan perluasan sektor industri. Akan tetapi pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah dan berkepanjanagan sehingga menyebabkan penurunan investasi. Dampak krisis 1997 dirasakan belum pulih, bahkan kondisi sepuluh tahun pasca krisis pemerintah belum dapat mencari solusi secara komprehensip untuk memperbaiki dan meningkatkan investasi di Indonesia. Tetapi secara perlahan investasi di Indonesia mulai menunjukan peningkatan ditandai dengan meningkatnya penanaman modal oleh investor asing dan lokal di Indonesia.<br />4. Dalam perkembangannya, investasi di Indonesia mengalami kendala-kendala yang menyebabkan penurunan investasi, kendala tersebut antara lain sulitnya investor asing untuk menanamkan modalnya karena proses pelayanan perizinan yang berbelit-belit, selama beberapa tahun belakangan ini memang sering dikeluhkan oleh pengusaha karena pelayanan perizinan di Indonesia sebelum dan sesudah otonomi daerah membawa implikasi pada pungutan yang lebih besar dan biaya resmi. Biaya pungutan dan mekanisme prosedur perizinan ini merupakan biaya transaksi. Karena biaya transaksi terlalu tinggi dampaknya menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Selain itu ketimpangan investasi dan kesenjangan realisasi investasi menjadi kendala karena akan menyebakan ketimpangan pertumbuhan antar sektor.<br />5. Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan investasi di Indonesia salah satunya adalah dengan menawarkan konsep pelayanan satu atap. Kegiatan investasi pelayanan satu atap ini lahir dengan keluarnya keppres No. 29 tahun 2003. Lahirnya keppres tersebut dilatarbelakangi suasala euforia UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. UUPM No.25 tahun 2007 dapt dikatakan sudah mencakup semua aspek penting (termasuk soal pelayanan, kordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki oleh investor) yang terkait erat dengan upaya peningkatan investasi dari sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusaha/ investor.<br /><br />3.2 Saran<br />Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal di Indonesia, perlu diciptakan iklim investasi dan usaha yang lebih menarik. Strategi kebijakan yang harus dilakukan perlu kiranya dipertimbangkan, pertumbuhan Investasi yang semakin pesat menunjukan bahwa potensi sumber pembiayaan asing ini relatif besar dan masih terbuka. Hal ini sejalan dengan kemampuan dan keunggulan yang dimiliki yang terbukti memberikan konstribusi bagi percepatan pembangunan di suatu negara.<br />Untuk mengurangi dampak negatif dari kehadiran PMA dan PMDN di Indonesia, maka Pemerintah Pusat dan Daerah perlu merevisi berbagai ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan peliharaan kelestarian dan kualitas lingkungan hidup dan lingkungan alam. Perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut wajib menggantikan kerugian dengan jumlah penalti yang besarnya cukup untuk memperbaharui kerusakan-kerusakan yang dilakukan. Bagi para pengusaha lokal dan asing hendaknya perlu semakin sadar dan mulai menyisihkan anggaran yang memadai bagi terselenggaranya kesejahteraan masyarakat di sekitar pabrik dan lokasi usaha.<br /><br /><br /> <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.<br />Jhingan, M L. 1996. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.<br />Muana, Nanga. 2001. Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Persada Grafindo.<br />Suharsono, Sagir. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.<br />Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. (1997). Makro-Ekonomi, Edisi Keempatbelas. Jakarta: Erlangga<br />Sjahrir. 1995. Catatan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Adhiprint Indonesia<br />Sjahrir. 1995. Formasi Mikro-Makro Ekonomi Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.<br />Tulus, Tambunan. 1998. Krisis Ekonomi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI<br />Tulus, Tambunan. 2009. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.<br />http://www.jakartapress.com/news/Iklim-Investasi-di-Indonesia-Akan Meningkat.jp.htm<br />http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/WBI/WBIPROGRAMS/ICLP/0,,contentMDK:20741014~isCURL:Y~menuPK:461190~pagePK:64156158~piPK:64152884~theSitePK:461150,00.html<br />http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/11/02/21113013/Regulasi.yang.Hambat.Investasi.Bakal.Direvisi/all<br />http://www.kilasberita.com/kb-finance/ekonomi-a-moneter/8174-strategi-investasi-orang-indonesia<br />http://sxpriyan.wordpress.com/2009/01/21/sultan-ingin-ubah-strategi-investasi/<br />http://osscenter.net/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=88&Itemid=2<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-75137005406574434232010-01-11T07:32:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.690-07:00PI_Edi-dIstribusi Pendapatan<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Banyak orang yang beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan dalam ketimpangan distribusi pendapatan atau disebut dengan ketimbangan relatif. Dengan kata lain, para ekonom berpendapat bahwa antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan distribusi pendapatan terdapat suatu trade off, yang membawa implikasi bahwa pemerataan dalam pembagian pendapatan hanya dapat dicapai jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu akan disertai penurunan dalam distribusi pendapatan atau kenaikan dalam ketimpangan relatif.<br />Menurut para kritikus, pembangunan ekonomi bukan hanya menyebabkan kenaikan dalam ketimpangan relatif, tetapi lebih parah lagi akan membawa pula kemerosotan taraf hidup absolut dari golongan miskin. Dengan kata lain, bukan saja ketimpangan relatif tetapi juga kemiskinan absolut akan bertambah akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hasil-hasil penelitian pertama mengenai hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang dilakukan oleh Prof. Simon Kuznets dari Universitas Harvard menunjukkan bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal pada umumnya disertai oleh kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam distribusi pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut.<br /> Struktur distribusi pendapatan nasional akan menentukan bagaimana pendapatan nasional yang tinggi mampu menciptakan perubahan dan perbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesulitan yang lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak merata hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja. Sejumlah ahli ekonomi berpendapat bahwa perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi, terutama kepemilikan barang modal. Jadi, seperti telah dikemukakan pada awal pembahasan ini, pihak yang memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula dibandingkan dengan pihak yang memiliki sedikit barang modal.<br />Di Indonesia pada awal Orde Baru para pembuat kebijaksanaan dan perencana pembangunan di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi yang pada awalnya terpusatkan hanya di Jawa, Khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan hanya di sector-sektor tertentu saja, pada akhirnya akan menghasilkan “Trickle Down Effects”. Didasarkan pada pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga akhir tahun 1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Orde Baru lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi. <br />Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pusat pembangunan ekonomi nasional di mulai di Pulau Jawa dengan alasan bahwa semua fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, seperti transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya lebih tersedia di pulau jawa, khususnya Jakarta, dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Pembangunan saat itu juga hanya terpusatkan pada sektor-sektor tertentu saja yang secara potensial memiliki kemampuan besar untuk menyumbang nilai pendapatan nasional yang tinggi. Pemerintah saat itu percaya bahwa nantinya hasil dari pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indonesia lainnya.<br />Ada berbagai cara untuk mengetahui prestasi pembangunan suatu negara yaitu dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan non-ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan. Dalam aspek pendapatan digunakan konsep pendapatan perkapita, namun hal tersebut belum cukup untuk menilai prestasi pembangunan karena tidak mencerminkan bagaimana pendapatan nasional sebuah negara terbagi di kalangan penduduknya, sehingga tidak memantau unsur keadilan atau kemerataan. Untuk itu diperlukan data mengenai kemerataan distribusi pendapatan dimana perhatiannya bukan hanya pada distribusi pendapatan nasional tapi juga distribusi proses atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.<br />Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade 1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan, diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat dari 6% menjadi 78%, sementara upah riil turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara tahun 1996 dan 1999 proporsi orang yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dari 18% menjadi 24% dari jumlah penduduk. Pada saat yang sama, kondisi kemiskinan menjadi semakin parah, karena pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun jauh di bawah garis kemiskinan.<br /><br />1.2 Perumusan Masalah<br />Berkaitan dengan permasalahan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan yang dijelaskan di atas maka ada beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai perumusan masalah dengan tujuan agar pembahasan dapat terfokus pada masalah yang telah di jabarkan diatas. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut :<br />1. Analisis distribusi pendapatan di Indonesia?<br />2. Analisis ketimpangan pembangunan di indonesia?<br />3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia?<br />4. Bagaimana pandangan Islam tentang kemiskinan serta solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Konsep dan Teori Distribusi Pendapatan<br />Untuk menilai keberhasilan dalam pembangunan sebuah Negara dapat dilihat dari berbagai macam cara dan tolak ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan non ekonomi. Penilaian dengan menggunakan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non-pendapatan. Distribusi pendapatan merupakan cerminan dari merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu Negara dikalangan penduduknya. Pemerataan pendapatan antar penduduk atau rumah tangga mengandung dua segi. Pertama adalah meningkatkan tingkat hidup masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti mempersempit berbedanya tingkat pendapatan antar rumah tangga. <br />Para ahli ekonomi pada umumnya membedakan antara dua ukuran utama dari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun kuantitatif yaitu:<br />1. Distribusi Pendapatan Perseorangan <br />Distribusi Pendapatan perseorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu/perorangan termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang, tidak dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu/rumah tangga untuk memperoleh pendapatannya, banyaknya anggota rumah tangga yang mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta apakah penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan. Demikian pula tempat dan sektor sumber pendapatan pun turut diabaikan.<br />2. Distribusi Pendapatan Fungsional<br />Distribusi Pendapatan Fungsional mencoba menerangkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut terdiri dari tanah (SDA), tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan fungsinya, seperti buruh menerima upah, pemilik tanah menerima sewa, dan pemilik modal menerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan distribusinya pada produksi nasional, tidak lebih dan tidak kurang.<br />Distribusi Pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi ini akan berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan. Adapun pertumbuhan pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:<br />a) Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah/gaji dan besarnya tergantung tingkat produktivitas<br />b) Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga hadiah/warisan.<br />2.1.1 Jenis-Jenis Distribusi Pendapatan<br />Menurut Dumairy (1996: 56) distribusi Pendapatan dalam kaitannya dengan pemerataan pembagian pendapatan, dapat dilihat dari tiga segi yaitu:<br />1) Distribusi Pendapatan antar lapisan pendapatan masyarakat.<br />2) Distribusi Pendapatan antar daerah, dalam hal ini antar wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan.<br />3) Pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar propinsi dan antar kawasan (barat, tengah, timur)<br />Sedangkan menurut Todaro (2004: 222) pembagian pendapatan dapat dilihat dari tiga segi yaitu: <br />1) Pembagian pendapatan antar golongan (size distribution income)<br />2) Pembangunan pendapatan antar daerah perkotaan dan pedesaan (urban regional income disparities), dan<br />3) Pembangunan pendapatan antar daerah atau propinsi (regional income disparities)<br />2.1.2 Determinan-Determinan Distribusi Pendapatan<br />A. Menurut Komaruddin<br />Dalam kenyataan terlihat bahwa faktor-faktor yang cenderung membuat ketidaksamaan pendapatan perseorangan dapat dicari dari faktor-faktor yang bersifat perorangan dan bersifat sosial. Di dalam perekonomian yang menunjukkan bahwa pendapatan terutama diterima dari penjualan sumber-sumber produksi atau penjualan jasa-jasa sumber produksi itu, akan kita temukan dua faktor yang akan membawa ketidaksamaan, yaitu :<br />1. Perbedaan penilaian keahlian dan bakat perseorangan<br />2. Perbedaan jumlah pendapatan yang menciptakan milik yang dikuasi setiap orang<br />Kebijakan untuk merubah pembagian pendapatan yang akan diterima penduduk selalu menjadi bahan pemikiran utama dalam perencanaan pemerintah, walaupun untuk sebagian besar berlandaskan pada etika. Pemerintah pada dasarnya dapat merubah distribusi pendapatan dengan berbagai cara, sedikitnya ada tiga cara untuk mencapai sasaran tersebut, yaitu :<br />1. Pemerintah dapat mengatur kembali distribusi pendapatan melalui upaya untuk mengubah pola milik atas sumber-sumber. Untuk merubah pola itu beberapa negara telah memungut pajak kematian dan penetapan batas jumlah pendapatan yang menciptakan milik.<br />2. Pemerintah dapat mengatur kembali distribusi pendapatan dengan mencoba untuk merubah pola harga sumber-sumber ekonomi, melalui penetapan upah yang terendah atau harga terendah untuk hasil produksi tertentu.<br />3. Pemerintah dapat merubah pendapatan perseorangan yang bebas dari milik sumber-sumber ekonomi atau harga sumber-sumber dengan pajak pendapatan perseorangan atau kebijakan yang mempengaruhi daya beli uang di satu pihak dan pengeluaran umum di lain pihak. (Komaruddin. (1978 :76 – 79).<br /><br /><br /><br />B. Menurut Thee Kian Wie<br />Ada tiga faktor pokok yang ikut mempengaruhi distribusi pendapatan, yaitu :<br />1. Pembagian harta (assets), ketimpangan harta baik dalam arti fisik dan bukan fisik. Harta fisik seperti modal, tanah, mesin, dan lainnya sedangkan harta bukan fisik yaitu keterampilan manusia. Harta ini menghasilkan pendapatan, sehingga makin tinggi pendapatannya. Kebijakan yang dapat dilakukan adalah melalui perpajakan progresif dan pembayaran transfer (subsidi) kepada golongan miskin, dan dalam jangka panjang ditempuh melalui perubahan pola investasi sedemikian rupa, sehingga lambat laun golongan yang berpendapatan rendah sanggup untuk memupuk lebih banyak harta.<br />2. Stategi pembangunan. Dalam hal ini lebih banyak negara yang mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada mementingkan pemecahan efektif masalah pemerataan pendapatan dan kemiskinan absolut. Sehingga diperlukan perubahan orientasi tujuan pembangunan.<br />3. Kebijakan fiskal. Di samping stategi pembangunan yang kadang-kadang dapat bersifat regresif, maka kebijakan fiskal, termasuk kebijakan dalam perpajakan, ternyata sering pula bersifat regresif, walaupun di atas kertas sistem perpajakan bersifat progresif. (Thee Kian Wie, 1981 : 70 – 77)<br /><br />C. Menurut Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris<br />Dalam bukunya Lincolin Arsyad (1988 : 58), dijelaskan bahwa menurut Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris ada 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara berkembang, yaitu :<br />1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita<br />2. Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang<br />3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah<br />4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan dari harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah<br />5. Rendahnya mobilitas sosial<br />6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis<br />7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang<br />8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.<br /><br />D. Menurut M.P Todaro<br />Ada empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah masing-masing berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor-faktor penentu utama atau baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di sebagian negara berkembang. Adapun keempat elemen pokok tersebut adalah :<br />1. Distribusi fungsional. Hal ini pada dasarnya menyangkut segala sesuatu yang berkenaan dengan tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal, yang sangat dipengaruhi oleh harga relatif dari masing-masing faktor produksi tersebut, tingkat pendayagunaan (ini berkenaan dengan faktor teknologi), dan bagian atau persentase dari pendapatan nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor tersebut.<br />2. Distribusi ukuran. Ini adalah distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai suatu ukuran distribusi kepemilikan dan penguasaan aset (faktor-faktor produksi non manusia atau sumber daya fisik) produktif dan faktor keterampilan yang terpusat dan tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.<br />3. Program redistribusi pendapatan. Pengambilan sebagian pendapatan golongan-golongan penduduk yang berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak secara proporsional terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka, untuk selanjutnya dimanfaatkan guna mengangkat kesejahteraan lapisan penduduk termiskin.<br />4. Peningkatan distribusi pendapatan langsung, terutama bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berpenghasilan yang relatif rendah, melalui anggaran belanja pihak pemerintah yang dananya bersumber dari pajak, kebijakan itu disebut juga transfer payment, dan cara lain yaitu melalui penciptaan lapangan kerja, pembebasan uang sekolah, pemberian subsidi pendidikan, dan sebagainya.<br /> Pemerintah Dunia Ketiga mempunyai banyak pilihan dan alternatif kebijakan yang memungkinkannya untuk melaksanakan intervensi positif keempat bidang tersebut. Berikut sejumlah kebijakan pemerintah yang sekiranya paling relevan.<br />a. Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang khusus dirancang untuk mengubah harga-harga faktor produksi secara positif atau menghilangkan distorsi-distorsi harga faktor<br />b. Perbaikan distribusi pendapatan melalui redistribusi progresif kepemilikan aset-aset<br />c. Pengalihan sebagian pendapatan golongan atas ke golongan bawah melalui pajak pendapatan dan kekayaan yang progresif<br />d. Peningkatan ukuran distribusi kelompok penduduk termiskin melalui pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa konsumsi atas tanggungan pemerintah (M.P Todaro, 1998 : 204 – 209)<br /><br /><br />E. Menurut Anne Booth dan R.M. Sundrum<br />Berdasarkan buku yang disunting oleh H.W. Arndt (1983 : 67), bahwa menurut Anne Booth dan R.M. Sundrum ada beberapa determinan distribusi pendapatan di Indonesia, yaitu :<br />1. Pemilikian dan distribusi tanah pertanian<br />Dengan semakin bertambahnya penduduk, pemilik tanah telah menarik kembali tanahnya dari pihak penyewa dan memberikannya kepada anggota keluarganya untuk diusahakan sendiri. Oleh karena itu, keluarga-keluarga pemilik tanah sempit dan yang tidak memiliki tanah, yang sebelumnya mendapat jaminan dari pengaturan persewaan tanah jangka panjang, sekarang menjadi buruh tani ataupun penggarap tanah dengan sistem persewaan jangka pendek.<br />2. Perolehan (access) lahan. Ini berkaitan dengan kepemilikan tanah yang semakin kecil di kalangan masyarakat, sehingga semakin kecil pendapatan orang yang tidak punya tanah.<br />3. Penggantian upah dan tenaga kerja di pedesaan. Adanya penggunaan teknologi dalam pertanian telah menurunkan upah dan penggunaan tenaga kerja yang mengandalkan di sektor pertanian itu.<br />4. Term of trade sektor pertaniaan. Perbedaan hasil dan pendapatan pada masing-masing produksi pertanian.<br />5. Perolehan pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan. Tetap berkaitan dengan sektor pertanian yang menunjukkan orang yang bekerja berbeda dengan para majikannya.<br />6. Disparitas perkotaan – pedesaan. Perbedaan kondisi ekonomi dan investasi lebih banyak di perkotaan telah meningkatkan ketimpangan.<br /><br />F. Menurut W. Arthur Lewis<br />Menurut W. Arthur Lewis (1962 : 42) ada dua faktor pokok yang menentukan distribusi pendapatan sebelum kena pajak, yaitu distribusi milik dan distibusi kepandaian. Oleh karena itu, supaya dapat dipersamakan pendapatan sebelum kena pajak, yang harus dilakukan ialah memperbesar persamaan kesempatan. Pangkal semua itu sudah tentu adalah sistem pendidikan. <br />G. Menurut William Loehr dan John P. Powelson<br />Menurut William Loehr dan John P. Powelson (1981 : 140-142) dijelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi distribusi pendapatan, yaitu<br />1. Sumber daya manusia, dimana orang yang punya pendidikan lebih tinggi berpeluang memperoleh pendapatan yang tinggi.<br />2. Pertumbuhan penduduk, semakin banyak penduduk miskin maka ketimpangan akan semakin parah dan berat.<br />3. Intersectoral Shifts, antara sektor industri dan pertanian<br />4. Kebijakan publik, ini berkaitan dengan kebijakan fiskal pemerintah melalui kebijakan anggaran dan pajak.<br /><br />2.1.3 Pengukuran Distribusi Pendapatan<br />Dumairy menegaskan ada tiga cara atau tolak ukur yang lazim digunakan untuk mengukur kemerataan distribusi pendapatan, diantaranya sebagai berikut:<br /><br />1. Kurva Lorenz<br />Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 1<br />Kurva Lorenz<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Sumber : Tulus tambunan (2003)<br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2<br /> <br /><br />Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata, untuk lebih jelas, lihat gambar berikut :<br />Gambar 3<br /> <br /><br />Kesimpulan dari gambar di atas adalah bahwa gambar 5(a) menunjukan ketimpangan distribusi pendapatan yang relatif merata (ketimpangannya tidak parah), sedangkan gambar 5(b) menunjukan ketimpangan distribusi pendapatan yang relatif tidak merata (ketimpangannya parah).<br /><br />2. Indeks atau Rasio Gini<br />Indeks atau Rasio gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka nol hingga satu, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. (Dumairy, 1996:54) <br />Gini ratio merupakan alat ukur yang umum dipergunakan dalam studi empiris, yaitu dengan formula: <br /> <br /> 1 n n <br /> Gini = ---------- å å ½yi - yj ½ 0<g 1="" 2n2="" y="" i="1" j="1 " tulus="" tambunan="" nilai="" gini="" antara="" 0="" dan="" dimana="" nilai="" 0="" menunjukkan="" tingkat="" pemerataan="" yang="" dan="" semakin="" besar="" nilai="" gini="" maka="" semakin="" tidak="" sempurna="" tingkat="" pemerataan="" namun="" dalam="" studi="" studi="" empiris="" terutama="" dalam="" single="" ternyata="" kemiskinan="" tidak="" identik="" dengan="" artinya="" ukuran="" diatas="" belum="" mencerminkan="" tingkat="" studi="" yang="" dilakukan="" oleh="" ranis="" dalam="" tulus="" tambunan="" mengemukakan="" bahwa="" di="" republik="" cina="" dan="" ravallion="" dan="" datt="" dalam="" tulus="" tambunan="" mengemukakan="" bahwa="" di="" menunjukkan="" kedua="" negara="" tersebut="" dilihat="" dari="" ti="" ngkat="" pendapatan="" per="" kapita="" maupun="" ukuran="" gini="" gini="" menunjukkan="" tingkat="" kemiskinan="" yang="" cukup="" namun="" dilihat="" dari="" tingkat="" kedua="" negara="" tersebut="" masih="" lebih="" baik="" dari="" beberpa="" negera="" amerika="" latin="" yang="" mempunyai="" tingkat="" gini="" ratio="" rendah="" dan="" tingkat="" pendapatan="" perkapita="" ravallion="" dan="" datt="" memasukan="" faktor="" seperti="" tingkat="" kemudahan="" mendapatkan="" pendidikan="" yang="" hak="" mendapatkan="" layanan="" kesehatan="" yang="" mudah="" dan="" perasaan="" aman="" baik="" dalam="" mendapatkan="" pendidikan="" dan="" lapangan="" dan="" lain="" koefisien="" gini="" merupakan="" salah="" satu="" ukuran="" yang="" memenuhi="" empat="" kriteria="" prinsip="" anonimitas="" anonymity="" mengatakan="" bahwa="" ukuran="" ketimpangan="" seharusnya="" tidak="" tergantung="" pada="" siapa="" yang="" mendapatkan="" pendapatan="" yang="" lebih="" dengan="" kata="" lain="" ukuran="" tersebut="" tidak="" tergantung="" pada="" apa="" yang="" kita="" yakini="" sebagai="" manusia="" yang="" lebih="" apakah="" itu="" orang="" kaya="" atau="" orang="" prinsip="" indepedensi="" scale="" independence="" berarti="" bahwa="" ukuran="" ketimpangan="" kita="" seharusnya="" tidak="" tergantung="" pada="" ukuran="">1,50 GK<br /><br />Tabel 15<br />Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi 1996-1999<br />No Propinsi Urban + Rural<br /> 1996 1999 %<br />1 DKI Jakarta 515.427 740.347 43,64<br />2 Jawa Barat 5.958.428 8.725.329 46,44<br />3 Jawa Tengah 6.114.063 8.391.522 37,25<br />4 DI Yogyakarta 493.057 714.076 44,83<br />5 Jawa Timur 7.069.969 9.271.039 31,31<br />Pendududuk P. Jawa 20.150924 27.842.313 38,17<br />Indonesia 32.833.207 47.750.859 45,43<br />Sumber: Agus Susanto & Puguh B Irawan, “Regional Dimensions Of Poverty : Some Findings On The NatureOf Poverty”, Jakarta diolah<br /><br />Tabel di atas menggambarkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 – 1999. Secara nasional penduduk miskin sudah mencapai 32 juta jiwa tahun 1996 dengan komposisi 27,3% berada di wilayah perkotaan dan selebihnya 82,7% berada di pedesaan. Dan setelah memasuki krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin secara nasional mencapai 47 juta jiwa atau 23,6% dari 205 juta jiwa penduduk Indonesia dengan komposisi penduduk yang berada di pedesaan sebesar 66,9% dan selebihnya berada di perkotaan sebesar 33,1%. Hal tersebut memberikan arti bahwa semenjak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk miskin sebesar 45,4% tahun 1996 – 1999. Persebaran penduduk miskin menurut wilayah menunjukkan bahwa lebih kurang 58,3% tersebar di P. Jawa, di P. Sumatera tersebar 19,9%, di P. Kalimantan tersebar 5,0%, di P. Bali dan Nusra tersebar 5,8%, di P. Sulawesi tersebar 7,3% dan di Maluku-Irian Jaya tersebar 3,7%. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa erat kaitannya dengan pola persebaran penduduk yang sebagian besar berada di Jawa. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa.berdampak pada rentannya penduduk terhadap krisis ekonomi sehinggameningkatkan jumlah penduduk miskin. Komposisi penduduk miskin di P. Jawa paling besar berada di PropinsiJawa Timur sebesar 9 juta jiwa atau 19,4% dari jumlah penduduk miskinnasional. Sedangkan urutan kedua ditempati Propinsi Jawa Barat yang lebihbanyak penduduk miskin dari pada Propinsi Jawa Tengah, yaitu 8 juta jiwaatau 18,3% dari jumlah penduduk miskin nasional. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Berdasarkan pemaparan dari berbagai sumber di atas dan di dukung dengan data maka, dapat disimpulkan bahwa :<br />1. Distribusi pendapatan merupakan cerminan dari merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu Negara dikalangan penduduknya. Ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat pada data dari tahun ke tahun mengenai distribusi pendapatan kadang naik dan turun serta pada kenyatannya bahwa distribusi pendapatan di indonesia tidak merata hal ini juga terlihat dari adanya ketimpangan distribusi pendapatan antar kota, desa maupun propinsi. Pada tahun 1998 krisis ekonomi yang terjadi di Negara Indonesia tidak membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan menjadi tambah parah, bahkan kelihatannya cenderung menurun, seperti terlihat pada data di atas, koefisien Gini rumah tangga tahun 1996 adalah sebesar 0,36. Tahun 1998 turun menjadi 0,32 dan hanya meningkat sedikit menjadi 0,33 pada satu tahun berikutnya.<br />2. Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah perkotaan dan pedesaaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan regional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi indonesia, pada kenyataannya lebih terfokus pada beberapa propinsi yang mempunyai potensi yang sangat besar, (dalam pengembangan usaha), misalnya propinsi DKI jakarta, Jawa Barat, Bali,dsb. Sementara pembangunan di propinsi lainnya bisa dikatakan tertinggal dari propinsi-propinsi diatas. Hal ini menunjukkan bahwa belum meratanya pembangunan di seluruh kawasan di indonesia.<br />3. Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain: a) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat. b) Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk dan c) Kemiskinan alamiah, yaitu kemisikinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah. Kemudian dalam penyebab kemiskinan lainnya, yaitu: Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah sangat beragam (berbeda) ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah. Serta kebijakan dalam negeri seringkali dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri atau internasional antara lain dari segi pendanaan.<br />4. Pandangan islam mengenai kemiskinan adalah Kemiskinan merupakan salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari setan. Allah SWT berfirman:“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan.” (Qs. al-Baqarah [2]: 268). <br />5. Cara islam mengatasi kemiskinan yaitu sebagai berikut: <br /> Jaminan pemenuhan kebutuhan primer <br /> Pengaturan kepemilikan<br /> Penyediaan lapangan usaha<br /> Penyediaan layanan pendidikan<br /><br /><br /><br />3.2 Saran<br />Untuk meminimalisir ketimpangan pendapatan di Indonesia maka harus adanya kerjasama antara berbagai pihak atau kalangan baik dari pihak masyarakat atau swasta, terlebih lagi dari pihak pemerintah sebagai pemain peranan penting dalam kemajuan perekonomian sebuah Negara. Ketimpangan pendapatan terjadi dikarenakan tidak meratanya pembangunan, di mana pembangunan hanya terpusat pada satu daerah atau kawasan, seharusnya pembangunan harus merata di setiap daerah atau wilayah. Langkah yang dilakukan adalah: <br /> Seharusnya pemerintah menggalakan investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan terutama investasi yang dilakukan oleh pemerintah, di mana dengan adanya investasi pemerintah akan menstimuslus investasi-investasi lainnya atau investasi yang dilakukan oleh lokal maupun asing. <br />Sedangkan langkah prioritas dalam jangka pendek dengan melakukan: <br />1. untuk mengurangi kesenjangan antardaerah antara lain dengan: <br /> penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih; <br /> pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan tertinggal; <br /> redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen dana alokasi khusus (DAK). <br />2. untuk perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui: <br /> bantuan dana stimulan untuk modal usaha terutama melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro dan UKM, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. <br /> meningkatkan investasi dan revitalisasi industri termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana dan prasarana berbasis masyarakat yang padat pekerja. <br />3. Khusus untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara langsung diberikan pelayanan antara lain <br /> pendidikan gratis bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun termasuk bagi murid dari keluarga miskin dan penunjangnya; serta <br /> jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Dumairy. ( 1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga<br /><br />Tulus Tambunan. (2009). Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia <br /><br />Imamudin Yuliadi. (2009). Perekonomian Indonesia Masalah Dan Implementasi<br />Kebijakan. Yogyakarta : Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi (UPFE- UMY)<br /><br />Mudrajad Kuncoro. (2006). Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, Dan Kebijakan<br />Edisi Keempat. Yogyakarta: (UPP STIM YKPN)<br /><br />M.P. Todaro. (2004). Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan.<br />Jakarta: Erlangga<br /><br />Lincolin Arsyad. (2004). Ekonomi Pembangunan, Edisi ke-4. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. <br />Yustika, Erani, Ahmad, Dr. (2007). Perekonomian Indonesia : Satu Dekade Pasca Krisis Ekonomi. Malang : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.<br /><br />Sadono Sukirno. (1985). Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta. Lembaga penerbit FEUI.<br />Statistic Indonesia, Statistical Pocketbook Of Indonesia 2005-2008. Jakarta: BPS,<br />Indonesia <br />M. Arief Djamaluddin. (2006). Upaya Pemerataan Pembangunan<br />Tersedia : http://yohanli.com/upaya-pemerataan-pembangunan/<br />Solusi Islam atas Kemiskinan tersedia : http://www.kikil.org/forum/Thread-solusi-islam atas-kemiskinan<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-20184691378400034232010-01-11T07:31:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.662-07:00PI_Bona-Kependuduakan<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1. Latar Belakang Masalah<br />Kependudukan, ketenagakerjaan dan pengangguran adalah tiga hal yang erat kaitannya dengan perekonomian suatu negara. Kependudukan menggambarkan bagaimana struktur dan komposisi penduduk suatu negara, sedangkan ketenagakerjaan dan pengangguran menggambarkan seberapa banyak penduduk yang bekerja dan seberapa banyak penduduk yang tidak bekerja. <br />Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian. Dalam konteks ia berada baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran. Di sisi permintaan, penduduk adalah konsumen, sumber permintaan akan barang-barang dan jasa. Di sisi penawaran, penduduk adalah produsen, jika ia pengusaha atau pedagang: atau tenaga kerja, jika ia semata-mata pekerja. Dalam konteks pembangunan, pandangan terhadap penduduk terpecah dua ada yang menganggapnya sebagai penghambat pembangunan ada pula yang menganggapnya sebagai pemacu pembangunan.<br />Tentu saja tidak sembarang penduduk dengan sendirinya akan mengembangkan perekonomian. Di sisi konsumsi, permintaan akn meningkat hanya jika penduduk selaku konsumen mempunyai daya beli yang menjangkau. Sedangkan di sisi produksi, penawaran akan tanggap hanya jika penduduk selaku produsen atau sumber daya manusia memiliki kapasitas produktif yang memadai dan efisien. Dengan demikian, apakah pada akhirnya penduduk merupakan pemacu atau penghambat pembangunan, persoalannya bukan semata-mata terletak pada besar atau kecil jumlahnya. Akan tetapi juga bergantung pada kapasitas penduduk tersebut, baik selaku konsumen atau sumber permintaan maupun selaku produsen atau sumber penawaran. <br />Ketimpangan kesempatan kerja merupakan salah satu masalah utama dalam proses pembangunan Indonesia. Ketimpangan ini jelas terlihat diantara perkembangan tenaga kerja, disatu pihak, dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja itu sendiri. dilain pihak, penambahan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih pesat dibandingkan dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pembangunan Indonesia.<br />Faktor utama yang menyebabkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan dapat diperoleh apabila para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksikan. Pada umumnya pengeluaran agregat yang terwujud dalam perekonomian adalah lebih rendah dari pengeluara agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kekurangan permintaan agergat ini adalah factor penting yang menimbulkan pengangguran.<br />Penduduk dipandang dari sisi ketenagakerjaan merupakan suplai bagi pasar tenaga kerja di suatu negara. Seharusnya dengan angka ini dapat digunakan sebagai aset negara untuk membangun Indonesia tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Ketenagakerjaan dan pengangguran menjadi masalah yang “pelik” bagi Indonesia.<br />Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.<br />Situasi ketenagakerjaan dewasa ini ditandai oleh pemborosan sumber daya yang sangat besar, dan tingkat penderitaan manusia yang tidak bisa dibiarkan. Kondisi yang buruk tersebut telah mengakibatkan meningkatnya tekanan sosial, kian parahnya ketimpangan pendapatan, dan pada akhirnya akan menjadi sumber dari berbagai macam penyakit masyarakat. (Internatioal Labor Organization, World Employment Report, 1995). <br />Ketimpangan kesempatan kerja merupakan salah satu masalah utama dalam proses pembangunan Indonesia. Ketimpangan ini jelas terlihat diantara perkembangan tenaga kerja, disatu pihak, dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja itu sendiri. dilain pihak, penambahan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih pesat dibandingkan dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pembangunan Indonesia.<br />Faktor utama yang menyebabkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan dapat diperoleh apabila para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksikan. Pada umumnya pengeluaran agregat yang terwujud dalam perekonomian adalah lebih rendah dari pengeluara agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kekurangan permintaan agergat ini adalah factor penting yang menimbulkan pengangguran.<br />Menurut United Nations Development Program, Human Development Report, 1993: Berbagai kawasan di dunia kini menyaksikan suatu fenomena baru yakni pertumbuhan pengangguran. Bahkan ketika output meningkat, penyerapan tenaga kerja memerlukan waktu tenggang yang cukup lama untuk mengikutinya. <br />Ironi sekali, di dunia yang semakin modern dengan teknologi yang semakin canggih pula ternyata tidak membuat kependudukan di berbagai kawasan di dunia termasuk Indonesia lepas dari masalah-masalah kemiskinan, pengangguran dan sebagainya. <br />Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penyusun tertarik untuk membuat makalah yang berkaitan dengan kependudukan, ketenagakerjaan, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia dengan mengambil judul “KEPENDUDUKAN, KETENAGAKERJAAN, KESEMPATAN KERJA DAN PENGANGGURAN”. <br /><br />1.2. Rumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang di atas, maka lingkup permasalahan dalam makalah ini, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:<br />1. Apa yang dimaksud dengan kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran ?<br />2. Teori-teori apa saja yang menjelaskan tentang kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran ?<br />3. Bagaimana kondisi kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia dari tahun ketahun jika dilihat dari berbagai kriteria kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia ?<br />4. Apa masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran yang dihadapi Indonesia saat ini ?<br />5. Kebijakan-kebijakan apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia?<br /><br />1.3. Tujuan Penulisan Makalah<br />Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk:<br />1. Menjelaskan tentang konsep kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran.<br />2. Menjelaskan teori-teori mengenai kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran.<br />3. Mendeskripsikan masalah-masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br />4. Mendeskripsikan kondisi kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br />5. Menjelaskan macam-macam kebijakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br /><br />1.4 Manfaat Penulisan Makalah<br />Adapun yang menjadi manfaat penulisan makalah ini yaitu untuk:<br />1. Memberikan informasi mengenai konsep kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran.<br />2. Memberikan informasi mengenai teori-teori mengenai kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran.<br />3. Memberikan informasi mengenai masalah-masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br />4. Memberikan informasi mengenai kondisi kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br />5. Memberikan informasi mengenai macam-macam kebijakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kependudukan, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />2.1. TEORI<br />2.1.1. Kependudukan<br />Penduduk merupakan sumber daya penting, di samping kekayaan alam, karena penduduk memegang peranan utama dalam mengubah lingkungan ke arah yang positif maupun negatif. Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Besarnya jumlah penduduk Indonesia merupakan beban berat bagi masyarakat dan pemerintah mengingat setiap orang memerlukan ruang hidup yang mencukupi dalam memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal.<br />Populasi atau penduduk adalah sejumlah mahluk sejenis (manusia) yang mendiami atau menduduki tempat tertentu (dunia) dan bagian-bagiannya. (Ruslan H Prawiro, 1982:3 ). Menurut kaum klasik, pada umumnya penduduk dipandang sebagai penghambat pembangunan apalagi dalam jumlah yang besar yang disertai dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Dengan demikian penduduk dianggap sebagai beban pembangunan. Litertur klasik memandang jumlah penduduk besar hanya memperkecil pendapatan per kapita dan menimbulkan masalah kependudukan.<br />Robert Malthus mengungkapkan bahwa “Masa depan umat manusia suram seandainya pertumbuhan penduduk tidak dapat dikendalikan”. Pernyataan ini sesuai jika dihubungkan dengan kondisi kepadatan penduduk Indonesia yang dilihat dari proporsi sangat tidak seimbang dengan laju pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya permasalahan kependudukan tumbuh subur dan memberikan dampak yang serius pada kesejahteraan masyarakat,<br />Permasalah penduduk adalah masalah pertambahan jumlah penduduk yang sangat besar di negara-negara berkembang. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan pada upaya-upaya pembangunan karena disatu pihak pertambahan penduduk yang sangat pesat akan menimbulkan perkembangan tenaga kerja yang hampir sama cepatnya. Akan tetapi dilain pihak negara-negara itu mempunyai kemampuan yang jauh lebih terbatas untuk menciptakan kesempatan kerja baru.<br />Sebagai akibat dari kedua keadaan yang bertentangan itu, pertambahan penduduk menimbulkan masalah-masalah berikut : (i) Jumlah pengagguran yang sejak berakhirnya perang dunia kedua sudah cukup serius keadaannya makin lama makin bertambah serius lagi; (ii) Perpindahan penduduk dari daerah daerah pedesaan ke kota-kota menjadi bertambah pesat dan menimbulkan masalah urbanisasi yang berlebih-lebihan; dan (iii) Pengangguran di kota-kota besar terus menerus bertambah jumlahnya. (Sadono Sukirno, 1985:173).<br /><br />2.1.1.1 Teori Kependudukan Modern<br />1. Pandangan Merkantilisme<br />Para ahli Merkantilisme menganggap jumlah penduduk yang banyak sebagai elemen yang penting dalam kekuatan negara. Menurut pendapat penganut merkantilisme, suatu negara yang jumlah penduduknya banyak mempunyai keuntungan tertentu, terutama jika ditinjau dari segi ekonomis dan politis. Jumlah penduduk yang banyak bukan saja merupakan faktor yang penting di dalam kekuasaan negara, tetapi malah memegang peranan dalam meningkatkan penghasilan dan kekayaan negara.<br />2. Pandangan Kaum Fisiokrat<br />Menurut pandangan kaum Fisiokrat, bahwa pertumbuhan seluruh ekonomi bukan ditentukan oleh jumlah penduduk, akan tetapi ditentukan oleh semakin banyaknya pertanian. Mereka sangat menentang kebijaksanaan golongan merkantilisme yang ingin memperbanyak jumlah penduduk walaupun bila perlu dengan menurunkan tingkat kehidupan. Meskipun demikian mereka juga ikut memberikan gambaran tentang pertumbuhan penduduk yang pada umumnya memadai dengan dilandasi oleh suatu kondisi bahwa bagaimanapun masih terbuka kesempatan untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian dalam rangka menunjang pertambahan penduduk.<br /><br />3. Pandangan Cantilion (Merkantilisme) <br />Bahwa tanah merupakan faktor utama yang dapat menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan, selain itu dinyatakan pula bahwa jumlah penduduk akan terbatas karena jumlahnya akan dibatasi oleh jumlah makanan yang dapat diproduksi oleh tanah.<br />4. Pandangan Quesnay (Fisiokrat)<br />Bahwa suatu negara hendaknya mempunyai penduduk yang cukup banyak, tetapi dengan syarat agar mereka dapat mencapai taraf hidup yang layak. Dalam dalil ke XXV dan XXVI yang tercantum dalam bukunya Tableau, ia meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan bukan untuk memperbanyak jumlah penduduk (Tim Dosen PLSBT UPI, 2005 : 152).<br /><br />2.1.1.2 Teori Transisi Demografi<br />Salah satu teori kependudukan yang memberikan gambaran nyata tentang kependudukan serta kebijakannya adalah Teori Transisi Demografi. Teori ini menjelaskan bahwa teori dan kebijakan kependudukan berpangkal pada pengamatan-pengamatan tentang perubahan yang terjadi pada penduduk dari waktu ke waktu. Teori-teori kependudukan membahas sebab-sebab atau akibat-akibat dari struktur, jumlah dan penyebaran penduduk serta dinamika perubahan. Satu teori sosial modern yang utama ialah teori transisi demografis. Teori ini dikemukakan oleh Coale dan Hover (1985). Teori menyatakan bahwa setiap masyarakat memulai dengan fase angka kelahiran-kematian tinggi, kemudian disusul oleh fase menurunnya angka kematian sementara angka kelahiran masih tetap tinggi dan fase menurunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan hinga berada pada angka kelahiran dan kematian rendah. <br />Fase kelahiran dan kematian tinggi sejajar dengan fase perkembangan masyarakat tradisional agraris, dicirikan oleh ekonomi berlandaskan pertanian dengan pendapatan rendah. Unsur-unsur industrialisasi/modernisasi relatif belum berpengaruh. Tahap permulaan atau mulainya industrialisasi/modernisasi suatu masyarakat untuk pertama kali berpengaruh atas angka kematian hingga mengalami penurunan. Ini bertalian dengan pengetahuan medis yang mulai maju, perawatan kesehatan dan perbaikan gizi. Turunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan dimulai ketika masyarakat yang bersangkutan mengalami industrialisai/modernisasi yang cukup mendalam. Akhirnya ketika telah menjadi masyarakt industri atau masyarakat modern (unsur-unsur modernisasi telah berpengaruh secara mendalam) barulah dicapai angka kelahiran-kematian rendah. <br />2.1.2 Ketenagakerjaan<br />Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur dalam batas usia kerja (Dumairy, 1996: 74). Batas usia kerja setiap negara berbeda-beda. Indonesia mendasarinya pada batas umur minimum 15 tahun dan tanpa batas maksimum. Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.<br />a. Angkatan kerja <br />Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Angkatan kerja dibagi ke dalam dua sub kelompok yaitu pekerja dan penganggur, yaitu: <br /> Pekerja, merupakan orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan (saat disensus atau di survey memang sedang bekerja, serta orang-orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. <br /> Penganggur, adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan.<br />Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Seseorang dalam pasar kerja berarti dia menawarkan jasa produksinya. <br />b. Bukan angkatan kerja <br />Adalah, tenaga kerja atau penduduk yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan sedang tidak mencari pekerjaan, yaitu orang-orang yang sedang bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karier, serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen). Tenaga kerja yang bukan angkatan dibedakan menjadi tiga subkelompok yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima pendapatan lain. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.1 Pemilahan Penduduk Berdasarkan Pendekatan Angkatan Kerja (Dumairy, 1996: 75)<br /><br /><br />2.1.3 Kesempatan Kerja<br />Kesempatan kerja adalah sejumlah lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat yang telah ditempati (employment) maupun jumlah lapangan kerja yang masih kosong (vacancy). Kesempatan kerja menggambarkan tersedianya lapangan kerja di masyarakat, oleh karena itu sering diartikan sebagai permintaan akan tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Kesempatan kerja erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan-perusahaan dalam kaitanya dengan faktor produksi. <br />Macam-macam kesempatan kerja, yaitu:<br />a. Kesempatan Kerja Penuh (Full Employment) <br />Full employment adalah, keadaan yang terjadi atau berlangsung di suatu perekonomian yang mampu dan bersedia dapat bekerja, baik dipekerjakan maupun meempunyai kesempatan unuk bekerja. Full employment yang ditandai oleh jumlah pekerjaan yang tersedia atau kesempatan kerja sama besarnya dengan atau melebihi jumlah orang yang mencari pekerjaan. Jadi, setiap pekerja yang mencari pekerjaan baik itu seorang yang lulus atau pekerja mencari pekerjaan baru dapat memperoleh dengan mudah. <br />b. Kesempatan Kerja yang Berkurang (Under Employment)<br />Hal ini terjadi apabila jumlah lapangan kerja tidak cukup untuk menampunng banyaknya tenaga kerja. Under employment disebabkan oleh merosotnya kecenderungan mengkonsumsi (tercapai tingkat jenuh), merosotnya efisiensi marginal modal, dan menguatnya preferensi likuiditas (mengubah tabungan menjadi bentuk yag paling cair) karena suku bunga yang rendah sehingga menngakibatkan merosotnnya investasi yang berakibat tidak dapat menyerap seluruh angkatan kerja.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.2 Pemilahan Penduduk Berdasarkan Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (Dumairy, 1996: 76)<br /><br />2.1.4 Pengangguran<br />2.1.4.1 Konsep dan Definisi Pengangguran<br />Konsep pengangguran dan konsep setengah pengangguran merujuk kepada dua situasi yang berbeda. Perbedaan antara kedua konsep tersebut adalah sebagai berikut :<br />a. Konsep Pengangguran, merujuk pada keadaan dimana seseorang menghadapi ketiadaan kesempatan kerja.<br />b. Konsep Setengah Pengangguran, merujuk pada situasi dimana pekerjaan yang dilakuakan seseorang, dengan memperhatikan keterampilan dan pengalaman kerja orang bersangkutan, tidak memenuhi aturan-aturan atau norma-norma pekerjaan yang ditetapkan.<br />Dari kedua konsep tersebut terungkap bahwa Pengangguran merupakan keadaan dari seseorang yang mengalami hambatan di dalam usahanya untuk memperoleh pekerjaan, sedangkan Setengah Pengangguran merupakan keadaan dari seseorang yang telah bekerja tetapi mengalami ketidakpuasan atas pekerjaan yang dilakukannya.<br />Internasional Labour Organization (ILO) telah menyusun definisi internasional baku tentang penganggur dan setengah pengaggur. Penganggur adalah, seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan,serta sedang mencari pekerjaan. Setengah penganggur adalah, seseorang yang bekerja sebagai buruh/karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia menerima pekerjaan lain/tambahan. <br />Penyempurnaan pengertian pengangguran dan setengah pengangguran oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Pengangguran adalah, penjumlahan banyaknya orang yang tercakup sebagai penganggur terbuka dengan banyaknya orang yang tercakup sebagai setengah pengangguran terpaksa. Setengah penganggur adalah, orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain.<br /><br />Konsep dan definisi lainnya yang terkait dengan konsep pengangguran:<br />a. Konsep Angkatan Kerja <br />Konsep ini merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk usia kerja selama periode tertentu sampai kini. Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya. Kelompok itu disebut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja.<br />b. Penduduk Usia Kerja <br />Adalah penduduk berumur 15 tahun dan lebih.<br />c. Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja <br />Adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan yang sedang mencari pekerjaan. <br />d. Penduduk yang Termasuk Bukan Angkatan Kerja <br />Adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, mengurus rumahtanggga, atau melaksanakan kegiatan lainnya.<br />e. Bekerja <br />Adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu.<br />f. Jumlah Jam Kerja Seluruh Pekerjaan <br />Adalah jumlah jam kerja yang dilakukan seseorang (tidak termasuk jam kerja istirahat dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar pekerjaan) selama seminggu yang lalu.<br />g. Tingkat Pengangguran<br />Tingkat pengangguran terpaksa ditambah tingkat setengah pengangguran terpaksa.<br /><br />2.1.4.2 Jenis-jenis Pengangguran<br />Jenis-jenis pengangguran dapat digolongkan menurut sebab terjadinya dan berdasarkan lama kerjanya pembagian tersebut yaitu sebagai berikut.<br />A. Menurut Sebab Terjadinya<br />Menurut sebab terjadinya pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut :<br />1. Pengangguran friksional<br />Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Pengangguran Friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja. Selain itu penganguran friksional terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.<br />2. Pengangguran Struktural<br />Pengangguran struktural terjadi karena terjadi perubahan dalam srtuktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan seddangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut. Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengangguran pekerja akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju.<br />3. Pengangguran Musiman<br />Pengangguran musiman disebabkan oleh perubahan permintaan terhadap tenaga kerja yang sifatnya berkala. Pengangguran seperti ini biasanya terjadi pada tenaga kerja paruh waktu (part time). Mereka ini direkrut saat ada pekerjaan (proyek) yang membutuhkan banyak tenaga. Setelah proyek selesai, mereka tidak lagi dibutuhkan dan kembali menganggur. <br />4. Pengangguran Siklikal<br />Pengangguran siklikal berkaitan dengan naik turunnya aktivitas atau keadaan perekonomian suatu negara (business cycle). Suatu ketika, perekonomian mengalami masa pertumbuhan (menaik). Disaat lain mengalami resesi (menurun) atau bahkan depresi. Pada saat krisis ekonomi daya beli masyarakat mengalami penurunan sehingga tingkat permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa memaksa produsen menurunkan kegiatan produksi. Caranya dengan mengurangi pemakaian faktor produksi, termasuk tenaga kerja. Itulah sebabnya, saat krisis ekonomi kita menyaksikan banyak pegawai atau buruh terkena PHK sehingga menganggur. Oleh karena itu, pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya aktivitas perekonomian ini sering dinamakan pengangguran siklikal (siklus).<br /><br /><br />B. Berdasarkan Lama Kerjanya<br />Berdasarkan lama kerjanya pengangguran dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut :<br />1. Pengangguran Terbuka<br />Pengangguran terbuka (open unemployment) terjadi bila tenaga kerja sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini disebabkan karena:<br /> Lapangan kerja tidak tersedia.<br /> Lapangna kerja yang tersedia tidak cocok dengan latar belakang pendidikan atau tidak mau bekerja.<br />2. Setengah Menganggur<br />Setengah menganggur (under unemployment) terjadi bila tenaga kerja tidak bekerja secara optimum karena ketiadaan lapangan kerja atau pekerjaan. Ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja setengah menganggur ini adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Misalnya seorang petani setelah musim yanam biasanya tidak bekerja secara optimum. Mereka hanya menunggu musim penyiangan dan setelah musim penyiangan lewat mereka kembali menganggur sampai ke musim panen.<br />3. Pengangguran Terselubung<br />Pengangguran terselubung (disguised unemployment) terjadi bela tenaga kerja tidak bekerja secara optimum karena tidak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Misalnya, suatu kantor mempekerjakan sepuluh orang karyawan padahal pekerjaan dalam kantor itu dapat dikerjakan dengan baik walau hanya dengan delapan orang karyawan saja, sehingga terdapat kelebihan dua orang tenaga kerja. Orang-orang itulah yang disebut sebagai pengangguran terselubung.<br /><br />2.1.4.3 Sebab-sebab Pengangguran<br />Adapun penyebab pengangguran yaitu dikarenakan oleh beberapa hal berikut ini, yaitu:<br /><br /><br />1. Warisan Sifat Feodal dari penjajah<br />Banyak pemuda pemudi usai kerja, tetapi belum dapat pekerjaan. Hal itu sebenarnya bukan berarti dimasyarakat tidak tersedia lapangan pekerjaan. Pada umunya para penganggur kurang tertariik akan pekerjaan swasta dengan alasan gengsi atau martabat mereka menjadi rendah dimata masyarakat. Mereka pada umumnya menginginkan bekerja sebagai pegawai negeri atau sebagai amtenar.<br />2. Tidak ada motivasi untuk bekerja<br />Mereka pada umumnya mempunyai sifat sangat malas. Tampak seperti prustasi dan acuh terhadap lingkungan, waktu sehari-harinya dihabiskan tanpa bekerja dan habis berlalu begitu saja tanpa mengahasilkan apa-apa.<br />3. Lapangan kerja yang tersedia memerlukan skill khusus<br />Penganganguran dapat terjadi karena lapangan kerja yang tersedia memerlukan pengetahuian khusus yang tidak dimiliki oleh pencari kerja. Keadaan yang demikian menyebabkan jumlah penganguran tetap tinggi karena tidak ada titik temu antara pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.<br />4. Pertumbuhan ekonomi<br />Krisis ekonomi global yang berkepanjangan memberikan pengaruh pertumbuhan ekonomi yang kurang menguntungkan apalagi disertai dengan perkembangan penduduk yang cukup tinggi. Jika jumlah pengangguran dari tahun ke tahun bertambah dan terus membengkan tentu dapat mengakibatkan kemunduran dalam perekonomian yang selama ini kita bangun.<br />5. Menemui jalan buntu dalam mencari pekerjaan<br />Karena sulit mencari pekerjaan hasilnya selalu nihil akhirnya pencari kerja menjadi apatis. Mereka kehilangan kepercayaan diri bahwa sesungguhnya masih banyak lapangan pekerjaan disekitar tempat tinggal mereka. Mereka lupa bahwa sebenarnya bekerja tidak hanya di perusahaan ataupun menjadi pegawai negeri. Banyak bidang lain disekitar mereka seperti peternakan, perdagangan, jassa, industri kecil, dan lain sebagainya yang belum ditangani.<br /><br />2.2 TEMUAN EMPIRIK DAN PEMBAHASANNYA<br />2.2.1 Kependudukan<br />Data dan Analisis Data Kependudukan di Indonesia<br />2.2.1.1 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Provinsi<br />Berikut ini disajikan data jumlah penduduk Indonesia yang didasarkan pada provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2005 yang kami dapatkan dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS).<br />Tabel 2.1<br />Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Provinsi <br />Dalam juta jiwa<br />Tahun 1971, 1980, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 2000, 2005, 2006, 2007, 2008<br />Provinsi Tahun<br /> 1971 1980 1990 1991 1992 1993 1994<br />N. A .D 2008 2611 3416 3497 3582 3668 3757<br />Sumatera Utara 6621 8360 1025 1041 1058 1076 1093<br />Sumatera Barat 2793 3406 4000 4062 4126 4190 4256<br />Riau 1641 2168 3303 3394 3514 3638 3767<br />Jambi 1006 1445 2020 2084 2152 2222 2295<br />Sumatera Selatan 3440 4629 6313 6481 6656 6834 7018<br />Bengkulu 5193 7680 1179 1221 1266 1312 1359<br />Lampung 2777 4624 6017 6139 6264 6393 6524<br />Kep. Bangka Bel. na na Na na na na na<br />Kep.Riau na na Na na na na na<br />DKI Jakarta 4579 6503 8259 8397 8570 8747 8928<br />Jawa Barat 2162 27453 3538 3611 3686 3762 3841<br />Jawa Tengah 2187 25372 2852 2873 2896 2919 2942<br />DI Yogyakarta 2489 2750 2913 2913 2914 2915 2915<br />Jawa Timur 2551 29188 3250 3275 3302 3329 3356<br />Banten na na Na na na na na<br />Bali 2120 2469 2777 2800 2824 2847 2871<br />N T B 2203 2724 3369 3422 3476 3532 3588<br />N T T 2295 2737 3268 3327 3388 3450 3513<br />Kal. Barat 2019 2486 3229 3305 3385 3466 3550<br />Kal.Tengah 7019 954 1396 1439 1484 1530 1578<br />Kal.Selatan 1699 2064 2597 2653 2711 2770 2831<br />Kal. Timur 7337 1218 1876 1955 2039 2127 2218<br />Sulawesi Utara 1718 2115 2478 2510 2544 2578 2613<br />SulawesiTengah 9136 1289 1711 1747 1793 1840 1888<br />SulawesiSelatan 5180 6062 6981 7092 7206 7321 7439<br />SulawesiTenggara 1412 942 1349 1393 1439 1487 1536<br />Gorontalo na Na Na na na na na<br />Sulawesi Barat na Na Na na Na na na<br />Maluku 1089 1411 1857 1872 1942 1989 2037<br />Maluku Utara na Na Na na Na Na na<br />Irian Jaya Barat na na Na na na Na na<br />Papua 9234 1173 1648 1688 1748 1811 1875<br />Indonesia 119208 147490 179378 181457 184476 187557 190703<br />Sumber:SP (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas (1995, 2005)<br /><br /><br />Provinsi Tahun<br /> 1995 2000 2005 2006 2007 2008<br />N. A .D 3847 3929 4031 4073 4223 4293<br />Sumatera Utara 1111 1164 12450 12643 12834 13042<br />Sumatera Barat 4323 4248 4566 4632 4697 4763<br />Riau 3900 3907 4579 6101 5071 5189<br />Jambi 2369 2407 2635 2683 2742 2788<br />Sumatera Selatan 7207 6210 6782 6900 7020 7121<br />Bengkulu 1409 1455 1549 1568 1616 1641<br />Lampung 6657 6730 7116 7212 7289 7391<br />Kep. Bangka Bel. na 8999 1043 1075 1106 1122<br />Kep.Riau na 1040 1274 1338 1392 1453<br />DKI Jakarta 9112 8361 8860 8963 9064 9146<br />Jawa Barat 3920 3572 38965 39649 40329 40918<br />Jawa Tengah 2965 3122 31977 32179 32380 32626<br />DI Yogyakarta 2916 3121 3343 3389 3434 3465<br />Jawa Timur 3384 34765 36294 34766 36895 37094<br />Banten na 8098 9028 8098 9423 9602<br />Bali 2895 3150 3383 3150 3479 3516<br />N T B 3645 4008 4184 4009 4292 4363<br />N T T 3577 3823 4260 3823 448 4534<br />Kal. Barat 3635 4016 4052 4016 4178 4249<br />Kal.Tengah 1627 1855 1914 1855 2028 2027<br />Kal.Selatan 2893 2984 3281 2984 3396 3446<br />Kal. Timur 2314 2451 2848 2452 3024 3094<br />Sulawesi Utara 2649 2000 2128 2001 2186 2208<br />SulawesiTengah 1938 2175 2294 2176 2396 2438<br />SulawesiSelatan 7558 7159 7509 8051 7700 7805<br />SulawesiTenggara 1586 1820 1963 1820 2031 2075<br />Gorontalo na 833 922 833 960 972<br />Sulawesi Barat na 891 969 na 1016 1032<br />Maluku 2086 1166 1251 1166 1302 1320<br />Maluku Utara na 815 884 815 944 959<br />Irian Jaya Barat na 529 643 2214 716 730<br />Papua 1942 1684 1875 na 2015 2056<br />Indonesia 194754 205132 218868 205132 225642 179378<br /><br /><br />Secara grafis data Jumlah Penduduk Indonesia Periode 1971, 1980, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 2000, 2005, 2006, 2007, 2008 dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.3<br />Jumlah Penduduk Indonesia Periode 1971, 1980, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 2000, 2005, 2006, 2007, 2008<br /> <br />Sumber : BPS - Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1971 – 2008 (data diolah).<br />Berdasarkan data di atas sensus tahun 1971 ke 1980 mengalami peningkatan yang lebih besar sekitar 28.282 juta jiwa. Pada tahun 1980 ke sensus tahun 1990 mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 31.888 Juta Jiwa, dan untuk sensus tahun 1990 ke sensus tahun 1991 mengalami peningkatan sebesar 2.079 juta jiwa. Sedangkan untuk sensus tahun1991 ke sensus tahun 1992 mengalami peningkatan sebesar 3.019 juta jiwa. serta sensus dari tahun 1992 ke 1993 mengalami kenaikan sebesar 3.081 juta jiwa. sensus tahun 1993 ke 1994 mengalami peningkatan yang lebih besar sekitar 3.146 juta jiwa. Pada tahun 1994 ke sensus tahun 1995 mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 4.051 Juta Jiwa, dan untuk sensus tahun 1995 ke sensus tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 10.378 juta jiwa. Sedangkan untuk sensus tahun 2000 ke sensus tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 13.736 juta jiwa. serta sensus dari tahun 2005 ke 2006 mengalami pengurangan sebesar 13.736 juta jiwa. sensus tahun 2006 ke 2007 mengalami peningkatan yang lebih besar sekitar 20.510 juta jiwa. Pada tahun 2007 ke sensus tahun 2008 mengalami pengurangan jumlah penduduk sebesar 46.264 Juta Jiwa.<br />Dari ketigabelas sensus tersebut sensus tahun 1980 ke 1990 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini disebabkan pada kurun waktu tersebut yaitu pada Pelita ke IV dan ke V kondisi perekonomian Indonesia dalam kondisi yang cukup stabil. Hal ini ditunjukkan oleh keberhasilan Indonesia dalam berswasembada beras dan perkembangan yang luar biasa pada pasar modal. Selain itu pada Pelita ke V, pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia mencapai 6,70 persen per tahun. <br />Kondisi perekonomian yang cukup stabil menjadi salah satu indikator dari terjadinya peningkatan jumlah penduduk, karena dengan kondisi perekonomian yang stabil berarti menandakan bahwa tingkat pendapatan masyarakat meningkat dan berarti masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara lebih baik.<br /><br />2.2.1.2 Kepadatan Penduduk<br />Berikut ini disajikan data jumlah penduduk Indonesia yang didasarkan pada kepadatan penduduk berdasarkan provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 yang kami dapatkan dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS).<br />Tabel 2.2<br />Kepadatan Penduduk Berdasarkan Provinsi<br />Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007, 2008<br />Province<br /> Population Density per sq.km<br /> 1971 1980 1990 1995 2000 2004 2005 2007 2008<br />N.A. D 36 47 62 69 76 77 78 75 76<br />Sumatera Utara 93 118 145 157 158 167 169 177 180<br />Sumatera Barat 56 68 80 87 99 102 103 111 113<br />R i a u 17 23 35 41 52 62 65 58 59<br />J a m b i 22 32 45 53 45 49 50 60 61<br />Sumatera Selatan 33 45 61 70 74 71 73 116 118<br />Benglu 24 36 56 66 79 80 82 82 83<br />Lampung 83 139 181 200 191 203 206 193 196<br />Kep. BangkaBel - - - - 56 56 60 67 68<br />DKI Jakarta 7,762 *) 11,023 *) 12,495 13,786 12635 13006 13102 12245 12355<br />Jawa Barat 467 *) 593 *) 765 848 1033 1109 1129 1092 1108<br />Jawa Tengah 640 742 834 867 959 976 980 987 995<br />DI. Yogyakarta 532 609 678 920 980 1020 1030 1096 1107<br />Jawa Timur 576 690 814 706 726 739 742 790 794<br />Banten - - - - 936 1047 1076 1045 1065<br />B a l i 381 444 500 521 559 592 600 639 645<br />N.T.B. 109 135 167 181 199 213 216 218 221<br />N.T.T. 48 57 68 75 83 86 87 96 98<br />Kalimantan Barat 14 17 22 25 27 29 30 35 35<br />Kalimantan Tengah 5 6 9 11 12 14 14 13 13<br />Kalimantan Selatan 45 55 69 77 69 73 74 87 89<br />Kalimantan Timur 4 6 9 11 11 12 12 16 16<br />Sulawesi Utara 90 111 130 139 132 138 140 157 158<br />Sulawesi Tengah 13 18 25 28 35 37 38 35 36<br />Sulawesi Selatan 71 83 96 104 129 135 136 167 169<br />Sulawesi Tenggara 26 34 49 57 48 53 55 55 56<br />Gorontalo - - - - 68 71 71 79 80<br />M a l u k u 15 19 25 28 26 26 27 27 28<br />Maluku Utara - - - - 25 28 29 24 24<br />Papua 2 3 4 5 6 7 7 7 7<br />Indonesia 62 77 93 101 109 114 116 121 123<br />Sumber: BPS <br />Secara grafis data Kepadatan Penduduk berdasarkan provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut.<br /><br />Gambar 2.4<br />Kepadatan Penduduk berdasarkan provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008<br /><br /> <br />Sumber : BPS – Kepadatan Penduduk PerKm2 Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 (data diolah).<br /><br />Jika ditinjau dari sudut kepadatan penduduk, Hasil Sussenas tahun 1971-2000 seperti tampak pada tabel di atas, bahwa kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan serta tingkat penyebarannya masih belum merata. Persebaran penduduk dari sensus tahun 1971-2000 masih terus didominasi wilayah DKI, Jawa dan Bali. Sementara wilayah bagian tengah dan timur kepadatan penduduk relatif rendah, sehingga hal ini semakin mendorong tumbuhnya berbagai permasalahan kependudukan seperti timbulnya keluarga miskin di Indonesia yang disebabkan karena mereka memilki jumlah anggota keluarga yang besar, berpendidikan rendah kepala keluarganya mengganggur atau setengah pengangguran, sehingga menjadi miskin. Dampak dari permasalahan penduduk ini akhirnya akan menjadi hambatan dalam pembangunan sehingga kita tidak bisa tinggal landas menuju masyarakat industri, karena kualitas masyarakatnya yang relatif rendah.<br />Menurut Maltus bahwa “membentu orang miskin itu justru akan mensengsarakan rakyat.” (Sang Maestro : 90) meskipun masih dianggap konroversi, namun pendapat Maltus ini bisa dijadikan salah satu faktor masalah kepadatan penduduk.<br /><br />2.2.1.3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Provinsi<br />Berikut ini disajikan data jumlah penduduk Indonesia yang didasarkan pada rasio jenis kelamin penduduk menurut provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 yang kami dapatkan dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS).<br /><br />Tabel 2.3<br />Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Provinsi<br />Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 <br />Provinsi Tahun<br /> 1971 1980 1990 1995 2000 2004 2005 2007 2008<br />N A D 100 102 101 100 101 100 99 99 99<br />Sumatera Utara 101 101 100 99 99 100 100 98 99<br />Sumatera Barat 94 96 96 94 96 96 98 96 97<br />Riau 105 104 105 103 104 103 104 111 111<br />Jambi 108 106 104 102 104 104 106 104 104<br />Sumatera Selatan 100 102 101 102 101 100 102 102 102<br />Bengkulu 102 103 106 102 103 103 104 103 103<br />Lampung 102 107 106 105 106 105 108 104 104<br />Kep.Baangka Bel na na na na 104 104 109 111 111<br />Kepulauan Riau na na na na na na 100 96 95<br />DKI Jakarta 102 103 102 101 102 99 99 96 96<br />Jawa Barat 97 99 101 101 102 102 103 101 101<br />Jawa Tengah 95 97 98 97 99 97 100 98 98<br />DI Yogyakarta 94 96 97 98 98 99 100 100 100<br />Jawa Timur 94 96 96 96 97 97 99 98 98<br />Banten na na na na 101 101 104 102 102<br />Bali 98 98 100 100 101 101 103 101 101<br />N T B 98 98 96 93 94 94 94 91 91<br />N T T 102 100 98 98 98 98 100 99 99<br />Kalimantan Barat 104 104 104 105 104 104 105 102 102<br />Kalimantan Tengah 102 106 107 105 106 108 107 109 109<br />Kalimantan Selatan 96 99 100 99 100 100 102 100 100<br />Kalimantan Timur 107 112 111 106 109 109 110 109 109<br />Sulawesi Utara 101 102 103 103 104 104 104 103 103<br />Sulawesi Tengah 105 106 105 103 104 104 105 104 103<br />Sulawesi Selatan 95 95 95 95 95 96 94 92 93<br />Sulawesi Tenggara 91 97 99 97 100 103 102 97 97<br />Gorontalo na na na na 101 100 101 102 102<br />Sulawesi Barat na na na na na na 100 102 102<br />Maluku 103 104 104 103 102 102 103 103 103<br />Maluku Utara na na na na 104 105 105 103 102<br />Irian Jaya Barat na na na na na na 110 110 110<br />Papua 141 109 111 104 110 109 113 108 107<br />Indonesia 97 99 100 99 100 100 101 100 100<br />Sumber: Sensus Penduduk <br />Jika disajikan dalam bentuk grafik, maka perkembangannya dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut.<br /><br />Gambar 2.5<br />Rasio Jenis Kelamin Penduduk Indonesia<br />Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2004, 2005, 2007 dan 2008 <br /><br /> <br />Sumber : Sensus Penduduk dan Supas – Rasio Jenis Kelamin Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan 2005 (data diolah).<br />Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil. Misalnya, karena adat dan kebiasaan jaman dulu yang lebih mengutamakan pendidikan laki-laki dibanding perempuan, maka pengembangan pendidikan berwawasan gender harus memperhitungkan kedua jenis kelamin dengan mengetahui berapa banyaknya laki-laki dan perempuan dalam umur yang sama. Informasi tentang rasio jenis kelamin juga penting diketahui oleh para politisi, terutama untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen.<br /><br />2.2.2 Ketenagakerjaan <br />2.2.2.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br />Berikut ini disajikan data jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Provinsi (persen) Tahun 1991-2008.<br /><br />Tabel 2.4<br />Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Provinsi (persen)<br />Tahun 1991-2008<br />Provinsi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br /> 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2004<br />DI. Aceh 53.5 55.0 55.0 56.2 56.9 57.0 58.5 66.7 61.7 62.2<br />Sumatera Utara 56.2 58.6 56.4 58.9 57.2 58.3 58.5 68.4 69.0 68.5<br />Sumatera Barat 54.4 55.0 56.5 57.0 54.5 55.7 56.7 66.4 64.8 64.7<br />Riau 52.0 53.2 53.3 54.0 52.6 54.5 55.1 63.7 61.4 62.2<br />Jambi 54.0 55.6 55.7 55.6 52.5 56.9 55.0 66.8 65.9 67.2<br />Sumatera Selatan 56.8 60.0 56.0 58.8 55.1 57.3 57.5 68.4 69.8 72.2<br />Bengkulu 63.6 63.4 65.6 59.6 60.8 65.3 63.4 74.9 74.1 73.4<br />Lampung 59.4 61.0 60.0 56.4 57.8 60.6 57.5 71.6 68.5 70.1<br />DKI. Jakarta 45.4 55.4 44.5 48.1 48.6 51.2 53.1 58.2 60.2 61.9<br />Jawa Barat 51.2 52.0 50.7 51.9 51.8 52.5 51.7 60.4 61.9 62.4<br />Jawa Tengah 62.5 62.0 61.2 61.5 60.2 62.5 61.4 71.2 72.2 71.0<br />DI. Yogyakarta 65.0 65.2 63.3 64.8 60.6 61.3 63.0 67.7 69.6 71.7<br />Jawa Timur 61.2 60.0 59.7 61.8 59.4 60.9 60.8 69.8 69.8 68.5<br />Bali 67.8 68.0 68.2 70.7 69.0 70.1 70.8 76.8 76.4 76.5<br />N.T. B. 60.6 62.5 60.4 63.0 61.8 63.5 65.5 70.8 72.1 72.1<br />N.T.T. 67.3 66.1 67.7 65.9 64.1 65.4 65.3 74.1 73.4 77.3<br />Timor Timur 66.2 65.5 64.6 70.4 62.5 61.5 61.1 71.9 - 72.6<br />Kalimantan Barat 59.3 64.0 61.5 62.1 61.2 61.7 61.4 69.0 69.6 69.8<br />Kalimantan Tengah 63.1 59.1 60.5 58.3 60.5 65.1 64.1 69.4 70.2 73.9<br />Kalimantan Selatan 60.2 61.2 61.2 63.7 61.0 64.5 65.5 72.9 73.0 61.0<br />Kalimantan Timur 54.1 55.6 55.5 55.0 55.9 57.0 54.5 66.8 64.9 61.3<br />Sulawesi Utara 53.4 53.1 52.4 55.5 55.0 55.8 55.5 60.1 61.0 68.5<br />Sulawesi Tengah 56.2 56.3 56.1 60.7 59.8 61.8 62.3 70.4 70.4 66.0<br />Sulawesi Selatan 48.7 48.5 49.5 54.4 50.0 54.1 52.5 61.5 60.2 74.7<br />Sulawesi Tenggara 60.5 58.2 57.6 57.8 57.4 58.7 60.7 68.9 68.9 61.2<br />Maluku 49.9 53.1 52.7 54.2 50.1 55.0 53.8 64.8 67.3 63.6<br />Irian Jaya 64.1 61.3 63.1 65.8 65.3 63.8 66.6 75.5 76.8 76.9<br />Jumlah 57.1 57.3 56.6 58.0 56.6 58.3 58.0 66.9 67.2 67.5<br />Sumber : BPS, Sakernas70.0<br /><br />Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Provinsi (persen)<br />Tahun 1991-2008<br />Propinsi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br /> 2005 2006 2007 2008<br />DI. Aceh 68.4 64.1 64.5 60.4<br />Sumatera Utara 71.9 70.1 68.1 67.4<br />Sumatera Barat 62.5 63.7 62.6 64.8<br />Riau 65.9 56.0 56.5 62.4<br />Jambi 71.2 65.4 67.7 65.0<br />Sumatera Selatan 75.5 71.1 70.1 69.8<br />Bengkulu 68.8 72.3 75.6 72.4<br />Lampung 65.0 69.3 68.3 70.5<br />DKI. Jakarta 63.0 62.7 61.0 65.9<br />Jawa Barat 62.8 61.8 60.7 61.8<br />Jawa Tengah 71.1 71.1 71.2 71.4<br />DI. Yogyakarta 71.9 70.3 67.6 69.9<br />Jawa Timur 69.5 68.8 76.3 69.6<br />Bali 79.0 75.5 70.3 77.4<br />N.T. B. 70.5 69.1 75.4 69.7<br />N.T.T. 79.4 77.2 74.8 73.2<br />Timor Timur 73.8 68.5 75.0<br />Kalimantan Barat 73.2 75.3 77.9 74.9<br />Kalimantan Tengah 71.1 68.1 68.5 69.4<br />Kalimantan Selatan 64.7 63.2 63.4 57.6<br />Kalimantan Timur 62.3 61.1 65.6 63.1<br />Sulawesi Utara 66.9 63.7 65.8 71.9<br />Sulawesi Tengah 63.3 57.1 59.7 59.4<br />Sulawesi Selatan 71.0 65.2 70.7 69.9<br />Sulawesi Tenggara 62.8 61.5 64.9 62.5<br />Maluku 59.2 59.6 61.3 63.6<br />Irian Jaya 78.2 80.2 76.5 75.8<br />Jumlah 68.0 66.7 66.6 67.3<br />Sumber : BPS, Sakernas<br /><br />Secara grafis data tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia Tahun 1995-2004 dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut.<br /><br />Gambar 2.6<br />Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Indonesia (persen)<br />Tahun 1991-2008<br /> <br />Selama kurun 1991-1995 TPAK Indonesia secara keseluruhan sedikit berfluktuasi sekitar angka 57 %. Untuk tahun 1995 berkisar antara 48, 61 % (DKI Jakarta) hingga 68,98 % ( Bali). Sedangkan pada tahun 1996 fluktuasinya sekitar angka 58 % dan berkisar antara 51,2%(DKI Jakarta) hingga 70,1% (Bali). Tahun 1997 TPAK terbesar terjadi di Provinsi Bali (70,8%) dan TPAK terkecil adalah provinsi Jawa Barat (51,7%). TPAK terbesar pada tahun 1998 terjadi di Irian Jaya (75,5%) dan TPAK terkecil adalah DKI Jakarta (58,2%). Di tahun 1999 propinsi Irian Jaya masih menjadi provinsi dengan TPAK tertinggi yaitu sebesar 76,8% sedangkan terendahnya adalah DKI Jakarta dan Sulawesi Selalatan sebesar 60,2. <br />Tahun 2000, terdapat variasi angka antar pulau TPAK Sulawesi paling rendah yaitu 62,75% disusul pulau jawa 66,99%, Pulau Sumatra 68,54% Pulau Kalimantan 70,94%, dan TPAK lainnya yaitu 75,78%. Pada tahun 2001 TPAK Sulawesi masih menempati posisi paling rendah yaitu 65.75% disusul pulau Jawa 67.80%.Pulau Sumatera 69,20%, pulau Kalimantan 69,93% dan TPAK Lainnya yaitu 75,85%. Pada tahun 2002 ada 8 propinsi yang mengalami penurunan TPAK, masing-masing sebagai berikut: Bengkulu 3,26%, Maluku 1,70%, Kalimantan Timur 1,27%, Jawa Tengah 0,99%, Jawa Timur 0,88%, Kalimantan Tengah 0,69%, Papua 0,15% dan Sulawesi Utara 0,12%. Terdapat pariasi yang besar pada TPAK antar propinsi pada tahun 2003, yaitu berkisat antara 54,30% dan 76,15%. Propinsi Sulawesi Utara memilki TPAK terendah dan yang tertinggi adalah propinsi NTT. Dan terkahir pada tahun 2004 propinsi Kalimantan Timur memilki TPAK terendah 61,01% dan tertinggi propinsi Nusa Tenggara Timur 77,39%. Lalu pada tahun 2005 TPAK yang tertinggi adalah N.T.T. 79.4 %, dan yang terendah adalah Maluku 59,2%. Lalu pada tahun 2006 TPAK yang tertinggi adalah Irian Jaya 80%, dan yang terendah adalah provinsi Riau 56%.. Lalu pada tahun 2007 TPAK yang paling besar adalah provinsi Kalimantan Barat 77.9% dan yang paling rendah adalah Riau 56.5%. Pada tahun 2008 TPAK tertinggi berada pada Provinsi Bali dengan jumlah 77.4% dan yang terendah adalah Provinsi Kalimantan selatan 57.6%. <br /><br />Tabel 2.5<br />Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Pulau (persen)<br />Tahun 1999-2001<br />Pulau/island 1999 2000 2001<br />Sumatera 67.16 68.54 69.20<br />Jawa 66.86 66.99 67.80<br />Kalimantan 69.55 70.94 69.93<br />Sulawesi 62.76 62.75 65.75<br />Lainnya 73.34 75.78 75.85<br />Indonesia 67.22 67.76 68.60<br />Sumber : BPS, Sakernas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.7<br />Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Pulau (persen)<br />Tahun 1999-2001<br /><br /> <br />Pada tahun 1999 tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia terbesar berada pada Provinsi Kalimantan yaitu 69,55%, dan yang terendah yaitu pada Provinsi Sulawesi yaitu 62,76%. Pada tahun 2000 yang tertinggi berada pada Provinsi Kalimantan dengan 70,94 % dan yang terendah Sulawesi 62,75%. Pada tahun 2001 yang tertingi yaitu Provinsi Kalimantan 69.93% dan yangterendah yaitu Sulawesi65,75%.<br />Tabel 2.6<br />Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur Tahun 1995-2007<br />Golongan Umur 1995 1996 1997 1998 1999 2000<br />10-14 2.131.145 1.922.810 - - - -<br />15-19 8.766.283 8.402.533 8.428.995 8.368.985 8.398.905 7.746.221<br />20-24 11.384.181 11.235.405 11.204.444 11.364.444 10.364.243 12.077.515<br />25-29 11.671.664 11.945.274 12.432.262 12.432.862 9.462.862 13.390.138<br />30-34 11.042.897 11.496.192 11.892.189 11.722.118 10.372.189 12.456.416<br />35-39 10.718.086 11.575.462 12.236.998 12.196.828 9.606.998 12.215.831<br />40-44 8.676.164 9.355.044 9.896.573 9.946.573 9.976.459 10.661.377<br />45-49 6.342.665 7.237.018 8.984.656 8.324.611 7.764.611 8.612.741<br />50-54 5.367.234 6.053.323 6.380.335 6.390.035 5.560.935 6.427.222<br />55-59 4.137.428 4.284.672 4.709.738 4.619.739 8.689.739 4.473.856<br />60-64 2.941.043 3.286.274 1.360.737 7.377.737 7.697.887 7.589.644<br />65-69 3.182.471 1.903.561 - - - -<br />70-74 - 961.260 - - - -<br />75+ - 450.754 - - - -<br />Jumlah Total 86.631.261 90.109.582 92.526.927 92.734.932 88.894.828 95.650.961<br />Sumber : BPS, Sakernas <br /><br /><br />Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur Tahun 1995-2007<br />Golongan Umur 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />10-14 - - - - - - -<br />15-19 8.138.571 8.208.419 7.221.857 8038130 8227796 7698759 8072456<br />20-24 12.201.236 12.488.555 13.262.096 13198310 14767568 14581811 14440082<br />25-29 13.678.117 13.325.417 13.543.972 13424688 14536959 14347523 14651250<br />30-34 12.943.605 13.175.756 13.568.141 13623442 13513323 13731046 14080540<br />35-39 13.107.530 13.048.177 12.760.627 13222434 12835442 12909608 13586125<br />40-44 11.043148 11.679.938 11.443.223 11925568 11511245 11817175 12434909<br />45-49 8.966.743 9.406.053 90.979.617 9690755 9609543 10093655 10573879<br />50-54 6.712.550 7.258.722 7.288.969 7838567 7282923 7730327 8089882<br />55-59 4.626.354 4.668.699 4.323.821 4647462 5129655 5463678 5635294<br />60-64 7.394.594 7.519.534 7.805.684 8364031 8387927 8015353 8376942<br />65-69 - - - - - - -<br />70-74 - - - - - - -<br />75+ - - - - - - -<br />Jumlah Total 98.812.448 100.779.270 100.316.007 103.973.387 105802372 106388935 109941359<br />Sumber : BPS, Sakernas <br /><br />Secara grafis data angkatan kerja menurut golongan umur Tahun 1999-2006 dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut.<br /><br />Gambar 2.8<br />Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur Tahun 1995-2007<br /> <br /><br /><br /><br />Dari tabel di atas dapat diaketahui bahwa selama kurun waktu dari tahun 1991-1995 TPAK Indonesia secara keseluruhan sedikit berfluktuasi sekitar angka 57 %.TPAK menurut umur mengikuti pola huruf U terbalik. Angka ini rendah pada umur-umur muda karena sekolah kemudian naik sejalan dengan kenaikan umur mancapai puncaknya pada umur 25-29 tahun dan selanjutnya turun lagi secara perlahan pada umur-umur berikutnya antara lain, karena pensiun dan telah mencapai usia tua sekali. Angka kesempatan kerja yang merupakan perbandingan antara penduduk yang bekerja dengan angkatan kerja tahun 1995 cukup tinggi yaitu sekitar 92,76 %. Ini berarti bahwa angka pengguran terbuka di Indonesia pada tahun tersebut sebesar 7,24 %. Selama kurun 1992-1996, TPAK Indonesia secara keseluruhan sedikit berfluktuasi disekitar angka 58 % dan tahun 1992-1997 sedikit menurun menjadi 57 %. <br />TPAK Indonesia pada tahun 1998 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari 66,63 menjadi 66,9. Sedangkan tahun 1999 mengalami peningkatan lagi dari 66,9 menjadi 67,2. Pada tahun 2000, TPAK Indonesia mengalami sedikit peningkatan dari 67,2 % pada tahun 1999 menjadi 67, 76 %. Peningkatan TPAK ini salah satunya dikarenakan makin membaiknya mutu sumber data manusia dan makin aktifnya wanita berperan di luar rumah tangga. <br />Pada tahun 2001 di Indonesia terdapat 144,0 juta penduduk usia kerja, sekitar 61,25 % dari mereka berada di pulau Jawa. TPAK Indonesia mengalami sedikit peningkatan dari 67,76 % pada tahun 2000 menjadi 68,60 % pada rahun 2001. TPAK Indonesia pada tahun 2002 sama tingginya dengan TPAK tahun 2000 sebesar 57,76 %. Kondisi TPAK tahun 2002 ini berarti mengalami sredikit penurunan sebesar 0,84% dari tahun 2001yang besarnya 68,60 %. Terjadinya fluktuasi TPAK ini kemungkinan di sebabakan kondisi sosial ekonomi nasioanal yang belum stabil, sehingga memberikan pengaruh terhadap faktor-faktor produksi di Indonesia. Secara langsung naik turunnya faktor produksi ini akan memberikan dampak terhadap tinggi rendahnya faktor demand dan supply tenaga kerja .<br />Pada tahun 2003 di Indonesia terdapat 152,6 juta jiwa penduduk usia kerja. Sekitar 60,37% berada di pulau Jawa. TPAK Indonesia pada tahun 2003 menurun menjadi 65,72% dibanding tahun 2002 yang besarnya 67,76 %, tejadinya fluktuasi ini TPAK ini kemungkinan di sebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil. Pada tahun 2004 di Indonesia terdapat 153,9 juta penduduk usia kerja, TPAK Indonesia pada tahun 2004 sebesar 67,54 % ini berarti mengalami telah penurunan sebesar 0,32 % dibanding dengan tahun 2003 yang besarnya 67,8 5.<br /><br />2.2.2.2 Angkatan Kerja yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Pekerjaan<br />Berikut ini disajikan data jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang bekerja menurut jenis lapangan pekerjaan Tahun 1995-2007<br /><br />Tabel 2.7<br />Angkatan Kerja yang Bekerja <br />Menurut Jenis Lapangan Pekerjaan Tahun 1995-2007<br />Jenis Pekerjaan Angkatan Kerja Yang Bekerja<br /> 1995 1996 1997 1998 1999 2000<br />Pertanian,Kehutanan, Perburuan, Perikanan 35.233.270 37.720.251 35.848.631 39.414.765 38.378.133 40.676.713<br />Industri Pengolahan 10.127.047 10.773.038 11.214.822 9.933.622 11.515.955 11.641.756<br />Bangunan 3.768.080 3.796.228 4.200.200 3.521.682 3.415.147 3.497.232<br />Perdagangan Besar 8.883.682 16.102.552 17.221.184 16.814.233 17.529.099 18.489.005<br />Angkutan, Pergudangan, Komunikasi 3.458.155 3.942.799 4.137.653 4.153.707 4.206.067 4.553.855<br />Keuangan, Asuransi, usaha Persewaan, Tanah, Jasa Perusahaan 658.497 689.733 656.724 617.722 633.744 882.600<br />Jasa Kemasyarakatan 12.121.869 11.728.495 12.637.533 12.394.272 12.224.654 9.574.009<br />Pertambangan 643.332 774.211 896.611 674.597 725.739 -<br />Listrik, Gas dan Air 216.128 10.364 233.237 147.849 188.321 522.560<br />Jumlah 75110060 85537671 87046645 87672449 88816886 89837730<br />Sumber : BPS, Sakernas <br /><br />Angkatan Kerja yang Bekerja <br />Menurut Jenis Lapangan Pekerjaan Tahun 1995-2007<br />Jenis Pekerjaan Angkatan Kerja Yang Bekerja<br /> 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan 39.743.908 40.633.627 42.001.437 40.608.019 41814197 40136242 41206474<br />Industri Pengolahan 12.086.122 12.109.997 10.927.342 11.070.498 11652406 11890170 12368729<br />Bangunan 3.837.554 4.273.914 4.106.597 4.540.102 4417087 4697354 5252581<br />Perdagangan Besar 17.469.129 17.795.030 16.843.995 19.119.156 18896902 19215660 20554650<br />Angkutan,Pergudangan, Komunikasi 4.448.279 4.672.584 4.976.928 5.480.527 5552525 5663956 5958811<br />Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan, Tanah, Jasa Perusahaan 1.127.823 991.745 1.294.832 1.125.056 1042786 1346044 1399490<br />Jasa Kemasyarakatan 11.003.482 10.360.188 9.746.381 10.513.093 10576572 11355900 12019984<br />Pertambangan - - - 1.034.716 808842 923591 994614<br />Listrik, Gas dan Air 1.091.120 810.081 885.405 230.869 186801 228018 174884<br />Jumlah 90807417 91647166 90782917 93722038 94948118 95456935 99930217<br />Sumber : BPS, Sakernas <br />Jika digambarkan dalam bentuk grafik akan terlihat seperti tampak pada gambar 2.21 dibawah.<br /><br />Gambar 2.9<br />Angkatan Kerja yang Bekerja <br />Menurut Jenis Lapangan Pekerjaan Tahun 1995-2007<br /> <br />Sumber : BPS, Sakernas <br /><br />Pada tahun 1995 sebagian besar penduduk yang bekerja memiliki lapangan usaha utama di sektor pertanian 43,98 %. Hal ini berlaku disemua propinsi kecuali DKI Jakarta. Di lihat dari status pekerjaan utamanya, sekitar 35,57 % penduduk bekerja sebagai buruh atau karyawan. Sedangkan pada tahun 1996, sebagian penduduk yang bekerja memiliki lapangan kerja yang utama di sektor pertanian (44,0 %). Tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya, pada tahun 1997 di sektor pertanian tetap menduduki urutan paling banyak.<br />Pada tahun 1998, sebagian besar penduduk yang bekerja memiliki lapangan usaha utama di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanaan (41,2 %). Lain halnya pada tahun 1999, dilihat dari status pekerjaan utamanya, sekitar 29,4 juta penduduk bekerja sebagai buruh atau karyawan. Pada tahun 2000 selain sektor pertanian ada sektor lain yang memberikan peranan besar dalam ketenagakerjaan diantaranya sektor perdagangan (20,58 %), industri (12,96 %), dan jasa (10,66%). Selanjutnya mulai tahun 2001 sampai tahun 2004 sektor-sektor di atas mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2005 sebagian besar penduduk yang bekerja memiliki lapangan usaha pertanian kehutanan, perburuan dan perikanan.dan pada sector pertambangnan memiliki peranan yang kecil. Begitu pula yang terkadi pada tahun 2006 dan 2007, yaiutu sector Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan masih menjadi sector yang memiliki kontribusi besar.<br /><br />2.2.2.3 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan<br />Berikut ini disajikan data jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan pendidikan Tahun 1995-2007.<br /><br />Tabel 2.8<br />Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan Tahun 1995-2007<br />Jenis Pendidikan 1995 1996 1997 1998 1999 2000<br />Tidak/Belum pernah sekolah 9.860.029 8.579.543 8.497.342 7.980.129 7.602.379 7.128.964<br />Tidak/belum tamat SD 20.292.2888 17.475.217 19.007.550 16.866.651 16.106.955 14.622.078<br />SD 28.424.816 33.878.186 31.655.442 33.772.603 34.11.066 35.507.292<br />SMTP umum 9.215.808 10.373.601 10.813.253 11.629.284 12.368.876 15.363.010<br />SMTP Kejuruan 819.464 1.091.372 1.515.993 1.553.154 1.665.608 -<br />SMTA umum 8.604.679 9.165.433 9.980.875 10.625.202 11.570.069 13.737.140<br />SMTA kejuruan 5.871.434 6.182.389 6.214.237 6.398.643 6.558.885 4.853.784<br />DiplomaI/II 506.567 546.408 555.134 742.111 836.377 4.853.789<br />Akademi/Diploma III 979.956 1.095.358 1.074.117 1.085.574 1.171.753 -<br />Universitas 1.786920 1.722.078 2.010.968 1.085.574 2.365.207 2.143.989<br />Jumlah 86.361.261 90.109.582 91.324.911 92.734.932 103.973.387 95.650.961<br />Sumber : BPS, Sakernas <br /><br />Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan<br />Tahun 1995-2007<br />Jenis Pendidikan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />Tidak/Belum pernah sekolah 6.944.403 5.065.983 5.065.983 8.038.130 5861467 5305136 5488971<br />Tidak/belum tamat SD 15.590.740 12.588.949 12.588.946 13.198.310 13123626 12565591 13451629<br />SD 35.723.452 37.168.957 37.168.957 13.424.688 37959793 37503722 40140942<br />SMTP umum 16.850.250 19.066.527 19.066.524 13.623.442 19690679 19768815 21094402<br />SMTP Kejuruan 1.502.533 1.502.533 13.222.434 1548769 1333275 -<br />SMTA 11.488.734 14.155.856 14.155.856 11.925.568 14246925 15770625 15279233<br />SMTA kejuruan 7.258.226 6.136.868 6.136.856 9.690.755 7513075 7555450 7327005<br />DiplomaI/II/III 2.237.941 858.604 6.136.868 7.838.567 1082217 1217816 2994784<br />Diploma III 1.073.954 858.604 4.647.462 1413842 1566252 -<br />Universitas 2.668.702 2.697.779 1.073.954 8.364.031 3361979 3802253 4164393<br />Jumlah 98.812.448 100.779.270 100.316.007 103.973.387 105802372 106388935 109941359<br />Sumber: BPS, Sakernas <br />Secara grafis data jumlah angkatan kerja berdasarkan pendidikan Tahun 1995-2007 dapat dilihat pada gambar 2.22 berikut.<br />Gambar 2.10<br />Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan<br />Tahun 1995-2007<br /> <br /><br />Pada tahun 1995, 1996 dan 1997 tingkat pendidikan penduduk yang bekerja tampak masih rendah. Sebagian besar penduduk yang bekerja (69,9 %) (68,6 %) dan (66,8 %) hanya tamat SD atau lebih rendah. Sama halnya pada tahun 1998 dan 1999 dari 32,9 juta penduduk yang bekerja memiliki latar belakang pendidikan SD. Sedangkan tahun 2000, 2001 dan 2002 sebagian dari mereka yang bekerja (77,71 %), (77,78 %) dan (77,67 %) berpendidikan rendah (<slta)>SLTA) hanya 4,43 %, 4,81 % dan 4,78 %Pada tahun 2003 dan 2004 tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah angkatan kerja lebih banyak pada tingkatan SD yaitu sebesar 37959793, dan yang terendah yaitu pada tingkatan Diploma I/II/III yaitu sebesar 1082217. Pada tauhn 2006 tingkat pendidikan penduduk yang bekerja yang paling besar yaitu masih pada tingkat SD pada juklah 37503722, dan yang terkecil adalah pada tingkat SMPT kejuruan 1333275. Pada tahun 2007 yang paling tinggi adalah pada tingkat SD pada jumlah 40140942, dan yang terendah yaitu tingkat Diploma I/II/III pada jumlah 2994784.<br /><br />2.2.3 Kesempatan Kerja<br />2.2.3.1 Pencari kerja<br />Berikut ini disajikan data jumlah pencari kerja terdaftar Tahun 1997, 1999, 2001, 2006, 2007.<br /><br />Tabel 2.9<br />Pencari Kerja Terdaftar<br />Tahun 1997, 1999, 2001, 2006 dan 2007<br />Provinsi Pencari Kerja<br /> 1997 1999 2001 2006 2007<br />DI. Aceh 32551 17769 21467 3057 25732<br />Sumatera Utara 50226 24593 36326 6664 4692<br />Sumatera Barat 34089 29244 20067 17479 3629<br />Riau 31210 17507 26630 8464 10777<br />Jambi 24365 19016 12470 20179 18294<br />Sumatera Selatan 47856 48485 30837 20243 7415<br />Bengkulu 16467 9571 3770 Na 2773<br />Lampung 45030 26746 11622 2843 7452<br />Kepulauan Riau Na Na Na 1607 4077<br />DKI. Jakarta 72513 52070 23754 Na 680<br />Jawa Barat 324645 243228 283081 159148 5187<br />Jawa Tengah 282695 246539 191937 54053 23443<br />DI. Yogyakarta 27240 34452 20199 27618 28383<br />Jawa Timur 271618 226259 138144 28944 38490<br />Banten Na Na Na 70780 34024<br />Bali 9683 9254 6353 1431 11746<br />N.T. B. 24560 44347 26824 1635 902<br />N.T.T. 15757 10449 23530 69589 14570<br />Timor Timur 6121 2403 Na Na Na<br />Kalimantan Barat 27006 27134 9787 26158 1810<br />Kalimantan Tengah 11747 8841 7229 4008 8129<br />Kalimantan Selatan 37094 14360 9225 37089 20166<br />Kalimantan Timur 25190 17080 14080 37992 2890<br />Sulawesi Utara 12023 25463 15940 1563 18975<br />Sulawesi Tengah 9178 4833 2747 2447 15646<br />Sulawesi Selatan 64567 43075 17667 68968 3049<br />Sulawesi Tenggara 6795 8454 Na 14696 1757<br />Gorontalo Na Na Na 193 Na<br />Sulawesi Barat Na Na Na Na Na<br />Maluku 12223 12352 7602 3437 16390<br />Maluku Utara Na Na Na 391 630<br />Papua Barat Na Na Na Na Na<br />Papua Na Na Na 5924 11023<br />Irian Jaya 20163 17038 11677 Na Na<br />Jumlah 1542522 1240562 975215 696600 375162<br />Sumber: Sakernas<br /><br />Gambar 2.11<br />Pencari Kerja Terdaftar<br />Tahun 1997, 1999, 2001, 2006 dan 2007<br /> <br />Pada tahun 1997 Jumlah tingkat pencari kerja terdaftar yaitu tertinggi yaitu pada Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 324645, dan yang terendah yaitu Provinsi Sulawesi tenggara dengan jumlah 6795. Pada tahun 1999 terjadi perubahan dimana yangtertinggi ada pada provinsi jawa tengah yaitu dengan jumlah 246539, dan yang terendah yaitu Sulawesi tengah yaitu dengan jumlah 4833. Pada tahun 2001 provinsi Jawabarat mengalami kenaikan yang pesat yaitu menjadi 283081sehingga menjadi provinsi yang paling tinggi dalam Pencari kerja terdaftarnya, sedangkan yang terendah yaitu provinsi Sulawesi tengah dengan jumlah 2747. Lalu pada tahun 2007 provinsi jawabarat masih menjadi yang tertinggi walaupun jumlahnya berkurang menjadi 159148. Dan yang terendah yaitu provinsi DKI Jakarta yang menurun pesat menjadi 680.<br /><br />2.2.3.2 Lowongan Kerja<br />Berikut ini disajikan data jumlah lowongan kerja terdaftar Berdasarkan Tahun 1997, 1999, 2001, 2006 dan 2007.<br /><br />Tabel 2.10<br />Lowongan Kerja Terdaftar<br />Tahun 1997, 1999, 2001, 2006 dan 2007<br />Provinsi Lowongan Kerja<br /> 1997 1999 2001 2006 2007<br />DI. Aceh 9520 3596 3368 3684 22183<br />Sumatera Utara 11455 3647 7102 447 3396<br />Sumatera Barat 5017 1707 769 1331 2569<br />Riau 7483 7309 7817 1175 4644<br />Jambi 6540 5246 1759 7378 9611<br />Sumatera Selatan 5458 5507 11545 4252 2198<br />Bengkulu 4896 3798 1201 Na 1575<br />Lampung 4773 12511 4194 894 3409<br />Kepulauan Riau Na Na Na 3810 613<br />DKI. Jakarta 15293 8535 5420 Na 4506<br />Jawa Barat 130744 118611 71030 27430 20069<br />Jawa Tengah 124875 129330 105198 15903 21352<br />DI. Yogyakarta 7199 8541 4421 8384 22208<br />Jawa Timur 136678 139915 87494 14434 29414<br />Banten Na Na Na 14516 10712<br />Bali 2262 786 656 229 786<br />N.T. B. 13671 39133 24906 1767 5381<br />N.T.T. 4326 2749 9453 32605 24104<br />Timor Timur 1773 546 Na Na Na<br />Kalimantan Barat 23098 20228 6801 17473 14392<br />Kalimantan Tengah 4557 2786 3922 2283 1671<br />Kalimantan Selatan 4614 4529 1230 5473 7779<br />Kalimantan Timur 5645 6826 6980 27537 19874<br />Sulawesi Utara 5128 6635 6100 710 2480<br />Sulawesi Tengah 2569 496 297 764 17779<br />Sulawesi Selatan 48357 22379 9238 7916 15470<br />Sulawesi Tenggara 2911 1215 947 479 1998<br />Gorontalo Na Na Na Na 597<br />Sulawesi Barat Na Na Na Na Na<br />Maluku 1077 1256 2777 542 16054<br />Maluku Utara Na Na Na Na Na<br />Papua Barat Na Na Na Na Na<br />Papua Na Na Na 76 10547<br />Irian Jaya 3274 3834 3433 Na Na<br />Jumlah 593153 561609 388058 201415 300402<br />Sumber: Sakernas<br /><br />Gambar 2.12<br />Lowongan Kerja Terdaftar<br />Tahun 1997, 1999, 2001, 2006 dan 2007<br /> <br />Jumlah lowongan kerja terdaftar pada tahun 1997 yang tertinggi yaitu pada Provinsi Jawa Timur yaitu 136678, dan yang terendah yatiu Provinsi Maluku dengan jumlah 1077. Lalu pada tahun berikutnya yaitu tahun 1999 Provinsi Jawa Timur masih menjadi yang tingi tingkat lowongan kerjanya yaitu dengan jumlah 139915, dan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah 496. Pada tahun 2001 yang tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yang tinggi menjadi 105198, dan yangterendah adalah Provinsi Sulawesi Twngah dengan jumlah 297. Pada tahun 2006 Provinsi yang tertinggi yaitu Kalimantan TImur dengan jumlah 27537, dan yang terendah yaitu Provinsi Bali dengan jumlah 229. Dan pada tahun 2007 yang menjadi Provinsi paling tinggi adalah Jawa Timur dengan jumlah 29414. Dan yang terendah yaitu Provinsi Gorontalo dengan jumlah 597.<br /><br />2.2.4 Pengangguran<br />2.2.4.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)<br />Dengan mengetahui data-data ketenagakerjaan dapat dihiitung berbagai konsep yang berkaitan dengan tingkat pengerjaan dan tingkat pengangguran. Konsep-konsep yang dimaksud adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat pengerjaan (employment rate), dan tingkat pengangguran (unemployment rate). Angka-angka semacam ini berguna untuk pasar tenaga kerja bukan saja bagi perumusan kebijaksanaan ketenagakerjaan dan penciptaan kesempatan kerja, akan tetapi bagi perumusan kebijaksanaan kependudukan dan sumber daya manusia secara keseluruhan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.11<br />TPT menurut provinsi (persen), 2003-2007<br /><br />Provinsi Tahun<br /> 2003 2004 2005 2006 2007<br />DI. Aceh 8.97 9.35 14.00 10.43 9.84<br />Sumatera Utara 11.02 11.08 11.90 11.51 10.10<br />Sumatera Barat 10.38 12.74 13.34 11.87 10.31<br />Riau 10.74 15.25 12.16 10.24 9.79<br />Jambi 6.50 6.04 10.74 6.62 6.22<br />Sumatera Selatan 9.08 8.37 12.82 9.33 9.34<br />Bengkulu 7.48 6.29 8.91 6.04 4.68<br />Lampung 9.14 7.38 8.47 9.13 7.58<br />Bangka Belitung 7.37 7.14 7.19 8.99 6.49<br />Kepulauan Riau - - - 12.24 9.01<br />DKI. Jakarta 14.86 14.70 15.77 11.40 12.57<br />Jawa Barat 12.49 13.69 15.53 14.59 13.08<br />Jawa Tengah 7.02 7.72 9.54 8.02 7.70<br />DI. Yogyakarta 5.62 6.26 7.59 6.31 6.10<br />Jawa Timur 8.79 7.69 8.51 8.19 6.79<br />Banten 14.18 14.31 16.59 18.91 15.75<br />Bali 5.36 4.66 5.32 6.04 3.77<br />N.T. B. 6.34 7.48 10.29 8.90 6.48<br />N.T.T. 4.02 4.48 4.82 3.65 3.72<br />Kalimantan Barat 6.53 7.90 8.13 8.53 6.47<br />Kalimantan Tengah 7.59 5.59 4.91 6.68 5.11<br />Kalimantan Selatan 7.67 6.02 7.34 8.87 7.62<br />Kalimantan Timur 9.69 10.39 11.17 13.43 12.07<br />Sulawesi Utara 10.79 10.91 14.05 14.62 12.35<br />Sulawesi Tengah 4.64 5.85 7.71 10.31 8.39<br />Sulawesi Selatan 17.32 15.93 15.93 12.76 11.25<br />Sulawesi Tenggara 10.30 9.35 10.93 9.67 6.40<br />Gorontalo 10.17 12.29 14.04 7.62 7.16<br />Sulawesi Barat - - - 6.45 5.45<br />Maluku 12.63 11.67 15.01 13.72 12.20<br />Maluku Utara 7.50 7.53 13.09 6.90 6.05<br />Papua Barat - - - 10.17 9.46<br />Papua 6.21 8.00 7.31 5.83 5.01<br />Jumlah 9.67 9.86 11.24 10.28 9.11<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2003-2007<br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.13<br />TPT menurut provinsi (persen), Tahun 2003-2007<br /><br /> <br />Dari tabel di atas dapat diketahui selama kurun waktu dari tahun 2003-2007 TPT di Indonesia mengalami peningkatan dan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2003 ke 2004 mengalami kenaikan dari jumlah 9,67 menjadi 9,86, sedangkan dari tahun 2004 ke tahun 2005 mengalami peningkatan lebih besar dari jumlah 9,86 menjadi 11,24 sedangkan dari tahun 2005 ke 2006 mengalami penurunan dari jumlah 11,24 menjadi 10,28 lalu pada tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan kembali dari jumlah TPT 10,28 menjadi 9,11.<br />Pada tahun 2003 TPT paling besar terdapat di Wilayah DKI Jakarta dengan jumlah 14,86 sedangkan jumlah terkecil TPT terdapat di wilayah NTT dengan jumlah 4,02. Pada tahun 2004 TPT paling besar terdapat di Wilayah Sulawesi Selatan dengan jumlah 15,93 sedangkan jumlah terkecil TPT terdapat di Wilayah NTT dengan jumlah 4,48. Pada tahun 2005 TPT paling besar terdapat di Wilayah Banten dengan jumlah 16,59 sedangkan TPT dengan jumlah terkecil terdapat di Wilayah NTT dengan jumlah 4,82. Pada tahun 2006 TPT paling besar terdapat di Wilayah Banten dengan jumlah 18,91 sedangkan TPT terkecil terdapat di Wilayah NTT dengan jumlah 3,65. Dan pada tahun 2007 TPT terbesar terdapat di Wilayah Banten dengan jumlah 15,75 sedangkan TPT terkecil terdapat di Wilayah NTT dengan jumlah 3,72. Jadi pada table di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2005 TPT paling besar terdapat pada Wilayah Banten sedangkan TPT dari tahun 2003-2007 paling kecil semua berada pada Wilayah NTT.<br /><br />Tabel 2.12<br />Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin (persen)<br />Tahun 2001-2007<br />Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah<br />2001 6.59 10.55 8.10<br />2002 7.47 11.75 9.06<br />2003 7.89 12.68 9.67<br />2004 8.11 12.89 9.86<br />2005 9.29 14.71 11.24<br />2006 8.52 13.35 1.028<br />2007 8.11 10.77 9.11<br />Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2001-2007<br /><br /><br />Gambar 2.14<br />Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin (persen)<br />Tahun 2001-2007<br /><br /> <br /><br /><br />Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2001-2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut jenis kelamin mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 laki-laki (6,59) lebih kecil dibandingkan perempuan (10.55) sehingga berfluktuasi sekitar 8%. Pada tahun 2002 laki-laki (7.47) lebih kecil dibandingkan perempuan (11.75) sehingga berfluktuasi sekitar hampir 9%. Pada tahun 2003 laki-laki (7.89) lebih kecil dibandingkan perempuan (12.68) sehingga berfluktuasi sekitar hampir 10%. Pada tahun 2004 laki-laki (8.11) lebih kecil dibandingkan perempuan (12,89) sehingga berfluktuasi hamper 10%. Pada tahun 2005 laki-laki (9,29) lebih kecil dibandingkan perempuan (14.71) sehingga berfluktuasi sekitar 11%. Pada tahun 2006 laki-laki (8,52) lebih kecil dibandingkan perempuan (13.35) sehingga berfluktuasi sekitar 10%. Dan pada tahun 2007 laki-laki (8,11) lebih kecil dibandingkan perempuan (10.77) sehingga berfluktuasi sekitar 9%. Pada data di atas terdapat kesamaan bahwa dari tahun ke tahun laki-laki selalu lebih kecil dibandingkan perempuan ini membuktikan bahwa tingkat pengangguran lebih banyak dialami oleh perempuan ini membuktikan bahwa perempuan lebih kecil tingkat kesempatan kerjanya dibandingkan laki-laki.<br /><br />Tabel 2.13<br />Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi (persen)<br />Tahun 2001-2007<br />Jenis Pendidikan 2003 2004 2005 2006 2007<br />Tidak/Belum pernah sekolah 6.68 5.93 5.37 3.22 1.72<br />Tidak/belum tamat SD 5.43 5.07 5.59 4.86 3.26<br />SD 6.53 6.08 7.05 6.91 5.43<br />SLTP 11.69 12.65 14.15 12.94 10.73<br />SLTA umum 17.07 17.66 20.40 18.08 16.57<br />SLTA kejuruan 16.64 17.53 18.92 17.27 21.00<br />DiplomaI/II/III/Akademi 10.39 10.34 12.33 9.99 13.26<br />Universitas 9.14 10.94 11.64 10.40 13.61<br />Jumlah 83.57 86.2 95.45 83.67 85.58<br />Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2001-2007<br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.15<br />Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi (persen)<br />Tahun 2001-2007<br /> <br /><br />Pada tahun 2003 ke tahun 2004 tingkat pendidikan penduduk yang bekerja tampak masih rendah. Sebagian besar penduduk yang bekerja hanya sampai SLTA umum. Tidak/Belum pernah sekolah lebih besar pada tahun 2004(5.93) sedangkan paling sedikit pada tahun 2007 (1.72), Tidak/belum tamat SD lebih besar pada tahun 2005 (5.59) paling sedikit pada tahun 2007 (3.26), SD paling besar pada tahun 2005 (7.05) paling sedikit pada tahun 2007 (5.43), SLTP lebih besar pada tahun 2005 (14.15) lebih kecil pada tahun 2007 (10.73), SLTA umum lebih besar pada tahun 2005 (20.40) lebih kecil pada tahun 2007(16.57), SLTA kejuruan lebih besar pada tahun 2007 (21.00) lebih kecil pada tahun 2003 (16.64), DiplomaI/II/III/Akademi lebih besar pada tahun 2007 (13.26) lebih kecil pada tahun 2006 (9.99), Universitas lebih besar pada tahun 2007 (13.61) lebih kecil pada tahun 2003 (9.14). Jadi dari keterangan di atas Jumlah Pengangguran Terbuka terdapat pada tahun 2005 dengan angka 96%.<br /><br /><br /><br />Tabel 2.14<br />TPT Menurut Kelompok Umur (persen)<br />Tahun 2001-2007<br />Golongan Umur 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />15-19 28.72 34.57 36.79 34.88 37.09 28.82 30.02<br />20-24 20.99 23.56 23.22 25.24 27.20 23.56 22.42<br />25-29 8.66 9.80 9.81 11.41 11.90 12.94 12.43<br />30-34 4.16 4.52 4.58 4.90 5.92 6.92 7.42<br />35-39 2.36 3.01 2.97 3.00 3.41 4.56 4.84<br />40-44 2.13 2.11 2.17 2.00 2.58 3.70 2.32<br />45-49 2.24 2.13 2.36 2.22 2.51 3.35 1.71<br />50-54 2.46 3.09 3.10 2.97 2.48 2.71 1.57<br />55-59 2.63 3.73 4.35 4.24 2.71 2.76 2.01<br />60+ 4.82 2.84 9.21 8.04 5.17 1.89 1.41<br />Jumlah Total 79.17 89.36 98.56 98.9 100.97 91.21 84.59<br />Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2001-2007<br /><br />Gambar 2.16<br />TPT Menurut Kelompok Umur (persen)<br />Tahun 2001-2007<br /> <br /><br />Dari tabel di atas dapat diaketahui bahwa selama kurun waktu dari tahun 2001-2007 TPT menurut kelompok umur di Indonesia secara keseluruhan berfluktuasi dari tahun ke tahun. TPAK menurut umur mengikuti pola huruf U terbalik. Angka ini rendah pada umur-umur muda karena sekolah kemudian naik sejalan dengan kenaikan umur mancapai puncaknya pada umur 25-29 tahun dan selanjutnya turun lagi secara perlahan pada umur-umur berikutnya antara lain, karena pensiun dan telah mencapai usia tua sekali. <br />TPT menurut kelompok umur di Indonesia pada tahun 2001 menurun dibandingkan tahun 2002 yaitu dari 79.17 menjadi 89.36. Sedangkan tahun 2003 ke 2004 mengalami peningkatan dari 98.56 menjadi 98.9. Pada tahun 2005 ke 2006, mengalami penurunan dari 100.97 menjadi 91.21. Pada tahun 2006 ke 2007 mengalami penurunan juga dari 91.21 menjadi 84.59.<br /> <br />Tabel 2.15<br />TPT Menurut Daerah Tempat Tinggal (persen)<br />Tahun 2001-2007<br />Tempat Tin ggal 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />Perkotaan 10.99 11.97 12.45 12.73 14.22 12.94 12.39<br />Pedesaaan 6.09 6.97 7.72 7.86 9.14 8.39 6.80<br />Jumlah 8.10 9.06 9.67 9.86 11.24 10.28 9.11<br />Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2001-2007<br /><br />Gambar 2.17<br />TPT Menurut Daerah Tempat Tinggal (persen)<br />Tahun 2001-2007<br /><br /> <br /><br /><br />Dari tabel di atas dapat diketahui selama kurun waktu dari tahun 2001-2007 TPT menurut daerah tempat tinggal di Indonesia mengalami peningkatan dan mengalami penurunan secara signifikan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2001 ke 2002 pada daerah perkotaan mengalami kenaikan dari (10,99) menjadi (11,97) sedangkan pada daerah pedesaan mengalami kenaikan juga dari tahun 2001 (6,09) ke tahun 2002(6.97) sedangkan pada tahun 2003 perkotaan(12,45) ke 2004 perkotaan (12,73) mengalami kenaikan sedangkan pada pedesaan dari (7.72) menjadi (7.86). Pada tahun 2005 ke 2006 mengalami penurunan dari (14.22) perkotaan ke (12.94) perkotaan sedangkan pedesaan (9.14) menjadi (8.39). Sedangkan dari tahun 2006 ke 2007 mengalami penurunan juga dari (12.94) perkotaan ke (12.39) perkotaan sedangkan pedesaan (8.39) menjadi (6.80).<br /><br />2.3 PERMASALAHAN DAN KEBIJAKANNYA<br />2.3.1 Kependudukan<br />2.3.1.1 Masalah Kependudukan<br />Masalah kependudukan merupakan masalah yang sangat pelik bagi Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang. Bila dilihat dari penyebabnya terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya masalah kependudukan tersebut baik secara kuantititatif maupun kualitatif, diantranya yaitu:<br />1. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban manusia terutama dibidang teknologi baru, pelayanan kesehatan, pendidikan, komunikasi, dan lain-lain.<br />2. Dorongan atau hasrat naluri manusia yang selalu memperoleh kondisi yang lebih baik sebelumnya didalam kehidupannya baik material maupun intelektual.<br />3. Keterbatasan kemampuan dukungan alam dan sumber daya alam serta dukungan lainnya yang diperlukan.<br />4. Keamanan dan kestabilan negara terutama setelah pemerintahan Orde Baru dengan titik perhatian utama kepada usaha dibidang pembangunan telah membawa pepengaruh terhadap tingat kesejahteraan yang lebih baik.<br />Dari beberapa hal tersebut di atas akan membawa akibat timbulnya masalah-masalah kependudukan yang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu masalah kependudukan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.<br />Masalah kependudukan yang bersifat kuantitatif diantaranya jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyebaran yang tidak merata dan komposisi penduduk yang tidak menguntungkan. <br />Sedang masalah yang kualitatif diantaranya masalah kebutuhan akan pangan, pendidikam penduduk, perlayanan kesehatan, perumahan, pendapatan perkapita, kelestarian lingkungan, sumber daya alam, tenaga kerja, dan lain-lain.<br />a. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk yang Tinggi <br />Tingkat pertumbuhan penduduk ditentukan oleh Fasilitas (kelahiran), Mortalitas (kematian),dan Migrasi (perpindahan). Pertumbuhan penduduk di Indonesia lebih dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, karena migrasi Internasional jumlahnya sangat sedikit. Selisih antara kedua faktor ini akan memberikan pertambahan atau pengurangan penduduk. <br />Indonesia memperlihatkan keadaan yang pesat untuk kedua hal di atas, dimana pada tahun 1980 tercatat untuk masing-masing jumlah penduduk dan pertumbuhannya: 147,5 juta dan 2,3 persen. Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan secara berarti dan hal ini akan berjalan terus jika tidak ada usaha penanganan yang intensif. Apalagi mulai tahun 1971 penurunan tingkat kematian sudah mulai terlihat, dimana 16,64 perseribu tahun 1971-1975 dan menurun 14,38 perseribu penduduk pada tahun 1978 sampai tahun 1979. Akibatnya, jumlah penduduk semakin tinggi terutama sekali akibat penurunan tingkat kelahiran belum dapat mengimbangi kecepatan lajunya penurunan tingkat kematian.<br />b. Penyebaran Penduduk yang Tidak Merata<br />Mengalirnya penduduk dari daerah desa ke kota menimbulkan berbagai masalah bagi program tata kota. Bertambahnya penduduk berarti bertambahnya pengadaan sarana perumahan, transportasi, lapangan kerja, dan lain-lain. Contohnya : besarnya penduduk yang bermukim di pulau Jawa, sementara pulau-pulau lainnya menampung sebagian kecil dari penduduk seluruhnya. <br />c. Komposisi Penduduk yang Tidak Menguntungkan<br />Masalah kependudukan kuantitatif di atas sedikit banyak akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan penduduk dan menimbulkan masalah kependudukan kualitatif, diantaranya :<br />1. Kebutuhan Bidang Pangan<br />Peningkatan jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan ketersediaaan bahan pangan menjadi tantangan pada saat ini. Ketidakseimbangan jumlah penduduk dan daya dukung ini, akan membawa akibat buruk bagi perkembangan penduduk itu sendiri. Berita-berita menyedihkan seperti kelaparan dan kekurangan gizi bukti dan ketidakseimbangan tersebut.<br />2. Tingkat Pendidikan penduduk<br />Tingginya angka kelahiran dengan sendirinya akan menambah banyaknya penduduk usia sekolah. Konsekuensinya, sarana pendidikan harus disiapkan untuk menampung penduduk usia sekolah ini. <br />3. Tingkat Pelayanan Kesehatan<br />Pemenuhan pelayanan kesehatan yang baik dan memadai adalah jaminan bagi penduduk untuk bekerja dan berkarya lebih baik dan lebih produktif. Namun, karena jumlah penduduk yang melimpah maka proses terjadinya pelayanan itu terhambat, maka produktifitas akan menurun dengan sendirinya.<br />4. Perumahan<br />Setelah lahan-lahan pertanian tergeser akibat dari ledakan penduduk, akibatnya adalah tergusurnya tempat-tempat tinggal. Mereka berbondong-bondong menyerbu jantung kota. Tata ruang kota yang sudah tidak memungkinkan lagi menerima pendatang itu mengantarkan mereka ke dalam kehidupan yang tidak terurus.<br />5. Pendapatan Perkapita<br />Besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan tingginya persentase penduduk yang tidak memiliki tanah dan bekerja sebagai buruh tani, merupakan gambaran keadaan lapangan kerja penduduk Indonesia. Adanya tenaga kerja dari sektor tradisional yang mencoba berusaha di sektor informasi ternyata tidak juga menunjukkan hasil yang berarti, pada akhirnya situasi ini menurunkan pandapatan perkapita penduduk.<br />6. Kelestarian Lingkungan dan Sumber Daya<br />Ledakan penduduk, krisis pangan, bencana alam telah menimbulkan pada manusia kesadaran akan lingkungannya (Sandy, 1977). Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Sandy tersebut di atas, kerusakan lingkungan hidup pada hakikatnnya merupakan masalah bagi manusia itu sendiri dalam mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya. Apa yang terjadi pada masyarakat di Indonesia dapat disimak bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, dan pencemaran baik air tanah dan udara sejalan dengan makin bertambahnya intensitas kegiatan masyarakat.<br />7. Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja<br />Konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan akibat bertambahnya jumlah penduduk adalah lahirnya tenaga kerja. Besar kecilnya angkatan kerja sangat tergantung pada tingkat kelahiran dan kematian. Semakin tinggi tingkat kelahiran dan rendahnya tingkat kematian maka ketersediaan tenaga kerja cenderung meningkat.<br /><br />2.3.1.2 Kebijakan-kebijakan Kependudukan<br />Kependudukan di Indonesia memperlihatkan sekurang-kurangnya empat sifat khas sebagai berikut:<br />1. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat (2,34 % per tahun).<br />2. Distribusi penduduk yang tidak merata.<br />3. Susunan penduduk muda (misal data pada tahun 1974:44 % penduduk berumur 0-14 tahun)<br />4. Mobilitas tinggi (dalam arti urbanisasi)<br />Untuk mengatasi permasalahan kependudukan tersebut, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah diantaranya:<br /><br /> Kebijakan Menurunkan Angka Kelahiran<br />Upaya-upaya dalam melaksanakan kebijakan tersebut diantaranya, yaitu:<br />1. Melaksanakan program Keluarga Berencana (KB)<br />Tujuan KB adalah untuk menurunkan angka kelahiran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga serta kesehatan ibu dan anak. Secara resmi, KB mulai dilaksanakan pada tahun 1970 yang diorganisasikan melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).<br />2. Menggalakkan Semboyan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)<br />NKKBS berhubungan erat dengan KB. Semboyan ini dikeluarkan pemerintah untuk mengganti istilah yang telah tertanam lama dalam budaya masyarakat Indonesia, yaitu istilah ‘banyak anak banyak rezeki” , yang pada masa sekarang ini istilah tersebut sudah tidak tepat. Untuk mendukung pelaksanaan NKKBS ini digalakkan pula semboyan “Dua anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja”.<br />3. Menunda Usia Perkawinan<br />Pemerintah telah membuat peraturan tentang batasan usia ideal bagi pria dan wanita untuk melangsungkan pernikahan, yaitu usia 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi wanita atau pria yang menikah pada usia dini bahkan di bawah umur.<br /><br /> Kebijakan Mobilitas Penduduk<br />Ditempuh melalui beberapa kebijakan, diantaranya yaitu:<br />1. Kebijakan Langsung (Direct Policy)<br />Di bidang mobilitas penduduk diarahkan pada pelaksanaan mobilitas yang berdampakm pada terarah mobilitas penduduk melalui fasilitas perpindahan transmigrasi dan pemukiman kembali (resettlement) korban bencana alam serta penanganan pengungsi.<br />2. Kebijakan yang Tidak Langsung (Indirect Policy)<br />Berupa pengembangan kebijakan pembangunan, perumusan perangkat hukum, penyusunan pedoman, serta pemberian kemudahan, yang kesemuanya itu diharapkan dampak positif terhadap persebaran dan mobilitas penduduk, baik persebaran penduduk antarwilayah, ataupun mobilitas nonpermanent, dan migrasi internasional.<br /><br /> Kebijakan Urbanisasi<br />Urbanisasi harus dibatasi, sebab bila tidak dibatasi akan mengakibatkan gejala-gejala sosial yang kurang baik di kota-kota besar. Kebijakan yang dilakukan :<br />1. Menyatakan sebagai kota tertutup<br />Berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1 b. 3/1/27/70 tanggal 5 Agustus 1970 yang menyatakan Jakarta sebagai kota tertutup bagi pendatang baru yang tidak mempunyai pekerjaan/kegiatan.<br />2. Menggiatkan transmigrasi<br />Di desa sebagai rural area, menyalurkan para petani yang tidak memilik tanah garapan di daerah transmigrasi. Di kota sebagai urban area, menyalurkan para tuna wisma dan tuna karya ke daerah transmigrasi.<br /><br /> Peningkatan Mutu Kehidupan Penduduk<br />Bebarapa usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kualitas penduduk Indonesia adalah sebagai berikut:<br />a. Bidang Pendidikan<br />Usaha pemerintah untuk meniangkatkan pendidikan penduduk Indonesia, misalnya:<br />a. Melaksanakan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun<br />b. Melaksanakan Program Kejar Paket A dan Paket B<br />c. Meningkatkan jumlah gedung sekolah dan tenaga pengajar<br />d. Meningkatkan mutu tenaga pengajar dan lulusan sekolah<br />e. Menyelenggarakan pendidikan luar sekolah, seperti Balai Latihan Kerja (BLK) dan kursus-kursus ketrampilan untuk mengupayakan tenaga kerja siap pakai.<br />b. Bidang Kesejahteraan Umum<br />Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan umum meliputi peningkatan di bidang pertanian, sandang, dan tempat tinggal penduduk yang memadai.<br />c. Bidang Kesehatan<br />Usaha peningkatan pelayanan kesehatan penduduk mencakup hal-hal berikut :<br />a. Kegiatan di bidang kesehatan lingkungan, misalnya kerja bakti bersama-sama<br />b. Kegiatan di bidang pengobatan penduduk, misalnya mendirikan puskesmas (pusat kesehatan masyarakat)<br />c. Kegiatan peningkatan gizi makanan ibu dan balita, misalnya menyelenggarakan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), posyandu, penyuluhan tentang gizi.<br />d. Kegiatan pemberantasan penyakit, misalnya menyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional.<br /><br />2.3.2 Ketenagakerjaan<br />2.3.2.1 Masalah Ketenagakerjaan<br />Bangsa Indonesia sekarang ini sedang menghadapi beberapa masalah ketenagakerjaan mendesak yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah, masalah-masalah ketenagakerjaan tersebut diantaranya:<br />a. Masalah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri<br />Pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia mengandung bobot politis yang tinggi karena menyangkut harkat kemanusiaan dan harga diri bangsa. Karena keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak krisis moneter, manfaat program ini menjadi lebih dirasakan. Namun telah dirasakan banyak masalah, sejak dari rekrutmen, pembekalan kemampuan kerja, pemberangkatan, penempatan, perlindungan sejak rekrutmen dan selama bekerja di luar negeri, demikian juga perlindungan pada saat pemulangan ke Indonesia. Tingkat pendidikan mereka pada umumnya terlalu rendah sehingga tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.<br />Adapun data yang dapat disajikan mengenai pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, adalah sebagi berikut<br /><br /><br />Tabel 2.16<br />Penempatan TKI Ke Luar Negeri <br />MenurutJenis Kelamin Tahun 2001<br />No. Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Jumlah<br />I. ASIA PASIFIK <br />1. Malaysia 44,260 66,230 110,490<br />2. Singapura 3,397 30,898 34,295<br />3. Brunei Darussalam 1,582 4,191 5,773<br />4. Hongkong 2 23,927 23,929<br />5. Taiwan 2,418 35,701 38,119<br />6. Korea Selatan 2,814 577 3,391<br />7. Thailand 6 0 6<br />8. Srilanka 9 0 9<br />9. Jepang 1,536 7 1,543<br />Jumlah 56,024 161,531 217,555<br />II. TIMUR TENGAH & AFRIKA <br />1. Saudi Arabia 9,817 93,418 103,235<br />2. Uni Emirat Arab 268 10,759 11,027<br />3. Kuwait 125 3,218 3,343<br />4. Bahrain 2 1,556 1,558<br />5. Qatar 28 1,001 1,029<br />6. Oman 0 554 554<br />7. Yordania 29 350 379<br />8. Mesir 0 1 1<br />9. Nigeria 0 8 8<br />10. Cyprus 0 22 22<br />11. Turki 22 2 24<br />Jumlah 10,291 110,889 121,180<br />III. AMERIKA <br />1. Amerika Serikat 135 3 138<br />2. Republik Palau 90 0 90<br />Jumlah 225 3 228<br />IV. EROPA <br />1. Belanda 18 1 19<br />2. Inggris 0 1 1<br />3. Austria 6 3 9<br />Jumlah 24 5 29<br />Jumlah 66,564 272,428 338,992<br />Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN<br /> <br /><br />Tabel 2.17<br />Penempatan TKI Ke Luar Negeri <br />MenurutJenis Kelamin Tahun 2002<br /><br />No. Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Total<br />I. ASIA PASIFIK <br />1. Malaysia 87,566 65,114 152,680<br />2. Singapura 80 15,991 16,071<br />3. Brunei Darussalam 3,088 5,414 8,502<br />4. Hongkong 1 20,430 20,431<br />5. Taiwan 3,178 32,744 35,922<br />6. Korea Selatan 3,585 688 4,273<br />7. Muangthai 1 0 1<br />8. Jepang 441 3 444<br />Jumlah 97,940 140,384 238,324<br />II. TIMUR TENGAH & AFRIKA <br />1. Saudi Arabia 18,256 195,347 213,603<br />2. Uni Emirat Arab 332 7,447 7,779<br />3. Kuwait 37 16,381 16,418<br />4. Bahrain 0 666 666<br />5. Qatar 55 861 916<br />6. Oman 2 1,309 1,311<br />7. Yordania 89 1,144 1,233<br />8. Yaman 0 12 12<br />9. Cyprus 0 23 23<br />Jumlah 18,771 223,190 241,961<br />III. AMERIKA <br />1. Amerika Serikat 33 7 40<br />Jumlah 33 7 40<br />IV. EROPA <br />1. Spanyol 11 0 11<br />2. Belanda 23 32 55<br />3. Inggris 1 1 2<br />Jumlah 35 33 68<br />Jumlah 116,779 363,614 480,393<br />Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN<br /><br /><br />Tabel 2.19<br />Penempatan TKI Ke Luar Negeri <br />MenurutJenis Kelamin Tahun 2003<br /><br />No. Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Jumlah<br />I. ASIA PASIFIK <br />1 Malaysia 57,034 32,405 89,439<br />2 Singapura 5 6,098 6,103<br />3 Brunei Darussalam 388 758 1,146<br />4 Hongkong 1 3,508 3,509<br />5 Taiwan 1,307 623 1,930<br />6 Korea Selatan 6,390 1,105 7,495<br />8 Jepang 100 0 100<br />Jumlah 65,225 44,497 109,722<br />II. TIMUR TENGAH & AFRIKA <br />1. Saudi Arabia 14,304 154,734 169,038<br />2. Uni Emirat Arab 98 1,377 1,475<br />3. Kuwait 109 12,159 12,268<br />4. Bahrain 0 88 88<br />5. Qatar 2 178 180<br />6. Oman 0 495 495<br />7. Yordania 0 266 266<br />8. Yaman 0 0 0<br />9. Cyprus 0 0 0<br />Jumlah 14,513 169,257 183,770<br />III. AMERIKA <br />1. Amerika Serikat 144 27 171<br />Jumlah 144 27 171<br />IV. EROPA <br />1. Spanyol 0 0 0<br />2. Belanda 15 15 30<br />3. Italia 0 1 1<br />Jumlah 15 16 31<br />Jumlah 79,897 213,797 293,694<br /> Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.20<br />Penempatan TKI Ke Luar Negeri <br />MenurutJenis Kelamin Tahun 2004<br />No. Negara Kawasan Laki-laki Perempuan Total<br />I. ASIA PASIFIK <br />1. Malaysia 22,669 31,254 53,923<br />2. Singapura 8 9,404 9,412<br />3. Brunei Darussalam 9 2 11<br />4. Hongkong 0 1,784 1,784<br />5. Taiwan 662 104 766<br />6. Korea Selatan 1,664 194 1,858<br />7. Jepang 57 0 57<br />8. Muangthai 6 0 6<br />Jumlah 25,075 42,742 67,817<br />II. TIMUR TENGAH & AFRIKA <br />1. Saudi Arabia 11,248 134,674 145,922<br />2. Uni Emirat Arab 25 7,144 7,169<br />3. Kuwait 1,221 12,389 13,610<br />4. Bahrain 0 3 3<br />5. Qatar 40 68 108<br />6. Oman 0 0 0<br />7. Yordan 9,708 268 9,976<br />8. Yaman 0 0 0<br />9. Cyprus 0 0 0<br />Jumlah 22,242 154,546 176,788<br />III. AMERIKA <br />1. Amerika Serikat 16 0 16<br />Jumlah 16 0 16<br />IV. EROPA <br />1. Belanda 0 3 3<br />2. Inggris 0 0 0<br />3. Spanyol 0 0 0<br />Jumlah 0 3 3<br />Jumlah 47,333 197,291 244,624<br />Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN<br /> Data Januari s.d. September 2004<br /> <br /><br />b. Masalah Pelatihan Kerja<br />Program latihan kerja perlu diprioritaskan baik dalam rangka menghadapi era globalisasi dan persaingan dunia, maupun untuk mengatasi dampak krisis ekonomi mengurangi pengangguran. Kompetensi sumberdaya manusia Indonesia perlu ditingkatkan setara dengan standar kompetensi internasional, supaya mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. Karena keterbatasan kesempatan kerja di sektor formal, program latihan perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan supaya sebagian besar tenaga kerja Indonesia mampu bekerja mandiri dan menciptakan kesempatan kerja sendiri. Program latihan juga harus disediakan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri.<br />c. Masalah Pembinaan Hubungan Industrial<br />Hubungan industrial di Indonesia akhir-akhir ini terkesan tidak kondusif. Gelombang pemogokan merupakan peristiwa yang kita saksikan hampir setiap hari. Banyak investor dalam dan luar negeri yang merasa kurang aman menanamkan modalnya di Indonesia.<br />Paradigma hubungan industrial di seluruh dunia terpaksa berubah, terutama dengan Deklarasi ILO bulan Juni 1998 yang lalu yang menyatakan bahwa semua negara harus meratifikasi dan melaksanakan 8 Konvensi Dasar ILO yang memuat hak-hak dasar pekerja. Hal ini di satu pihak mendorong keinginan mendirikan Serikat Pekerja yang lebih cepat dari kesiapan kepemimpinan Serikat Pekerja sendiri dan kesiapan pengusaha bermitra kerja dengan Serikat Pekerja yang pluralistik. Sekarang ini sudah terbentuk 70 Federasi Serikat Pekerja dan lebih dari 100 Serikat Pekerja yang tak berafiliasi.<br />Yang menjadi masalah adalah sebagian besar pengurus serikat pekerja tersebut tidak profesional di bidangnya, tidak mempunyai latar belakang perjuangan serikat bekerja, tidak mempunyai program kerja dan sasaran yang jelas, tidak mempunyai kemampuan negosiasi. Banyak kasus-kasus yang terjadi mengindikasikan bahwa "perjuangan" mereka sangat diragukan untuk kepentingan pekerja. Sebagian mempunyai muatan politik, sebagian lagi lebih menonjolkan kepentingan pribadi.<br />Tingkah laku serikat pekerja sekarang ini bukan saja terkesan menakutkan, akan tetapi dalam jangka panjang dapat merusak disiplin dan etos kerja para karyawan. Pengalaman para pengusaha di Amerika Serikat dan Eropa menghadapi perilaku serikat pekerja seperti itu dalam awal tahun 1970-an adalah menciptakan teknologi yang sangat sedikit menggunakan tenagakerja. Hal seperti itu dapat ditiru di Indonesia. Oleh sebab itu, salah satu prioritas utama ketenagakerjaan sekarang ini adalah pembekalan dan pemberdayaan para pemimpin serikat pekerja, supaya betul-betul mempunyai idealisme memperjuangkan kepentingan pekerja, memahami perjuangan serikat pekerja, mempunyai profesionalisme dalam mencapai sasaran organisasi, serta dapat menjadi mitra pengusaha menciptakan hubungan industrial yang harmonis supaya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.<br /><br />d. Masalah Perundang-Undangan Ketenagakerjaan<br />Sesuai dengan luasnya ruang lingkup ketenagakerjaan, peraturan perundangan yang mengaturnya pun cukup luas dan kompleks. ILO sendiri hingga tahun 2004 telah menerbitkan 186 konvensi. Indonesia sendiri telah meratifikasi 17 Konvensi tersebut. Di samping Konvensi ILO tersebut, Indonesia masih mempunyai sejumlah peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian tantangan besar yang dihadapi adalah menjamin konsistensi dari semua peraturan perundangan tersebut. Disamping itu, pimpinan Departemen perlu memahami latar belakang dan isi setiap peraturan dimaksud supaya dapat menjelaskannya dengan tepat kepada pengusaha, serikat pekerja dan masyarakat umum.<br /><br /><br /><br /><br /><br />2.3.2.2 Penanggulangan Masalah Ketenagakerjaan<br />Masalah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri<br />Untuk mengatasi masalah ini, mungkin bisa dilakukan dengan cara penekanan tentang persyaratan mengenai Tenaga Kerja Indonesia, yaitu antara lain:<br /> Pengiriman tenaga kerja minimum berpendidikan SLTP;<br /> Secara bertahap meningkatkan pengiriman tenaga menengah yang terlatih;<br /> Meningkatkan pengawasan rekrutmen secara ketat di dalam negeri, terutama para calo dan PJTKI;<br /> Perluasan dan diversifikasi pasar di luar negeri;<br /> Peningkatan kerjasama bilateral dengan berbagai negara;<br /> Sistem perlindungan yang komprehensif - efektif;<br /> Menawarkan alternatif berwirausaha dalam negeri bagi mereka yang ternyata mempunyai modal kerja. <br />Banyak di antara calon TKI/TKW yang mengeluarkan dana pribadi Rp. 4 juta atau lebih, bahkan ada yang mengeluarkan puluhan juta rupiah. Dengan modal kerja Rp. 2 juta, sangat banyak kesempatan atau usaha mandiri atau usaha keluarga yang dapat diciptakan di desa-desa dapat mampu memberi penghasilan untuk hidup layak. Dengan kata lain, daripada menantang risiko tinggi di luar negeri, sebaiknya mereka diarahkan dan dipersiapkan untuk membuka dan menekuni pekerjaan di dalam negeri.<br /><br />2.3.3 Kesempatan Kerja<br />2.3.3.1 Masalah Kesempatan Kerja<br /> Kesempatan Kerja di Kota<br />Pada tahun1980 di kota-kota di Indonesia kesempatan kerja kebanyakan pada “public services”, yaitu sebesar 33,1%, kemudian menyusul perdagangan dengan 26,1%, pertanian 12,7%, industry 9,5%, ttranspor dan komunikasi 7,9% serta pembangunan/konstruksi 6,4%. Di Indonesia elastisitas kesempatan kerja untuk sector pertanian 0,58%; industry 0,90%, listrik dan gas 0,88%; bangunan 0,6%; perdagangan 0,58%; angkatan 0,70%; dan keuangan 0,76%. (Sukanto dan Karseno:2001).<br />Segi Penawaran Tenaga Kerja, Penawaran tenaga kerja di kota tergantung pada besar, komposisi umur serta tingkat partisipasi penduduk kota. Besar penduduk kota tergantung pada kelahiran, kematian serta migrasi neto. Komposisi umur tergantung pada tingkat kesuburan (fertilitas) dan migrasi. Tingkat partisipasi tergantung pada tingkat upah, tingkat penganguran, komposisi umur dan kelamin penduduk.<br />Pada hakikatnya kelompok angkatan kerja dapat dibedakan ke dalam: (1) tenaga kerja primer dan (2) tenaga keja sekunder. Tenaga kerja primer merupakan mereka yang diharapkan secara tetap berada dalam angkatan kerja; mereka bekerja atau secara aktif mencari pekerjaan. Biasanya mereka adalah laki-laki antara umur 20 – 65 dan juga sebagian perempuan pada kelompok umur yang sama. Kelompok sekunder adalah mereka yang secara tertentu (kerja sambilan) menjadi anggota angkatan kerja. Dengan naiknya tingkat upah kelompok ini dapat secara penuh menjadi anggota angkatan kerja. Atau bila tingkat penghasilan keluarga menurun, anggota keluarga terpaksa masuk ke dalam angkatan kerja untuk menyelamatkan keluarga. Demikian pula halnya bila salah seorang anggota keluarga tidak dapat bekerja, anggota lain masuk menjadi anggota angkatan kerja.<br />Penawaran tenaga kerja di kota tergantung pada upah-upah relative serta distribusi pencapaiantingkat pendidikan dan latihan para anggota masyarakat. Selain itu pola kepadatan penduduk dalam kota serta sifat jaringan transportasi kota pun memegang peranan penting.<br />Selanjutnya perubahan – perubahan dalam penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan dalam tingkat pertisipasi tenaga kerja, yang sifatnya musiman, siklis bahkan karena stuktur demografi; yang musiman misalnya sekolah, hari libur; yang siklis karena akibat resesi atau ekspansi usaha; mereka yang cakap, dan lain-lain atau lebih mudah menjual tenaganya; migrasi canderung untuk menurunkan tingkat kecakapan penduduk asal orang tersebut dan sebaliknya menaikan tingkat kecakapan orang-orang daerah tujuan (kota).<br />Segi Permintaan Tenaga Kerja. Biasanya permintaan terhadap tenaga kerja itu erat hubungannya dengan permintaan akan hasil produksi perusahaan. Permintaan akan hasil produksi diterjemahkan melalui fungsi produksi ke dalam fungsi permintaan turunan terhadap tenaga kerja. Seperti diketehui fungsi produksi perusahaan mengandung berbagai faktor produksi, yaitu; tanah, tenaga kerja, modal dan teknologi.<br /> Kesempatan Kerja Di Desa<br />Bagi rumah tangga pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang tersedia dan tingkat upah. Kedua masalah ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja.<br />Baik kesempatan kerja maupun tingkat upah dipedesaan terutama dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan luar sektor pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja.<br />Dalam sektor pertanian besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas tanah pertanian, produktivitas tanah, intensitas tanam, dan teknologi yang diterapakan. Disektor nonpertanian kesempatan kerja anatara lain dipengaruhi oleh volume produksi, teknologi, dan tingkat harga komoditi.<br />Bagi golongan tak bertanah di pedesaan hampir 40% dari seluruh pengeluaran rumah tangga atau sekitar 60% dari total pengeluaran untuk bahan makanan dipergunakan untuk membeli beras. Oleh karenanya untuk golongan ini perubahan harga beras akan berpengaruh terhadap pendapatan serta permintaan terhadap upah untuk dapat menjamin kebutuhan hidup keluarganya.<br />Peningkatan jumlah buruh tani tak bertanah dan bertanah sempit, pertambahan penduduk, dan kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang belum berkembang, akan menyebabkan tekanan terhadap penyediaan tenga kerja dan tingkat upah. Penyediaan tenaga kerja serta tingkat upah yang diminta dipengaruhi pula oleh tingkat pendapatan rumah tangga. Di samping itu tingkat ketergantungan pada pendapatan dari buruh tani dan buruh rumah tangga juga mempengaruhi tingkat upah yang diinginkan.<br /><br />2.3.3.2 Kebijakan Kesempatan Kerja<br /> Masalah kesempatan kerja tidak banyak mengalami perubahan baik dam REPELITA I, II maupun III. Namun demikian trdapat perbedaan pokok di dalam kebijaksanaan perluasan kesempatan kerja di antara berbagai periode REPELITA tersebut.<br /> Kebijaksanaan kesempatan kerja dalam REPELITA I masih bersifat kebijaksanaan jangka pendek. Sasaran utama yang hendak dicapai adalah mengusahakan tersedianya tenaga-tenaga yang mampu melaksanakan pembangunan proyek-proyek PELITA. Mengingat uasaha-usaha pembangunan berdasarkan system perencanaan baru pertama kali di dilakukan secara sungguh-sungguh. Dalam PELITA I, maka seluruh pemikiran ditujukan untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek yang terdapat dalam rencana pembangunan tersebut. Tindakan darurat yang demikian ini sudah tentu tidak akan mempunyai dampak yang cukup besar di dalam mengatasi masalah kesempatan kerja.<br /> Tindakan darurat ini kemudian mengalami perubahan besar dalam REPELITA II. Kebijaksanaan kesempatan kerja diletakan dalam kerangka pemikiran yang lebih luas, dalam hal ini, kebijaksanaan kesempatan kerja dikaitkan dengan peralatan kebijaksanaan di sektor ekonomi keuangan lainnya. Seperti perkreditan, perpajakan, bea masuk, dan penentuan nilai tukar uang. Ini berarti usaha-usaha penciptaan kesempatan kerja dilakukan dengan segala front dan tidak merupakan usaha-usaha yang berdiri sendiri.<br />Disamping kebijaksanaan umum tersebut, telah diperhatikan pula usaha-usaha untuk mengoreksi ketimpangan yang terdapat di dalam kesempatan kerja sektoral. Di dalam hal ini akan diusahakan agar cara produksi dan pilihan produksi mengutamakan penggunaan tenaga kerja.<br />Walaupun kebijaksanaan umum dan kebijaksanaan sektoral ini mencakupi suatu kebijaksanaan yang cukup luas, namun demikian dirasa kurang perlu pula untuk mengadakan serangkaian tindakan-tindakan khusus yang langsung diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja. Dalam rangka ini telah direncanakan serangkaian proyek-proyek padat karya dan proyek-proyek INPRES, khususnya daerah-daerah pedesaan.<br />REPELITA II memperkirakan setidak-tidaknya akan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi 5,5 juta orang. Sehingga diperkirakan jumlah kesempatan kerja pada akhir REPELITA II akan mencapai 47,5 juta orang. Ini berarti laju pertumbuhan kesempatan kerja selama periode REPELITA II akan mencapai 2,5% pertahhun, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi sekitar 7,5% pertahun.<br />Kebijaksanaan kesempatan kerja ini tidak banyak mengalami perubahan dalam REPELITA III. Bahkan dapat diakatakan bahwa kebikajsanaan kesempatan kerja dalam REPELITA III merupakan penyempurnaan dari kebijaksanaan REPELITA II. Disamping memperoleh gagasan kebijhaksanaan umum, sektoral dan khusus, REPELITA II memberikan tekanan pula terhadap dimensi kebijaksanaan regioanal. Dalam hal ini kebijaksanaan kesempatan kerja dikaitkan dengan perencanaan pelaksanaan usaha perluasan kesempatan kerja berdasarkan perencanana daerah yang terpadu , ”khususnya daerah-daerah padat penduduk, minus dan miskin dan daerah-daerah pemukiman baru” dengan usaha-usaha yang demikian ini, diperkirakan akan apat diserap tambahan tenaga kerja baru sebanyak 6,4 juta orang dlam REPELITA III. Ini berarti bahwa jangka waktu sepuluh tahun terakhir ini akan tercipta lapangan kerja baru bagi 11,9 juta orang.<br />Proyeksi kesempatan kerja selama periode REPELITA IV (1983-1988) akan dipengaruhi sekali oleh perkiraan jumlah penduduk, angkatan kerja, Produk Domestik Bruto, produktivitas dan kebijaksanaan kesempatan kerja itu sendiri keseluruhan factor-faktor ini, secara langsung atau tidak langsung, akan dipengaruhi pula oleh berbagai factor Internasioanl, baik ekonomi maupun politik. <br /><br />2.3.4 Pengangguran<br />2.3.4.1 Masalah penganggur dan Setengah Penganggur<br />Jumlah penganggur terbuka dalam tahun 2003 memang tercatat kecil, yaitu 9,5 juta orang atau 6,57 % dari jumlah angkatan kerja. Sebagian besar mereka (6,2 juta orang atau lebih 65 %) adalah penganggur tenaga terdidik lulusan SLTP ke atas. Mereka mula-mula mengharapkan bekerja menjadi pegawai di sektor formal. Namun daya serap sektor formal sangat terbatas, sehingga mereka pada umumnya terpaksa menganggur antara 2-3 tahun sebelum memperoleh pekerjaan di sektor formal atau terpaksa mengambil pekerjaan di sektor informal.<br />Setengah penganggur atau mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, cukup besar. Dalam tahun 2003, setengah penganggur berjumlah 30,9 juta orang atau 30,8% dari angkatan kerja. Hampir seluruh mereka berada di sektor pertanian, pekerja mandiri dan di sektor informal. Sebagian besar mereka adalah tenaga tak terdidik atau berpendidikan maksimum SLTP. Dari semula mereka pada umumnya menyadari sangat sulit diterima bekerja di sektor formal dan segera memutuskan menerima pekerjaan apa adanya di sektor informal. Masalah utama yang mereka hadapi adalah keterbatasan pemilikan aset seperti tanah di sektor pertanian dan keterbatasan modal untuk pekerja mandiri dan sektor informal. Dan sebab itu produktivitas dan penghasilan mereka pada umumnya rendah<br />Adapun data kondisi penganggur terbuka menurut jenis kelamin dan daerah adalah sebagai berikut<br />Tabel 2.16<br />Kondisi Penganggur Terbuka<br />Menurut Jenis Kelamin Dan Daerah Tahun 2001 – 2005<br />(Dalam Ribu)<br />Jenis Kelamin 2001 2002 2003 2004 2005<br />Perkotaan<br /> Laki-laki<br />Perempuan<br />Pedesaan<br />Laki-laki<br />Perempuan 4.457<br />2.384<br />2.073<br />3.548<br />1.648<br />1.900 5.045<br />2.776<br />2.269<br />4.088<br />1.952<br />2.135 5.132<br />2.781<br />2.351<br />4.399<br />2.147<br />2.252 5.434<br />2.916<br />2.518<br />4.817<br />2.429<br />2.388 5.888<br />3.218<br />2.670<br />4.966<br />2.265<br />2.701<br />Jumlah 8.005 9.133 9.531 10.251 10.854<br />Sumber : BPS, Sakernas 2003-2005 (diolah)<br />Karena masalah penganggur berbeda dari masalah setengah penganggur seperti diuraikan di atas, maka untuk mengatasinya pun memerlukan kebijakan yang berbeda.<br />2.3.4.2 Kebijakan Masalah Pengangguran<br /> Kebijakan Mengatasi Masalah Penganggur <br />Perumbuhan ekonomi tidak otomatis mampu mengatasi masalah pengangguran. Pengalaman selama Orde Baru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sekitar 7-8 persen setahun dicapai karena konsentrasi pembangunan di sektor teknologi tinggi dan jasa keuangan yang mampu menyerap hanya sebagian kecil dari tenaga-tenaga terdidik.<br />Sektor formal hanya mampu menyerap sekitar 30% angkatan kerja. Sekitar 70% angkatan kerja tetap bekerja di sektor pertanian dan sektor informal lainnya. Keberhasilan Pemerintah sekarang ini menekan laju inflasi dan tingkat bunga patut dihargai. Namun, itu saja tidak cukup mengatasi pengangguran. Manfaatnya baru dinikmati sekelompok kecil pengusaha besar dan menengah. Pengusaha kecil dan pekerja keluarga atau pekerja mandiri di sektor informal belum menikmatinya secara signifikan. Oleh sebab itu, untuk 5 tahun masa Kabinet yang akan datang, kebijakan penanggulangan pengangguran harus diarahkan pada : pertama, meningkatkan daya serap sektor formal dengan mendorong dunia usaha yang bersifat padat karya seperti agrobisnis, industri kecil, industri tekstil dan sepatu. Pada saat yang sama, akses pengusaha kecil dan pekerja mandiri memperoleh kredit serta kompetensi SDM untuk itu harus ditingkatkan.<br />Kedua, sebagian besar angkatan kerja berpendidikan tinggi harus dipersiapkan menjadi pekerja mandiri atau menciptakan kesempatan kerja melalui usaha-usaha kecil. Untuk itu perlu ditingkatkan latihan kewirausahaan dengan dukungan penyediaan modal usaha mandiri dan usaha kecil.<br /> Kebijakan Mengatasi Masalah Setengah Penganggur <br />Masalah setengah penganggur sangat bervariasi dan kompleks. Setengah penganggur di sektor pertanian terjadi karena pemilikan tanah yang sangat terbatas, dan hasilnya yang sangat sensitif terhadap waktu pemasaran. Sebagian besar keluarga petani memiliki kurang dari 0,5 hektar lahan pertanian. Pada musim panen, harga hasil pertanian merosot dan tidak dapat ditahan lama menunggu harga naik kembali. Disamping itu, sektor pertanian pada umumnya dikelola secara tradisional sehingga produktivitasnya rendah.<br />Oleh sebab itu kebijakan di sektor pertanian perlu diarahkan pada : <br />• Meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang terbatas melalui diversifikasi produk, teknologi dan penyuluhan pertanian;<br />• Mengembangkan agroindustri untuk menampung dan mengolah hasil-hasil sektor pertanian.<br />Masalah setengah penganggur di kalangan di kalangan pekerja mandiri dan sektor informal lainnya adalah terutama menyangkut kemampuan kewirausahaan, keterbatasan modal dan keterbatasan pemasaran produk.<br />Oleh sebab itu kebijakan perlu diarahkan pada :<br />• Peningkatan kemampuan kewirausahaan dan pengembangan modul-modul usaha mandiri dan usaha kecil;<br />• Penyediaan kredit usaha mandiri dan usaha kecil;<br />• Pengembangan industri rumah tangga;<br />• Pengembangan pemasaran industri tumah tangga untuk domestik (seperti pola Sarinah) dan untuk ekspor.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1. Kesimpulan<br />Penduduk merupakan sejumlah mahluk sejenis (manusia) yang mendiami atau menduduki tempat tertentu (dunia) dan bagian-bagiannya. Terdapat teori-teori yang membahas tentang kependudukan diantaranya adalah pandangan merkantilisme, cantelion, fisiokrat. <br />Kependudukan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Pada dasarnya permasalahan ini mencakup dua segi, yakni permasalahan ditinjau dari sudut pandang kuantitatif dan kualitatif. Ditinjau dari segi kuantitatif, masalah kependudukan di Indonesia dapat terukur dari jumlah penduduk yang tinggi disertai dengan pertumbuhan yang tinggi tiap tahun dan persebaran penduduk di Indonesia belum merata. Selain itu, masalah kepadatan penduduk masih menjadi kendala, hal ini ditunjukan oleh jumlah penduduk yang masih terkonsentrasikan di pulau Jawa, tingginya animo masyarakat untuk berimigrasi ke DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, dan semakin tingginya tingkat urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota). <br />Hauser dan Duncan menyatakan demografi terdiri dari analisis demografi (demographic analysis) dan study kependudukan (population study) dalam pengertian yang lebih luas. Analisis demografi mempelajari komponen-komponen perubahan penduduk dan variasinya, atau variable kependudukan. Disamping mempelajari variable kependudukan, study kependudukan juga memperhatikan hubungan (asosiasi) antara perubahan penduduk dengan berbagai variable sosial, ekonomi, politik, biologi, genetika, dan lain sebagainya. Ringkasnya, bidang study kependudukan sekurang-kurangnya memperhatikan determinan dan akibat pertumbuhan penduduk.<br />Untuk memecahkan permasalahan mengenai kependudukan tersebut maka, pemerintah Indonesia membuat kebijakan-kebijakan diantaranya adalah Kebijakan Menurunkan Angka Kelahiran, Kebijakan Mobilitas Penduduk, Peningkatan Mutu Kehidupan Penduduk baik dibidang pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan umum.<br />Secara potensial terdapat sekitar 2,3 juta angkatan kerja usia muda yang memasuki pasaran kerja untuk tahun 1983/1984 saja. Dari jumlah itu yang pernah mengenyam pendidikan tingkat SLTA berjumlah 410.500 orang.<br />Angkatan kerja usia muda tamatan atau putus SLTA tersebut perlu mendapat perhatian tersendiri karena umumnya terdapat di kota-kota atau cenderung untuk berpindah ke kota-kota sehingga sulit diharapkan untuk dapat terserap dalam sektor informal yang umumnya terdapat di pedesaan.<br />Mereka yang telah diserap dalam pasaran kerja juga bukan tanpa masalah. Di negara kita ternyata bahwa sektor ekonomi berskala kecil merupakan penyerap tenaga kerja paling besar. Sebaliknya, tidak semua sektor ekonomi berskala besar mampu menyerap tenaga kerja. Sektor ekonomi berskala kecil umumnya tidak dapat memberikan imbalan jasa.<br />Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah tenaga kerja semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.<br />Namun, perkembangan angkatan kerja yang cepat nampaknya belum mampu diimbangi oleh perkembangan kesempatan kerja. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang penting adalah: <br />1. Masih sulitnya arus masuk modal asing, <br />2. Perilaku proteksionis sejumlah negara-negara maju dalam menerima ekspor negara-negara berkermbang,<br />3. Iklim investasi, pasar global, berbagai regulasi<br />4. Perilaku birokrasi yang kurang kondusif bagi pengembangan usaha,<br />5. Tekanan kenaikan upah di tengah dunia usaha yang masih lesu. <br />6. Kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan stabilitas politik.<br />Kebijakan untuk mengatasi permaahalahan ketenagakerjaan diantaranya adalah meningkatkan daya serap sektor formal dengan mendorong dunia usaha yang bersifat padat karya seperti agrobisnis, industri kecil, industri tekstil dan sepatu. Pada saat yang sama, akses pengusaha kecil dan pekerja mandiri memperoleh kredit serta kompetensi SDM untuk itu angkatan kerja berpendidikan tinggi harus dipersiapkan menjadi pekerja mandiri atau menciptakan kesempatan kerja melalui usaha-usaha kecil. Untuk itu perlu ditingkatkan latihan kewirausahaan dengan dukungan penyediaan modal usaha mandiri dan usaha kecil. harus ditingkatkan. Pengiriman tenaga kerja minimum berpendidikan SLTP; Secara bertahap meningkatkan pengiriman tenaga menengah yang terlatih; Meningkatkan pengawasan rekrutmen secara ketat di dalam negeri, terutama para calon dan PJTKI; Perluasan dan diversifikasi pasar di luar negeri; Peningkatan kerjasama bilateral dengan berbagai negara; Sistem perlindungan yang komprehensif-efektif; Menawarkan alternatif berwirausaha dalam negeri bagi mereka yang ternyata mempunyai modal kerja , diarahkan dan dipersiapkan untuk membuka dan menekuni pekerjaan di dalam negeri.<br />Pengangguran merupakan keadaan dari seseorang yang mengalami hambatan di dalam usahanya untuk memperoleh pekerjaan, sedangkan setengah pengangguran merupakan keadaan dari seseorang yang telah bekerja tetapi mengalami ketidakpuasan atas pekerjaan yang dilakukannya. Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut : . Pengangguran friksional, . Pengangguran Struktural, Pengangguran Musiman, Pengangguran Siklikal, Berdasarkan lama kerjanya, pengangguran dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut : Pengangguran Terbuka, Setengah Menganggur, Pengangguran Terselubung.<br />Pengangguran di Indonesia tiap tahun terus mengalami peningkatan dan tingkat pengangguran yang paling tinggi adalah di pulau jawa, adanya krisis ekonomi berimbas pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Dibandingkan di desa jumlah pengangguran dikota jauh lebih banyak. Jumlah pengangguran lulusan sekolah dasar lebih dominant daripada lulusan pendidikan lain. <br />Oleh karena itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya.<br />Rangkaian Pelita I s/d III yang telah kita lalui dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, rata-rata 7 % pertahun, ternyata tidak dapat juga menjembatani kesenjangan antara kebutuhan akan pekerjaan dan penciptaan kesempatam kerja. Terdapat sejumlah angkatan kerja yang tidak tertampung dan jumlah itu secara akumulatif terus membesar sebagai akibat daya serap pembangunan terhadap angkatan kerja di Indonesia rendah. Akibat resesi ekonomi dunia yang dampaknya akan tetap dirasakan dalam pelaksanaan Pelita IV ini maka pemerintah telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional hanya akan mencapai tingkat paling tinggi 5 % per tahun.<br />3.2 Saran<br />Untuk mengatasi masalah kependudukan yang terjadi di Indonesia. Terdapat beberapa saran yang dapat kami sampaikan diantaranya adalah:<br />1. Pemerintah lebih giat lagi dalam melaksanakan program yang berhubungan dengan kependudukan. Seperti menggalakan dan mengoptimalkan program Keluarga Berencana (KB).<br />2. Melaksanakan program pemerataan penduduk, agar penduduk tidak terkonsentrasi di kota-kota besar.<br />Sedangkan, untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di bidang ketenagakerjaan dan pengangguran. Maka, kami memiliki beberapa saran yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu menerapakan beberapa strategi kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan dan pengangguran. Strategi kebijakan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, yaitu:<br />1. Menciptakan lapangan kerja selaras dengan kebijakan ekonomi makro, yang berlandaskan pada upaya pengurangan pengangguran diberbagai sektor dan wilayah.<br />2. Meningkatkan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja. Hal ini antara lain dilakukan melalui penyediaan pendidikan dan pelatihan.<br />3. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja melalui penetapan sistem pengupahan dan penjaminan kesejahteraan pekerja.<br />4. Meningkatkan perlindungan bagi pekerja yang secara langsung terlibat dalam proses produksi barang dan jasa, termasuk tenaga kerja anak dan wanita.<br />5. Menata kembali sistem pelatihan, penempatan, pemantauan, dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri<br />6. Kebijakan bidang keuangan dan perbankan dalam memfasilitasi pemberian kredit UKM, akan sangat mendukung kebijakan lapangan usaha industri yang "ramah" ketenagakerjaan. Sama halnya kebijakan dalam hal kemudahan untuk memperoleh kredit usaha pertanian dan nelayan berskala kecil atau menengah, karena akan sangat membantu kebijakan sektor pertanian yang "ramah" ketenagakerjaan.<br />Persoalan pengangguran adalah, persoalan muara. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara. Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh melalui beberapa cara sebagai berikut:<br />1. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif (menciptakan pekerjaannya sendiri) sesuai Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.<br />2. Melalui kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, yaitu kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya.<br />3. Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas. <br />4. Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu.<br />5. Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).<br />6. Segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.<br />7. Mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang. Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.<br />8. Mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.<br />9. Upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur. <br />10. Segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif.<br />11. Mengembangkan usaha mandiri dan usaha kecil termasuk usaha-usah keluarga dan kerajinan rakyat.<br />12. Mengembangkan program latihan kewirausahaan terutama bagi para lulusan SLTP dan SLTA yang tidak melanjutkan sekolah, sehingga mampu bekerja mandiri.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Ananta, Aris. 1993. Ciri demografis kualitas penduduk dan pembangunan ekonomi. FEUI: Jakarta<br />BPS. 1998. Statistik Indonesia Statistical year book of Indonesia 1997. Jakarta<br />Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga: Jakarta<br />Reksohadiprodjo, Sukanto dan A.R Karseno. 2001. Ekonomi Perkotaan edisi 4. BPFE: Yogyakarta<br />Sudomo (Menteri Tenaga kerja). 1984. Perekonomian dan Perdagangan Indonesia 1984 ada apa?. Suara Karya: Jakarta<br />Tjiptoheriyanto, prijono dkk.1980. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonomi. FEUI: Jakarta<br />Kusnendi. (2002). Teori Makro Ekonomi 1.Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung<br />Skousen, Mark. (2006). Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Prenada: Jakarta<br />Sukirno, Sadono. (2003). Pengantar Teori Makroekonomi. Raja Grafindo Persada : Jakarta<br />BPS. 1985-2005. Data Kependudukan, Ketenagakerjaan dan Pengangguran Indonesia.<br />Tersedia di :<br />//http. www.suarapembaruan.com<br />//http.www.depnakertrans.go.id<br />//http.www.bps.go.id<br />//http.learning.unej.ac.id<br />//http.www.gapri.org<br />//http.www.lib.fkuii.org<br />//http.www. nakertrans.go.id<br />Yuliadi, imamudin. 2007. Perekonomian Indonesia. UPFE-UMY: Yogyakarta<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-9195609256529514412010-01-11T07:29:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.693-07:00PI_Olis_Neraca Pembayaran<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang Masalah<br />Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat bangsa tersebut. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat hanya dilakukan dengan berbekal tekad yang membaja dari seluruh rakyatnya untuk membangun, tetapi lebih dari itu harus didukung pula oleh ketersediaan sumber daya ekonomi, baik sumberdaya alam; sumberdaya manusia; dan sumber daya modal, yang produktif. Pada banyak negara dunia ketiga, yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju.<br />Neraca pembayaran merupakan bagian integral dari kebijaksanaan pembangunan dan mempunyai peranan penting dalam pemantapan stabilitas di bidang ekonomi yang diarahkan guna mendorong pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu juga diusahakan tercapainya perubahan fundamental dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat mening¬katkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap tantangan-tan¬tangan di dalam negeri dan keguncangan-keguncangan ekonomi dunia.<br />Setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia, banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar, hal ini menyebabkan keadaan perekonomian Indonesia memburuk. Banyak investor asing yang menarik modalnya dan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk memberbaiki keadaan tersebut, pemerintah melakukan berbagai cara salah satunya yaitu dengan menarik investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia serta dengan meminjam dana bantuan baik kepada negara-negara maju dan IMF. <br />Untuk mendorong gairah investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), be¬berapa kebijaksanaan penting telah diambil dilanjutkan usaha-usaha yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan devisa dan sekaligus melakukan penghematan dalam penggunaannya Dana yang berasal dari luar negeri masih tetap diperlukan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan pemba¬ngunan yang belum sepenuhnya dapat dibiayai oleh dana yang berasal dari dalam negeri. Dana pinjaman yang berasal dari luar negeri tersebut meliputi pinjaman pemerintah, pinjaman sektor swasta dan penanaman modal asing.<br />Kebijaksanaan di bidang pinjaman luar negeri, tetap di¬laksanakan secara berhati-hati dan senantiasa mengutamakan pinjaman bersyarat lunak dan tanpa ikatan politik, memperha¬tikan kemampuan untuk membayar kembali, serta menggunakan pinjaman untuk proyek-proyek yang dipandang produktif dan sesuai dengan rencana pembangunan yang telah digariskan. Da¬lam kaitan ini, tetap diupayakan untuk mendapatkan pinjaman khusus yang bersyarat lunak dan dapat dirupiahkan serta dapat segera ditarik yang ditujukan untuk membantu mengatasi keter¬batasan dana rupiah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dan sekaligus mendukung neraca pembayaran.<br />Di bidang perdagangan, kebijaksanaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam nege¬ri, menunjang pengembangan ekspor non-migas, memelihara ke¬stabilan harga dan penyediaan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri serta menunjang iklim usaha yang makin menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan di bidang pinjaman luar negeri melengkapi kebutuhan pembiayaan pembangunan di dalam negeri, dan diarahkan untuk menjaga kestabilan perkem¬bangan neraca pembayaran secara keseluruhan.<br />Dalam makalah ini, akan dijelaskan bagaimana perkembangan arus modal asing dan utang luar negeri Indonesia yang merupakan bagian dari neraca pembayaran Indonesia dan bagaimana pengaruhnya terhadap pembangunan Indonesia.<br />1.2 Rumusan Masalah<br />1 Bagaimana konsep neraca pembayaran, arus modal asing, dan utang luar negeri?<br />2 Bagaimana perkembangan neraca pembayaran Indonesia?<br />3 Bagaimana perkembangan arus investasi modal asing di Indonesia?<br />4 Bagaimana tantangan kebijakan investasi yang dihadapi Indonesia?<br />5 Bagaimana pengaruh penanaman modal asing terhadap perekonomian?<br />6 Bagaimana peranan utang luar negeri terhadap pembangunan Negara berkembang?<br />7 Bagaimana perkembangan utang luar negeri Indonesia?<br />8 Bagaimana dampak utang luar negeri terhadap pembangunan Indonesia?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Kajian Teoritis<br />2.1.1 Pengertian Neraca Pembayaran<br />Neraca pembayaran adalah catatan yang sistematik tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk Negara itu dengan penduduk Negara lain (Nopirin, 1996). Menurut Balance of Payment Manual (BPM) yang diterbitkan IMF (1993) definisi neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan baran jasa, transfer keuangan dan moneter antarapenduduk (resident) suatu Negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode tertentu,biasanya satu tahun (Hady, 2001).<br />Dari definisi di atas, dapat dilemukakan bahwa BOP merupakan suatu catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagai double-entry book-keeping sehingga setiap transaksi intrnasional yang terjadi akan tercatan dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit dan debit.<br />Berdasarkan konvensi yang biasanya digunakan dlam sistem double-entry book-keeping, transakasi yang tercatat dalam BOP terdiri atas hal-hal berikut : (Hady, 2001:60 )<br />1. Transaksi kredit<br />a. Ekspor barang dan jasa.<br />b. Penerimaan dari hasil investasi.<br />c. Offset to real or financial resources received (Transfer).<br />d. Increase in liabilities.<br />e. Decrease in financial assets.<br />2. Transaksi debit <br />a. Impor barang dan jasa.<br />b. Pembayaran atas hasil investasi.<br />c. Offset to real or financial resources provide (Transfer).<br />d. Decrease in liabilities.<br />e. Increase in financial assers.<br /><br />2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran<br />1. Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu Negara.<br />Peranan sektor eksternal tercermin antara lain dari besarnya jumlah permintaan produk domestik oleh bukan penduduk, atau sebaliknya. Semakin besar permintaan terhadap produk domestik oleh bukan penduduk, yang tercermin dari nilai ekspor Negara bersangkutan, semakin besar pula peranan sektor eksternal dalam pembentukan produk domestik.<br />2. Mengetahui aliran sumber daya antar Negara.<br />Berdasarkan Neraca Pembayaran dapat diketahui seberapa besar aliran sumber daya antara suatu Negara dengan Negara-negara lainnya sehingga terlihat apakah Negara tersebut merupakan pengekspor barang dan atau modal, atau sebaliknya sebagai pengimpor barang atau modal<br />3. Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu Negara<br />Dengan mengamati perkembangan Neraca Pembayaran, dapat diketahui pola umum kegiatan perekonomian suatu Negara dalam berinteraksi dengan Negara lain, seperti ketergantungan sumber pendapatan nasional dari hasil ekspor produk petanian dan ketergantungan sumber pembiayaan investasi dari Negara lain.<br />4. Mengetahui permasalahan utang luar negeri suatu Negara<br />Berdasarkan catatan transaksi modal dan keuangan di Neraca Pembayaran, dapat diketahui seberapa jauh suatu Negara dapat memenuhi kewajibannya terhadap Negara lain.<br />5. Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu Negara.<br />Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan devisa terkait dengan surplus atau defisit Neraca Pembayaran. Apabila terjadi surplus Neraca Pembayaran maka posisi cadangan devisa akan bertambah sebesar surplus tersebut. Dan sebaliknya.<br />6. Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan anggaran devisa (foreign exchange budget).<br />Dengan memperhatikan surplus atau defisit Neraca Pembayaran pada tahun tertentu, dapat diperlukan besarnya kebutuhan devisa untuk anggaran tahun berikutnya, sekaligus dapat ditentukan besarnya pinjaman yang diperlukan.<br />7. Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan nasional (national account).<br />Statistic Neraca Pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan nasional mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai ekspor-impor barang dan jasa yang tercatat dalam Neraca Pembayaran.<br /><br />2.1.3 Komponen Neraca Pembayaran<br />Neraca pembayaran dapat dipecah ke dalam beberapa kategori yaitu; transaksi berjalan (current account), neraca modal (capital account), dan cadangan devisa negara (official reserves account), <br />1. Transaksi berjalan (current account).<br />Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang berisi arus pembayaran jangka pendek (mencatat transaksi ekspor-impor barang dan jasa), yang meliputi :<br />a. ekspor dan impor barang-barang dan jasa ekspor barang-barang dan jasa yang diperlakukan sebagai kredit impor barang-barang dan jasa diperlakukan kembali sebagai debit.<br />b. net investment income tingkat bunga dan dividen diperlakukan sebagai jasa karena merepresentasikan pembayaran untuk penggunaan modal.<br />c. net transfer (transfer unilateral), meliputi bantuan luar negeri, pemberian-pemberian dan pembayaran lain antar pemerintah dan antar pihak swasta. Net transfer bukan merupakan perdagangan barang dan jasa. Atau dengan kata lain transaksi berjalan merangkum aliran dana antara satu Negara tertentu dengan seluruh negara lain sebagai akibat dari pembelian barang-barang atau jasa, provisi income atas aset finansial, atau transfer unilateral (misalnya bantuan bantuan antar pemerintah dan antar pihak swasta). <br />Transaksi berjalan merupakan ukuran posisi perdagangan intenasional yang luas. Defisit transaksi berjalan menjelaskan arus dana yang keluar suatu negara lebih besar dari dana-dana yang diterimanya. Komponen transaksi berjalan meliputi neraca perdagangan dan neraca barang dan jasa.<br />Transaksi berjalan umumnya digunakan untuk menilai neraca perdagangan. Neraca Perdagangan secara sederhana merupakan selisih/perbedaan antara ekspor dan impor. Jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang terjadi adalah defisit neraca perdagangan. Sebaliknya, jika ekspor lebih tinggi dari impor, yang terjadi adalah surplus. Sedangkan Neraca Jasa adalah neraca perdagangan ditambah jumlah pembayaran bunga kepada para investor luar negeri dan penerimaan dividen dari investasi di luar negeri, serta penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pariwisata dan transaksitransaksi ekonomi lainnya.<br />2. Neraca Modal (Capital Account)<br />Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara, Yang meliputi :<br />a. Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena suatu Negara menjual aset berharga kepada pihak asing untuk memperoleh uang tunai.<br />b. Arus modal keluar tercatat sebagai debit karena suatu Negara membeli asset berharga dari pihak asing (luar negeri).<br />c. Transaksi-transaksi neraca modal diklasifikasi sebagai investasi portfolio, langsung atau jangka pendek.<br />Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus modal neto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh demand valas untuk membeli barang-barang dan jasa dan demand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas.<br />3. Cadangan Devisa Negara (Official Reserves Account)<br />Mengukur perubahan-perubahan dalam cadangan internasional yang dimiliki oleh otoritas keuangan suatu negara. Hal ini mencerminkan surplus atau defisit transaksi-transaksi ekonomi neraca berjalan dan meraca modal suatu negara yang dihasilkan dengan cara mencari nilai selisih (netting) dari cadangan aset dan cadangan hutang. Cadangan devisa terdiri dari : <br />a. Cadangan internasional yang terdiri dari emas dan aset luar negeri yang dapat diperdagangkan.<br />b. Peningkatan dalam tiap aset tercatat sebagai debit<br />c. Penurunan cadangan aset tercatat sebagai kredit<br /><br />2.1.4 Pengertian Modal Asing<br />Pengertian Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. <br />Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 adalah :<br />a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.<br />b. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat terse-but tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.<br />c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.<br />Sehubungan dengan arus modal, dapat kiranya dipahami bahwa untuk melakukan transaksi perdagangan barang internasional di satu pihak tertentu diperlukan modal internasional dan di lain pihak transaksi tersebut menghasilkan keuntungan yang akhirnya akan terakumulasi menjadi modal baru yang akan di investasikan lagi untuk meningkatkan keuntungan.<br />Secara umum arus modal asing dapat bersifat hal berikut : (Hady, 2001:92-93)<br />1. Portofolio Investment, yaitu arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dan commercial papers. Arus portofolio inilah yang saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti New York, London, Paris, Frankfurt, Tokyo, Hongkong, Singapura.<br />2. Direct Investment, yaitu investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan di mana investor terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Direct investment ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan. Dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNC) dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya.<br /><br />2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing<br />Pada umumnya faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, skill dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang, pada dasarnya dipengaruhi oleh lima (5) Faktor-faktor utama. Adapun Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu meliputi : <br />a. Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal.<br />b. Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal.<br />c. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.<br />d. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal.<br />e. Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi<br />Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan ketidakseimbangan antara negara maju sebagai pembawa modal dengan negara berkembang sebagai penerima modal. Hubungan tidak seimbang tersebut disebabkan oleh beberapa hal utama (Streeten, 1980 : 251), yaitu : <br />a. Pemodal asing selalu mencari keuntungan (profit oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan bahwa modal asing tersebut dapat membantu tujuan pembangunan ekonomi nasional atau sebagai pelengkap dana pembangunan.<br />b. Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang lebih baik.<br />c. Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas, yaitu dalam bentuk Multinasional Corporation. Perusahaan ini pada dasarnya lebih mengutamakan melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal daripada kepentingan negara penerima modal.<br /> Tentunya ketidakseimbangan tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara penerima modal asing termasuk Indonesia, yaitu bagaimana mengatasi ketidakseimbangan yang dimaksud dalam rangka usaha menarik investor asing. Dalam menghadapi tantangan yang dimaksud negara penerima modal asing pada umumnya dan Indonesia khususnya harus dapat mengupayakan melalui hal-hal sebagai berikut :<br />a. Dapat mengakomodasi motif profit oriented dari pemodal asing dengan sebaik-baiknya, sehingga filosofi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang PMA yang mengatakan bahwa masuknya modal asing hanyalah bersifat pelengkap dana pembangunan tidak menjadi suatu kendala yang menghambat arus masuknya investasi modal asing tersebut.<br />b. Mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing dengan penerima modal tetap diarahkan pada kemitraan yang dapat saling membangun, sehingga sumber luar negeri dari pinjaman luar negeri tetap dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi secara optimal.<br />c. Negara penerima modal harus dapat mengembangkan potensi ekonominya secara akurat, serta mampu menjaring informasi mengenai kegiatan usaha penanaman modal dalam rangka peningkatan kemampuan dan posisi bargaining-nya dalam menghadapi pemilik modal asing.<br /><br />2.1.6 Motif Arus Modal Internasional (Hady, 2001:93-94)<br />1. Portofolio Investment <br />a. High Return<br />Motif dasar dari International Portofolio Investment adalah untuk mencari tingkat hasil yang tinggi. Sesuai dengan model Heckser-Ohlin, maka penduduk suatu negara akan membeli saham ataupun obligasi dari perusahaan yang berada di negara lain bila memberikan return yang lebih tinggi.<br />b. Risk Diversification<br />Motif lain International Portofolio Investment adalah untuk diversivikasi risiko. Hal ini dilakukan oleh para investor sesuai dengan portofolio theory yang mengatakan bahwa investasi di berbagai surat berharga dapat menghsilkan return tertentu dengan resiko yang lebih kecil atau return yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan resiko tertentu. Dalam hal ini, return dari investasi dalam surat berharga asing (foreign securities) akan bergantung terutama pada perbedaan kondisi ekonomi di luar negeri. Kebanyakan akan berhubungan terbalik dengan return dari investasi dalam surat berharga dalam negeri (domestic securities). Sehubungan dengan itu, tindakan investor untuk melakukan diversifikasi investasi, baik dalam foreign maupun domestic securities, akan menghasilkan return yang rata-rata lebih tinggi dan/atau resiko yang lebih rendah daripada hanya melakukan investasi di dalam negeri (domestic securities). <br />2. Foreign Direct Investment<br />a. Motif utama dari foreign direct investment ini pada dasarnya sama dengan portofolio investment, yaitu untuk mendapatkan return yang lebih tinggi melalui :<br />1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi<br />2. Perpajakan yang lebih menguntungkan<br />3. Infrastruktur yang lebih baik <br />b. Untuk melakukan divesifikasi risiko (risk diversification)<br />c. Untuk tetap memiliki comprtitive advantage melaui direct control dengan melakukan hal-hal berikut :<br />1. Horizontal Integration<br /> Hal ini banyak dilakukan oleh perusahaan besar atau multinational coorporatin (MNC) yang biasanya berada dalam posisi monopolistic atau oligipolistic dengan tujuan untuk melakukan direct control, khususnya yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan managerial skill tertentu sehingga tetap memiliki competitive advantage atau keunggulan bersaing di setiap pasar luar negeri yang dimasuki.<br />2. Vetical Integration<br /> Competitve advantage melalui direct control juga dapat dilakukan dengan vertical integration, baik secara backward maupun forward integration. Backward integration dilakukan dengan jalan foregm direct investment di bidang pertambangan dan pertanian/perkebunan untuk memperoleh jaminan supply bahan baku tertentu dengan harga semurah mungkin, sedangkan forward integration dilakukan dengan jalan membangun jaringan distribusi, misalnya untuk produk otomotif dan elektronik.<br />Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, penegakan hukum. <br />Penanaman modal memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas, karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing. <br />Pada umumya aliran modal ini akan diikuti dengan mobilitas faktor produksi lainnya, seperti tenaga kerja, teknologi, dan manajemen yang secara keseluruhan akan memberikan efek positif bagi kedua negara berupa kenaikan output total dan pendapatan nasional. Namun, mobilitas beberapa faktor produksi secara internasional ini juga mempunyai dilema yang dapat merugikan dan menimbulkan kontroversi politik. Hal ini dapat dikatakan demikian karena dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mobilitas faktor-faktor produksi ini dapat mempunyai efek positif maupun negatif antara lain di bidang hal-hal berikut :<br />a. Redistribusi income.<br />b. Keseimbangan balance of payment.<br />c. Penerimaan pajak.<br />d. Term of trade.<br />e. Transfer teknologi dan lain-lain.<br />Aliran modal asing ini dapat memberikan dampak positif berupa kenaikan produksi nasional di masing-masing negara. Di samping itu, khususnya bagi negara sedang berkembang yang memerlukan dana untuk pembangunan ekonominya seperti Indonesia, jelaslah bahwa foreign direct investment mempunyai beberapa dampak positif dan negatif sebagai berikut : (Hady, 2001:97)<br />1. Dampak positif<br />a. Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal.<br />b. Dalam foreign direct investment melekat transfer teknologi dan know-how di bidang manajemen dan pemasaran.<br />c. foreign direct investment tidak akan memberatkan balance of payment karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan foreign direct investment yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut.<br />d. Meningkatkan pembangunan regional dan sektoral.<br />e. Meningkatkan persaingan dalam negeri yang sehat dan kewirausahaan.<br />f. Meningkatkan lapangan kerja.<br />2. Dampak negatif <br />a. Munculnya dominasi industrial.<br />b. Ketergantungan teknologi.<br />c. Dapat terjadi perubahan budaya.<br />d. Dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi.<br />e. Dapat terjadi intervensi oleh home government dari MNC.<br />Di samping itu, secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi income dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal.<br />Pemerintah harus melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya maupun politik bangsanya. Kegiatan-kegiatan ini perlu ditunjang oleh pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya pengeluaran pemerintah ini harus dibiayai oleh penerimaan pemerintah. <br />Sumber utama penerimaan pemerintah ini bersumber dari pajak, penjualan obligasi pemerintah, pinjaman dan pencetakan uang. Untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum bagi masyarakat serta mengelola sumber-sumber daya alam yang dimiliki Indonesia diperlukan modal yang sangat besar. Sumber penerimaan devisa dari ekspor, pajak dan tabungan pemerintah tidak cukup untuk membiayai semua pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu diperlukan tambahan sumber dana, baik dari dalam negeri berupa pinjaman dari masyarakat maupun pinjaman dari luar negeri/utang luar negeri (ULN). Tetapi yang penting bahwa peranan utang luar negeri itu sebagai pelengkap dari dana dari dalam negeri guna mempercepat proses pembangunan ekonomi.<br />Utang luar negeri memainkan peranan yang sangat penting untuk mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya laju pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya pinjaman maupun pada saat kita harus melunasi utang luar negeri tersebut. Hal ini tetutama dialami oleh Negara-negara berkembang yang sedang membangun.<br /><br />2.1.7 Utang Luar Negeri (ULN)<br />Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB), pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secra kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.<br />Karena bantuan luar negeri banyak harus dibayar kembali maka umumnya disebut juga utang luar negeri. Bank dunia mengklasifikasikan total utang kredit IMF. Utang jangka pendek adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang. Utang jangka panjang umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun. Penggunaan kredit IMF merupakan kewajiban yang dapat dibeli kembali (repurchase obligations) atas semua penggunaan fasilitas IMF.<br />Utang yang berjangka panjang dapat diperinci menurut jenis utangnya, yaitu utang swasta yang tidak dijamin oleh pernerintah (public and publicly guaranteed debt). Utang swasta yang non guaranteed debt adalah utang yang dilakukan oleh debitur swasta, di mana utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pernerintah. Di lain pihak, utang pernerintah adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pernerintah pusat, departemen, dan lembaga pernerintah yang otonom. Utang yang publicly guaranted merupakan utang yang dilakukan oleh debitur swasta namun dijamin pembayaramiya oleh suatu lembaga pemerintah. Bagi kebanyakan negara berkembang, jenis utang yang public and publicly guaranteed yang perlu lebih mendapat perhatian karena apabila negara berkembang tidak mampu membayar kembali utang tersebut maka pemerintah negara tersebutlah yang menangung akibatnya. Resiko ini tidak dijumpai untuk<br />kategori utang swasta yang tidak dijamin oleh pemerintah karena swastalah yang harus menanggung akibatnya.<br />Pinjaman luar negeri akan menimbulkan masalah jika dana tersebut tidak diinvestasikan secara produktif untuk kegiatan-kegiatan yang menghasilkan tingkat pengembalian devisa yang tinggi untuk menutupi pembayaran bunga. Krisis utang dunia yang terjadi pada dekade 80-an menjadi bukti bahayanya pembiayaan melalui utang luar negeri di mana banyak negara terpaksa menunda kewajiban membayar utang (Weiss, 1995).<br />Pengaruh eksternal bukan satu-satunya penyebab krisis, kebijaksanaan pemerintah yang tidak terarah juga bisa dianggap mempunyai pengaruh terhadap krisis ekonomi (Gillis et.al, 1996). Gairah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang banyak mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah melalui peningkatan pengeluaran pemerintah, sehingga menimbulkan defisit anggaran yang semakin membesar. Dalam kondisi perekonomian yang tidak stabil, investor swasta menanamkan dananya pada usaha-usaha non-produktif, seperti tanah, atau menginventasikannya di luar negeri yang menimbulkan defisit eksternal.<br />Sejak tahun 1960-an hingga sekarang, studi-studi empiris mengenai pengaruh utang luar negeri dan berbagai tipe modal asing lainnya terhadap pertumbulian ekonomi dan atau tabungan di suatu negara terus berlangsung (Rana, 1987 ; Rachbini, 1995 : ix). Di satu sisi, dari tahun ke tahun studi-studi tersebut terus mengalami perkembangan, baik dalam permodelan maupun metodologi penelitian. Di sisi lain, penelitian-penelitian yang ada ternyata menimbulkan perdebatan yang tak kunjung usai. <br />2.1.8 Asal Hutang Luar Negeri<br />Utang yang tergolong public and publicly guaranted dapat diperinci menurut krediturnya. Selama ini pihak kreditur (pihak yang memberikan utang) dapat berasal dari sumber resmi maupun swasta. Utang luar negeri yang berasal dari sumber resmi dibagi menjadi :<br />1. Bilateral<br />Pinjaman bilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa. yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Dari segi jenisnya, pinjaman/hibah bilateral dapat dibedakan dalam : <br /> Hibah (grant), yaitu penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun barang/jasa yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk pembiayaan proyek, namun khusus hibah dalam bentuk devisa dapat digunakan untuk bantuan program. Hibah yang diterima pemerintah saat ini berasal dari pemerintah Inggris, Australia, selandia Baru dan Kanada. <br /> Pinjaman Lunak (soft loan), yaitu pinjaman yang disetujui oleh negara donor dengan persyaratan Grant Element minimum dengan bunga pinjaman sebesar 3,5% atau kurang, jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih, termasuk tenggang waktu 7 tahun lebih. Pinjaman ini umumnya digunakan untuk pembiayaan proyek dan bantuan program. <br />Dalam praktiknya pinjaman lunak tersebut dapat diperoleh pula dari gabungan antara pinjaman komersial atau fasilitas kredit ekspor dengan pinjaman lunak. Yang terpenting gabungan dari sumber-sumber pinjaman tersebut akan menghasilkan persyaratan pinjaman lunak sesuai dengan Inpres No. 8/1984. Bentuk pinjaman ini disebut blending.<br />2. Multilateral<br />Pinjaman miiltilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang/jasa yang diperoleh dari pemberian Pinjaman Luar Negeri yang berasal dari lembaga keuangan internasional maupun regional dan biasanya Indonesia merupakan anggota dari lembaga keuangan tersebut. Pinjaman setengah lunak, yaitu pinjaman yang persyaratannya lebih mahal (lebih berat) dari pinjaman lunak tetapi masih lebih lunak dari fasilitas kredit ekspor. Pinjaman bentuk ini pada umumna merupakan gabungan dari pinjaman lunak dengan fasilitas :ekspor atau pinjaman komersial. Bentuk pinjaman ini disebut Credit yang persyaratannya tidak mengikuti ODA terms and wis. Pinjaman (Mixed Credit) ini yang pertama menawarkan Indonesia adalah negara Perancis, kemudian diikuti oleh Negara Jerman (KFW) dan kernudian oleh negara Inggris. Pinjaman ini dimanfaatkan Indonesia saat ini karena sejak Indonesia naik peringkatnya dari non industrialized country menjadi semi industri country, pada akhir Repelita III sudah agak sukar memperoleh pinjaman bersyarat lunak (ODA terms and Conditions).<br />Salah satu komponen penting dari arus modal masuk yang banyak mendapat perhatian literatur mengenai pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah utang luar negeri. Isu ini juga menjadi sangat penting bagi Indonesia saat ini, sejak krisis ekonomi nyaris membuat Indonesia bangkrut secara finansial, karena jumlah utang luar negerinya terutama dari swasta sangat besar, ditambah lagi dengan ketidakmampuan sebagian besar dari perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali ULN mereka.<br /> Sejak krisis ULN terjadi pada awal 1980-an, masalah ULN yang dialami oleh banyak Negara berkembang tidak semakin baik. Banyak Negara berkembang semakin terjerumus ke dalam krisis ULN sampai negara-negara pengutang besar terpaksa melakukan program-program penyesuaian struktural terhadap ekonomi dalam negeri mereka atas desakan dari Bank Dunia dan IMF sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru atau pengurangan terhadap pinjaman lama.<br />Tingginya ULN dari banyak Negara berkembang disebabkan oleh faktor-faktor berikut :<br />1. Defisit Transaksi Berjalan<br />2. Kebutuhan dana untuk membiayai S-I gap (saving-investment gap) yang negatif<br />3. Tingkat inflasi yang tinggi<br />4. ketidakefisiensinya struktural di dalam perekonomian.<br />Dari faktor-faktor tersebut, defisit transaksi berjalan sering disebut di dalam literatur sebagai penyebab utama membengkaknya ULN dari Negara berkembang. Besarnya defisit transaksi berjalan melebihi surplus neraca modal (jika saldonya memang positif) membuat defisit Neraca Pembayaran yang berarti juga cadangan devisa berkurang. Apabila saldo transaksi berjalan setiap tahun negatif, maka cadangan devisa dengan sendirinya akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya dari arus modal masuk), seperti yang dialami oleh negara-negara paling miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat dibutuhkan terutama untuk membiayai impor barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi dalam negeri.<br /> Dari uraian-uraian di atas, dapat dimengerti bahwa defisit Transaksi Berjalan yang terjadi terus menerus membuat banyak Negara berkembang harus tetap bergantug pada pinjaman dari luar negeri, terutama negara-negara yang kondisi ekonomi dalam negerinya tidak menggairahkan investor-investor asing, sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mrnsubstitusikan pinjaman luar negeri dengan investasi, misalnya dalam bentuk penanaman modal asing.<br /> Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini, tingkat ketergantungan Indonesia pada pinjaman luar negeri tidak pernah menyurut, bahkan mengalami suatu akselerasi yang pesat sejak krisis ekonomi, karena Indonesia membuat ULN yang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk membiayai proses pemulihan ekonomi. Pada masa normal selama pemerintahan Soeharto, ULN dibutuhkan terutama untuk membiayai S-I gap (saving-investment gap), defisit transaksi berjalan (trade gap), dan beberapa komponen dari sisi G di dalam APBN atau defisit keuangan pemerintah (fiscal gap).<br /> Menurut Sachs (1981, 1982) negara yang mempunyai masalah dalam pelunasan utang luar negerinya cenderung untuk tidak menunda pembayaran utangnya karena pilihan menunda akan menghadapi risiko gangguan dalam perdagangan internasional dan arus modal masuk. Oleh karena itu, kenaikan dalam pelunasan utang cenderung menaikan ULN. Selain itu, permintaan ULN juga ditentukan oleh tingkat suku bunga di pasar uang internasional atau lebih tepatnya spread, yaitu margin di atas LIBOR (London Interbank Offered Rate).<br /> Idealnya, jika sebuah negara telah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu atau pada fase terakhir dari proses pembangunan, ketergantungan negar tersebut terhadap pinjaman luar negeri akan lebih rendah dibandingkan dengan periode pada saat negara itu baru mulai membangun. Proksi yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan sebuah negara adalah tingkat Y (atau PDB) dalam nilai riil per kapita, sedangkan indikator-indikator makro yang umum digunakan utnuk mengukur tingkat ketergantungan sebuah negara terhadap bantuan atau ULN adalah misalnya rasio ULN-PDB, atau rasio ULN terhadap nilai total dari perdagangan luar negeri (X+M) atau terhadap nilai ekspor.<br /><br />2.1.9 Kebaikan dan Keburukan Utang Luar Negeri <br />No Kebaikan Keburukan<br />1. Pembiayaan pembangunan (pengeluaran pemerintah) melalui utang luar lebih baik daripada melalui penarikan pajak atau pencetakan uang. Pembiayaan pengeluaran pemeritah yang dibiayai utang luar negeri akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak, maka pendapatan masyarakat yang siap dibelanjakan akan berkuarang dan konsumsi juga menurun selanjutnya akan memeperkecil permintaan agregat/ masyarakat dan mengekang laju pertumbuhan pendapatan. Apabila utang luar negeri harus ditempuh dengan menekan konsumsi dan investasi, maka permintaan agregat/masyarakat akan menurun selanjutnya akan menghambat dan mengurangi tingkat pendapatan nasional. <br />2. Negara-negara kreditur sering mempergunakan hasil pembayaran bunga dan utang itu untuk membeli (impor) barang-barang dan jasa-jasa dari negara debitur, sehingga ekspor negara debitur meningkat. Pemerintah akan terkena beban langsung dari utang luar negeri. Selama jangka waktu tertentu, beban utang langsung dapat diukur dengan jumlah pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap kreditur.<br />3. Meskipun beban utang langsung itu tetap besarnya, beban riil langsung akan berbeda-beda sesuai dengan proporsi sumbangan angggota masyarakat terhadap pembayaran utang luar negeri tersebut. Jika pembayaran itu dibebankan terutama kepada golongan kaya, beban riil langsung itu akan lebih ringan daripada kalau pembayaran itu dibebankan pada golongan miskin. Adanya beban riil langsung yang di derita pemerintah berupa kerugian dalam bentuk kesejahteraan ekonomi (guna/utility) yang hilang karena adanya pembiayaan cicilan utang dan bunga. <br />4. Dengan berakhirnya program IMF pemerintah Indonesia telah menyusun program stabilisasi makro ekonomi secara komprehensif yang dituangkan dalam white paper sebagai salah satu bentuk penerapan unsur transparansi atas komitmen dan akuntabilitas dalam melaksanakan program pembangunan pasca IMF. Dari aspek utang luar negeri, keluarnya pemerintah Indonesia dari program IMF membawa konsekuensi berupa tertutupnya peluang pemerintah terhadap akses penjadwalan kembali utang luar negeri bilateral yang jatuh tempo melaui forum Paris Club.<br /><br /><br /><br /><br />2.2 Temuan Empirik dan Pembahasan<br />2.2.1 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia<br /> Perkembangan Neraca Pembayaran. <br />Perkembangan perdagangan dan investasi luar negeri menun¬jukkan kemajuan di berbagai sektor neraca pembayaran. Neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1996/97 ditandai dengan defisit transaksi berjalan yang meningkat namun tetap terkendali. Rasio defisit transaksi berjalan terhadap PDB hanya meningkat 0,1% menjadi 3,5%, lebih rendah daripada perkiraan semula (3,9%). Peningkatan defisit transaksi berjalan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekspor nonmigas, sementara pertumbuhan impor, meskipun sudah melambat, masih cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, defisit neraca perdagangan nonmigas mengalami peningkatan (Tabel 2.1). Sementara itu, sejalan dengan membaiknya harga minyak, surplus neraca perdagangan migas meningkat melebihi kenaikan defisit neraca perdagangannonmigas. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan sedikit meningkat (Grafik 2.1). Di pihak lain, defisit neraca jasa-jasa mengalami peningkatan yang lebih besar daripada perbaikan surplus di neraca perdagangan sehingga defisit transaksi berjalan meningkat menjadi $8,1 miliar. Namun, ditunjang oleh kondisi fundamental ekonomi yang mantap dan iklim investasi yang kondusif, peningkatan defisit transaksi berjalan tersebut dapat diimbangi dengan pemasukan modal bersih, khususnya pemasukan modal swasta, yang lebih besar. Dengan besarnya pemasukan modal bersih tersebut, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami surplus. Cadangan devisa resmi mengalami peningkatan sehingga dapat membiayai 5,2 bulan impor nonmigas.<br />Melambatnya kinerja ekspor nonmigas disebabkan oleh masih terdapatnya beberapa kendala yang dihadapi, baik dari sisi internal maupun eksternal. Di sisi internal, kegiatan ekspor nonmigas masih menghadapi kendala, antara lain tingkat efesiensi yang relatif rendah; struktur ekspor yang bertumpu pada komoditas yang mengandalkan sumber daya alam dan tenaga kerja murah; fasilitas pelabuhan ekspor, khususnya di luar Jawa, yang belum memadai. Di sisi eksternal, negara-negara pesaing baru, seperti RRC, Vietnam, dan India, terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing barang ekspornya sehingga persaingan di pasar internasional semakin ketat. Selain itu, ekspor nonmigas juga menghadapi masalah berupa tuduhan dumping, isu ecolabelling, dan isu hak asasi manusia serta hak-hak buruh. Berkaitan dengan perkembangan defisit transaksi berjalan dan ekspor nonmigas tersebut, Pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan baik di bidang moneter, fiskal, maupun di sektor riil. Kebijakan moneter dan fiskal diarahkan untuk menekan laju permintaan domestik, termasuk permintaan terhadap barang impor. Sementara itu, upaya-upaya pemerintah di sektor riil terus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kapasitas produksi nasional, memperlancar distribusi barang dan jasa, serta mendorong daya saing ekonomi Indonesia dalam perekonomian internasional. Paket Deregulasi 4 Juni 1996 merupakan salah satu dari serangkaian kebijakan yang ditempuh di sektor riil.<br />Deregulasi ini antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan produksi serta mendorong investasi dan ekspor nonmigas. Untuk mendorong kegiatan ekspor lebih lanjut, Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan mengenai pengambilalihan devisa hasil ekspor dan menurunkan suku bunga rediskonto devisa hasil ekspor. Bank Indonesia juga telah menyempurnakan ketentuan yang berkaitan dengan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN), termasuk ketentuan baru mengenai jual beli tagihan dari pemasok dalam rangka pemasokan barang kepada eksportir tertentu (Pengambilalihan Devisa Hasil Ekspor, Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, dan Jual Beli Tagihan atas dasar SKBDN). Agenda deregulasi yang berkesinambungan sangat diperlukan untuk mendorong produsen beroperasi secara lebih efisien, meningkatkan kepercayaan investor, dan menguatkan kesiapan menghadapi globalisasi. Upaya-upaya lain yang ditempuh dalam rangka mendorong peningkatan ekspor ialah pembentukan Tim Pengkajian Strategi Ekspor (TIPSE) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), pemberlakuan ketentuan baru tentang tambahan cakupan komoditas dalam perusahaan eksportir tertentu (PET), serta penyempurnaan ketentuan pinjaman komersial luar negeri (PKLN) bank-bank. Pembentukan TIPSE dimaksudkan untuk membantu unit-unit operasional yang bertanggung jawab dalam melakukan diplomasi, promosi, dan fasilitasi perdagangan dengan sasaran untuk mendorong peningkatan ekspor nonmigas, menyelesaikan berbagai hambatan perdagangan di negara tujuan ekspor, serta meningkatkan kerja sama bilateral dengan mitra dagang. Selain itu, dari tim ini diharapkan diperoleh strategi penetrasi pasar tujuan ekspor yang tepat, baik melalui pendekatan wilayah maupun pendekatan produk. Pembentukan KADI dimaksudkan untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan tuduhan dumping terhadap barang ekspor Indonesia, selain menangkal komoditas impor yang diduga melakukan praktek dumping.<br />Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Paket Deregulasi Juni 1996 Pemerintah telah mengatur pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan.6) Bea masuk anti dumping dimaksudkan untuk menangkal barang yang dipasarkan dengan harga yang lebih rendah daripada harga di negara pengekspor sedangkan bea masuk imbalan dikenakan bagi barang yang mengandung subsidi. Adapun ketentuan baru PET berupa penambahan 6 jenis komoditas cakupan PET, yaitu dari 4 menjadi 10 jenis, yang pemilihan komoditasnya didasarkan pada prospek peningkatan ekspor dengan kandungan lokal yang cukup tinggi sehingga dapat mengendalikan impor. Keenam komoditas tambahan yang dicakup PET tersebut ialah kertas, makanan olahan, produk minyak nabati, karet olahan, mainan anak, serta ikan dan udang beku. Perusahaan yang termasuk PET ini diberi kemudahan pelayanan kepabeanan, perpajakan, dan perbankan. Selain itu, untuk meningkatkan pembiayaan ekspor dan sekaligus mengendalikan peningkatan pinjaman luar negeri, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan di bidang PKLN bank-bank. Penyempurnaan ketentuan tersebut dilakukan dengan mengkaitkan penerimaan pagu PKLN dengan pembiayaan ekspor. Dengan ketentuan yang baru ini, bank-bank yang memperoleh pagu PKLN wajib menyalurkan sekurang-kurangnya 80% dari penerimaannya dalam bentuk kredit ekspor (KE) (Boks: Penyempurnaan Ketentuan Pinjaman Komersial Luar Negeri) <br /><br /><br />Neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1998/99 dipengaruhi oleh lesunya perdagangan internasional dan belum pulihnya kepercayaan luar negeri. Keadaan ini tercermin pada menurunnya kegiatan ekspor dan impor serta masih tingginya defisit arus modal sektor swasta. Penurunan ekspor, baik migas maupun nonmigas, terutama disebabkan oleh merosotnya harga di pasar internasional.<br />Adapun penurunan impor yang tajam terutama disebabkan oleh masih lemahnya nilai tukar rupiah dan banyaknya L/C impor yang ditolak. Tajamnya penurunan impor menyebabkan transaksi berjalan mengalami surplus untuk pertama kali dalam 17 tahun terakhir. Sementara itu, masih tingginya defisit lalu lintas modal bersih swasta berkaitan dengan belum berhasilnya upaya restrukturisasi utang luar negeri swasta di luar perbankan. Namun, penerimaan bantuan luar negeri pemerintah dalam tahun laporan meningkat tinggi sehingga lalu lintas modal bersih mengalami surplus. Berdasarkan perkembangan tersebut, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami surplus setelah pada tahunsebelumnya mengalami defisit yang cukup besar. Cadangan devisa kotor (gross foreign assets-GFA) dan cadangan devisa bersih (net international reserves-NIR) meningkat sehingga masing-masing menjadi sekitar $ 25.7 miliar dan $15,8 miliar (Tabel 2.2). <br />Dalam tahun laporan, kinerja ekspor yang semula diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi mengalami pelbagai hambatan eksternal dan internal sehingga tidak dapat mengoptimalkan momentum depresiasi rupiah. Di sisi eksternal, volume perdagangan dunia yang menurun sebagai akibat krisis global telah menyebabkan permintan melemah. Permintaan yang lesu tersebut lebih lanjut menyebabkan harga komoditas yang diperdagangkan cenderung melemah. Hal ini berlaku baik untuk harga minyak bumi maupun ko moditas nonmigas. Khusus bagi harga komoditas nonmigas, selain disebabkan oleh turunnya permintaan, penurunan harga ekspor yang lebih rendah daripada tingkat harga yang wajar juga disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan harga di antara negara-negara Asia yang mata uangnya mengalami depresiasi. Di sisi internal, kelangkaan bahan baku dan bahan penolong impor sehubungan dengan penolakan L/C impor dan persyaratan jaminan tunai (cash collateral) dalam pembukaan L/C telah menyulitkan perusahaan dalam memenuhi kapasitas produksi dan pada akhirnya pemenuhan kebutuhan produksi barang ekspor menjadi terganggu.<br />Selain itu, penurunan kinerja ekspor, khususnya nonmigas, juga disebabkan oleh kesulitan memenuhi kebutuhan modal kerja sehubungan dengan mahalnya dana pinjaman. Faktor keamanan dalam negeri yang rawan kerusuhan juga mengganggu kelancaran proses pengiriman barang sehingga menimbulkan kekhawatiran pihak pembeli di luar negeri terhadap kemampuan pihak eksportir untuk memenuhi pesanan dengan tepat waktu. Sebagai dampaknya, importir asing melakukan negosiasi ulang dan beberapa di antaranya bahkan membatalkan transaksi yang telah disepakati sebelumnya. Pembatalan pesanan terutama terjadi untuk transaksi produk-produk yang bersifat fashion, seperti garmen dan sepatu. Penurunan nilai ekspor nonmigas juga dipengaruhi oleh kesulitan eksportir dalam mendapatkan peti kemas.<br />Meskipun lalu lintas modal bersih dalam tahun laporan mengalami surplus, surplus tersebut semata-mata berasal dari arus modal masuk pemerintah yang meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang tajam tersebut berasal dari penerimaan bantuan IMF dan bantuan program lembaga internasional lainnya dalam rangka pemulihan perekonomian dalam negeri. Sebaliknya, arus modal bersih sektor swasta masih menunjukkan defisit sehubungan dengan tingginya pembayaran pinjaman luar negeri dan masih rendahnya arus masuk modal swasta dalam rangka PMA. Tingginya pembayaran utang luar negeri swasta disebabkan oleh belum berhasilnya upaya restrukturisasi utang luar negeri swasta. Proses restrukturisasi utang luar negeri swasta, khususnya di luar perbankan, masih lambat terutama sebagai akibat sulitnya pencapaian kesepakatan antara debitur dan kreditur. Adapun rendahnya arus modal masuk dalam rangka PMA disebabkan oleh belum pulihnya kepercayaan investor asing.<br /><br /> <br />Dalam tahun 2000, secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Hal ini ditandai dengan semakin membaiknya kinerja ekspor nonmigas dan meningkatnya penerimaan ekspor migas sehubungan dengan tingginya harga minyak di pasar internasional. Di sisi lain, mengingat kandungan impor untuk menghasilkan barang ekspor masih cukup tinggi, meningkatnya kinerja ekspor nonmigas telah pula memberikan dorongan terhadap meningkatnya impor nonmigas terutama dalam bentuk bahan baku dan penolong. Peningkatan impor tersebut juga sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di dalam negeri. Sementara itu, defisit transaksi jasa-jasa juga mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tingginya pembayaran bunga utang luar negeri, meningkatnya pembayaran bagi hasil minyak untuk kontraktor asing, serta meningkatnya biaya transportasi yang terkait dengan kegiatan impor.<br />Secara keseluruhan transaksi berjalan dalam tahun laporan tetap menunjukkan surplus bahkan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Dari sisi transaksi modal, berkurangnya pemasukan modal Pemerintah dan masih tingginya defisit dalam lalu lintas modal swasta, telah menyebabkan transaksi modal dalam tahun laporan masih mengalami defisit. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan NPI dalam tahun 2000 mengalami surplus sebesar $5,0 miliar sehingga posisi cadangan devisa pada akhir tahun 2000 mencapai $29,3 miliar atau setara dengan 6,3 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah (Tabel 5.1). Perkembangan NPI tersebut di atas tidak terlepas dari langkah-langkah kebijakan yang telah diambil Peme rintah dalam tahun laporan. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekspor nonmigas, Pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijakan antara lain melalui penurunan tarif pajak ekspor secara bertaha), pengeluaran keputusan tentang ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil, penyediaan pembiayaan dan penjaminan yang termasuk pula pemberian jasa konsultasi, serta usaha lainnya dalam rangka mendorong dan memperlancar kegiatan ekspor.<br />Di samping itu, Pemerintah juga mendorong perluasan pasar tujuan ekspor, antara lain melalui penataan pengorganisasian misi dagang dan melalui peningkatan diplomasi perdagangan baik dalam rangka kerjasama bilateral, regional maupun multilateral melalui pemberdayaan perwakilan RI di luar negeri terutama yang menangani bidang ekonomi. Adapun sasaran perluasan pasar tujuan ekspor antara lain adalah Timur Tengah, Eropa Timur, Amerika Latin dan Asia Timur. Sementara itu, tingginya pertumbuhan impor tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah untuk melakukan upaya restrukturisasi perdagangan luar negeri. Dalam upaya meningkatkan kegiatan industri di dalam negeri yang membutuhkan bahan baku impor, Pemerintah telah menyempurnakan berbagai skim pembiayaan dan penjaminan, serta membuka kembali akses ke sumber-sumber perdagangan internasional. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama baik kepada eksportir yang termasuk dalam kelompok perusahaan eksportir tertentu (PET) maupun bukan (non-PET) antara lain dalam menggunakan fasilitas skim pembiayaan dan penjaminan, menghapuskan batasan jenis komoditas impor yang dapat dibiayai atau dijamin, dan menambah jumlah bank pembuka L/C impor.<br />Di samping itu, dalam tahun laporan Pemerintah tetap melanjutkan pemberian jaminan melalui Bank Indonesia atas seluruh L/C yang dibuka oleh seluruh perbankan Indonesia dalam rangka membuka kembali akses ke bank-bank internasional. Guna menjamin tersedianya bahan baku/penolong bagi industri-industri di dalam negeri, Pemerintah juga melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bahan baku komoditas tertentu.3) Dalam tahun 2000 Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan persyaratan impor kendaraan Complete Built Up (CBU).4) Di bidang lalu lintas modal, dalam rangka mengurangi beban pembayaran utang luar negeri Pemerintah, pada tahun laporan telah dilakukan pertemuan Paris Club II yang berlangsung tanggal 12 dan 13 April 2000 di Paris. Dalam pertemuan ini berhasil disetujui penjadwalan kembali pembayaran cicilan utang pokok pemerintah untuk pinjaman yang jatuh tempo 1 April 2000 sampai dengan 31 Maret 2002, baik pinjaman lunak (Official Development Assistance atau ODA) maupun yang tidak lunak.<br />Di samping itu, pada September 2000 telah berhasil dijadwalkan kembali pembayaran utang pokok pinjaman komersial yang diterima dari sindikasi bank-bank di luar negeri sebagai kelanjutan dari hasil perundingan dalam kerangka London Club dan sebagai pelaksanaan azas Comparable Treatment yang dituntut oleh negara donor utang luar negeri Pemerintah. Sementara itu, upaya restrukturisasi utang luar negeri swasta baik melalui Jakarta Initiative Task Force (JITF) dan program Exchange Offer, dalam tahun laporan juga terus dilakukan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan sistem pemantauan kegiatan lalu-lintas devisa (LLD), dalam tahun laporan Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang mewajibkan lembaga keuangan non bank (LKNB) untuk melaporkan kegiatan LLD yang dilakukannya sebagaimana telah diterapkan kepada bank-bank umum.5) Dengan berlakunya ketentuan ini, pelaksanaan pemantauan kegiatan LLD diharapkan sudah mencakup sebagian besar kegiatan LLD yang dilakukan oleh penduduk (Boks : Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa melalui Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank).<br /> <br />Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) selama 2003 menunjukkan perkembangan yang positif. Secara keseluruhan NPI mencatat surplus yang cukup besar yang bersumber dari surplus transaksi berjalan yang jauh lebih tinggi dari defisit lalu lintas modal (LLM). Surplus transaksi berjalan yang cukup tinggi tersebut disumbang oleh kinerja ekspor yang meningkat dari tahun sebelumnya. Sementara itu, defisit LLM mengalami sedikit kenaikan sebagai dampak meningkatnya pembayaran utang luar negeri (ULN) sektor pemerintah dan swasta. Dengan surplus sebesar $4,2 miliar posisi cadangan devisa resmi pada akhir 2003 meningkat menjadi $36,2 miliar atau setara dengan 7,1 bulan kebutuhan impor dan pembayaran ULN pemerintah (Tabel 6.1). Jumlah cadangan devisa tersebut merupakan posisi tertinggi yang pernah dicapai Indonesia. <br />Dari sisi transaksi berjalan, kenaikan nilai ekspor lebih didorong oleh peningkatan harga, baik harga komoditi ekspor non migas maupun harga minyak dan gas di pasar internasional, sementara pertumbuhan volume ekspor masih relatif lambat. Rendahnya volume ekspor tersebut terutama terjadi di sektor nonmigas sebagai akibat semakin ketatnya persaingan di pasar internasional dan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk mendorong kinerja ekspor nonmigas meskipun belum memberikan hasil yang diharapkan. Upaya-upaya tersebut diantaranya, berupa peningkatan akses pasar dengan melakukan promosi ekspor dan penetrasi pasar terutama ke negara-negara non tradisional, peningkatan daya saing komoditas ekspor, pemanfaatan skema imbal dagang, kebijakan fiskal dengan membebaskan bea masuk komponen tertentu yang diharapkan dapat meningkatkan investasi dan menurunkan biaya produksi, serta kebijakan di bidang investasi berupa penyederhanaan perijinan dengan menyediakan pelayanan satu atap. <br />Beberapa kebijakan yang dirasakan oleh eksportir kurang kondusif terhadap kinerja ekspor non migas di tahun laporan, antara lain: kebijakan yang masih tumpang tindih antara pemanfaatan lahan untuk penambangan dan pelestarian hutan, kebijakan peningkatan biaya energi untuk industri, serta peningkatan biaya bongkar muat di pelabuhan. Kondisi ini diperburuk oleh adanya beberapa kebijakan yang diterapkan negara importir yang menghambat pertumbuhan ekspor seperti kebijakan hambatan non tarif (non tarrif barriers) dalam bentuk persyaratan pemenuhan standar kualitas tertentu dan standar kesehatan atas beberapa komoditi ekspor unggulan Indonesia. Dalam pada itu beberapa permasalahan struktural seperti masalah perburuhan, kondisi keamanan, dan penegakan hukum masih terjadi sehingga menghambat kinerja ekspor nonmigas. Sementara itu, nilai impor nonmigas di tahun laporan meningkat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perkembangan impor nonmigas tersebut sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk kegiatan konsumsi dan produksi di dalam negeri. Dalam pada itu, impor migas juga mengalami peningkatan, walaupun pertumbuhannya masih lebih rendah dari pertumbuhan ekspor migas. Peningkatan impor migas tersebut terkait dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri dan peningkatan harga minyak di pasar Internasional. <br />Dalam tahun laporan, neraca jasa mencatat defisit yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit tersebut disebabkan oleh turunnya penerimaan dari sektor pariwisata dan meningkatnya pembayaran ongkos angkut barang untuk impor (freight on imports) seiring dengan meningkatnya pertumbuhan impor. Namun demikan, terdapat beberapa komponen neraca jasa yang mengalami perbaikan, antara lain meningkatnya penerimaan devisa yang berasal dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, menurunnya pembayaran bunga ULN pemerintah, dan menurunnya pengeluaran jasa transportasi ke luar negeri. Dari sisi lalu lintas modal, peningkatan defisit lalu lintas modal terjadi baik pada LLM publik maupun swasta. Defisit LLM publik terutama berasal dari meningkatnya pembayaran ULN pemerintah sehubungan dengan menurunnya jumlah ULN pemerintah yang dijadwal ulang melalui forum Paris Club dan London Club. Sementara itu, peningkatan defisit LLM swasta terutama disebabkan oleh meningkatnya pembayaran ULN perusahaan swasta seiring dengan meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam memenuhi kewajibannya akibat penguatan nilai tukar rupiah dan keberhasilan restrukturisasi utang. Peningkatan defisit LLM swasta tersebut juga disumbang oleh menurunnya arus masuk penanaman modal asing (PMA) di Indonesia baik berupa penyertaan saham maupun pinjaman. Di sisi lain, arus modal masuk jangka pendek dalam bentuk investasi portofolio mencatat peningkatan yang cukup berarti seiring dengan maraknya privatisasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara melalui pasar modal dan didukung oleh menurunnya premi risiko, outlet penanaman yang lebih beragam, tingkat keuntungan yang masih menarik dan prospek ekonomi yang membaik.<br /> <br /><br />Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2007 tercatat surplus sekitar 3,6 miliar dolar AS atau naik dibanding surplus triwulan II 2006 yang sebesar 3,4 miliar dolar AS. Direktur Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia (BI), dalam siaran persnya yang diterima Wartawan, Jumat [28/09], mengatakan, Neraca transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial memberikan kontribusi yang positif terhadap surplus NPI. <br />Transaksi berjalan tercatat surplus sekitar 2,6 miliar dolar AS, lebih besar dibanding surplus triwulan II 2006 sebesar 1,7 miliar dolar AS, sedangkan transaksi modal dan finansial tercatat surplus sekitar 2,1 miliar dolar AS, lebih besar dibanding surplus triwulan II 2006 sebesar 25 juta dolar AS.Untuk keseluruhan tahun ini, NPI diperkirakan masih surplus cukup besar, yaitu sekitar 11,5 miliar dolar AS. Kontribusi terbesar masih berasal dari transaksi berjalan yang diperkirakan surplus sekitar 10,8 miliar dolar AS (2,5 persen dari PDB), lebih tinggi dibanding tahun 2006 senilai 9,9 miliar dolar AS. Prospek transaksi berjalan yang membaik tersebut terutama didorong oleh kuatnya kinerja ekspor nonmigas yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik dan harga-harga komoditas ekspor yang masih meningkat. <br />Sementara itu, transaksi modal dan keuangan pada 2007 diperkirakan surplus sekitar 2,6 miliar dolar AS, hampir sama dengan 2006. Surplus transaksi modal dan keuangan sempat meningkat tajam pada semester I 2007 sehingga mencapai 4,4 miliar dolar AS. Namun, pada semester II 2007 surplus tersebut diperkirakan menurun sebagai dampak dari menurunnya arus masuk modal portofolio pasca krisis ‘Sub-prime Mortgage Loan’ di Amerika Serikat. Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa diperkirakan meningkat dari 42,6 miliar dolar pada akhir 2006 menjadi sekitar 54,4 miliar dolar AS pada akhir 2007 (setara 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah). <br />Komponen utama transaksi berjalan yang mengalami surplus selama triwulan II 2007 adalah neraca perdagangan nonmigas, neraca perdagangan gas, dan neraca transfer berjalan. Neraca perdagangan nonmigas tercatat surplus senilai 7,0 miliar dolar AS, lebih tinggi dibanding surplus triwulan II 2006 yang 5,7 miliar dolar AS. Peningkatan surplus ini disebabkan oleh kenaikan nilai ekspor nonmigas yang melebihi kenaikan nilai impor nonmigas. Masih tingginya permintaan dunia menyebabkan nilai ekspor nonmigas tumbuh 20,2 persen “year on year”, lebih tinggi dibanding angkat triwlan II 2006 yang 15,0 persen. <br />Di sisi lain, nilai impor nonmigas tumbuh sekitar 19,3 persen “year on year” — triwulan II 2006 minus 0,8 persen– yang disebabkan masih tingginya pertumbuhan konsumsi dan ekspor. Sementara itu, turunnya volume ekspor gas menyebabkan surplus neraca perdagangan gas hanya mencapai 2,9 miliar dolar AS, lebih rendah dari surplus triwulan II 2006 yang 3,1 miliar dolar AS. Pada periode yang sama, kenaikan transfer masuk gaji TKI di luar negeri menyebabkan neraca transfer berjalan tercatat surplus sekitar 1,3 miliar dolar AS, lebih tinggi dari surplus triwulan II 2006 yang 1,2 miliar dolar AS.<br />Adapun komponen utama transaksi berjalan yang mengalami defisit adalah neraca perdagangan minyak, neraca jasa, dan neraca pendapatan. Neraca perdagangan minyak tercatat defisit 1,6 miliar dolar AS, turun dibanding triwulan II 2006 yang 1,8 miliar dolar AS. Penurunan defisit ini disebabkan tingginya harga minyak dan kenaikan volume ekspor minyak mentah.Sebaliknya, neraca jasa mengalami peningkatan defisit menjadi 2,8 miliar dolar AS, lebih tinggi dibadning triwulan II 2006 yang 2,4 miliar dolar AS, terutama akibat meningkatnya biaya angkut impor. Peningkatan defisit juga terjadi pada neraca pendapatan menjadi 4,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan II 2006 yang 4,1 miliar dolar AS, terutama akibat meningkatnya transfer keuntungan perusahaan PMA. <br />Pada triwulan II 2007, di antara komponen-komponen utama transaksi modal dan keuangan, investasi langsung di Indonesia (PMA) dan investasi portofolio mengalami surplus, sedangkan investasi lainnya mengalami defisit. Investasi langsung di Indonesia (PMA) tercatat surplus 1,3 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan II 2006 yang 1,1 miliar dolar AS. Kenaikan surplus ini antara lain didorong oleh naiknya keuntungan perusahaan PMA yang ditanamkan kembali (reinvested earnings), mulai membaiknya iklim investasi, dan meningkatnya akuisisi perusahaan domestik oleh investor asing. Surplus pada Investasi Portofolio (sisi kewajiban) tercatat sekitar 5,7 miliar dolar AS (TW II-2006 defisit 0,7 miliar dolar AS). Kenaikan surplus ini, terutama berupa pembelian SUN dan SBI oleh investor asing, disebabkan oleh kondisi pasar finansial internasional yang masih likuid, perbedaan suku bunga yang masih tinggi, dan kestabilan makroekonomi domestik yang terjaga. <br />Sementara itu, Investasi Lainnya (sisi kewajiban) mencatat defisit sekitar 2,0 miliar dolar AS (TW II-2006 defisit 0,9 miliar dolar AS), antara lain karena meningkatnya pembayaran utang luar negeri pemerintah.Jumlah cadangan devisa ini setara dengan kebutuhan pembayaran impor dan kewajiban utang luar negeri pemerintah selama 5,2 bulan. Sesuai perkembangan, dapat diinformasikan bahwa sampai dengan akhir Agustus 2007, cadangan devisa tercatat sebesar 51,4 miliar dolar AS atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah.<br />Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit pada tahun 2008. Neraca transaksi berjalan (current account) mulai mencatat defisit pada triwulan II-2008. Defisit tersebut lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan impor yang didorong oleh kuatnya permintaan domestik. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial, khususnya investasi portofolio, masih mencatat surplus. Neraca transaksi modal yang surplus tersebut didukung oleh penerbitan global bond serta aliran masuk modal asing, terutama ke pasar SUN, yang meningkat signifikan pada triwulan II-2008. Memasuki semester II-2008, kinerja NPI semakin tertekan. Di sisi transaksi berjalan, ekspor mulai menunjukkan pelemahan akibat penurunan harga komoditas. Sementara itu, di sisi neraca transaksi modal dan finansial, minat investor terhadap aset di pasar keuangan domestik telah menurun. <br />Derasnya aliran keluar modal asing, khususnya di pasar SUN dan SBI, menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak triwulan III-2008, dan semakin meningkat pada triwulan IV-2008. Defisit baik pada neraca transaksi berjalan, maupun neraca transaksi modal dan finansial, pada gilirannya menyebabkan lonjakan defisit pada NPI di triwulan akhir 2008. Secara keseluruhan tahun NPI diprakirakan akan mencatat defisit sebesar USD2,2 miliar. Sementara itu, cadangan devisa pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar USD 51,6 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.<br />Menyikapi berbagai perkembangan yang terjadi, kebijakan moneter pada 2008 diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi yang didorong oleh tingginya permintaan agregat terutama pada paruh pertama 2008 dan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga triwulan BBM yang mendorong inflasi sempat mencapai 12,1%. Tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan agregat tercermin juga dari defisit transaksi berjalan sejak triwulan II-2008 akibat melonjaknya impor, serta meningkatnya jumlah uang beredar, terutama M1. <br />Untuk mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, sejak Mei 2008, Bank Indonesia menaikkan BI rate dari 8% secara bertahap menjadi 9.5% pada Oktober 2008. Dengan kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi. Selanjutnya, dengan turunnya harga komoditi dunia serta melambatnya permintaan agregat sebagai imbas dari krisis keuangan global, Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi ke depan menurun sehingga BI rate pada bulan Desember 2008 diturunkan sebesar 25 bps. Secara keseluruhan, inflasi IHK pada 2008 mencapai 11,06%, sementara inflasi inti mencapai 8,29%. <br />Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global pada perekonomian domestik. Berlanjutnya pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditas telah menekan ekspor Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar. Di pasar keuangan, krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di pasar uang, pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, di sisi lain, melemahnya harga komoditas dunia, serta melambatnya permintaan agregat mendorong turunnya tekanan inflasi. Ke depan, pada 2009, dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan terus melambat, tren inflasi diperkirakan akan terus menurun sehingga diperkirakan mencapai 5-7%. Dengan mempertimbangkan perkembangan dan prospek perekonomian, pada Januari 2009, Bank Indonesia menurunkan BI rate sebesar 50bps menjadi 8,75%. <br />Perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Perekonomian Indonesia diprakirakan masih mampu tumbuh sebesar 6,1% dengan motor penggerak didominasi oleh konsumsi dan ekspor. Sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia masih tumbuh di atas 6%, sektor keuangan juga masih menunjukkan kinerja yang baik, tercermin dari nilai tukar yang stabil, meningkatnya IHSG, serta menurunnya yield SUN. <br />Namun, sejak triwulan IV-2008, gejolak keuangan global telah menyebabkan tekanan pada perekonomian Indonesia. Melemahnya ekspor, tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia, dan gejolak di pasar uang, telah menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di pasar keuangan, kondisi likuiditas keuangan global ketat dan pada waktu bersamaan persepsi risiko terhadap negara emerging markets meningkat. Pada gilirannya hal ini menyebabkan anjloknya IHSG dan harga SUN, serta melemahnya nilai tukar secara tajam sejak awal triwulan IV 2008. Selama 2008, secara rata-rata Rupiah mencatat pelemahan sebesar 5,4% hingga mencapai Rp. 9.666 per dollar AS. <br />Neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan pertama 2009 mengalami kenaikan signifikan. Surplus neraca pembayaran pada periode kali ini tercatat hampir US$ 4 miliar atau melonjak dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,032 miliar. Surplus kali ini juga jauh di atas triwulan IV-2008 yang defisit sebesar US$ 1,945 miliar.<br />Dalam siaran pers Bank Indonesia yang diterima detikFinance, Selasa (19/5/2009), perbaikan neraca pembayaran ini terjadi baik pada transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial.Namun berdasarkan data BI, surplus transaksi berjalan pada triwulan I-2009 yang sebesar US$ 1,793 miliar sebenarnya mengalami penurunan dari periode yang sama 2008 yang tercatat US$ 2,817 miliar. Namun surplus pada periode kali ini jauh lebih baik dari transaksi berjalan di triwulan IV-2008 yang defisit US$ 677 miliar.<br />Menurut keterangan BI, perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut ditopang oleh meningkatnya surplus pada neraca perdagangan nonmigas, serta menyusutnya defisit pada neraca perdagangan minyak dan neraca jasa. Kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas terjadi karena impor nonmigas menurun lebih tajam daripada ekspor nonmigas.<br />"Karena ditopang oleh harga beberapa komoditas ekspor yang mulai meningkat dan masih cukup kuatnya permintaan tembaga dan batubara di beberapa negara Asia, meski ekspor nonmigas pada triwulan I 2009 menurun, namun laju penurunannya dari bulan ke bulan cenderung melambat," demikian tercantum dalam keterangan pers tersebut.<br />Sementara penurunan impor, dalam hal ini impor minyak, juga menjadi salah satu penyebab menyusutnya defisit neraca perdagangan minyak. Impor minyak turun mengikuti perkembangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang berkurang cukup tajam akibat melambatnya laju pertumbuhan ekonomi dan berlanjutnya implementasi program konversi BBM ke gas dan batubara. Seiring dengan tajamnya penurunan impor, pengeluaran jasa transportasi juga berkurang sehingga berdampak pada menyusutnya defisit neraca jasa.<br />Sedangkan untuk transaksi modal dan finansial pada triwulan I-2009 tercatat sebesar US$ 2,365 miliar atau naik cukup jauh dari periode yang sama tahun lalu dimana tercatat defisit US$ 1,43 miliar. Kenaikan yang lebih signifikan bahkan terasa jika dibandingkan dengan triwulan IV-2008 dimana transaksi modal dan finansial defisit hingga US$ 2,132 miliar.<br />"Perbaikan kinerja transaksi modal dan finansial ini bersumber dari surplus pada transaksi investasi langsung dan transaksi investasi portofolio," tambah keterangan tersebut.<br />Transaksi investasi langsung mencatat kenaikan surplus dibandingkan triwulan sebelumnya dengan sumbangan terbesar berasal dari kenaikan investasi di sektor migas dan transaksi akuisisi di sektor telekomunikasi. Sementara itu, surplus transaksi investasi portofolio sebagian besar berasal dari hasil penerbitan obligasi pemerintah berdenominasi valas.<br />Transaksi investasi portofolio di luar penerbitan obligasi valas pemerintah masih mencatat net outflows namun lebih kecil daripada yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Perkembangan ini didukung oleh mulai pulihnya minat investor asing untuk membeli sekuritas berdenominasi rupiah, khususnya SBI, SUN, dan saham, sejak Maret 2009.<br />Ke depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 diperkirakan berada di kisaran 4,0-5,0%, dengan sumber pertumbuhan terutama berasal dari permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga. Walaupun akan mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih dapat memiliki daya tahan terutama terkait dengan rencana pemerintah memberikan tambahan stimulus fiskal pada 2009. Di samping itu, komitmen pemerintah untuk merealisasikan anggaran lebih awal, kenaikan gaji PNS, faktor Pemilu, dan kenaikan UMP diperkirakan juga akan menjadi faktor pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. <br />Di sisi Neraca Pembayaran Indonesia, Neraca Transaksi Berjalan pada 2009 diperkirakan akan mengalami defisit sekitar 0,11% dari PDB akibat memburuknya kinerja ekspor, sementara penurunan impor tidak setinggi penurunan ekspor. Cadangan devisa akhir 2009 diperkirakan menjadi USD 51 miliar atau setara dengan 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.<br />Di sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalami dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun secara umum, perbankan nasional masih tetap memiliki daya tahan yang cukup baik, yang tercermin dari indikator utama perbankan CAR dan NPL. Rasio kecukupan modal (CAR) masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun menjadi 14,3%. Sedangkan NPL meskipun cenderung meningkat, diprakirakan masih berada di sekitar 5%.<br />Dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Januari 2009 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 8,75%. Ke depan, Bank Indonesia akan mengarahkan kebijakan moneter yang kondusif bagi permintaan domestik dengan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah panjang. Secara operasional, ruang penurunan BI rate masih terbuka jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah. Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus berupaya untuk melanjutkan langkah dalam mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kompetitif. Disamping itu, upaya meningkatkan kehati-hatian industri perbankan dalam melewati krisis global senantiasa menjadi perhatian Bank Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />NERACA PEMBAYARAN: RINGKASAN<br />(JUTA USD)<br />URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008<br /> Trw.1 Trw.2 Trw.3 Trw.4 Trw.1 Trw.2 Trw.3<br />I. Transaksi Berjalan 1,564 278 10,859 2,594 2,243 2,127 3,383 2,601 -1,241 -564<br />A. Barang Bersih 20,152 17,534 29,660 7,712 8,107 7,487 9,448 7,536 5,443 5,780<br />Ekspor, fob1) 70,767 86,995 103,528 26,626 29,202 30,009 32,117 34,412 37,345 34,080<br />Impor, fob2) -50,615 -69,462 -73,868 -18,914 -21,095 -22,521 -22,729 -26,876 -31,902 -32,299<br />B. Jasa-jasa, bersih -8,811 -9,122 -9,874 -3,165 -2,994 -2,767 -2,925 -3,173 -4,463 -4,157<br />C. Pendapatan, bersih -10,917 -12,927 -13,790 -3,163 -4,024 -3,811 -4,527 -3,120 -4,463 -4,157<br />D. Transfer Berjalan, bersih 1,139 4,793 4,863 1,210 1,153 1,216 1,387 1,358 1,343 1,385<br />II. Transaksi Modal dan Finansial 1,852 345 3,025 1,778 1,985 -957 660 -1,623 2,599 509<br />A. Transaksi Modal - 333 350 43 127 255 122 52 73 200<br />B. Transaksi Finansial 1,852 12 2,675 1,736 1,857 -1,212 539 -1,674 2,526 309<br />1. Investasi langsung -1,512 5,271 2,188 -246 1,426 764 309 -633 40 87<br />a. Ke luar negeri, bersih -3,408 -3,065 -2,726 -1,282 392 -1,427 -2,358 -1,729 -1,436 -1.430<br />b. Di indonesia (FDI) 1,896 8,336 4,914 1,037 1,034 2,191 2,667 1,096 1,476 1,517<br />2. Investasi portofolio 4,409 4,190 4,277 2,491 3,769 465 -1,200 1,923 4,308 58<br />a. Aset, bersih 353 -1,080 -1,830 -497 -1,939 -1,257 -764 -823 68 -75<br />b. Kewajiban bersih 4,056 5,270 6,107 2,988 5,707 1,722 -437 2,746 4,240 58<br />3. Investasi lainnya -1,045 -9,449 -3,791 -510 -3,337 -2,441 1,430 -2,964 -1,822 280<br />a. Aset, bersih 985 -8,646 -1,587 -162 -2,286 -2,383 262 -2,512 -1,474 -1,654<br />b. Kewajiban bersih3) -2,030 -803 -2,204 -348 -1,051 -59 1,168 -452 -348 1925<br />III. Jumlah (I+II) 3,415 623 13,884 4,372 4,227 1,170 4,043 978 1,357 -55<br />IV. Selisih Perhitungan Bersih -3,106 -179 625 7 -591 10 -523 54 -33 -34<br />V. Neraca Kese;uruhan (III+IV) 309 444 14,510 4,379 3,637 1,179 3,520 1,032 1,324 -89<br />VI. Cadangan Devisa dan yg terkait4) -309 -444 -14,510 -4,379 -3,637 -1,179 -3,520 -1,032 -1,324 89<br />a. Perubahan cadangan devisa 674 663 -6,902 -4,379 -3,637 -1,179 -3,520 -1,032 -1,324 89<br />b. Pinjaman IMF -983 -1,107 -7,608 0 0 0 0 0 0 0<br />Penarikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0<br />Pembayaran -983 -1,107 -7,608 0 0 0 0 0 0 0<br />Memorandum : <br />Posisi cadangan devisa5) 36,320 34,724 42,586 47,221 50,924 52,875 56,920 58,987 59,453 57,108<br />Transaksi Berjalan (% GDP) 0,6 0,1 2,9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0<br />Rasio Pembayaran Utang (%)6) 27,1 17,3 24,8 19,8 21,4 15,2 21,0 16,3 17,9 15,3<br />a.l. sektor terkait pemerintah & otoritas moneter 10,4 6,7 14,2 5,6 9,4 5,1 9,0 4,5 7,8 4,7<br />1) Sejak bulan Mei 2004 sebagian metode pelaporan ekspor nonmigas mengalami perubahan menjadi sistem on-line<br />2) Sejak bulan April 2004 sebagian metode pelaporan impor nonmigas mengalami perubahan menjadi sistem on-line<br />3) Tidak termasuk pinjaman IMF<br />4) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi<br />5) Sejak 1998, posisi cadangan devisa berdasarkan konsep aktiva luar negeri bruto menggantikan konsep cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL)<br />6) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa <br />2.2.2 Arus Investasi Indonesia<br />Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah :<br />“mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.” <br />Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia. <br />Upaya pemerintah untuk mencari modal asing agar mau kembali menanamkan modalnya di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ditambah lagi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, penanaman modal di Indonesia semakin menurun. Jangan menarik investor, menjaga investor yang sudah ada saja belum maksimal, misalnya dengan tutupnya perusahaan asing seperti PT.Sony Electronics Indonesia pada 27 November 2002. Terlebih lagi pada tahun 2003 yang lalu, hal ini dikarenakan adanya invasi Amerika ke Irak serta mewabahnya penyakit sindrom pernafasan akut. Hal ini menimbulkan ketidakpastian perekonomian dunia dan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia terutama terhadap penanam modal, padahal pemerintah telah mencanangkan tahun 2003 ini sebagai tahun investasi.<br />Untuk bisa memenuhi harapan tersebut, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. <br />Sehubungan dengan daya usaha Pemerintah untuk menarik modal asing ke Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan setiap peraturan peraturan yang berkaitan dengan PMA, pada intinya harus berorientasi pada hal hal yang mendasar yang umumnya diinginkan oleh semua pihak pemilik modal asing, yaitu :<br />a. Adanya peraturan-peraturan kebijaksanaan mengenai penanam modal asing yang konsisten dan yang tidak terlalu cepat berubah dan dapat menjamin kepastian hukum. Ketidakpastian hukum dan cepat berubah akan meyulitkan perencanaan usaha mereka di dalam jangka panjang.<br />b. Prosedur perizinan yang jelas dan tidak berbelit yang dapat mengakibatkan high cost economy (tidak dapat berproduksi secara efisiensi ekonomis).<br />c. Jaminan terhadap investasi mereka serta adanya perlindungan hukum terhadap hak milik investor.<br />Selain hal diatas, faktor lain yang harus diperhatikan dan atau disiapkan oleh pemerintah, yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan investasi mereka dengan baik (komunikasi, transportasi, perbankan dan perasuransian).<br />Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini dikemudian hari.<br />Perkembangan realisasi investasi di Indonesia sejak munculnya krisis politik pada pertengahan tahun 1997 dan kemudian menjadi krisis ekonomi yang berkepenjangan sampai saat ini, serta masalah faktor lainnya seperti masalah teroris, birokrasi pemerintahan, korupsi dan lain-lain membawa dampak yang tidak menggembirakan terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia. Indikator akibat hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan antara rencana investasi yang telah disetujui sejak tahun 1997 dengan realisasi dari tahun ketahun sampai dengan Oktober 2007. Berdasarkan data yang dikeluarkan BKPM, perkembangan arus investasi PMA tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. <br /> Tabel 2.6<br /> Perkembangan Investasi Modal Asing ( PMA)<br />Tahun Direct<br />Planning Investment<br />Approvels Direct<br />Realization Investment<br /> Project Value (US$ Million ) Project Value<br />(US$ Million )<br />1997<br />1998<br />1999<br />2000<br />2001<br />2002<br />2003<br />2004<br />2005<br />2006<br />2007* 778<br />958<br />1,179<br />1.613<br />1.390<br />1.254<br />1.247<br />1/248<br />1.649<br />1.718<br />1.608 33,665.7<br /> 13,635.0<br /> 10,894.3<br /> 16.038.6<br /> 16,375.4<br /> 10.020.1<br /> 14,364.1<br /> 10,469.7<br /> 13,635.6<br /> 15,659.1<br /> 36,751.0 331<br />412<br />504<br />638<br />454<br />444<br />571<br />546<br />909<br />867<br />842 3,473.4 (13% )<br />4,865.7 ( 36 %)<br />8,229.9 ( 76 %)<br />9,877.4 ( 62% )<br />3,509.4 ( 21% )<br />3,091.2 ( 30 %)<br />5,450.6 ( 39 % )<br />4,602.3 (45 %}<br />8,914.5 (66 % )<br />5,977.0 (38 %)<br />9,079.6 (27 % )<br />Sumber : Website BKPM ; Http // www.bkpm,go.id, October 2007. <br />*) Data sementara s/d Oktober<br />Dari data tabel 2.6 dimuka, dapat kita simak pada tahun 1997, realisasi PMA hanya 13 % dari komitmen yang telah disetujui dan kemudian menaik menjadi 76 % pada 1999. Kemudian mulai tahun 2000 s/d tahun 2007 realisasi yang dimaksud berada dibawah tahun 1999. Pada tahun 2000 hanya sebesar 62 %, dan kemudian tahun 2001 s/d tahun 2004 turun sangat drastis dilihat dari komitmen investasi tiap tahun yang telah disepakati, yaitu berkisar antara 21 % sampai 45 %. Pada tahun 2005 realisasi PMA naik menjadi 66% dari komitmen yang telah disetujui pada tahun yang bersangkutan, dan pada tahun 2006 dan 2007 realisasi PMA tersebut dilihat dari komitmen PMA yang telah disepakati mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu hanya sebesar 38 % dan 27 % dari total komitmen PMA. Dapat disimpulkan rendahnya realisasi PMA yang dimaksud dibandingkan dengan komitmen investasi modal asing yang telah disepakati, disebabkan terutama oleh faktor keamanan berusaha yang tidak kunjung dapat dijamin oleh Pemerintah (risk country yang cukup tinggi). Indikator penyebabnya dapat diduga terutama karena faktor risk country yang cukup tinggi, seperti adanya peledakan bom secara sporadis diberbagai kota di Indonesia sejak tahun 2000. Kemudian peledakan bom secara seporadis tadi disusul dengan peledakan bom di Bali pada Oktober tahun 2005 yang terkenal dengan bom Bali I dan II, yang merupakan ancaman baik tingkat nasional, regional dan maupun global. Dikatakan ancaman bersifat global, karena pasca bom Bali tersebut sejumlah Negara di dunia telah memperlakukan “Travel Warning“, yaitu suatu bentuk pelarangan kepada warga negaranya untuk tidak berkunjung ke Indonesia. Keadaan tersebut ditambah lagi dengan birokrasi pemerintahan yang menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak dapat berusaha secara efesiensi ekonomis, korupsi, tidak adanya kepastian hukum, dan gejolak sosial di masyarakat sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.<br />Serupa dengan utang luar negeri, kehadiran investasi asing di bumi pertiwi tak pernah surut dari pro-kontra. Bagi yang pro, kehadiran investasi asing dipandang sebagai engine of growth. Sementara bagi yang anti, kehadiran investasi asing dipandang tak lebih dari dominasi kekuatan modal asing dalam perekonomian nasional dan proses marginalisasi kekuatan ekonomi domestik. Dalam literatur standar ilmu ekonomi, pembangunan (development) dengan bertumpu pada pertumbuhan(growth) dipercaya sebagai jalan menuju proses akumulasi kapital. Selanjutnya, akumulasi kapital tersebut akan meningkatkan kekayaan suatu negara (wealth of nation). Dalam perekonomian yang terbuka sumber pem- biayaan pembangunan tidak melulu tergantung pada faktor domestik/internal, seperti tabungan domestik, namun bisa diperoleh melalui faktor luar negeri/eksternal seperti pinjaman luar negeri dan investasi langsung asing (foreign direct investment).<br />Dilema Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan investasi asing langsung (FDI) di negara berkembang (termasuk Indonesia) cukup pesat. Sebagai catatan, investasi asing oleh perusahaan multinasional di negara berkembang meningkat pesat dari US$ 13 miliar (1981) menjadi US$ 25 miliar (1991) (Thirlwall,1994:hal. 328). Nilai investasi ini meliputi transfer dana, modal fisik,teknik produksi, managerial, marketing expertise, biaya promosi, dan pelatihan bisnis. Meski membawa arus modal yang sangat besar, kehadiran investasi asing tidak serta-merta mengatasi problema pembangunan. Dampak negatifnya yaitu :<br />1. Aktivitas investasi asing di Indonesia sebagian besar tak terlepas dari<br />motif penguasaan atas sumber kekayaan alam seperti eksplorasi minyak, pertambangan, dan penebangan hutan. Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan eksplorasi ini semakin menjurus ke arah eksploitasi alam yang berpotensi menghancurkan daya dukung lingkungan dan peminggiran masyarakat lokal.<br />2. Keuntungan besar yang diperoleh dari hasil aktivitas produksi di<br />Indonesia tidak serta merta digunakan untuk reinvestasi dan proses alih<br />teknologi namun direpatriasikan ke negara asal. Praktik-praktik seperti ini<br />sangat merugikan Indonesia terutama posisi neraca pembayaran. Studi-studi yang dilakukan oleh Claessens(1993), Qayum(1993), dan Arief (1993) menegaskan praktik repatriasi profit tersebut ternyata lebih besar dari nilai investasi yang masuk ke Indonesia.<br />3. Kebanyakan orang Indonesia mengira bahwa kehadiran investasi asing<br />di Indonesia serta-merta membawa dolar dalam bentuk kontan. Ini hanya mimpi. Para investor asing/MNC sering memanfaatkan fasilitas kredit yang ditawarkan oleh perbankan nasional. Oleh karena sebagian besar pejabat menganggap peran investasi asing sangat penting maka para investor tersebut sering memperoleh perlakuan istimewa terutama dalam hal akses kredit dengan bunga rendah padahal dunia usaha domestik sendiri mengalami kelangkaan modal.<br />4. Kegiatan investasi asing di Indonesia ikut memberikan kontribusi<br />dalam menurunnya target penerimaan pajak sebagai akibat dari praktik<br />transfer pricing. Praktek transfer pricing dilakukan dengan jalan transaksi<br />internal perusahaan. Dengan kata lain, transaksi/perdagangan<br />antarcabang/anak perusahaan masih dalam induk perusahaan yang sama namun berlainan negara. Sebuah MNC otomotif bisa menjalankan proses produksinya dalam negara yang berbeda. Misalnya, di Indonesia hanya memproduksi suku cadang lalu suku cadang tersebut dikapalkan ke Malaysia yang melakukan assembling. Hasil assembling tersebut dikirim kembali ke Indonesia dalam bentuk penjualan akhir (final sale). Proses transaksi ini sulit ditaksir berdasarkan nilai pasar yang sebenarnya oleh karena sifat transaksi dilakukan secara internal oleh perusahaan yang sama sehingga memungkinkan manipulasi nilai transaksi.<br />5. Kehadiran investasi asing di Indonesia diyakini akan memperluas<br />kesempatan kerja. Pendapat ini mungkin ada benarnya. Namun tak jarang,negeri yang terkenal dengan berlimpahnya buruh yang murah sering dijadikan sebagai eksploitasi untuk memperbesar keun-tungan dengan mengabaikan hak-hak buruh seperti pelayanan kesehatan, asuransi jiwa tenaga kerja, dan dana pensiun. Secara sepintas terserapnya tenaga kerja ke dalam pabrik-pabrik yang dimiliki oleh modal asing memang cukup melegakan namun proses ini ibarat menanam bom waktu di kemudian hari. Di samping itu patut dipertanyakan juga kesediaan MNC untuk melakukan proses transfer of knowledge pada tenaga kerja Indonesia.<br />6. Investasi asing di manapun di seluruh dunia selalu berkepentingan dengan risiko politik dan keamanan. Para investor asing atau MNC tidak begitu peduli dengan isu HAM atau demokrasi oleh karena bagi mereka yang penting adalah stabilitas politik demi menjaga kelangsungan bisnis dan terjaminnya kepentingan mereka. Dalam era reformasi ini memang tidak dapat dimungkiri telah terjadi euphoria berlebihan namun patut disadari juga bahwa tuntutan buruh atas perbaikan nasib mereka tentu suatu hal yang wajar mengingat posisi tenaga kerja selama ini berada dalam posisi yang terjepit antara kepentingan penguasa dan pemilik modal. Langkah ke Depan Meski masuknya investasi asing tidak serta merta mengatasi problem pembiayaan pembangunan tidak dapat dimungkiri sedikit banyak tentu ada manfaatnya bagi proses pembangunan ekonomi itu sendiri. Adalah sebuahkenaifan bila mengharapkan kebaikan atau ketulusan hati dari investasi asing. Colman dan Nixson (1978) dengan lugas mengatakan: Their prime objective is global profit maximization and their actions are aimed at achieving that objective, not developing the host less developed country. If the technology and the products that they introduce are inappropriate, if their actions exacerbate regional and social inequalities, it they weaken balance of payments position, in the last resort it is up to the less developed country government to pursue policies which will eliminate the causes of these problems.<br />Jelaslah, yang paling dicemaskan bukanlah soal dampak aktivitas investasi asing/MNC di Indonesia namun apakah para pengambil keputusan negeri ini mampu mengelola dan menjinakkan para investor asing tersebut sehingga tidak merugikan perekonomian nasional. <br /><br />2.2.3 Perkembangan Arus Modal Asing Indonesia<br />Modal asing diperlukan selain untuk meningkatkan investasi (capital formation) di dalam negeri, selama tidak memberi suatu dampak negatif terhadap pembentukan / pertumbuhan tabungan domestik, juga untuk membiayai defisit transaksi berjalan (impor) atau menutupi kekurangan cadangan devisa.<br />Hasil laporan IMF tahun 1998 mengenai arus modal masuk neto menunjukkan bahwa selama periode 1994 – 1998 arus modal neto (modal masuk dikurangi modal keluar) total (dunia) meningkat dari sekitar 160,5 miliar dollar AS pada tahun 1994 menjadi 122 miliar dollar AS pada tahun 1998 dan diperkirakan akan bertambah menjadi 196,4 miliar dollar AS pada tahun 1999. kenaikan ini disebabkan terutama oleh peningkatan arus modal dalam bentuk investasi langsung (PMA), sedangkan investasi tidak langsung (portfolio investment) mengalami penurunan. <br />Secara absolut, arus modal masuk resmi (G to G loans dan aid) memang terus mengalami pengingkatan selama periode 1970-an, tetapi laju pertumbuhan arus modal masuk yang berasal dari sektor swasta, terutama dalam bentuk kredit dari bank-bank di negara-negara industri maju (OECD), lebih pesat. Laju pertumbuhan yang berbeda ini dapat dilihat dari lebih tingginya rasio modal asing swasta dibanding modal asing pemerintah terhadap PNB.<br />Laporan bank dunia tahun 1997 menunjukkan bahwa derajat global financial integration Indonesia pada dekade 1990-an (sebelum krisis ekonomi) jauh lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Perubahan derajat ini terutama disebabkan oleh sejumlah paket deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di sektor keuangan sejak pertengahan dekade 1980-an dan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi, yang semuanya ini merupakan pull faktor yang penting bagi investor-investor dan bank-bank asing untuk menanam uang mereka di Indonesia.<br />Akan tetapi, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia ditambah lagi dengan ketidakstabilan politik dan sosial serta ketidakstabilan hukum, terjadi arus modal keluar (capital flight). Misalnya, pada tahun 1999 arus modal swasta dan investasi asing langsung (PMA) yang keluar lebih besar daripada arus yang masuk<br />Dilihat pada tingkat dunia, Indonesia juga termasuk negara penting tujuan PMA selama era pra-krisis 1997. Bahkan selama periode 1990-1997, yang dapat dikatakan sebagai masa saat perkembangan ekonomi Orde Baru mencapai titil klimaksnya, peringkat Indonesia masuk dalam 20 besar negara-negara penerima PMA yang diukur dalam nilai juta dollar AS. Posisi Indonesia dengan nilai arus masuk PMA-nya mencapai hampir 23,7 miliar dollar AS, hanya lebih rendah dari Singapura dan Malaysia di dalam kelompok ASEAN (Tabel 1). Namun, akibat krisis 1997 dan jatuhnya pemerintahan Soeharto yang sejak itu hingga saat ini pemerintahan pasca krisis belum mampu sepenuhnya menciptakan iklim berusaha/berinvestasi yang kondusif, Indonesia menjadi negara paling buruk di dalam kelompok ASEAN dalam hal perkembangan PMA.<br /><br /><br />Total Arus Masuk PMA menurut Negara, 1990-97 (juta dollar AS) <br /> <br /><br />Perkembangan PMA di ASEAN (miliar dollar AS), 1991-2002<br /> <br />Salah satu dampak positif dari sangat nyata dari kehadiran PMA di Indonesia selama era Orde Baru adalah pertumbuhan PDB yang pesat, yakni rata-rata per tahun antara 7% hingga 8% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi (Gambar 3). Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi tersebut, rata-rata pendapatan nasional per kapita di Indonesia naik pesat setiap tahun, yang pada tahun 1993 dalam dollar AS sudah melewati angka 800. Pada tahun 1968 pendapatan nasional Indonesia per kapita masih sangat rendah, masih sedikit dibawah 60 dollar AS (Gambar 4). Tingkat ini jauh lebih rendah dibandingkan pendapatan di negara-negara berkembang lainnya saat itu, seperti misalnya India, Sri Langka dan Pakistan. Tetapi, akibat krisis, pendapatan nasional per kapita Indonesia menurun drastis ke 640 dollar tahun 1998 dan 580 dollar AS tahun 1999.<br />Pesatnya arus masuk PMA ke Indonesia selama periode pra-krisis 1997 tersebut tidak lepas dari strategi atau kebijakan pembangunan yang diterapkan oleh Soeharto waktu itu yang terfokus pada industrialisasi selain juga pada pembangunan sektor pertanian. Untuk pembangunan industri, pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan substitusi impor dengan proteksi yang besar terhadap industri domestik. Dengan luas pasar domestik yang sangat besar karena penduduk Indonesia yang sangat banyak, tentu kebijakan proteksi tersebut merangsang kehadiran PMA. Dan memang PMA yang masuk ke Indonesia terpusat di sektor industri manufaktur. Baru pada awal dekade 80-an, kebijakan substitusi impor dirubah secara bertahap ke kebijakan promosi ekspor.<br /> Investasi Asing Langsung<br />Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan dana pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (foreign direct invesment=FDI).<br />Sumber pembiayaan FDI ini oleh sebagian pengamat, merupakan sumber<br />pembiayaan luar negeri yang paling potensial dibandingkan dengan sumber yang lain. Panayotou (1998) menjelaskan bahwa FDI lebih penting dalam menjamin<br />kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal<br />portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of<br />technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. Hasil penelitian Panayotou (1998) selanjutnya menyebutkan bahwa lebih dari 80% modal swasta dan 75% dari FDI sejak tahun 1990 mengalir ke negara-negara dengan pendapatan menengah (middle income countries). Untuk kawasan Asia nilainya mencapai 60% dan Amerika Latin sebesar 20%. World Bank (1999) memperkirakan bahwa investasi asing di negara-negara berkembang akan tumbuh pada tingkat 7 – 10 % per tahun sampai akhir dekade. Hal ini didorong oleh dampak liberalisasi, privatisasi, inovasi teknologi, penurunan biaya trasportasi, telekomunikasi, mobilitas modal dan pertumbuhan integrasi keuangan. Dalam laporan tahunannya, UNCTAD (2001), World Investment Report, mengemukakan bahwa pertumbuhan FDI di seluruh dunia mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 1990,1997 dan tahun 2000, yakni berturut-turut USD 209 juta, USD 437 juta, dan USD 1.118 juta. Data ini menunjukkan bahwa financial crisis yang terjadi di negara-negara berkembang, tidak mengganggu aliran modal ini untuk terus berkembang. <br />Studi empiris yang dilakukan oleh beberapa ahli telah memperkuat argumen bahwa peranan FDI relatif besar dalam pembangunan suatu negara. Penelitian Terpstra dan Yu (1988) menemukan bahwa ukuran pasar (market size) yang diukur dengan GDP perkapita, faktor kedekatan geografis negara penerima dan penanam modal, besarnya perusahaan, reaksi oligopolistik merupakan faktor penentu masuknya modal asing ke suatu negara. Penelitian Rana dan Dowling (1988) mengenai pengaruh penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya di negara-negara sedang berkembang, menyimpulkan bahwa modal asing memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan tabungan domestik di negara-negara berkembang di Asia.<br />Data tentang investasi asing di Indonesia menunjukkan kondisi yang berbalikan dengan kondisi dalam bahasan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara lain sekawasan (Thailand, Philipina dan Malaysia) yang sama sama terpuruk dalam financial crisis tahun 1997, Indonesia telah mencapai titik yang kurang menguntungkan. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan tentang penurunan FDI yang terjadi Indonesia.<br />Data dalam tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 1998 – 2000, aliran FDI yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan secara signifikan, yakni rata-rata 2,7% selama 3 (tiga) tahun tersebut. Demikian pula dalam pembentukan modal (capital formation) yang mengalami penurunan dari –1,6 % pada 1998 menjadi –11,2% pada tahun 1999. Kondisi ini berbalikan dengan data yang dikeluarkan oleh BKPM, dimana persetujuan PMA di Indonesia selama kurun waktu 1998 – 2000 menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, kecuali pada tahun 1999. Jika diakumulasikan permasalahan yang sebenarnya, maka ada dua hal yang mempengaruhi kegiatan FDI di suatu negara (host country), dalam kaitannya dengan mengapa suatu negara begitu aktif dalam menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara, yaitu pertama, lingkungan atau kerangka kebijakan (policy framework) dan kedua, faktor ekonomi (economic determinants). Pertimbangan ekonomi, di satu sisi mejadikan pertimbangan dalam kegiatan FDI. Variabel ekonomi ini antara lain menyangkut akses pasar, sumber daya, dan faktor efisiensi. Kedua variabel ini sebenarnya mendasari mengapa negara-negara berpacu untuk menangkap peluang tersebut.<br /> <br />Policy framework khususnya berkaitan dengan regulasi yang berlaku di suatu negara. Investor pada dasarnya mengetahui bagaimana potensi dan kondisi suatu negara yang akan dijadikan lokasi investasi. Kerangka kebijakan ini terkait dengan aturan yang mendukung terbukanya pasar, standarisasi kesepakatan internasional, faktor kepemilikan dan lainnya. UNCTAD (1998) menguraikan hal ini dalam beberapa hal, yaitu (1) stabititas ekonomi, politik dan sosial; (2) aturan yang mendukung masuk dan operasinya suatu usaha; (3) standar kesepakatan internasional; (4) kebijakan dalam memfungsikan dan struktur pasar; (5) persetujuan internasional dalam FDI; (6) kebijakan privatisasi; dan (7) kebijakan perdagangan dan perpajakan. Kerangka kebijakan ini sangat mempengaruhi lokasi aktivitas FDI oleh MNCs. Perubahan kebijakan akan mempunyai efek asimetris terhadap lokasi FDI. Tidak ada jaminan apakah investor akan melanjutkan usahanya atau tidak jika terjadi perubahan yang mungkin kurang menguntungkan dilihat dari sisi ini. <br />Dalam rangka meningkatkan investasi asing langsung di Indonesia, pemerintah melalui Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan beberapa upaya penyesuaian kebijakan investasi, di antaranya adalah sebagai berikut:<br />1. Pemerintah telah memperbaharui Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanam Modal untuk dapat diberikan keleluasaan investor dalam memilih usaha (Keppres No 96 Tahun 2000 jo. No 118 Tahun 2000). Dalam keputusan tersebut, bidang usaha yang tertutup untuk investasi baik PMA maupun PMDN berkurang dari 16 sektor menjdai 11 sektor. Bidang usaha yang tertutup bagi kepemilikan saham asing berkurang dari 9 sektor menjadi 8 sektor.<br />2. Penyederhanaan proses dari 42 hari menjadi 10 hari. Sebelumnya persetujuan PMA dilakukan oleh Presiden, sedangkan saat ini cukup dilakukan oleh Pejabat Eselo yang berwenang, dalam hal ini Deputi Bidang dan Fasilitas Penanaman Modal;<br />3. Sejak tanggal 1 Januari 2001, pemerintah menggantikan insentif Pembebasan<br />Pajak dengan Kelonggaran Pajak Investasi sebesar 30% untuk 6 (enam) tahun.<br />4. Nilai investasi tidak dibatasi, sepenuhnya tergantung studi kelayakan dari proyek tersebut.<br /><br /> Investasi Portofolio<br />Aktif Kembali<br />Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia.<br />Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.<br />Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. <br />Masa Konfrontasi<br />Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.<br />Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.<br />Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.<br />Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966. <br />Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.<br />Orde Baru<br />Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. <br />Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran. <br />Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.<br />Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang. <br />Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal. <br />Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.<br />Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.<br /><br />2.2.4 Tantangan Kebijakan Investasi yang dihadapi Indonesia<br /> Sampai saat ini dan mungkin juga ditahun tahun mendatang, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup signifikan pengaruhnya terhadap arus investasi modal asing ke Indonesia, apabila hal tersebut diatas tidak diatasi segera mungkin. Adapun tantangan yang dimaksud berasal dari dalam negeri dan luar negeri.<br />a. Tantangan dari dalam negeri<br /> Pertama, adanya berbagai keterbatasan yang meliputi pemodalan, sumberdaya manusia (skill) dan teknologi, Disi lain Indonesia harus dapat memenuhi target target pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pendapatan masyarakat, penurunan tingkat pengangguran, peningkatan jumlah ekspor, penurunan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dan lain lain.<br /> Kedua, menciptakan kondisi iklim usaha di dalam negeri, yang meliputi peraturan peraturan atau kebijakan-kebijakan yang mendukung terciptanya iklim berusaha yang menarik bagi modal asing (investor luar negeri) disertai dengan adanya jaminan keamanan berusaha di Indonesia oleh Pemerintah. Yang menjadi pertanyaan apakah peraturan peraturan atau kebijakan kebijakan yang sudah ada sesuai dengan keinginan investor sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, telah dapat memberikan kemudahan kemudahan berusaha bagi pemilik modal luar negeri.<br /> Sebagai gambaran berdasarkan Word Investment Report (WIR) 2004 berdasarkan 12 variabel penilaian dan politk (Harian Kompas 23 September 2004) Indonesia berada pada urutan ke 139 dari 144 negara yang diminati modal asing untuk melakukan investasi di Indonesia. Menurut laporan tersebut posisi Indonesia jauh lebih buruk dari beberapa Negara Asean dan beberapa Negara di kawasan Asia. China berada diposisi ke 37, Vietnam di urutan ke 38, Malaysia urutan ke 75, Myanmar ke 85, Thailand ke urutan 87, Thailand pada urutan ke 117 dan Pilipina berada pada urutan ke 96. Berdasarkan laporan “Indonesia Financial Statistics “ (beberapa terbitan berturut s/d Februari 2005) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan WIR, dalam kelompok ASEAN, Indonesia satu-satunya negara ASEAN yang mengalami arus PMA negatif sejak krisis politik dan ekonomi 1998 walaupun hal ini cenderung mengecil pada tahun 2003 (sebagaimana terliht pada Tabel II). Hal ini berarti terjadi re-lokasi investasi oleh pemilik modal asing keluar negeri termasuk privatisasi BUMN kepada pihak asing, terutama perbankan sehubungan dengan penjualan aset-aset Bank ke investor asing. <br />Tabel 2.7<br />Arus PMA ke Indonesia<br />Tahun Nilai ( US $ juta)<br />1998<br />1999<br />2000<br />2001<br />2002<br />2003 - 356<br />- 2.745<br />- 4.4550<br />- 2.978<br />- 145<br />- 597- <br /><br />b. Tantangan dari luar negeri.<br /> Pertama, pada abad ke 21 ini, perekonomian dunia semakin bersifat global, persaingan dalam mengisi pangsa pasar dunia berada dalam kondisi hiperkompetitif, dan arus modal bebas masuk ke negara manapun. Di sisi lain terjadi “Technical gap“ diantara Negara-negara maju dengan negara-negara berkembang termasuk dalam hal Indonesia. Hal ini akan semakin melebar apabila Negara Indonesia tidak segera dengan cepat mempersiapkan diri dengan mempercepat pengembangan SDM dan IPTEK. Sadar atau tidak sadar, arus investasi yang umumnya dibungkus dengan perjanjian alih teknologi, skill dan knowledge pemilik modal asing dalam hal ini tetap berdasarkan pertimbangan profit. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia tanpa meningkatkan SDM dan IPTEK sendiri dengan jalan metode trial dan error, pasti tidak akan dapat mempersempit technological gap yang dimaksud.<br /> Kedua, adanya perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi di kawasan Asia dan Asia Pasifik sebagai akibat semakin cepat terlaksananya kesepakatan kesepakatan multilateral beberapa Negara, seperti AFTA dan APEC di sektor perdagangan dan investasi. Nampaknya peluang tersebut tidak akan dapat dimanfaatkan Indonesia, apabila tidak berbenah diri dengan cepat dibidang hal-hal yang berkaitan dengan Faktor-faktor yang dapat menarik minat modal asing untuk berinvestasi di Indonesia. <br /><br />2.2.5 Pengaruh Penanaman Modal Asing Terhadap Perekonomian<br /> Pengaruh investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi merupakan arti penting bagi negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini konsep pembangunan dengan menggunakan modal asing masih sering menimbulkan pendapat. Foreign Direct Investment (FDI) dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara. Dengan melalui FDI, modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara berkembang di Asia Timur, termasuk Indonesia, berusaha memberikan insentif kepada masuknya modal asing dalam bentuk FDI ini. Disisi lain, negara pengekspor kapital juga memberikan insentif kepada sektor swasta berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasi untuk mendorong FDI ke negara berkembang.<br />Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Pengaruh dari peran ini bersumber dari kegiatan investasi dalam perekonomian, yaitu :<br />Pertama, lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang berarti juga penambahan output atau produk domestic bruto (PDB), total ekspor (X) dan kesempatan kerja. Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan X berarti penambahan cadangan devisa (CD) yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk membayar utang luar negeri (ULN) dan impor (M). Kedua, masih dari sisi suplai, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai berikut: adanya pabrik-pabrik baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-sektor domestik lainnya; jadi output di SSL tersebut mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek penggandaan dari keberadaan PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen M dari sebuah proyek PMA, atau semakin besar ”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMA dengan ekonomi domestik, semakin kecil efek penggandaan tersebut <br />Ketiga, peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan: peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efenya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah. <br />Keempat, peran PMA sebagai sumber penting peralihan teknologi dan knowledge lainnya. Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat pekerja-pekerja lokal yang bekerja di perusahaan-perusahaan PMA. Saat pekerja-pekerja tersebut pindah ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau keahlian baru dari perusahaan PMA ke perusahaan domestik. Kedua, lewat keterkaitan produksi atau subcontracting antara PMA dan perusahaan-perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah.<br />Klaim pemerintah bahwa rasio utang pemerintah terus menurun juga benar. Data Depkeu memperlihatkan bahwa pada akhir 2004, rasio utang terhadap PDB sebesar 56%, maka pada akhir 2008 tinggal sebesar 33%. Bahkan, pemerintah mengklaim bahwa rasio utang kita jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) sebesar 81% dan Jepang sebesar 217%. <br />Meski kedua klaim tersebut benar, namun publik perlu mendapat informasi yang lebih utuh terhadap isu utang pemerintah ini. Bahwa, bertambahnya utang pemerintah bukanlah sesuatu yang haram. Menggunakan analogi di swasta, semakin tinggi skala usaha perusahaan, utangnya pun biasanya bertambah besar. Dalam dunia bisnis sekarang, hampir mustahil, pengusaha menggunakan modalnya sendiri untuk membiayai seluruh kebutuhan ekspansi usaha. Maka, disinilah kemudian muncul peran perbankan dan pasar modal untuk membiayai kegiatan ekspansi usaha swasta. <br />Analog dengan swasta, kalau kita ingin mengembangkan ekonomi kita, utang sesungguhnya sebuah keniscayaan. Tak mungkin pemerintah hanya mengandalkan pajak untuk membiayai pembangunannya. Hampir tak ada negara di dunia ini yang tidak melakukan utang. <br />Sesungguhnya, masalah utang bukan terletak pada berapa besarnya tambahan utang secara nominal. Terdapat sejumlah isu yang perlu lebih dicermati dari isu utang pemerintah ini. Pertama, apakah utang telah dikelola dengan baik? Kedua, apakah utang kita telah mampu meningkatkan skala ekonomi? Ketiga, apakah peningkatan skala ekonomi tersebut telah dioptimalkan untuk peningkatan kemampuan membayar utang? Keempat, bagaimana kita memperoleh utang tersebut? <br />Utang pemerintah kini telah dikelola dengan manajemen yang lebih baik. Komposisi utang pemerintah kini dinilai lebih aman karena strukturnya yang lebih banyak ke utang domestik. Pada 2004, rasio utang luar negeri (ULN) terhadap PDB sebesar 28% dan rasio utang domestik sebesar 28% terhadap PDB. Pada 2008, rasio ULN terhadap PDB sebesar 12% dan rasio utang domestik sebesar 21% terhadap PDB. Kinerja pengelolaan utang pemerintah ini juga telahmendapat pengakuan sejumlah lembaga internasional. Pada 11 Juni 2009, Moody’s menaikkan prospek utang Indonesia dari stabil ke positif, meski peringkat utang kita tidak mengalami perubahan yaitu tetap di posisi Ba3. <br />Skala ekonomi kita juga telah mengalami peningkatan yang signifikan, sebagaimana terlihat dari PDB kita. Pada tahun 2008, PDB kita mencapai Rp4.954 trilyun atau meningkat 116% dibandingkan akhir 2004 yang sebesar Rp2.296 trilyun. Peningkatan PDB ini kemudian menurunkan rasio utang kita. Namun demikian, menggunakan ukuran PDB untuk menentukan rasio utang pemerintah sesungguhnya memiliki sejumlah kelemahan. <br />PDB adalah ukuran ekonomi yang dihitung berdasarkan produk yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi yang berada di Indonesia, baik itu domestik maupun asing. Sementara, utang pemerintah digunakan untuk kegiatan ekonomi domestik dan menjadi beban penduduk Indonesia. <br />Struktur PDB kita sangat berbeda dengan negara-negara lain. AS dan Jepang, misalnya, pertumbuhan ekonominya sebagian besar ditopang oleh investasi domestik. Sehingga, PDB mereka lebih merupakan cerminan dari kemampuan pelaku ekonomi domestiknya, termasuk kemampuan membayar utang pemerintahnya. Kondisi ini berbeda dengan Indonesia yang masih menggantungkan investasi asing yang cukup tinggi. Oleh karenanya, membandingkan rasio utang kita dengan rasio utang negara lain dengan menggunakan ukuran rasio utang terhadap PDB adalah sesuatu yang tidak apple to apple. <br />Atas kelemahan ini, kini muncul wacana agar kita tidak menggunakan ukuran PDB dalam menilai posisi utang pemerintah, tetapi menggunakan ukuran pendapatan nasional (national income), yaitu PDB dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri (swasta dan pemerintah), keuntungan yang direpatriasi investor asing ke luar negeri, dan penyusutan. <br />Meskpun PDB kita telah mengalami peningkatan, namun optimalisasi manfaat PDB bagi kepentingan pemerintah sesungguhnya masih rendah. Setidaknya, ini bisa dilihat dari rasio perpajakan (tax ratio) kita terhadap PDB. Pada tahun 2008, tax ratio kita mencapai 13,6%. Bandingkan dengan tax ratio-nya AS sebesar 28,2% dan Jepang sebesar 27,4% pada tahun 2005. Semestinya, pada tahun 2009 ini tax ratio kita bisa mencapai 16%. Dengan kata lain, sesungguhnya bila kita dapat meningkatkan tax ratio, peran utang pemerintah dapat dikurangi. <br />Komposisi utang pemerintah memang telah membaik, karena utang yang bertambah adalah dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) rupiah yang diterbitkan di dalam negeri agar dapat mengurangi ULN. Namun, biaya untuk menerbitkan SUN cukup mahal. Setidaknya, ini bisa dibaca dari tingkat kupon SUN yang jauh di atas suku bunga deposito. Situasi inilah yang justru telah menyebabkan tekanan likuiditas perbankan di pasar finansial domestik, seperti yang terjadi pada pertengahan 2008. <br />Kesimpulannya, penambahan utang pemerintah sesungguhnya tak perlu dianggap sebagai suatu yang menakutkan apalagi diharamkan. Namun, penambahan utang pemerintah juga perlu memperhatikan bagaimana upaya pengembaliannya. Dengan kata lain, sekalipun utang pemeirntah telah memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian, hal itu harus diikuti dengan optimalisasinya yaitu dengan memperkuat tax ratio kita. Tentunya, ini menjadi tantangan Depkeu bagaimana upayanya meningkatkan pajak, khususnya pajak bagi korporasi besar.<br />2.2.6 Peranan Utang Luar Negeri terhadap Pembangunan Indonesia<br />Tidak semua negara yang digolongkan dalam kelompok negara dunia ketiga, atau negara yang sedang berkembang, merupakan negara miskin, dalam arti tidak memiliki sumber daya ekonomi. Banyak negara dunia ketiga yang justru memiliki kelimpahan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Masalahnya adalah kelimpahan sumber daya alam tersebut masih bersifat potensial, artinya belum diambil dan didayagunakan secara optimal. Sedangkan sumber daya manusianya yang besar, belum sepenuhnya dipersiapkan, dalam arti pendidikan dan keterampilannya, untuk mampu menjadi pelaku pembangunan yang berkualitas dan berproduktivitas tinggi. <br />Pada kondisi yang seperti itu, maka sangatlah dibutuhkan adanya sumberdaya modal yang dapat digunakan sebagai katalisator pembangunan, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lebih baik, lebih cepat, dan berkelanjutan. Dengan adanya sumber daya modal, maka semua potensi kelimpahan sumber daya alam dan sumber daya manusia dimungkinkan untuk lebih didayagunakan dan dikembangkan. <br />Tetapi, pada banyak negara yang sedang berkembang, ketidaktersediaan sumber daya modal seringkali menjadi kendala utama. Dalam beberapa hal, kendala tersebut disebabkan karena rendahnya tingkat pemobilisasian modal di dalam negeri. Beberapa penyebabnya antara lain (1) pendapatan per kapita penduduk yang umumnya relatif rendah, menyebabkan tingkat MPS (marginal propensity to save) rendah, dan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan, juga rendah. (2) Lemahnya sektor perbankan nasional menyebabkan dana masyarakat, yang memang terbatas itu, tidak dapat didayagunakan secara produktif dan efisien untuk menunjang pengembangan usaha yang produktif. (3) Kurang berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan tambahan dana murah dalam berekspansi. Dengan kondisi sumber daya modal domestik yang sangat terbatas seperti itu, jelas tidak dapat diandalkan untuk mampu mendukung tingkat pertumbuhan output nasional yang tinggi seperti yang diharapkan. <br />Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya mobilisasi modal domestik adalah dengan mendatangkan modal dari luar negeri, yang umumnya dalam bentuk hibah (grant), bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank dan pinjaman komersial lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Modal asing ini dapat diberikan baik kepada pemerintah maupun kepada pihak swasta. Banyak pemerintah di negara dunia ketiga menginginkan untuk mendapatkan modal asing dalam menunjang pembangunan nasionalnya, tetapi tidak semua berhasil mendapatkannya, kalau pun berhasil jumlah yang didapat akan bervariasi tergantung pada beberapa faktor antara lain (ML. Jhingan : 1983, 643-646): <br />1. Ketersediaan dana dari negara kreditur yang umumnya adalah negara-negara industri maju.<br />2. Daya serap negara penerima (debitur). Artinya, negara debitur akan mendapat bantuan modal asing sebanyak yang dapat digunakan untuk membiayai investasi yang bermanfaat. Daya serap mencakup kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan, mengubah struktur perekonomian, dan mengalokasikan kembali resources. Struktur perekonomian yang simultan dengan pendayagunaan kapasitas nasional yang ada akan menjadi landasan penting bagi daya serap suatu negara.<br />3. Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di negara penerima, karena tanpa ketersediaan yang cukup dari kedua sumberdaya tersebut dapat menghambat pemanfaatan modal asing secara efektif.<br />4. Kemampuan negara penerima bantuan untuk membayar kembali (re-payment).<br />5. Kemauan dan usaha negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil, kecuali jika disertai dengan usaha untuk memanfaatkan dengan benar oleh negara penerima. Sebagaimana dikatakan Nurkse (1961: 83), bahwa modal sebenarnya dibuat di dalam negeri. Sehingga, peranan modal asing sebenarnya adalah sebagai sarana efektif untuk memobilisasi keinginan suatu negara.<br />Sekarang ini dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia, termasuk dalam bidang finansial, menyebabkan arus modal asing semakin leluasa keluar masuk suatu negara. Pada banyak negara yang sedang berkembang, modal asing seolah-olah telah menjadi salah satu modal pembangunan yang diandalkan. Bahkan, beberapa negara saling berlomba untuk dapat menarik modal asing sebanyak-banyaknya dengan cara menyediakan berbagai fasilitas yang menguntungkan bagi para investor dan kreditur.<br />Khusus modal asing dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada pemerintah, baik yang bersifat grant; soft loan; maupun hard loan, telah mengisi sektor penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (government budget) yang selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan proyek-proyek pembangunan negara atau investasi pemerintah di sektor publik. Dengan mengingat bahwa peran pemerintah yang masih menjadi penggerak utama perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang, menyebabkan pemerintah membutuhkan banyak modal untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, sayangnya kemampuan finansial yang dimiliki pemerintah masih terbatas atau kurang mendukung. Dengan demikian, maka pinjaman (utang) luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.<br /><br />2.2.7 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia<br />Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaanberutang bagi pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yangbelum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai dengan salahsatu hasil Konperensi Meja Bundar (KMB). Penyerahan kedaulatankepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan pe-ngalihan tanggung jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihatdari perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlahnegara baru, melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya.Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnyabertahan sampai saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan ituberlangsung dengan cara apa pun. Pemerintahan era Soekarnomewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1 miliar kepadapemerintahan Soeharto. Secara spektakuler, pemerintahan Soehartomembebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar.Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar,hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang “hanya” ber-tambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalamnegeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD135 miliar. Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis diera Habibie secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karenaakumulasi utang beserta akibat lanjutan dari kebijakan pe-merintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal dari eraSoeharto.Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepadaera berikutnya telah berlangsung. Tidak ada penghapusan bebanutang dalam besaran yang cukup berarti, yang disebabkan oleh per-gantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru. Keringanan atasbeban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalanpembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika ter-jadinya krisis 1997. Krisis justeru memaksa pemerintah untukmenambah posisi utangnya melalui pinjaman kepada IMF. Meskipunsifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya ”tidak diper-gunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis mem-beri beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnyanilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta tanggunganpemerintah atas beberapa utang swasta yang gagal bayar (default). Kreditur luar negeri malah cenderung sedikit berbaik hati tatkalaIndonesia mendapat musibah tsunami Aceh dan Nias. Beberapamiliar dolar ULN pemerintah yang mestinya jatuh tempo pada tahunitu, dijadwal ulang pembayarannya untuk lima tahun ke depannya,dengan masa jeda pembayaran antara satu sampai dengan dua tahun. <br />A. Utang Pemerintah Orde Lama <br />Sesuai dengan perjanjian ketika penyerahan kedaulatan kepadapemerintah Republik Indonesia, pemerintahan Soekarno menerimapula warisan utang pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 4miliar dolar Amerika. Utang tersebut memang tidak pernah dibayaroleh Pemerintahan Soekarno, namun juga tidak dinyatakan di-hapuskan. Utang ini nantinya diwariskan kepada era-era pe-merintahan berikutnya, dan akhirnya dilunasi juga.<br />Pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta ter-hadap utang luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, merekamenyadari bahwa utang luar negeri sebagai sumber pembiayaansangat dibutuhkan. Negara baru yang baru merdeka ini memerlukandana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang sudahsedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur,dan rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladangminyak, membuat penerimaan negara dari sumber domestik belumbisa diandalkan. Hibah dari negara-negara yang bersimpatik ketikaawal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan lambat laun di-hentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asingmasuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjamanluar negeri. <br />Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada ter-hadap kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme. Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah yang berkaitan dengankedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda. Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga terhadap masalah penanaman modal asing, termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia. Sebagai contoh, Hatta dalam berbagai kesempatan mengemukakan antara lain: negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, suku bunga tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen per tahun, dan jangka waktu utang yang lama. <br />Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam berutang. Terkenal pula pernyataan sarkastis Soekarno, yang mengatakan ”go to hell with your aid” kepada AS karna berusaha mengaitkan utang dengan tekanan politik. Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup seringberubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun 50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor Soekarno sebagaipribadi.Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung keIndonesia untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang sebesar USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun kemudian bersediamelaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itujuga, ketika Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia di-nyatakan sebagai bagian federasi Inggris tanpa pembicaraan denganSoekarno. <br />Hal ini sebetulnya juga berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari keanggotaan IMF dan PBB. Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagianhasil ekspor komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan sebagian utang oleh kreditur, terutama dari negara-negara yang bersahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu. Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar. Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno. <br /> Pemerintahan Soekarno menerima warisan utang pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar Amerika, meski tidak pernah dibayar,namun tidak dihapuskan. Utang ini akhirnya mulai dibayar pada eraSoeharto dan lunas pada tahun 2003.<br /> ITransaksi ULN sudah terjadi pada era awal kemerdekaan. Ada fluktuasi jumlah utang pemerintah, karena sikap pemerintah yang sering berubahterhadap pihak asing. Penyebabnya, kerapnya pergantian kabinet dan faktor Soekarno sebagai pribadi.<br /> Selama kurun tahun 50-an tetap ada bantuan dan ULN yang masuk keIndonesia, ULN yang diwariskan sebesar USD 2,1 miliar<br />B. Perkembangan Utang Pemerintah Era Soeharto <br />Sejak awal, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF. Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, seketika diimbali oleh negara-negarabarat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD 534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok sebagian besarutang. Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu juga. <br />1. ULN dengan Persyaratan Lunak<br />Pada mulanya, semua utang baru itu bisa dikatakan sebagai pinjaman dengan syarat lunak. Ada jenis pinjaman yang biasa disebut bantuan program, yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan. Bantuan program ini berbentuk devisa tunai atau hak untuk memperoleh sejumlah komoditi yang ditentukan. Ada bantuan proyek, yang pada dasarnya adalah utang bagi pembagunan proyek tertentu dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak. Bahkan, ada dana berbentuk sumbangan (grant) atau hibah yang berfungsi sebagai ”dana pendamping” dari utangnya. Para kreditur yang memberi utang kepada Indonesia awalnyahanya terdiri dari negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan internasional. Para kreditur tersebut mengkoordinasikan diri ke dalam Inter Governmental Group on Indonesia(IGGI). <br />Beberapa tahun kemudian, kreditur swasta turut terlibat. Sebagian kreditur swasta yang besar kadang diundang dalam forum-forum IGGI.IGGI didirikan pada tahun 1967 di Den Haag, yang anggotanya terdiri dari: Australia, Amerika Serikat, Belgia, Belanda, Italia, Jerman, Jepang, Inggris, Perancis, dan Kanada. Ada negara-negara yang hadirsebagai peninjau, seperti: Austria, Denmark, Norwegia, Selandia Baru, dan Swiss. Sedangkan lembaga-lembaga keuangan multilateral yang menjadi anggota forum adalah: IMF, IBRD, ADB, UNDP, dengan OECDsebagai peninjau. Pada tanggal 25 Maret 1992, dipicu oleh suatu insiden politik, IGGI dibubarkan dan kepemimpinan Belanda tidak diakui lagi oleh Indonesia. Namun, fungsi IGGI tetap berlangsung melalui wadah baru bernama Consultative Group for Indonesia (CGI), dengan pimpinan Bank Dunia.<br />Selama perkembangannya, ada beberapa lembaga internasional, termasuk bentukan Bank Dunia,yang kemudian bergabung, seperti IDA, IFAD (International Fundfor Agricultural Development) dan IFC (International FinanceCorporation). Terjadi pula beberapa pergeseran besaran kontribusi masing-masing negara. Resminya, IGGI/CGI hanyalah suatu forum pembicaraan mengenai ULN pemerintah Indonesia. Namun, pada praktiknya IGGI/CGI menyerupai konsorsium. Sebagian besar ULN pemerintah pada era pemerintahan Soeharto dibicarakan dan disepakati dalam forum IGGI/CGI. Setiap tahun, forum ini memutuskan jumlah dan macam pinjaman yang akan diberikan, setelah mempertimbangkan “usulan” dari pemerintah Indonesia. Dalam artian tertentu, IGGI/CGI memang bukan konsorsium, karena masing-masing kreditur memiliki kesepakatan tersendiri tentang detilnya, dan tidak seluruh hasil forum bersifat mengikat kepada mereka. <br />Pada saat pemerintahan Soeharto mulai menerima ULN dan satu dekade setelahnya, perkembangan wacana keuangan internasional memang sedang kondusif. Selain yang dinyatakan sebagai dimensi kemanusiaan atau charity, serta keterkaitan dengan masalah pe-rebutan pengaruh politik Blok Barat dan Blok Komunis, konsep dan praktik keuangan internasional memang tengah marak mengembangkan berbagai bentuk ULN. Ada dua pemicu utama dari sisi wacana keuangan dan perekonomian. <br />Pertama, upaya banyak negara maju untuk merestukturisasi sekaligus mengembangkan industri pengolahannya, yang berlangsung mulai era 1960-an. Ada pertimbangan suplai sumber energi, bahan baku, pemindahan sebagian tahap produksi, sampai kepada penetrasi pasar. <br />Kedua, mulai ada kelebihan likuiditas pada lembaga keuangan internasional, yang kemudian mendapat momentum lanjutan dari petro dollar akibat kenaikan harga minyak sejak awal 70-an. Selain disimpan pada bank dan lembaga keuangan komersial, dana petrodollar dari negara-negara produsen minyak ini juga bisa diakses olehIMF. <br />Perkembangan wacana dan kondisi keuangan internasional itukemudian antara lain menghasilkan ULN yang diterima pemerintah negara-negara sedang berkembang (NSB), termasuk Indonesia. Secara umum, jenisnya terdiri dari: dana pembangunan resmi (official development fund/ODF), kredit ekspor (export credit) dan pinjaman swasta (private flows). ODF adalah pinjaman resmi bersyarat lunak dari suatu negara donor melalui lembaga keuangan bilateral negara yang bersangkutan dan atau melalui lembaga dan bank pembangunan multilateral seperti: Bank Dunia, ADB, IDA, dan sebagainya. ODF dapat berupa pinjaman bersyarat sangat lunak (Official development assistance/ODA) atau pinjaman setengah lunak (less concessional loan/LCL). Kredit ekspor adalah pinjaman setengah resmi dengan persyaratan setengah lunak yang dananya berasal dari negara donor (disebut official financial support) atau yang bersumber dari pihak perbankan dan lembaga keuangan swasta yang dijamin dan disubsidi oleh pemerintah negara donor. <br />Penggunaan kredit eksporitu kadang-kadang terbatas hanya untuk pengadaan barang dan jasa di negara donor (tied), dan kadang tidak mengikat, atau kombinasi antara keduanya. Kredit ekspor disebut “suppliers credit” kalau pinjaman itu disalurkan melalui pemasok di negara donor. Pinjaman ini dinamakan “buyers credit” jika diberikan langsung oleh lembagakredit ekspor kepada peminjam di negara penerima.Secara teknis, dikenal pembedaan jenis ULN dengan sebutanPinjaman program dan Pinjaman proyek dalam pencatatan APBNsaat ini. Pada masa sebelumnya, ULN dicatat dalam APBN setiap tahunnya sebagai bantuan program dan bantuan proyek. Pada tahun-tahun tertentu, ada yang dicatat sebagai pinjaman setengah lunak/komersial dan pinjaman tunai. Jenis yang masuk kategori dalam pinjaman swasta ini hanya pada periode tertentu memiliki arus masuk yang besar. Sebenarnya, pembedaan antara pinjaman program dan pinjamanproyek bersifat sumir atau tidak cukup tegas. Pada dasarnya, keduajenis itu terdiri dari ODA, LCL dan Kredit ekspor dalam pengertianyang disinggung di atas. <br />Meskipun demikian, ULN yang disebut pinjaman program, pada umumnya bersifat lebih lunak dan membantu. Pembedaan ini memang cukup jelas pada masa awal pemerintahan Soeharto. Pinjaman program pada awal Orde baru terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan. Pinjaman program diorientasikan untuk menyelesaikan masalah jangka pendek dan mendesak, serta bersifat sangat lunak. Pada masa berikutnya, tingkat kelunakan menjadi kurang jelas. Sifat pinjaman program yang membantu mengatasi masalah ekonomi dan keuangan pemerintah yang mendesak tetap dipertahankan. Sifat utamanya adalah memberikan aliran devisa atau kas masuk secara langsung bagi pemerintah. Akan tetapi, dalam beberapa tahun tersebut, pinjaman program terkait dengan perubahan kebijakan dalam bentuk undang-undangdan peraturan lainnya.<br />Pencairan utang program selalu dikaitkan dengan capaian dalam perubahan kebijakan yang berhasil dilakukan pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pinjaman proyekter utama adalah utang yang diterima dalam bentuk fasilitas ber-belanja barang dan jasa kepada negara/lembaga kreditur dalam bentuk kredit. Bedanya dengan pinjaman program, pinjaman proyek lebih ditujukan untuk proyek investasi jangka panjang. Sebagaimana telah disinggung di atas, sejak tahun 1967 Indonesia telah menerima pinjaman dengan syarat lunak atau dalam bentuk sumbangan (grant) dari negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang tergabung dalam IGGI. Dalam beberapa tahun sejak itu, Indonesia mendapat pinjaman berbentuk bantuan program yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan, serta bantuan proyek dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak. <br />Bantuan devisa kredit dan pangan merupakan sumber tambahan bagi pembiayaan barang modal, bahan baku dan pangan yang diperlukan untuk menstabilkan ekonomi. Bantuan proyek berbentuk pembiayaan untuk berbagai proyek prasarana di bidang ekonomi maupun sosial. Dalam dua atau tiga tahun awal Orde Baru, bantuan proyek masih kecil. Kemudian meningkat dengan cepat, sehingga pada akhir Pelita I, tahun 1973/74, bantuan proyek sudah melebihi bantuan program. Dan dalam lima tahun berikutnya, tahun 1978/79, jumlahnya meningkat tiga kali lipat.<br />2. ULN dengan persyaratan semi lunak dan komersial<br />Sampai dengan 1974/75 persetujuan pinjaman luar negeri pemerintah hanya berupa bantuan program dan bantuan proyek yang bersyarat lunak. Setelahnya, mulai diterima pinjaman proyek dengan persyaratan setengah lunak atau semi komersial. Dan sejak tahun1978/79 Indonesia juga memasuki dunia keuangan internasional dengan memanfaatkan pinjaman komersial, serta sempat menerbitkan obligasi dan surat berharga lainnya (meskipun tidak terlampau besar nilainya). <br />Pada tahun 1978/79, peranan bantuan program turun men-jadi 3,8%, bantuan serta pinjaman bersyarat setengah lunak dan komersial untuk proyek naik 77,9%, dan pinjaman tunai mencapai 18,3%. Pinjaman pemerintah meningkat pesat sejak tahun 1981/82sampai dengan 1983/84, pinjaman yang diterima naik rata-rata lebihdari 40% setiap tahunnya. Sebagian besarnya adalah bantuan proyek dan komersial. Ini berkaitan dengan “prestasi” dari surplusnya transaksi berjalan dalam beberapa tahun sebelumnya akibat lonjakan harga minyak. Perlu diketahui, beberapa proyek besar yang dibiayai antara lain: Aromatic centre, alumina bintan dan tambang batubara Bukit Asam, kilang minyak Cilacap, Balikpapan, Musi, dan Dumai.<br />Sejak tahun 1978/79, pelunasan atau pembayaran cicilan danbunga sudah mulai terasa besarnya oleh APBN, yakni sebesar US$1,12milyar. Masa tenggang untuk beberapa pinjaman sudah mulai habis,dan beberapa pinjaman setengah lunak dan komersial harus mulaidibayar pula cicilannya. Sampai dengan tahun 1990, peningkatan penarikan utang baru memang lebih tinggi dibandingkan pelunasannya, akan tetapi sesudahnya keadaan menjadi berbalik. Laju per-tumbuhan penarikan utang baru lebih lambat dari pertumbuhan atau laju pembayarannya. Secara nominal, penarikan baru memang masih lebih besar, sehingga masih terdapat tambahan utang setiap tahunnya. Pada era90-an, sebenarnya ULN yang diterima berjumlah hampir seimbang dengan pembayaran (cicilan dan bunga) ULN pemerintah. Bahkan, sempat bernilai lebih kecil dalam beberapa tahun anggaran. Dengankata lain, ULN sudah tidak berfungsi menambah sumber dana domestik untuk investasi, dan kadang justeru bersifat mengurangi. Kita dapat meringkas perkembangan posisi ULN Indonesia selama era Soeharto dalam beberapa kalimat berikut. Posisi ULNIndonesia pada awal tahun 1970 adalah sebesar US$2,52 milyar, ter-masuk ULN Orde Lama sebesar US$2,1 milyar yang telah dijadwal ulang melalui Paris Club tahun 1970. Posisi ULN tersebut meningkatmenjadi sebesar US$20,9 milyar pada akhir tahun 1980 dan mencapaiposisi tertinggi, US$150,89 milyar pada akhir tahun 1998. ULN pe-merintah meningkat dari US$2,52 milyar pada awal tahun 1970, se-besar US$6,6 milyar pada akhir tahun 1980, dan menjadi US$67, 33milyar dollar pada akhir tahun 1999. <br />3. Soal Korupsi dan Penggunaan yang Tidak Tepat<br />Ada dua aspek ULN pemerintah Indonesia yang sering mendapat sorotan. Keduanya dibicarakan baik oleh ekonom kritis, maupun oleh kalangan kreditur sendiri. Aspek pertama adalah masalah ketepatan sasaran program dan proyek. Setelah ULN mengalir masukselama puluhan tahun, evaluasi atas fakta empiris mengarah pada kritik atas perencanaan ULN sejak awal. Ada banyak kesalahan yang diidentifikasi, terkait pada penentuan prioritas, asumsi mengenai perilaku pelaku ekonomi domestik, dan prakiraan keadaan perdagangan internasional. Ketidaktepatan dalam aspek semacam itu berakibat pada rendahnya output yang dihasilkan, padahal diharapkan bisa terwujud dalam besaran yang sepadan dengan jumlah ULN. Dampak teknisnya, terjadi kesulitan pembayaran ketika ULN jatuh tempo. Dalam konteks ini, porsi kesalahan besar justeru ada pada pihak kreditur. Meminjam istilah perusahaan, ada kekeliruan fatal pada feasibility study. Bagi pihak yang sangat kritis, persoalannya dibawa ke ranah wacana lebih luas. Mereka menilai ada kesalahan yang bersifat metodologis dan paradigmatik mengenai kebutuhan Indonesia akanULN. Ada tuduhan, sebagian ekonom Indonesia telah sejak awal mendapat ”cuci otak” mengenai teori-teori pendukung ULN, serta teoritentang keniscayaan modal asing dalam pembangunan ekonomi nasional.<br />Dominasi teori-teori dan ekonom penganutnya dianggap dilestarikan hingga kini, hanya dengan sedikit perubahan dalam variasi teknis atau sub teori saja. Aspek kedua adalah soal penyelewengan dalam pengelolaan dana utang. Pada awal tahun 90-an, diakui secara luas bahwa perkiraan kebocoran penggunaan ULN pemerintah mencapai 30 persen. Yang kurang terungkap adalah apakah korupsi itu hanya menyangkut oknum domestik ataukah melibatkan oknum-oknum dari lembaga-lembaga internasional. Ada penelitian yang melihat potensi penyelewengan sudah terjadi sejak pengajuan ULN, yang mestinya melibatkan pihak kreditur. Jadi, KKN tidak hanya berbentuk penyelewengan peruntukan dananya, namun sebagiannya dimulai sejak perencanaan atau penganggarannya.<br />Belakangan ini banyak terungkap bahwa dalam proses pemberian ULN ketika itu, pihak kreditur memang cenderung memberi dana lebih daripada yang dibutuhkan oleh perekonomian Indonesia. Antara lain berupa nilai proyek yang mengalami mark up dan proyek yang sebetulnya belum perlu (bukan prioritas). Dibalik semua itu adalah kepentingan para pemodal asing (korporasi raksasa), baik dalam konteks keperluan menyalurkan kelebihan likuiditasnya, maupun keuntungan dari proyek ekonomi itu sendiri. Perlu diingat bahwa sebagian besar ULN adalah berupa nilai barang dan jasa yang diberikan oleh para kreditur itu sendiri (atau koleganya). Perkins (2005) menilai hampir seluruh proses penyaluran ULN ke NSB (termasuk ke Indonesia)adalah bagian darijerat korporatokrasi. Korporatokrasi adalah istilah yang menggambarkan perekonomian dunia yang dikuasai oleh sedikit korporasi raksasa. <br />4. ULN swasta Yang Digaransi Pemerintah<br />Sebelum pemerintahan Soeharto, ULN swasta sangat kecil jumlahnya. Kebanyakan dimiliki oleh beberapa perusahaan asing yang masih boleh beroperasi di Indonesia. Pengusaha domestik belum memiliki kredibilitas memadai untuk memperoleh ULN dari pihak swasta asing. Keadaan berubah drastis sejak pertengahan tahun 1970-an. Antara lain disebabkan oleh membaiknya stabilitas ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan arus ULN pemerintah yang terus naik. Arus ULN pihak swasta di Indonesia, termasuk bagi perusahaan asingnya, meningkat dengan kecepatan yang setara dengan arus ULN pemerintah. Posisi ULN pihak swasta tercatat USD 14,3 miliar dollar pada akhir tahun 1980, kemudian mencapai posisi tertinggi, USD 83,56 miliar dollar pada akhir tahun 1998. Besarnya arus dan posisi ULN swasta ini berhubungan erat dengan kebijakan pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang ditetapkan. Pengaruh terbesar antara lain diberikan oleh: ke-bijakan nilai tukar, kebijakan devisa dan perlakuan terhadap modalasing. Bahkan, sebagian dari ULN swasta itu memperoleh jaminan dari pemerintah (publicly guaranted). ULN swasta itu sendiri adalah pinjaman yang berasal dari bank-bank dan lembaga keuangan swasta yang diberikan atas dasar pertimbangan komersial.<br />Sejak tahun 1967, Indonesia yang kembali menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, antara lain memperoleh: hibah, restrukturisasi utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat.<br /> Para kreditur mengkoordinasikan diri ke dalam Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) pada 1967 dan berganti nama menjadi Consultative Group for Indonesia (CGI) pada 1992. IGGI/CGI adalah forum beranggotakan negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan multilateral.<br /> Pada mulanya, semua ULN bersifat lunak. Ada hibah (grant) sebagai ”dana pendamping” utang. Ada bantuan program dan bantuan proyek dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak<br /> Mulai pertengahan 1970-an, diterima pinjaman proyek dengan persyaratan setengah lunak. Sedangkan pinjaman komersial mulai banyak diterima pada penghujung 1970-an.<br /> Sampai dengan tahun 1990, peningkatan penarikan utang baru memang lebih tinggi dibandingkan pelunasannya, akan tetapi sesudahnya keadaan menjadi berbalik. <br /> Dua aspek ULN pemerintah Indonesia yang sering disoroti adalah masalah ketepatan sasaran program dan proyek dan soal penyelewengan dalam pengelolaan dana utang.<br /> Arus ULN pihak swasta di Indonesia, termasuk bagi perusahaan asingnya, meningkat dengan kecepatan yang setara dengan arus ULN pemerintah.<br />Perlu diketahui bahwa sebagian ULN yang mencapai posisi tertinggi pada tahun 1998 di atas berasal dari era Habibie, karena Soeharto telah lengser pada Mei tahun tersebut. Namun, kebanyakan ULN pemerintah dan swasta pada tahun itu dianggap sebagai akibat dari krisis warisan era Soeharto. Diantaranya berupa: peningkatan yang diakibatkan risiko nilai tukar, denda karena keterlambatan pembayaran, dan talangan pemerintah atas ULN swasta. Juga telah ada komitmen dan pencairan utang dari IMF sehubungan dengan kesulitan neraca pembayaran internasional yang dialami Indonesia.<br />1. Fluktuasi ULN Pemerintah dengan Kecenderungan Meningkat Kembali <br />Setelah krisis berangsur mereda dan perekonomian relatif pulih, posisi ULN Indonesia mulai relatif terkendali. Sejak tahun 1999, perkembangan posisi ULN sempat ada kecenderungan menurun selama beberapa tahun. Semua pemerintahan era pasca Soeharto memang sering menegaskan bahwa ini merupakan salah satu kebijakan pokok pengelolaan anggaran negara. Sayangnya, penurunanitu hanya bersifat sementara, karena kemudian angkanya fluktuatif, dengan kecenderungan menaik kembali (lihat tabel 3.1). Harus diakui, ada kemajuan dalam pengendalian ULN, sehingga kenaikan yang terjadi tidak bersifat drastis. Sebagian besar fluktuasi ULN pemerintah pada periode 1998-2006 diakibatkan transaksi dengan IMF. Pencairan pinjaman IMF, baik yang dipergunakan langsung maupun yang bersifat stand-by credit, seketika menaikkan posisi ULN. Kemudian, pembayaran cicilannya beberapa kali serta pelunasannya, menurunkan posisi ULN kembali. <br />Sementara itu, pencairan utang baru dari sumber pinjaman lainnya dalam forum CGI sepadan dengan pembayaran utang pokok kepada sumber yang sama. Pada tahun-tahun belakangan, pembayaran utang pokok cenderung lebih kecil daripada pencairan utang barunya. Catatan lain, posisi ULN yang demikian juga dikontibusi oleh relatif stabilnya ULN dari pihak swasta. Mulai dari tahun 1999, ULN swasta berangsur-angsur menurun, setelah setahun sebelumnya mencapai USD 83,56 miliar. Posisi terendah adalah pada akhir tahun2005, sebesar USD 50,58 miliar. ULN swasta kemudian cenderung menaik kembali seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang bertambah cepat. Kontribusi besar antara lain diberikan oleh ULN perusahaan asing, perusahaan patungan, dan perusahaan domestik yang kepemilikan saham mayoritasnya adalah asing. Posisi ULN Indonesia pada 30 September 2007 adalah sebesar $136,95 miliar. Komposisinya adalah: ULN pemerintah $81,24 miliardan ULN swasta $55,71 miliar. Pengertian ULN pemerintah dalam dataini telah memasukkan surat berharga negara (SBN) dalam denominasi dolar. Sedangkan utang BUMN dan bank persero masuk kategori ULN swasta (lihat tabel 3.1).<br />Tabel 3.1 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia (US$ Dolar)<br />Tahun Pemerintah Swasta Total<br />1997 53864 82223 136087<br />1998 67329 83557 150886<br />1999 75862 72236 148098<br />2000 74916 66777 141693<br />2001 71378 61696 133074<br />2002 74661 56682 131343<br />2003 81666 53735 135401<br />2004 82725 54299 137024<br />2005 80027 50580 130652<br />2006 75809 52927 128736<br />2007 80609 56031 136640<br />Catatan : 31 Desember<br />Sumber : Bank Indonesia<br />Ada yang menarik pada perkembangan ULN pemerintah pada grafik 3.1. Kecenderungannya menaik kembali dalam dua tahun terakhir disertai dengan perubahan cukup signifikan dalam jenis danbentuk ULN pemerintah. Data Bank Indonesia di atas memasukkan Jenis ULN baru berupa SBN berdenominasi dolar memperlihatkan peningkatan yang sangat signifikan. Beberapa bentuk ULN yang lain relatif stabil, dan sebagian diantaranya cenderung menurun. Dari sisi tertentu, fenomena ini menguntungkan. Dengan SBN, Pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir dengan berbagai persyaratan nonekonomis. Bisa dikatakan dalam konteks ini, Indonesia lebih memegang kendali. Namun, dari sisi biaya ekonomis, komposisi ini terhitung lebih mahal. Kita telah berulangkali membahas, pada awalnya, sebagian besar pinjaman yang melalui IGGI/CGI adalah jenis ODA (Official development assistance)yang bersifat lunak.<br />Pada masa berikutnya, memang tidak selalu berjenis demikian, namun secara teoritis tetap bersifat lunak atau semi lunak. Sementara itu, SBN atau SUN berdenominasi dolar adalah sepenuhnya komersial. Bagaimanapun, pemerintah dan DPR akhirnya memilih opsikebijakan ULN yang akan mengandalkan SBN. Seiring dengan arah kebijakan demikian, CGI pun telah dibubarkan. Sekalipun demikian, Indonesia tetap melakukan perundingan secara bilateral, dengan masing-masing negara maupun dengan lembaga internasional. Sesi pertemuan yang bersifat multilteral dipastikan akan tetap diselenggarakan, namun bersifat lebih longgar daripada forumIGGI/CGI, serta diadakan jika diperlukan saja. Catatan penting lain mengenai ULN pada era ini adalah Indonesia telah mengalami posisi negatif dalam transfer dasar (basic trasfer). Transfer dasar adalah arus bersih dari devisa yang masuk dengan memperhitungkan arus masuk ULN, arus pembayaran utang dan pembayaran bunga. Dengan kata lain, devisa yang keluar lebih besar daripada yang masuk terkait dengan transaksi ULN Indonesia. Bahkan, pada tahun 2003 telah mulai terjadi penarikan ULN baru lebih kecil daripada pembayaran cicilan utang lama (pembayaran bunga belum diperhitungkan). <br />2. Perkembangan Utang Dalam Negeri Pemerintah<br />Pembicaraan tentang utang pemerintah pada era pasca Soeharto tidak bisa dibatasi dengan masalah ULN semata. Jika pada masa Soeharto, hampir seluruh utang pemerintah adalah ULN, maka utang dalam negeri (UDN) justru berperan lebih penting pada era sesudahnya. Perubahan kondisi ini adalah akibat krisis ekonomi tahun 1997/98. Ada baiknya kita sedikit menengok ke belakang, khususnya berkenaan dengan APBN. Alasannya, logika utang pemerintah sejak semula antara lain didasari oleh kondisi APBN. Pada tahun 1996, APBN menunjukkan surplus 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada saat itu, posisi ULN pemerintah adalah sebesar USD 55,3miliar atau sekitar 24 persen dari PDB. Sedangkan UDN belum di-miliki pemerintah, kecuali sejumlah kecil utang jangka pendek kepada Bank Indonesia, terkait dengan teknis kelancaran transaksi.<br />Sampai dengan akhir semester I 1997, realisasi APBN masih mencatat surplus 1,8 persen dari PDB dan utang pemerintah tidak berubahsignifikan dibanding akhir tahun 1996. Krisis ekonomi yang mulai sangat terasa sejak semester II 1997 kemudian mengubah secara drastis keadaan itu. Selama sekitar tiga tahun setelah itu, Pemerintah Indonesia terjerat dalam utang yang sangat besar. Selain ULN, pemerintah memiliki UDN yang besarannya fantastis. Jika UDN itu dikoneversikan ke mata uang USD, kemudian diperhitungkan bersama-sama ULN, maka utang pemerintah meningkat dengan sangat tajam dari USD 55,3 milyar sebelum krisis menjadi USD 134 milyar (83 persen PDB) di awal tahun 2000. Secara teknis, kondisi utang tersebut adalah akibat beberapa kebijakan yang dimaksudkan untuk meredam krisis, terutama sekali krisis perbankan. <br />Negara-negara yang mengalami krisis perbankan sistemik dalam dua dasawarsa terakhir memang memerlukan biaya sangat besar untuk memulihkan sistem perbankan. Kebanyakan pengamat dan ahli perbankan menganggap mahalnya biaya itu secara teoritis adalah wajar. Perhitungan di atas kertasnya, jika biaya krisis tidak dikeluarkan maka kerugian yang terjadi akan menjadi lebih besar. Semestinya, para pemegang saham bank-bank yang di-tutup atau yang mendapat bantuan harus bertanggung jawab atasbiaya tersebut. Masalahnya kemudian adalah sebagian mereka tidak mampu membayar dan sebagian yang lain tidak mau melakukannya. <br />Di banyak negara, sebagian beban tersebut memang terpaksa ditanggung oleh negara. Untuk kasus Indonesia, negara akhirnya menanggung hampir seluruh biaya penanganan krisis perbankan1997/98. Biaya yang dikeluarkan terjadi beberapa tahap dan melalui lebih dari satu program, serta berlangsung selama bertahun-tahun. Biaya terbesar yang terlihat nyata dan bersifat langsung adalah danauntuk: kebijakan BLBI, penjaminan bank, rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan. Oleh karena sebagian besar program tersebut dibiayai dengan cara penerbitan obligasi negara, maka pembayaran bunga atasnya masih berlangsung hingga kini. Sedangkan untuk dana BL BI pun sempat berbiaya cukup signifikan berupabunga dan diindeksasi terkait inflasi pada tahun-tahun lampau, sebelum skema penyelesaian dengan BI disepakati pemerintah bersama-sama DPR.<br />Perhitungan akurat mengenai biaya langsung dari semua program tersebut cukup sulit dilakukan, antara lain karena sempatada perbedaan perhitungan dana BLBI antara pemerintah dan BI,serta membengkaknya dana restrukturisasi dan rekapitalisasi menjadi sekitar dua kali lipat dari yang direncanakan. Oleh karena sebagian penerima dana memang membayar atau mengembalikan maka perhitungan akurat mesti memperhitungkan transaksi ini pula. Ada tumpang tindih antara program rekapitalisasi dan restrukturisasi dalam publikasi di media, yang akhirnya berujung pada penggabungan perhitungan dana keduanya. Begitu pula dengan beban bunga dan administrasi atas urusan tersebut, yang pada dua atau tiga tahun awal saja telah lebih dari limapuluh triliun rupiah. Kebanyakan pengamat dan pihak BI (sebagai pribadi) mengemukakan angka biaya restrukturisasi perbankan di kisaran Rp 650 triliun sampai dengan akhir tahun 2000. <br />Sebagian yang lebih kritis memperhitungkan pula biaya penjaminan sepenuhnya yang dilakukan pemerintah atas simpanan masyarakat dan beberapa urusan perbankan dengan pihak luar negeri, sehingga angkanya sedikit diatas Rp 700 triliun. Akhirnya, jika biaya bunga terus diperhitungkan, maka biayanya telah mencapai Rp 1.000 triliun, sampai dengan akhir tahun 2007. Biaya sebesar itu memang tidak seluruhnya ditanggung oleh negara, karena negara telah menyita banyak aset perbankan. Kemudian, pemerintah juga mendapat saham mayoritas dari sebagian bank. Namun, kesulitan terjadi dalam perhitungan atas pen-jualan atau penebusan dari aset-aset perbankan yang disita oleh BPPN sebagai wakil pemerintah di masa lalu. BPPN mengambil alih 71 bank yang bermasalah dalam hal likuiditas. Perlakuan terhadap mereka kemudian adalah: 52 bank dibekukan, 15 bank dimerger dan lima lainnya direkapitalisasi. BPPN lalu melakukan restrukturisasiatas bank-bank yang tetap hidup, termasuk memberi kucuran dana.<br />Sampai menjelang dibubarkan, BPPN mengklaim telah mengembalikan Rp 172,4 triliun aset negara. Yang jelas, Pemerintah dihadapkan pada kenyataan bahwa dari semula tidak memiliki utang dalam negeri menjadi memiliki utang dengan jumlah yang amat besar. Sebagian dari surat utang yang secara langsung disebabkan kebijakan perbankan memang telah dilunasi karena jatuh tempo. Sebagiannya lagi ada yang dilunasisebelum waktunya (buyback) dan ada yang ditukar dengan surat utang baru (debtswitch). <br />Pengamat yang kritis berpandangan bahwa UDN akibat kebijakan perbankan itu pada dasarnya tidak pernah dilunasi sepenuhnya. SBN dengan nomer serial yang terkait langsung memang berkurang, namun total posisi SBN justeru bertambah. Pelunasan SBNdan pembayaran bunganya membuat pemerintah terpaksa berutang lagi, semacam gali lubang tutup lubang. Padahal, biaya bunga dari utang jenis ini betul-betul komersial, dan sebagiannya bersifat berubah-ubah (variable) sesuai per-kembangan pasar. Belakangan, pemerintah berhasil mengubah struktur utang berjenis SBN ini menjadi lebih didominasi yang berbunga tetap (fixed). Namun, upaya pengalihan jenis itu memerlukan biaya pula, karena para pemilik SBN akan memperhitungkannya secara komersial setiap tawaran pemerintah. Perkembangan utang pemerintah dalam bentuk surat berhargadapat dilihat pada tabel 3.2. Perhatikan kecenderungannya untuk terus meningkat. SBN dalam denominasi dolar dimasukkan sebagai ULN dalam beberapa publikasi data, terutama yang dikeluarkan oleh pihak Bank Indonesia. Sedangkan dalam kebanyakan publikasi Departemen Keuangan (pemerintah) biasa disebut sebagai utang dalam bentuk Surat Berharga Negara saja. <br />Table 3.2 perkembangan Surat berharga Negara (Miliat USD)<br />Tahun Denomasi Rupiah Denomasi USD Total<br />2000 67,91 67,91<br />2001 63,52 - 63,52<br />2002 73,64 - 73,64<br />2003 76,80 - 76,80<br />2004 70,28 1,00 71,28<br />2005 67,39 3,50 70,89<br />2006 76,84 5,50 82,34<br />2007 79,00 7,00 86,00<br />Sumber : Departemen Keuangan RI<br />3. Perkembangan Total Utang Pemerintah <br />Data utang yang biasa dipublikasikan oleh Departemen Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, menggolongkan utang pemerintah pinjaman luar negeri dan SuratBerharga Negara. Surat Berharga Negara (SBN) pada pengertian iniidentik dengan Surat Utang Negara (SUN). SBN/SUN berdenominasi dolar Amerika tidak dimasukkan ke dalam pinjaman luar negeri dalam klasifikasi data semacam ini. Sedangkan data yang biasa di-publikasikan oleh Bank Indonesia mengklasifikasikannya sebagai utang luar negeri. Perkembangan total utang pemerintah berdasar publikasi Depkeu dapat dilihat pada tabel 3.3. Hanya saja harus diingat bahwa SUN berdenominasi rupiah telah dikonversikan ke dalam USD berdasar kurs pada akhir tahun tersebut. Kita bisa pula mengkonversikannya seluruh nilai utang pemerintah ke dalam rupiah (lihat tabel pada lampiran bab ini). Dilihat dari cara manapun, posisi utang pemerintah masih sangat besar dan memiliki kecenderunganuntuk terus meningkat. <br />Konsekuensi dari keadaan utang pemerintah yang demikian adalah kemampuan APBN sebagai stimulus fiskal menjadi semakin lemah. Beberapa pengamat menyebutnya sebagai ruang fiskal yang semakin sempit karena besarnya pos pengeluaran untuk kewajiban utang. Peran pemerintah sebagai agen pembangunan melalui belanjamodal (capital expenditures) menjadi sulit diharapkan. Pemerintah sendiri sering mengemukakan bahwa kebijakan fiskalnya berubah peran dari stimulus fiskal menjadi ke-sinambungan fiskal. Namun, peran kesinambungan fiskal ini puntidak mudah. Jika APBN tidak dikelola dengan hati-hati, maka kemungkinan gagal bayar bisa terjadi.<br />Tabel 3.3 Perkembangan Utang Pemerintah (USD Miliar)<br />Tahun Utang luar negeri Surat Berharga Negara Total Utang<br />2000 60,77 67,91 128,68<br />2001 58,79 63,52 122,31<br />2002 63,76 73,64 137,41<br />2003 68,91 76,80 145,71<br />2004 68,58 71,28 139,86<br />2005 63,09 70,89 133,98<br />2006 62,02 82,34 144,36<br />2007 62,25 86,00 148,25<br />4. Kondisi Mutakhir<br />Ada kebiasaan menarik berkenaan dengan transaksi utang pemerintah Indonesia. Pada awal tahun, paling lambat sampai dengan bulan Mei, pemerintah berupaya menerbitkan SBN sesuai target pada tahun bersangkutan. Dengan demikian, SBN yang jatuh tempo pun kebanyakan pada bulan-bulan itu pula. Perhatikan bahwa posisi SBN atau SUN tidak banyak berubah antara pertengahan tahun dengan akhir tahun (lihat tabel pada lampiran bab ini). Pencairan ULN justru lebih banyak dilakukan pada semester II. Begitu pula dengan pembayaran beban ULN, pelunasan utang pokok dan pembayaran bunganya. Namun, jadwal transaksi ULN sedikit lebih bervariasi. Akibatnya, posisi ULN berubah sangat signifikan antara pertengahan tahun dan akhir tahun (lihat tabel pada lampiran)<br />Dengan demikian, kesan gali lubang tutup lubang pada pengelolaan utang pemerintah memang amat kuat. Penerbitan SBN, sebagian besarnya dipergunakan untuk membayar beban utang. Alasan resminya adalah untuk menutupi defisit APBN. Namun, dana untuk menutupi defisit dicari terlebih dahulu sebelum APBN itu direalisasi penuh (bahkan belum sampai setengahnya). Fakta tersebut bisa menjelaskan keheranan sebagian pihak atasadanya sisa anggaran lebih pada hampir setiap realisasi APBN. Berdasar perencanaan, dengan pendapatan dan pengeluaran ter-tentu maka APBN memang akan defisit. Dalam realisasinya, karenadana untuk menutupi ”rencana defisit” dilakukan terlebih dahulu,maka keadaannya bisa menjadi ”surplus”. Penyebab lainnya, realisasibelanja atau pengeluaran pemerintah sering lebih kecil dari yangdirencanakan.<br />Pada awal tahun 2008, sebagaimana kebiasaan itu, pemerintah melakukan banyak transaksi utang berbentuk SBN. Yang banyak diketahui publik adalah penerbitan kembali SUN berdenominasi dolar senilai USD 2 juta. Sebenarnya, telah ada banyak penerbitan sekaligus pelunasan obligasi dalam dua bulan pertama tahun 2008. Akibatnya, sampai dengan 29 Februari 2009, terjadi peningkatan posisi utang pemerintah yang cukup signifikan. Posisi ini merupakan rekor baru dalam utang pemerintah.<br />Posisi ini masih akan berubah, kemungkinan besar meningkat.Biasanya, selama bulan Maret sampai dengan Mei akan ada banyak transaksi SBN. Sebagai contoh, ketika buku ini ditulis, dilakukanpenerbitan ORI004 senilai Rp 13,56 triliun pada tanggal 12 Maret 2008(belum masuk perhitungan tabel 3.4). Nilai penerbitan ORI004 itujauh melampaui seri-seri sebelumnya.<br />Sumber Utang Pemerintah<br />Utang pemerintah pusat berasal dari berbagai sumber, yang berarti dari berbagai pihak kreditur. Ada yang dikelompokkan sebagai utang atau pinjaman luar negeri yang terdiri dari: PinjamanBilateral, Pinjaman Multilateral, Pinjaman Komersial, Kredit Suplier,dan obligasi (bersifat komersial dan jangka pendek). Kelompok utang ini (selain obligasi) sering pula disebut dengan loans. Loans artinya utang secara langsung kepada pemberi utang (kreditur) tertentu. Persetujuan akan jumlah, cara pembayaran dan persyaratan lain dilakukan oleh kedua belah pihak. Pelunasannya tidak dilakukan sekaligus (kecuali kredit suplier), melainkan berupa angsuran pembayaran cicilan pokok, yang biasanya harus dilakukan setiap tahun. Pembayaran bunga pun banyak yang harus dibayarkan tiap tahun, meskipun ada yang setiap tiga atau enam bulan. Ada pula utang pemerintah yang dikelompokkan sebagai pinjaman berbentuk Surat Utang Negara (SUN), yang sebelumnya disebut utang pemerintah, dan saat ini biasa disebut sebagai Surat Berharga Negara (SBN). Ada SUN berdenominasi (dinyatakan dalam nominal) valuta asing dan ada yang berdenominasi rupiah. <br />Sejauh ini, SUN berdenominasi valuta asing baru diterbitkan dalam US dolar. Istilah SUN pada dasarnya merujuk kepada sekuritas atau surat pernyataan berutang dalam nilai dan mata uang tertentu. Ada sekuritas yang mencantumkan kepada siapa berutangnya, ada pulayang tidak. Pada saat ini, sebagian besar SUN tidak mencantumkan kepada siapa berutangnya, artinya bisa dipindahtangankan (diperjualbelikan). Pelunasannya dilakukan sekaligus, sesuai dengantanggal jatuh tempo yang tercantum dalam sekuritas. Sedangkan pembayaran bunganya beragam, ada yang bulanan (ORI) dan adayang semesteran (SUN kebanyakan). Namun ada pula yang tidakberbunga (zero coupon).<br /> Surat Utang Negara (SUN)<br />Surat Utang Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 24Tahun 2004 adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia,sesuai dengan masa berlakunya. Tujuan penerbitan SUN ialah untuk:(1) membiayai defisit APBN, (2) menutup kekurangan kas jangka pendek, dan (3) mengelola portofolio utang negara. Secara umum, SUN dapat dibedakan atas Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dan Obligasi Negara (ON) yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Pemerintah baru pertamakali menerbitkan SPN pada bulan Mei 2007, sedangkan sebelumnya hanya menerbitkan ON. Saat ini dikenal pula ORI, yang bisa dikatakan sebagai Obligasi Negara Ritel. Obligasi Negara Ritel adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual, dengan volume minimum dan maksimum yang telah ditentukan. Menurut denominasi mata uangnya, ON yang telah diterbitkan Pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan ON berdenominasi valuta asing. <br />Menurut jenis tingkat bunganya, ON dapat dikelompokkan ke dalam ON dengan tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat bunga mengambang. Sementara itu, SPN memiliki tingkat bunga zero (nol). Selain SPN, ada beberapa ON yang juga memiliki tingka bunga nol, yang jatuh temponya antara satu sampai dengan lima tahun.Sedangkan jika dilihat dari bisa tidaknya diperdagangkan atau berpindah tangan, maka ada yang bisa dan ada yang tidak. Masing-masing pengelompokkan akan dijelaskan lebih lanjut. Diuraikan pula beberapa jenis SUN atau Surat Utang Pemerintah lainnya, termasuk yang sudah tidak ada lagi, namun belum terlampau lama. Sebagai acuan untuk contoh dalam uraian adalah posisi SUNper 12 Maret 2008 (publikasi paling mutakhir ketika buku ditulis) yang berjumlah sekitar Rp819,05 triliun.<br /><br />1. SUN Berdenominasi Rupiah<br />SUN berdenominasi Rupiah dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: Surat Perbendaharaan Negara, Obligasi berbunga tetap, Obligasi berbunga mengambang, Surat utang kepada BI, dan Special RateBank Indonesia. Ada pula yang sudah dilunasi (dan tidak di-terbitkan lagi) sejak pertengahan 2005, namun perlu sedikit diketahui yakni Obligasi lindung nilai (hedge bonds). Pengertian masing-masing dalam uraian berikut berdasar laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan SUN tahun 2005 dan tahun 2006, yang disampaikan se-bagai bagian pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. <br />Indonesia merupakan salah satu negara dunia ketiga. Sebelum terjadinya krisis moneter di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah pada waktu itu, yang menempatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai target prioritas pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970-an selalu positif, serta tingkat pendapatan per kapita yang relatif rendah, menyebabkan target pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut tidak cukup dibiayai dengan modal sendiri, tetapi harus ditunjang dengan menggunakan bantuan modal asing. <br />Sayangnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun tersebut, tidak disertai dengan penurunan jumlah utang luar negeri (growth with prosperity), kecuali pada tahun 1994/1995 sampai 1995/1996 (lihat Tabel 2.7). Pemerintah yang pada awalnya menjadi motor utama pembangunan terus menambah utang luar negerinya agar dapat digunakan untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional guna mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut, tanpa disertai dengan peningkatan kemampuan untuk memobilisasi modal di dalam negeri. Hal ini menandakan adanya korelasi yang positif antara keberhasilan pembangunan ekonomi pada tingkat makro dan peningkatan jumlah utang luar negeri pemerintah (growth with indebtedness). <br />Sejalan dengan semakin meningkatnya kontribusi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi nasional, maka peran pemerintah pun menjadi semakin berkurang. Fenomena tersebut akhirnya menyebabkan struktur utang luar negeri Indonesia juga mengalami banyak perubahan selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir. <br />Pada awalnya, utang luar negeri Indonesia lebih banyak dilakukan oleh pemerintah. Pinjaman pemerintah tersebut diterima dalam bentuk hibah serta soft loan dari negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga supra nasional, baik secara bilateral maupun multilateral (IGGI dan CGI). Selanjutnya seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian Indonesia, pinjaman luar negeri bersyarat lunak menjadi semakin terbatas diberikan, sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas, pemerintah mulai menggunakan pinjaman komersial dan obligasi dari kreditur swasta internasional. <br />Karena semakin pesatnya pembangunan dan terbatasnya kemampuan pemerintah untuk secara terus menerus menjadi penggerak utama pembangunan nasional, terutama sejak krisis harga minyak dunia awal tahun 1980-an, menyebabkan pemerintah harus mengambil langkah-langkah deregulasi di berbagai sektor pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada peran serta swasta dalam pembangunan perekonomian Indonesia, melalui peningkatan minat investasi di berbagai sektor pembangunan yang diizinkan. Dengan semakin besarnya minat investasi swasta, tapi tanpa didukung oleh sumber-sumber dana investasi di dalam negeri yang memadai, telah mendorong pihak swasta melakukan pinjaman ke luar negeri, baik dalam bentuk pinjaman komersial maupun investasi portofolio, yang tentu saja pada umumnya dengan persyaratan pinjaman yang tidak lunak (bersifat komersial), baik suku bunga maupun jangka waktu pembayaran kembali. Meskipun telah terjadi perubahan pada struktur utang luar negeri Indonesia, utang luar negeri pemerintah masih menjadi hal perlu diperhatikan mengingat dampaknya terhadap APBN yang sangat besar. <br />Dari data Tabel di bawah dapat diketahui, bahwa selama kurun waktu tahun 1984 sampai dengan tahun 1998 pinjaman luar negeri pemerintah rata-rata menyumbang 19,25% pada sektor penerimaan APBN RI. Bahkan pada tahun anggaran 1999/1998, dari total realisasi penerimaan APBN RI yang sebesar Rp 215.130 milyar, 28,97%-nya dibiayai oleh pinjaman luar negeri, juga untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir jumlah utang luar negeri untuk bantuan program melebihi bantuan proyek. Pinjaman luar negeri pemerintah yang sedemikian banyak pada tahun anggaran tersebut digunakan untuk menutup defisit anggaran yang besar, akibat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang menyebabkan pengeluaran total pemerintah meningkat 68,47% dari anggaran tahun sebelumnya. Penyumbang terbesar kenaikan pengeluaran pemerintah yang sedemikian besar tersebut adalah kenaikan pada pos pembayaran cicilan utang luar negeri dan bunganya yang jatuh tempo menjadi sebesar Rp 5,578 trilyun atau meningkat 88,55% dari pos yang sama pada anggaran tahun sebelumnya, sebagai akibat dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan pemerintah kembali harus menjadi penggerak utama untuk menyelamatkan perekonomian nasional yang terancam kebangkrutan, menggantikan peranan sektor swasta yang merosot setelah beberapa tahun sebelum krisis sempat mendominasi perekonomian nasional. Sehingga, pemerintah membutuhkan tambahan dana yang besar untuk membiayai peningkatan pengeluaran.<br />Tabel 2.8<br />Pinjaman Pemerintah Dan Penerimaan APBN<br />( dalam milyar rupiah )<br /> <br />Oleh karena untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri secara drastis maupun melakukan pinjaman dalam negeri (internal debt) tidak memungkinkan, sebab beban ekonomi yang diterima rakyat sudah begitu berat akibat krisis ekonomi, maka jalan alternatif yang bisa ditempuh adalah dengan berusaha memperoleh tambahan dana pinjaman dari luar negeri. Hingga pada akhir tahun 1998 posisi utang luar negeri pemerintah seluruhnya telah mencapai US $ 67.32 milyar, yang diperoleh dari pinjaman komersial dan pinjaman non komersial (non-ODA dan ODA), atau 44,61 % dari total utang luar negeri Indonesia yang mencapai US $ 150.9 milyar. <br />Dalam kasus Indonesia, tren perkembangan Utang Luar Negeri-nya cenderung menunjukkan suatu korelasi positif antara peningkatan PDB dengan peningkatan jumlah Utang Luar Negeri (ULN), yang sering disebut growth with indebtedness. Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata per tahun sejak akhir 1970 hingga pertengahan 1997 sekitar 6% hingga 7 % dan sebagai hasilnya selama periode tersebut tingkat Y per kapita meningkat pesat, tetapi jumlah ULN Indonesia juga bertambah terus tiap tahun. Seharunya korelasinya negatif (growth with prosperity). Hal ini mencerminkan, walaupun Indonesia sudah lebih maju dibandingkan misalnya negara-negara miskin di Afrika Tengah, ketergantungan ekonominya terhadap ULN tidak jauh berbeda dengan negara-negara tersebut. Akan tetapi, pengalaman seperti ini juga dialami oleh banyak Negara berkembang lainnya.<br /><br />Tabel 2.9<br />Jumlah ULN* di beberapa negara Asia (Miliar Dolar AS): 1990-2000<br />Negara 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000<br />Cina 55,3 60,3 72,4 85,9 100,1 118,1 128,8 146,7 154,6 154,2 149,8<br />HongKong 12,3 13,2 14,2 17,9 26,8 29,2 37,9 40,4 48,7 54,3 55,0<br />Korsel 35,0 39,7 44,2 47,2 72,4 85,8 115,8 137,01 139,1 130,3 134,4<br />Taiwan 17,9 19,3 19,9 23,3 26,2 27,1 27,5 33,6 30,0 38,6 34,8<br />Thailand 28,1 37,7 41,8 52,7 65,5 100,0 107,7 109,7 104,9 96,8 79,7<br />Vietnam 23,3 23,4 24,3 24,2 24,8 25,4 26,3 21,8 22,5 23,3 12,8<br />Indonesia 69,9 79,6 88,0 89,2 107,8 124,4 128,9 136,2 151,2 150,8 141,8<br />Malaysia 15,3 17,1 20,0 26,2 30,3 34,3 39,7 47,2 42,4 41,9 41,8<br />Filipina 30,6 32,5 33,0 35,9 39,4 37,8 40,2 45,7 48,3 53,0 50,1<br />Singapura 3,8 4,4 4,6 5,5 7,6 8,4 9,8 13,8 14,2 16,5 16,9<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.10<br />Jumlah ULN* di Beberapa Negara: 1980-2000<br />Negara % PNB % Ekspor<br /> 1980 1985 1997 1998 1999 2000 1980 1985 1997 1998 1999 2000<br />Cina Tad 5,5 16,5 16,6 15,8 14,1 tad 56,0 67,5 72,5 67,1 51,2<br />Hongkong 8,8 24,7 23,5 29,3 33,4 33,2 12,5 28,0 21,0 27,7 31,1 27,1<br />Korsel 47,8 51,6 28,9 44,7 32,5 29,5 133,7 144,9 81,1 86,7 74,5 63,4<br />Taiwan 11,9 13,7 11,4 11,2 13,3 11,1 tad 24,4 2,4 27,2 31,9 23,6<br />Thailand 25,9 45,8 74,5 97,1 81,5 66,1 96,8 171,3 144,0 151,5 129,9 92,6<br />Vietnam Tad tad 78,9 82,8 81,1 40,8 tad tad 184,3 186,0 164,4 73,9<br />Indonesia 28,0 44,4 65,0 167,9 114,9 99,4 tad 181,8 206,9 262,0 256,4 190,9<br />Malaysia 27,5 68,6 49,8 61,9 55,8 52,7 44,6 114,0 49,3 49,9 42,8 36,9<br />Filipina 53,7 89,1 53,4 70,1 65,7 63,1 212,4 331,8 93,0 110,7 112,3 101,44<br />Singapura 13,4 23,0 13,7 16,3 19,5 18,1 6,0 14,2 1,6 1,2 tad tad<br />Keterangan: * = jumlah dari utang jangka panjang pemerintah dan swasta yang digaransi oleh pemerintah, utang jangka panjang swasta yang tidak digaransi oleh pemerintah, utang jangka pendek, kredit dari IMF dan tunggakan suku bunga jika ada. Untuk Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, jumlah ULN hanya mencakup tang jangka panjang dari negara-negara industri maju (OECD) dan non-OECD, serta pasar modal.<br />Sumber : ADB (data base)<br />Di tabel 2.9 dapat dilihat bahwa Indonesia termasuk negara pengutang besar, yang selama periode 1990-1998 pertumbuhan ULN-nya rata-rata per tahun di atas 10% dan pada tahun 1998 mencapai 151 miliar dolar AS. Namun, sejak 1999 perkembangan ULN Indonesia cenderung berkurang. Akan tetapi, jumlah absolut tersebut tidak mempunyai arti karena tidak menunjukkan apakah sudah mencapai titik kritis atau belum. Untuk itu, ada dua indikator yang umum digunakan, yakni rasio ULN-PDB (atau PNB) dan rasio ULN-X. Dilihat dari rasio tersebut, dibandingkan dengan Korea Selatan, Filipina dan Thailand yang juga mengalami krisis yang sama, Indonesia paling parah karena selama 1998-1999 rasionya mencapai di atas 100% dari PNB. Sedangkan dilihat dari rasionya terhadap total X, rata-rata setiap tahun termasuk sebelum krisis juga jauh di atas 100% (tabel 2.10)<br /> ULN Indonesia terdiri dari sektor publik (pemerintah dan BUMN) dan swasta yang digaransi maupun tidak oleh pemerintah. Pada tahun 1997, jumlah ULN publik, termasuk dari IMF, tercatat sebesar 54 miliar dolar AS dan naik menjadi 72 miliar dolar AS pada tahun 2001. sebagai suatu persentase dari PDB, rasionya sempat turun dari sekitar 50% pada tahun 1987 ke sekitar 26% pada tahun 1996, namun naik tajam ke sekitar 45% pada tahun 1997 dan sekitar 55% selama periode 2000-2001. Sedangkan rasio dari total ULN Indonesia pada tahun 1998 mencapai 120% lebih dari PDB.<br /> Pada krisis ekonomi pinjaman dari IMF menjadi komponen penting dari ULN pemerintah yang dapat dikatakan sebagai penyelamat Indonesia hingga tidak sampai mengalami status ‘kebangkrutan’ secara finansial. Tahun 1970, pada saat Indonesia baru memulai pembangunan ekonominya, pinjaman IMF yang diterima berjumlah hampir 64 juta SDR selama dekade 80-an, sempat beberapa kali bantuan IMF kepada Indonesia mengalami kenaikan, uakni tahun 1983 dan 1987. pada saat krisis, untuk pertama kalinya sejak Indonesia menjadi anggota IMF, Indonesia mendapat pinjaman dalam jumlah yang sangat besar, yaitu 4 miliar SDR lebih tahun 1998. sejak tahun fiskal 1997/1998 hingga September 2000, tahapan pengucuran pinjaman IMF menunjukkan penurunan dari sekitar 5000 juta dolar AS pada awal periode menjadi 300 juta dolar lebih pada akhir periode tersebut.<br /> Untuk tahun 2001 dan 2002, hasil olahan data BI oleh Prof. Arsyad Anwar (dikutip dari Kwik, 2002) menunjukkan bahwa penerimaan pada tahun 2001 hanya 397 juta dolar AS, sedangkan pembayaran kembali pada tahun yang sama sekitar 400 hingga 600 juta dolar AS. Tahun 2002, hingga triwulan II jumlah penerimaan diprediksi hampir mencapai 1,1 miliar dolar AS, sedangkan pembayaran kembali sebesar 1,2 miliar dolar AS yang membuat saldo penerimaan negatif sebanyak 192 juta dolar AS (tabel 2.11).<br /><br /><br />Tabel 2.11<br />Penerimaan dan Pelunasan Pinjaman IMF<br />(Juta Dolar AS): 2001-2002 (Triwulan II)<br />Tahun Penerimaan Pembayaran Kembali Saldo Penerimaan Saldo Utang dari IMF<br />2001 <br />Triwulan I 357 -357 10.975<br />Triwulan II 350 -350 10.625<br />Triwulan III 397 463 -66 10.559<br />Triwulan IV 602 -602 9.957<br />2002 <br />Triwulan I 342 587 -245 9.712<br />Triwulan II 708 655 53 9.765<br />Sumber : Kwik (2002)<br />Tabel 2.12<br />Daftar Negara/Lembaga Kreditor (Pemberi Utang Luar Negeri) terbesar di Indonesia<br />No Negara/Lembaga kreditur Jumlah Pinjaman Persentase Pinjaman<br /> US $<br />Miliar Rupiah (Rp)<br />Triliun <br />1 Jepang 29,8 358 45,5%<br />2 ADB(Asian Development Bank) 10,8 129 16,4%<br />3 World Bank 8,9 107 13,6%<br />4 Jerman 3,1 37 4,7%<br />5 Amerika Serikat 2,3 28 3,7%<br />6 Inggris 1,1 13 1,7%<br />7 Negara / Lembaga lain 9,6 115 14,6%<br /><br /><br /><br />Tabel 2.13<br />Data Utang Luar Negeri Indonesia per 2001-2009**<br />No. Tahun Jumlah Utang Tambahan Utang Cicilan Utang + Bunga<br />1. 2001 58,791 5,51 4,24<br />2. 2002 63,763 5,65 4,57<br />3. 2003 68,914 5,22 4,96<br />4. 2004 68,575 2,60 5,22<br />5. 2005 63,094 5,54 5,63<br />6. 2006 62,02 3,66 5,79<br />7. 2007 62,25 4,01 6,32<br />8. 2008 65,446 3,89 5,87<br />9. 2009 65,7 - >5<br />Ket : ** data utang Indonesia per 31 Januari 2009. <br /><br />2.2.8 Dampak Utang Luar Negeri terhadap Pembangunan Indonesia<br />Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat. Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.<br />Sejak krisis dunia pada awal tahun 1980-an, masalah utang luar negeri di banyak negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, semakin memburuk. Negara-negara tersebut semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara itu. Peningkatan pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara tersebut belum berarti bahwa pada negara-negara tersebut dengan sendirinya telah dapat dikatagorikan menjadi sebuah negara yang maju, dalam arti struktur ekonominya telah berubah menjadi struktur ekonomi industri dan perdagangan luar negerinya sudah mantap. Sebab pada kenyataannya, besar-kecilnya jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh banyak negara yang sedang berkembang lebih disebabkan oleh adanya defisit current account, kekurangan dana investasi pembangunan yang tidak dapat ditutup dengan sumber-sumber dana di dalam negeri, angka inflasi yang tinggi, dan ketidakefisienan struktural di dalam perekonomiannya. <br />Sehingga meskipun secara teknis, pemerintahan suatu negara telah sempurna dalam upaya pengendalian utang luar negerinya, pencapaian tujuan pembangunan akan sia-sia, kecuali bila negara tersebut secara finansial benar-benar kuat, yaitu pendapatan nasionalnya mampu memikul beban langsung yang berupa pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan bunganya (debt service) dalam bentuk uang kepada kreditur di luar negeri, karena utang luar negeri selalu disertai dengan kebutuhan devisa untuk melakukan pembayaran kembali. Pembayaran cicilan utang beserta bunganya merupakan pengeluaran devisa yang utama bagi banyak negara-negara debitur.<br />Beban utang luar negeri dapat diukur salah satunya dengan melihat proporsi penerimaan devisa pada current account yang berasal dari ekpor yang diserap oleh seluruh debt service yang berupa bunga dan cicilan utang. Jika rasio antara penerimaan ekspor dan debt service menjadi semakin kecil, atau debt service ratio (jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang di bagi dengan jumlah penerimaan ekspor) semakin besar, maka beban utang luar negeri semakin berat dan serius. Namun, makna dari besarnya angka DSR ini tidak mutlak demikian, sebab ada negara yang DSR-nya 40%, tetapi relatif tidak menemui kesulitan dalam perekonomian nasionalnya. Sebaliknya, bisa terjadi suatu negara dengan DSR yang hanya sebesar kurang dari 10% menghadapi kesulitan yang cukup serius dalam perekonomiannya. Selama ada keyakinan dari negara kreditur (investor) bahwa telah terjadi perkembangan ekonomi yang baik di negara debiturnya, maka pembayaran kembali pinjaman diprediksikan akan dapat diselesaikan dengan baik oleh negara debitur.<br />Di antara negara-negara Asia, jumlah pembayaran bunga dan cicilan Indonesia adalah yang terbesar. Pada tahun 1990 jumlahnya mencapai 10 miliar dolar AS lebih, dan pada tahun 2000 hampir mencapai 19 miliar dolar AS.<br /> Bank Indonesia membuat perhitungan mengenai jadwal pembayaran debt service yang harus dibayar oleh pemerintah kepada IMF selama periode 2002-2010. perhitungan ini didasarkan pada jumlah utang dari IMF yang diterima oleh pemerintah hingga Juni 2002 sebesar 9,4 miliar dolar AS. Hingga 2010 jumlah pokok utang dan bunga yang dibayar mencapai masing-masing 9,4 miliar dolar AS.<br />Tabel 2.14<br />Jadwal Pembayaran Utang Pemerintah<br />Kepada IMF (Juta Dolar AS): 2002-2010<br />Periode Pokok Bunga Jumlah<br /> Nilai %* Nilai %* <br />2002 <br />(sem II) 1.209,1 89,5 141,2 10,5 1.350,3<br />2003 1.290,8 85,6 217,9 14,4 1.508,7<br />2004 893,8 82,4 190,9 17,6 1.084,7<br />2005 1.021,3 86,2 163,5 13,8 1.184,8<br />2006 1.338,8 91,0 131,7 9,0 1.470,5<br />2007 1.520,2 94,5 89,3 5,5 1.609,5<br />2008 1.502,2 97,1 45,3 2,9 1.565,5<br />2009 516,5 98,3 8,7 1,7 525,2<br />2010 127,5 98,6 1,8 1,4 129,3<br />Total 9.438,3 90,5 990,2 9,5 10.428,5<br />Menurut Susan George (1992), utang luar negeri secara pragmatis justru menjadi bomerang bagi negara penerima (debitur). Perekonomian di negara-negara penerima utang tidak menjadi semakin baik, melainkan bisa semakin hancur. Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari hasil penelitiannya yang menunjukan, bahwa pada tahun 1980-an arus modal yang mengalir dari negara-negara industri maju, yang umumnya merupakan negara kreditur, ke negara-negara yang sedang berkembang dalam bentuk bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank; dan kredit perdagangan (ekspor/impor), lebih kecil daripada arus aliran dana dari negara-negara yang sedang berkembang ke negara-negara maju tersebut dalam bentuk cicilan pokok utang luar negeri dan bunganya, royalti, deviden, dan keuntungan repatriasi dari perusahaan-perusahaan negara maju yang berada di negara-negara yang sedang berkembang. <br />Penelitian Susan George ini memperkuat argumentasi yang pernah disampaikan G.J. Meier (1970), bahwa arus modal asing dari negara maju ke negara dunia ketiga tidak pernah meningkat, dan masalah pelunasan utang luar negeri semakin memberatkan, karena itu surplus impor yang ditunjang modal asing semakin merosot, dan pengalihan sumber-sumber di luar impor yang didasarkan pada ekspor menjadi relatif tidak penting bagi sebagian besar negara dunia ketiga. Selama kendala devisa ini tidak bisa diatasi, negara kurang maju tidak dapat memenuhi kebutuhan impornya bagi program pembangunan. Akibatnya negara dunia ketiga itu terpaksa menempuh salah satu atau gabungan dari kebijaksanaan berikut ini: mengurangi laju pembangunan negara, mengembangkan ekspor dan melakukan subtitusi impor untuk memperbaiki term of trade, atau merangsang arus bantuan luar negeri lebih besar lagi.<br />Akibat semakin banyaknya negara-negara yang terjerumus dalam krisis utang luar negeri, menyebabkan IMF dan Bank Dunia terpaksa menganjurkan kepada negara-negara tersebut untuk melakukan program penyesuaian struktural (structural adjustment) terhadap perekonomian dalam negeri, misalkan dengan pengurangan atau penghapusan berbagai macam subsidi bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok lainnya; penundaan kenaikan gaji pegawai negeri; dan berbagai macam kebijaksanaan kontraksi fiskal lainnya, sebagai syarat utama untuk mendapatkan pengurangan utang atau memperoleh pinjaman baru. Hal ini terjadi pula di Indonesia. <br />Tabel 2.15<br />Pembayaran Utang Luar Negeri Dan Pengeluaran APBN<br />( dalam milyar rupiah )<br />Tahun Pembayaran<br />Pinjaman<br />(realisasi) Pengeluaran APBN<br />(realisasi) % Pembayaran Terhadap APBN<br />1998/1999 66.236 215.586 30,72%<br />1997/1998 28.057 127.969 21,92%<br />1996/1997 22.902 98.513 23,25%<br />1995/1996 20.489 79.216 25,86%<br />1994/1995 18.218 74.761 24,37%<br />1993/1994 17.042 68.718 24,80%<br />1992/1993 17.167 60.511 28,37%<br />1991/1992 14.942 51.992 28,74%<br />1990/1991 13.145 46.654 28,18%<br />1989/1990 11.790 38165 30,89%<br />1988/1989 10.863 32.990 32,93%<br />1987/1988 8.166 26.958 30,29%<br />1986/1987 5.058 21.891 23,11%<br />1985/1986 3.303 22.825 14,47%<br />1984/1985 2.737 19.381 14,12%<br />Sumber : APBN, Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, diolah<br />Berdasarkan data Tabel di atas, pembayaran cicilan pokok utang luar negeri pemerintah dan bunganya selama 15 tahun terakhir rata-rata 25,47% dari total pengeluaran dalam APBN RI. Hal tersebut dirasa cukup memberatkan APBN RI. Bercermin pada dampak negatif dari akibat membesarnya utang luar negeri yang terjadi di negara-negara Amerika Latin, masa sekitar krisis ekonomi di Meksiko, pada tahun 1996 pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan untuk membayar sebagian besar jumlah utang luar negerinya lebih cepat dari waktu pembayaran yang sebenarnya. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar Indonesia terhindar dari krisis utang luar negeri. Juga, agar dapat lebih mempersiapkan diri memasuki tahap tinggal landas (take-off), sebab menurut W.W. Rostow (1985), suatu negara bisa tinggal landas jika tidak lagi tergantung kepada utang luar negeri. Dia berpendapat, bahwa masalah utang luar negeri sebagai kendala serius bagi banyak negara yang sedang berkembang untuk bisa masuk dalam tahap take-off. Hal ini dibuktikan dalam pengamatannya yang dilakukan selama tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-an, dengan kesimpulan bahwa banyak negara yang sedang berkembang yang diperkirakan akan masuk ke tahap tinggal landas justru semakin tergantung dan terjerat masalah utang luar negeri. Tapi tampaknya komitmen pemerintah tersebut tidak berlangsung lama karena terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara dan Timur pada pertengahan tahun 1997.<br />Pada tahun anggaran 1998/1999, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo meningkat 136,07% dari tahun anggaran sebelumnya sebagai akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap dolar Amerika. Pembayaran kembali utang luar negeri yang meningkat dalam jumlah besar tersebut dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata dengan menggunakan dana dari penerimaan dalam negeri, tetapi dengan terpaksa juga menggunakan bantuan dana (utang luar negeri) dari IMF. Jadi, utang luar negeri yang lama dibayar dengan utang luar negeri yang baru. Ini artinya Indonesia telah terjerumus dalam krisis utang luar negeri. Akibat dari adanya bantuan IMF dalam jumlah yang sangat besar tersebut, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menerima berbagai persyaratan pinjaman dari IMF, yang ditandai dengan penandatanganan letter of intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF. Artinya, pemerintah Indonesia memberikan peluang bagi IMF untuk ikut serta dalam perancangan dan pembuatan banyak keputusan penting di bidang ekonomi, yang menyangkut penyesuaian kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural. Ini adalah hal yang wajar terjadi, karena tidak ada kreditur yang rela pinjamannya tidak kembali akibat kesalahan urus debiturnya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian-uraian di atas, yaitu sebagai berikut :<br />1. Neraca pembayaran merupakan catatan yang sistematik tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk Negara itu dengan penduduk Negara lain yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagai double-entry book-keeping sehingga setiap transaksi intrnasional yang terjadi akan tercatan dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit dan debit. Modal asing merupakan Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Utang luar negri merupakan Pinjaman bilateral dimana setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa.<br />2. Perkembangan perdagangan dan investasi luar negeri menun¬jukkan kemajuan di berbagai sektor neraca pembayaran. Salah satu contohnya Nilai ekspor sejak tahun 1969/1970 hingga tahun 1973/1974 menunjukkan perkembangan yang semakin me¬ningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 36,4 persen setiap tahun. Apabila dibandingkan dengan tahun 1968 maka laju pertumbuhan tersebut adalah sekitar 31 persen setiap tahun. Dalam tahun 1969/1970 ekspor baru mencapai nilai US $ 1.044 juta dibandingkan dengan US $ 872 juta dalam tahun 1968. Dalam tahun 1973/1974 nilai ekspor diperkirakan telah mencapai US $ 3.613 juta. Kenaikan yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/1974 di mana ekspor meningkat dengan 86,3 persen dibandingkan dengan tahun 1972/1973.<br />3. Iklim investsi di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan, dan belum bersifat kondunsif. Minat modal asing masih belum termotivasi untuk mengalir masuk ke Indonesia, dibandingan dengan beberapa negara lain kuhususnya Negara-negara Asean.<br />4. Indonesia sampai saat ini dihadapkan pada tantangan yang cukup berat, baik yang bersumber dari dalam negeri dan maupun dari luar negeri. Diantaranya keterbatasan permodalan, skill dan Knowledge, masalah keamanan dalam negeri yang oleh dunia luar masih dianggap berisiko tinggi (risk country yang tinggi). Tantangan lain yang dihadai dari luar, yaitu adanya perekonomian dunia yang semakin bersifat global, kondisi pasar global yang hiperkompetitif, technical gap, dan percepatan pelaksanaan kesepakatan kerja sama diantara Negara-negara Asia dan ASEAN dibidang perdagangan dan investasi.<br />5. Perkembangan jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai konsekuensi bagi bangsa Indonesia, baik dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang. <br />6. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi nasional sehingga dengan terlaksananya pembangunan ekonomi tersebut, tingkat pendapatan per kapita masyarakat bertumbuh selama tiga dasawarsa sebelum terjadinya krisis ekonomi. Akan tetapi, terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang didahului oleh krisis moneter di Asia Tenggara telah menyebabkan telah banyak merusakkan sendi-sendi perekonomian negara yang telah dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan surplus capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portfolio invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan nilai mata uang rupiah. Semakin bertambahnya utang luar negeri pemerintah, berarti juga semakin memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Ironisnya, semasa krisis ekonomi, utang luar negeri itu harus dibayar dengan menggunakan bantuan dana dari luar negeri, yang artinya sama saja dengan utang baru, karena pada saat krisis ekonomi penerimaan rutin pemerintah, terutama dari sektor pajak, tidak dapat ditingkatkan sebanding dengan kebutuhan anggaran belanjanya<br />7. Dalam jangka panjang akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak. Dengan demikian, maka dalam jangka panjang pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah Indonesia sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang. Adalah suatu hal yang tepat, bila utang luar negeri dapat membantu pembiayaan pembangunan ekonomi di negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi, penggunaan utang luar negeri yang tidak dilakukan dengan bijaksana dan tanpa prinsip kehati-hatian, dalam jangka panjang utang luar negeri justru akan menjerumuskan negara debitur ke dalam krisis utang luar negeri yang berkepanjangan, yang sangat membebani masyarakat karena adanya akumulai utang luar negeri yang sangat besar.<br /><br />3.2 Saran<br />1. Melakukan berbagai langkah deregulasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim berusaha yang semakin kondunsif dalam usaha menarik minat investor untuk melaksankan investasi di Indonesia.<br />2. Mau tidak mau Indonesia harus dapat menciptakan iklim politik yang stabil, dalam rangka agar dapat tercipta terlaksanya pelaksanaan kepastian hukum dan keamanan berusaha di Indonesia (sampai saat ini dunia luar masih menganggap tidak amannya berusaha di Indonesia (high risk country).<br />3. Dengan tetap mengakomodasi profit oriented pemilik modal asing, kebijakan investasi modal asing dan maupun modal dalam negeri harus diarahkan pada sektor-sektor ekonomi yang memicu kegiatan ekonomi lainnya terutama sektor-sektor dibidang usaha yang dapat membangun fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah dan jangka panjang.<br />4. Pemerintah harus mengontrol utang luar negri karena jika hal ini dibiarkan maka beban negara akan semakin meningkat. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memilih kepentingan nasional, mana yang paling urgen yang harus di danai oleh utang. Selain itu pemerintah juga harus berupaya untuk mengalokasikan dengan jelas kemana dan untuk apa dana dari pinjaman tersebut akan digunakan serta pengawasan yang ketat untuk menghindari penyelewengan dana.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga<br />Tulus, Tambunan. 2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia<br />Hamdy, Hadi. 2001 Ekonomi Internasional, Buku Kedua Teori Dan Kebijakan Keuangan Internasional. Jakarta : Ghalia Indinesia<br />Adwin Surya Atmadja. Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia :<br />Perkembangan dan dampaknya. Tersedia : Http://Puslit2.Petra.Ac.Id/Ejournal/Index.Php/Aku/Article/Viewfile/15669/15661<br />Bobby Hamzar Rafinus. Pilihan Sistem Nilai Tukar dan Pengendalian Arus Modal. Tersedia : http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2842/<br />Http//www.bkpm.go.id<br />Http//www.bi.go.id<br />Http://www.scribd.com/doc/7425783/Utang-Pemerintah-Mencekik-Rakyat<br />Http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/orde_lama.htm<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-14840094827340099122010-01-10T14:41:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.657-07:00PI_Aah_Sistem Ekonomi Ind.<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang Masalah<br />Dalam perkembangan globalisasi saat ini ternyata tidak mudah memahami tentang sistem ekonomi. Karena di dunia ini terdapat berbagai macam sistem ekonomi yang dianut oleh masing- masing negara. Sebelum, kita mengetahui macam-macam sistem ekonomi, terlebih dahulu kita memahi pengertian sistem ekonomi. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem-subsistem atau lembaga atau pranata-pranata ekonomi, sosial, budaya, gagasan-gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas–tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society). Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.<br />Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang sosialistik itu.<br />Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997. <br />Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.<br />Sistem ekonomi Indonesia seharusnya sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.<br />Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).Untuk itu di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi saat ini,untuk jangan terlena dengan ajaran ekonomi barat yang jelas-jelas tidak cocok diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan prinsip hidup gotong-royong yang selama ini mengakar di negeri ini.<br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />1) Apa yang dimaksud dengan sistem?<br />2) Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi?<br />3) Sistem ekonomi apa saja yang berlaku di dunia?<br />4) Bagaimana sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia?<br />5) Sistem ekonomi apa yang cocok diterapkan di Indonesia?<br /><br /><br />1.3 Tujuan<br />1) Untuk mengetahui pengertian sistem<br />2) Untuk mengetahui pengertian sistem ekonomi<br />3) Untuk mengetahui berbagai macam sistem ekonomi yang berlaku di dunia<br />4) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut Indonesia dari masa penjajahan Belanda hingga sekarang<br />5) Untuk mengetahui sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia<br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Sistem <br />2.1.1 Pengertian Sitem<br /> Istilah “sistem” berasal dari perkataan “sistema” (bahasa Yunani), yang dapat diartikan sebagai: keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian.<br /> Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta pernagkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu sistem social atau sistem kemasyarakatan; makhluk-makhluk hidup dan benda-benda alam untuk suatu sistem kehidupan atau sistem lingkungan; barang atau alat, untuk suatu sistem peralatan; data, catatan, atau kumpulan fakta; untuk suatu sistem informasi; atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.<br /> Kehadiran subjek-subjek (atau objek-objek) semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem. Itu baru merupakan himpunan subjek atau himpunan objek. Himpunan subjek atau himpunan objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang teratur dan menjalin tentang bagaimana subjek/objek yang ada bekerja, berhubungan dan berjalan atau dijalankan. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan subjek (objek) tersebut agar serasi.<br /> Keserasian hubungan antar subjek (antar objek) termasuk bagian atau syarat sebuah sistem karena, sebagai suatu “organisasi”, setiap sistem tentu mempunyai jutuan tertentu. Keserasian itulah yang akan dijadikan petunjuk apakah sistem itu dapat berjalan/dijalankan, sehingga pada gilirannya kelak akan dapat dinilai apakan tujuan yang diinginkan oleh sistem itu akan tercapai atau tidak. Guna membentuk dan memelihara keserasian itu maka diperlukan kaidah atau norma-norma tertentu yang harus dipatuhi oleh subjek-subjek (objek-objek) yang ada dalam bekerja dan berhubungan satu sama lain.<br /> Kaidah atau norma dimaksud bisa berupa aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarorang. Kaidah itu juga bisa berupa ketentuan-ketentuan teknis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antarkompnen suatu alat atau perlengapan. Norma tadi bisa berupa ketentuan-ketentuan administrative.<br /> Sebuah sistem, sesederhana apapun, senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek, atau himpunan suatu objek, sebuah sistem juga bukan sekedar hiumpunan kaidah atau norma, bukan pula sekedar kumpulan lembaga/badan/organisasi, sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup subjek (objek) dan perangkat kelembagaan yang membentuknya.<br /> Setiap sistem jika diurai lebih rinci, pada dasarnaya selalu mempunyai atau dapat dipilah memjadi beberapa subsistem, yakni sistem-sistem yang lebih kecil yang merupakan bagian dari dirinya. Sebaliknya, setiap sisatem pada hakekatnya senantiasa merupakan bagian dari sebuah suprasistem, yakni sebuah sistem yang lebih besar kemana ia menginduk. Selanjutnya perlu disadari, seringkali suatu sistem tidak (tidak bisa) berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem lain. Pola keterkaitan antar sistem sangat bervariasi. Bisa karena subjek atau objek yang membentuk kedua sistem itu sama. Bisa karena lembaga atau wadah dimana kedua sistem itu terbentuk sama. Bisa pula karena kaidah atau sistem yang satu juga berlaku sebagai kaidah di sistem yang lain.<br /> Kesadaran bahwa sistem-sistem dapat dan bahkan sering berkaitan, itu perlu. Kesadaran demikian dapat mengkindarkan kita dari perankap kepicikan, yakni memandang sesuatu secara tegar hanya berdasarkan tinjauan sempit sebuah bidang. Sebaliknya, kesadaran demikian akan memperluas wawasan kita, yakni memandang sesuatu secara arif berdasarkan pemahaman lintas bidang. Sebagimana pada sistem perekonomian yang tidak mampu berdiri. Ia terkait dengan sistem-sistem lain dalam sebuah suprasistem kehidupan social-kemasyarakatan. Bagaimana perekonomian sebuah negara berjalan atau dijalankan, turut dipengaruhi oleh bagaimana politik kekuasaan di negara itu diterapkan, ikut ditentukan oleh bagaimana budaya masyarakat yang membentuk negara tersebut.<br /><br />2.1.2 Ciri-ciri Sistem<br />Sebuah sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:<br /> Setiap sistem memiliki tujuan<br /> Setiap sistem memiliki “batas” yang memisahkannya dari lingkungan<br /> Walau memiliki batas, sistem tersebut memiliki sifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya<br /> Suatu sistem dapat terdiri dari beberapa subsistem yang bisa juga disebut dengan bagian, unsur atau komponen<br /> Walau sistem tersebut terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsur-unsur tidak berarti bahwa sistem tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian unsur, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu ebulatan yang utuh dan padu atau memiliki sifat wholism<br /> Serdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam sistem (intern) itu sendiri, maupun antara sistem dan lingkungannya<br /> Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka sistem sering disebut jega sebagai processor atau transformator<br /> Di dalam setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik <br /> Karena adanya mekanisme kontrol itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.<br /><br />2.2 Sistem Perekonomian<br />2.2.1 Pengertian Sistem Ekonomi<br />Menurut Dumairy (1996:30), sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek; barang-barang ekonomi sebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan ekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun nonformal); cara kerja, mekanisme hubungan; hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis); yang dipilih atau diterima; ditetapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung. Jadi, dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapkan dalam berbagai aktivitas yang berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan.<br />Sementara Sheridan (1998) (dalam Tambunan, 2009:2) dalam publikasinya mengenai sistem–sistem ekonomi yang ada di Asia mengatakan bahwa economic sistem refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness. Dalam kata lain sistem ekonomi adalah cara manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan kepuasan pribadinya. <br />Sanusi (2000) menguraikan pendapat-pendapat sejumlah orang di dalam maupun di luar negeri yang dirangkum sebagai berikut: sistem ekonomi merupakan suatu organisasi social yang terdiri atas sejumlah lembaga atau pranata (ekonomi, social–politik, ide-ide), yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yan ditujukan kea rah pemecahan problem- problem produksi–distribusi konsumsi yang merupakan problem dasar dari setiap perekonomian. <br />Menurut lemhanas yang dikutip oleh Sanusi (Tambunan, 2009:2) sistem ekonomi merupakan cabang dari ilmu ekonomi. Adapun sistem diartikan sebagai suatu totalitas terpadu yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi dan saling tergantung menuju tujuan bersama tertentu.<br />Gregory Gossman mengatakan bahwa sistem ekonomi adalah: Berbagai bagian yang tidak hanya saling berkaitan tetapi juga saling mempengaruhi dengan tingkat konsistensi tertentu dan keeratan yang pasti. Suatu sistem harus secara keseluruhan berfungsi walaupun tidak perlu dia berfungsi dengan sempurna. (Gregory gossman, 1995:19)<br /> Menurut J.A Schumpeter sistem ekonomi adalah: Komposisi satuan ekonomi yang komprehensif yang didalamnya terdiri dari kekuatan yang pasti terhadap prinsip ekonomi liberal dan sosialisme dan lain-lain.<br /> Definisi sistem ekonomi menurut Ediem dan Votti yaitu: Jaringan kerja suatu institusi dan pengaturan langsung terhadap sumber daya yang langka dalam sebuah organisasi.<br />Sedangkan menurut Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart sistem ekonomi merupakan kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi di dalam suatu daerah. Dengan demikian sistem ekonomi dapat diartikan sebagai susunan organisasi yang mantap dan teratur.<br /><br />2.2.2 Karakteristik Sistem Ekonomi<br />Karakteristik yang dimiliki sistem ekonomi yaitu: <br />• Sistem pemilikan sumber daya/faktor produksi<br />• Keleluasaan masyarakat berkompetisi<br />• Kadar peranan pemerintahan dalam perekonomian<br />Dalam Sanusi (Tambunan, 2009:2) disebut ada 7 elemen penting dari sistem ekonomi, yakni (hal 11-12) :<br />1. Lembaga-lembaga /pranata-pranata ekonomi<br />2. Sumber daya ekonomi<br />3. Faktor-faktor produksi<br />4. Lingkungan ekonomi<br />5. Organisasi dan manajemen <br />6. Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan atau pemain dalam sistem<br />7. Proses pengambilan keputusan<br /> Suatu sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sebuah sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu suprasistem kehidupan masyarakat. Ia merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Oleh karenanya, bukanlah hal yang mengherankan apabila dalam perjalanan atau penerapan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara terjadi benturan, konflik atau bahkan tantangan. Pelaksanaan suatu sistem ekonomi tertentu di sebuah negara akan berjalan mulus apabila lingkungan masyarakatnya mendukung.<br /><br />2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi<br />Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu negara dalam menentukan sistem ekonomi apa yang akan digunakan oleh negaranya agar pembangunan di negara tersebut dapat meningkat, faktor-faktor tersebut adalah:<br />1. Latar Belakang Sejarah dan Ideologi<br />Sistem ekonomi terbentuk dari pengalaman masa lalu suatu negara dalam mengelola negaranya. Bila masa lalu negara tersebut berhubungan dengan usaha untuk memisahkan diri dari dominasi negara yang memiliki sistem ekonomi kapitalis timbul kecenderungan negara tersebut akan menggunakan sistem sosialis.<br />Negara yang posisinya selalu mendapat dukungan dari negara yang menggunakan sistem ekonomi tertentu akan menjadikan negara tersebut memilih sistem ekonomi seperti negara yang mendukungnya.<br />Sistem ekonomi di suatu negara tidak ada yang tidak dipisahkan dari pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Sebagian besar pengalaman yang ada lebih menunjukkan peran suatu negara dalam mempertahankan ideologinnya. Dari ideologi ini, negara mempunyai peran besar dalam menjadikan dirinya untuk tetap eksis di zamannya. Sampai akhirnya, wujud dari usaha untuk mempertahankan eksistensinya, negara menggunakan kekuasaan untuk menjajah, menindas dan merampas hak negara lain.<br /><br />2. Luas dan Letak Geografi<br />Efektifitas suatu kebijakan ekonomi dapat diukur dari berapa besar jangkauan kebijakan tersebut mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat di seluruh daerah. Salah satu penyebab mengapa peningkatan ekonomi suatu negara tidak dirasakan masyarakat secara merata karena faktor luasnya daerah. Luasnya daerah mempersulit pemerintah pusat dalam membuat kebijakan ekonomi yang sesuai di setiap daerah. Maka lebih efektif bila pemerintah pusat memberikan kebebasan daerah untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi sendiri.<br />Di samping itu, letak negara satu dengan negara lain mempengaruhi bentuk sistem ekonomi. Letak negara menimbulkan adanya pengkondisian antar negara yang berdekatan untuk menggunakan kebijakan yang saling mendukung. Keadaan ini mempermudah terjadinya hubungan ekonomi. Hubungan di antara dua negara atau lebih tidak akan terjadi secara efektif bila tidak ada kesamaan sistem yang ada di antara kedua negara tersebut. Walaupun pada awalnya kesamaan sistem ini terjadi timbul berbagai pergesekan dan pergeseran kebijakan di dalam suatu negara akibat adanya pengaruh sistem ekonomi negara lain.<br /><br />3. Tingkat Pembangunan<br />Tingkat pembangunan menjadi ukuran suatu negara dalam memberikan keleluasaan rakyat untuk berpartisipasi. Semakin mapan dan maju dalam bidang ekonomi suatu negara, tingkat partisipasi masyarakat semakin meningkat. Keadaan ini disebabkan masyarakat telah menemukan pola pemenuhan kebutuhan yang dilakukan dalam kesehariannya. Negara yang dianggap masuk dalam tahap ini misalnya Amerika Serikat, Australia, Selandia baru, dan lain sebagainya.<br />Negara berkembang dengan tingkat pendapatan yang rendah perlu dilindungi karena mereka masih memerlukan perlindungan negara untuk mengelola faktor produksinya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan sarana pendukung optimalisasi proses produksi, keteraturan mekanisme barang di pasar, dan membentu penyediaan infrastruktur penunjangpengelolaan faktor produksi. Keadaan ini seperti halnya di negara Argentina, Brasil, Afrika, Kamboja, Laos dan Indonesia. <br /><br />4. Keterbukaan<br />Keterbukaan dalam bidang ekonomi merupakan suatu konsekuensi agar tidak tertinggal dari negara lain. Apalagi muncul beberapa konsep ekonomi terbuka atau liberalisasi, misalnya: APEC, AFTA, IMF dan lain sebagainya. Pada kenyataannya ekonsep ekonomi terbuka menumbuhkan rasa optimas bagi negara maju, tetapi di lain pihak menimbulkan rasa pesimis di beberapai negara berkembang.<br />Konsep ekonomi terbuka menjadikan sistem ekonomi suatu negara berubah menjadi sistem ekonomi yang mengakui tidak ada batas daerah, batas negara, batas benua. Di dalam sistem ekonomi terbuka setiap negara mempunyai peran untuk menyediakan fasilitas pendukung supaya mekanisme pasar tetap berjalan. Tetapi di beberapa negara yang belum siap dengan mekanisme sistem ekonomi terbuka, rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh akan menderita karena tidak mampu bersaing di pasar global.<br /><br />5. Sistem Politik<br />Sistem politik yang baik adalah memberikan perhatian agar pemimpin memperjuangkan hak rakyat. Dengan cara meningkatkan keikutsertaan rakyat dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi negara. Pemimpin merupakan wakil rakyat, yang dipilih oleh rakyat, untuk memenuhi kepentingan hidup rakyat. Bila pemimpin memberikan kebebasan rakyat akan merasa bertanggung jawab terhadap pembangunan negara.<br />Dalam model sistem politik terpimpin, segala kebijakan ekonomi negara atau raja dianggap sebagai konsensus bersama yang harus diikuti, entah itu menyentuh kepentingan ekonomi masyarakat atau tidak. Model sistem politik kerajaan saat ini tidak begitu popular. Walaupun ada beberapa negara yang masih menggunakan sistem kerajaan sebagai kekuasaan tertinggi, misalnya Arab Saudi, Brunai Darussalam. Sedangkan di beberapa negara, kekuasaan negara tidak lebih hanya sekedar symbol belaka, pemerintahan banyak diatur oleh perdana menteri dan menteri-menterinya dari pada oleh raja, misalnya Inggris, Belanda, dan Jepang.<br /> Sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem-sistem lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Di dunia ini terdapat kecenderungan umum bahwa sistem ekonomi di sebuah negara “bergandengan tangan” dengan sistem politik di negara bersangkutan, ideologi ekonomi berjalan seiring dengan ideologi politik. Secara umum, antara unsur-unsur sistem ekonomi dan unsur-unsur sistem politik dapat ditarik benang merah sebagai berikut:<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Tabel 1: Benang Merah Hubungan Sistem Ekonomi dengan Sistem Politik<br />Kutub “A” Konteks Pengkutuban Kutub “Z”<br />Liberalisme (liberal) Ideologi politik Komunisme (komunis)<br />Demokrasi Rezim pemerintahan Otokrasi<br />Egalitarianism Penyelenggaraan kenegaraan Etatisme<br />Desentralisasi Struktur birokrasi Sentralisme<br />Kapitalisme Ideologi ekonomi Sosialisme<br />Mekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat<br /><br /> Sejarah mencatat, negara-negara yang berideologi politik leberalisme dengan rejim pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar. Di negara-negara semacam ini penyelenggaraan kenegaraannya biasanya bersifat egaliter dan struktur birokrasinya desentralisasi. Di pihak lain, negar-negar yang berideologi politik komunisme dengan rejim pemerintahan yang otoriter, ideologi ekonominya cenderung sosialisme dengan pengelolaan ekonomi berdasarkan perencanaan terpusat. Penyelenggaraan kenegaraan di negara-negara semacam ini biasanya bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis.<br /> Pengkutuban sistem ekonomi dan sistem politik, serta unsur-unsur benang merah yang menghubungkannya, mungkin tidak sepenuhnya berlaku. Akan tetapi terdapat kecenderunagn umum seperti itu.<br /> Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas, sehingga bisa dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain, berdasarkan beberapa sudut tujuan seperti:<br />1) Sistem pemilihan sumber daya atau faktor-faktor produksi;<br />2) Keleluasaan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain dan untuk menerima imbalan atas prestasi kerjanya;<br />3) Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.<br /> Menurut Sanusi (Tambunan, 2009:2), setiap sistem ekonomi di pengaruhi oleh sejumlah kekuatan diantaranya:<br />1. Sumber-sumber sejarah, kultur/tradisi, cita-cita, keinginan-keinginan, dan sikap masyarakat<br />2. SDA termasuk iklim<br />3. Filsafat yang dimiliki dan yang dibela oleh sebagian masyarakat <br />4. Teorisasi yang dilakukan oleh masyarakat pada masa lalu atau sekarang, mengenai bagaimana cara mencapai cita-cita seta tujuan / sasaran yang dipilih<br />5. Trial dan errors atau uji coba yang dilakukan oleh masyarakat dalam usaha mencari alat-alat ekonomi<br /><br />2.2.4 Tujuan Sistem Ekonomi<br />Tujuan sistem ekonomi suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:<br />1. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan akan dihasilkan.<br />2. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat, penggantian stok modal, investasi.<br />3. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/ gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa. <br />4. Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri. <br /><br />2.2.5 Organisasi Sistem Ekonomi <br />Sistem ekonomi dapat digambarkan dalam model yang disederhanakan, yang biasa disebut arus perputaran (circular flow) sebagai berikut :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 1: Circular Flow<br />Dari arus perputaran ini dapat dilihat adanya empat aspek dari arus uang, ialah :<br />(1) Arus uang sebagai pengeluaran konsumen (biaya hidup/cost of living);<br />(2) Arus uang sebagai penerimaan perusahaan (= business receipts)<br /> Kedua arus ini terjadi melalui pasar barang dan jasa konsumtif.<br />(3) Arus uang sebagai pengeluaran perusahaan (biaya produksi/cost of production).<br />(4) Arus uang sebau penerimaan pendapatan masyarakat (consumers’ income)<br />Kedua arus ini terjadi melalui pasar sumber-sumber ekonomi.<br />Model di atas menggambarkan suatu sistem perekonomian yang stasioner. Artinya, arus uang melalui pasar brang dan jasa konsumtif sama dengan arus uang melalui pasar sumber-sumber ekonomi, yang berarti bahwa dalam masyarakat tersebut tidak ada tabungan (saving), penanaman modal (investment), penggantian barang modal (replacement), atau penyusutan (depretion).<br />Model tersebut dapat diperluas dan dibuat lebih kompleks menurut keperluan, umpamanya, untuk menggambarkan perekonomian yang tumbuh, perekonomian yang mundur, atau untuk menggambarkan peran pemerintah dalam kehidupan ekonomi. <br /><br />2.3 Sistem-sistem Ekonomi<br />Subsistem, merupakan sistem perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam hal produksi hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berfikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk pihak lain apalagi demi keuntungan. kalaupun orang tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain, sifatnya dalan barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.<br />Dengan semakin berkembangnya jumlah manusia dan kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya sistem yang lebih tertur dan terencana. Sistem barter tidak lagi dapat dipertahankan mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi, seperti:<br />• Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama.<br />• Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan.<br />• Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda.<br />• Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar.<br />Dengan hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendekiawan memikirkan sistem perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli tersebut adalah sistem-sistem ekonomi yang berlaku di dunia<br />Mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam konteks ekonomi, kedua sistem ini telah terbukti mampu meningkatkan kemakmuran rakyat di negara yang menggunakan sistem ekonomi tersebut, seperti Amerika Srikat dan mantan Uni Soviet. Kedua sistem ini diambil sebagai bahan rujukan berbagai negara untuk meningkatkan pembangunan.<br /><br />2.3.1 Sistem Ekonomi Kapitalis<br /> Menurut Dumairy (1996:32) Dalam teminologi teori ekonomi mikro, sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem ekonomi yang menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas), meyakini kemampuan “the invisible hand” dalam menu efisiensi ekonomi. Mekanisme pasarlah yang menurut kalangan kapitalis akan menentukan secara efisien ketiga pokok persoalan ekonomi.<br /> Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan perusahaan swasta untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.<br /> Sistem ekonomi kapitalis adalah suatau sistem ekonomi dimana kekayaan yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk dijual. Adapun tujuan pemilikan secara pribadi yakni untuk memperoleh suatu keuntungan/laba yang cukup besar dari hasil menggunakan kekayaan yang produktif. Dasar bekerjanya sistem ini adalah adanya kegiatan “invisible hand” atau tangan-tangan tak tampak yang dicetuskan oleh Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan. Buku Adam Smith yang berjudul “the theory of sentiments” menjadi kerangkan moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi klasik, dimana mereka menganut paham “laissez faire” yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah. Mengenai hal ini, Herbert Spencer (1820-1930) pun sejalan dengan pemikiran Adam Smith, bahkan ia menambahkannya dengan ide Darwinisme Sosial. Ide Darwinisme ini akhirnya ia kembangkan, dan munculah teori seleksi alamiah (survival of the fittest), siapa yang mampu bertahan dialah yang menang. Sebuah ide yang membuat kelas-kelas pemodal semakin dimanjakan. Kepemilikan atas kapital-kapital pabrik, membuatnya semakin memegang kuasa. Akhirnya hanya pada orang-orang inilah kemakmuran terpusat. Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan dan penawaranlah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:<br />1) Hukum “Say” yang mengatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hukum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan masyarakat.<br />2) Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel, dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidak seimbangan pasar (kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi tersebut menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastis. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan menambah produksinya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.<br /> Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:<br />1) Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya<br />2) Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung sebagai contoh: membangun prasarana jalan transportasi menjadi lancar, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung dan sejenisnya.<br />Dengan kondisi kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas sangat penting (Suroso:1993) yakni:<br />a. Berkewajiban melindungi negara dari kekerasan dan serangan negara liberal lainnya<br />b. Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badab hukum yang dapat diandaikan.<br />c. Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau sarana untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perseorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupinya biaya. Dengan perkataan lain diluar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepaad swasta. Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an kejayaan sistem ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandanagn untuk memperbaiki sistem ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga saat ini pandangannya masih relevan adalah J.M Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa negara, yang merupakan suatu kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan negara, yang merupakan suat kekuatan diluar sistem liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagi semua warga negaranya.<br />Ada enam asas yang dapat dilihat sebagai ciri dari sistem ekonomi kapitalis adalah :<br />1. Hak milik pribadi.<br />Dalam sistem ekonomi kapitalis alat-alat produksi atau sumber daya ekonomiseperti SDA, modal,tenaga kerja dimiliki oleh individu dan lembaga–lembaga swasta<br />2. Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih <br />Kebebasan berusaha adalah kegiatan produksi dapat dengan bebas dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai inisiatif. sedangkan yang dimaksud kebebasan memilih adalah menyangkut kedaulatan konsumen dan kebebasan pengusaha untuk memperoleh sumber daya ekonomi untuk memproduksi suatu produk yang dipilihnya sendiri untuk dijual dengan tujuan mencari keuntungan yang maksimum. Kebebasan memilih juga mencakup kebebasan pekerja untuk memilih setiap pekerjaan yang dikehendakinya<br />3. Motif kepentingan diri sendiri<br />Kekuatan utama dari sistem ekonomi kapitalis adalah motivasi individu untuk memenuhi kepentingannya sendiri<br />4. Persaingan<br />Sistem persaingan merupakan salah satu lembaga penting dari sistem ekonomi kapitalis. Setiap individu atau pelaku swasta, baik pembeli maupun pengusaha dengan motivasi mencari keuntungan yang maksimum bebas bersaing di pasar dengan kekuatan masing- masing. Setiap pelaku ekonomi swasta bebas memasuki dan meninggalkan pasar.<br />5. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar<br />Segala keputusan yang diambil oleh pengusaha dan konsumen dilakukan melalui sistem pasar<br />6. Peranan pemerintah terbatas<br />Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah masih mempunyai peran dapat membatasi berbagai kebebasan individu, misalnya mengeluarkan peratuaran–peraturan mengenai penalaran monopoli.<br />Berdasarkan ciri-ciri di atas, sistem ekonomi liberal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi liberal adalah:<br />a) Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.<br />b) Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri<br />c) Adanya persaingan menyebabkan kreativitas dari setiap individu dapat berkembang.<br />d) Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat. <br />Kekurangan sistem ekonomi liberal adalah :<br />a) Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.<br />b) Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.<br />c) Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.<br />d) Sulit terjadi pemerataan pendapatan.<br /><br />2.3.2 Sistem Ekonomi Sosialis<br />Dumairy (1996:32), sistem ekonomi sosialis adalah kebalikan dari sitem kapitalis. bagi kalangan sosialis, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat. adanya berbagai distorsi dalam mekanisme pasar menyebabkan tidak mungkin bekerja secar efisien, oleh karena itu pemerintah atau negara harus turun aktif bermain dalam perekonomian. Satu hal yang penting untuk dicatat berkenaan dengan sistem ekonomi sosialis adalah bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi yang tidak memandang penting peranan Kapital.<br />Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.<br />Sistem ekonomi sosialis dapat dibagi dalam dua susbsistem, yakni sistem ekonomi sosialis dari Marxis, dan sistem ekonomi sosialisme demokrat. Sistem ekonomi sosialis Marxis disebut juga sistem ekonomi komando di mana seluruh unit ekonomi, baik sebagai produsen, konsumen, maupun pekerja, tidak diperkenankan mengambil keputusan secara sendiri-sendiri yang menyimpang dari komando otoritas tertinggi, yakni partai. Dalam sistem ekonomi sosialis ini partai menentukan secara rinci arah serta sasaran yang harus dicapai dan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit ekonomi dalam pengadaan baik barang-barang untuk social maunpun untuk pribadi. Unit-unit ekonomi sepenuhnya tunduk pada tunduk pada komando otoritas tertinggi tanpa ikut campur sedikitpun juga dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan arah kebijaksanaan dan sasaran yang akan dicapai. Dalam sistem ekonomi sosialis Marxis, ruang gerak bagi para pelaku-pelaku ekonomi dapat dikatankan tidak ada sama sekali. (Tambunan, 2009:5)<br />Sistem sosialis terencana (komunis), dengan karakteristik:<br />a. Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/negara <br />b. Pengambilan keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan koordinsi secara terencana <br />c. Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral. Sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi<br />Sistem ini mulai ditinggalkan oleh presiden Rusia, Gorbachev. <br />Dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat kekuasaan otoritas tertinggi jauh berkurang. Dalam sistem ini, satu pihak, ada kebebasan individu seperti dalam sistem ekonomi kapitalis, misalnya produsen bebas memilih jenis dan berapa banyak produksi yang akan dibuat, konsumen bebas memilih barang mana yang dikehendaki, dan pekerja bebas menentukan jenis pekerjaan apa yang diinginkannya. Namun di pihak lain, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis , dalam sistem ekonomi sosialisme demokrat, peran pemerintah lebih besar. (Tambunan, 2009:6)<br />Landasan ilmiah dari sistem ini adalah kombinasi antara prinsip-prinsip kebebasan individu dengan kemerataan social, jadi bukan pasar bebas yang liberal dan juga bukan paham ekonomi monetaris yang tidak menghendaki intervensi pemerintah dalam bentuk apapun. Menurut Mubyarto (2000) berdasarkan pengalaman di Jerman, ada enam criteria sistem ekonomi sosialisme democrat atau sistem ekonomi pasar social (SEPS) yaitu :<br />a. Adanya kebebasan individu dan sekaligus kebijaksanaan perlindungan usaha . persaingan di antara perusahaan-perusahaan kecil maupun menengah harus dikembangkan.<br />b. Prinsip-prinsip kemerataan social menjadi tekad warga masyarakat <br />c. Kebijaksanaan siklus bisnis dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi<br />d. Kebijaksanaan pertumbuhan menciptkan kerangka hukum dan prasarana social yang terkait dengan pembangunan ekonomi<br />e. Kebijakan structural <br />f. Konformitas pasar dan persaingan<br /> Menurut Mubyarto (Tambunan, 2009:6) perbedaan lain yang sangat nyata antara sistem ekonomi sosialisme demokrat dengan sistem ekonomi kapitalis adalah pada aspek sosisalnya. Ada dua aspek sosial yang sangat penting dari SEPS, yakni meningkatkan standar hidup kelompok berpendapatan rendah dan perlindungan terhadap semua warga masyarakat dari kesulitan hidup dan masalah-masalah sosial lain sebagai resiko-resiko dari kesulitan hidup. Pemnagian pendapatan yang adil dalam SEPS dijaga dengan member perhatian pada: tingkat dan pertumbuhan upah, sistem perpajakan, stabulitas harga, persamaan peluang (bekerja dan berusaha) bagi semua warga masyarakat, dan adanya asuransi sosial minimal, yakni asuransi pengangguran, hari tua, kesehatan, dan kecelakaan.<br /> Sistem ekonomi sosialis disebut juga sistem ekonomi terpusat. Dikatakan terpusat karena segala sesuatunya harus diatur oleh negara, dan dikomandokan dari pusat. Pemerintahlah yang menguasai seluruh kegiatan ekonomi. Sistem perekonomian sosialis merupakan sistem perekonomian yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata dan tidak adanya penindasan ekonomi. Untuk mewujudkan kemakmuran yang merata pemerintah harus ikut campur dalam perekonomian. Oleh karena itu hal tersebut mengakibatkan potensi dan daya kreasi masyarakat akan mati dan tidak adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.<br /> Dasar yang digunakan dalam sistem ekonomi sosialis adalah ajaran Karl Marx, di mana ia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan semua pihak. Negara yang menganut sistem ini seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan negara komunis lainnya. Sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri berikut ini:<br />1) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara.<br />2) Seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama. Semua perusahaan<br />milik negara sehingga tidak ada perusahaan swasta.<br />3) Segala keputusan mengenai jumlah dan jenis barang ditentukan oleh pemerintah.<br />4) Harga-harga dan penyaluran barang dikendalikan oleh negara<br />5) Semua warga masyarakat adalah karyawan bagi negara.<br /> Seperti halnya sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi sosialis adalah:<br />1) Semua kegiatan dan masalah ekonomi dikendalikan pemerintah sehingga pemerintah mudah melakukan pengawasan terhadap jalannya perekonomian <br />2) Tidak ada kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, karena distribusi pemerintah dapat dilakukan dengan merata.<br />3) Pemerintah bisa lebih mudah melakukan pengaturan terhadap barang dan jasa yang akan diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.<br />4) Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga. <br />Kekurangan sistem ekonomi sosialis adalah :<br />1) Mematikan kreativitas dan inovasi setiap individu.<br />2) Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.<br />3) Kurang adanya variasi dalam memproduksi barang, karena hanya terbatas pada ketentuan pemerintah.<br /> Negara yang menganut sistem ekonomi sosialis sudah tidak ada lagi. Uni Soviet (sekarang Rusia) beserta negara-negara pengikutnya telah gagal dalam menjalankan prinsip sosialisme sebagai cara hidupnya baik secara ekonomi, moral, maupun sosial dan politik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kemampuan pemerintah pusat untuk menangani seluruh masalah yang muncul, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Selain itu, pada kenyataannya telah terjadi banyak penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah.<br /><br />2.3.3 Sistem Ekonomi Campuran <br />Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis). Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar (kapitalis) atau pun terencana (sosialis), bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta. Menurut Claude-Henri de Saint-Simon, Sang Bapak Sosialisme dunia. Menurutnya sentralisasi perencanaan sistem ekonomi pemerintah adalah hal yang harus di utamakan. Masyarakat industri akan menjadi baik apabila diorganisaikan secara baik. Dan pemerintah harus memiliki peran penting di dalamnya. Peran sentral para kapitalis sebaiknya dibatasi oleh wewenang pemerintah dalam perekonomian.<br />Sistem perekonomian campuran adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, minyak bumi, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi pasar campuran atau sosialisme, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. Penerapan sistem ekonomi campuran akan mengurangi berbagai kelemahan dari sistem ekonomi pasar dan Terpusat dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.<br />Sanusi (2000:57) (dalam tambunan, 2009:7) menjelaskan sistem ekonomi campuran sebagai berikut: dalam sistem ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam kadar yang berbeda-beda. Ada sistem ekonomi campuran yang mendekati kapitalis/liberalis ,kadar kebebasan relative besar atau persentase dari sitem kapitalinya sangat besar.ada pula yang mendekati sosialis dimana peran pemerintah relative besar terutama dalam menjalankan berbagai kebijakan ekonomi, moneter/fiscal dan lain-lain. Di dalam sistem ekonomi campuran adanya campur tangan pemerintah terutama untuk mengendalikan kehidupan/pertumbuhan ekonomi, mencegah adanya konsentrasi yang terlalu besar ditangan satu orang atau kelompok swasta, juga untuk melakukan stabilisasi perekonomian, mengatur tata tertib serta membantu golongan ekonomi lemah.<br />Sistem ekonomi campuran merupakan campuran atau perpaduan antara sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Masalah-masalah pokok ekonomi mengenai barang apa yang akan diproduksi, bagaimana barang itu dihasilkan, dan untuk siapa barang itu dihasilkan, akan diatasi bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Pada sistem ekonomi campuran pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian dalam perekonomian, namun pihak swasta (masyarakat) masih diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin mereka jalankan. Adanya campur tangan dari pemerintah bertujuan untuk menghindari akibat-akibat yang kurang menguntungkan dari sistem liberal, antara lain terjadinya monopoli dari golongan-golongan masyarakat tertentu terhadap sumber daya ekonomi. Apabila kita cermati sebagian besar negara di dunia tidak ada lagi yang menggunakan salah satu sistem ekonomi. Mereka kebanyakan mengombinasikan dari sistem-sistem yang ada sesuai dengan situasi dan tradisi negara yang bersangkutan. Misalnya saja Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan sistem ekonomi liberalnya.<br /> Meskipun sistem ekonomi yang mereka tetapkan berpaham liberal, namun pada kenyataannya masih ada campur tangan pemerintah, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang antimonopoli. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai sistem ekonomi campuran, berikut ini ciri-ciri dari sistem ekonami campuran:<br />1) Sumber-sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah.<br />2) Pemerintah menyusun peraturan, perencanaan, dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang ekonomi<br />3) Swasta diberi kebebasan di bidang-bidang ekonomi dalam batas kebijaksanaan ekonomi yang ditetapkan pemerintah.<br />4) Hak milik swasta atas alat produksi diakui, asalkan penggunaannya tidak merugikan kepentingan umum.<br />5) Pemerintah bertanggung jawab atas jaminan sosial dan pemerataan pendapatan.<br />6) Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar.<br />Dengan demikian, dalam sistem perekonomian campuran ada bidang-bidang yang ditangani swasta dan ada bidang-bidang yang ditangani pemerintah. Sama halnya dengan sistem ekonomi lainnya, sistem ekonomi campuran juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi, kelebihan dan kekurangannya tergantung kepada setiap negara dalam mengatur sistem ekonominya tersebut.<br /> <br /><br />2.3.4 Ragam Sistem Ekonomi Dunia<br /> Seperti telah dijlaskan sebelumnya bahwa mainstream sistem ekonomi dunia terdiri dari sistem kapitalisme dan sosialisme. Dalam prakteknya kedua sistem dalam setiap negara bersentuhan dengan masalah riil di negara-negara yang berbeda dari asal sistem itu berada. Oleh karenanya menimbulkan pergeseran yang mengarah pada bagaimana suatu sistem tersebut mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada.<br />Setiap negara mempunyai elemen sendiri dalam sistem ekonomi yang akan mempengaruhi perspektif negara tersebut memandang kelebihan dan kekurangan suatu sistem jika diterapkan di negaranya. Dengan pertimbangan ini, setiap negara beusaha tidak mengambil dengan serta merta sistem yang ada. Walaupun setiap negara menyadari hal tersebut, namun konteks perekonomian dunia lebih mengarahkan pada kecenderungan pengambilan suatu sistem yang dominan. Hal ini disebabkan gaya pergaulan perekonomian dunia akan mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam mendesain perekonomian dalam negaranya. Walaupun tidak persis benar sistem satu dengan sistem yang lainnya, tetapi prinsip pokok dari suatu sistem negara besar akan cenderung dominan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi negara-negara yang dikuasainya.<br />Fenomena tersebut menjadikan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme mengalami perubahan menjadi berbagai macam nama sistem. Perubahan ini bukan berti menjadikan munculnya sistem yang benar-benar baru. Namun sistem-sistem ini merupakan hasil interaksi yang intens antara berbagai unsur ekonomi maupun politik, di suatu negara dengan mainstream sistem ekonomi yang ada. Oleh karena pengaruh dari berbagai unsur yang ada di dalam suatu negara, maka sistem kapitalis dan sosialis dalam prakteknya di negara tersebut tidak sesuai dengan negara yang menggunakannya, seperti Amerika Serikat dan mantan Uni Soviet. Akhirnya muncullah nama baru dalam kapitalisme dan sosialisme, seperti sistem kapitalisme negara, sistem kapitalisme campuran, demikian juga sistem sosialisme berkembang menjadi sistem sosialisme pasar.<br /> Dua negara yang mempunyai sistem ekonomi yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama. Untuk membedakan karakteristik setiap negara dapat diketahui melalui unsur pengambilan keputusan, mekanisme informasi dan koordinasi, hak milik pribadi, dan insentif. Menurut Sanusi (2000) dalam Tambunan (2009:3) perbedaan antarsistem ekonomi satu dengan yang lainnya adalah : <br />1. Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan<br />2. Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja <br />3. Pengaturan pemilihan / pemakaian alat-alat produksi <br />4. Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggung jawab manajer<br />5. Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh <br />6. Pengaturan motivasi usaha<br />7. Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi<br />8. Penentuan pertumbuhan ekonomi<br />9. Pengendalian stabilitas ekonomi<br />10. Pengambilan keputusan<br />11. Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan.<br />Tabel 2: Karakteristik Sistem Ekonomi <br /> Struktur pengambil keputusan Mekanisme informasi dan koordinasi <br />Kepemilikan <br />Imbalan <br />Kapitalisme<br />(pure capitalism) Desentralisasi Pasar Kepemilikan pribadi Harta<br />Kapitalisme negara (state capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi atas pengawasan negara Harta dan norma<br />Kapitalisme campuran (mixed capitalism) Sentralisasi dan desentralisasi Pasar dan negara Kepemilikan pribadi Harta dan norma<br />Sosialisme (pure socialism) Sentralisasi Negara Negara Norma<br />Pasar sosialisme (market socialism) Sentralisasi Pasar dan negara Negara atau kepemilikan bersama Harta dan norma<br />Islam Sentralisasi dan desentralisasi Pasar didasarkan atas maslahah Kepemilikan bersama atas dasar maslahah Harta dan norma atas dasar maslahah<br /><br />Oleh karena perbedaan karakteri ini, suatu sistem ekonomi suatu negara tidak bisa diberlakukan secara mutlak di negara yang lain. Walaupun begitu ideologi suatu sistem ekonomi bisa digunakan untuk membangun struktur kehidupan ekonomi kapitalisme atau sosialisme di suatu negara. Sistem ekonomi tidak semata-mata terbentuk karena adanya aturan-aturan dasar di suatu negara tetapi bentuk sistem ekonomi bisa juga dilihat dari perilaku masyarakatnya, misalnya perilaku konsumsi, produksi, dan distribusinya.<br />Sistem ekonomi kapitalis, kapitalis negara dan kapitalis campuran cenderung mempunyai karakteristik sama. Kesamaan karakter ini dikarenakan keberadaan sistem baru lebih dikarenakan sebagai kritik, pelengkap atau memperbaiki. Misalnya sistem ekonomi kapitalis murni merupakan buah pemikiran dari Adam Smith (1723-1790) untuk mewujudkan kesejahteraan umum lahirlah sistem baru yang bernama kapitalisme negara yang dipengaruhi oleh pemikiran Friedrich List (1789-1846). Selanjutnya muncul kapitalis campuran yang dipengaruhi oleh pemikiran Adolf Wegner. Selanjutnya sistem ini mendapat perbaikan dari pemikiran JM Keynes (1883-1946) yang membangun sistem ekonomi campuran.<br />Demikian juga dengan pemikiran sosialisme, sistem ekonomi sosialis mengadopsi pemikiran Karl Marx (1818-1883) yang dilembagakan Lenin dalam sebuah negara yang bernama Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 pengaruh sistem ekonomi sosialis semakin berkurang. Tetapi beberapa negara yang masih menggunakan sistem sosialis berusaha menerima mainstream sistem yang berlaku di sekitarnya sehingga muncullah sistem sosialis pasar, sistem yang mengakui keberadaan pasar dalam mengatur mekanisme perekonomian di dalam negerinya.<br />Sementara itu sistem ekonomi islam diilhami Al-Quran dan Hadist. Sistem ekonomi islam terletak diantara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, karena bagian perilaku seseorang yang dituntut oleh nurani manusia dalam kegiatan ekonomi, itu sudah islami. Sistem ekonomi islam lebih berkaitan membentuk masyarakat bukan negara. Sistem ekonomi islam merupakan implementasi dari tanggung jawab pribadi manusia di hadapan Allah sebagai seorang hamba. Sistem ekonomi islam dimetamorfosiskan masyarakat Madani, dalam terminology masyarakat modern disebut civilized society. Kehidupan madani mengadopsi tata kemasyarakatan masyarakat madinah ketika Rasulullah saw masih hidup. Dengan sikap tegas dan bijaksana telah menimbulkan perubahan yang sangat revolusioner bagi kehidupan masyarakat madinah dan kota-kota di sekitarnya. Walaupun Rasulullah telah wafat ajaran beliau tetap menjadi penting dalam transformasi nilai-nilai kemanusiaan di luar Jazirah Arab.<br /> Perkembangan kehidupan negara muslim sekarang berbeda dengan dahulu. Negara tempat lahirnya ajaran islam, seperti Arab Saudi dengan negara yang berdekatan dan memiliki akar budaya islam, seperti: Mesir, Iran, Irak, Kuwait, Sudan, Maroko, negara yang mayoritas beragama islam semacam indoneia, tidak identik dengan negara yang mempunyai sistem ekonomi islam. walaupun beberapa negara tersebut menggunakan hukum islam sebagai rujukan utamanya tetapi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak tentu mencerminkan sikap yang sesuai ajaran Al-Quran dan Hadist.<br /> Praktek sistem ekonomi yang ada di negara-negara di timur tengah lebih banyak didominasi oleh kondisis sosial-budaya negara setempat yang sulit tercerabut. Maka sistem yang berlaku disana bukan islam par execelent tetapi masih banyak merupakan hasil tafsir sosial-budaya atas berbagai fenomena kemasyarakatan. Dalam bidang ekonomi, pengelolaan alat-alat produksi yang kurang baik lebih menunjukkan bahwa kemampuan produksi masyarakat kurang optimal. Walaupun hal ini tidak lepas dari gaya hidup masyarakat di beberapa negara muslim yang serba kecukupan sehingga menjadikannya kurang mau bekerja keras.<br /> Setelah khulafaurrashidin perkembangan negara muslim tidak bisa dipisahkan denganberbagai masalah perebutan kekuasaan. Keadaan ini merupakan elaborasi pengaruh sosial-budaya sebelum Rasulullah berkuasa, sehingga akhirnya menimbulkan taksir negara yang berbentuk kerajaan. Akhirnya muncul beberapa negara muslim yang menggunakan sistem kerajaan untuk mengatur kehidupan masyarakat sampai sekarang. Hal ini menjadikan sistem islam menyimpang dari premis awal sebagai sistem yang membangun sebuah masyarakat yang demokrasi, egaliter dan memanusiakan manusia. Timbul anggapan bahwa sistem kerajaan inilah yang menjadikan masyarakat kurang produktif karena masyarakat dimanjakan oleh kerajaan.<br /> Implementasi nilai-nilai syariah yang tercantum dalam dasar negara muslim lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik negara daripada nilai yang terkandung dalam ajaran islam. kepentingan politik cukup dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi dibandingkan kepentingan rakyat. Maka kepentingan politik juga mempengaruhi kecenderungan sistem ekonomi di negara-negara muslim.<br /> Fenomena yang ada di negara muslim lebih menunjukkan kondisi negara berkembang pada umumnya, dimana pengarh politik lebih besar dibandingkan pengaruh ekonomi. Dengan konsep keterbukaan dalam syariah, sebenarnya pertumbuhan ekonomi dapat direalisasikan tanpa menafikkan persoalan politik. Kenyataan yang ada di negara-negara muslim tertentudi Timur Tengah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, masalah politik tidak bisa diabaikan, dan tentunya dengan konsep keterbukaan masalah ekonomi rakyat bisa dikurangi tetapi ternyata tidak mudah, politik selalu mendominasi ekonomi. Kuatnya karakter politik di negara-negara muslim di Timur Tengah dipengaruhi oleh sejarah perpolitikan di kawasan tersebut sejak zaman dulu, menjadikan politik pengaruhnya besar terhadap pembangunan. Adapun pembentukan sistem ekonomi di negara muslim sehingga politik dominan dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi negara dapat digambar sebagai berikut:<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 2 : Pembentukan sistem ekonomi di negara muslim<br />Namun sistem ekonomi ini tidak berlaku given dalam jangka panjang. Suatu sistem ekonomi bisa berubah dengan cepat (revolusi) atau berlahan-lahan (evolusi). Perubahan akan tetap terjadi selama negara tersebut tidak bisa mengendalikan berbagai instrument yang akan mempengaruhi faktor-faktor dari sistem ekonomi tersebut. Berbagai perubahan tidak serta merta dikarenakan berberapa unsur tetapi mungkin satu unsur tidak menutup kemungkinan juga mempengaruhi perubahan dari sistem negara tersebut, misalnya peperangan.<br /><br />Sistem Ekonomi Pancasila<br />Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.<br /> Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.Landasan yuridis sistem ekonomi pancasila:<br />Pasal 33 UUD 1945 yang tercantum dalam Bab XIV tentang kesejahteraan social berbunyi sebagai berikut:<br />1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan <br />2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara<br />3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.<br />Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan sebagai berikut:<br />Dalam pasala 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penelitian anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.<br />Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang mengausai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalalu tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. <br /><br />Di masa penjajahan, pertumbuhan ekonomi berlangsung berdasarkan free fight competition liberalism. Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia tertinggal oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan, karena yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah ketinggalan.<br /> Guna menghindari pengalaman pahit serupa inilah, sila “Keadilan Sosial” menekankan perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap di dalam unit ekonomi pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain. Prinsip demokrasi ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di dalam pasal 23 yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah boleh menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi terakhir adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal dilaksanakan, oleh karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara pajak dan macam-macam serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR. Inilah prinsip medezeggenschap atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi pancails kita. Dan untuk mencek kemudian apakah pemerintah tidak menyimpang dari kehendak DPR-GR, maka DPR-GR dapat menggunakan pemeriksaan melalui Badan Pemeriksaan Keuangan.<br /> Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya ( dikutip dari Jurnal Ekonomi karya Mubyarto yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia”) sebagai berikut:<br />1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; <br />2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial; <br />3. Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri; <br />4. Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat; <br />5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.<br /><br />Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :<br />1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.<br />2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.<br />3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.<br />4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.<br /> Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.<br /> Republik Indonesia yang lahir pada tahun 1945, langsung tepat berada di tengah-tengah arena dua kutub supremasi, yaitu sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonom sosialisme. Namun demikian, sungguh beruntung Republik Indonesia, karena para pendiri republik tidak membiarkan Indonesia ikut arus memilih salah satu dari dua sistem ekonomi tersebut. Pancasila yang dipilih oleh para pendiri republik sebagai dasar falsafah negara, mengilhami sistem ekonomi alternatif, yang kemudian disebut “Sistem Ekonomi Pancasila”. SEP dipilih karena pemilihan satu sistem ekonomi oleh suatu bangsa tidak pernah menggunakan kriteria baik atau buruk, benar atau salah, melainkan menggunakan kriteria tepat atau tidak tepat (selanjutnya disebut kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi) yang dikaitkan dengan aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegaranya.<br /> Untuk memahami kriteria ketepatan SEP sebagai sistem ekonomi bagi bangsa Indonesia ada baiknya jika kita memahami dinamika perubahan dari sistem-sistem ekonomi pendahulu dari SEP. perjalanan sejarah ini menunjukkan bahwa kriteria ketepatan suatu sistem ekonomi bagi suatu masyarakat senantiasa bergeser, berkembang, berubah, atau bahkan berganti, mengikuti aliran dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosilal-budaya masyarakat tersebut dalam kehidupan bernegaranya.<br />1. Sistem Ekonomi Merkantilisme <br />Sistem ekonomi merkantilisme yang lahir di Eropa Barat pada abad ke-15 dianggap sebagai awal dari sejarah pemilihan sistem ekonomi bagi suatu bangsa. Sistem ini menyerahkan keputusan ekonomi sepenuhnya di tangan pemerintah, cocok dengan karakter pemerintah pada masa itu yang monarkhi absolut. Surplus perdagangan yang dipaksakan, yang menjadi ciri sistem merkantilisme, memunculkan perekonomian “zero sum game”, ada pihak yang surplus ada pihak yang defisit, ada yang diuntungkan ada yang dirugikan, ada yang menang ada yang kalah. Sifat tangan besi dari sistem merkantilisme menyebabkan kendali ekonmi berada di tangan para jenderal perang seperti Robespierre, Cromwell, dan Admiral Nelson. Sistem ekonomi ini serasi untuk sistem masyarakat feodal, yang memerlukan ketimpangan absolut antara kelas atas, bangsawan yang borjuis, dengan kelas bawah, buru dan petani, yang proletar, untuk mempertahankan kekuasaan. Pada abad ke-18 sistem ekonomi merkantilisme tumbang, dan digantikan oleh sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith. Mengapa? Karena ada hak yang paling asasi dihilangkan dalam sistem merkantilisme, yaitu kebebasan individu.<br />2. Sistem Ekonomi Kapitalisme Adam Smith <br />Sistem ekonomi yang dibawa oleh Adam Smith di tahun 1776 merupakan sistem yang berseberangan dengan sistem Merkantilisme. Jika merkantilisme menyerahkan keputusan ekonomi di tangan pemerintah, Adam Smith menghapus campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan menawarkan kebebasan individu secara penuh dalam pengambilan keputusan ekonomi. Jika merkantilisme menawarkan “zero sum game”, Adam Smith menawarkan “win-win solution game”, semua pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomi diuntungkan, minimal tidak ada yang dirugikan (dikenal dengan “janji Adam Smith”). Mengapa Adam Smith berhasil? Angin sejuk demokrasi yang dibawa oleh Adam Smith membawa segudang harapan pada pihak-pihak yang tertindas dalam sistem feodalisme dari merkantilisme. “Revolusi” Adam Smith mampu mengilhami Revolusi Perancis (1789) yang menjadikan Perancis berubah dari kerajaan menjadi republik, dan mampu membawa perubahan drastis di Inggris, dari monarkhi abasout menjadi monarkhi parlementer. Sistem ekonomi merkantilisme ditinggalkan, diganti dengan sistem kapitalisme, yang mengandalkan pencapaian kemakmuran pada sistem ekonom pasar (bebas), pengerjaan penuh, dan persaingan sempurna. Sistem kapitalisme Adam Smith ini mampu bertahan selama satu setenah abad, dari tahun 1776-1930. namun demikian, akhirnya sistem kapitalisme Adam Smith harus kandas juga, karena tidak mampu memberikan solusi keluar dari Dpresi Besar yang melanda dunia di awal dekade 1930-an, bahkan dianggap sebagai pemicu terjadinya.<br />3. Sistem Ekonomi Kapitalisme Negara Kesejahteraan <br />Contoh lain dari koreksi terhadap sistem kapitalisme Adam Smith sistem kapitalisme negara kesejahteraan, yang berkembang di Eropa Barat. Inggris, salah satu negara Eropa Barat yang memilih merevisi sistem kapitalismenya menjadi “sistem kapitalisme berpilarkan kesejahteraan rakyat” atau lebih dikenal dengan nama “wlfare state” (negara kesejahteraan), menikmati stabilitas yang “nyaris abadi”, bukan hanya di Inggris tetapi juga di negara-negara persemakmurannya. Sistem ekonomi ini juga mampu bertahan sampai sekarang.<br />4. Sistem Ekonomi Sosialisme Karl Marx <br />Di lain pihak, satu abad setelah revolusi Adam Smith, kritik terhadap kapitalisme yang dilakukan secara ekstrim oleh Karl Marx ini mengilhami lahirnya Stalinisme, Leninisme, Castroisme, dan Maoisme, yang lebih dikenal dengan nama sistem ekonomi sosialis-komunis. Sistem ekonomi sosialis-komunis berada pada puncaknya pada saat kejatuhan sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith, dimana sebagian masyarakat Amerika Serikat yang kehilangan kepercayaan pada sistem ekonomi kapitalisme Adam Smith mulai berpaling pada sistem ekonomi sosialis-komunis (red Americans). Namun demikian, pada gilirannya, dunia menyaksikan runtuhnya Uni Soviet, runtuhnya Tembok Berlin, yang menandai runtuhnya sistem sosialis-komunis. Negara-negara pemilih sistem ekonomi sosialis-komunis meninjau kembali sistem ekonominya. Sistem tertutup (sistem bertirai) dianggap menjadi biang keladi kegagalan sistem sosialis-komunis. Negara-negara pecahan Uni Soviet mengalami pergeseran ke arah kapitalisme, Kuba mulai membuka diri, bahkan merintis berbaikan dengan AS, dan Cina, menggunakan sistem ekonomi yang khas, yaitu “sosialisme ala Cina”.<br /> Membaca paparan perjalanan sejarah dari sistem-sistem ekonomi di atas, maka tersendat-sendatnya penerapan SEP dan pendiskreditan terhadap SEP yang terjadi selama ini dapat dipahami. Kriteria ketepatan dari SEP sedang mengalami pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegara. Bahwa sekarang ada upaya intelektual untuk “menghidupkan kembali” SEP dari mati surinya, juga menunjukkan bahwa adanya pergeseran-pergeseran akibat dinamika aspek-aspek politik-ekonomi-sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan bernegaranya memunculkan kembali kriteria ketepatan dari SEP sebagai sistem ekonomi pilihan bangsa.<br /><br />Sistem Ekonomi Islam<br /> Sistem ekonomi dalam Islam berupaya menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara. Barang-barang berupa pangan, sandang, dan papan (perumahan) adalah kebutuhan pokok (primer) manusia yang harus dipenuhi. Tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kebutuhan tersebut. (Al-Baqarah 2): 233; QS at-Thalaq (65): 6). Keamanan, kesehatan, dan pendidikan juga merupakan tiga kebutuhan jasa asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Menyangkut keamanan, tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan seluruh aktivitasnya-terutama aktivitas yang wajib seperti ibadah wajib, bekerja, bermuamalat secara Islami, termasuk menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai dengan ketentuan Islam-tanpa adanya keamananan yang menjamin pelaksanaannya. <br /> Jadi, jelas harus ada jaminan keamanan bagi setiap warga negara. Menyangkut kesehatan, tidak mungkin setiap manusia dapat menjalani berbagai aktivitas sehari-hari tanpa adanya kesehatan yang cukup untuk melaksanakannya. Artinya, kesehatan juga termasuk kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap manusia. Demikian juga dengan pendidikan. Tidak mungkin manusia mampu mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat, kecuali dia memiliki ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mencapainya. Secara garis besar, strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan pokok berupa jasa (keamanan, kesehatan, pendidikan)<br />Pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang dijamin dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya, kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni pemenuhan langsung oleh Negara.<br />Pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan secara bertahap, yaitu: (1) Negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga bekerja mencari nafkah. (Lihat: QS al-Mulk: [67] 15; QS al-Jumu'ah [62]: 10; QS al-Jatsyiah [45]: 12). (2) Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. (3) Negara memerintahkan setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (4) Negara mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan. (5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.<br />Bekerja menurut Islam adalah aktivitas yang sangat mulia. Islam telah mengarahkan bahwa motif dan alasan bekerja adalah dalam rangka mencari karunia Allah SWT. Kewajiban memenuhi kebutuhan pokok telah ditetapkan oleh syariat atas orang-orang tertentu: suami atas istri; ayah atas anak-anaknya; anak atas orangtuanya yang tidak mampu. (Lihat: QS ath-Thalaq [65]: 6; QS al-Baqarah [2]: 233; QS an-Nisa' [4]: 36). Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, namun tidak memperoleh pekerjaan, sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawabnya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dan Muslim). Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya. (QS al-Baqarah [2]: 233).<br />Jika ada yang mengabaikan kewajiban nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan ia berkemampuan untuk itu, maka negara berhak memaksanya untuk memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Hukum-hukum tentang nafkah ini telah banyak diulas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih Islam. Jika seseorang tidak mampu memberikan nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, dan ia pun tidak memiliki sanak kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban pemberian nafkah itu beralih ke baitul mal (negara). Namun, sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara, maka Islam juga telah mewajibkan kepada tetangga dekatnya yang Muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tersebut, khususnya berkaitan dengan kebutuhan pangan untuk menyambung hidup. Meskipun demikian, bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara agar jangan sampai tetangganya kelaparan. Untuk jangka panjang, negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syariat, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 103).<br />Sebagai jaminan akan adanya peraturan pemenuhan urusan pemenuhan kebutuhan tersebut, dan merupakan realisasi tuntutan syariat Islam, maka dalam tindakan yang konkret, Umar bin al-Khaththab pernah membangun suatu rumah yang diberi nama Dâr ad-Daqîq (rumah tepung). Di sana tersedia berbagai jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya, yang ditujukan untuk membantu para musafir memenuhi kebutuhannya. Rumah itu dibangun di jalan antara Makkah dan Syam, di tempat yang strategis dan mudah dicapai oleh para musafir. Rumah yang sama, juga dibangun di jalan di antara Syam dan Hijaz.<br />Sistem Ekonomi Islam yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan ini diterapkan atas seluruh masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim yang memiliki identitas kewarganegaraan Islam, juga atas mereka yang tunduk kepada peraturan dan kekuasaan negara (Islam). Tercatat dalam perjalanan sejarah Islam bahwa orang-orang non Muslim telah merasakan bagaimana pengaturan dan jaminan Islam terhadap pemenuhan kebutuhan pokok di bawah naungan daulah Islamiyah. Diceritakan dalam kitab Al-Kharâj karangan Imam Abu Yusuf, bahwa Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab RA., pernah melihat seorang Yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya, "Apakah ada yang bisa saya bantu?" Orang Yahudi itu menjawab, bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan, sementara ia harus membayar jizyah. "Usiaku sudah lanjut," katanya. Amirul Mukminin berkata, "Kalau begitu keadaanmu, alangkah tidak adilnya perlakuan kami. Karena kami mengambil sesuatu darimu di saat mudamu dan kami biarkan kamu di saat tuamu." Setelah kejadian itu, Khalifah Umar bin al-Khaththab lalu membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tersebut, dan memerintahkan baitul mal menanggung beban nafkahnya, beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya.<br />Pada masa Khalid bin Walid, terhadap penduduk al-Hairah yang beragama Nasrani dan merupakan ahludz dzimmah, diterapkan suatu kebijakan, bahwa jika ada orang tua yang lemah, tidak mampu bekerja, tertimpa kemalangan, atau jatuh miskin hingga kaummya memberikan sedekah kepadanya, maka ia dibebaskan dari tanggungan jizyah dan ia menjadi tanggungan baitul mal, selama ia tinggal di Darul Islam. Jika baitul mal, yang merupakan kas negara dalam keadaan krisis, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat, maka kewajiban itu beralih kepada seluruh kaum Muslim. Kaum Muslim dapat dikenai pajak (dharîbah). Pajak hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya dan tidak boleh diambil dari orang non Muslim.<br />Rasulullah Muhammad SAW telah mengambil sebagian harta milik orang-orang kaya Bani Nadhir dan membagi-bagikannya kepada sahabat Muhajirin yang fakir. Itu dilaksanakan oleh beliau sebagai realisasi pengamalan perintah Allah SWT dalam dua ayat terdahulu (QS al-Baqarah [2]: 29 dan QS al-Hasyr [59]: 7). Pengambilan pajak itu semata-mata hanya dilakukan negara jika baitul mal tengah dilanda krisis. Itulah hukum-hukum syariat Islam, yang memberikan alternatif pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat, dengan cara yang agung dan mulia, yang akan mencegah setiap individu masyarakat-yang sedang dililit kesulitan hidup-memenuhi kebutuhan mereka dengan cara menghinakan diri (meminta-minta).<br />Sistem ekonomi Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di dunia ini tidak hanya diperuntukkan pada individu untuk dapat dimiliki sepenuhnya, tetapi dalam Islam dikenal dan diatur pula tentang kepemilikan umum, yaitu pemilikan yang berlaku secara bersama bagi semua ummat. Hal itu didasarkan pada beberapa Hadits Nabi, diantaranya adalah hadits Imam Ahmad Bin Hanbal yang diriwayatkan dari salah seorang Muhajirin, bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda: “Manusia itu berserikat dalam tiga perkara: air, rumput dan api” <br />Selain pemilikan umum, sistem ekonomi Islam juga mengatur tentang kepemilikan negara, seperti: setiap Muslim yang mati, sedang dia tidak memiliki ahli waris, maka hartanya bagi Baitul Mal, milik negara. Demikian juga contoh yang lain adalah adanya ketentuan tentang kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i dll. <br />Apabila harta itu telah dikuasai (dimiliki) oleh manusia secara sah, hukum Islam tidak membiarkan manusia secara bebas memanfaatkan harta tersebut. Islam telah menjelaskan dan mengatur tentang pemanfaatan harta yang dibolehkan (halal) dan yang dilarang (haram). Islam mengharamkan pemanfaatan harta untuk membeli minuman keras, daging babi, menyuap, menyogok, berfoya-foya dsb.<br />Selanjutnya Islam juga mengatur dan menjelaskan tentang pengembangan harta. Islam mengharamkan pengembangan harta dengan jalan menipu, membungakan (riba) dalam hal pinjam-meminjam maupun tukar-menukar, berjudi dsb. Islam membolehkan pengembangan harta dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, syirkah, musaqot dsb. Adapun ketentuan Islam terhadap negara, maka Islam telah menjelaskan bahwa negara mempunyai tugas dan kewajiban untuk melayani kepentingan ummat. Hal itu didasarkan pada salah satu hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda:“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”. <br />Agar negara dapat melaksakan kewajibannya, maka Islam telah memberi kekuasaan kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan negara dan tidak mengijinkan bagi seorangpun (individu maupun swasta) untuk mengambil dan memanfaatkannya secara liar. Kepemilikan umum seperti: minyak, tambang besi, emas, perak, tembaga, hutan harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf ekonomi rakyat. Distribusi kekayaan itu diserahkan sepenuhnya kepada kewenangan Imam (pemimpin negara) dengan melihat dari mana sumber pemasukannya (misalnya, harus dibedakan antara: zakat, jizyah, kharaj, pemilikan umum, ghanimah, fa’i dsb), maka Islam telah memberikan ketentuan pengalokasiannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Prinsip umum pendistribusian oleh negara, didasarkan pada firman Allah: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (Q.S. Al Hasyr: 7).<br />Maksud dari ayat di atas adalah agar peredaran harta tidak hanya terbatas pada orang-orang kaya saja di negara tersebut. Oleh karena itu, menurut Islam harta itu seharusnya hanya bisa dimiliki, dimanfaatkan, dikembangkan dan didistribusikan secara sah apabila sesuai dengan ijin dari Allah sebagai Dzat pemilik hakiki dari harta tersebut. Secara lebih terperinci dapat disimpulkan bahwa Sistem Ekonomi Islam dapat dicakup dalam tiga pilar utama, yaitu (An Nabhani, 1990) :<br />1. Kepemilikan (al-milkiyah), yang meliputi: Kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah). Kepemilikan umum (al milkiyah al-‘ammah). Kepemilikan negara (al milkiyah ad-daulah). <br />2. Pemanfaatan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah), yang meliputi: Penggunaan harta (infaq al-maal), yaitu untuk konsumsi. Pengembangan kepemilikan (tanmiyat al milkiyah), yaitu untuk produksi.<br />3. Distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-naas), yang meliputi: Distribusi secara ekonomis, melalui peran individu. Distribusi secara non ekonomis, yaitu melalui peran negara.<br />Sistem ekonomi ini secara jelas telah menetapkan nilai-nilai islam dalam penerapannya. Dengan demikian sistem ini membutuhkan panduan dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yaitu Qur’an dan Hadis. Pada awal Islam, sistem ini dikembangkan di bawah pengawasan langsung oleh Rasullulah. Sistem ini menanamkan pada para penganutnya bahwa ‘Kekuasaan tertinggi ada pada Allah SWT (Qs 3:26, 15:26, 67:1) Manusia hanyalah makluk yang diciptakan Allah dan diberi amanah untuk menjadi khalifah Allah dimuka bumi.<br />Islam mengajarkan pada umatnya untuk tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Manusia dianjurkan untuk mencapai kemakmuran yang setinggi-tingginnya di dunia, akan tetapi kegiatan untuk mencapai tingkat kemakmuran tersebut harus seimbang dengan kegiatan Untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana doa yang selalu kita ucapkan pada setiap kesempatan adalah doa sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 21 yaitu : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat.<br />Pencarian kemakmuran dan nafkah didunia ini merupakan bekal yang harus di usahakan dengan tetap memperhatikan syariah yang sudah digariskan dalam Qur’an dan Hadis. Dalam pencapaian kemakmuran di dunia, Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi kaya namun harus melalui cara-cara yang sesuai dengan ketentuan islam (syariah). Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan misalnya tidak boleh menimbun kekayaan (Q 104: 1-3) sekaligus supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya (Q 59 : 7). Ketentuan lain mengatur tentang haramnya bunga. Larangan terhadap bungadi dalam Qur’an dilakukan secara bertahap. Tahap terakhir adalah penegasan bahwa bunga, berapapun besarnya, adalah haram. Hal ini terjadi dengan turunnya ayat 278-279 Surah Al Baqarah yang disampaikan Rasullulah dalam khutbah Haji terakhir pada tahun ke Sembilan Hijriah yang merupakan ayat terakhir yangberkaitan dengan pengharaman bunga. Dalam ayat yang lain ditekankan pula bahwa orang yang mampu harus membayar zakat. Disini terjadi distribusi dari yang kaya ke orang yang Fakir dan miskin.<br />Masih banyak ketentuan lain, namun secara ringkas, sistem ekonomi islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut :<br />1. Kekuasaan tertinggi adalah Allah dan Allah adalah pemilik absolute atas semua yang ada<br />2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya,<br />3. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin allah. Oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.<br />4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.<br />5. Kekayaan harus berputar.<br />6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk harus dihilangkan<br />7. Terdapat distribusi yang wajib diatur oleh negara dari orang yang kaya dengan yang miskin yang secara pasti diatur dengan adanya zakat.<br />8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat miskin.<br />Ekonomi islam sebagaimana termaktub dalam Qur’an dan Hadis diperoleh gambaran umum yaitu sistem yang tidak ada unsur riba dalam segala aspek kegiatan ekonomi dan mewajibkan kegiatan zakat bagi seluruh pelaku ekonomi sebagai penggerak utama dari kegiatan ekonomi disamping akhlak para pelaku ekonomi haruslah akhlak yang berdasarkan Qur’an dan Hadis.<br /><br />Ekonomi Rakyat<br /> Konsep ekonomi rakyat adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-98). Ekonomi rakyat adalah istilah ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak zaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum marhaen. Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik “populis” yang dipakai untuk mencatut atau mengatasnamakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu. Ekonomi Rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dll, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil-Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai “usaha” atau “perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.<br /> Ekonomi rakyat atau ekonomi barang private adalah ekonomi positif, yang menjelaskan bagaimana unit-unit produksi mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang private dan jasa private dan mendistribusikan barang dan jasa dimaksud pada konsumen, sehingga diperoleh ketuntungan yang maksimal bagi produsen, biaya yang minimal bagi produsen, dan utility yang maksimal bagi konsumen(Drs. Revrisond Baswir, MBA). <br /> Disinilah Mubyarto mendefinisikan ekonomi Pancasila sebagai bentuk perekonomian yang dijalankan secara kekeluargaan tanpa memisahkan secara tegas aspek produksi, aspek konsumsi, dan aspek distribusi. Inilah bentuk perekonomian rakyat yang terjadi di Indonesia sepanjang zaman. Jadi Mubyarto menganggap bahwa ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat.<br /> Kenapa ekonomi rakyat? Alasannya, bentuk kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi yang sulit dipisahkan di antara pelaku-pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia menunjukkan tingkat perputarannya yang relatif masih rendah. Kemudian bentuk perekonomian bangsa Indonesia relatif masih dianggap sebagai perekonomian rumah tangga penduduk. Jadi, perekonomian yang berkembang di Indonesia masih digolongkan ke dalam bentuk perekonomian kaum papa.<br /> Jadi, karena perekonomian nasional dikategorikan sebagai ekonomi rakyat--- maka perlu adanya "keberpihakan" pemerintah terhadap kaum papa ini yang menjalankan perekonomiandalam bentuk antar rumah tangga-rumah tangga penduduk. Artinya "keberpihakan" terhadap masyarakat kecil, grassroot, akan mampu mencapai bentuk ekonomi Pancasila (rakyat), yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alasannya, lebih 100 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini dikategorikan di bawah ambang garis kemiskinan, poverty line. <br /> Kalau ini yang diharapkan, tentunya berbagai kebijakan pemerintah semenjak diusulkannya ekonomi Pancasila di awal tahun 1980-an harus mengarah pada pemberdayaan perekonomian "wong cilik." Namun apa lacur, berbagai bentuk skema kredit yang disalurkan, di dasawarsa 1980-an dan 1990-an, oleh perbankan Indonesia sebesar 80% di antaranya diarahkan kepada pengusaha besar, konglomerat. Porsi yang disalurkan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hanya sebesar 20% saja.<br /> Melihat ketimpangan distribusi penyaluran kredit ini, tentunya hal ini menuntut keseimbangan proses distribusi ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat yang menghendaki "keberpihakan" kepada masyarakat kelas "wong cilik." Mubyarto mendapat tekanan dari para konglomerat dan elit-elit politik di rezim soeharto agar pengertian ekonomi Pancasila tidak hanya dalam bentuk ekonomi rakyat, karena ini memberikan konotasi akan pentingnya seluruh masyarakat Indonesia, baik yang bergerak di bidang usaha kecil, usaha menengah, maupun usaha besar. Dengan perubahan pandangan yang lebih luas ini, maka para konglomerat bisa berlindung ke dalam definisi ekonomi kerakyatan dan bukan ke dalam definisi ekonomi rakyat. Tuntutan perubahan ini telah menjadi ajang di dalam penulisan perekonomian Indonesia sebagai ekonomi kerakyatan yang termaktub di dalam berbagai Garis Besar Haluan Negara semenjak akhir dasawarsa 1980-an hingga kini, seperti yang tertuang pula di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 (BN 6580 hal.12B-23B dst) tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.<br /> Ekonomi Pancasila adalah ekonomi rakyat, walaupun melalui berbagai intervensi dari kepentingan-kepentingan tertentu berubah menjadi ekonomi kerakyatan. Namun bagaimanapun, ekonomi Pancasila- menurut penggagasnya, Prof. Dr. Mubyarto, - mempunyai perbedaan operasional dibandingkan dengan bentuk ekonomi yang dikembangkan kaum Neoklasik.<br /> Perbedaan itu terletak pada sifat produksi, konsumsi, dan distribusinya dari masyarakat "timur" seperti bangsa Indonesia khususnya (Asia Tenggara umumnya) dengan masyarakat "barat" (seperti Eropa, Amerika maupun Australia). Sistem ekonomi di Negara-negara "barat" itu sangat percaya melalui mekanisme produksi dan konsumsi yang terpisahkan secara ketat mampu melakukan distribusi secara merata dengan sendirinya, trickling down effect. Namun sewaktu konsep tersebut di aplikasikan di Negara-negara "timur" nampaknya tidak berjalan dengan baik.<br /><br />Ekonomi Kerakyatan<br />Ekonomi Kerakyatan adalah istilah yang relatif baru. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada 1985, dalam artikelnya di majalah Prisma. Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80 persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Konsep Ekonomi Kerakyatan dalam pandangan Sarbini adalah bagian dari ideologi Sosialisme Kerakyatan, yang dicetuskan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Sjahrir, pada 1947. Ekonomi Kerakyatan adalah komponen ekonomi dari ideologi Sosialisme Kerakyatan yang mencakup berbagai sektor kehidupan, bertolak dari suatu konsep politik kebudayaan yang berintikan kebebasan, pembebasan, dan kemajuan—yang menganggap Marxisme dan Komunisme adalah ajaran yang ketinggalan zaman. Penganut utama ideologi ini antara lain adalah Soedjatmoko, Sarbini, dan muridnya, Dr Sjahrir. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan adalah suatu konsep strategi pembangunan dalam context Indonesia. Inti konsep ini adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam pengertian petit peuple atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif. Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau pemerintah. Hal itu dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang merintangi kegiatan produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.<br /><br />A. Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan<br />(1) Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 1993). <br />(2) Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil. <br />B. Landasan Konstitusional Sistem Ekonomi Kerakyatan<br /> Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu:<br />1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)<br />2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.<br />3) Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” <br />4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”<br />5) Pasal 33 UUD 1945: <br />1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.<br />2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.<br />3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.<br />6) Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."<br />C. Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan<br />Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut<br />1. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral" <br />2. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”. <br />3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. <br />4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. <br />5. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. <br />D. Substansi Sistem Ekonomi Kerakyatan<br />Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945, dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut. <br />1. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. <br /> Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian."<br />2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. <br />Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.<br />3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. <br />Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Negara wajib menjalankan misi demokratisasi modal melalui berbagai upaya sebagai berikut:<br />3. Demokratisasi modal material<br />Negara tidak hanya wajib mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.<br />4. Demokratisasi modal intelektual<br />Negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersialkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya.<br />5. Demokratisasi modal institusional<br />Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk mendirikan koperasi.<br /><br />E. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan<br />1. Peranan vital negara (pemerintah). <br /> Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.<br />2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.<br /> Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.<br /><br /> <br />3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi). <br />Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.<br />4. Pemerataan penguasaan faktor produksi. <br />Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.<br />5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian. <br /> Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.<br />6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. <br /> Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama". Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.<br />7. Kepemilikan saham oleh pekerja. <br /> Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.<br /><br />F. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan<br /> Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:<br />1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat. <br />2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar. <br />3. Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat. <br />4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat. <br />5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi. <br /><br />Ekonomi Koperasi<br />Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dari segi etimologi kata "koperasi" berasal dan bahasa Inggris, yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha (multipurpose), misalnya pembelian dan penjualan.<br />Definisi Koperasi menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian sebagai berikut :<br />Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. <br />Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:<br />• Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;<br />• Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.<br />Pengertian Koperasi sampai sekarang masih menimbulkan diskusi. Seperti yang dikutip oleh Hendar dan Kusnadi (1999:12) (dalam Asep Dani:1999):<br />1. Menurut Internasional Cooperative Alliance (ICA), Koperasi sebagai kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama-sama saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip Koperasi.<br />2. Menurut Calver, Koperasi adalah organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan secara sukarela sebagai manusia atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.<br />3. Moch. Hatta dalam Koperasi membangun dan membangun Koperasi. Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.<br />4. Ropke memberikan definisi Koperasi sebagai suatu organisasi bisnis yang para pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut kriteria identitas suatu Koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha Koperasi dari unit usaha yang lainnya.<br />Syamsuri SA (1986:102) (dalam Asep Dani:1999) memberikan definisi koperasi sebagai berikut:<br />Koperasi adalah organisasi ekonomi swadaya berdasarkan Pancasila beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi yang bekerjasama menjalankan satu atau lebih kegiatan ekonomi dan secara terus menerus melaksanakan pendidikan anggota, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. <br />Masing-masing ahli punya definisi tersendiri mengenai Koperasi tetapi dari semua definisi diatas ada kesamaan ide serta pikiran tentang Koperasi, diantaranya :<br />1. Koperasi merupakan sekumpulan orang dalam suatu wadah ini artinya Koperasi bukan kumpulan modal.<br />2. Semuanya merujuk pada peningkatan ekonomi anggota secara bersama-sama saling membantu berdasarkan pada prinsip Koperasi.<br />Dari pengertian koperasi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa yaag mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerja sama, gotong-royong dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Keja sama dan gotong-royong ini sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya. Mengenai keanggotaan dalam koperasi berlaku asas satu anggota, satu suara. Karena itu besarnya modal yang dimiliki anggota, tidak menyebabkan anggota itu lebih tinggi kedudukannya dari anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua, permodalan itu sendiri tidak merupakan satu-satunya ukuran dalam pembagian sisa hasil usaha. Modal dalam koperasi diberi bunga terbatas dalam jumlah yang sesuai dengan keputusan rapat anggota. Sisa hasil usaha koperasi sebagian besar dibagikan kepada anggota berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam pemanfaatan jasa koperasi. Misalnya, dalam koperasi konsumsi, semakin banyak membeli, seorang anggota akan mendapatkan semakin banyak keuntungan. <br />Hal ini dimaksudkan untuk lebih merangsang peran anggota dalam perkoperasian itu. Karena itu dikatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, bukan perkumpulan modal. Sebagai badan usaha, koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan akan tetapi lebih dari itu, koperasi bercita-cita memupuk kerja sama dan mempererat persaudaraan di antara sesama anggotanya.<br />Karakteristik Koperasi<br />Menurut Neti Budiwati dan Lazza susanti (2007:3) sebagai badan usaha pada hakekatnya koperasi memiliki karakteristik dan tujuan yang tidak jauh berbeda bentuk badan usaha lainnya. Namun, bukan berarti antara koperasi dengan badan usaha lainnya mempunyai kesamaan dalam segala hal, karena mau tudak mau harus diakui bahwa koperasi memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh badan usaha lain. Kesamaan yang jelas antara koperasi dengan usaha non-koperasi yang sama-sama sebagai badan usaha adalah sama-sama bertujuan untuk memperoleh laba. Akan tetapi koperasi memiliki ciri yang sangat khas, yaitu anggota koperasi memiliki “identitas ganda” (dual identity), sebagai pemilik sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa koperasi. Identitas ganda inilah yang menjadi kekuatan koperasi. Sebagai pemilik, maka anggota koperasi diharapkan dapat memberikan kontribusi pada koperasi baik berupa modal, pelaksanaan program serta pengawasan demi kemajuan koperasi. Sebagai pelanggan, anggota dapat memanfaatkan berbagai pelayanan usaha koperasi.<br />Fungsi dan Peran Koperasi<br /> Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:<br />a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;<br />b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat<br />c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya<br />d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi<br /><br />2.3.5 Kadar Kapitalisme dan Sosialisme<br /> Unsur-unsur kapitalisme dan sosialisme jelas terkandung dalam pengorganisasian ekonomi Indonesia. Untuk melihat seberapa tebal kadar masing-masing “isme” ini mewarnai perekonomian, seseorang bisa melihatnya dari dua pendekatan. Pertama adalah dengan pendekatan factual-struktural, yakni menelaah peranan pemerintah atau negara dalam struktur perekonomian. Kedua adalah pendekatan sejarah, yakni dengan menelusuri bagaimana perekonomian bangsa diorganisasikan dari waktu ke waktu.<br /> Untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.<br /> Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya.<br /> Dengan pendekatan sejarah dapat dipelajari, betapa bangsa dan masyarakat kita tidak pernah dapat menerima pengelolaan makroekonomi yang terlalu barat ke kapitalis ataupun sangat bias ke sosialisme. Percobaan-percobaan pengelolaan makroekonomi yang kapitalistik, yang dilakukan oleh berbagai cabinet sejak republic ini berdiri hingga sekitar tahun 1959, akhirnya runtuh. Begitu pula gagasan sosialisme ala Indonesia yang dicoba oleh soekarno antara tahun 1959 hingga tahun 1965, pun tidak berjalan. Perekonomian baru berjalan mantap, dalam arti perkembangannya signifikan, setelah menginjak orde baru perekonomian dikelolan secara ulur-tarik diantara kapitalisme dan sosialisme. (Dumairi, 1996:35)<br /><br />2.4 Sistem Perekonomian Indonesia<br />2.4.1 Falsafah Hidup<br />Sistem ekonomi di Indonesia apakah termasuk kapitalis, liberalis atau sosialis, Dumairy (1996) menegaskan sebagai berikut: Ditinjau berdasarkan sistem pemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalistik. Sama halnya, tak pula cukup argumentasi untuk mengatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah sistem ekonomi sosialis. <br /> Sebenarnya, sistem perekonomian Indonesia, dari awal sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang tercantum dalam UUD ’45 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Dalam UUD ’45 pada ayat 1 berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan; ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.”<br /> Dalam penjelasan UUD ’45, pasal 33 adalah dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.<br /> Sistem perekonomian tidak lain adalah bentuk hubungan produksi, yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan siapa yang memiliki atau menguasai alat-alat produksi. Jika yang memiliki alat-alat produksi tersebut negara dan rakyat dalam organisasi koperasi, sedangkan swasta perorangan atau berbadan hukum tidak diperkenankan, maka sistem perekonomian semacam itu dinamakan sistem perekonomian sosialis, seperti Uni Soviet pada masa lampau. Jika alat-alat produksi didominasi pemilikannya dan penguasaannya oleh swasta perorangan atau badan hukum perseroan, maka dinamakan sistem perekonomian kapitalis. Jika alat-alat produksi dimiliki atau dikuasai oleh negara, masyarakat dalam organisasi koperasi, dan perusahaan swasta perorangan maupun perseroan, maka sistem perekonomian itu disebut sitem perekonomian campuran (mixed economy).<br /> Sistem perekonomian Indonesia menurut UUD ’45 adalah sistem perekonomian campuran, di mana negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; juga bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang merupakan pokok kemakmuran rakyat dikuasi oleh negara. <br /> Swasta diperkenankan untuk menguasai cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Organisasi koperasi yang mengorganisir usaha-usaha rakyat dakam semua sektor menjadi salah satu pilar penting dalam sistem perekonmian Indonesia. Jadi dalam sistem perekonomian Indonesia terdapat tiga pilar perekonomian : Perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD yang merupakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; organisasi-organisasi koperasi sebagai badan hukum perusahaan bagi usaha-usaha yang dimiliki rakyat banyak; perusahan-perusahaan swasta yang berusaha dalam sektor-sektor yang produktif. Antara perusahaan-perusahaan BUMN/BUMD dan organisasi-organisai koperasi, serta perusahaan-perusahaan swasta besar dan kecil harus menciptkan kerjasama berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai suatu perekonomian nasioanal yang demokratis.<br />Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang). Indonesia mengkui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Hal ini diatur dengan tegas oleh pasal 33 UUD 1945 dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.. Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945. Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong. Jadi secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme. <br />Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelas bahwa untuk memahami sistem ekonomi apa yang diterapkan di Indonesia, paling tidak secara konstitusional , perlu dipahami terlebih dahulu ideologi apa yang dianut oleh Indonesia. Dalam kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.<br /> <br />2.4.2 Sistem Ekonomi pada Masa Penjajahan Belanda<br />Menurut sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, sejarah ekonomi kolonial Hindia Belanda dapat dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945.<br /> Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).<br /><br /> Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)<br /> Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :<br />1) Hak mencetak uang<br />2) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai<br />3) Hak menyatakan perang dan damai<br />4) Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri<br />5) Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja <br />Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.<br />Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu.<br /> Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.<br />Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.<br /> Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.<br />Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :<br />a) Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.<br />b) Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.<br />c) Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.<br />d) Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.<br />Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.<br /> Pendudukan Inggris (1811-1816)<br /> Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :<br />a) Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).<br />b) Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.<br />c) The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :<br />• Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.<br />• Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.<br />• Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun<br /><br /> Cultuurstelstel<br />Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. <br />Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.<br />Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).<br />Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda.<br />Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. <br /> Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.<br /><br /><br /><br /> Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)<br />Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :<br />a) Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.<br />b) .Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.<br />c) Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.<br />Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.<br /><br /> Pendudukan Jepang (1942-1945)<br />Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.<br />Sistem–sistem ekonomi ini meninggalkan kemelaratan bagi rakyat Indonesia, namun di sisi lain melahirkan budaya cocok tanam, sistem uang, dan budaya industri. Bahkan sebenarnya pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Indonesia menjadi salah saatu kekuatan ekonomi di Asia. Pada masa itu, Indonesia merupakan pengekspor terbesar sejumlah komoditas promer khususnya gula, kopi, teh ,kina, karet dan minyak kelapa sawit.<br />Pada dekade 1930-an seluruh perkebunan hindia belanda mencapai luas hampir 3,8 juta hectare. ekspornya mencapai 1,6 miliar gulden pada akhir dekade 1920-an . Bank- bank bermunculan dan juga lahir lembaga perkreditan rakyat , yang pada awalnya dimodali oleh lumbung desa (simpanan padi kolektif). Industri manufaktur berkembang pesat yang pada tahun 1940 menyumbang 430 juta gulden (mata uang Belanda). Pertumbuhan industri manufaktur dimotori oleh pertumbuhan industri-industri gula. Selain industri–industri sabun ,semen, keramik,logam baja, es, rokok,dan mesin-mesin pabrik juga berkembang pesat ,yang semuanya berlokasi di jawa. Pasar modal muncul dan mod lasing (khususnnya dari Inggris dan Belanda) masuk dalam jumlah yang besar di perkebunan, pertambangan, dan industri manufaktur. Infrastruktur untuk mendukung perekonomian juga berkembang baik, seperti pelabuhan pelabuhan laut, jalan kereta api, jalan-jalan raya,termasuk pembangunan jalan raya pos (Groote postweg) sepanjang 1000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan.<br />Namun, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perkembangan ekonomi yang pesat itu tidak member peningkatan kesejahteraan bagi rakyat. Menurut data statistic 1930 yang dikemukakan oleh Prof Mubyarto (2005) (dikutip dari Trihusodo dkk.2005 dalam Tulus Tambunan, 2009: 11) dari penerimaan Hindia Belanda yang sekitar 670 juta gulden saat itu, 59,1 juta penduduk pribumi hanya kecipratan 3,6 juta gulden (0,54%), sedangkan penduduk keturunan Tionghoa yang jumlahnya sekitar 1,3 juta orang dapat 0.4 juta gulden.Sementara sisa 665 juta gulden (99,4%) dinikmati oleh oleh orang kulit putih (sebagian besar Belanda) yang Cuma berjumlah 241.000 jiwa. <br /><br /><br /><br />2.4.3 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama<br />Soekarno sebagai Bapak proklamator sangat membenci dasar- dasar pemikiran barat, termasuk ekonomi liberal / kapitalis. Soekarno menganggap sistem kapitalisme-liberalisme selama penjajahan Belanda telah menyengsarakan rakyat sehingga untuk mengusir atau mengimbangi kekuatan ekonomi barat yang berlandaskan kapitalisme-liberalisme. Indonesia harus menerapkan pemikiran dari Marhaenisme yaitu Marxisme. <br />Tetapi baru pada tahun 1959 paham kapitalisme-liberalisme secara konstitusional ditolak dengan diberlakukannya UUD 1945 sebagai landasan sistem ekonomi nasional. Namun demikian dalam praktiknya, Soekarno menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Dengan sistem ini pemilihan industri yang akan dibangun, ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat.Selama periode orde lama (1945-1966), perekonomian Indonesia tidak berjalan mulus, bahkan sangat buruk yang juga disebabkan oleh terjadinya beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera dan Sulawesi, pada decade 1950-an yang nyaris melumpuhkan sendi-sendi perekonomian nasional.<br /> Ketidakstabilan politik di dalam negeri yang membuat hancurnya perekonomian Indonesia pada masa Soekarno juga diwarnai oleh perubahan cabinet selama 8 kali pada masa demokrasi parlementer pada periode 1959-1956, yang diawali oleh cabinet Hatta (Desember 1949-September 1950), dan setelah itu berturut-turut cabinet Natsir (September 1950-Maret 1951), cabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952), cabinet wilopo (April 1952- Juni 1953), cabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955), cabinet Burhanuddin (Agustus 1955- Maret 1956), cabinet Ali II (April 1956- Maret 1957), dan cabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959)<br /> Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih Gulden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada masa Cabinet Natsir., untuk pertama kalinya dirumuskan sustu perencanaan pembangunan ekonomi. Pada masa Cabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain nasionalisasi De Javase Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan sistem kurs berganda.<br /> Pada masa Cabinet Wilopo, langkah-langkah konkret yang diambil untuk pemulihan perekonomian perekonomian indonesia pada masa itu diantaranya adalah untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pada masa kabinet Ali I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat. <br /> Selama cabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi yang penting dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor dan kebijakan uang ketet laju uang beredar. Berbeda dengan kabinet-kabinet sebelumnya, pada masa kabinat Ali II, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti selain merencanakan sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-60. Ketidakstabilan politik di dalam negeri semakin membesar pada masa kabinet Djuanda, sehingga praktis kabinet ini juga tidak bisa berbuat banyak bagi pembangunan ekonomi. Pada masa kabinet Djuanda juga dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan Belanda.<br /> Pada tahun 1957, Soekarno mancanangkan “Ekonomi Terpimpin” yang lebih memperkuat lagi sistem Ekonomi Komando, dan selama tahun 1957-1958 terjadi nasionalisasi-nasionalisasi perusahaan Belanda. Dengan pencanangan Ekonomi Terpimpin, sistem politik dan ekonomi Indonesia semakin dekat dengan haluan/ pemikiran sosialis. Walaupun ideologi Indonesia adalah pancasila, pengaruh ideologi komunis dai negara bekas Uni Soviet dan China sangat kuat.<br /> Sebenarnya pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya memilih haluan politik yang berbau komunis hanya merupakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, imperialisasi dan anti kapitalisasi pada saat itu. Pada masa itu prinsip-prinsip individualism, persaingan bebas dan perusahaan swasta/pribadi sangat ditentang karena oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya prinsip-prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan dana dari negara-negara Barat, abik dalam bentuk pinjaman maupu penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang sangat besar (Hill dan Williams, 1989) (dalam Tulus Tambunan, 2009:13). Hingga pada akhir tahun 1950-an, tepatnya sebelum menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda, sumber utama penanaman modal asing Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkait.<br /> Pada tahun 1963, soekarno menyampaikan konsep ekonomi yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Ekonomi, yang berisi semacam tekat untuk menggunakan sistem ekononmi pasar sebagai “koreksi” terhadap praktik-praktik ekonomi komando. Sayangnya, tekat ini tidak dapat dilaksanakan karena tidak mendapatkan dukungan dari partai-partai politik yang ada pada saat itu, termasuk Partai Komunis Indonesia. Prinsip-prinsip Deklarasi Ekonomi akhirnya dilupakan orang dan akhirnya hingga berakhirnya orde lama, sistem ekonomi Indonesia yang berlaku tetap sistem komando.(mubyarto, 2000) dalam tulus tambunan 2009:1.<br /> Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)<br />Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :<br />Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.<br />Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI Kas negara kosong.Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :<br />Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.<br /> Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.<br />Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.<br />Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).<br /><br /> Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)<br />Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.<br />Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:<br />• Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.<br />• Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.<br />• Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.<br />• Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.<br />• Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.<br /><br /> Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)<br />Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :<br />a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.<br />b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.<br />c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.<br />Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.<br />Perkembangan sistem ekonomi Indonesia sebelum masuk pada masa orde baru juga dalam perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya:<br />a. Free Fight Liberalism<br />Adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi lemah, dengan akibat semakain bertambah jurang pemisah si kaya dan si miskin<br />b. Etatisme<br />Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang berasing secara sehat.<br />c. Monopoli<br />Suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.<br /> Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi demokrasi dan mungkin campuran. Namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai pada tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai orde baru.<br /> Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950-1965 telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Program-program tersebut adalah:<br />a. Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi<br />b. Program Sumitro Plan tahun 1951<br />c. Rencana lima tahun pertama, tahun 1955-1960<br />d. Rencana delapan tahun <br /> Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hal yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:<br />a. Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya namun oeh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cendeeung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat padamasa ini kepentingan politik lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan irian barat<br />b. Akibat lanjut dari keadaan diatas, dana negara yang seharusnya dialoksikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.<br />c. Terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu.<br />d. Program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak <br />e. Kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia liberalis 1950-1957 dan etatisme (1958-1965)<br />Akibat etatisme di Indonesia:<br />a. Semakin rusaknya sarana-saran produksi dan komunikasi yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor<br />b. Hutang luar negeri justru dipergunakan untuk proyek mercusuar<br />c. Deficit anggaran negara yang semakin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru sehingga inflasi tinggi<br />d. Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni 2,2 %.<br /><br />2.4.4 Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru <br />Pada masa orde baru yang lahir tahun1966 sistem ekonomi berubah total, berbeda dengan pemerintahan orde lama, dalam era Soeharto ini paradigma pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), dan politik ekonomi diarahkan kepada upaya-upaya dan cara- cara menggerakan kembali roda ekonomi.<br />Awal orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitsi, perbaikan, hampir diseluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehalibitasi ini terutama ditujukan untuk:<br />• Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian lama <br />• Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang sangat tinggi tercatat bahwa:<br />a. Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%<br />b. Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%<br />c. Tingkat inflasi 1968 sebesar 85%<br />d. Tingkat inflasi 1969 sebesar 9,9%<br /> Dari data diatas, menjadi jelas mengapa rencana (Repelita I) baru dimulai tahun 1969. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia kembali menjadi anggota PBB, IMF, yang putus pada zaman Soekarno.<br /> Dengan membaiknya hubungan Indonesia dengan lembaga donor internasional tersebut, Indonesia mendapat pinjaman untuk membiayai deficit anggaran belanja pemerintah, yang sumber dananya berasal dari pinjaman bilateral sejumlah negara barat, seperti Amerika serikat, Inggris dan Belanda. <br /> Pemerintah orde lama meninggalkan berbagai masalah serius bagi pemerintahan orde baru, termasuk kelangkaan bahan pangan dan pasokan bahan baku yang nyaris terhenti, hipreinflasi, produksi daalm negeri yang nyaris terhenti, kerusakan insfrastruktur yang parah, terkurasnya cadangan devisa, tingginya tunggakan utang luar negeri (ULN), deficit APBNyang sangat besar, dan krisis neraca pembayaran. Oleh sebab itu, sebelum pembangunan resmi dimulai, terlebih dahulu dilakukan pemulihan stabilitas di semu aspek kehidupan, ekonomi, sosial dan politik dan rehabilitasi ekonomi didalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflsi lewat kebijakan uang ketat, yakni dengan menghentikan pencetakan uang yang pada masa orge lama berlangsung tak terkendali, membuat anggran belanja pemerintah berimbang, menghidupkan kembali kegiatan produksi dalam negeri, khususnya pangan, memperbaiki infrastruktur, menghilangkan krisis neraca pembayaran, antara lain lewat peningkatan ekspor. Juga pada awal orde baru, pemerintah harus membayar ULN yang jumlahnya mencapai 530 juta dolar AS, padahal pada saat itu penghasilan pemerintah dari ekspor migas dan nonmigas tercatat hanya 430 juta dolar AS. <br /> Sehingga penjadwalan ULN menjadi hal yang mendesak agar cadangan devisa yang ada bisa sepenuhnya digunkan untuk mengimpor barang-barang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat dan proses pembangunan ekonomi di dalam negeri, seperti makanan, bahan baku yang telah diolah dan barang modal (Atmamto dan Febriana, 2005 dikutip dari Tulus Tambunan, 2009:14).<br /> Pada awal era Soeharto ini, pemerintah mengambil beberapa langkah drastis yang bersifat strategis yang menandakan sedang berlangsungnya suatu perubahan yang cepat dalam sistem ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi komando ke sistem ekonomi pasar, di antaranya adalah dikeluarkannya sejumlah paket kebijakan liberalisasi dalam perdagangan dan investasi. <br /> Paket-paket kebijakan jangka pendek tersebut tindak lanjut dari diterbitkannya Tap MPRS No.XXIII tahun 1966 tentang pembaruan landasan kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan, yang bertujuan untuk menstimulasi swasta masuk ke sector-sektor strategis (chaniago,2001), salah satu paket kebijakan yang sanagt penting dalam arti sanagt berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia selama pmerintahan orde baru adalah UU Penanaman Modal Asing yang dikeluarkan pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Untuk mendukung pelaksanaan kdua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan deregulasi dan kebijakan debirokratisasi untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan perekonomian pada umumnya dan investasi pada khususnya (Salim, 2000). Selain itu, pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya (Tambunan, 2006b)<br /> Pada masa orde baru, pembangunan ekonomi diatur melalui serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai dengan Repelita I (1969-1974), dengan penekanan utama pada sektor pertanian dan industry-industri yang terkait dengan agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada Repelita I terpusat pada pembangunan industri- industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan substitusi impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan baku yang dimiliki Indonesia, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan juga industri-industri dasar, seperti pupuk, semen, kimia dasar, bubuk kertas dan kertas, dan tekstil (Tanbunan, 20006b).<br /> Sejak decade 80-an perekonomian Indonesia mengalami suatu pergesaran ke arah yang lebih liberal dan terdesentralisasi berbarengan dengan berubahnya peran pemerintah pusat dari yang sebelumnya sebagai agen pembangunan ekonomi di samping agen pembangunan social dan politik ke peran lebih sebagai fasilitator bagi pihak swasta, terutama dari segi administrasi dan regulator, sedangkan peran swasta meningkat pesat. Pergeseran ekonomi Indonesia ini didorong oleh sejumlah paket deregulasi yang diawali dengan deregulasi sistemn perbankan pada tahun 1983 dan deregulasi perdagangan pada tahun 1984. <br /> Paket-paket deregulasi tersebut sesuai dengan tuntutan dari negara-negara donor, Bank Dunia, dan IMF yang dikenal dengan sebutan “Consensus Washington”.<br /> Karena ekonomi Indonesia pada masa orde baru semakin tergantung pada modal asing, khususnya PMA, dan pinjaman luar negeri, pemerintah Indonesia tidak ada pilihan lain selain melakukan deregulasi-deregulasi tersebut. “Consensus Washington” tersebut terdiri atas 12 butir (Mas’oed, 2001) dalam Tambunan, 2009:16:<br />1) Penghapusan kontrol pemerintah atas harga komoditi, faktor produksi dan mata uang;<br />2) Disiplin fiscal untuk mengurangi deficit anggaran belanja pemerintah atau Bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa mengakibatkan inflasi;<br />3) Pengurangan belanja pemerintah dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang tidak terlalu penting atau yang secara positif sensitive ke pembiayaan infrastruktur, kesehatan primer masyarakat, dan pendidikan;<br />4) Reformasi sistem perpajakan dengan penekanan pada perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajan insentif bagi pembayar pajak, pengurangan penghindaran dan manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada asset yang ditaruh diluar negeri;<br />5) Liberalisasi keuangan yang tujuan jangkan pendeknya adalah untuk menghapuskan pemberian tungkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari tingkat inflasi, dan tujuan jangka panjangnya untuk menciptakan tingkat bunga berdasarkan kekuatan pasar demi memperbaiki alokasi modal;<br />6) Menciptakan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggal dan kompetitif;<br />7) Liberalisasi perdagangan dengan mengganti pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota dan tariff dan secara progresif mengurangi tariff sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam;<br />8) Peningkatan tabungan dalam negeri melalui langkah-langkah yang telah disebut di atas, seperti pengurangan deficit anggaran belanja pemerintah (disiplin fiscal), reformasi perpajakan, dan lain-lain;<br />9) Peningkatan PMA;<br />10) Privatisasi perusahaan negara;<br />11) Penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan; dan<br />12) Property right , sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, capital, dan bangunan.<br /> Namun, tidak semua pihak setuju dengan berkurangnya peran pemerintah atau negara dalam bidang ekonomi. Bahkan pada dekade 80-an hingga awal 90-an sempat muncul perdebatan public antara pihak yang tetap menginginkan pemerintah sebagai pemain utama sesuai bunyi pasal 33 UUD 1945 (ayat 2 dan 3), dan pihak yang menginginkan kebebasan sistem ekonomi pasar yang mampu mengembangkan demokrasi ekonomi sesuai penjelasan pasal 33 tersebut. Mackie dan MacIntyre (1994) (dalam Tambunan, 2009:16) melihat ada tiga mazhab politik ekonomi di Indonesia pada masa itu, yakni: kaum teknokrat (ekonomi) yang berpaham pasar bebas, kaum inventoris yang menginginkan peran besar dari negara dalam pembangunan, dan kaum nasionalis pola lama yang ingin selalu berpegang teguh pada ideologi bangsa-negara sebagaimana tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.<br /> Sistem ekonomi Indonesia cenderung semakin kapitalis atau sistem ekonomi pasar bebas semakin luas diterapkan sejak era reformasi pada tahun 1998 hingga sekarang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ada dua dorongan utama yang membuat hal ini terjadi. Pertama, karena desakan imf sebagai konsekuensi dari bantuan keuangan dari lembaga moneter dunia tersebut yang diterima oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai proses pemulihan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sudah diketahui secara umum bahwa setiap negara yang menerima bantuan dari IMF maka harus melakukan apa yang disebut “penyesuaian structural” yang terdiri atas sejumlah langkah yang harus ditempuh oleh negara-negara penerima bantuan yang menjurus ke liberalisasi perekonomian mereka. Langkah-langkah yang paling penting dan yang pada umumnya paling berat untuk dilakukan karena sering menimbulkan dampak negatif jangka pendek terhadap ekonomi dan gejolak social di negara peminjam (Tambunan, 2009:17):<br />1. Menghilangkan segala bentuk proteksi, termasuk hambatan-hambatan nontariff, untuk meningkatkan perdagangan luar negeri dan arus investasi asing;<br />2. Menghapuskan segala macam subsidi dan menaikan penerimaan pajak untuk menguatkan fiscal;<br />3. Menerapkan kebijakan moneter yang sifatnya kontraktif untuk menjaga stabilitas harga (menekan laju inflasi) dan nilai tukar mata uang nasional;<br />4. Memprivatisasikan perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan sekaligus mengurangi beban keuangan pemerintah (dalam kasus Indonesia adalah APBN);<br />5. Meningkatkan ekspor untuk meningkatkan cadangan devisa;<br />6. Menigkatkan efisiensi birikrasi dan menyederhanakan segala macam peraturan yang ada atau menghapuskan berbagai peraturan yang terbukti selama itu menimbulkan distorsi pasar untuk menghilangkan ekonomi biaya tinggi;<br />7. Mereformasikan sektor keuangan untuk meningkatkan efisiensi di sektor tersebut.<br /> Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.<br /> Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. <br /> Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. <br /> Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.<br /> Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997.<br /><br />2.4.5 Orde Reformasi<br /> Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. <br /> Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terlibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campur tangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih. (Drs. Suprajitno : Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia)<br />a) Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri<br /> Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :<br />• Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia. <br />• Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 di hilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi. <br />• Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.<br />• Satu dari sekian banyak agenda ekonomi neoliberal adalah pelaksanaan Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Semula, dalam APBN 2006, target privatisasi BUMN hanya ditetapkan sebesar satu triliun rupiah. Tetapi menyusul pembahasan APBN-P 2006, target tersebut tiba-tiba meningkat menjadi Rp3 triliun. Artinya, jika mengacu ke tenggat waktu yang tersedia, dalam dua bulan terakhir 2006 pemerintah bermaksud menjual BUMN sebesar Rp2 triliun. Yang jauh lebih mengejutkan adalah penetapan target privatisasi BUMN untuk tahun anggaran 2007. Semula, ketika mengajukan RAPBN 2007, pemerintah hanya mengusulkan privatisasi BUMN sebesar Rp3,3 triliun. Tetapi, dalam proses pembahasannya di DPR, tiba-tiba saja muncul gagasan untuk dari Departemen keuangan untuk menaikkan target privatisasi BUMN menjadi Rp4,5 triliun. Jika dilihat dari segi jumlah perusahaannya, maka dalam tahun anggaran 2007 terdapat sekitar 17 BUMN yang antri untuk dijual. Penetapan target privatisasi BUMN tersebut ternyata tidak ditetapkan oleh Kementerian negara BUMN, melainkan oleh Departemen Keuangan. Artinya, dalam pelaksanaan privatisasi BUMN selama ini, Kementerian Negara BUMN cenderung di fait accomply oleh Departemen Keuangan (Prof. Dr. Mubyarto: http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id). Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.<br />• Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan. <br />b) Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono<br /> Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.<br />Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.<br />Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.<br />Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.<br />Setelah banyak dinilai gagal memperbaiki perekonomian ,SBY dinilai belum jelas dalam mengusung sistem perekonomian . Hal itu pulalah yang menyebabkan kepemimpinan SBY tidak banyak memberikan perubahan dan perbaikan di sektor ekonomi. Menurut Nina saptitriaswati dalam media Indonesia, Ketidakjelasan dilihat dari platform ekonomi kerakyatan yang diusung SBY. Ia mencontohkan pengambilan utang sampai Rp. 350 triliun sepanjang masa pemerintah dan gemar mengaktifkan pasar modal. SBY dinilai menggunakan utang luar negeri dan domestik serta penjualan asset sebagai pembiayaan utama ekonomi.<br />Menurut Nina dalam media Indonesia, “ konsep ini jauh dari apa yang dikenal dengan ekonomi kerakyatan “. Dalam ekonomi kerakyatan , paham ekonomi yang dianut seharusnya untuk memberdayakan masyarakat secara adil yaitu memberikan kemakmuran sebesar- besarnya untuk rakyat . Sementara itu apa yang dilakukan SBY di nilai hanya menguntungkan sebagian kaum dan sektor saja. Dalam pengambilan utang, keputusan yang dilakukan SBY cenderung menguntungkan mereka yang berada di sektor financial , padahal masyarakat Indonesia paling besar berada di sektor riil. SBY dinilai lamban dalam melakukan perubahan ke arah perbaikan dalam sektor ekonomi. Dalam kurun waktu hampir lima tahun SBY baru prorakyat pada paruh waktu kedua periode jabatannya. Program prorakyat tersebut seperti : PNPM dan BOS. Hendri Saparini dalam media Indonesia mengatakan ekonomi neoliberal yang diusung SBY-JK tak mampu mengurangi penganguran dan tingkat kemiskinan . Angka kemiskinan meningkat dari Rp 18 trilliun di tahun 2004, menjadi 70 triliun di tahun 2008 tapi faktanya jumlah orang miskin bila klaim pemerintah bisa dipercaya tetap berkisal Rp. 36 juta. <br /><br />2.4.6. Realitas Pelaksanaan Sistem Ekonomi<br /> Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.<br /> Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%–10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.<br />a. Menurut Mubyarto yang mengutip Pidato Presiden Megawati Sukarnoputri pada tanggal 16 Agustus 2001 konsep ekonomi berakyatan dan ekonomi rakyat belum jelas pengertian, lingkup dan isinya, sehingga dapat menimbulkan kebingungan. <br />b. Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa dimulainya independesi Bank Indonesia. <br />c. Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33 dihilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang menyangkut rumusan koperasi. <br />d. Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk penanggulangan kemiskinan. <br />e. Dalam visi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Yusuf Kalla dipertajam lagi secara jelas akan ditempuh kebijakan “triple track strategy” dengan sasaran pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pengurangan pengganguran<br /> Menurut Drs. Suprajitno dalam artikelnya Tantangan Sistem Ekonomi Indonesia mengemukakan bahwa Para akademisi menyadari bahwa Pasal 33 UUD 1945 (yang belum diamandemen) merujuk bahwa Indonesia menganut sistem ekonomi campuran yaitu peran Pemerintah dan mekanisme Pasar merupakan keniscayaan dalam sistem ekonomi Indonesia, namun bukan berarti mengorbankan masyarakat dan rakyat keseluruhan kepada para pemilik modal dan mekanisme pasar. Untuk itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan leitstar statis dan leitstar dinamis. Tidak ada yang meragukan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan acuan filosofis dalam menetapkan kebijaksanaan bernegara dan berbangsa, termasuk kebijaksanaan ekonomi. Dasar dan pesan moral dalam Sila KeTuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan acuan yang seharusnya terlihat dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi. Demokrasi yang menjadi sendi dasar kehidupan Republik hampir tidak terlihat selama rezim Orde Baru, kalau ada tidak lebih dari bagian dari pertunjukan untuk dikonsumsikan pada pihak/negara lain bahwa di Indonesia masih ada demokrasi. Beban terberat dari kebijaksanaan ekonomi di Indonesia adalah melaksanakan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia agar persatuan Indonesia terwujud dalam suasana demokrasi politik yang dinamis dan kesejahteraan ekonomi yang dirasakan oleh seluruh Rakyat. Membicarakan Pancasila dalam kaitan dengan Ekonomi Indonesia oleh sementara orang dianggap klasik dan membosankan ( terutama oleh para ahli ekonomi main stream). Anggapan tersebut tidak berlebihan, karena memang keadaan ekonomi dan praktek ekonomi selama ini belum ada yang mencerminkan dan dirasakan sebagai implementasi Pancasila. Merupakan kewajiban para ahli di bidangnya masing-masing (termasuk ahli ekonomi ) untuk menurunkan Pancasila ke dalam kebijaksanaan, peraturan, dan perilaku dalam kebijaksanaan ekonomi.<br /> Sejak masa Orde Baru, Pancasila yang diproyekkan dengan P-4 tidak lebih dari memposisikan Pancasila sebagai leitstar statis, sehingga implikasinya kepada seluruh aspek kehidupan berbangsa bernegara menjadi lebih tersentralisir. Dalam khasanah ilmu politik disebut pelaksanaan demokrasi pada masa ini lebih bersifat diktator mayoritas yang dilaksanakan atau dicerminkan oleh partai yang selalu menang pemilu. Jiwa dan semangat keterwakilan rakyat dimanipulasi dengan pengaturan. Sistem perekonomian telah mewariskan pemihakan kepada pemilik modal dan mekanisme pasar mulai merambah dan menggerogoti kemakmuran yang seharusnya milik rakyat. Orde Baru melahirkan konglomerat yang tidak bertanggungjawab sebagaimana terbukti pada krisis ekonomi yang bermula pada paruh kedua tahun 1997. Bayi lain yang dilahirkan adalah ketergantungan kepada pihak asing yang dengan pandainya memuji-muji keajaiban pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan ukuran-ukuran yang dirancang sebagai sarana penjajahan bentuk baru. Reformasi yang dimulai 1998, hanya mengganti penguasa dan tidak mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dasar. Bahkan cenderung mekanisme pasar menjadi merajalela menguasai kehidupan perekonomian Indonesia. Kekuatan politik masyarakat yang telah lebih berat kepada wakil-wakil rakyat, malah cenderung memberikan tekanan yang lebih berat kepada pembangunan. Dewan Perwakilan Rakyat justru berebut menikmati hasil pembangunan melalui berbagai pengeluaran anggaran yang tidak masuk akal. Kemudian terjadilah perubahan UUD 1945 yang diakui sebagai keberhasilan demokrasi. Perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian cenderung makin memberatkan Rakyat. Keterlibatan asing yang diwaktu Orde Baru dilaksanakan dengan malu-malu, pada reformasi malah diberikan keleluasaan yang sebesar-bearnya. Protes yang terjadi bukanlah karena kesadaran nasional, tetapi lebih mewakili kepentingan usahawan yang baru lahir dari kalangan politisi. Suatu imitasi (peniruan) dari Amerika yang sebagaian besar Presidennya adalah terliibat dalam usaha perminyakan internasional. Karena itu tidak aneh, jika terdapat upaya-upaya pengelabuan praktek yang diharuskan dalam mekanisme pasar, pembelian perangkat hukum untuk melegalisir semua langkah-langkah pengusaaan dalam mekanisme pasar. Pengkerdilan Badan Usaha Milik Negara sebagai cara campurtangan Pemerintah melalui berbagai praktek usaha yang tidak benar, korupsi yang ditoleransi, dan pemborosan, sehingga perlu diswastakan dengan berbagai dalih.<br /><br />Sistem Perekonomian Dalam Praktik<br />Perusahaan Negara (BUMN)<br /> Pengertian dikuasai oleh negara perlu memperoleh pengertian yang jelas, terutama dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini; dan di mana negara-nagara di dunia ini dituntut untuk menyetujui dan masuk dalam perdagangan bebas; menghilangkan barir-barir dalam perdagangan internasional. Penguasaan oleh negara tidak harus berarti pemilikan oleh negara, sebab BUMN/BUMD yang dimiliki negara justeru dikelola tidak efisien, selalu merugi, dan sering terlibat dalam hutang yang besar. Jadi, justeru bukan berusaha untuk kemakmuran rakyat banyak, tetapi sebaliknya membebani rakyat banyak. <br /> Pemilikan, mungkin lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penguasaan. Pemilikan dapat diperoleh secara hukum, tetapi penguasaan adalah masalah kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Kekuasaan adalah hasil dari perjuangan dalam semua aspek kehiduapan berbangsa dan bernegara, terutama dalam bidang perekonomian. Kekuatan dan ketahanan dalam bidang ekonomi merupakan inti dari kekuasaan. Di sini prinsip berdikari dalam bidang ekonomi membuktikan kebenarannya. Arus globalisasi dan liberalisasi dalam investasi dan perdagangan dunia tidak akan menimbulkan masalah, jika Indonesia memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam posisi penawaran dengan pihak-pihak luar, terutama pihak asing. Keputusan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN memberikan suatu bukti, bahwa kita tidak punya kekuatan dan kekuasaan dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi investasi dan perdagangan.<br /> Secara konseptual dan operasional, sebelum adanya keputusan privatisasi, seharusnya perusahaan-perusahaan BUMN perlu dinilai (appraisal) terlebih dahulu, apakah aset-asetnya masih ada dan layak untuk mendukung pencapaian tingkat produktivitas tertentu. Kemungkinan besar produktivitas aktiva sudah rendah sekali bahkan negatif akibat banyak aset yang sudah tidak layak lagi dipakai, dan pemeliaharaan asaet-aset yang ada tidak pernah dilakukan. Selain itu, keberhasilan suatu bisnis tidak hanya ditentukan oleh target finansial untuk medapatkan laba, tetapi sangat ditentukan oleh etika bisnis,yang mengndung norma-norma dan nilai-nilai moral, yang mengatur perbuatan atau perilaku manajemen dan karyawan dalam tugas mereka sehari-hari. Tampaknya ini merupakan masalah besar di Indonesia, di mana terdapat anggapan, bahwa jika milik negara merugi tidak apa-apa karena tidak langsung menyangkut kepentingan pribadi. Justeru tanggung jawab pejabat atau penguasalah untuk mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN sekarang ini. Kalau hanya untuk menjual aset-aset BUMN tidak perlu diangkat pejabat sampai pada tingkat Menteri.<br /><br /> Organisasi koperasi<br /> Organisasi koperasi di Indonesia yang diharapkan menjadi salah satu soko guru perekonomian Indonesia, karena dianggap dapat mengorganisir usaha-usaha rakyat menjadi usaha-usaha yang besar dan modern, keberadaannya timbul tenggelam; tergantung pada denyut nadi pemerintah. Peranan pemerintah dalam menghidupakan dan menggerakkan koperasi masih terlalu dominan. Koperasi didirikan seperti dipaksakan untuk turut mensukseskan rencana pembangunan pemerintah. Akibatnya, swadaya koperasi hampir tidak ada walaupun salah satu prinsipnya adalah self-help atau menolong diri sendiri. Dengan hilangnya bantuan dan fasilitas dari pemerintah, hilang pulalah organisasi koperasi.<br /> Ini bukan berati, bahwa koperasi lebih baik dilupakan saja. Koperasi adalah by-product dari sistem ekonomi kapitalis. Perkembangan koperasi sangat tergantung pada kemajuan sistem ekonomi. Di negara-negara industri maju koperasi berkembang dengan sehat, terutama dalam bidang koperasi konsumsi. <br />Di negara-negara sosialis, di Uni Soviet masa lalu, koperasi konsumsi menguasai perdagangan dari daerah provinsi sampai ke daerah-daerah pedesaan, melakukan pengadaan terhadap semua hasil-hasil pertanian. <br /> Di negara-negara sedang berkembang yang pembangunan perekonomiannya berhasil: koperasi pemasaran, koperasi kredit, dan koperasi pemasaran cukup berhasil. <br /> Di Indonesia, pada periode orba koperasi unit desa (KUD) berkembang sesuai dengan bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dengan jatuhnya pemerintah Suharto dan dalam krisis ekonomi, koperasi mengalami kemunduran lagi.<br />Jadi ada keterkaitan yang erat antara kemajuan koperasi dengan kemajuan perekonomian sesuatu bangsa. Koperasi adalah sub sistem dan by-product dari suatu sistem perekonomian. Koperasi akan berkembang kalau perekonomian maju, koperasi tidak dapat bekembang di luar sistem perekonomian yang ada.<br /><br /> Perusahaan Swasta<br /> Dalam sistem perekonomian Indonesia, UUD ’45 menjadi landasan konstitusional bagi perusahaan-perusahaan swasta. Perusahan-perusahaan swasta, terutama swasta nasional diharapkan bergerak dalam cabang-cabang ekonomi produktif, yang menciptakan productive-employment bagi masa tenaga kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan ikut membangun perekonomian nasional- demokrasi.<br /> Kenyataan yang ada, perusahan-perusahan swasta belum tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan sebagai salah satu soko guru perekonomian Indonesia. Perusahan-perusahaan besar, yang sering dikenal dengan perusahaan-perusahaan konglemerat pada periode orba, berjatuhan setelah pemerintahan Suharto jatuh. <br /> Ternyata besarnya perusahaan belum menggambarkan suatu kekuatan organisasi dan usaha-usaha mereka. Karena besarnya perusahaan sebagai hasil dari kedekatan dengan penguasa, dan masih bersifat spekulatif, bukan produktif, jadi besar yang rapuh.<br /> <br />2.5 Data Empirik Analisis Sistem Perekonomian Indonesia<br />Tabel 3 : PDB Indonesia Menurut Sektor Penggunaan/Pelaku pada Tahun 1970-2005 (Persentase, Berdasarkan Harga Berlaku)<br />Keterangan 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2006* 2007**<br />C 79,64 69,06 60,46 55,76 53,83 57,82 61,65 64,36 62.66 63.46<br />I 14,05 20,34 20,87 20,48 29,57 29,00 19,85 22,45 24.12 24.86<br />G 9,05 9,92 10,32 11,89 8,9 8,09 6,53 8,11 8.63 8.33<br />(X ¬¬¬- M) -2,74 0,68 8,35 1,64 0,5 0,78 10,5 4,14 5.41 4.03<br />PDB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100<br />Sumber: BPS data diolah<br />Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan factual-struktural (Dumairi, 1996:34) dapat digunakan persamaan agregat keynesisn yang berumuskan Y = C + I + G + ( X – M ). Dengan formula ini berarti produk atau persamaan nasional dirinci menurut penggunaan atau sector pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran. Variable C melambangkan pengeluaran konsumsi masyarakat, mewakili sector perorangan atau rumah tangga. Variable I melambangkan pengeluaran investasi perusahaan-perusahaan, mewakili sector usaha swasta. Sector pemerintah diwakili oleh variable G yang melambangkan pengeluaran konsumsi pemerintah. Adapun X dan M masing-masing melambangkan ekspor dan impor, mewakili sector perdagangan luar negeri negara yang bersangkutan.<br />Berdasarkan data yang tercantum dalam table 2 diatas, sistem perekonomian Indonesia mengalami pergeseran sistem ekonomi, ada beberapa periode dimana Indonesia cenderung kapitalis dan terkadang sosialis. Hal ini dilihat dari besarnya persentase pengeluaran pemerintah , dimana bila persentase pengeluaran pemerintah tersebut > 10% dari PDB , maka Negara tersebut cenderung sosialis.seperti pada tahun 1980 yaitu pengeluaran pemerintahnya sebesar 10.32% dan tahun 1985 sebesar 11.89%, sedangkan tahun-tahun lainnya dibawah dari 10 %, yang artinya perekonomian cenderung kapitalis. <br />Namun peranan pemerintah dalam perekonomian ( berdasarkan pendekatan pengeluaran versi Keynesian ini ) tidak cukup hanya dilihat melalui variabel G hal ini mengingat di daam variabel I ,( pembentukan modal domestic bruto) sesungguhnya terdapat pula unsur investasi pemerintah. Begitu pun halnya dengan variabel (X-M),selisih neto ekspor – impor . sebuah kepastian yang dapat disimpulkan dari telaah ini adalah bahwa peranan konsumtif pemerintah tidak semakin membesar bahkan cenderung menurun.<br />Pengukuran kadar keterlibatan pemerintah dengan pendekatan factual-struktural dapat pula dilakukan dengan mengamati peranan pemerintah dalam sektoral. Maksudnya, keterlibatan pemerintah dalam mengatur sector-sektor industry dan berbagai kegiatan bisnis, terutama dalam hal penentuan dan harga tata niaganya. Nyaris di semua sector dan segala kegiatan bisnis, pemerintah turut terlibat sebagai “ pemain” dalam percaturan ekonomi. <br /><br /><br />2.6 Sistem Ekonomi Alternative Bagi Indonesa<br />Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam, telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara “(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3).<br /> Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD 45 sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.<br /> GBHN memang sudah menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tidak menganut free-fight liberalism maupun etatisme. Sistem Ekonomi Pancasila versi <br />Mubyarto dan Emil Salim, serta isyu demokrasi ekonomi yang sempat ramai beberapa waktu lalu, nampaknya baru pada taraf "normatif" dan belum mampu menjawab dinamika perekonomian Indonesia yang dinilai banyak pihak semakin terbuka dan "ke kanan".<br />Mubyarto ( dikutip dari Jurnal Sistem Ekonomi Pancasila: Antara Mitos Dan Realitas1 karya Mudrajad Kuncoro ) menyimpulkan bahwa : “Sistem ekonomi yang diterapkan selama 32 tahun Orde Baru telah tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan mengabaikan nilai-nilai keadilan”. Krisis moneter sejak tahun 1997 telah meruntuhkan hegemoni pengusaha konglomerat, namun agaknya terlalu prematur untuk menyimpulkan bahwa otomotis kemudian diterima paradigma baru ekonomi kerakyatan yang lebih menekankan pada tuntutan akan sistem ekonomi yang demokratis dan lebih berkeadilan <br />Sejak tahun 1980 banyak sekali dibicarakan, ditulis dan didiskusikan tentang ekonomi Pancasila. Orang tidak mempersoalkan lagi apakah ada sistem itu. Sistem ekonomi Pancasila dianggap dan diterima sebagai implikasi dari demokrasi pancasila.Tawaran sistem ekonomi pancasila dengan fokus ekonomi kerakyatan memang menarik. Tetapi belum adanya rumusan yang jelas mengenai sistem ekonomi pancasila. Dalam keadaan masyarakat mengharapkan kejelasan, presiden Soeharto dengan tegas mengucapkan ( dikutip dari Sri-Edi Swasono: ) :<br />“Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi koperasi. Bahwasanya pada saat sekarang kita belum menggunakan sistem tersebut, hal ini hanya bersifat sementara. Tetapi nantinya kita akan melaksanakan sistem ekonomi koperasi secara penuh”. Tidak terdengar sanggahan ataupun keberatan. Hanya ada tanggapan dari Prof. Mubyarto ( dikutip Sri-Edi Swasono: ) bahwa:<br /> “Apa yang dikemukakan Presiden Soeharto tentang sisitem ekonomi koperasi itu tidak berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan sistem ekonomi pancasila…….Dalam pidato keneagraan tahun 1981 presiden Soeharto telah menyebut sistem ekonomi Pancasila”. Karena tidak terdengar bantahan, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa baik presiden Soeharto maupun Prof. Mubyarto mengidentifikasikan sistem ekonomi pancasila sebagai sistem ekonomi koperasi. <br /> Sedangkan menurut Boediono (dikutip dari Jakartapress.com edisi Minggu, 14/06/2009) yang mengatakan bahwa sistem perekonomian yang dianut Indonesia merupakan sistem ekonomi jalan tengah. ''Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas, Menurut Boediono, sistem ekonomi jalan tengah kini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia.”Sedang sistem ekonomi yang ekstrim seperti murni pasar bebas atau sosialisme, nyaris mati. Kecuali Korea Utara, yang sistem ekonominya diatur negara. Pembelajaran dari sejarah krisis ekonomi pada 1998 merupakan solusi yang efektif dalam penerapan sistem ekonomi jalan tengah. Boediono meyakinkan bahwa yang khas dari sistem ekonomi jalan tengah di Indonesia adalah adanya unsur-unsur Pancasila. “Kita memasukkan nilai-nilai Pancasila di spektrum jalan tengah tersebut”. Dari Pancasila adalah sila “Keadilan Sosial” yang paling relevan untuk ekonomi. Sila ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi.Ditempatkan dalam persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian pendapatan yang adil mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah sangat tidak adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk yang terutama adalah bangsa asing]menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia. Karenanya, maka pola pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara drastis. Akan tetapi yang dikejar bukan saja “masyarakat yang adil dalam pembagian pendapatannya” tapi juga “masyarakat yang makmur”. Ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional harus juga meningkat.<br />Selain koperasi, sistem ekonomi syariah bisa saja menjadi alternatif yang cocok untuk diadopsi. Sistem ekonomi syariah dianggap menarik karena tidak mengakui riba, di mana keuntungan serta kerugian dalam ekonomi ditanggung bersama. Walaupun perkembangan sistem ekonomi syariah masih kecil tetapi cenderung menaik dari tahun ke tahun. Sistem ekonomi syariah merupakan solusi dalam sistem perekonomian dunia. Ditengah krisis ekonomi keuangan global .<br />Sistem ekonomi syariah memberikan dampak positif dalam perkembangan perekonomian dibelahan dunia. Menurut KH. Ma’ruf Amin (dalam artikel kantor berita syariah, edis 03 September 2009) seperti halnya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, ekonomi syariah (Ekonomi Islam) akan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam sistem perekonomian. Ia meyakini bahwa dalam kondisi krisis saat ini ekonomi syariah merupakan solusi terbaik untuk dijadikan sebagai sistem perekonomian dunia.<br />Pasalnya, sistem ekonomi syariah didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran dalam Islam. Dalam setiap kegiatannya sistem ekonomi syariah dilandaskan pada al-Qur’an dan Hadist, sehingga memiliki batasan dan aturan yang jelas yang tidak akan melanggar dalam tatanan dan aturan masyarakat.<br />Hukum Islam adalah shalihun likulli zamanin wa makanin. Hukum Islam baik (sesuai) digunakan untuk sepanjang zaman dan waktu, dan sesuai digunakan untuk setiap tempat. Ekonomi syariah yang mengacu pada hukum Islam akan selalu cocok (sesuai) diterapkan disetiap tempat dan waktu.<br />Ekonomi syari’ah, pada level praktek, juga menghadapi kesulitan yang sama dengan kapitalisme dalam mempraktekkan konsep-konsep idealnya. Kritik besar yang datang dari dalam ekonomi syari’ah sendiri adalah dominannya pembiayaan dengan akad jual-beli (murâbahah), melebihi bentuk akad-akad yang lain, seperti mudhârabah, musyârakah, salam, ijârah, atau hiwâlah. Marjin yang dihitung sebagai persentase dari nilai pembiayaan sangat mirip dengan bunga karena sama-sama memberikan imbal-tetap. Juga terdapat kerancuan bahwa dalam akad tersebut bank syari’ah dianggap sebagai penjual, padahal dalam praktek, ia sama sekali tidak menjalankan operasional layaknya penjual pada umumnya.<br />Adapun pendapat lain mengenai sistem ekonomi Indonesia yakni Pakar ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Ali Yamin ( dalam artikel Harian berita sore yang berjudul Indonesia lebih tepat anut sistem ekonomi campuran ,edisi 29 mei 2009) menilai bahwa :” Indonesia lebih tepat menganut sistem ekonomi campuran, yakni sosialis dan liberal yang selama ini telah berjalan”.<br /> Indonesia tidak bisa lepas dari sistem ekonomi liberal, karena perekonomian negara ini masih bergantung pada Amerika Serikat. Sebagai contoh ketika krisis ekonomi global melanda dunia, khususnya Amerika Serikat, ekspor tekstil Indonesia macet total. Ini menandakan, kita masih sangat tergantung dengan Amerika, sehingga mau tidak mau pelaku ekonomi kita menganut liberal.<br /> Menurut pendapat kelompok kami, sistem ekononomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi campuran . Hal ini dikarenakan oleh negara Indonesia belum sepenuhnya menghilangkan ketergantungan ekonomi pada negara-negara kapitalis. Kemudian dilihat dari landasan dari perekonomian Indonesia yang yaitu pasal 33 UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa Indonesia mengakui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber-sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasi oleh negara. Bila dilihat dari kondisi ekonomi bangsa kita dan karakteristik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam maka sistem campuran dan sesuai dengan UUD 1945 cocok digunakan oleh Indonesia. Perekonomian yang bebas dapat meningkatkan kreatifitas para pelaku ekonominya sehingga diharapkan kedepan Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan mengurangi impor barang-barang yang sebenarnya mampu diproduksi sendiri. Selain itu kebebasan dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan kebebasan penanaman investasi asing di Indonesia juga dapat membantu menanggulangi masalah kekurangan modal sehingga pembangunan ekonomi dapat terus berjalan. Kemudian adanya campur tangan pemerintah pada batas-batas tertentu guna memantau jalannya perekonomian agar kebebasan kegiatan ekonomi yang dijalankan negara kita tidak kebablasan dan menimbulkan kesengsaraan bagi salah satu pihak. Campur tangan pemerintah dibutuhkan untuk melindungi pengusaha-pengusaha dalam negeri dan juga untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.<br /> Namun, pilihan akan sistem ekonomi yang cocok bagi Indonesia menuntut dilakukannya kajian mendalam mengenai struktur pengambilan keputusan,mekanisme informasi dan koordinasi ditentukan oleh pasar ataukah perencanaan, bagaimana hak-hak milik diatur, dan sistem insentif. Selain itu, dalam perbandingan sistem ekonomi diperlukan kajian mengenai hasil akhir dari sistem ekonomi yang kita anut, yang meliputi: pertumbuhan ekonomi, efisiensi, distribusipendapatan, stabilitas, dan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan.<br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan <br /> Berdasarkan pembahasan makalah ini kami dapat membuat beberapa kesimpulan, yaitu:<br />1. Sistem adalah Suatu organisasi yang menjalin interaksi berbagai subjek/objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri.<br />2. Sistem perkonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut atau suatu organisasi yang terdiri dari subsistem - subsistem atau lembaga atau pranata - pranta ekonomi, social, budaya, gagasan - gagasan atau ide-ide yang saling berkaitan satu dengan lainnya untuk melakukan tugas – tugas pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare society). <br />3. Sistem–sistem ekonomi yang dianut negara-negara di dunia ada 3 yaitu :Sistem ekonomi kapitalis ,sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi campuran. Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian.Sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sitem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar (kapitalis) dan terencana (sosialis).<br />4. Sistem-sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia dari zaman belanda hingga sekarang adalah: Sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama masa penjajahan Belanda, dibagi dalam tiga episode: sistem merkantilisme ala VOC ( Vereenigde Oost –Indische Compagnie) sekitar tahun 1600-1800 yang penekanannya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830-1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama yaitu menerapkan sistem ekonomi komando seperti yang diterapkan di negara beraliran komunis seperti Uni Soviet, negara eropa timur dan china. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru yaitu pembangunan ekonomi mengarah pada penerapan sistem pasar bebas (demokrasi ekonomi), Orde Reformasi dan sekarang sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi campuran namun terkesan lebih condong pada sistem ekonomi liberal.<br />5. Sistem ekonomi yang cocok digunakan di Indonesia adalah sistem ekonomi jalan tengah. Berupa ekonomi campuran yang berusaha menyeimbangkan peran negara (pemerintah) dan pasar bebas.<br /><br /><br />3.2 Saran<br />Saran yang dapat kami berikan yaitu agar pemerintah lebih konsisten dengan pelaksanaan sistem ekonomi yang sudah digariskan dalam konstitusi negara indonesia. Dengan kata lain, kehidupan perekonomian atau sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.<br /><br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga<br />Gregory Grossman. 2001. Sistem-Sistem Ekonomi . Jakarta : PT. Bumi Aksara<br />Hamidi Edy Suandi. 2000. Ekonomi Indonesia Memasuki Millennium 3. Yogyakarta: UI PRESS<br />Heri Sudarsono. 2002. Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia<br />Kwik Kian Gie. 1998. Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama<br />Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE<br />Sri Edi Suwasono. 1985. Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta : UI PRESS<br />Tulus Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia<br />Abdullah S Sanuri. 2009. Indonesia Harus Serius Terapkan Sistem Ekonomi Syariah. Tersedia: http://gerakanpemudaislam.wordpress.com/2009/02/25/indonesia-harus-serius-terapkan-sistem-ekonomi-syariah/<br />Hans. 2008. Sistem Ekonomi Bung Hatta Cocok dengan Kondisi Saat Ini. Tersedia: http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=454%3Asistem-ekonomi-bung-hatta-cocok-dengan-kondisi-saat-ini&option=com_content&Itemid=54<br />Malja Abror. 2009. Krisis Ekonomi Global: Sedang Mencari Sintesis, Bukan Sistem Alternatif. Tersedia: http://islamlib.com/id/artikel/sedang-mencari-sintesis-bukan-sistem-alternatif/<br />Mubyarto. 2003. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/edisi_11/artikel_1.htm<br />Rafki RS. 2009. Refleksi Ekonomi Pancasila dalam Koperasi Indonesia. Tersedia: http://umrah.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=46:refleksi-ekonomi-pancasila&catid=38:artikel&Itemid=56<br />Poetraboemi. 2008. Kapitalisme, Sosialisme dan Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://poetraboemi.wordpress.com/2008/02/20/kapitalisme-sosialisme-dan-sistem-ekonomi-indonesia/<br />_________. 2009. Boediono: Sistem Ekonomi Kita Jalan tengah. Tersedia: http://www.jakartapress.com/news/id/7188/Boediono-Sistem-Ekonomi-Kita-Jalan-tengah.jp<br />_________.Sistem Perekonomian Indonesia. Tersedia. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf<br />Emil Salim. 2009. Sistem Ekonomi Pancasila [Kompas, 30 Juni 1966]. Tersedia: http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/26/emil-salim-sistem-ekonomi-pancasila/<br />Kakang Farid. 2009. Perjalanan sistem ekonomi kita. Tersedia: http://kakangfarid.blogspot.com/2009/08/perjalanan-sistem-ekonomi-kita.html<br />________. 2009. Sistem Ekonomi Indonesia. Tersedia: http://www.remo-xp.com/2009/05/sistem-ekonomi-indonesia.html<br />Reza Amarta Prayoga. 2009. Sistem Ekonomi Campuran Indonesia. Tersedia: http://rezaamarta.blogspot.com/2009/01/sistem-ekonomi-campuran-indonesia.html<br />__________. 2006. Sistem Tata Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme-Definisi, Pengertian, Arti & Penjelasan-Sejarah Teori Ilmu Ekonomi. Tersedia: http://organisasi.org/sistem_tata_ekonomi_kapitalisme_sosialisme_dan_komunisme_definisi_pengertian_arti_penjelasan_sejarah_teori_ilmu_ekonomi<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-1587039944957758192010-01-10T14:35:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.659-07:00PO_Yekti_Desain Kerja dan Teknologi<div align="justify">BAB I <br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Perkembangan Teknologi Informasi atau Information Technology (disingkat IT) pada dekade terakhir ini meningkat dengan pesat. Pemanfaatannya dalam kehidupan masyarakat secara luas juga mengalami peningkatan yang sangat besar. Berbagai kepentingan menjadi dasar pertimbangan, dari mulai hanya sebagai life-style atau pelengkap sampai dengan menjadi perangkat dan sarana yang menempati posisi yang vital. Hal ini bukan saja terjadi pada masing-masing individu masyarakat tetapi juga terjadi pada organisasi secara luas. Kebutuhan IT pada setiap organisasi akan berbeda sesuai dengan interpretasi dari visi yang dimiliki para pimpinan. Dunia usaha dalam bidang IT tentu saja mengalami imbas yang positif. Barbagai perangkat IT untuk infrastruktur, service, maupun aplikasi, saat ini sangat banyak tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk dan fungsinya. Tarik-menarik ”supply-demand” ini akan terus mempercepat perkembangan IT. Semakin beragamnya kebutuhan yang muncul di masyarakat akan menyebabkan semakin beragam pula perangkat dan sarana yang dikembangkan untuk ditawarkan.<br />Kondisi ini menyebabkan banyaknya alternatif solusi IT yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan pengembangan organisasi. Selain itu, berbagai aspek dalam organisasi akan mengalami dampak dari kebijakan pemanfaatan IT. Diperlukan kajian yang matang untuk melakukan implementasi<br />IT agar tidak mengalami kegagalan yang hanya membuang dana investasi tetapi dapat memberikan manfaat yang optimal bagi organisasi.<br /> Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana teknologi mengubah organisasi dan pekerjaan yang dilakukan orang, menyajikan beberapa kerangka kerja untuk menganalisa pekerjaan, dan membuat kesimpulan dengan menunjukkan cara manajemen ulang pekerjaan dan jabatan dengan cara yang dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan karyawan.<br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />1. Bagaimana implikasi teknologi terhadap perilaku organisasi?<br />2. Bagaimana implikasi desain kerja terhadap perilaku organisasi?<br />3. Bagaimana pengaruh rancangan kerja terhadap perilaku organisasi?<br /><br /><br />BAB II <br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Teknologi Organisasi<br />Teknologi organisasi adalah dasar dari subsistem produksi, termasuk teknik dan cara yang digunakan untuk mengubah input organisasi menjadi output. Dewasa ini, teknologi mengganti kerja manusia dengan permesinan dalam mengubah input menjadi output. Tidak ada bidang teknologi yang lebih mengubah organisasi dibanding teknologi elektronik. Sebagai contoh, istilah seperti e-organization, e-commerce dan e-business telah menjadi bagian baku dari dunia kamus masa kini. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai definisi istilah-istilah tersebut dan pengaruhnya terhadap perilaku individu dan perilaku kelompok di tempat kerja.<br />2.1.1 E-Organization<br />Istilah e-organization (e-org) hanya merujuk pada aplikasi konsep e-business pada semua organisasi. E-org tidak hanya mencakup perusahaan bisnis, melainkan juga rumah sakit, sekolah, museum, perwakilan pemerintah dan militer. Sebagai contoh, U.S. Internal Revenue Service adalah e-organisasi karena memberikan akses kepada para pembayar pajak melalui internet.<br />Cara terbaik untuk memahami konsep e-organizational adalah melihat pada tiga komponen yang melandasinya – internet, intranet, dan extranet. Internet adalah jaringan komunikasi global yang menghubungkan seluruh komputer di dunia. Intranet adalah sebuah jaringan komputer berbasis protokol TCP / IP seperti internet, hanya saja digunakan dalam internal perusahaan atau kantor dengan aplikasi berbasis web dan teknologi komunikasi data seperti internet, bahkan warung internet (warnet) dapat dikategorikan sebagai intranet dan ekstranet adalah intranet yang diperluas yang dapat diakses hanya oleh karyawan-karyawan tertentu dan orang luar yang diberi wewenang. Pada intinya e-org didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi itu menggunakan hubungan jaringan global (Internet) dan pribadi (intranet dan ekstranet)<br /><br />Gambar 1. Apa yang menentukan E-Organization?<br /> <br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />Tipe A adalah organisasi-organisasi tradisional seperti pengecer kecil dan persahaan jasa. Kebanyakan organisasi dewasa ini masuk ke dalam kategori ini. Tipe B adalah organisasi kontemporer yang sangat mengandalkan intranet dan ekstranet. Tipe C adalah kebanyakan perusahaan e-commerce yang kecil. Dan akhirnya yang itpe D adalah perusahaan-perusahaan seperti eBay, Cisci systems, Amazon.com dan Wal-Mart. Perlu dicatat bahwa ketika organisasi beralih dari Tipe A ke Tipe D, berarti ada penambahan tingkatan penggunaan properti e-org. Pembahasan berikut melihat pada bagaimana e-organization mempengaruhi perilaku karyawan. Tetapi karena sesungguhnya e-organization meliputi kisaran aplikasi teknologi elektronik, observasi dan prediksi kami perlu dikualifikasi. Semakin banyak organisasi menggunakan hubungan jaringan global dan pribadi, semakin komentar-komentar kita tentang e-org akan dapat diaplikasikan pada para karyawannya.<br />2.1.2 E-business<br />E-business adalah seluruh kegiatan yang termasuk ke dalam perusahaan berbasis internet yang berhasil. E-business mencakup pengembangan strategi untuk menjalankan perusahaan berbasis internet; memperbaiki komunikasi antara para karyawan, pemasok dan pelanggan; dan berkolaborasi dengan para mitra untuk mengkoordinasi rancangan dan produksi secara elektronik cakupan penuh aktivitas yang ada dalam perusahaan berbasis internet yang sukses. Internet dalam bisnis digunakan untuk pertukaran informasi, katalog produk, media promosi, surat elektronik, bulletin boards, kuesioner elektronik, dan mailing list. Internet juga bisa digunakan untuk berdialog, berdiskusi, dan konsultasi dengan konsumen secara on-line, sehingga konsumen dapat dilibatkan secara proaktif dan interaktif dalam perancangan, pengembangan, pemasaran, dan penjualan produk.<br />2.1.3 E-commerce<br />Dalam lingkup yang luas e-commerce bisa dikatakan sama dengan e-business. Secara sederhana e-commerce didefinisikan sebagai pemanfaatan teknologi internet dalam perdagangan. E-commerce dapat juga diartikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan / perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis Tiga point utama dalam melangsungkan aktivitas bisnis e-commerce adalah adanya proses baik penjualan maupun pembelian secara elektronis, adanya konsumen atau perusahaan dan adanya jaringan penggunaan komputer secara on-line untuk melakukan transaksi bisnis. Dengan demikian e-commerce berkembang karena dipicu oleh perkembangan pesat dalam bidang elektronika, khususnya di bidang informasi dan komunikasi elektronik. <br />Masalah utama yang sering terjadi dalam e-commerce adalah masalah keamanan. Ditinjau dari masalah keamanan, traksaksi e-commerce lebih merupakan persepsi dari pada kenyataan. Adanya faktor belum pernah bertemu atau belum kenal sama sekali dalam melakukan aktivitas bisnis secara on-line, memaksa pihak yang bertransaksi melalui internet harus saling percaya. Dalam mendapatkan kepercayaan (trust) dalam e-commerce, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain keterbukaan (business practice disclosure) akan melakukan transaksi sesuai dengan yang dijanjikan, Integritas transaksi (transaction integrity) tagihan yang sesuai dengan transakasi. Dan juga perlindungan terhadap informasi (information protection) penjagaan informasi agar tidak jatuh ke pihak yang tidak berkaitan dengan bisnisnya. <br /> 2.2 Implikasi Pilihan untuk Perilaku Individu dan Kelompok<br />2.2.1 Implikasi Pilihan untuk Perilaku Individu<br />a. Motivasi<br />Para karyawan dalam e-org lebih rentan terhadap gangguan yang dapat merusak upaya kerja dan mengurangi produktivitas mereka. Karyawan selalu rentan terhadap gangguan di tempat kerja seperti interupsi oleh rekan kerja atau penggilan telepon pribadi. Akan tetapi, internet telah benar-benar memperluas gangguan ini termasuk berselancar (surfing) di internet, bermain game online, perdagangan saham, berbelanja di tempat kerja, ”cyberaffairs”, dan mencari pekerjaan lain secara online. Cyberloafing merujuk pada tindakan karyawan yang menggunakan akses internet organisasi mereka selama jam kerja resmi untuk berselancar ke situs Web yang tidak berhubungan dengan kerja dan mengirim atau membaca e-mail pibadi. Dan bukti menunjukkan bahwa cyberloafing menghabiskan banyak waktu di kalangan para pekerja yang memiliki akses internet. Survei menunjukkan bahwa 24,5 persen dari karyawan A.S yang berakses Net menghabiskan sekurang-kurangnya satu jam setiap hari kerja mengunjungi status yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka. Selain itu, ada perkiraan bahwa hampir sepertiga dari penggunaan internet oleh karyawan di tempat kerja itu bersifat rekreasi dan bahwa cyberloafing merugikan majikan A.S hampir $3juta setahun untuk setiap 1.000 karyawan yang memiliki akses internet. Jika pekerjaan itu sendiri tidak menarik atau menciptakan tekanan terlalu besar, karyawan mungkin termotivasi untuk melakukan apa saja. Jika mereka memiliki akses yang mudah ke internet, maka ”apa” saja disini bisa berarti semakin banyaknya penggunaan internet sebagai hiburan. Jalan keluar atas masalah ini mencakup gaya membuat pekerjaan menjadi lebih menarik bagi karyawan, memberikan waktu istirahat formal untuk mengatasi situasi monoton, dan menetapkan pedoman yang jelas sehingga karyawan tahu perilaku online apa yang diharapkan. Banyak majikan juga menginstal perangkat lunak pemantauan Web, walaupun ada bukti bahwa upaya semacam itu dapat merusak kepercayaan terhadap organisasi dan sebaliknya mempengaruhi semangat kerja karyawan.<br />b. Etika<br />Pengawasan elektronik yang dilakukan majikan terhadap karyawan adalah isu yang membuat organisasi berlomba mengendalikan hak privasi karyawan. Perkembangan perangkat lunak pengawasan yang semakin canggih hanya menambah dilema etis tentang sejauh mana organisasi berhak memantau perilaku karyawan yang melakukan pekerjaan mereka pada komputer. Sebagai contoh, aktivitas Web dari masing-masing 92.000 karyawan Xerox (di negara-negara seluruh) secara rutin dipantau oleh perusahaan. Perusahaan itu sesungguhnya memecat 40 karyawannya yang terperangkap sedang melakukan surfing pada situs Web yang terlarang. Perangkat lunak pemantauan Xerox merekam kujungan yang tidak berizin ke situs perbelanjaan dan pornografi, dan setiap menit yang dihabiskan pada situs-situs ini. Para majikan berpendapat bahwa mereka membutuhkan pengendalian atas kejahatan keryawan. Pengendalian ini memungkinkan mereka memastikan bahwa karyawan bekerja dan tidak menyia-nyiakan waktu; bahwa karyawan tidak menyebarluaskan rahasia organisasi; dan melindungi organisasi terhadap karyawan yang mungkin menciptakan lingkungan permusuhan bagi karyawan lain.<br />Dilema pengendalian kejahatan itu diperburuk oleh kaburnya parameter tempat kerja. Tampaknya masih ada sedikit perselisihan bahwa majikan mempunyai hak memantau karyawan di tempat kerja, ketika karyawan menggunakan peralatan organisasi, dan ketika karyawan tahu mereka diawasi. Tetapi ketika kehidupan rumah dan kehidupan kerja semakin bercampur aduk – misalnya, karyawan melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan jabatan kantornya di rumah dan bukannya di kantor – etika dan legalitas pengendalian kejahatan karyawan itu menjadi kurang jelas.<br /><br /><br />2.2.2 Implikasi Pilihan Untuk Perilaku Kelompok<br />a. Pengambilan Keputusan<br />Pendekatan tradisional yang dilakukan dalam OB ketika membahas pengambilan keputusan perlu dimodifikasi untuk e-organization. Terdapat dua model. Pertama model pengambilan keputusan individual cenderung semakin ketinggalan zaman. E-organization umumnya merupakan komunitas berbasiskan tim. Dengan demikian model pengambilan keputusan kelompok akan menawarkan relevansi yang besar.<br />Kedua, model pengambilan keputusan yang rasional dan penuh pertimbangan-yang mendominasi literatur manajemen – akan digantikan oleh model tindakan. Tidak ada model bisnis yang terjamin bagi e-organization. Sukses dicapai oleh perusahaan yang mengahrgai eksperimentasi – mereka yang menggunakan trial and error (coba-coba), yang mampu mengumpulkan data secara cepat dan mengasimilasikannya, dan yang dapat menerima kegagalan dan belajar dari kegagalan tersebut.<br />b. Komunikasi<br />E-organization menyusun ulang kaidah komunikasi. Karena e-org dirancang berdasar jaringan informasi terpadu yang komprehensif, tingkatan hierarkis tradisional tidak lagi membatasi komunikasi. E-organization memungkinkan, bahkan mendorong, para individu berkomunikasi langsung tanpa melewati saluran. Karyawan dapat berkomunikasi kapan saja , dengan siapa saja, dimana saja.<br />Kelemahan jaringan komunikasi terbuka ini adalah kelebihan beban komunikasi. Interupsi akibat komunikasi yang sering masuk ini menghabiskan waktu karyawan yang berharga, mengganggu konsentrasi, dan dapat mempengaruhi secara negatif produktivitas kerja mereka.<br />c. Politik dan Jaringan<br />Peran yang dimainkan politik dalam pengambilan keputusan, dan pentingnya jaringan dalam pengembangan kontak baik di dalam maupun di luar organisasi. Namun indikator utama mengemukakan bahwa politiking dan networking politiking dan networking yang efektif dalam e-org itu berbeda dari yang ada dalam organisasi offline yang lebih tradisional.<br />E-politican mungkin mengandalkan jauh lebih banyak cyber-schomoozing (obrolan yang tidak penting) via selentingan elektronik. Ruang obrolan internet dan papan pesan, misalnya, membuka peluang untuk bertemu dan berbicara dengan orang yang dapat membantu karyawan menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka dan dalam karir mereka. Jaringan kerja online akan menjadi semakin populer dan efektif sebagai pelengkap atas saluran politik yang lebih tradisional.<br /><br />2.3 E-org mendefinisi ulang hubungan antar-pribadi<br />Terdapat bukti hakiki bahwa pada umumnya orang menghabiskan lebih banyak waktu online sekarang ini dibandingkan beberapa tahun lalu. Sebagai contoh, pada tahu 1997, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk online adalah 4,4 jam per minggu. Pada tahun 1999, menjadi 7,6 jam. Pada tahun 2002 yaitu 8,2 jam. Bukti utama dari studi yang dilakukan Stanford University menunjukkan semakin banyak waktu yang digunakan untuk online, semakin sedikit waktu yang dihabiskan dalam hubungan sehari-hari dengan para sahabat dan sanak keluarga. Kurang lebih seperempat pengguna tetap web melaporkan bahwa mereka menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengikuti aktivitas sosial dan berbicara di telepon dengan sahabat dan sanak keluarga, dan 13 persen melaporkan bahwa mereka mengurangi interaksi sosial tatap muka. Sesungguhnya salah dari co-author studi Stanford mengungkapkan keprihatinan bahwa internet dapat menjadi teknologi yang pada akhirnya mengisolasi, mementingkan perilaku individu melebihi keterlibatan di masyarakat. Akan tetapi, data dari survei yang lebih baru mengemukakan bahwa ada kemungkinan kesimpulan Stanford itu prematur. Internet bisa saja tidak begitu mengancam hubungan antar pribadi seperti yang mula-mula dipikirkan.<br />Data kedua menunjukkan bahwa hanya presentasi kecil dari pengguna internet menghabiskan lebih sedikit waktu dengan sahabat dan keluarga dibanding sebelum zaman online. Mayoritas pengguna internet tidak melaporkan dampak sosial dari pengguna komputer. Apa yang tampaknya muncul ke permukaan adalah bahwa internet memiliki dampak yang berbeda pada orang ekstrovet dan introvet. Orang ekstrovet adalah orang yan suka mendapatkan teman baru, mengunakan internet untuk memperluas jaringan sosial mereka. Sebaliknya, kaum introvet menggunakan internet akan merusak interaksi sosial offline mereka. Dalam perkembangan zaman digital ini, telalu dini untuk menyimpulkan bahwa internet akan merusak rasa sosial dalam masyarakat. Namun tampak jelas bahwa internet menciptakan cara baru untuk berinteraksi dengan rekan kerja. Para karyawan akan semakin mampu bekerja dalam tim dengan orang yang belum pernah dikenal dan mungkin tak pernah bertemu. Mereka mengembangkan persahabatan ”kantor” dengan ribuan orang yang jauh di seberang. Dan ”keterampilan antar pribadi yang baik” bisa semakin berarti bukan saja kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang secara tatap muka, melainkan mungkin mencakup keterampilan mengkomunikasikan kehangatan emosi, kepercayaan, dan kepemimpinan melalui kata-kata yang tertulis pada layar komputer.<br /><br />2.4 Kerangka Kerja Konseptual untuk menganalisis tugas kerja.<br />Frank Geer mengemukakan dua fakta yang kita semua tahu: (1) Pekerjaan itu berbeda, dan (2) ada yang lebih menarik dan menantang daripada yang lain. Fakta-fakta ini tidak diabaikan oleh para peneliti OB. Mereka telah menanggapi dengan mengembangkan teori karakteristik tugas (task characteristic theory) yang berupaya mengidentifikasi karakteristik tugas pekerjaan-pekerjaan, bagaimana gabungan karakteristik ini membentuk pekerjaan yang berbeda, dan hubungan karakteristik tugas ini dengan motivasi, kepuasan dan kinerja karyawan.<br />a. Teori Atribut Tugas Wajib<br />Mereka meramalkan karyawan akan lebih menyukai pekerjaan yang rumit (kompleks) dan menantang artinya pekerjaan semacam itu akan meningkatkan kepuasan kerja dan tingkat kemangkiran yang lebih rendah. Mereka menetapkan kompleksitas pekerjaan kedalam enam karakteristik tugas : (1) keragaman (2)otonomi (3)tanggung jawab (4)pengetahuan dan keterampilan (5)interaksi sosial yang diperlukan, dan (6)interaksi sosial pilihan. Makin tinggi nilai pekerjaan berdasarkan karakteristik-karakteristik ini, menurut Turner dan Lawrence semakin rumit.<br />b. Model Karakteristik Pekerjaan<br />Menurut JCM (Job Characteristic Model) dari Hackman dan Oldham setiap pekerjaan dapat dideskripsikan ke dalam lima dimensi pekerjaan inti, yang dideskripsikan sebagai berikut:<br />1. Keanekaragaman keterampilan : Sejauh mana pekerjaan itu menuntut keragaman kegiatan yang berbeda sehingga pekerjaan itu dapat menggunakan sejumlah keterampilan dan bakat yang berbeda.<br />2. Identitas tugas: Sejauh mana pekerjaan itu menuntut diselesaikannya seluruh potongan kerja secara utuh dan dapat dikenali.<br />3. Pentingnya tugas: Sehauh mana pekerjaann itu mempunyai dampak yang cukup besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain.<br />4. Otonomi: Sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan, ketidaktergantungan, dan keleluasaan yang cukup besar ke individu dalam menjadualkan pekerjaan itu dan dalam menentukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.<br />5. Umpan balik : Sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dituntut oleh pekerjaan itu menghasilkan perolehan atas informasi yang langsung dan jelas oleh individu mengenai keaktifan kerjanya.<br /><br />Tabel 1 Contoh Karakteristik Kegiatan Kerja yang Bernilai Tinggi dan Rendah<br />Karakteristik Kegiatan Kerja <br />Contoh<br /><br />Keanekaragaman Keterampilan<br />Keanekaragaman tinggi<br /><br /><br /><br />Keanekaragaman rendah <br />Pemilik operator bengkel yang memperbaiki listrik, memperbaiki mesin, melakukan perbaikan body dan berinteraksi dengan pelanggan<br /><br />Pekerja perbaikan body yang menyemprotkan cat delapan jam sehari<br />Identitas tugas<br />Identitas tinggi<br /><br /><br /><br /><br />Identitas rendah <br />Pembuat lemari kaca yang mendesain furniture, menyeleksi kayu, membuat kerangka objek, dan menyelesaikan furniture itu hingga sempurna<br /><br />Pekerja pabrik furniture yang mengoperasikan mesin bubut kaki meja untuk membuat kaki meja<br />Pentingnya tugas<br />Arti Penting Tinggi<br /><br /><br />Arti Penting Rendah <br />Perawat orang sakit di rumah sakit yang merawat secara intensif <br /><br />Penyapu lantai di rumah sakit<br />Otonomi<br />Otonomi tinggi<br /><br /><br /><br /><br /><br />Otonomi rendah <br />Wiraniaga yang mengatur jadual pekerjaannya, mengatur kunjungan tanpa supervisi, menentukan teknik penjualan yang efektif untuk masing-masing calon pelanggan.<br /><br />Pelanggan tiap-tiap hari dipaksa menggunakan lembar kerja penjualan standar atas tiap calon pelanggan<br />Umpan balik<br />Umpan balik tinggi<br /><br /><br /><br />Umpan balik rendah<br /><br /><br /><br /> <br />Pekerja perusahaan elektronik yang merakit radio dan kemudian mengetes untuk menentukan apakah radio tersebut pantas dioperasikan<br /><br />Pekerja pabrik elektronik yang merakit radio dan meneruskannya ke petugas pengawasan kualitas yang mengetes kemampuan kerja radio itu dan apakah diperlukan penyesuaian<br />Sumber : Diadaptasi dari G. Johns, Organizational Behaviour: Understanding and Managing Life at Work, edisi ke-4. Copyright ©1996 oleh HarperCollins College Publishers. Dicetak ulang dengan izin Addison-Wesley Educational Publisher. Inc.<br /><br />c. Model Pemrosesan Informasi Sosial<br />Fakta bahwa orang-orang menanggapi pekerjaannya seperti pekerjaannya seperti yang dipersepsikan bukannya menanggapi pekerjaan objektif itu sendiri merupakan tesis inti dalam teori karakteristik tugas kita yang ketiga. Teori itu disebut model pemrosesan sosial (SIP-social information processing model).<br /> Model SIP berpendapat bahwa karyawan mengambil sikap dan perilaku sebagai tanggapan terhadap isyarat-isyarat sosial yang diberikan oleh orang lain (rekan kerja, penyelia, teman, anggota keluarga, atau pelanggan) yang mereka kontak. <br /> Sejumlah telaah umumnya membenarkan validitas model SIP itu. Misalnya, telah ditunjukkan bahwa motivasi dan kepuasan karyawan dapat dimanipulasi oleh tindakan-tindakan subtil semacam komentar rekan sekerja atau atasan mengenai ada atau tidaknya ciri pekerjaan seperti kesulitan, tantangan, dan otonomi. Jadi, para manajer hendaknya memberikan lebih banyak perhatian terhadap persepsi para karyawan mengenai pekerjaan mereka bukannya karakteristik sebenarnya pekerjaan tersebut. <br /><br />2.5 Rancangan Ruang Kerja a. Ukuran<br />Secara historis, penentu yang paling penting atas ukuran ruang kerja yang disediakan bagi karyawan adalah status. Semakin tinggi hierarki seseorang pada organisasi, semakin besar kantor yang umumnya ia dapatkan. Tetapi bentuk alokasi ini menghilang. Ketika organisasi berusaha menjadi lebih setara, tren sedang mengarah ke pengurangan ruang yang dikhususkan bagi karyawan-karyawan spesifik memperkecil atau menghilangkan alokasi ruang berdasarkan posisi hierarkis, dan menyediakan ruang pertemuan kelompok-kelompok tim atau ruang-ruang publik yang dapat digunakan untuk sosialisasi, pertemuan kelompok kecil, atau tempat para anggota tim membicarakan masalah-masalah.<br /> Sudah diperkirakan bahwa selama dasawarsa lalu, ruang kantor pribadi yang disediakan oleh organisasi bagi karyawan administratif telah menyusut sebesar 5 sampai 50 persen. Sebagian dari penyusutan ini dimotivasi oleh alasan ekonomis.<br />b. Penataan<br />Jika ukuran merujuk ke ukuran besarnya ruangan per karyawan sedangkan penataan merujuk ke jarak antara orang dan fasilitas. Penataan tempat kerja merupakan sesuatu yang penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial.<br />Sejumlah riset mendukung bahwa kita lebih mungkin berinteraksi dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu, lokasi kerja karyawan itu mungkin mempengaruhi informasi yang ingin diketahui seseorang dan penyertaan atau penghindaran seseorang dari peristiwa-peristiwa organisasi-organisasi.<br />c. Privasi<br />Privasi merupakan fungsi dari besarnya ruang per orang dan pengaturan ruang itu. Namun privasi juga dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik lainnya. Salah satu trend rancangan ruang kerja yang paling tersebar luas di tahun tahun terakhir adalah menghapuskan setahap demi setahap kantor-kantor yang tertutup dan menggantikannya dengan rancangan kantor yang terbuka yang memuliki sedikit, jika ada, dinding atau pintu. <br />Ruang tertutup akan membatasi interaksi. Maka organisasi-organisasi berusha meningkatkan kelenturan dan kolaborasi karyawan dengan menyingkirkan hambatan fisik seperti dinding yang tinggi, kantor tertutup dan pintu. Namun, ada kekecualian bagi yang terlibat dalam pekerjaan yang menuntut konsentrasi yang dalam sehingga membutuhkan privasi atau menempati tempat kerja yang tertutup.<br />2.5.1 Rancangan Ruang Kerja dan Produktivitas.<br />Perancangan ruang kerja berpengaruh positif pada produktivitas karyawan. Penelitian mengharapkan bahwa ruang kerja, dalam dan dari sendirinya tidak mempunyai pengaruh secara substansial dalam memotivasi orang. Melainkan, ruang kerja tersebut membuat perilaku tertentu menjadi lebih mudah atau lebih sulit dilakukan. Secara lebih spesifik, bukti menunjukkan bahwa desain ruang kerja meningkatkan akses karyawan, menyenangkan, dan fleksibilitas kemungkinan mempengaruhi motivasi dan produktivitas secara positif. Berdasarkan bukti terbaru, diusulkan pendekatan ”kognitif ergonomik” yang berarti penyesuaian kantor dengan pekerjaan otak. Pekerjaan yang rumit dan menuntut tingkat konsentrasi yang tinggi mungkin akan semakin sulit jika ada kebisingan dan interupsi yang terus-menerus. Pekerjaan semacam itu paling baik dilakukan dikantor yang tertutup. Tetapi dewasa ini, kebanyakan pekerjaan tidak menuntut ketenangan dan privasi tetapi semakin menuntut interaksi yang teratur dengan orang lain untuk mencapai produktivitas maksimum. Ini mungkin paling baik dicapai dalam tataran kantor terbuka.<br /><br />2.6 Pilihan-Pilihan Perancangan Ulang Pekerjaan<br />a. Rotasi Pekerjaan<br />Rotasi pekerjaan atau banyak diistilahkan sebagai pelatihan-silang merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah karyawan yang menderita rutinisasi yang berlebihan atasi pekerjaan mereka.<br />Kekuatan rotasi pekerjaan adalah mampu mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi lewat penganekaragaman kegiatan karyawan. Tentu saja secara tidak langsung, hal itu dapat bermanfaat bagi organisasi, karena para karyawan denga rentang keterampilan yang lebih lebar memberi manajemen yang lebih lentur dalam menjadwal kerja, menyesuaikan diri dengan perubahan, dan mengisi kekosongan personalia. Di pihak lain, rotasi pekerjaan tidaklah tanpa cacat. Biaya pelatihan meningkat, dan produktivitas berkurang karena memindahkan pekerja ke posisi baru tepat ketika efisiensinya pada pekerjaan yang lama menciptakan nilai ekonomi organisasi. Rotasi pekerjaan juga menciptakan gangguan. Anggota kelompok kerja harus menyesuaikan diri dengan adanya karyawan baru. Penyelianya mungkin juga harus menghabiskan waktu lebih banyak untuk menjawab pertanyaan dan memantau pekerjaan karyawan yang baru saja dirotasikan.<br /><br />2.7 Pilihan Jadwal Kerja<br />a. Waktu Lentur<br />Waktu Lentur (flextime) merupakan pilihan penjadwalan yang memungkinkan karyawan didalam parameter-parameter yang spesifik, memutuskan kapan pergi kerja. <br />Waktu lentur (flextime) adalah singkatan dari jam kerja yang luwes (flexible work hours). Para karyawan diberikan keluasaan menentukan kapan datang dan kapan pulang. Mereka harus bekerja selama sejumlah jam per minggu, tetapi mereka juga bebas membuat variasi jam kerjanya di dalam batas-batas tertentu itu<br />Sebagian besar bukti kerja memang mendukung. Waktu lentur cenderung mengurangi kemangkiran dan sering memperbaiki produktivitas kerja karena beberapa alasan. Cacat uttamanya adalah bahwa waktu lentur tidak berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Waktu lentur berhasil baik hanya pada tugas-tugas tata usaha dimana interaksi karyawan dengan orang-orang di luar departemennya terbatas.<br />b. Berbagi Pekerjaan<br />Inovasi penjadwalan kerja terbaru ini adalah berbagi pekerjaan. Berbagi pekerjaan memungkinkan dua individu atau lebih memecah pekerjaan 40 jam sepekan yang tradisional. Berbagi pekerjaan memungkinkan organisasi itu memanfaatkan bakat lebih individu dalam pekerjaan tertentu. Berbagi pekerjaan juga membuka kesempatan unutk memperoleh pekerjaan yang terampil, misalnya wanita yang mempunyai anak kecil dan para pensiunan.<br /> Dari sudut karyawan, berbagi pekerjaan meningkatkan kelenturan waktu kerja. Juga dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan bagi mereka yang menganggap pekerjaan 40 jam sepekan itu tidak praktis. Di pihak lain, kelemahan utama dari perspektif manajemen adalah menemukan pasangan-pasangan karyawan yang cocok satu sama lain yang dapat berhasil mengkoordinasikan seluk beluk pekerjaan<br />c. Telekomuniting<br />Telekomuniting (telecomuniting), dan mengacu pada karyawan yang melakukan kerjanya di rumah pada komputer yang disambungkan ke kantor mereka. Jenis pekerjaan apa saja yang bisa dlakukan dengan telecomuniting? Tiga kategori diidentifikasi sebagai paling tepat: tugas menangani informasi rutin, kegiatan-kegiatan yang berpindah-pindah, dan tugas-tugas profesional dan yang berhubungan dengan pengetahuan. Penulis, pengacara, analis, dan karyawan yang menghabiskan kebanyakan waktunya di depan komputer atau telepon adalah calon-calon alamiah untuk telekomuniting. <br />Potensi keunggulan-keunggulan atas manajemen via telekomuniting mencakup kumpulan tenaga kerja yang bisa dipilih menjadi semakin besar, produktivitas lebih tinggi, keluar masuk karyawan lebih sedikit, semangat kerja meningkat, dan mengurangi biaya ruang kantor. Kelemahan utama manajemen adalah kurangnya supervisi langsung atas karyawan. Selain itu, dalam tempat kerja yang berfokus pada tim dewasa ini, telecomuniting bisa lebih mempersulit manajemen dalam mengkoordinasi kerja tim. Dari sudut pandang karyawan, telecomuniting menawarkan semakin besar kelenturan waktu kerja. Namun telecomuniting tidak tanpa biaya. Bagi karyawan dengan kebutuhan sosial tinggi, telecomuniting dapat meningkatkan rasa isolasi dan mengurangi kepuasan kerja. Dan semua telekomuter berpotensi menderita karena efek ”jauh di mata, jauh di pikiran”. Karyawan yang tidak ada di meja kerja mereka, yang tidak hadir dalam pertemuan dan yang tidak berbagi interaksi tempat kerja informal dari hari ke hari mungkin mengalami kerugian menyangkut kenaikan dan promosi. Para bos mudah meremehkan kontribusi dari karyawan yang tidak sering mereka lihat.<br />Masa depan jangka panjang telekomuniting bergantung pada beberapa pertanyaan yang belum mendapat jawaban yang pasti.<br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Teknologi mengubah pekerjaan dan perilaku kerja mereka. Manajemen mutu total dan tekanannya pada perbaikan proses terus menerus dapat meningkatkan tekanan karyawan ketika individu menemukan bahwa pengharapan atas kinerja terus meningkat.<br />E-organization, yang sangat mengandalkan internet , meninggalkan potensi gangguan di tempat kerja. Para manajer perlu secara khusus siaga terhadap efek negatif dari cyberloafing. Selain itu, e-org akan kurang mengandalkan pengambilan keputusan individu dan lebih mengandalkan pengambilan keputusan individu dan lebih mengandalkan keputusan tim-virtual. Tetapi barangkali pengaruh pengaruh yang paling besar dari e-org adalah bahwa ia menuliskan kembali aturan komunikasi.<br />Pemahaman akan rancangan kerja dapat membantu para manajer merancang pekerjaan yang secara positif mempengaruhi motivasi karyawan. Oleh karena itu, pekerjaan yang menawarkan otonomi, umpan balik, dan karakteristik tugas rumit yang serupa membantu memenuhi sasaran masing-masing karyawan yang menginginkan kendali lebih besar atas kerja mereka<br />Variabel rancangan ruang kerja seperti ukuran, pengaturan, dan privasi mempunyai implikasi pada komunikasi, status, sosialisasi, dan produktivitas. <br />Pilihan jadwal kerja alternatif seperti waktu lentur, berbagi pekerjaan, dan telekomuniting telah semakin popular dalam taun-tahun terakhir. Semua itu telah menjadi alat strategis yang penting ketika organisasi berusaha meningkatkan kelenturan waktu kerja yang dibutuhkan karyawan di tempat kerja yang sedang berubah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-53864659837127202612010-01-10T14:34:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.682-07:00PO_Eva_Kepemimpinan<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.<br />Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.<br />Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia dianugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.<br />Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.<br />Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.<br />Saat ini banyak orang yang memiliki paradigma yang keliru tentang arti kepemimpinan. Mereka melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata sehingga banyak orang yang mengejar untuk menjadi seorang pemimpin dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuan tersebut. Akibatnya, pemimpin yang dihasilkan dengan cara-cara seperti itu akan selalu menggunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, bahkan menguasai orang lain agar orang lain mengikutinya. Hal ini bisa melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati dan bahkan dibenci. <br />Gelombang Perubahan yang terus menerus melanda hampir semua sisi kehidupan, pada akhirnya berkembang menjadi perubahan yang berlangsung abadi (Perpectual Change) memaksa semua pihak atau organisasi untuk selalu siap menerima, memahami, mengatisipasi mengelola dan menyesuaikan diri pada perubahan itu sendiri serta harus selalu siap untuk melakukan perubahan.<br />Di dalam situasi seperti ini, tantangan dan tuntutan yang dihadapi organisasi menjadi semakin berat dan kompleks. Peran dari pemimpin (leader) serta faktor kepemimpinan (leadership) di dalam organisasi dirasakan semakin penting. Pengelolaan sebuah organisasi dan badan usaha tidak lagi dilakukan dengan hanya didasarkan pada keharusan untuk dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari semua sumber daya yang dimiliki, tetapi juga didasarkan pada keharusan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan kegiatan, memenangkan persaingan serta mempertahankan keberadaan organisasi yang kesemuanya memerlukan kehadiran dan peranan seorang leader.<br />Demikianlah, Leadership dan Leader kemudian memperoleh perhatian yang sangat besar serta menjadi objek kajian yang terus menerus dikembangkan. Semua pihak berlomba-lomba mencari untuk menemukan formula yang tepat dan cara terbaik untuk menjadi leader yang baik dan leadership yang andal.<br />Semua kajian dan bahasan tentang leadership dan semangat untuk meningkatkan kualitas leadership selama ini biasanya selalu dilihat dari satu sisi atau satu sudut pandang, yakni sisi atau sudut pandang leader. Selama ini seolah-olah terdapat sebuah pemahaman bahwa hanya leader yang harus membuat para follower menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Padahal, pada kenyataannya banyak sekali kasus dan situasi yang memberikan gambaran betapa penting peran dari para follower untuk keberhasilan kepemimpinan sebuah organisasi.<br />Banyak kita jumpai dalam kehidupan organisasi sehari-hari adanya kenyataan bahwa keberhasilan seorang leader ditentukan tidak hanya oleh keunggulan leadershipnya, tetapi juga oleh kualitas followership yang tinggi dari para follower-nya.<br />Pada beberapa kasus, dijumpai bahwa efektivitas dan kualitas leadership seorang leader dapat meningkat dan berkembang dengan bantuan dan dukungan dari penerapan followership yang berkualitas dari para follower-nya.<br />Sebagaimana seorang leader, peranan para follower dalam organisasi sebenarnya bukan hanya sebagai pekerja atau salah satu sumber daya (resources) yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, tetapi para follower memiliki kesejajaran dengan leader sebagai individu. Oleh karenanya, kedudukan, wewenang, tanggumg jawab, potensi dan semua kemampuan yang ada pada mereka harus dapat dimanfaatkan bagi organisasi lebih hanya sekedar dalam bentuk bekerja dan melaksanakan fungsi kekaryaannya.<br />Disamping potensi untuk berkarya, potensi yang ada pada setiap diri individu follower dalam wujud karsa, daya cipta, dan cita rasapun seluruhnya harus disumbangkan untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya tergantung pada peran dan keberhasilan seorang leader, tetapi juga pada peran dan keberhasiolan para follower.<br />Potensi dan kemampuan follower dengan followership-nya yang berkualitas akan menjadi sangat bermanfaat dan menjadi kunci sukses organisasi apabila dapat terjalin baik dengan leadership yang ada pada leader. Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. <br /><br />1.2 Tujuan <br />a) Mengetahui perbedaan kepemimpinan dan manajemen<br />b) Mengetahui teori-teori kepemimpinan<br /><br /><br /><br /><br />BAB II <br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Konsep Kepemimpinan<br />Apa kepemimpinan itu?<br />Kepemimpinan dan manajemen adalah dua istilah yang sering dikacaukan. Perbedaan diantara keduanya, yaitu menurut John Kotter dari Harvard Business School berpendapat bahwa manajemen berkaitan dengan penanganan kerumitan. Manajemen yang baik menghasilkan tatanan dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan memantau hasil melalui perbandingan dengan rencana. Kepemimpinan, sebaliknya, menyangkut penanganan perubahan. Para pemimpin menetapkan arah dengan menyusun satu visi masa depan; keudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka agar mampu mengatasi rintangan-rintangan.<br />Robert House dari Wharton School pada University of Pennsylvania pada dasarnya setuju ketika dia mengatakan bahwa manajer menggunakan wewenang inheren dalam peringkat formal terencana untuk memperoleh kepatuhan dari para anggota organisasi. Manajemen atau pengorganisasian terdiri dari implementasi visi dan strategi yang disajikan oleh pemimpin, koordinasi dan pembentukan staf organisasi, dan penanganan masalah harian.<br />Meski Kotter dan House memberikan definisi berbeda tentang kedua istilah tersebut, baik peneliti maupun para manajer yang berpraktik sering tidak mengenali perbedaan tersebut. Oleh karena itu, kita perlu manyajikan kepemimpinan ke dalam cara yang dapat menangkap bagaimana kepemimpinan digunakan dalam teori dan praktik.<br />Definisi dari kepemimpinan itu sendiri adalah sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Karena posisi manajemen muncul bersama sejumlah tingkat dan wewenang yang dirancang secara formal, seseorang dapat menjalankan peran kepemimpinan semata-mata karena kedudukannya dalam organisasi itu. Tetapi tidak semua pemimpin itu manajer dan sebaliknya tidak semua manajer itu pemimpin. Hanya karena organisasi memberikan kepada manajernya hak formal tertentu tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan mampu secara efektif. <br />Pemimpin akan lebih jelas jika dibandingkan dengan manajer. Manajer mempunyai kemampuan pengelolaan yang baik. Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Pemimpin sering diasosiasikan dengan orang yang mempunyai karisma tinggi, dan dapat menggerakkan orang lain dengan karismanya.<br />Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. <br />Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).<br />Kepemimpinan menyangkut penanganan perubahan. Para pemimpin menetapkan arah dengan menyusun satu visi masa depan; kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka agar mampu mengatasi rintangan-rintangan.<br />Kita mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Sumber pengaruh ini dapat bersifat formal, seperti yang disajikan oleh kepemilikan peringkat manajerial dalam organisasi. Kita menjumpai bahwa kepemimpinan yang tidak mengandung unsur sanksi-yakni, kemampuan untuk mempengaruhi yang timbul di luar struktur formal organisasi itu-sering mempunyai arti penting yang sama atau lebih penting daripada pengaruh formal. Dengan kata lain, pemimpin dapat muncul dari dalam kelompok sekaligus melalui pengangkatan formal untuk memimpin kelompok.<br />Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk meraih efektifitas yang optimal. Dalam dunia yang dinamis dewasa ini, kita membutuhkan pemimpin untuk menantang statusquo, menciptakan visi tentang masa depan, dan memberikan inspirasi kepada para anggota organisasi agar bersedia mencapai visi itu.<br /><br />Jenis dan Macam Gaya Kepemimpinan<br />1. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian<br /> Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.<br />2. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic<br /> Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.<br />3. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire<br /> Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.<br /><br />2.2 Teori-teori Kepemimpinan<br />Kajian mengenai kepemimpinan termasuk kajian yang multi dimensi, aneka teori telah dihasilkan dari kajian ini. Teori yang paling tua adalah The Trait Theory atau yang biasa disebut Teori Pembawaan. Teori ini berkembang pada tahun 1940-an dengan memusatkan pada karakteristik pribadi seorang pemimpin, meliputi : bakat-bakat pembawaan, ciri-ciri pemimpin, faktor fisik, kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan berkomunikasi. Tetapi pada akhirnya teori ini ditinggalkan, karena tidak banyak ciri konklusif yang dapat membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin.<br /><br />2.2.1 Teori Ciri Kepribadian<br />Dalam diri manusia terdiri dari perpaduan dua unsur yang saling melengkapi dan harmonis dalam membentuk dirinya dan kepribadiannya. Kepribadian manusia dapat dipahami secara akurat dan terwujud dalam bentuknya yang hakiki manakala esensi manusia yang terdiri dari perpaduan dua unsur tesebut diperhatikan secara sempurna.<br />Media telah lama menjadi penganut teori-teori ciri kepemimpinan, yang membedakan pemimpin dari non-pemimpin dengan berfokus pada ciri dan karakteristik pribadi. Media mengidentifikasi orang seperti Margaret Thatcher, Nelson Mandela dari Afrika Selatan, CEO Virgin Group Richard Branson, salah satu pendiri Apple Steve Jobs, mantan waliko New York Rudolph Giuliani, dan pemimpin American Express Ken Chenault sebagai pemimpin, dan kemudian menggambarkan mereka dalam istilah-istilah seperti karismatik, antusias dan pemeberani. Media ternyata tidak sendirian. Pencarian atribut kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang akan mampu menggambarkan pemimpin dan membedakan mereka dari bukan pemimpin itu kembali ke dasawarsa 1930-an.<br />Enam karakter yang cenderung membedakan pemimpin dari bukan pemimpin adalah ambisi dan semangat, hasrat untuk memimpin, kejujuran, dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Teori-teori ciri kepemimpinan adalah teori-teori yang mengkaji ciri-ciri dan karakteristik pribadi yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Pendekatan ciri kepribadian memiliki keterbatasan diantaranya:<br />Pertama, tidak terdapat ciri-ciri universal yang memperkirakan kepemimpinan dalam semua situasi. Namun ciri-ciri tampak memperkirakan kepemimpinan dalam situasi-situasi yang selektif. <br />Kedua, ciri-ciri memperkirakan perilaku lebih dalam situasi yang “lemah” daripada dalam situasi yang “kuat”. Situasi kuat adalah situasi dimana terdapat norma-norma perilaku yang kuat, rangsangan yang kuat untuk jenis-jenis perilaku yang spesifik , dan harapan yang jelas, seperti terhadap perilaku mana yang diberikan imbalan dan perilaku mana yang dihukum. Situasi kuat semacam itu menciptakan lebih sedikit peluang bagi pemimpin untuk mengekspresikan kecenderungan disposisi inheren mereka. Karena organisasi-organisasi yang sangat formal dan organisasi-organisasi dengan budaya kuat cocok dengan dengan gambaran tentang situasi yang kuat, kekuatan ciri-ciri memperkirakan kepemimpinan dalam banyak organisasi barangkali terbatas. <br />Ketiga, bukti tidak jelas dalam memisahkan penyebab dari akibat. Misalnya, apakah kepercayaan diri menciptakan kepemimpinan, atau keberhasilan sebagai pemimpin membangun kepercayaan diri?. Akhirnya, ciri-ciri melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam memperkirakan penampilan kepemimpinan daripada dalam membedakan secara aktual antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif. Fakta bahwa individu memperlihatkan ciri-ciri dan yang lain menganggap orang itu sebagai pemimpin tidak selalu berarti bahwa pemimpin itu berhasil membuat kelompoknya mencapai sasaran-sasarannya.<br />Setiap teori memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dari teori-teori kepribadian adalah usaha-usaha untuk merumuskan atau mengungkapkan aspek-aspek penting tingkah laku manusia dan keberhasilan usaha-usaha ini harus dinilai terutama dari seberapa efektif teori-teori itu berhasil merangsang penelitian telah dipaparkan di atas, sedangkan kelemahannya ialah teori kepribadian tidak akan mampu memberi gambaran yang komplit dan lengkap mengenai kepribadian dengan seluruh ciri-cirinya yang khas dan unik, karena hanya dapat mengekspresikan dalam bentuk-bentuk skematis dan tipologis, dengan melihat adanya persamaan-persamaan pokok yang ada pada manusia.<br /><br />2.2.2 Teori-teori Perilaku<br />Teori ini lebih terfokus kepada tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang pemimpin. Dari teori inilah lahirnya konsep tentang Managerial Grid oleh Robert Blake dan Hane Mouton. Dengan Managerial Grid mereka mencoba menjelaskan bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik sebagai hasil kombinasi dua faktor, produksi dan orang, yaitu Manajemen Grid. Manajemen Grid merupakan satu dari empat gaya kepemimpinan yang lain, yaitu: Manajemen Tim, Manajemen Tengah jalan, Manajemen yang kurang, dan Manajemen Tugas.<br />Pada masa berikutnya teori di atas dianggap tidak lagi relevan dengan sikon zaman. Timbullah pendekatan Situational Theory yang dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard. Mereka mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Pendekatan ini menjadi trend pada tahun 1950-an.<br />Teori perilaku kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku khusus membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Pendekatan perilaku terhadap kepemimpinan itu akan mempunyai implikasi yang sangat berbeda dari implikasi pendekatan ciri. Jika penelitian ciri berhasil. Maka hal itu akan memberikan dasar untuk memilih orang yang “tepat” untuk melanjutkan posisi formal dalam kelompok dan organisasi yang menuntut kepemimpinan. Sebaliknya, seandainya penelitian perilaku memunculkan determinan perilaku penting dari kepemimpinan, maka kita dapat melatih orang-orang untuk menjadi pemimpin.<br />Perbedaan antara teori ciri dan teori perilaku, dalam penerapan, terletak pada asumsi yang mendasari. Seandainya teori itu sahih, maka kepemimpinan pada dasarnya dibawa sejak lahir: anda dapat mempunyai ciri itu atau tidak. Dipihak lain, seandainya terdapat perilaku spesifik yang menjadi ciri khas pemimpin, maka kita dapat mengajarkan kepemimpinan.dan kita dapat memperoleh pasokan pemimpin efektif dalam jumlah tidak terhingga.<br />Teori perilaku sudah cukup berhasil dalam mengidentifikasi hubungan yang konsisten antara pola perilaku kepemimpinan dan kinerja kelompok. Yang tampaknya hilang adalah pertimbangan atas faktor-faktor situasi yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan. <br />Teori yg mengemukakan bahwa Perilaku Spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Implikasinya adalah orang dapat dilatih untuk menjadi pemimpin. Terdapat 4 Teori perilaku, yaitu :<br /><br />Penelitian Universitas Negeri Ohio<br />Berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari perilaku pemimpin. Dari 1000 dimensi, akhirnya disempitkan menjadi 2 Kategori Utama yang secara hakiki menjelaskan perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan, yaitu :<br />a. Struktur Prakarsa <br />Tingkat dimana pemimpin berkemungkinan mendefinisikan dan menstruktur peranannya dan peran para anak buahnya dalam mengupayakan pencapaian sasaran. Biasanya berupa standar kinerja yang pasti, penugasan-penugasan, dan deadlines.<br />b. Pertimbangan <br />Tingkat dimana pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan dengan rasa saling percaya, penghormatan terhadap gagasan bawahan, dan menghargai perasaan mereka.<br />Ia menunjukkan kepedulian akan kenyamanan, kesejahteraan, status, dan kepuasan pengikut-pengikutnya. Pemimpin yang tinggi dalam pertimbangan dapat digambarkan sebagai seorang yang membantu bawahan dalam menyelesaikan masalah pribadi, ramah dan dapat didekati, memperlakukan semua bawahan dengan adil. <br />Dengan kedua variabel tersebut terdiri dari tinggi dan rendah, disusun matriks dengan empat kuadran. Gaya kepemimpinan dengan konsiderasi tinggi menghasilkan kepuasan kerja yang tinggi, dan merupakan gaya kepemimpinan yang efektif, meskipun situasi juga mempengaruhi gaya yang efektif.<br />Kesimpulannya, penelitian Ohio mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan ini membawa hasil yang positif, tetapi cukup banyak pengecualian yang dijumpai menunjukkan bahwa faktor-faktor situasi perlu dipadukan ke dalam teori itu.<br /><br />Penelitian Universias Michigan <br />Dua variabel yang dipakai dalam penelitian ini (oleh Rensis Likert), yaitu:<br />• Pemimpin berorientasi pada produksi, yakni pemimpin yang menekankan pada aspek-aspek teknis atau tugas atas pekerjaan tertentu.<br />• Pemimpin berorientasi pada karyawan, yakni pemimpin yang menekankan pada hubungan antar manusia; memberikan perhatian pribadi terhadap kebutuhan karyawan dan menerima perbedaan individual diantara para anggota. <br />Dia kemudian mengembangkan empat gaya kepemimpinan, yang dinamakan Sistem 1,2,3 dan 4. Sistem 4 merupakan gaya kepemimpinan yang paling partisipatif, sedangkan sistem 1 merupakan gaya kepemimpinan yang paling otoriter, sedangkan sistem 2 dan 3 berada diantara keduanya.<br />Kesimpulan yang didapatkan oleh para peneliti Michigan sangat menitikberatkan pada pemimpin dengan perilaku berorientasi-karyawan. Pemimpin yang berorientasi-karyawan dikaitkan dengan peningkatan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja. Pemimpin yang berorientasi-produksi cenderung dikaitkan dengan penurunan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja.<br /><br />Kisi-kisi Manajerial <br />Merupakan suatu Matriks 9 X 9 yang membagankan 81 Gaya Kepemimpinan yang berlainan. Robert Blake dan Jane Mouton mengembangkan kisi-kisi manajerial dengan dua sumbu yaitu perhatian pada orang dan perhatian pada produksi. Perhatian pada orang dan produksi yang tinggi bersimbol (9,9), sedangkan perhatian pada oran dan produksi yang rendah diberi simbol (1,1). Simbol (1,9),(9,1), (5,5) merupakan simbol diantara keduanya. Gaya kepemimpinan (9,9) merupakan gaya kepemimpinan yang paling efektif.<br />Dua dimensi tsb pda Kisi Manjerial adalah :<br />a) Kepedulian akan Orang <br />b) Kepedulian akan Produksi <br /><br />Penelitian Skandinavia <br />Para peneliti di Finlandia dan Swedia telah menilai-ulag apakah hanya terdpat dua dimensi yang menyangkut hakikat perilaku kepemimpinan. Premis dasar mereka adalah bahwa dalam dunia yang berubah, pemimpin yang efektif akan menampakan perilaku yang berorientasi-pengembangan. Mereka adalah para pemimpin yang menghargai eksperimentasi, mencari gagasan baru, serta membuat dan mengimplementasikan perubahan.<br />Para peneliti Skandinavia ini mengkaji data Universitas Negeri Ohio yang asli. Mereka menemukan bahwa para peneliti Ohio memasukan butir-butir pengembangan seperti “mendorong cara-cara baru untuk menyelesaikan sesuatu”, “menciptakan pendekatan baru terhadap masalah”, dan “mendorong anggota untuk memulai kegiatan baru”. Namun kadang butir-butir ini pada saat itu tidak banyak menjelaskan kepemimpinan yang efektif. Mungkin, menurut para peneliti Skandinavia itu, karena pengembangan gagasan baru dan implementasi perubahan tidak penting pada waktu itu. Sehingga para peneliti Skandinavia tersebut melakukan hal baru untuk meneliti apakah terdapat dimensi ketiga-orientasi pengembangan-yang terkait dengan efektivitas pemimpin. <br />Dalam suatu dunia yang berubah, pemimpin yang efektif akan adalah pemimpin yang berorientasi pengembangan (sebagai Dimensi Ketiga). Mereka adalah para pemimpin yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan gagasan baru, dan menimbulkan serta melaksanakan perubahan.<br /><br /><br />2.2.3 Teori Kontinjensi<br />Kepemimpinan situasional adalah kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara;<br />1. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)<br />2. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan)<br />3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).<br />Untuk lebih mengerti secara mendalam tentang Kepemimpinan Situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah:<br />1. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu.<br />2. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.<br />Terdapat 4 gaya kepemimpinan yaitu:<br />1) Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan (Telling-Directing).<br />Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.<br />2) Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (Selling-Coaching)<br />Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.<br />3) Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama (Participating-Supporting)<br />Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.<br />4) Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian (Delegating)<br />Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.<br />Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang-orang yang dipimpinnya.<br />Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf/individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :<br />• Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.<br />• Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.<br />• Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.<br />Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).<br />Peran pertama meliputi :<br /> Peran Figurehead → Sebagai simbol dari organisasi<br /> Leader → Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya<br /> Liaison → Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.<br />Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :<br /> Monitior → Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.<br /> Disseminator → Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.<br /> Spokeman →Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.<br />Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :<br /> Enterpreneur → Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.<br /> Disturbance Handler → Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.<br /> Resources Allocator → Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.<br /> Negotiator → Melakukan perundingan dan tawar – menawar.<br />Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :<br /> Alighting → Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.<br /> Aligning → Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.<br /> Allowing → Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.<br />Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin. <br />Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.<br />Hubungan antara gaya kepemimpinan dan efektivitas memberi kesan bahwa pada kondisi a, gaya x akan memadai sedangkan gaya y akan lebih cocok untuk kondisi b, dan gaya z untuk kondisi c. tetapi apa sebenarnya kondisi a, b, c, dan seterusnya itu? Satu hal yang harus dikatakan adalah bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada situasi dan hal lain yang mampu mengisolasi kondisi-kondisi situasi itu. Beberapa pendekatan untuk memisahkan variabel situasi kunci terbukti lebih berhasil daripada pendekatan yang lain, diantaranya:<br /><br />Model Fiedler<br />Dikembangkan oleh: Fred Fiedler<br />Model kepemimpinan Fiedler mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada penyesuaian yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan dan tingkat dimana situasi tertentu memberikan kendali dan pengaruh ke pemimpin itu.<br />• Mengidentifikasi Gaya Pemimpin<br />Menggunakan Kuesioner Mitra Kerja paling dihindari (least preffered co-worker- LPC)<br />Yakni suatu instrumen yang mengklaim untuk mengukur apakah seseorang berorientasi tugas atau hubungan. Kuesioner LPC berisi 16 kata sifat yg berlawanan dengan sakala penilaian 1 – 8.<br /> LPC Tinggi = Berorientasi Hubungan <br /> LPC rendah = Berorientasi Tugas <br />Fiedler berpendapat bahwa gaya kepemimpinan merupakan pembawaan lahir seseorang yg bersifat tetap (tidak dapat berubah)<br />• Mendefinisikan Situasi<br />Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kontinjensi yang menurutnya mendefinisikan faktor situasi utama yang menentukan efektivitas kepemimpinan, diantaranya:<br />1) Hubungan pemimpin-anggota: tingkat keyakinan, kepercayaan, dan hormat bawahan terhadap pemimpin mereka.<br />2) Struktur tugas: tingkat pemroseduran penugasan pekerjaan (yakni terstruktur atau tidak terstruktur).<br />3) Kekuasaan jabatan: tingkat pengaruh yang dimiliki pemimpin terhadap variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikkan gaji.<br />Langkah berikutnya yakni dengan mengevaluasi situasi dalam ketiga variabel kontinjensi itu. Fiedler mengatakan bahwa semakin baik hubungan pemimpin-anggota, semakin terstruktur pekerjaan itu, dan semakin kuat kekuasaan posisi, semakin banyak kendali atau pengaruh yang dimiliki pemimpin itu.<br />Makin baik hubungan pemimpin anggota, makin terstruktur pekerjaan, & makin kuat kekuasaan jabatan, maka makin banyak kendali atau pengaruh yg dimiliki pemimpin . Terdapat 8 Kemungkinan Model Situasi atau Kategori yang berlainan dimana seorang pemimpin ditempatkan yakni:<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SITUASI I II III IV V VI VII VIII<br />Hub Pimp – Anggota Baik Baik Baik Baik Tidak baik Tidak baik Tidak baik Tidak baik<br />Struktur Tugas Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah<br />Kekuasaan Posisi Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah<br /><br />• Menyesuaikan pemimpin dengan situasi<br />Fiedler menyimpulkan bahwa para pemimpin berorientasi tugas cenderung memiliki kinerja lebih baik dalam situasi yang sangat mendukung bagi mereka dan dalam situasi-situasi yang sangat tidak mendukung. Contoh, dua cara memperbaiki efektivitas pemimpin diantaranya:<br />1) Mengganti pemimpin itu agar dapat menyesuaikan dengan situasi,<br />2) Akan berupa perubahan situasi agar cocok dengan pemimpin itu. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan restrukturisasi tugas atau meningkatkan/menurunkan kekuasaan pemimpin dalam mengendalikan faktor-faktor seperti kenaikan gaji, promosi, dan tindakan pendisiplinan <br />• Evaluasi<br />Contoh evaluasi dilakukan terhadap masalah mengenai LPC seperti logika yang mendasari LPC tidaklah dipahami dengan baik dan banyak penelitian menunjukkan bahwa skor LPC para responden tidak stabil. Juga, variabel kontinjensi bersifat rumit dan sukar dinilai oleh para praktisi. Sering sulit dalam praktik untuk menentukan seberapa baik hubungan pemimpin-anggota, seberapa terstruktur tugas yang ada, dan seberapa besar kekuasaan jabatan yang dimiliki pemimpin. <br />• Teori sumberdaya kognitif<br />Yakni teori kepemimpinan yang menyatakan bahwa stress secara negatif mempengaruhi situasi dan bahwa intelegensia dan pengalaman dapat mengikis pengaruh stress yang dialami pemimpin.<br />Hakikatnya bahwa stress merupakan musuh rasionalitas. Sulit bagi para pemimpin (atau siapa saja yang mengatasi masalah itu) untuk berfikir secara logis dan analitis ketika mereka berada dalam stress. Fiedler dan Garcia menemukan bahwa kemampuan intelektual pemimpin itu berkorelasi positif dengan kinerja dalam stres rendah tetapi berkorelasi negatif dengan kinerja dalam stres tinggi. Dan, sebaliknya, pengalaman pemimpin berkorelasi negatif dengan kinerja dalam stres rendah tetapi positif dalam stres tinggi.<br />Kesimpulan : tingkatan stres dalam situasilah yang menentukan apakah intelegensia dan pengalaman individu akan berkontribusi pada kinerja kepemimpinan.<br />Teori sumberdaya kognitif mengembangkan badan penelitian yang kokoh. Artinya, dalam situasi stres yang tinggi, individu-individu yang cerdas berkinerja lebih buruk dalam peran kepemimpinan dibanding mitra mereka yang kurang cerdas. Ketika stres rendah, individu yang berpenglaman berkinerja lebih buruk daripada orang yang kurang berpengalaman.<br /><br />Teori situasional Hersey dan Blanchard<br />Yaitu teori kontijensi yang berfokus pada kesiapan pengikut. Arti kesiapan disini merujuk ke sejauh mana orang mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Dengan menggunakan dua sumbu perilaku kerja (memberikan pengarahan kerja) dan perilaku hubungan (memberikan dukungan kerja), disusun matriks dengan empat kuadran. Gaya kepemimpinan yang efektif tergantung kesiapan karyawan, dalam hal ini akan bergerak dari situasi 1,2,3 dan 4, dimana <br /> Situasi 1 adalah perilaku kerja tinggi dan perilaku hubungan yang rendah <br /> Situasi 2 adalah perilaku kerja tinggi dan perilaku hubungan yang tinggi <br /> Situasi 3 adalah perilaku kerja rendah dan perilaku hubungan tinggi <br /> Situasi 4 adalah perilaku kerja rendah dan perilaku hubungan yang rendah <br />Menurut Hersey, Blanchard dan Natemeyer ada hubungan yang jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok dengan jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan situational memandang kematangan sebagai kemampuan dan kemauan orang-orang atau kelompok untuk memikul tanggungjawab mengarahkan perilaku mereka sendiri dalam situasi tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan tugas tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin.<br />Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:<br />1. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik. <br />2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk. <br />3. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan.<br />4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik.<br />Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.<br /> Tidak banyak orang yang lahir sebagai pemimpin. Pemimpin lebih banyak ada dan handal karena dilatihkan. Artinya untuk menjadi pemimpin yang baik haruslah mengalami trial and error dalam menerapkan gaya kepemimpinan. <br />Pemimpin tidak akan pernah ada tanpa bawahan dan bawahan juga tidak akan ada tanpa pemimpin. Kedua komponen dalam organisasi ini merupakan sinergi dalam perusahaan dalam rangka mencapai tujuan. Paul Hersey dan Ken Blanchard telah mencoba melepar idenya tentang kepemimpinan situasional yang sangat praktis untuk diterapkan oleh pemimpin apa saja. Tentu masih banyak teori kepemimpinan lain yang baik untuk dipelajari. Dari Hersey dan Blanchard, orang tahu kalau untuk menjadi pemimpin tidaklah cukup hanya pintar dari segi kognitif saja tetapi lebih dari itu juga harus matang secara emosional. Pemimpin harus mengetahui atau mengenal bawahan, entah itu kematangan kecakapannya ataupun kemauan/kesediaannya.<br /> Dengan mengenal type bawahan (kematangan dan kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya kepemimpinan yang sesuai. Sayangnya jaman sekarang banyak pemimpin yang suka main kuasa saja tanpa mempedulikan bawahan. Kalaupun mempedulikan bawahan itupun karena ada motif tertentu seperti nepotisme.<br /><br />Teori Pertukaran Pemimpin Anggota<br />Atau disebut juga Leader Member Exchange-LMX yaitu para pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar, dan bawahan dengan status kelompok dalam akan berkinerja lebih tinggi, memiliki tingkat pengunduran diri lebih rendah, dan tingkat kepuasan kerja lebih tinggi.<br />Penelitian untuk menguji teori LMX pada umumnya bersifat mendukung. Lebih spesifik, teori dan penelitian yang mengelilinginya memberikan bukti yang substantif bahwa para pemimpin memang membeda-bedakan bawahan; bahwa pengikut dengan status kelompok dalam akan memiliki kinerja lebih tinggi, keinginan pengunduran diri lebih rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibanding dengan kelompok luar.<br /><br />Teori Jalur-Sasaran (part-goal theory)<br />Dikembangkan oleh : Robert House<br />Teori ini merupakan model kontijensi kepemimpinan yang meringkas unsur-unsur utama dari penelitian kepemimpinan Ohio mengenai struktur awal dan pertimbangan sertabteori pengharapan pada motivasi.<br />Hakikatnya teori jalur-sasaran adalah bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam meraih sasaran mereka dan memberikan pengarahan dan atau dukungan yang perlu untuk menjamin sasaran mereka selaras dengansasaran keseluruhan kelompok atau organisasi<br /><br />House mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan, diantaranya:<br />1) Pemimpin direktif<br />Memberi kesempatan pengikutnya mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan, memberikan pedoman yang spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas.<br />2) Pemimpin suportif<br />Ramah dan menunjukkan perhatian akan kebutuhan para pengikut.<br />3) Pemimpin partisipatif<br />Berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum mengambil keputusan.<br />4) Pemimpin berorientasi prestasi<br />Menetapkan serangkaian sasaran yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertnggi mereka.<br />Bukti penelitian umumnya mendukung logika yang mendasari teori jalur sasaran. Artinya, terdapat kecenderungan bahwa kinerja dan kepuasan karyawan terpengaruh secara positif bila pemimpin itu mengimbangi hal-hal yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja. Tetapi, pemimpin yang menghabiskan waktu untuk menjelaskan tugas-tugas bila tugas itu sudah jelas atau bila karyawan itu mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk menanganinya tanpa gangguan, kemungkinan besar akan tidak efektif karena karyawan itu akan melihat perilaku direktif semacam itu sebagai berlebihan atau bahkan menghina.<br /><br />Model partisipasi-pemimpin<br />Dikembangkan oleh : Victor Vroom dan Philip Yetton<br />Teori yang menghubungkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Atau teori kepemimpinan yang memberikan serangkaian aturan untuk menentukan bentuk dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi berbeda.<br />Model Vroom dan Yetton bersifat normatif-model yang memberikan seperangkaturutan aturan yang seharusnya diikuti dalam rangka menentukan ragam dan banyaknya partisipasi yang diinginkan dalam pengambilan keputusan, sebagaimana ditentukan oleh jenis situasi berlainan. Model ini merupakan pohon keputusan rumit yang merangkum tujuh kontinjensi (yang relevansinya dapat diidentifikasi dengan membuat pilihan “ya” dan “tidak”) dan lima gaya kepemimpinan alternatif. Tetapi Vroom dan arthur Jago menghasilkan revisi atas model ini sehingga memperluas variabel kontinjensi menjadi 12<br /><br /><br />Variabel-variabel Kontinjensi dalam Model Partsipasi-Pemimpin<br />1) Pentingnya keputusan<br />2) Pentingnya pencapaian komitmen pengikut terhadap keputusan<br />3) Apakah pemimpin memiliki informasi yang cukup sehingga mampu membuat keputusan yang baik<br />4) Seberapa baik struktur masalah yang ada<br />5) Apakah keputusan otokratik akan mendapatkan komitmen pengikut<br />6) Apakah pengikut “mempercayai” sasaran organisasi<br />7) Apakah terdapat kemungkinan konflik diantara para pengikut terhadap alternatif-alternatif solusi<br />8) Apakah para pengikut mempunyai informasi yang cukup sehingga mampu membuat keputusan yang baik<br />9) Keterbatasan-keterbatasan waktu pemimpin yang mugkin membatasi keterlibatan pengikut<br />10) Apakah biaya untuk menyatukan para anggota yang secara geografis tersebar itu layak<br />11) Pentingnya pemimpin meminimalkan waktu yang diperlukan untuk membuat keputusan<br />12) Pentingnya penggunaan partisipasi sebagi alat untuk membangun keterampilan keputusan pengikut<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br />3.1 Kesimpulan<br />Kepemimpinan memainkan bagian sentral dalam memahami perilaku kelompok, karena pemimpinlah yang biasanya memberikan pengarahan menuju pencapaian sasaran. Oleh karena itu, kemampuan memperkirakan yang lebih akurat akan bermanfaat bernilai dalam memperbaiki kinerja kelompok.<br />Pencarian awal atas seperangkat ciri kepemimpinan universal telah gagal. Paling-paling kita dapat mengatakan bahwa para individu yang berambisi; memiliki energi tinggi, keinginan untuk memimpin, kepercayaan diri, intelegensia; mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan; dianggap jujur dan dapat dipercaya; serta luwes lebih mungkin berhasil sebagai pemimpin daripada individu-individu tanpa sifat-sifat ini.<br />Sumbangan besar dari pendekatan perilaku adalah mempersempit kepemimpinan menjadi gaya yang berorientasi-tugas dan berorientasi-orang. Namun tidak ada satu gaya yang efektifdalam semua situasi.<br />Terobosan besar dalam pemahaman kita akan kepemimpinan muncul ketika kita mengakui kebutuhan untuk mengembangkan teori kontinjensi yang mencakup faktor-faktor situasi. Sekarang ini, bukti menunjukkan variabel-variabel situasi yang relevan akan mencakup struktur tugas atas pekerjaan; tingkat stres situasi; tingkat dukungan kelompok; intelegensi dan pengalaman pemimpin; dan karakteeristik pengikut seperti kepribadian, pengalaman, kemampuan, dan motivasi.<br />Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.<br />Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.<br />Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).<br /><br />3.2 Saran<br />Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.<br />Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Stephen P. Robbins. 2006. Perilaku Organisai Edisi Kesepuluh. PT Indeks<br />http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/<br />http://id.wikipedia.org<br />http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/1.model%20kepemimpinan%20efektif~manuati%20dewi~kol.pdf<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-41987388393405691662010-01-09T14:28:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.678-07:00PO-Yogi<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CQBee006%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C02%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cordia New"; panose-1:2 11 3 4 2 2 2 2 2 4; mso-font-charset:222; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:16777219 0 0 0 65537 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-alt:"Century Gothic"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; mso-bidi-font-size:14.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Cordia New"; mso-bidi-language:TH;} p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter {mso-style-link:"Footer Char"; mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0cm; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-language:TH;} a:link, span.MsoHyperlink {font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} p {mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0cm; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-language:TH;} p.ListParagraph, li.ListParagraph, div.ListParagraph {mso-style-name:"List Paragraph"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:36.0pt; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; mso-bidi-font-size:14.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Cordia New"; mso-bidi-language:TH;} span.FooterChar {mso-style-name:"Footer Char"; mso-style-locked:yes; mso-style-link:Footer; mso-ansi-font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:12.0pt; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US; mso-bidi-language:TH;} span.fullpost {mso-style-name:fullpost; font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:595.45pt 841.7pt; margin:4.0cm 3.0cm 3.0cm 4.0cm; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:313491004; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:652892058 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l0:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1 {mso-list-id:410199097; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1353019768 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:39.3pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:75.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:111.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:147.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:183.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:219.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:255.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:291.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l1:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:327.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2 {mso-list-id:907811217; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:512898922 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l2:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:49.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:85.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:121.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:157.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:193.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:229.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:265.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:301.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l2:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:337.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3 {mso-list-id:927467195; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1053987740 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l3:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:54.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:90.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:126.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:162.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:198.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:234.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:270.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l3:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:306.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4 {mso-list-id:1015963286; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1041968806 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l4:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:38.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:74.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:110.25pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:146.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:182.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:218.25pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:254.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:290.25pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l4:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:326.25pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5 {mso-list-id:1094742500; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:215100608 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l5:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l5:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6 {mso-list-id:1340498374; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-749566594 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l6:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:144.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:180.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:252.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:288.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l6:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:360.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7 {mso-list-id:1379011317; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:409123458 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l7:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:54.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:90.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:126.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:162.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:198.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:234.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:270.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l7:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:306.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8 {mso-list-id:1466242249; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1002859062 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l8:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:94.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:130.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:166.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:202.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:238.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:274.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:310.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:346.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l8:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:382.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9 {mso-list-id:2041664001; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1991454484 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l9:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:22.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:58.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:94.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:130.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:166.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:202.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:238.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:274.5pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l9:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:310.5pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10 {mso-list-id:2125535450; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1473029654 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l10:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:111.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:147.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level4 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:183.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:219.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:255.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level7 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:291.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:327.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @list l10:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:right; margin-left:363.0pt; text-indent:-9.0pt; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">BAB<span style=""> </span>1<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">PENDAHULUAN<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">1.1 Pentingnya Pengembangan <span style=""> </span>MSDM </span></b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi, yaitu <i>Human Resource Departement.</i> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2000). <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan. Tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style=""> </span><span style="color: black;">Kegiatan yang masih berkaitan dengan perencanaan SDM adalah perekrutan atau pengadaan tenaga kerja. Setelah organisasi/perusahaan menetapkan karakteristik atau ciri-ciri karyawan yang diperlukan serta jumlahnya masing-masing, maka kegiatan selanjutnya adalah upaya mendapatkan tenaga kerja yang diperlukannya tersebut. Idealnya upaya pengadaan tenaga kerja ini untuk memastikan bahwa tenaga kerja yang direkrut dan ditempatkan nantinya adalah <i>the right people in the right position</i>. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pengadaan tenaga kerja itu sendiri adalah suatu proses untuk mendapatkan tenaga yang berkualitas dan memberikan harapan yang baik pada calon tenaga kerja tersebut untuk membuat lamaran kerja guna bekerja pada instansi/perusahaan tersebut. Khusus bagi organisasi/perusahaan yang besar, pengadaan tenaga kerja merupakan proses yang terus berlangsung dan kompleks dan menuntut perencanaan dan upaya yang ekstensif. Proses perekrutan dimulai dari mencari dan menarik pelamar yang mampu melakukan suatu pekerjaan sampai adanya lamaran masuk.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Kebijakan dan praktek sumber daya manusia suatu organisasi merupakan kekauatan yang paling kuat dalam membentuk prilaku dan sikap karyawan. Dalam pembahasan malakah ini penulis akan membahas pengaruh praktek seleksi, program pelatihan dan pengembangan, sistem evaluasi kinerja dan adanya serikat pekerja. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">1.2 Identifikasi Permasalahan<span style=""> </span><span style=""> </span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dari latar belakang di atas penulis mengindentifikasi beberapa hal yang berhubungan dengan kebijakan dan praktek Sumber Daya Manusia adalah sebagai brikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Bagaimana Pengaruh Praktek Seleksi Terhadap Peningkatan Sumber Daya Manusia ?<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Bagaimana Pengaruh Program Pelatihan dan Pengembangan ?<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Bagaimna Sistem Evaluasi Kinerja Dalam Praktek Pengembangan Sumber Daya Manusia ?<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">4.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Bagaimna Pengaruh Serikat Pekerja Terhadap Kebijakan dan Praktek Sumber Daya Manusia ?<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">5.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Bagaimana Kebijakan dan praktek Sumber Daya Manusia dalam perpektif pendidikan Indonesia ? <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; text-indent: -36pt; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">BAB II<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; text-indent: -36pt; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">PEMBAHASAN<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; text-indent: -36pt; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.1<span style=""> </span>Praktek Seleksi Terhadap Peningkatan Sumber Daya Manusia<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Praktek seleksi organisasi menentukan siapa yang akan dipekerjakan. Jika dirancang dengan tepat, seleksi akan mampu mengenali calon-calon yang kompeten agar dapat menempatkan pekerjaaan sesuai dengan kemapuan yang dimiliki. Penggunaan piranti seleksi yang tepat meningkatkan probabilitas terpilihnya orang yang tepat untuk mengisi kekosongan jabatan. Dalam bagaian ini, kita tinjau<span style=""> </span>piranti seleksi yang penting diantaranya sebagai berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Wawancara<span style=""> </span>merupakan piranti yang digunakan sebagai penyaring para calon karyawan. Wawancara tidak hanya digunakan secara luas mealainkan juga Nampaknya mempunyai bobot yang sangat besar dalam penentu keputusan hasil seleksi. Bukti menunjukan bahwa wawancara sangat berharga untuk menilai kecerdasan, tingkat motivasi, keterampilan hubungan antar pribadi. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tes tertulis adalah tes kecerdasan, bakat, kemapuan, minat<span style=""> </span>dan integritas tes ini berkemabang pada tahun 1960-an sampai 1980-an <span style=""> </span>khusus di Amerika Serikat. Alasanya kareana dipandang terlalu diskriminatif oleh para organisasi perusahaan besar. Bahkan para menejer berkeyakinan bahwa 60 persen organisasi perusahaan jenis tes pekerjaan yang mampu meramalkan siapa yang akan berhasil pada pekerjaan. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tes kemapuan Intelektual adalah kemapuan ruang dan mekanisme, ketepatan perceptual dan kemampuan motorik telah terbukti<span style=""> </span>sebagai peramal yang tingkat kesahihannya sedang untuk banyak pekerjaan operasi setengah terampil dan tidak terampil dalam oragainisasi industri<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">4.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tes Simulasi Kinerja<span style=""> </span>adalah cara yang lebih baik untuk mengetahui apakah pelamar dapat melakukan pekerjaan tertentu dengan sukses. Popularitas tes simulasi kinerja ini meningkat secara mencolok pada dua darsawarsa tahun terakhir ini. Antusias terhadap tes ini di dasarkan pada analisis pekerjaan dan tes simulasi ini lebih mudah memenuhi persyaratan yang terkait pekerjaan dari pada tes tertulis. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">5.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tes contoh kerja atau tes cuplikan kerja adalah simulasi-simulasi dari sebagaian atau semua pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar. Hasil dari eksperimen contoh kerja memang mengesankan hampir secara konsisten contoh kerja menghasilkan validitas yang lebih unggul di bandingkan tes bakat dan kepribadian secara tertulis<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.2 Program Pelatihan Dan Pengembangan<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.2.1 Pengertian Pelatihan <o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berikut ini ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian pelatihan, antara lain sebagai berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Nitisemito (1994) “Pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang<span style=""> </span>bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari para karyawan yang sesuai dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan.”<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Simamora (1997) “Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional.”<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></i><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Menurut Armstrong (1991) “<i>Training is A planned process to modify attitude ,knowledge or skill behavior through learning experience to achieve effective peformance in an activity or of activeities”<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dari berbagai pendapat di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pelatihan bukanlah merupakan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan tanggung jawab mencapai tujuan perusahaan. Pelatihan merupakan proses keterampilan kerja timbal balik yang bersifat membantu, oleh karena itu dalam pelatihan seharusnya diciptakan suatu lingkungan di mana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan, sehingga dapat mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih baik.<b><span style="color: black;"> </span></b><span style="color: black;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Karyawan yang kompeten tidak selamanya tetap kompeten. Keterampilan dapat memburuk dan menurun oleh karena itu setiap organisasi perlu melakukan pelatihan tiap tahun untuk menjaga keterampilan yang dimiliki oleh karyawan. Dibawah ini akan diuraikan mulai dari jenis pelatihan sampai metode yang digunakan dalam pelatihan ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.2.2 Jenis <span style=""> </span>dan Metode Pelatihan <o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pelatihan mencakup segala sesuatu yang diberikan kepada karyawan di mulai dari keterampilan dasar membaca sampai kursus lanjutan di bidang Kepemimpinan eksekutif. Berikut ini empat katagori keterampilan umum :<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Keterampilan mengenal Huruf Tingkat dasar. Laporan terbaru <i>Organization Of Economic Cooperation and Development </i>menemukan bahwa 50% penduduk AS kemampuan membacanya berada di bawah tingkat kelas 8 dan kira-kira 90 juta orang dewasa<span style=""> </span>AS <span style=""> </span><span style=""> </span>secara fungsional tidak mengenal huruf. Disamping itu statistik menunjukan 40 % angkatan kerja AS dan 50 % diantaranya lulusan SLA (SMA) tidak memiliki keterampilan kerja dasar yang dibutuhkan untuk berkinerja di tempat kerja. Institut Pembelajaran Nasional memperkirakan sekitar US 60 miliar setahun karena kehilangan produktivitas. Organisasi harus memberikan keterampilan dasar matematika dan membaca bagi karyawan mereka. Para karyawan harus meningkatkan keterampilan matematika untuk memahami peralatan pengendalian numerik, peningkatan keterampilan membaca dan menulis untuk menginterpretasikan <i>process sheet</i> dan keterampilan komunikasi lisan yang lebih baik untuk bekerja dalam tim. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Keterampilan Teknis pelatihan ini diarahkan untuk menatar dan memperbaiki keterampilan teknis karyawan. Pelatihan ini penting karena ada dua lasan yang mendasar; kemajuan teknologi dan rancangan struktural baru. Sealain itu pelatihan teknis menjadi semakin penting karena adanya perubahan-perubahan rancangan organisasi. Ketika organisasi mendatarkan strukturnya, memperluas penggunaan tim dan menguraikan hambatan-hambatan departemen tradisional, karyawan perlu mempelajari berbagai tugas yang lebih luas<span style=""> </span>dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang cara organisasi mereka beroperasi. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Keterampilan hubungan Antar Pribadi. Semua karyawan masuk ke dalam unit kerja pada tingkat tertentu kinerja mereka bergantung pada kemampuan mereka bergantung pada kemampuan mereka berinteraksi secara efektif dengan rekan kerjanya dan atasan mereka. Ada yang memiliki keterampilan pribadi yang unggul, tetapi ada karyawan yang lain yang belum unggul. Oleh karena itu keterampilan ini mutlak diperlukan bagi semua karyawan agar tujuan perusahan tercapai dengan baik. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">4.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Keterampilan pemecah Masalah. Pelatihan ini mencakup kegiatan mempertajam logika, penalaran dan keterampilan mendefinisikan masalah maupun kemampuan menilai sebab akibat, menyusun dan menganalisis alternatif dan memilih pemecahan. Pelatihan ini menjadi bagian dasar dari hampir semua upaya organisasi untuk memperkenalkan tim swakelola atau melaksanakan program manajemen mutu. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">5.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pelatihan Etika. Sebuah survei terkini menemukan bahwa sekitar 75 % karyawan yang bekerja di 1000 badan usaha terbesar AS menerima pelatihan etika. Para pengeritik berpendapat bahwa etika didasarkan pada nilai dan sistem nilai itu sudah tetap pada usia dini. Intinya etika tidak bisa di ajarkan secara formal diajarkan melainkan harus dipelajari dengan teladan. Sedangkan para pendukung pelatihan etika berpendapat bahwa nilai-nilai dapat dipelajari dan dapat di ubah setelah masa kanak-kanak. Intinya bagainama karyawan bisa berlaku etis dalam bertindak <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 14.15pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style=""> </span>Metode pelatihan diklasifikasikan atas dua hal, diantaranya sebagai berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">a.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pelatihan di luar tempat kerja yang formal dan non formal.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style=""> </span>Pelatihan formal yang sudah direncanakan sebelumnya dan memiliki format terstruktur. Akan tetapi, bukti terbaru mengindikasikan bahwa organisasi semakin mengandalkan pelatihan informal tidak terstruktur, tidak terencana, dan mudah disesuaikan dengan situasi dan individu untuk mengejar keterampilan dan menjaga karyawan agar tetap mutakhir. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">b.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pelatihan di tempat kerja <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style=""> </span>Pelatihan di tempat kerja mencakup rotasi jabatan, pemagangan, penugasan sebagai tenaga pengganti dan program mentor formal. Namun kelemahan metode ini adalah bahwa metode ini sering mengagu tempat kerja. Adapun pelatihan yang popular adalah ceramah, seminar, kursus internet, e-learning. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.2.3 Pengembangan Karir<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dewasa ini perencanaan karir semakin banyak dilakukan oleh masing-masing karyawan-karyawan. Hal ini telah menjadi tanggungjawab karyawan untuk memutakhirkan, keterampilan, kemampuan, pengetahuan dan mempersiapkan tugas-tugas baru di masa mendatang. Dalam pengambangan karir ini ada dua tanggungjawab yang harus dilakukan seorang calon karyawan :<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">1. Tangungjawab Organisasi<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tangungjawab Organisasi adalah membangun kehandalan diri karyawan dan membantu karyawan mempertahankan kemampuan dasar mereka melalui pembelajaran terus-menerus. Hakikat program pengembangan karir progresif itu dibangun berdasarkan pemberian dukungan ke karyawan agar terus-menerus mampu meningkatkan keterampilan, kamampuan dan pengetahuan karyawan. Dukungan ini mencakup ;<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">a.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pengkomunikasi secara jelas sasaran dan strategi masa depan organisasi<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">b.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Penciptaan peluang pertumbuhan<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">c.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Penawaran bantuan keuangan <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">d.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Penyedian waktu belajar bagi karyawan<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2. <span style=""> </span>Tanggungjawab Karyawan <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dalam hal ini karyawan harus merasa memiliki bahwa pekerjaan yang lakukannya bukan hanya kemajuan perusahaan tetapi untuk pengemabangan karir dirinya. Tanggungjawab primer yang dimiliki atas kemajuan karirnya ;<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">a.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Kenali diri anda sendiri<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">b.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Kelola reputasi anda <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">c.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Ciptakan dan pertahankan kontrak jaringan kerja<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">d.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Tetaplah mengikuti perkembangan terbaru<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">e.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Jaga keseimbangan antara kompetensi spesialisasi dan generalis<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">f.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dokumentasikan prestasi anda <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">g.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Buat pilihan anda tetap terbuka<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> <br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.3 <span style=""> </span>Evaluasi Kinerja<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.3.1 Pengertian Evaluasi Kinerja<o:p></o:p></span></b></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;">Kinerja dalam <span style="color: rgb(13, 13, 13);"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi" title="Organisasi"><span style="color: rgb(13, 13, 13);">organisasi</span></a> </span>merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau <span style="color: rgb(13, 13, 13);"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Manajer" title="Manajer"><span style="color: rgb(13, 13, 13);">manajer</span></a></span> sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga <span style="color: rgb(13, 13, 13);"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan" title="Perusahaan"><span style="color: rgb(13, 13, 13);">perusahaan</span></a></span>/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.</p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;">Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang <span style="color: rgb(13, 13, 13);"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai" title="Pegawai"><span style="color: rgb(13, 13, 13);">pegawai</span></a></span> dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”.</p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;">Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003:223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.</p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;">Menurut John Whitmore (1997:104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”. Menurut Barry Cushway (2002:1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Veizal Rivai ( 2004:309) mengemukakan kinerja adalah : “merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh <span style="color: rgb(13, 13, 13);"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karyawan" title="Karyawan"><span style="color: rgb(13, 13, 13);">karyawan</span></a></span> sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.</p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;">Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001:78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. John Witmore dalam <i>Coaching for Perfomance</i> (1997:104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993:76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat. (Schuler & Jackson, 1996:3)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Bernardin dan Russel (1993 : 379) <i>“A way of measuring the contribution of individuals to their organization”</i>. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Cascio ( 1992:26 ) “penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok”. Menurut Bambang Wahyudi (2002 : 101) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja/jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”. Menurut Henry Simamora (338:2004) “penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.3.2 <span style=""> </span>kreteria dalam <span style=""> </span>Evaluasi kinerja<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Kreteria yang dipilih manajemen untuk evaluasi. saat menilai kinerja karyawan akan berpengaruh pada apa yang dikerjakan</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Robbins (1996) yang dikutip oleh Rivai dan Basri dalam bukunya yang berjudul <i>performance apprasial</i>, pada halaman 15 menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu yaitu:<o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">a.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></span><!--[endif]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hasil Tugas Individu<o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dengan menggunakan hasil tugas individu, manajer dapat menilai atas dasar tugas yang dilakukan oleh karyawan tersebut. kreteria seperti kuantitas yang diproduksi, bahan buangan yang ditimbulkan, dan biaya per unit produksi. <span style=""> </span><span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">b.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></span><!--[endif]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Perilaku. Suatu tindakan yang menunjukan etos kerja seoarang dalam bekerja dilihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang karyawan pada saat bekerja. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">c.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></span><!--[endif]--><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ciri Kepribadian<o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span class="fullpost"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Perangkat kreteria terlemah, namun ciri kepribadian masih digunakan secara luas oleh organisasi-organisasi. Contoh sifatnya baik, dapat diandalkan, percaya diri <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.3.3<span style=""> </span>Metode Evaluasi Kinerja<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dibawah ini adalah beberapa metode yang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja, diantaranya sebagai berikut ;<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">a.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Esai Tertulis. Ini metode yang paling sederhana ; menulis cerita dengan analisis SWOT. Esai ini tidak menuntut formulir yang rumit, tetapi hasilnya mencerminkan kemampuan penulis. Penilaian ditentukan dari kemampuan menulis dan tingkat kinerja karyawan yang sebenarnya <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">b.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Insiden Kritis. Memfokuskan pada perhatian penilaian pada prilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk menentukan sesorang bekerja secara efisien atau tidak. Artinya. Penilai menuliskan anekdot yang mendeskripsikan apa yang dilakukan karyawan yang sangat efektif atau tidak. Kuncinya adalah hanya perilaku yang spesifik yang akan dikutip, bukan ciri kepribadian yang didefinisikan secara samar-samar.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">c.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Skala Penilaian Grafik. Ini metode tertua, dalam metode ini di daftar seperangkat faktor kinerja seperti; kuantitas dan kualitas kerja, kedalaman pengetahuan, kerjasama, kesetian, kehadiran, kejujuran dan prakarsa.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">d.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Skala Penilaian dikaitkan dengan prilaku. Menggabungkan unsur utama Insiden Kritis dan Skala Penilaian Grafik. Penilaian ini lebih ke<span style=""> </span>perilaku<span style=""> </span>saat bekerja bukan deskripsi atau kepribadian umum pekerja. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">e.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pembandingan Pelaksanaan. Mengevaluasi kinerja individu terhadap individu yang lain. Ini mepukakan piranti relatif bukan mutlak. 3 pembanding adalah peringkat urutan kelompok, individu dan berpasangan. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">f.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Peringkat Urutan Kelompok. Metode evaluasi memasukan para karyawan ke dalam klasifikasi tertentu seperti kuartil.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">g.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pendekatan peringkat individu. Metode ini mengurutkan peringkat karyawan dari yang terbaik ke yang terburuk <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">h.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pendekatan perbandingan berpasangan. Metode ini membandingkan masing-masing karyawan dengan karyawan lain dan memberikan peringkat rangkuman yang didasarkan pada jumlah skor unggul yang dicapai oleh karyawan.<span style=""> </span><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">2.4<span style=""> </span>Interaksi Serikat Pekerja<span style=""> </span>dan Manajemen<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Riset yang menilai dampak spesifik serikat</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN"> </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">pekerja pada produktivitas bercampur-aduk. Beberapa telaah menjumpai bahwa serikat pekerja mempunyai dampak yang positif pada produktivitas sebagai hasil dari perbaikan hubungan pekerja manajemen maupun perbaikan kualitas angkatan kerja. Sebaliknya, telaah lain menunjukkan bahwa serikat pekerja berdampak negatif pada produktivitas karena mengurangi keefektifan beberapa praktik menajerial yang meningkatkan produktivitas karena memperburuk iklim tenaga kerja manajemen. Maka benar-benar tidak konsisten untuk menarik kesimpulan yang bermakna dari bukti itu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Apakah anggota serikat pekerja lebih puas dengan pekerjaan mereka dibandingkan dengan mitra pekerja non-serikat mereka? Jawaban pertanyaan ini lebih rumit daripada sekedar “Ya” atau “Tidak.” Secara konsisten bukti memperlihatkan bahwa serikat pekerja hanya mempunyai dampak tidak langsung pada kepuasaan kerja. Serikat pekerja meningkatkan kepuasan upah, tetapi secara negatif mempengaruhi kepuasan atas pekerjaan itu sendiri (dengan mengurangi persepsi lingkup pekerjaan), kepuasan atas rekan-sekerja dan penyeliaan (lewat persepsi yang kurang mendukung terhadap perilaku penyelia), dan kepuasan atas promosi (lewat mengurangi arti pentingnya promosi itu).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Serikat pekerja adalah sarana bagi para karyawan bertindak kolektif guna melindungi dan memperjuangkan keinginan mereka. Dewasa ini di Amerika Serikat kira-kira 13 persen angkatan kerja menjadi anggota dan diwakili oleh serikat pekerja tertentu. Persentase di negeri lain lebih besar. Misalnya, angka-angka pembanding untuk Kanada dan Australia masing-masing adalah 37 dan 26 persen.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja, tingkat upah dan syarat pekerjaan secara eksplisit diutarakan dengan jelas dalam kontrak yang dirundingkan, lewat tawar-menawar kolektif antara wakil-wakil serikat pekerja dan manajemen organisasi. Jika ada serikat pekerja, dia mempengaruhi sejumlah aktivitas organisasi. Perekrutan tenaga kerja, kinerja penerimaan tenaga kerja, jadwal kerja, rancangan pekerjaan, prosedur yang diperbaharui, aturan keselamatan kerja, dan kepantasan program pelatihan merupakan contoh-contoh kreativitas yang dipengaruhi oleh serikat pekerja. Serikat pekerja Amerika, yang harus menghadapi kemerosotan pasar kerja dalam industri-industri di mana mereka secara historis kuat</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN"> </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">seperti baja, mobil, karet</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN"> </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">telah memusatkan perhatian mereka dalam tahun-tahun terakhir untuk memperbaiki upah yang tidak naik-naik, menghambat perampingan perusahaan, meminimalisasikan pemberian kerja ke pihak luar (<i>outsourcing</i>) dan mengatasi keuangan pekerjaan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Bidang pengaruh serikat pekerja yang paling jelas dan menyerap, tentu saja adalah tingkat upah dan syarat kerja. Di mana terdapat serikat pekerja, sistem evaluasi kinerja cenderung kurang rumit karena serikat pekerja memainkan bagian yang relatif kecil dalam keputusan imbalan. Tingkat upah, jika ditentukan lewat tawar-menawar kolektif, menekankan senioritas dan mengecilkan perbedaan kinerja.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Kontrak serikat pekerja mempengaruhi motivasi lewat penentuan tingkat upah, aturan senioritas, prosedur pemutusan hubungan kerja, kinerja promosi, dan ketentuan keamanan kerja. Serikat pekerja dapat mempengaruhi kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan menawarkan program pelatihan istimewa kepada anggota-anggotanya, meminta pelaporan magang, dan dengan memberi kesempatan anggota-anggotanya memperoleh pengalaman kepemimpinan melalui kegiatan organisasi serikat pekerja. Tingkat kinerja karyawan yang sebenarnya akan dipengaruhi lebih lanjut oleh batasan tawar-menawar kolektif yang menyangkut jumlah kerja yang direalisasikan, kecepatan melakukan pekerjaan itu, tunjangan lembur per karyawan, dan macam tugas yang boleh dilakukan oleh karyawan tertentu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.5 <span style="color: black;">Kebijakan dan praktek Sumber Daya Manusia dalam pendidikan Indonesia<o:p></o:p></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">SMA Dwi warna merupakan sekolah yang berusaha menghadirkan yang terbaik di era globalisasi ini. SMA Dwi warna bercita-cita membentuk kader bangsa nasionalis, patriotis, beriman Islam, berkualitas dan sanggup menghadapi tantangan jaman. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk keberhasilan sekolah tersebut. Untuk itu sekolah perlu melakukan proses rekrutmen guru baru karena rekrutmen merupakan hal yang sangat penting, melalui proses rekrutmen sekolah akan mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, dapat dianalisis bahwa implementasi rekrutmen guru ini bertujuan untuk mendapatkan guru yang profesional dan mempunyai kualifikasi yang terbaik. Rekrutmen guru baru ini tidak diadakan tiap tahun karena sesuai dengan kebutuhan sekolah jika ada posisi yang lowong maka diadakan perekrutan guru baru untuk mengisi posisi jabatan yang sesuai bidangnya. Sebelum melakukan kegiatan diperlukan persiapan rekrutmen guru baru, persiapan rekrutmen guru baru ini harus matang sehingga melalui rekrutmen tersebut sekolah bisa memperoleh guru yang baik dalam rangka manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. Dimana dengan persiapan ini pihak sekolah melakukan pembentukan panitia rekrutmen guru baru, agar mempermudah program kerja mereka dalam proses perekrutan guru baru sehingga dapat tersusun secara sistematis dan dapat berjalan dengan lancar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Guru-guru disekolah ini tidak dilibatkan dalam menyiapkan bahan untuk penyeleksian calon guru baru karena kepala sekolah telah menyerahkan tugas sepenuhnya kepada bagian personalia. Dalam proses rekrutmen guru baru di sekolah ini yang dilibatkan yaitu personalia, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, psikolog dan bimbingan konseling (BK). Sedangkan guru-guru hanya sekedar mendapatkan informasi saja tentang kegiatan proses rekrutmen guru baru karena tugas mereka lebih difokuskan kepada kegiatan belajar mengajar (KBM) agar kegiatan mereka tidak dapat tercampur dengan kegiatan lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pihak sekolah dalam melaksanakan proses rekrutmen guru baru melakukan pengkajian berbagai peraturan pemerintah, namun peraturan pemerintah tersebut hanya menjadi acuan saja dalam membantu kegiatan ini, karena pihak yayasan sudah memiliki pedoman sendiri yang berkenaan dengan peraturan penerimaan guru baru. Selain itu, pihak sekolah juga menetapkan prosedur pendaftaran guru baru karena dengan melalui prosedur pendaftaran tersebut dapat mempermudah para pelamar sebagai syarat untuk calon guru baru agar lulus seleksi administrasi, dan data para pelamar tersebut di masukan di ruang personalia agar tidak tercampur dengan berkas lain sehingga dapat tersusundengan rapih.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Adapun cara masyarakat untuk memperoleh informasi tentang diadakannya perekrutan guru baru untuk mengajar disekolah ini yaitu ada yang dengan secara langsung datang kesekolah dan melamar menjadi pegawai, ada juga yang secara tidak langsung yaitu dengan cara mengimformasikan dengan menyebarkan brosur ke universitas-universitas lain seperti UPI,UNJ,UIN dan lain sebagainnya. Begitu pengumuman penerimaan guru baru telah disebarkan tentu masyarakat mengetahui bahwa dalam jangka waktu tertentu, sebagaimana tercantum dalam pengumuman, ada penerimaan guru baru di sekolah. Mengetahui ada penerimaan guru baru itu, lalu masyarakat yang berminat memasukkan lamarannya. Pihak panitia pun mulai menerima lamaran tersebut. Kegiatan yang harus dilakukan panitia ini yaitu mengecek semua kelengkapan yang harus disertakan bersama surat lamaran yang isinya seperti nama pelamar, alamat pelamar dan lain sebagainya. Kemudian pihak sekolah merekap semua pelamar dalam format rekapitulasi pelamar agar mempermudah pihak sekolah untuk mengetahui para pelamar yang masuk yang kemudian dilanjutkan untuk diseleksi. Syarat-syarat seleksi ini dibuat sendiri oleh sekolah (otonomi sekolah) bukan pemerintah sehingga pihak sekolah lebih berkuasa dalam menentukan prosedurnya. Mengenai tes seleksi yang biasa diberikan kepada calon guru baru di sekolah ini adalah Psikotes, Kesehatan, Micro Teaching, Wawancara, membuat makalah setelah guru tersebut diterima di SMA Dwi warna ini, mampu berbicara bahasa inggris dan lain sebagainya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Disamping itu, pihak sekolah selalu memprioritaskan standar seleksi karena merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan oleh setiap lembaga pendidikan dengan melakukan seleksi yang selektif maka akan menghasilkan para pelamar yang berkualitas. Kualifikasi yang diberikan kepada calon guru baru agar dapat lulus dalam seleksi administrasi yaitu minimal telah menyelesaikan program SI, pengalaman mengajar, prestasi belajar mengajar, uji sertifikasi guru, IP (2,95), bisa berbicara bahasa Inggris. Dengan melakukan penyaringan seleksi administrasi ini maka posisi jabatan yang lowong pun dapat terisi dengan orang yang tepat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pihak sekolah dalam merekrut guru baru melakukan persyaratan teknis dalam mengajar yaitu dengan cara melakukan tes <i>micro teaching</i> yang dilakukan oleh calon guru baru sebagai salah satu syarat yang diajukan oleh pihak sekolah karena untuk mengetahui cara mengajar mereka sehingga didapatkan guru yang profesional. Selain itu, pihak sekolah pun dapat mengetahui kepribadian guru yang utuh dan berkualitas karena merupakan hal yang penting dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekuatan bagi semua orang yang memiliki profesi seorang guru dan juga kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Kompetensi kepribadian juga berperan sebagai guru memerlukan kepribadian yang unik, kepribadian guru ini seperti kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didiknya serta berakhlak mulia. Selain itu, dengan psikotes pihak sekolah dapat mengetahui juga bagaimana tingkat motivasi mereka dan komitmen mereka terhadap sekolah. Serta dengan cara tes kesehatan pihak sekolah mendapatkan calon guru baru yang sehat jasmani dan rohaninya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dari semua tahap kegiatan proses rekrutmen guru baru ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi kepala sekolah, dalam hal ini kontribusinya kepala sekolah sudah cukup maksimal yaitu dengan mengatur tentang prosedur yang telah ditetapkan dan menyerahkan tugas kegiatan proses ini sepenuhnya kepada bagian personalia, sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik karena sebelumnya sudah tersusun secara sistematis dan dalam hal ini juga pihak sekolah sangat selektif dalam memilih calon guru baru, yang akhirnya dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional dibidangnya dan dapat meningkatkan mutu pendidikan sekolah tersebut.</span></p><br /><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">BAB III<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">PENUTUP<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">3. 1 Kesimpulan <o:p></o:p></span></b></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Praktek seleksi organisasi menentukan siapa yang akan dipekerjakan. Jika dirancang dengan tepat, seleksi akan mampu mengenali calon-calon yang kompeten agar dapat menempatkan pekerjaaan sesuai dengan kemapuan yang dimiliki. Penggunaan piranti seleksi yang tepat meningkatkan probabilitas terpilihnya orang yang tepat untuk mengisi kekosongan jabatan.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pelatihan merupakan proses keterampilan kerja timbal balik yang bersifat membantu, oleh karena itu dalam pelatihan seharusnya diciptakan suatu lingkungan di mana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan, sehingga dapat mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih baik.<b><span style="color: black;"> </span></b><span style="color: black;">Perencanaan karir semakin banyak dilakukan oleh masing-masing karyawan-karyawan. Hal ini telah menjadi tanggungjawab karyawan untuk memutakhirkan, keterampilan, kemampuan, pengetahuan dan mempersiapkan tugas-tugas baru di masa mendatang.<span style=""> </span>Intinya pelatihan dan pengembagan karir merupakan hal yang penting dalam peningkatan kaualitas dan etos kerja karyawan. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penilaian kinerja (<i>performance appraisal</i>) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN"><span style="">4.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;" lang="IN">Riset yang menilai dampak spesifik serikat pekerja pada produktivitas bercampur-aduk. Beberapa telaah menjumpai bahwa serikat pekerja mempunyai dampak yang positif pada produktivitas sebagai hasil dari perbaikan hubungan pekerja-manajemen maupun perbaikan kualitas angkatan kerja. Sebaliknya, telaah lain menunjukkan bahwa serikat pekerja berdampak negatif pada produktivitas karena mengurangi keefektifan beberapa praktik menajerial yang meningkatkan produktivitas karena memperburuk iklim tenaga kerja manajemen. Maka benar-benar tidak konsisten untuk menarik kesimpulan yang bermakna dari bukti itu.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">5.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Proses rekrutmen yang dilaksanakan oleh pihak sekolah sudah cukup efektif. Dalam hal ini dapat dilihat dari kegiatan proses rekrutmen guru baru yang dilakukan oleh pihak sekolah secara selektif dan sistematis sehingga menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam proses rekrutmen guru baru di sekolah ini guru-guru tidak dilibatkan karena kepala sekolah telah menyerahkan tugas sepenuhnya kepada bagian personalia, dan para guru hanya sekedar mendapatkan informasi saja tentang kegiatan proses rekrutmen guru baru karena tugas mereka lebih di fokuskan kepada kegiatan belajar mengajar (KBM) agar kegiatan mereka tidak dapat tercampur dengan kegiatan lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">3.2 Saran <o:p></o:p></span></b></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">1.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Dalam setiap rekrutmen karyawan hendaknya dilakukan beberapa tahap penyeleksian sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. dalam penyeksian ini harus didasarkan pada objektivitas.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">2.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Pelatihan dan pengembangan diharapkan selalu ada pertiwulan supaya kemampuan dan etos kerja karyawan tercontrol. Manfaat dari pelatihan ini tidak hanya untuk peningkatan mutu saja, tetapi untuk menjaga dan membangun motivasi karyawan tersebut. <o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">3.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Penialain kinerja harus dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan standar internasioal supaya terjamin mutu dari produktivitas seoarang karyawan.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">4.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Antara manajemen dan serikat pekerja harus menjalain komunikasi yang baik agar dalam membangun citra dan <i>brand</i> perusahaan yang lebih baik dan kuat. Di usahakan dalam perusahaan ada forum atau kajian untuk mengkaji masalah-masalah aktual sehingga tidak terjadi miskomunisaki diantara manajemen dan serikat pekerja.<o:p></o:p></span></p> <p class="ListParagraph" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; font-family: arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><span style="">5.<span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">Proses rekruetmen guru harus dilakukan<span style=""> </span>dengan baik dan dalam pelaksaaanya tidak hanya melakukan seleksi melalui tes tulis saja tetapi harus ada tes mengajar dan wawancara agar guru yang terjaring itu profesional dan cakap.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">.<span style=""> </span><span style=""> <br /></span></span></p><br /><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: 150%; font-family: arial;" align="center"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><a href="http://id-jurnal.blogspot.com/2008/04/analisis-pengaruh-praktek-sumber-daya.html">http://id-jurnal.blogspot.com/2008/04/analisis-pengaruh-praktek-sumber-daya.html</a></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><a href="http://samianstats.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-kinerja.pdf">http://samianstats.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-kinerja.pdf</a></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm; line-height: 150%; font-family: arial;"><a href="http://www.damandiri.or.id/file/kustiniunairbab2.pdf">http://www.damandiri.or.id/file/kustiniunairbab2.pdf</a></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><o:p> </o:p><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><br /></o:p></span></p><br /><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; font-family: arial;"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; color: black;"><o:p> </o:p></span></b></p> Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-35220887297195561002010-01-09T14:16:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.674-07:00PO-Ai Cucu-Motivasi<div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB I<br /></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center; font-weight: bold;">PENDAHULUAN<br /></div><br />1.1 Latar Belakang Masalah<br />Motivasi adalah salah satu topik yang paling sering diteliti dalam Perilaku Organisasi. Sudah menjadi masalah laten mengapa terjadi beberapa karyawan lebih baik dari karyawan lain dan beberapa siswa lebih baik daripada siswa lainnya. Walaupun sudah jelas bahwa motivasi itu penting, tetapi kita sukar untuk mendefinisikannya dan menganalisisnya dalam suatu organisasi. Seorang manajer maupun seorang guru harus mempertimbangkan untuk dapat memotivasi sekelompok orang yang beraneka ragam dan banyak hal yang tidak sapat diramalkan. Keanekaragaman ini menyebabkan perbedaan pola perilaku yang dalam beberapa hal berhubungan erat dengan kebutuhan dan tujuan. Dengan demikian, tujuan itu penting dalamsetiap pembahasan tentang motivasi. Proses motivasi seperti diinterpretasikan oleh sebagian besar ahli teori, diarahkan untuk mencapai tujuan (goal directed)<br />Kebutuhan dan tujuan adalah konsep yang memberikan dasar untuk menyusun suatu pola terpadu. Langkah permulaan dalam pengembangan suatu pola untuk menjelaskan proses motivasi adalah menghubungkan variabel-variabel dalam suatu urusan.<br />Melihat pentingnya menilai sejumlah teori motivasi, memberikan model integratif yang menunjukkan bagaimana teori-teori ini bisa dengan baik terjalin satu sama lain, dan menawarkan beberapa pedoman untuk merancang program motivasi yang efektif dalam kegiatan pembelajaran maka diambil judul mengenai “Konsep-konsep Dasar Motivasi”.<br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />a. Bagaimana teori motivasi pada masa teori awal dan teori-teri kontemporer yang sudah beredar luas?<br />b. Bagaimana model dari teori-teori motivasi terintegratif dan terjalin satu sama lain?<br />c. Bagaimana bagaimana konsep mootivasi siswa dalam pembelajaran?<br />d. Apa yang harus dilakukan guru di kelas agar anak didik nya termotivasi untuk menyenangi situasi belajar di kelas?<br /><br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB II<br />PEMBAHASAN<br /></div><br />2.1 Definisi Motivasi<br />Menurut Stephen Robbins, motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Tiga unsur kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan berlangsung lama. Intensitas terkai dengan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang mendapat perhatian paling besar bila kita berbicara tentang motivasi. Akan tetapi intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan kearah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas upaya itu maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke sasaran dan konsisten dengan sasaran organisasi adalah hal yang seharusnya kita usahakan. Pada akhirnya, motivasi memiliki dimensi yang berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu yang cukup lama untuk mencapai sasaran mereka.<br />Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen / ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.<br /><br />2.2 Teori Awal Motivasi<br />Tahun 1950-an adalah kurun waktu yang berhasil dalam pengembangan konsep-konsep motivasi. Ada tiga teori spesifik yang dirumuskan pada periode ini, yaitu teori hierarki kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua-faktor. Teori awal ini diperkenalkan karena dua alasan: (1) teori-teori ini menjadi fondasi dan dari sinilah berkembang teori-teori kontemporer. (2) para manajer aktif masih menggunakan teori ini dan terminologinya secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.<br />2.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan<br />Teori ini diungkapkan oleh Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat lima jenjang kebutuhan, yaitu:<br />a. Psikologis merupakan kebutuhan akan makan, minum dan mendapatkan tempat tinggal.<br />b. Keamanan merupakan kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, seperti aman dari ancaman lingkungan (penjahat, gangguan lingkungan).<br />c. Sosial yaitu kebutuhan akan teman, interaksi, mencintai dan dicintai.<br />d. Penghargaan yaitu kebutuhan akan penghargaan diri maupun penghargaan dari orang lain.<br />e. Aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, melalui keterampilan dan potensi yang ada.<br />Jika ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow perlu memahami terlebih dahulu sedang berada di anak tangga mana orang tersebut dan motivator tersebut harus fokus pada pemenuhan kebutuhan di tingkat di atasnya.<br />Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu menjadi tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah. Sementara kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri didudukkan ke dalam kebutuhan tingkat tinggi. Pembedaan antara kedua tingkat itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan tingkat tinggi dipengaruhi secara internal (dalam diri orang itu) sedangkan kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal (upah, masa kerja dan lain sebagainya).<br /><br /><br />Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan dari Maslow<br />Teori Maslow didasarkan atas anggapan bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk berkembang dan maju. Asumsi ini mungkin benar bagi beberapa orang namun tidak bagi orang yang lainnya. Kebenaran dari teori ini masih dipersoalkan, karena teori ini tidak diuji secara ilmiah oleh penemunya. Maslow hanya menerangkan bahwa orang dewasa telah memenuhi 85% dari kebutuhan psikologisnya, 70% dari kebutuhan akan kemanan, 50% dari kebutuhan sosial, 40% dari kebutuhan penghargaan dan 10% dari kebutuhan aktualisasi diri. Hanya ada sedikit bukti bahwa struktur kebutuhan itu berorganisasi sepanjang dimensi-dimensi yang dikemuikakan oleh Maslow, bahwa kebutuhan yang tak terpuaskan akan memotivasi atau bahwa kebutuhan tertentu yang terpuaskan akan mengaktifkan dorongan ke tingkat kebutuhan yang baru.<br />2.2 2 Teori X dan Y<br />Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif yang ditandai sebagai teori X dan yang lain positif yang ditandai dengan teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut:<br />a. karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bila dimungkinkan akan mencoba menghindarinya.<br />b. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.<br />c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin.<br />d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah<br />Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya sebagai Teori Y.<br />a. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bermain.<br />b. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran.<br />c. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.<br />d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.<br />Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu. Teori Y mengasumsilan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi teori Y lebih shahih daripada teori X. oleh Karena itu ia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan. Prinsip pokok dari Teori Y adalah keterpaduan, yang menciptakan situasi yang dikondisikan, sehingga anggota organisasi dapat mencapai tujuannya dan pembinaannya dilakukan mereka sendiri untuk mendapai kesuksesan. Konsep keterpaduan dan pengendalian diri sendiri membawa implikasi bahwa kehendak organisasi akan lebih efektif dalam pencapaian tujuan yang bersifat ekonomis apabila organisasi akan lebih efektif dalam pencapaian tujuan yang bersifat ekonomis apabila telah diadakan penyesuaian, dengan cara-cara yang penting terhadap kebutuhan dan tujuan dari setiap anggotanya.<br />2.2.3 Teori Dua Faktor<br />Teori dua faktor (kadang-kadang disebut juga teori motivasi-higiene) dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, dimana faktor yang membuat orang merasa puas dan tidak puas (ekstrinsik dan intrinsik). Herzberg menggunakan wawancara yang menjawab, seperti: “Dapatkah Anda menguraikan secara terperinci apabila anda merasa sangat baik melakukan pekerjaan Anda”. Serta, “Dapatkah Anda menguraikan secara terperinci apabila Anda merasa sangat jelek melakukan pekerjaan Anda?” Kemudian penelitian Herzberg melahirkan dua kesimpulan dalam teori tersebut.<br />Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik dimana keadaan pekerjaan dan hygieni yang menyebabkan rasa tidak puas di antara para karyawan apabila kondisi ini tidak ada, maka hal ini tidak perlu memotivasi karyawan. Sebaliknya apabila keadaan pekerjaan dan hygieni cukup baik, keadaan ini dapat membentuk kepuasan bagi karyawan. Faktor-faktor itu meliputi:<br />a. upah<br />b. keamanan kerja<br />c. kondisi kerja dan hygieni<br />d. status<br />e. prosedur perusahaan<br />f. mutu dari supervisi teknis<br />g. mutu dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.<br />Kedua, serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan yang bila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan yang dinamakan pemuas atau motivator yang meliputi:<br />a. prestasi<br />b. pengakuan<br />c. tanggung jawab<br />d. kemajuan<br />e. pekerjaan itu sendiri<br />f. kemungkinan berkembang.<br />Kritik terhadap teori ini antara lain:<br />• Prosedur yang digunakan, terbatasi oleh metodologinya. Bila semuanya berlangsung baik, orang cenderung menganggap itu berkat diri mereka. Sebaliknya, mereka menyalahkan lingkungan luar ketika terjadi kegagalan.<br />• Keandalan metodologi Herzberg dipertanyakan. Karena penilai harus melakukan penafsiran, mungkin mereka dapat mencemari penemuan dengan menafsirkan respon tertentu dengan cara tertentu. Namun di sisi lain, melakukan respon serupa dengan cara berbeda.<br />• Tidak digunakannya ukuran total kepuasan apapun. Dengan kata lain, seseorang dapat tidak menyukai bagian dari pekerjaannya, jika masih berperilaku bahwa pekerjaan itu dapat diterimanya.<br />• Teori itu tidak konsisten dengan riset sebelumnya. Teori dua faktor mengabaikan variabel-variabel situasi.<br />• Herzberg mengasumsikan hubungan antara kepuasan dan produktivitas. Tetapi metodologi riset yang dia gunakan hanya memandang kepuasan, bukan produktivitas. Untuk membuat agar riset semacam itu relevan, kita harus mengasumsikan hubungan yang kuat antara kepuasan dan produktivitas.<br />Terlepas dari kritik-kritik tersebut, teori Herzberg telah dibaca secara luas. Popularitas selama 35 tahun tentang perluasan pekerjaan secara vertikal yang memungkinkan para pekerja memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam merencanakan dan mengendalikan kerja mereka, agaknya sebagian besar dapat dihubungkan dengan temuan dan rekomendasi Herzberg.<br />2.3 Teori-teori Kontemporer tentang Motivasi<br />Teori-teori sebelumnya dikenal baik akan tetapi belum diuji dengan cukup baik. Bagaimanapun, tidak semuanya salah. Ada sejumlah teori kontemporer yang mempunyai satu kesamaan: masing-masing mempunyai derajat dokumentasi perdukung kebenaran yang masuk akal, tentu saja, ini tidak berarti bahwa teori-teori yang diperkenalkan benar-benar absolut, maka disebut “teori kontemporer” bukan langsung berarti bahwa teori-teori ini di kembangkan baru-baru ini, tetapi karena teori-teori ini mewakili kondisi terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.<br />2.3.1 Teori ERG<br />Clayton Alderfer dari Universotas Yale telah mengerjakan ulang teori hierarki kebutuhan Maslow untuk disandingkan secara lebih dekat dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan yang direvisinya itu disebut teori ERG (Existence, Relatedness, Growth).<br />Alderfer berpendapat bahwa ada tiga kelompok kebutuhan ini – eksistensi (Existence), keterhubungan (Relatedness) dan pertumbuhan (Growth). Kelompok kebutuhan pertama adalah eksistensi yang memperhatikan tentang pemberian persyaratan keberadaan materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang dianggap oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan kemanan. Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok keterhubungan- hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut terpenuhinya interaksi dengan orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal pada klasifikasi penghargaan Maslow. Kelompok kebutuhan ketiga adalah kelompok kebutuhan pertumbuhan- hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, yang mencakup komponen intrinsik dan kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.<br />Berbeda dengan teori kebutuhan hierarki Maslow, teori ERG memperlihatkan bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama. (2) jika kepuasan pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat.<br />Teori ERG tidaklah seperti teori kebutuhan hierarki Maslow. Teori ERG tidak mengasumsikan hierarki yang kaku di mana kebutuhan yang lebih rendah harus lebih dahulu dipuaskan secara substansial sebelum orang dapat maju terus. Misalkan seseorang dapat mengusahakan pertumbuhan meskipun kebutuhan eksistensi maupun kebutuhan keterhubungan belum terpenuhi; atau bahkan ketiga kategori tersebut dapat berjalan sekaligus.<br />Teori kebutuhan hierarki Maslow yang berargumen bahwa individu akan tetap pada tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut terpenuhi. Teori ERG menyangkalnya dengan menyatakan bahwa bila tingkat kebutuhan tertentu pada urutan lebih tinggi terhalang, maka hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendahnya akan berlangsung.<br />2.3.2 Teori kebutuhan McClelland<br />Teori ini dikemukakan oleh David McClelland dan para koleganya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan: prestasi, kekuasaan dan kelompok pertemanan. Kebutuhan ini didefinisikan sebagai berikut:<br />a. kebutuhan akan prestasi. Dorongan untuk berprestasi serta berusaha dengan keras supaya sukses.<br />b. Kebutuhan akan kekuasaan: kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya..<br />c. Kebutuhan akan kelompok pertemanan: hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab.<br />2.3.3 Teori Evaluasi Kognitif<br />Pada akhir 1960-an seoerang peneliti mengemukakan bahwa pengenalan imbalan ekstrinsik seperti gaji, atas upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah dapat memberikan keuntungan karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, yang akan cenderung mengurangi keseluruhan tingkat motivasi. Pendapat inilah yang disebut dengan teori evaluasi kognitif.<br />Teori ini berargumen bahwa imbalan ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah atas kinerja yang unggul, imbalan intrinsik, yang berasal dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai akan E intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Dalam dunia nyata pertama, bila imbalan ekstrinsik dihentikan, biasanya individu itu tidak lagi merupakan bagian dari organisasi. Kedua, bukti menyatakan bahwa tingkat motivasi intrinsik yang sangat tinggi sangat menolak dampak yang bersifat merusak dari imbalan ekstrinsik. Bahkan bila pekerjaan inheren menarik, norma yang kuat sekali untuk pembayaran ekstrinsik masih tetap ada. Pada bagian ekstrem yang lain untuk tugas yang membosankan, imbalan ekstrinsik tampaknya meningkatkan motivasi intrinsik. Oleh karena itu, teori ini mempunyai keterbatasan untuk diterapkan pada organisasi kerja karena kebanyakan pekerjaan tingkat rendah secara inheren tidak cukup memuaskan untuk mendukung berkembangnya minat intrinsik yang tinggi dan banyak posisi manajerial serta profesional menawarkan imbalan intrinsik.<br />2.3.4 Teori Penetapan-Sasaran<br />Pada akhir 1960-an Edwin Locke mengemukakan bahwa niat-niat untuk bekerja menuju sasaran merupakan sumber utama motivasi kerja. Artinya sasaran memberitahu karyawan apa yang perlu dikerjakan dan berapa banyak upaya yang harus dilakukan. Bukti ini sangat mendukung nilai dari sasaran. Lebih tepatnya kita dapat mengatakan bahwa sasaran khusus meningkatkan kinerja: bahwa sasaran sulit. Bila diterima dengan baik tentunya menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada sasaran yang mudah.; dan bahwa umpan balik menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tidak adanya umpan balik.<br />Jika faktor-faktor seperti kemampuan dan penerimaan sasaran itu dikonstankan, kita dapat juga menyatakan bahwa makin sulit sasaran maka makin tinggi tingkat kinerjanya. Akan tetapi, bisa diasumsikan bahwa sasaran yang lebih mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi begitu karyawan menerima dengan baik tugas yang sulit, ia akan berusaha keras sampai tugas itu dicapai.<br />Orang akan melakukan dengan lebih baik bila mereka memperoleh umpan balik mengenai betapa pentingnya mereka maju ke arah sasaran. Karena, umpan balik membantu mengidentifikasi penyimpangan antara apa yang telah mereka kerjakan dan apa yang ingin mereka kerjakan. Artinya, umpan balik bertindak untuk memadukan perilaku. Tetapi tidak semua umpan balik bersifat sama kuatnya. Umpan balik yang berasal dari dalam diri merupakan motivator yang paling ampuh daripada umpan balik yang dipengaruhi secara eksternal.<br />Disamping umpan balik, faktor lain yang mempengaruhi hubungan sasaran-kinerja yaitu: komitmen sasaran, keefektifan yang memadai dan budaya nasional. Teori penentuan sasaran sebelumnya mengasumsikan bahwa individu berkomitmen terhadap sasaran, artinya bertekad untuk tidak menurunkan atau meninggalkan sasaran. Keefektifan diri meerujuk pada keyakinan individu bahwa ia mampu menyelesaikan tugas tertentu. Makin tinggi keefektifan diri maka makin besar kepercayaan diri akan kemampuan meraih keberhasilan dalam tugas tertentu. Individu yang tinggi keefektifan dirinya tampaknya menanggapi umpan balik yang negatif dengan meningkatkan upaya motivasi, sementara mereka yang rendah keefektifan dirinya kemungkinan besar akan mengurangi upayanya bila diberi umpan balik yang negatif. Mengenai ikatan budaya, teori ini sangat cocok di Amerika Serikat dan Kanada karena komponen utamanya segaris dengan budaya Amerika Utara. Teori ini mengasumsikan bahwa bawahan akan berdiri sendiri, sehingga manajer dan bawahan akan mencari sasaran yang menantang (penghindaran kepastiannya rendah) dan kinerja dianggap penting oleh keduanya (kuantitas hidup tinggi). Jadi janganlah mengharapkan penentuan sasaran pasti akan menghasilkan kinerja karyawan yang lebih tinggi di negara-negara Portugal dan Chili dimana terdapat kondisi yang berlawanan.<br />Secara garis besar, teori penentuan sasaran ini pada saat kondisi yang tepat dapat menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Tetapi, tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa sasaran semacam itu berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja.<br />2.3.5 Teori Penguatan<br />Teori penguatan (reinforcement theory) merupakan kebalikan dari teori penentuan sasaran. Pertama, pendekatan kognitif yang mengemukakan bahwa sasaran individu mengarahkan tindakannya sedangkan dalam teori penguatan yang memiliki pendekatan perilaku (behavioristik), berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Para ahli teori penguatan memandang perilaku dibentuk oleh lingkungan. Perilaku dikendalikan oleh penguat nya (reinforcers)-setiap konsekuensi yang mengikuti respon tertentu akan meningkatkan kemungkinan bahwa peerilaku itu akan diulang.<br />Teori penguatan mengabaikan keadaan internal individu dan memusatkan semata-mata terhadap apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak mempedulikan apa yang mengawali perilaku, maka jelas bahwa teori ini bukan merupakan teori motivasi. Tetapi teori ini memberikan cara analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Dan inilah yang menjadi alasan teori ini penting untuk dibahas dalam pembahasan mengenai motivasi.<br />Penguatan memiliki pengaruh yang penting atas perilaku. Perilaku yang dilibatkan ketika dalam bekerja dan banyaknya upaya yang dilakukan pada tiap tugas dipengaruhi oleh konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti perilaku orang tersebut.<br />2.3.6 Teori Hanyut (Flow) dan Motivasi Intrinsik<br />a. Pengalaman Flow<br />Ketika tugas menguras perhatian seseorang hingga tidak sadar kan waktu. Para periset motivasi menyebut keadaan konsentrasi absolute ini sebagai flow (hanyut).<br />Suatu unsur penting dalam pengalaman flow adalah bahwa motivasi itu tidak berkaitan dengan sasaran akhir. Kegiatan yang dilakukan manusia ketika mencapai perasaan yang tidak dibatasi oleh waktu itu berasal dari proses aktivitas itu sendiri dan bukan upaya untuk mencapai sasaran. Dengan demikian ketika seseorang memiliki perasaan hanyut (flow), maka dia benar-benar termotivasi secara intrinsik.<br />Mereka yang terlalu tenggelam dalam konsentrasi yang dalam. Tetapi ketika tugas yang mengakibatkan flow itu selesai, dan orang melihat kembali apa yang terjadi, maka dia dipenuhi rasa syukur karena pengalaman itu. Selanjutnya, kepuasan yang diterima dari pengalaman itu disadari. Dan keinginan untuk mengulangi pengalaman itulah yang menciptakan motivasi yang berkelanjutan.<br />b. Model Motivasi Intrinsik<br />Pemahaman yang lebih jelas tentang flow sudah ditawarkan dalam model motivasi intrinsik Ken Thomas. Perluasan konsep flow ini mengidentifikasi unsur pokok yang menciptakan motivasi intrinsik.<br />Thomas menggambarkan karyawan sebagai orang yang termotivasi secara intrinsik bila dia benar-benar peduli dengan pekerjaannya, mencari cara yang lebih baik untuk melakukannya, dan mendapat kekuatan dan kepuasan dalam melakukannya dengan baik. Seperti pada flow, imbalan yang didapatkan dari motivasi intrinsik datang dari pekerjaan itu sendiri dan bukan dari faktor-faktor eksternal seperti kenaikan gaji atau pujian dari atasan. Model Thomas mengemukakan bahwa motivasi intrinsik dicapai ketika orang mengalami perasaan-perasaan adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan kemajuan. Dia menetapkan komponen-komponen ini sebagai berikut:<br />- Pilihan adalah peluang untuk mampu menyeleksi kegiatan-kegiatan tugas yang masuk akal bagi seseorang dan melaksanakannya dengan cara yang memadai.<br />- Kompetensi adalah pencapaian yang seseorang rasakan saat melakukan kegiatan pilihannya dengan cara yang amat terampil.<br />- Penuh arti adalah peluang untuk mengejar sasaran tugas yang bernilai: sasaran yang terjadi dalam skema yang lebih besar.<br />- Kemajuan adalah perasaan seseorang bahwa membuat langkah maju berarti dalam mencapai sasaran tugasnya.<br />Thomas melaporkan sejumlah riset yang meninjukkan bahwa keempat komponen motivasi intrinsik ini berhubungan erat dengan peningkatan kepuasan kerja dan perbaikan kinerja. Akan tetapi, hampir semua studi yang dilaporkan oleh Thomas dilakukan terhadap karyawan profesional dari kalangan manajer. Namun prediksi motivasi intrinsik pada kaum buruh biasa, sampai sekarang belum jelas.<br /><br />2.3.7 Teori Kesetaraan<br />Teori ini menguraikan bahwa setiap individu di dalam melaksanakan pekerjaannya selalu membandingkan antara input tugas dan hasil beserta yang lainnya di dalam pertanggungjawabannya, serta berusaha mengatasi ketidakseimbangan beban tugasnya. Menurut teori ini umumnya dada empat perbandingan yang selalu diperhatikan karyawan dalam menciptakan keseimbangan dalam tugasnya antara lain sebagai berikut:<br />1. di dalam diri sendiri: pengalaman karyawan dalam posisi yang berbeda dalam organisasinya yang sekarang ini.<br />2. di luar diri sendiri: Pengalaman karyawaan dalam situasi atau posisi di luar organisasinya sekarantg.<br />3. di dalam diri orang lain: individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan itu.<br />4. di luar diri orang lain: individu atau kelompok individu di luar organisasi karyawan itu<br />Berdasarkan teori kesetaraan ini jika karyawan membandingkan dirinya dengan keadaan di setiap situasi yang dikemukakan sebelumnya akan menciptakan ketidakadilan bagi dirinya, keadaan ini akan diikuti perubahan di dalam kualitas pekerjaan yang tadinya seimbang menjadi tidak seimbang. Bila karyawan mempersepsikan ketidaksetaraan, dapat diprediksikan bahwa mereka dapat mengambil salah satu dari enam pilihan berikut:<br />- Mengubah masukan (input) mereka (misalnya, tidak mengeluarkan banyak upaya)<br />- Mengubah keluaran (output) mereka (misalnya, individu yang dibayar atas dasar banyaknya output dapat menaikkan upah mereka dengan menghasilkan kuantitas yang lebih tinggi dari unit yang kulaitasnya lebih rendah).<br />- Mendistorsikan persepsi mengenai diri (misalnya”Saya berpikir saya bekerja dengan kecepatan sedang, tetapi sekarang saya menyadari bahwa saya bekerja terlalu keras daripada orang lain).<br />- Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain (misalnya, ”sebelumnya pekerjaan Mike tidaklah begitu saya inginkan”’).<br />- Memilih acuan yang berlainan (misalnya, ”Mungkin gaji saya tidak sebanyak gaji ipar saya, tetapi saya melakukan jauh lebih baik dari pada Ayah ketika ia seusia saya”).<br />- Meninggalkan medan (misalnya, berhenti dari pekerjaan).<br />2.3.8 Teori Pengharapan <br />Salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas mengenai motivasi adalah teori pengharapan dari Victor Vroom. Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut. Dalam istilah lebih praktis, teori pengharapan mengatakan, karyawan dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Oleh karena itu teori ini berfokus pada tiga hubungan:<br />a. Hubungan upaya-kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.<br />b. Hubungan kinerja-imbalan. Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya output yang diinginkan.<br />c. Hubungan imbalan-sasaran pribadi. Sampai sejauh mana imbalan-imbalan organisasi memenuhi sasaran atau kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan bagi individu tersebut.<br />Teori pengharapan ini membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaannya dan semata-mata melakukan hal yang minimal sekedar menjalankan kewajiban.<br /><br /><br />2.4 Memadukan Teori Kontemporer tentang Motivasi<br /><br />Gambar 2.2 Memadukan Teori Kontemporer tentang Motivasi<br />Fondasi dasarnya adalah model pengharapan. Kita mulai secara eksplisit mengakui bahwa peluang dapat membantu atau merintangi upaya individu. Kotak upaya individu juga mempunyai anak panah yang menuju kedalamnya. Anak panah ini keluar dari sasaran orang tersebut. Konsisten dengan teori penentuan sasaran, lingkaran sasaran-upaya ini dimaskudkan untuk mengingatkan kita bahwa asaran mengarahkan perilaku.<br />Teori pengharapan memprediksi bahwa karyawan akan mengeluaarkan upaya adalam tingkatan tinggi jika ia mepresepsikan hubungan yang kuat anatar upaya dan kinerja, kinerja dan imbalan, serta imbalan dengan pemuas sasaran pribadi. Tiap hubungan ini pada gilirannya dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Agar upaya menghasilkan kinerja yang baik, individu itu harus mempunyai kemampuan prasyarat untuk berkinerja, sementara sistem penilaian kinerja yang mengukur kerja individu harus dipersepsikan setara dan objektif. Hubungan kinerja-imbalan akan kuat jika individu mempersepsikan bahwa kinerjalah (bukan senioritas, kesukaan pribadi atau kriteria lain) yang di ganjar. Jika teori evaluasi kognitif shahih sepenuhnya ditempat kerja yang sebenarnya, di sini kita akan mengurangi motivasi intrinsik individu itu. Keterkaitan akhir dalam teori pengharapan adalah hubungan imbalan-sasaran pribadi. Teori ERG akan berperan pada titik ini. Motivasi akan tinggi sampai pada deerajat di mana imbalan yang diterima individu atas kinerjanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan sasaran pribadi individu tersebut.<br />Dalam gambar diatas juga mengungkapkan bahwa model itu mempertimbangkan kebutuhan berprestasi serta teori penguatan dan kesetaraan. Peraih prestasi tinggi tidak dimotivasi oleh penilaian organisasi terhadap kinerjanya atau oleh ganjaran organisasi. Jika ada loncatan dari upaya ke sasaran pribadii bagi mereka dengan nAch yang tinggi. Peraih prestasi tinggi secara internal terdorong motivasinya selama pekerjaan yang mereka lakukan memberi mereka tanggung jawab ppribadi, umpan balik, ddan risiko sedang. Jadi mereka tidak peduli akan tautan upaya-kinerja, kinerja-imbalan atau imbalan-sasaran. Jika tugas menciptakan motivasi intrinsik sebagai akibat dari penyediaan pilihan, kompetensi, penuh makna, dan kemajuan, maka upaya individu secara internal akan digiring menuju sasaran.<br /><br />2.5 Konsep Penting dalam Motivasi Belajar<br />Pertama, motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran tersebut (motivasi intrinsik).<br /><br />Kedua, motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakan suatu konsekuensi dari penguatan (reinforcement), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari disonan atau ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau suatu harapan dari peluang keberhasilan.<br />Ketiga, motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar.<br />Keempat, motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam strategi pengajaran, menyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed back) dengan sering dan segera.<br />Kelima, motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya.<br />Keenam, motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan umum untuk mengupayakan keberhasilan dan memilih kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keberhasilan/kegagalan. Siswa dapat termotivasi dengan orientasi ke arah tujuan-tujuan penampilan. Mereka mengambil mata pelajaran-mata pelajaran yang menantang. Siswa yang berjuang demi tujuan-tujuan penampilan berusaha untuk mendapatkan penilaian positif terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapat nilai baik dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru dapat membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu mungkin dicapai. Guru dapat menunggu siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan sejauh mungkin menghindari pembedaan prestasi di antara para siswa yang tidak perlu.<br /><br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB III<br />PENUTUP<br /></div><br />3.1 Kesimpulan<br />Teori motivasi awal berarti kumpulan teori yang dikenalkan tahun 1950-an yang dikritis habis-habisan pada masanya. Teori-teori sebelumnya dikenal baik akan tetapi belum diuji dengan cukup baik. Bagaimanapun, tidak semuanya salah. Ada sejumlah teori kontemporer yang mempunyai satu kesamaan: masing-masing mempunyai derajat dokumentasi perdukung kebenaran yang masuk akal, tentu saja, ini tidak berarti bahwa teori-teori yang diperkenalkan benar-benar absolut, maka disebut “teori kontemporer” bukan langsung berarti bahwa teori-teori ini di kembangkan baru-baru ini, tetapi karena teori-teori ini mewakili kondisi terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.<br />Dalam motivasi belajar, terdapat enam konsep penting, yaitu: Pertama, motivasi belajar adalah proses internal. Kedua, motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya. Ketiga, motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar. Keempat, motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, Kelima, motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya. Keenam, motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk mengupayakankeberhasilan dan memilih kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keberhasilan/kegagalan.<br />Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:<br />1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.<br />Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.<br />2. Hadiah<br />Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.<br />3. Saingan/kompetisi<br />Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.<br />4. Pujian<br />Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.<br />5. Hukuman<br />Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.<br />6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar<br />Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.<br />7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik<br />8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok<br />9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan<br />10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran<br /><br /><br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">DAFTAR PUSTAKA</span><br /></div><br />Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.<br /><br />Tampubolon, P.Manahan. 2004. Perilaku Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.<br /><br />http://www.bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-32582202139350225622010-01-08T16:15:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.670-07:00PI-IPM-Titin<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Di Indonesia pergesaran paradigma terjadi sejalan dengan berkembangnya pemikiran pembangunan di dunia, dimana paradigam baru pembangunan manusia, mulai muncul menjadi isu strategis dalam pembangunan nasional. Paradigma ini mengangkat “Indeks Pembangunan Manusia (IPM)” menjadi salah satu pengukur keberhasilan (outcome) pembangunan. IPM, yang untuk pertama kalinya termuat dan dilaporkan UNDP dalam Human Development Report pada tahun 1990, telah memicu perdebatan terutama mengenai pemilihan indikator dan cara mengukurnya. Dengan indeks tersebut, posisi masing-masing negara dapat diperbandingkan, yang spontan menimbulkan rasa senang bagi negara yang kebetulan memiliki IPM tinggi, dan sebaliknya.<br />Di Indonesia ketika pada tahun 1996 diumumkan angka IPM versi BPS untuk perbandingan antar propinsi 1990-1993, tak luput dari munculnya “Reaksi” bernada “Protes” terutama propinsi di Jawa, yang dilaporkan kualitas hidup manusianya relatif “rendah” sebagaimana tercermin dalam angka IPM propinsi, padahal selama ini merasa telah berhasil memacu pesat pertumbuhan ekonominya. Bagaimana indeks dibuat untuk menghasilkan peringkat. Adanya peringkat lama pertumbuhan ekonomi GNP/GDP yang muncul pada dekade 60-an, mewarnai pemikiran kita dalam mengukur keberhasilan pembangunan. GDP/GNP memang merupakan ukuran makro ekonomi yang masih dipakai oleh banyak negara, meskipun ukuran tersebut belum menggambarkan keadaan sebenarnya, terutama gambaran kualitas manusianya.<br />Pembangunan manusia, terutama menurut UNDP, adalah proses memperoleh pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap penting yaitu sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan akses ke sumber daya yang didapat memenuhi standar hidup layak. Pilihan lain yang mungkin dianggap mendukung tiga pilihan diatas adalah kebebasan politik, hak azazi manusia, dan penghormatan hak pribadi (personal selfresfect). Untuk tahun 2001 ini Bappenas bekerjasama dengan UNDP mengembangkan sebuah wacana baru dengan mencoba mengukur nilai keberhasilan pembangunan manusia dihubungkan dengan manusia. <br />Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini nampaknya sederhana. Tetapi seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang. (UNDP: Human Development Report 2000)<br />Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk mempebesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah:<br />- Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;<br />- Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;<br />- Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal;<br />- Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; dan<br />- Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.<br />Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent lving). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah).<br /><br />1.2 Permasalahan<br />Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:<br />1. Apa pengertian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)?<br />2. Komponen apa saja yang termasuk ke dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM)?<br />3. Bagaimana perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)?<br />4. Bagaimana kondisi IPM di Indonesia?<br />5. Bagaimana perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antar provinsi di Indonesia?<br />6. Bagaimana perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara Indonesia dengan Negara lain di dunia?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Teori<br />2.1.1 Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM)<br />Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. <br />Pembangunan manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memperluas peluang penduduk agar mencapai hidup layak. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India, Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh program pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.<br />HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:<br />• hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran<br />• Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, dan atas/ gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).<br />• standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli/ purchasing power parity dalam Dollar AS<br /><br />Dalam rangka pembangunan manusia, Indonesia perlu lebih banyak berinvestasi tidak hanya sekedar untuk memenuhi hak-hak dasar warganya tetapi juga untuk meletakkan dasar bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin kelangsungan demokrasi dalam jangka panjang. Investasi ini memang tergolong besar, namun sebenarnya dapat terjangkau.<br />Sebelum krisis, Indonesia cukup sukses dalam memenuhi sejumlah hak-hak dasar menterjemahkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ke dalam pembangunan manusia yang cepat dan merata. Namun demikian, keberhasilan ini sebagian besar dibiayai melalui belanja masyarakat, bukan belanja pemerintah. Dalam bidang kesehatan misalnya, pemerintah hanya membiayai 20 persen anggaran, kurang dari separuh angka rata-rata di negara Asia Timur dan Pasifik. Karena manfaat belanja masyarakat cenderung lebih dirasakan oleh kelompok kaya, maka hal ini berdampak pada ketimpangan yang serius. Contohnya, angka kematian bayi di kalangan keluarga miskin, tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan keluarga kaya (Laporan Pembangunan Manusia Indonesia, 2004). Cerminan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dapat tergambar dalam indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu daerah.<br />Pembangunan manusia harus dipandang sebagai upaya untuk mengisi dan melengkapi upaya-upaya dalam pencapaian tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan warga negara, yaitu pilihan untuk hidup sehat dan berumur panjang, berilmu pengetahuan, memiliki akses terhadap sumberdaya agar hidup layak, dan dapat turut berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang mempengaruhi kehidupannya, yang meliputi kebebasan politik, hak asasi, dan harga diri.<br />Konsensus nasional untuk peningkatan pembangunan manusia Indonesia telah dilakukan melalui Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia yang dilaksanakan pada bulan November 2006. Kongres tersebut telah menghasilkan dokumen permufakatan pembangunan manusia Indonesia menuju Indoneisa yang lebih sejahtera, adil, dan makmur, piagam pembangunan manusia Indonesia, dan rencana aksi nasional pembangunan manusia Indonesia 2006.<br />Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidupyang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai indeks ini berkisar antara 0 -100. <br />IPM ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut:<br />• Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara, bukannya pertumbuhan ekonomi.<br />• Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara: bagaimana dua negara yang tingkat pendapatan per kapitanya sama dapat memiliki IPM yang berbeda. Contohnya, tingkat pendapatan per kapita antara Pakistan dan Vietnam hampir sama, namun harapan hidup dan angka melek huruf antara keduanya sangat berbedaa, sehingga Vietnam memperoleh nilai IPM yang jauh lebih tinggi daripada Pakistan. Perbedaan yang kontras ini memicu perdebatan mengenai kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan dan kesehatan, dan mempertanyakan mengapa yang dicapai oleh satu negara tidak dapat dikejar oleh negara lainnya.<br />• Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi-provinsi (atau negara bagian), di antara gender, kesukuan dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir berbagai debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.<br />IPM ini mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan suatu standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. IPM adalah suatu ringkasan dan bukan ukuran komprehensif dari pembangunan manusia.<br /><br />2.1.2 Komponen-Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)<br />Untuk meningkatkan efektivitas pembangunan manusia penggunaan data statistik baik perencanaan, pemantauan maupun evaluasi tidak dapat dihindari. Dalam melaksanakan tugasnya BPS menyelenggarakan berbagai sensus dan survey diantaranya adalah Sensus Penduduk (SP), Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survey angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dan Survey Demografi dan kesehatan Indonesia.(SDKI). <br />Dari hasil survey tersebut dapat diturunkan berbagai indikator kependudukan dan kesejahteraan masyarakat. Indikator ini dapat digunakan untuk melihat kemajuan pembangunan yang telah dicapai. Selain itu hasil survey perlu dianalisis atau diinterpretasikan agar mudah digunakan dalam perencanaan atau pengambilan keputusan.<br />Indikator komposit pembangunan manusia adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat pencapaian pembangunan manusia secara antar wilayah dan antar waktu. . Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan alat ukur yang dapat menunjukan presentase pencapaian dalam pembangunan manusia dengan memperhatikan tiga faktor yaitu kelangsungan hidup, pengetahuan dan daya beli.<br />Indikator yang digunakan serta kondisi terburuk dan kondisi ideal dari setiap faktor adalah sebagai berikut :<br />Tabel 1. Indikator IPM<br />Faktor Komponen Kondisi<br /> Ideal Terburuk<br />Kelangsungan Hidup Angka Harapan Hidup (thn) 85,5 25,0<br /><br />Pengetahuan Angka Melek Huruf (%) 100,0 0,0<br /> Rata-rata lama sekolah (thn) 15 0<br />Daya Beli Konsumsi riil perkapita 732.720,0 300.000,0<br /><br />Dengan 3 ukuran pembangunan ini dan menerapkan suatu formula yang kompleks terhadap data 160 negara pada tahun 1990, rangking HDI semua Negara dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) Negara dengan pembangunan manusia yang rendah (low human development) bila nilai HDI berkisar antara 0,0 hingga 0,50; (2) Negara dengan pembangunan manusia yang menengah (medium human development) bila nilai HDI berkisar antara 0,51 hingga 0,79; dan (3) Negara dengan pembangunan manusia yang tinggi (high human development) bila nilai HDI berkisar antara 0,80 hingga 1,0. Negara dengan nilai HDI di bawah 0,51 hingga 0,79 berarti mulai memperhatikan pembangunan manusiannya; Negara dengan nialai HDI lebih dari 0,8 berarti amat memperhatikan pembangunan manusianya. Perlu dicatat bahwa HDI mengukur tingkat pembangunan manusia secara relatif, bukan absolute. Selain itu, HDI memfokuskan pada tujuan akhir pembangunan (usia panjang, pengetahuan, dan pilihan material) dan tidak sekedar alat pembangunan (hanya GNP per kapita). <br />Lembaga United Nations Development Programme (UNDP) telah mempublikasikan laporan pembangunan sumber daya manusia (Human Deveopment Report 1993) dalam ukuran kuantitatif yang disebut Human Development Index (HDI). Meskipun HDI merupakan alat ukur pembangunan SDM yang dirumuskan secara konstan, diakui tidak akan pernah menangkap gambaran pembangunan SDM secara sempurna. Dengan kata lain, konsep pembangunan SDM lebih luas pengertiannya dari pada pengukuran HDI. Lepas dari dari kelemahan tersebut, HDI dapat dipakai sebagai pedoaman untuk mengetahui kualitas penduduk/sumber daya manusia suatu Negara. Terdapat tiga dimensi dalam pengukuran HDI pertama, longevy atau kemampuan manusia untuk hidup lebih panjang dan hidup secara sehat; kedua, educational attainment atau kemampuan manusia untuk memperoleh, ilmu pengetahuan, berkomunikasi dan berpartisipasi dalam kehidupan kelompok sosial tertentu, ketiga, sucsess to resource atau terpenuhinya standar hidup yang layak. Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur tiga dimensi tersebut aedalah sebagai berikut (UNDP, Human Development Report 1993, p.105-106):<br /> Longevity, diukur dengan variabel harapan hidup saat lahir atau life expectancy at birth dan angka kematian bayi perseribu penduduk atau infant mortality rate;<br /> Educational achievement, diukur dengan dua indicator, yakni melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan tahun rata-rata bersekolah bagi penduduk 25 tahun ke atas (the mean years of schooling);<br /> Access to resource, dapat diukur secara makro melalui PDB real per kapita dengan terminology purchasing power parity dalam dolar AS dan dapat dilengkapi dengan tingkat angkatan kerja. <br />Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen yang mempengaruhi IPM antara lain:<br />1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (Life Expectancy rate), parameter kesehatan dengan indikator angka harapan hidup, mengukur keadaan sehat dan berumur panjang.<br />2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah, parameter pendidikan dngan inidikator angka melek huruf dan lamanya sekolah, mengukur manusia yang cerdas, kreatif, terampil, terdidik, dan bertaqwa.<br />3. Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power parity), Parameter pendapatan dengan indikator daya beli masyarakat, mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses untuk layak.<br />IPM yang dikembangkan dalam skala internasional tersebut, dengan demikian tidak salah bila digunakan untuk dapat membandingkan kualitas hidup antar tempat dan antar waktu. Di Indonesia, indeks tersebut telah dikembangkan dalam skala propinsi sehingga memungkinkan kita melihat perbandigan IPM antar propinsi.<br />2.1.2.1 Kesehatan<br />Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus di penuhi. Hal ini karena kesehatan dapat menjadi indikator kualitas hidup seseorang. Seorang manusia yang sehat biasanya akan lebih produktif dan mampu berfikir dengan baik, sehingga ia dapat menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Sayangnya di negera kita kesehatan seolah hanya menjadi sesuatu ”barang mewah” yang hanya bisa dimiliki oleh orang kaya yang berpendapatan tinggi. <br />Masyarakat kita yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan, sangat rentan terhadap penyakit, hal ini tentu menunjukkan bahwa kualitas kesehatan masyarkat kita masih sangat rendah, dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia. Bagi masyarakat miskin, akses untuk memperoleh fasilitas kesehatanpun masih sangat minim dan sulit, mereka terjebak pada birokrasi yang rumit, sehingga masyarakat yang memerlukan pertolonganpun akhirnya hanya menjadi ”korban”, mereka harus meregang nyawa karena tidak mampu berobat ke rumah sakit, karena tidak ada biaya.<br />Untuk mengukur tingkat kesehatan masyarakat, maka data yang digunakan biasanya dengan menghitung Angka Harapan Hidup maupun Indeks Peluang Hidup.<br />Angka Harapan Hidup<br />Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup dihitung menggunakan pendekatan tidak langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data yang digunakan dalam perhitungan angka harapan hidup yaitu anak lahir hidup (ALH) dan anak masih hidup (AMH). <br />Besarnya nilai minimum dan maksimum merupakan nilai besaran yang telah disepakati oleh semua negara (175 negara di dunia). Pada komponen angka harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas perhitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun. Angka ini diambil dari standar UNDP.<br />Tabel 2 Nilai Maksimum dan Minimum dari setiap Komponen IPM<br />Komponen IPM Max Min Keterangan<br />1. Angka harapan hidup 85 25 Standar UNDP<br />2. Angka Melek huruf 100 0 Standar UNDP<br />3. Rata-rata Lama Sekolah 15 0 <br />4. Daya Beli 732,720 300,000 (1996)<br />360,000 (1999,2002) UNDP menggunakan PDB Riil disesuaikan<br />Keterangan : a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018<br />b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru<br />2.1.2.2 Pendidikan<br />Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Melakukan investasi pendidikan akan memberikan hasil yang sangat besar karena pembangunan tidak hanya mengandalkan sumber daya alam saja tetapi harus didukung oleh sumber daya manusia yang handal. Pendidikan dapat pula dilihat sebagai investasi sumberdaya manusia dan hasilnya akan diperoleh beberapa tahun kemudian (Tjiptoherijanto P, 1996). <br />Secara nasional kebijakan di bidang pendidikan sebenarnya telah meningkatkan pendidikan angkatan kerja hampir di semua wilayah, khususnya terlihat pada tingkat pendidikan menengah (SLTP keatas). Kualitas sarana dan prasarana pendidikan cukup meningkat, namun kebanyakan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, terutama di ibukota provinsi. Sedang sekolah-sekolah kejuruan serta pelatihan-pelatihan BLK yang sesuai dengan potensi lokal dirasa masih kurang. Dalam perspektif geografis, ada ketimpangan fasilitas dan akses pendidikan di daerah perkotaan dan daerah pedesaan (terutama daerah terpencil), yang mengakibatkan pencapaian pendidikan angkatan kerja diperkotaan lebih tinggi daripada pedesaan. <br />Faktor-faktor yang berpengaruh di bidang pendidikan antara lain adalah isu keterbatasan dan pemerataan sarana dan prasarana (sekolah, peralatan, buku dan guru). Di samping itu pertumbuhan ekonomi yang rendah, sangat berpengaruh terhadap kecukupan tenaga pengajar dan kesejahteraan guru yang akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Kendala geografis dan faktor sosial yang ada di Indonesia juga berpengaruh terhadap pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.<br />Tingkat Pendidikan <br />Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator yaitu rata-rata lama sekolah (mean years schoolling) dan angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses pengitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberikan bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua per tiga.<br />Untuk penghitungan indeks pendidikan, dua batasan dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Batas maksimum untuk melek huruf adalah 100, Sedangkan batas minimum adalah 0. Hal ini menggambarkan kondisi 100% atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis, dan nilai 0 mencerminkan kondisi sebaliknya. Sementara batas minimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum setara lulus sekolah menengah atas. <br />2.1.2.3 Ekonomi<br />Aspek ekonomi diukur melalui standar hidup layak. Standar hidup layak adalah kualitas menggambarkan kualitas hidup manusia. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. United Nations Development Programs (UNDP) mengukur standar hidup layak menggunakan produk domestik bruto riil yang disesuaikan, sedangkan Badan Pusat Statistika (BPS) menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil. <br />Penghitungan indeks daya beli dilakukan berdasarkan 27 komoditas kebutuhan pokok. <br />Table 3 Komoditi Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Perhitungan Daya Beli (PPP) <br />Komoditi Unit Proporsi dari total konsumsi (%)<br />1. Beras lokal Kg 7,25<br />2. Tepung terigu Kg 0,10<br />3. Singkong Kg O,22<br />4. Tuna Kg 0,50<br />5. Teri Ons 0,32<br />6. Daging sapi Kg 0,78<br />7. Ayam Kg 0,65<br />8. Telur Butir 1,48<br />9.Susu kental manis 3,97 gram 0,48<br />10. Bayam Kg 0,30<br />11.Kacang panjang Kg 3,32<br />12. kacang tanah Kg 0,22<br />13. pepaya Kg 0,18<br />15. kelapa Butir 0,56<br />17. Gula Ons 1,61<br />18. kopi Ons 0,60<br />19. garam Ons 0,15<br />20. merica Ons 0,13<br />21. mie instan 80 gram 0,79<br />22.Rokok kretek 10 batang 2,86<br />23. Listrik Kwh 2,06<br />24. Air minum M3 0,46<br />25. Bensin Liter 1,02<br />26.minyak tanah Liter 1,74<br />27. Sewa Rumah Unit 11,56<br />Total 37,52<br /><br />Batas maksimum dan minimum perhitungan daya beli digunakan seperti terlihat di tabel 2.2. Batas maksimum daya beli adalah sebesar Rp. 732.720,- sementara sampai dengan tahun 1996 batas minimum adalah Rp 300.000,- Pada tahun 2002 dengan mengikuti kondisi pasca krisis ekonomi batas minimum perhitungan PPP diubah dan disepakati menjadi Rp 360.000,-<br />2.1.3 Perhitungan Indeks Pembanguna Manusia (IPM)<br />Upaya yang paling ambisius dan terbaru dalam menganalisis perbandingan status pembangunan social ekonomi baik di NSB maupun Negara maju telah dilakukan oleh UNDP (United Nation Development Program) secara sistematis dan komprehensif. UNDP menerbitkan seri tahunan dalam publikasi berjudul Human Development Index (HDI). Seperti halnya PQLI, HDI mencoba merangking semua Negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: (1) usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan baru; (2) pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dalam rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga); dan (3) penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing Negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghailan dengan cepat. <br />Indeks tiga komponen HDI dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan antara nilai indikator dan penentu nilai minimumnya dengan perbedaan antara penentu indicator maksimum dan minimum, atau secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut (UNSFIR, 2000)<br /><br /><br />di mana:<br />Xi : Indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3<br />Xmin : Nilai minimum Xi <br />Xmaks : Nilai Maksimum Xi <br />Kisaran antara nilai minimum dan maksimum untuk indikator yang tercakup sebagai komponen HDI adalah (UNSFIR, 2000):<br /> Harapan hidup kelahiran : 25 – 85 (Standar UNDP)<br /> Tingkat melek hiruf : 0 – 100 (Standar UNDP)<br /> Rata-rata lama sekolah : 0 – 15 (Standar UNDP)<br /> Konsumsi per kapita yang disesuaikan : 300.000 – 732.720<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia<br /> <br />Sumber : Buku Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia, Menko Kesra dan TKPK, 2006<br /><br />Tahapan Perhitungan IPM akan nampak sbb:<br />Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan sebagai berikut :<br /> Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (Indeks Harapan Hidup = X1, Pengetahuan = X2 dan Standar Hidup Layak = X3)<br /><br /><br />dimana :<br />Xi : Indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3<br />Xmin : Nilai minimum Xi <br />Xmaks : Nilai Maksimum Xi<br /><br />Tabel 4. Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Indikator Komponen IPM<br />Komponen IPM Mak Min Keterangan<br />Harapan hidup 85 25 Sesuai standar global (UNDP)<br />Melek huruf 100 0 Sesuai standar global (UNDP)<br />Lama sekolah 15 0 Combined gross enrolemnt ratio<br />Daya beli 737.720 300.000 (96)<br />360.000 (99) PDB riil per kapita yg disesuaikan <br />Sumber: Manual teknis Operasional Pengembangan dan Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam Perencanaan Pembangunan Manusia (BPS, Bappenas, UNDP)<br /><br /> Tahapan kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan rumus:<br /><br /><br />dimana :<br />X1 = Indeks Angka Harapan Hidup<br />X2 = 2/3(Indeks Melek Huruf) + 1/3(Indeks Rata-rata Lama Sekolah)<br />X3 = Indeks Konsumsi perkapita yang disesuaikan<br /> Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.<br /><br /><br />dimana:<br />IPMt = IPM pada tahun t<br />IPMt+n = IPM pada tahun t+n<br />IPM ideal = 100<br />Contoh Perhitungan IPM<br /> Angka harapan hidup 67,6 thn <br /> Angka melek huruf 93,1%<br /> Rata2 lama sekolah 7,2 thn <br /> Pengeluaran perkapita 562.800 (Rp)<br /> Indeks harapan hidup = (67,6-25) / (85-25) = 71%<br /> Indeks melek huruf = (93,1-10) / (100-0) =93%<br /> Indeks lama sekolah = (7,2-0) / (15-0) =48%<br /> Indeks pendidikan = (2/3 x 93) + (1/3 x 48) = 78%<br /> Indeks pendapatan = (562.800 – 360.000) / (732.720 – 360.000) = 47%<br />IPM = 1/3 (71 + 78 + 47) = 65,3 <br /><br />Kategori Peringkat Pembangunan Manusia<br />Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 –100,0 dengan kategori sebagai berikut :<br />o Tinggi : IPM lebih dari 80,0<br />o Menengah Atas : IPM antara 66,0 –79,9<br />o Menengah Bawah : IPM antara 50,0 –65,9<br />o Rendah : IPM kurang dari 50,00<br /><br />Ukuran Perkembangan IPM <br />Pencapaian pembangunan manusia dapat dilihat dari tiga segi yaitu :<br />• Terjadi kenaikan IPM secara nilai absolut yang diukur dengan nilai positif dari reduksi shortfall tahunan. Prosedur penghitungan shortfall IPM (=r) dapat dirumuskan sebagai berikut :<br />r = IPM t+n – IPMt x 100<br /> 100-IPMt<br />Dimana : IPMt =IPM pada Tahun t<br /> IPM t+n = IPM pada tahun t+n<br /> IPM ideal = 100<br />• Meningkatnya status pembangunan manusia dilihat berdasarkan IPM, yang berdasarkan klasifikasi status pembangunan manusia yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:<br />Nilai IPM Status Pembangunan Manusia<br />< 50<br />50 < IPM < 60<br />60 < IPM < 80<br />≥ 80 Rendah<br />Menengah Bawah<br />Menengah Atas<br />Tinggi<br /><br />• Membuat peringkat berdasarkan IPM yang dapat menunjukan secara relative positif kinerja pembangunan suatu wilayah terhadap wilayah lain. <br /><br />Kritik Terhadap Perhitungan IPM (Journal Erick Neumayer, The Human development index and sustainability — a constructive proposal: 2001)<br /><br />Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Erick Neumayer, terdapat beberapa pernyataan yang mengkritik tentang perhitungan IPM. Menurut jurnal tersebut komponen IPM yang terdiri dari angka harapan hidup, pengetahuan/pendidikan, dan daya beli belumlah cukup untuk menjadi indicator perhitungan IPM. Ia menyatakan bahwa komponen GDP/PDB perlu untuk dimasukkan ke dalam perhiungan. Jika tidak maka akan akan di dapat hasil yang berbeda jauh ketika dua Negara dibandingkan IPM. Contoh perbandingan PDB Negara Amerika dengan Uruguay, dimana PDB Amerika diketahui sebesar US $ 26.977 dan Uruguay adalah $ 20.123, perbedaan ini sebesar $ 210, dengan IPM sebagai berikut IPM Amerika yaitu 0,939 dan Uruguay yaitu 0,817. Dan untuk peringkatnya jika hanya IPM yang dibandingkan maka Amerika berada diatas Uruguay, tetapi jika perhitungannya IPM dan PDB digabungkan maka peringkat Uruguay berada di atas Amerika.<br /><br />2.2 Temuan Empirik dan Pembahasannya <br />2.2.1 Kondisi IPM di Indonesia<br />Secara umum pembangunan manusia di Indonesia selama periode 1996-2007 mengalami peningkatan. Pengecualian terjadi pada periode 1996-1999 dimana terjadi penurunan capaian pembangunan manusia. Hal ini tidak terlepas dengan situasi perekonomian negara yang memburuk saat itu sebagai dampak dari krisis ekonomi di Indonesia. Setahun sebelum krisis atau pada 1996, IPM Indonesia mencapai angka 67,7. Angka ini lebih tinggi dibandingkan IPM di beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Cambodia dan Myanmar. Namun sejak krisis ekonomi pertengahan tahun 1997, IPM Indonesia bergerak turun menjadi 64,3 pada tahun 1999. Hal ini menyebabkan posisi Indonesia turun ke peringkat 110 dari 1177 negara dimana sebelumnya Indonesia berada pada peringkat ke 99 dari 177 negara (UNDP,2004).<br />Berdasarkan laporan United Nations development Programs (UNDP), peringkat IPM Indonesia pada tahun 2004 meningkat lagi urutan ke 108 dari 177 negara. Urutan ini masih lebih baik dibandingkan 5 negara ASEAN lain seperti Vietnam (109), Cambodia (129), Myanmar (130), Laos (133), dan Timor Timur (142). Tetapi urutan ini berada di bawah 5 negara ASEAN lainnya seperti Singapore (25), Brunai Darussalam (34), Malaysia (61), Thailand (74) dan Philipina (84). Dengan demikian, kualitas hidup manusia Indonesia yang tercermin dalam angka IPM masih belum menggembirakan dibandingkan penduduk di wilayah ASEAN.<br />Perkembangan IPM menunjukkan peningkatan capaian IPM seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Pada tahun 1996 capaian IPM Indonesia sebesar 67,7. Pada tahun 1999 capaian IPM secara perlahan bergerak naik mencapai 65,8. Namun kenaikan ini belum mampu melampaui IPM Indonesia tahun 1996 yang mencapai 66,7. Pada tahun 2007 capaian IPM naik mencapai 70,6.<br />Grafik 1<br />Perkembangan IPM tahun 1996-2007<br /> <br />Sumber : diolah khusus dari tabel lampiran BPS<br /><br />Perkembangan angka IPM selama periode 2006-2007 dapat terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih komponen IPM dalam periode tersebut. Perubahan yang dimaksud dapat berupa peningkatan atau penurunan besaran persen/rate dari komponen IPM angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Adapun peubahan dari masing-masing komponen ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor. <br />Selama periode 2006-2007 IPM menunjukkan peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari kinerja pemerintah yang terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini tercermin dari peningkatan komponen IPM seperti indikator harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Peningkatan komponen IPM nasional selama tahun 2006-2007 secara berurutan dari yang tertinggi adalah sebagai berikut : rata-rata lama sekolah naik sebesar 1,37 persen poin, angka melek huruf meningkat sebesar 0,61 persen poin sementara angka harapan hidup dan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan masing-masing sebesar 0,56 persen poin dan sebesar 0,21 persen poin.<br />Empiris data berkala IPM di Indonesia yang ada selama ini mengenai angka harapan hidup (AHH) menunjukkan bahwa kenaikan angka harapan hidup tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode (jangka waktu) satu tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi angka kematian bayi di Indonesia termasuk kategori Hardrock, artinya dalam jangka waktu satu tahun, penurunan IMR yang tajam sulit terjadi, yang ada adalah penurunan angka kematian bayi yang gradual mengarah lambat. Namun demikian, kalau menyimak sumber UNDP mengenai HDI antar negara, terlihat ada beberapa negara, kenaikan AHH dalam jangka waktu setahun melebihi dari satu tahun. Perbedaan informasi ini memang memerlukan kajian khusus dan menuntut kehati-hatian dalam mengintrepretasikan komponen AHH untuk pengambilan keputusan. <br />Sementara itu, rata-rata lama sekolah tergantung dari partisipasi sekolah untuk semua kelompok umur. Dari keempat komponen IPM, yang paling memungkinkan untuk mempercepat laju IPM adalah meningkatkan daya beli penduduk. <br />Diketahui, IPM dibentuk oleh empat komponen; yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita. Terkait dengan ini, menarik untuk diketahui seberapa besar setiap komponen berkontribusi terhadap besaran angka IPM. Informasi ini sangat diperlukan untuk menetapkan prioritas program pembangunan. Untuk mengetahui besarnya kontribusi setiap komponen IPM terhadap besaran angka IPM digunakan teknik regresi yang diperoleh dari koefisien determinasi (R2). Berdasarkan hasil regresi data IPM tahun 2007 diperoleh komponen IPM yang mempunyai kontribusi besar adalah rata-rata lama sekolah, yakni sebesar 71 persen per tahun, berikutnya melek huruf 64 persen per tahun. Adapun harapan hidup dan pengeluaran riil per kapita masing-masing sebesar 48 persen per tahun dan 40 persen per tahun.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Grafik 2<br />Komposisi IPM 2006-2007<br /> <br /><br /><br />2.2.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Antar Provinsi di Indonesia<br />2.2.2.1 Kesehatan<br />Angka Harapan Hidup<br />Pada tahun 1996 sebelum krisis, AHH penduduk telah mencapai 64,4 tahun. AHH ini masih lebih abik dibandingkan dengan AHH laos PDR, Cambodia dan Myanmar. Namun, dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti malaysia, Filipina dan Thailand, AHH Indonesia masih tertinggal. Perkembangan selanjutnya, meski mengalami krisis ekonomi sejak pertengahan 1997, AHH Indonesia pada tahun 1999 meningkat sebesar 1,8 tahun sehingga menjadi 66,2 tahun. Namun, pada tahun 2002 AHH tidak menunjukkan peningkatan. Tiga tahun kemudian pada tahun 2005 AHH mulai menunjukkan kenaikan menjadi 68,1 tahun. Selanjutnya selama dua tahun berturut-turut AHH Indonesia naik menjadi 68,5 pada tahun 2006 dan 68,7 pada tahun 2007.<br /><br />Tabel 5<br />angka harapan hidup tahun 1996-2007<br />Tahun Angka harapan hidup<br />1996 64,4<br />1999 66,2<br />2002 66,2<br />2005 68,1<br />2006 68,5<br />2007 68,7<br /><br /><br />Grafik 3<br />Perkembangan angka harapan hidup<br /> <br />Angka harapan hidup tahun 2007 di tingkat provinsi relatif bervariasi antara 61,20 sampai 73,10 tahun dimana Yogyakarta mempunyai angka harapan hidup tertinggi. DKI Jakarta sebagai ibukita negara menempati urutan kedua tertinggi dengan angka harapan hidup sebesar 72,80 tahun. Berikutnya adalah angka harapan hidup di Sulawesi Utara yang mencapai 72,0 tahun. Disisi lain angka harapan hidup di Nusa Tenggara Barat merupakan yang terendah. Sementara itu urutan terendah kedua adalah Kalimantan Selatan dengan angka harapan hidup sebesar 62,6 tahun, kemudian Banten di urutan ketiga terendah dengan angka harapan hidup sebesar 64,5 tahun. Namun demikian, secara umum angka harapan hidup penduduk seluruh provinsi berada diatas 61 tahun.<br /><br />Tabel 6 <br />Angka Harapan Hidup dan Peringkatnya menurut Provinsi, Tahun 2006-2007<br />Provinsi AHH Peringkat<br /> 2006 2007 2006 2007<br />Nanggroe Aceh Darussalam 68,3 68,4 19* 19<br />Sumatera Utara 68,9 69,1 12* 12<br />Sumatera Barat 68,5 68,8 17* 16*<br />Riau 70,8 71,0 4 4<br />Jambi 68,5 68,6 17* 17<br />Sumatera Selatan 68,8 69,0 10* 13<br />Bengkulu 68,9 69,2 12* 11<br />Lampung 68,5 68,8 17* 16*<br />Kep.Bangka Belitung 68,3 68,5 19* 18<br />Kep.Riau 69,6 69,6 9 9<br />DKI.Jakarta 72,6 72,8 2 2<br />Jawa Barat 67,4 67,6 22 22*<br />Jawa Tengah 70,8 70,9 6* 6*<br />DI Yogyakarta 73,0 73,1 1 1<br />Jawa Timur 68,6 68,9 14 14<br />Banten 64,3 64,5 31 31<br />Bali 70,5 70,6 8 8*<br />Nusa Tenggara Barat 60,9 61,2 33 33<br />Nusa Tenggara Timur 66,5 66,7 26 26<br />Kalimantan Barat 66,0 66,1 27 27<br />Kalimantan tengah 70,8 70,9 6* 6*<br />Kalimantan selatan 62,4 62,6 32 32<br />Kalimantan Timur 70,4 70,6 7 8*<br />Sulawesi Utara 71,8 72,0 3 3<br />Sulawesi Tengah 65,6 65,9 29* 29*<br />Sulawesi Selatan 69,2 69,4 10* 10<br />Sulawesi Tenggara 67,0 67,2 24* 24*<br />Gorontalo 65,6 65,9 29* 29*<br />Sulawesi Barat 67,0 67,2 24* 24*<br />Maluku 66,6 66,8 25 25<br />Maluku Utara 64,8 65,1 30 30<br />Papua Barat 67,3 67,6 21 22*<br />Papua 67,6 67,9 20 20<br />Indonesia 68,5 68,7 <br />Ket: * = peringkat sama<br /><br />2.2.2.2 Pendidikan<br />Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah<br />Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 1996-2007 menunjukkan adanya peningkatan dengan kecepatan yang melambat. Peningkatan yang cukup cepat terjadi pada periode 1996-1999, yaitu sebesar 2,9 persen poin. Pada tahun 1996 angka melek huruf baru sebesar 85,5 persen sedangkan pada tahun 1999 telah mencapai 88,4. Meski pada periode tersebut terjadi krisis, tampaknya perkembangan AMH tidak berpengaruh.<br />Perkembangan AMH pada periode berikutnya menunjukkan perlambatan kecepatan. Pada periode 1999-2002 AMH hanya meningkat sebesar 1,1 persen poin sedangkan pada periode 2002-2005 meningkat menjadi 1,4 persen poin. Namun, pada periode 2005-2006 perkembangan AMH mulai menurun menjadi 0,6 persen poin dan bahkan pada periode 2006-2007 hanya sebesar 0,4 persen poin (lihat gambar 3.5)<br />Secara umum peningkatan kemampuan baca tulis penduduk usia 15 tahun ke atas selama periode 1996-2007 cukup menggembirakan, meski masih jauh tertinggal dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN kecuali laos PDR dan Kamboja.<br />Tabel 7<br />Angka Melek Huruf Tahun 1996-2007<br />Tahun Angka melek huruf<br />1996 85,5<br />1999 88,4<br />2002 89,5<br />2005 90,9<br />2006 91,5<br />2007 91,9<br />Sumber : Laporan IPM tahun 2006-2007<br /><br />Grafik 4<br />Perkembangan angka melek huruf<br /> <br />sumber : BPS, statistik pendidikan 2008<br /><br />Indikator pendidikan lainnya yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata lama sekolah. Selama periode 1996-2007, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang relatif lambat. Rata-rata lama sekolah naik dari 6,3 tahun pada tahun 1996 menjadi 7,5 tahun pada tahu 2007. Hal ini berarti tingkat pendidikan penduduk Indonesia meningkat dari setara dengan lulus tingkat Sekolah Dasar pada tahun 1996, menjadi setara dengan kelas satu sekolah tingkat menengah pada tahun 2007. Selama sebelas tahun kenaikan rata-rata lama sekolah hanya sebesar 1,2 tahun atau kurang dari 0,2 poin per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk.<br />Berdasarkan capaian rata-rata lama sekolah dikaitkan dengan target yang diusulkan UNDP, maka rata-rata pendidikan penduduk di Indonesia relatif tertinggal. Masih perlu kerja keras untuk mengejar ketertinggalan sampai batas minimal pendidikan yang diusulkan UNDP. Komitmen pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya bersekolah perlu terus digalakkan dan disosialisasikan agar dalam jangka panjang terwujud SDM yang berkualitas.<br /><br />Tabel 8<br />Angka Rata-rata Lama Sekolah Tahun 1996-2007<br />Tahun Angka rata-rata lama sekolah<br />1996 6,3<br />1999 6,7<br />2002 7,1<br />2005 7,3<br />2006 7,4<br />2007 7,5<br />Sumber : BPS, statistik pendidikan 2008<br /><br />Grafik 5<br />Perkembangan rata-rata lama sekolah 1996-2007<br /> <br /><br />Tabel 9<br />Rata-rata lama sekolah dan peringkat tahun 2006-2007<br /><br />Provinsi Rata-rata Lama Sekolah Peringkat Provinsi<br /> 2006 2007 2006 2007<br />Nanggroe Aceh Darussalam 8,5 8,5 7* 9<br />Sumatera Utara 8,6 8,6 4* 5*<br />Sumatera Barat 8 8,18 12* 11<br />Riau 8,4 8,4 9* 10<br />Jambi 7,6 7,63 16* 18<br />Sumatera Selatan 7,6 7,6 16* 19*<br />Bengkulu 8 8 12* 13*<br />Lampung 7,3 7,3 22 23<br />Kep.Bangka Belitung 6,9 7,18 25* 25<br />Kep.Riau 8,4 8,94 9* 2<br />DKI.Jakarta 10,8 10,8 1 1<br />Jawa Barat 7,5 7,5 20 21<br />Jawa Tengah 6,8 6,8 27* 28<br />DI Yogyakarta 8,5 8,59 7* 8<br />Jawa Timur 6,9 6,9 25* 27<br />Banten 8,1 8,1 11 12<br />Bali 7,55 7,6 19 19*<br />Nusa Tenggara Barat 6,7 6,7 39* 29*<br />Nusa Tenggara Timur 6,4 6,42 31 33<br />Kalimantan Barat 6,7 6,7 29* 29*<br />Kalimantan tengah 8 8 12* 13*<br />Kalimantan selatan 7,4 4,4 21 22<br />Kalimantan Timur 8,8 8,8 2* 3*<br />Sulawesi Utara 8,8 8,8 2* 3*<br />Sulawesi Tengah 7,68 7,73 15 15<br />Sulawesi Selatan 7,17 7,23 24 24<br />Sulawesi Tenggara 7,6 7,71 16* 16<br />Gorontalo 6,8 6,91 27* 26<br />Sulawesi Barat 6,28 6,51 33 32<br />Maluku 8,6 8,6 4* 5*<br />Maluku Utara 8,6 8,6 6 5*<br />Papua Barat 7,2 7,65 23 17<br />Papua 6,3 6,52 32 31<br />Indonesia 7,4 7,47 <br /> Sumber : BPS, statistik pendidikan, 2008<br />Ditingkat provinsi, DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu sebesar 10,8 tahun. Tertinggi kedua adalah provinsi Kepulauan Riau sebesar 8,94 tahun. Berikutnya Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara masing-masing 8,8 tahun. Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan kota pelajar hanya berada di urutan 8 dengan rata-rata sekolah 8,6 tahun. Sedangkan NTT, Sulawesi Barat dan Papua, masing-masing diurutan terendah pertama, kedua dan ketiga dengan rata-rata lama sekolah masing-masing sebesar 6,42 tahun; 6,51 tahun dan 6,52 tahun.<br /><br />Grafik 6<br />Grafik perkembangan jumlah sekolah menurut jenjang pendidikan <br />tahun 2003/2004 – 2005/2006.<br /> <br />Sumber : Departemen Pendidikan Nasional<br /><br />Grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu 2003-2006 jumlah sekolah secara keseluruhan pada jenjang pendidikan mengalami peningkatan. Dari grafik sarana tersebut juga dapat membuktikan bahwa ternyata aspek pendidikan di Indonesia adalah meningkat dari tahun ke tahun.<br /><br />2.2.2.3 Ekonomi <br />Daya Beli<br />Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian kemampuan daya beli masyarakat antar satu wilayah dengan wilayah lain berbeda. Perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah masih belum terbanding, untuk itu perlu dibuat standarisasi. Misalnya, satu rupiah di satu wilayah memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. Dengan standarisasi ini perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah dapat dibandingkan.<br /><br />Tabel 10<br />Angka Daya Beli Penduduk 1996-2007<br />Tahun Angka daya beli<br />1996 587,4<br />1999 578,8<br />2002 591,2<br />2005 619,9<br />2006 621,3<br />2007 624,4<br />Sumber : BPS, Laporan IPM 2006-2007<br /><br />Grafik 7<br />Perkembangan daya beli penduduk tahun 1996-2007<br /> <br /> sumber : BPS, Laporan IPM Indonesia 2006-2007<br /><br />Kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana ditunjukkan 3.7 tampak terus meningkat kecuali pada tahun 1999. Peningkatan daya beli masyarakat terlihat sejak tahun 2002 hingga tahun 2007 meski dari kenaikan nominalnya tidak besar. Secara umum, kemampuan daya beli masyarakat selama tahun 1996-2007 terus meningkat, kecuali pada tahun 1999 dimana daya beli menurun.<br />Penurunan daya beli erat kaitannya dengan kondisi perekonomian yang menburuk sebagai dampak dari krisis ekonomi. Selanjutnya, setelah tahun 2002 daya beli masyarakat berangsur-angsur membaik, terutama pada periode 2002-2005 yang mengalami kenaikkan yang cukup besar. Namun pada periode berikutnya 2005-2006 kemampuan daya beli masyarakat tampak berjalan lambat dari 619,9 menjadi 621,3. Kemudian periode 2006-2007 naik menjadi 624,4 ribu.<br />Grafik di atas menunjukkan perkembangan daya beli masyarakat selama periode 1996-2007 ketika krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 melanda Indonesia. Penurunan daya beli terlihat sebagaimana gambar 3.7 yang menunjukkan bahwa pada tahun 1999 daya beli masyarakat turun menjadi Rp. 578,8 ribu dari Rp. 587,4 ribu tahun 1996. Kemudian, sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian Negara, secara perlahan daya beli masyarakat meningkat hingga mencapai Rp. 624,4 ribu pada tahu 2007. <br />Tabel 11<br />Daya beli dan peringkat provinsi di Indonesia<br />Provinsi Daya Beli Peringkat Provinsi<br /> 2006 2007 2006 2007<br />Nanggroe Aceh Darussalam 589,47 600,95 31 29<br />Sumatera Utara 621,39 624,12 13 14<br />Sumatera Barat 622,49 625,93 10 9<br />Riau 625,00 634,11 5 2<br />Jambi 621,74 622,99 12 16<br />Sumatera Selatan 615,30 617,59 22 23<br />Bengkulu 618,69 620,29 19 20<br />Lampung 607,05 610,09 26 26<br />Kep.Bangka Belitung 630,23 631,75 2 4<br />Kep.Riau 625,54 631,94 4 3<br />DKI.Jakarta 619,88 620,78 17 19<br />Jawa Barat 621,11 623,64 14 15<br />Jawa Tengah 621,75 628,53 11 7<br />DI Yogyakarta 638,77 639,88 1 1<br />Jawa Timur 625,96 630,71 3 5<br />Banten 619,99 621,00 16 18<br />Bali 620,16 624,90 15 12<br />Nusa Tenggara Barat 623,90 630,48 7 6<br />Nusa Tenggara Timur 591,20 594,28 30 30<br />Kalimantan Barat 613,92 617,90 23 22<br />Kalimantan tengah 624,40 625,79 6 13<br />Kalimantan selatan 623,79 625,80 8 10<br />Kalimantan Timur 623,57 628,10 9 8<br />Sulawesi Utara 616,88 619,39 21 21<br />Sulawesi Tengah 613,20 616,98 24 24<br />Sulawesi Selatan 618,33 615,23 20 11<br />Sulawesi Tenggara 601,00 604,96 27 27<br />Gorontalo 608,65 615,94 25 25<br />Sulawesi Barat 619,43 622,90 18 17<br />Maluku 599,28 601,26 28 28<br />Maluku Utara 592,08 593,88 29 31<br />Papua Barat 588,04 592,07 33 33<br />Papua 589,30 593,42 32 32<br />Indonesia 621,30 624,37 <br />Sumber : laporan IPM Indonesia 2006-2007<br /><br />Angka IPM Provinsi Jawa Barat<br />Secara garis besar, ulasan di bawah melihat protet pencapaian IPM menurut kabupaten/kota sepanjang eriode 2003-2005 berdasarkan indikator-indikator penunjangnya. Selama tiga tahun kebelakang provinsi Jawa Barat mengalami kemajuan dalam program pencapaian pembangunan manusianya. Kemajuan pencapaian pembangunan manusia tersebut terkait dengan kemajuan pembanganunan manusia yang terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Kondisi ini terlihat dari IPM kabupaten/kta yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Meski menigkat, kecepatannya tidak sama antar kabupaten/kota, sehingga hanya ada beberapa kabupaten/kota saja yang angka IPM bisa mencapai bahkan melebihi angka IPM Jawa Barat. <br /> Pada tahun 2005, dari 25 kabupaten/kota di Jawa Barat 13 kabupaten/kota memiliki angka IPM di atas angka IPM Jawa Barat. Empat diantaranya adalah wilayah yang masih mewakili daerah perdesaan yaitu Ciamis (71,08), Sumedang (71,40), Purwakarta (69,52), dan Bekasi (74,13). Sedangkan 10 wilayah sisanya adalah daerah yang notabene merupakan daerah perkotaan yaitu kota Bogor (79,94), Sukabumi (74,58), Bandung (77,42), Cirebon (72,52), Bekasi (75,48), Depok (77,81), Cimahi (75,16), Tasikmalaya (71,62), dan Bnajar (71,73). Dari ketiga belas wilayah tersebut, peringkat IPM tertinggi ada di Kota Depok dan Kota Bandung. Keduanya sangat dimungkinkan memberi kontribusi terbesar karena kedudukan kedua kota yang sangat strategis.<br /> Kota Depok merupakan daerah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Di dalamnya terdapat berbagai sarana dan prasarana penunjang kehidupan masyarakat, seperti sarana informasi, komunikasi, pendidikan, kesehatan, maupun rekreasi yang tersebar merata dalam lingkup wilayah 906,55 km2. Posisi Depok sebagai daerah penyokong Ibu Kota meneyebabkan laju perekonomian Depok tidak berbeda jauh dengan Ibu Kota Jakarta.<br /> Kondidi ini membawa penduduk Kota Depok memiliki tingkat penghasilan yang cukup tinggi, sehingga tingkat daya belinya pun menjadi tinggi pula. Kondisi yang sama juga terjadi di Kota Bandung yang berkedudukan sebagai Ibu Kota provinsi Jawa Barat. Daerah seluas 168,06 km2 ini menyediakan ratusan lembaga-lembaga pendidikan, sarana kesehatan, hingga fasilitas penunjang informasi dan komunikasi dengan tujuan memberikan pelayanan semaksimal mungkin bagi masyarakat untuk menikmati akses akses yang ada. Sebagai Ibu Kota Provinsi dapat dipastikan roda perekonomian berpusat di daerah ini, dengan tingkat penghasilan yang cukup tinggi menybabkan tingkat daya beli masyarakatnya pun cukup tinggi dibandingkan wilayah Kabupaten/ Kota yang lain di Jawa Barat. <br /> Penentuan peringkat IPM memang tidak hanya diukur oleh komponen daya beli saja. Masih ada dua komponen penunjang lain yang ikut berperan dalam menentukan tingkat pencapaian pembangunan manusia di tiap Kabupaten/ Kota. Kedua komponen tersebut yaitu komponen kesehatan dan pendidikan yang juga mempengaruhi pencapaian pembangunan di Kota Depok dan Bandung. Berikut diberikan sedikit gambaran mengenai.<br /><br />Data perkembangan Ipm Kabupaten/ Kota di Indonesia (Terlampir)<br /><br />Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang akan dicantumkan dalam pola dasar pembangunan daerah yang akan datang. Hal ini merupakan langkah penting karena IPM menduduki salah satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah, oleh karena pelaksanaan pembangunan secara luas juga meliputi unsur perencanaan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan pembangunan yang terarah.<br />Kedudukan dan peran IPM dalam manajemen pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data set yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data basis pembangunan manusia. Sistem data basis tersebut merupakan sumber data utama dalam identifikasi lebih lanjut yang dilakukan untuk mengenal lebih dalam permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan upaya dan hasil-hasil serta dampak pembangunan manusia.<br />Identifikasi tersebut dibuat dalam suatu analisis situasi pembangunan manusia yang mengkaji berbagai kendala dalam implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya dan potesi yang dimiliki suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan daerah periode yang akan datang.<br />Proses ini merupakan kajian yang dapat menghasilakan rekomendasi bagi aplikasi kebijakan pembangunan yang paing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. dengan pemanfaatan demikian, maka IPM merupakan alat advokasi kepada para pengambil keputusan perumusan kebijakan tentang langkah-langkah pada masa mendatang yang perlu dilakukan<br />Pertimbangan lain yang memanfaatkan IPM dalam perencanaan pembangunan daerah adalah bahwa sebagai alat ukur pemantauan status pembangunan manusia, IPM sangat sensitif terhadap perubahan yang sedang terjadi. Dalam krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia saat ini, dapat ditunjukkan bahwa nilai IPM turun sebagai akibat menurutnya tingkat pendapatan yang disebabkan oleh krisis tersebut.<br />Strategi Pembangunan manusia tidak saja harus terlihat pada strategis pembangunan secara umum, seperti Pola Dasar Pembangunan Daerah. lebih dari itu strategi ini harus dilihat pada anggaran pembangunan yang akan diimplementasikan. Anggaran pembangunan harus menunjukkan keberpihakan kepada sektor-sektor yang secara khusus menyentuh pembangunan manusia tersebut. Jika kita perhatikan rangkaian uraian di halaman depan maka dapat terlihat bahwa pembangunan manusia tersebut bertumpu pada tiga hal yaitu pendapatan pendidikan dan kesehatan inilah yang menjadi dasar perhitungan IPM ini.<br />Hal ini tidak berarti bahwa sektor-sektor permbangunan yang lain harus ditinggalkan. Sama sekali bukan ini yang dimaksudkan strategi pembangunan manusia. Yang dimaksudkan oleh strategi pembangunan, yaitu seluruh anggaran pemerintah yang tersedia digunakan sedemikian rupa untuk peningkatan taraf hidup manusia.<br />Pembangunan infrastruktur adalah sesuatu yang penting dalam pembangunan. Dalam paradigma pembangunan manusia, infrastruktur ini sedemikian rupa harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.<br />Keberpihakan anggaran kepada sektor-sektor yang secara langsung meningkatkan status pembangunanan manusia menjadi sesuatu yang penting hal ini tentu saja memerlukan suatu political will baik oleh pemerintah pusat maupun dimasa yang akan datang akan menjadi lebih penting lagi. Dengan adanya otonomi daerah, pemeritnah daerah mempunyai kewenangan lebih dalam memegangi kendali pembangunan daerah. Oleh karena itu pemahaman yang baik oleh pemerintah daerah mengenai paradigma pembangunan manusia ini mutlak diperlukan. <br />Menurut informasi yang diperoleh dari data statistic UNDP tahun 2009, mencatat bahwa IPM Indonesia menduduki urutan ke-111 dalam indeks pembangunan manusia di dunia (182 negara). Dari tahun 1999-2005 DKI Jakarta selalu menduduki peringkat pertama untuk tingkat Indeks Pembangunan Manusianya. Sedangkan papua berada di urutan paling terendah di antara 33 Provinsi di Indonesia yaitu dengan nilai 62,1. Lalu provinsi mana yang berada di tengah-tengah urutan indeks pembangunan manusia di Indonesia? Jawabnya adalah Provinsi Bali di urutan ke-15 (69,8), Provinsi Jawa Tengah di urutan 16 (69,8), berada dan Provinsi Maluku di urutan 17 (69,2). Sebenarnya, Indonesia mengalami kemajuan dalam indeks pembangunan manusia, yaitu beranjak dari angka 67,3 di tahun 1980, 81,5 di tahun 2000, hingga mencapai 92,0 di tahun terakhir survey yaitu tahun 2009 dengan data hingga tahun 2007.<br />Mengapa Provinsi DKI Jakarta berada pada urutan pertama? DKI Jakarta berada pada urutan pertama karena tingkat harapan hidup penduduk DKI memang yang tertinggi, yaitu 71,1 tahun. Jadi bayi yang lahir dan hidup di Jakarta kemungkinan akan dapat berumur lebih panjang dibanding bayi dari provinsi lain, yaitu sampai 71,1 tahun. Hal ini dimungkinkan karena mutu lingkungan fisik di DKI Jakarta telah mendukung kesehatan dan kehidupan, disamping adanya kenyataan bahwa tingkat pendidikan orang-orang Jakarta rata-rata lebih tinggi. Angka melek huruf di DKI Jakarta mencapai 97,8, artinya hanya 2,2 persen yang buta huruf. <br /><br />Indeks Pembangunan Manusia Antar-Provinsi di Indonesia.<br />(Terlampir)<br /><br />Kesenjangan Antar-Provinsi<br />Mengamati perbedaan angka-angka IPM dari berbagai provinsi, ternyata kesenjangan antar-provinsi tidak terlampau jauh. IPM maksimum dicapai oleh Jakarta (76,1), dan IPM hampir terendah dicapai oleh Irian Jaya (62,1). Ketimpangan yang tajam terjadi apabila angka maksimum berlipat mendekati 2 atau 3 kali dari angka minimum. Disamping kesenjangan antar-provinsi yang tidak terlalu mencolok, kecenderungannya juga semakin mendekat antara IPM satu provinsi dengan provinsi yang lain. Dilihat dari angka IPM antar-provinsi, pemerataan pembangunan manusia semakin mendekat. Tampaknya orang desa sekarang juga sudah banyak yang pakai sepeda motor, punya rumah tembok, dan menikmati listrik PLN, punya radio dan televisi.<br />Kebijakan pemerintah<br />Setiap kabupaten dan daerah otonom dapat mempergunakan data tentang IPM ini guna merancang pembangunan di daerahnya. Perincian IPM ini merupakan Petunjuk Kinerja Utama (Key Performance Indicator) yang harus dicapai dalam missi dan visinya. Misalnya, menurunkan tingkat kematian bayi dari 28 orang perseribu menjadi 20 orang perseribu dalam 5 tahun. Sudah banyak hal yang dapat dikerjakan untuk mencapai hal ini. Dengan demikian, maka visi dan misi daerah tidak dirumuskan secara muluk-muluk, dan rakyat dapat segera menilai, apakah sasaran yang dicanangkan tercapai 100 persen ataukah hanya slogan politik belaka.<br />Ada empat unsur kunci dari paradigma pembangunan manusia, menurut buku Menuju Konsensus Baru, yaitu: (1) Produktifitas, (2) Pemerataan, (3) Keberlanjutan, dan (4) Pemberdayaan. Tampaknya unsur pemerataan telah diabaikan, atau secara politis malah tidak disukai oleh pembuat kebijakan publik. <br /><br />Peran Millenium Development Goals <br />Demi meningkatkan pembangunan manusia, pada tahun 1995 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Copenhagen melakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dan telah mengeluarkan rekomendasi dan kesepakatan prinsip-prinsip utama di bidang pembangunan manusia yang ditandatangani oleh 117 Presiden dan Kepala Pemerintahan, termasuk Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya pada September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB mengadakan KTT Milenium yang bersepakat untuk mengadopsi deklarasi milenium. Deklarasi itu berdasarkan pendekatan yang inklusif, dan berpijak pada perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia. Dalam konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs).<br />Sejumlah negara berkomitmen untuk mentargetkan sebelum tahun 2015 cita-cita yang tertuang dalam MDG sudah dapat tercapai meliputi delapan target pencapaian, yaitu: (a) menghapuskan kemiskinan; (b) pendidikan dasar untuk semua; (c) kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan; (d) menurunkan angka kematian bayi; (e) memperbaiki kesehatan ibu; (f) mencegah HIV-AIDS, malaria dan penyakit lainnya; (g) lingkungan berkelanjutan dan; (h) membangun jaringan kemitraan global. Landasan tersebut menjadikan Pemerintah Indonesia dalam pembangunan manusia mengeluarkan Undang-Undang berkaitan dengan pengesahan Konvenan Interasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Namun pencapaian pembangunan manusia di Indonesia masih harus terus ditingkatkan agar tidak kalah bersaing dengan Filiphina (peringkat 102), Thailand (81) dan Malaysia (63).<br /><br />Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan <br />Demi Pencapaian MDGs dan Peningkatan Pembangunan Manusia di Indonesia<br />Untuk mencapai tujuan tersebut, TARGETMDGs menyasar empat isu strategis yaitu: pendataan, pemantauan, advokasi dan kampanye serta isu strategis dukungan untuk inisiatif lokal – terutama mendorong pelaksanaan perencanaan, penganggaran dan pemantauan berbasis kemiskinan. Program ini dilaksanakan secara bersama antara Badan Pusat Statistik (Pendataan), Bappenas (Pemantauan), UNDP dan Jaringan Masyarakat Sipil untuk MDGs (Advokasi dan Kampanye) serta ETMDGs juga didukung oleh beberapa organisasi multilateral dan bilateral serta sektor swasta. Program ini secara resmi dimulai pada awal 2007 dan akan berakhir pada 2011. Terdapat tiga provinsi yang menjadi focus utama pelaksanaan program, yaitu: Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Bukan tanpa sebab apabila penanggulangan kemiskinan dan kelaparan menjadi tujuan pertama yang ingin dicapai oleh Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals/ MDGs). Pada tahun 1990, diperkirakan lebih dari 1.25 Milyar orang didunia berada dalam, kemiskinan ekstrim atau mereka hidup dengan kurang ari 1 $ per-hari. Di Negara yang sedang bekembang, pada saat itu lebih dari 19% penduduknya hidup berada di bawah kemiskinan ekstrim, sedangkan di Sub-Sahara Afrika, proporsinya hampir 1 dari 2 orang (lebih dari 41%). Maju ke tahun 2004, setelah krisis moneter melanda banyak negara berkembang termasuk Indonesia, ternyata banyak Negara yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan ekstrim. Hanya kawasan sub-sahara Afrika saja yang proporsi penduduk dalam kemiskinan ekstrim meningkat. Sebaliknya, Indonesia dalam periode tersebut telah berhasil mengurangi hingga lebih dari setengahnya pada periode yang sama. Setiap tujuh detik, seorang anak usia di bawah 10 tahun, mati kelaparan. Sementara itu, sekitar 826 juta manusia secara permanen, menderita kekurangan gizi yang parah (Jean Ziegler,2006). Di negeri ini, mencuatnya sederatan kasus kematian karena kelaparan serta kasus-kasus kurang gizi dan busung lapar di beberapa kawasan, selain menggugat nurani kemanusiaan kita, juga amat mencengangkan. Betapa tidak. Para penderita, dikabarkan juga berasal dari kawasan yang (pernah) dijuluki lumbung padi atau produk pertanian lainnya. Pembangunan pertanian sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbanyak, nampaknya telah cukup lama dikorbankan oleh kebijakan-kebijakan tarif. Termasuk, penyunatan subsidi dan impor produk pertanian yang berdampak menyengsarakan petani dan memperburuk pembangunan pertanian itu sendiri. Sumber pertumbuhan, lebih bertumpu pada sektor konsumtif dan padat modal. Tak heran, bahwa kalau dulu setiap pertambahan pertumbuhan satu persen, bisa membuka 300.000 sampai 400.000 lapangan kerja, kini hanya mampu menampung 178.000 lapangan kerja. Mereka yang jatuh miskin pun, tidak sulit ditebak, semakin bertambah. Dengan menggunakan ukuran Bank Dunia, jumlah mereka yang miskin karena berpenghasilan di bawah dua dolar AS per hari, mencapai angka fantastis 135 juta jiwa. Padahal, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pangan di Roma 10 tahun lalu, semua negara peserta termasuk Indonesia, bertekad mengurangi angka kelaparan global dari 840 menjadi separuhnya pada 2015. Namun, sesuai data FAO 2005, jumlah mereka yang kelaparan malah naik menjadi 825 juta jiwa. Menurut lembaga bentukan PBB, meski terjadi proses deras urbanisasi 80 persen penduduk dunia masih mukim di perdesaan. Sementara nyaris separuh dari mereka yang mengalami rawan pangan dan kelaparan berasal dari keluarga petani gurem. Duapertiga petani gurem, tergolong “marginalized” karena memiliki lahan tandus, terisolasi letaknya serta tanpa pengamanan hak atas tanah dan tanpa akses pada kredit. Penyebab lainnya adalah buruknya infrastruktur dan ketergantungan pada pedagang antara. Sementara itu, sekitar 30 persen bernasib lebih buruk karena tidak memiliki lahan pertanian dan bekerja sebagai buruh tani, nelayan musiman dan menggantungkan hidup pada hasil hutan (Armin Paasch, 2006). Pemenuhan hak atas makanan, harus dimulai dari berbagai kelompok tadi. Kenyataannya, sejak dekade terakhir mereka semakin tergusur. Perubahan struktural berupa komersialisasi sumber daya produktif seperti lahan, air dan bibit serta anjloknya harga produk pertanian dan liberalisasi asismetris perdagangan pertanian, telah memperburuk kondisi mereka. Marginalisasi tergambarkan pula dalam besaran bantuan pembangunan dalam bidang ini yang menurun dratis dari 25 juta menjadi 12 juta dolar AS dalam kurun waktu 1986 hingga 2000 (Windfuhr, 2005). Menjawab kritik lembaga independen, beberapa negara kaya beralasan bahwa berkurangnya pendanaan kerjasama pembangunan multilateral sebagai salah satu dampak positif efisiensi. Secara teoritis, alasan tersebut mungkin saja benar. Namun, anyak yang meragukan inisiatif multilateral terkait aksesibilitas atas tanah (landreform), misalnya, seperti yang diusulkan Bank Dunia akan membawa dampak positif bagi mereka yang lapar. Aksesibilitas atas tanah adalah “bahasa” ekonomipolitik baru di mana salah satu kata kuncinya adalah property rights. Penggunaan istilah aksesibilitas mengingatkan kita pada Amartya Sen dan asumsinyanya tentang entitlement, yaitu tak seorang pun harus lapar, karena di dunia ini tersedia makanan berkecukupan. Mereka yang lapar hanya karena tidak memiliki akses untuk memproduksi makanan. Usai Perang Dunia II, tiga Negara Asia yang melakukan landreform dengan cukup berhasil adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.<br />Akan tetapi, banyak yang akan berargumen bahwa indikator kemiskinan ekstrim bukan merupakan media ukur yang paling sesuai untuk Indonesia dan Negara-negara lain di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Memang benar. Bahkan menggunakan ukuran kemiskinan nasional, proporsi penduduk miskin semenjak awal tahun 2000-an masih berada pada kisaran 18.2% hingga 16.6% dengan kecenderungan menurun secara gradual. Persoalannya adalah, jumlah masyarakat yang hamper miskin. Garis kemiskinan nasional 2007 nilainya hampir setara dengan sekitar US $ 1.6. Dengan angka tersebut, lebih dari 37 juta penduduk Indonesia termasuk dalam katagori penduduk miskin. Bagaimana dengan yang hampir miskin? apabila kita gunakan asumsikan masyarakat yang hampir miskin adalah mereka yang hidup dengan lebih dari US $ 1.6 dan kurang dari US $ 2 per hari, maka jumlah penduduk Indonesia yang berada dalam kisaran ini adalah lebih dari 100 juta orang. <br /><br />Kemiskinan di daerah: Agregasi dan Disagregasi<br />Kembali ke Indonesia, memang kemiskinan ekstrim bukan menjadi masalah utama. Apabila alat ukur kemiskinan khas Indonesia yang digunakan, maka pencapaiannya memang tidak sefantastis pengurangan kemiskinan ekstrim, tetapi kecenderungannya masih relatif positif. Krisis ekonomi di akhir 1990-an memang membawa dampak yang besar bagi kemiskinan di Indonesia. Utamanya karena jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 1998 naik hingga hampir 50% dari jumlah tahun 1996. Peningkatan terbesar terjadi di perkotaan, karena jumlah penduduk miskin di perkotaan dalam periode tersebut meningkat lebih dari 80%. Padahal, dalam periode yang sama, jumlahnya di perdesaan hanya naik sebesar 30%. Saat ini (tahun 2007) proporsinya mencapai 16.6%, tetapi ada anggapan bahwa dibalik angka ini sebetulnya terdapat fakta kesenjangan antar provinisi yang cukup besar. Marilah kita lihat bersama faktanya. <br />Meskipun perlahan-lahan, ternyata secara umum, provinsi-provinsi yang termasuk paling miskin di Indonesia cenderung mampu mengurangi kemiskinan daerah lebih cepat dibandingkan provinsi lain. Beberapa provinsi seperti Maluku, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur, termasuk provinsi yang paling besar proporsi penduduk miskinnya, bahkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan lebih cepat dibandingkan provinsi yang lain. Akan tetapi, selama periode 2002 - 2007, provinsi yang paling cepat menurunkan proporsi penduduk miskin adalah Provinsi Gorontalo. Bagaimana dengan provinsi lain? Hampir setengah dari seluruh provinsi yang ada ternyata mampu menurunkan proporsi penduduk miskin hingga lebih dari 2% dalam periode 5 tahun saja. Lain halnya dengan beberapa provinsi yang memiliki proporsi penduduk miskin paling sedikit. Provinsi-provinsi ini justru menunjukkan kinerja penanggulangan kemiskinan yang negatif. Provinsi DKI Jakarta yang merupakan provinsi yang memiliki proporsi penduduk miskin paling sedikit, ternyata kecenderungan proporsinya malah meningkat semenjak 2004.<br />Mencermati paparan di atas, memang terdapat indikasi kuat bahwasanya meskipun terdapat kecenderungan positif dalam penanggulangan kemiskinan, tetapi ternyata implikasinya belum seperti yang diharapkan. Proporsi penduduk yang hamper miskin masih cukup tinggi, dan apabila terjadi sedikit 'gejolak', maka dengan sangat mudah mereka akan kembali menjadi miskin. Yang kedua adalah bahwa tidak dapat dipungkiri, kesenjangan dan disagregasi kemiskinan memang terjadi di Indonesia. Akan tetapi, cukup banyak kemajuan berarti yang dicapai, terutama selama periode 2002 hingga 2007. Penguatan Inisiatif Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia ... provinsi-provinsi yang termasuk paling miskin di Indonesia cenderung mampu mengurangi kemiskinan daerah lebih cepat dibandingkan provinsi lain. Seharusnya, focus utama pembangunan adalah manusia. Meski, paling tidak h hingga tahun 80-an, pemikiran konvensional menempatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai tujuan akhir. Pemikiran ini, mulai dipertanyakan secara serius seiring dengan munculnya konsep Pembangunan Manusia sebagai kerangka kerja alternatif untuk pembangunan, buah karya peraih PenghargaanNobel Amartya Sen, dan ahli ekonomi Pakistan, Mahboob-ul-Haq. Berbeda dengan ukuran konvensional yang secara murni menggunakan ukuran ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP), kerangka kerja Pembangunan Manusia memperluas definisinya menjadi 'kualitas hidup', Sebagai subyek pembangunan, masyarakat tidak sekedar dilihat sebagai "input" untuk pembangunan. Orang miskin, bukan sekedar penerima pasif bantuan pembangunan dari pemerintah. Mereka dipandang sebagai subyek (utama), sekaligus penerima manfaat pembangunan. Konsep ini adalah tentang masyarakat, bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan dan kemampuan mereka untuk hidup lama, sehat, berpengetahuan, dan kreatif. Pembangunan Manusia tersusun dari pertumbuhan ekonomi yang adil, berkelanjutan, memenuhi hak asasi manusia (HAM), partisipatif, menjamin keamanan serta kebebasan politik. Sejak 1990, saat UNDP menerbitkan Laporan Pembangunan Manusia yang pertama, konsep ini telah menjadi alat yang berpengaruh dalam meningkatkan kesadaran umum dalam menentukan kebijakan pembangunan. Banyak negara telah mengadopsi paradigma Pembangunan. Manusia untuk memformulasikan berbagai kebijakan dan program nasional. Setiap tahun laporan Pembangunan Manusia memberikan peringkat mutakhir berbagai Negara yang diukur berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini merupakan kombinasi berbagai pencapaian pembangunan berupa harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan.<br />Hingga krisis moneter, Indonesia menikmati tingkat pertumbuhan yang mengesankan yang memungkinkan dilakukannya langkah-langkah besar dalam meningkatkan pelayanan publik untuk warga negaranya serta mengurangi kemiskinan. Walaupun kemajuan akhir-akhir ini tidak sebaik sebelumnya, secara keseluruhan Indonesia telah cukup baik dalam hal IPM. Perlu dicatat bahwa IPM mencerminkan berbagai pencapaian selama periode tertentu. Dalam kurun waktu sejak kemerdekaan, Indonesia bisa diperdebatkan sebagai pemain terbaik di Asia Tenggara. Sebagai ilustrasi, mari kita bandingkan Indonesia yang berada pada peringkat 107 (Laporan Pembangunan Manusia 2007/2008) dengan dua dari tetangganya yang terdekat dan lebih maju Malaysia dan Singapura yang berada di peringkat yangjauh di atas Indonesia. Dari 1975 hingga 2005, Indonesia berhasil menambahkan rata-rata 25 poin pada IPM-nya, sementara Singapura dan Malaysia masing-masing menambahkan secara kasar 20 poin pada nilai mereka selama periode yang sama. Masyarakat dapat berargumen bahwa pada 1975 Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia dan sebagai hasilnya kemajuan dalam IPM pada tiga decade terakhir terlihat lebih “mengesankan” arena Indonesia harus mengejar ketertinggalan yang cukup besar.<br /><br />Kondisi Pembangunan Manusia di Indonesia<br />Penguatan Inisiatif Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia<br />Sampai tahap tertentu hal ini mungkin benar, tetapi bahkan jika kita bandingkan Indonesia dengan China dan India (keduanya menikmati tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi), hasil keseluruhan IPM Indonesia masih lebih baik. Nampaknya hanya Oman (33 poin) yang pencapaiannya lebih baik dari Indonesia selama periode ini. Pencapaian Indonesia untuk GDP maupun indeks harapan hidup cukup rendah sementara indeks pendidikannya hampir pada level yang sama dengan Malaysia yang berada di peringkat 63 pada keseluruhan IPM. Yang sangat menarik, ada sejumlah negara yang memiliki peringkat IPM lebih tinggi yang memiliki tingkat GDP per kapita yang rendah, tetapi peringkat mereka terdorong oleh nilai yang baik pada pendidikan dan kesehatan. Tidaklah mengejutkan, banyak dari negara ini memiliki jaringan yang luas pada sistem jaringan sosial, dengan memberikan sejumlah besar pelayanan sosial pada masyarakatnya. Kuba berada sangat jauh di atas yang lain jika kita membandingkan skor IPM total tanpa indeks GDP. Negara-negara lain yang cukup baik dalam hal ini termasuk Armenia, Ekuador, dan Georgia. Kecuali Tanzania, sangat sedikit negara yang dalam laporan ini dikelompokkan dalam “Pembangunan Manusia Rendah” menunjukkan skor IPM yang sangat positif tanpa GDP. Namun Botswana yang dimasukkan dalam daftar negara "Pembangunan manusia Menengah" merupakan kasus yang menarik. Peringkat Indeks DP-nya sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari Malaysia, tetapi dalam daftar berada di peringkat 124.<br />Alasan utama karena tingkat harapan hidup yang rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lambat akibat krisis moneter mengakibatkan Indonesia tidak dapat bergerak naik dengan cepat pada tangga Pembangunan Manusia. emua indeks IPM memiliki bobot setara, dan secara rumit saling terkait satu dengan lainnya. Sehinggaperbaikan pada salah satu secara otomatis mengarahkan perbaikan pada dimensi lain. Dalam jangka pendek mengatasi persoalan kemiskinan mungkin merupakan alat yang efektif dalam mempercepat peningkatan kualitas Pembangunan Manusia di negara ini. Tidak seperti masa lalu, usaha kedepan harus memperhitungkan desentralisasi di Indonesia untuk memastikan bahwa kabupaten dan provinsi yang saat ini masih tertinggal, dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Yang lebih penting model pertumbuhan harus cukup inklusif sehingga benar-benar memperbanyak pilihan ekonomi kaum miskin. Negara ini secara keseluruhan harus bertumbuh, dan bukan semata-mata hanya untuk pertumbuhan, tetapi untuk menjadikan pertumbuhan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Fokus pengkajian pemberdayaan penduduk miskin, dilandasi kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan yang menyatakan tidak lagi melihat orang miskin sebagai orang yang serba tidak memiliki, melainkan orang yang memiliki potensi sekecil apapun potensinya yang dapat digunakan dalam mengatasi kemiskinannya. Strategi pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan: mikro (pemberdayaan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention), mezzo (pemberdayaan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. pendidikan dan pelatihan), makro (strategi sistem besar karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas). <br /><br />2.2.3 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara Indonesia dengan Negara lain di Dunia<br /><br />Pemerintah Indonesia sebetulnya telah berkomitmen dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) telah mensyaratkan dipenuhinya 10 hak dasar manusia dalam upaya memberantas kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah menyetujui Millenium Development Goals (MDG) yang membahas berbagai aspek fundamental dalam pembangunan manusia yang telah dicanangkan oleh PBB di awal milenium baru. Indonesia juga telah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Internasional Pembangunan Manusia yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Copenhagen tahun 1995. KTT itu telah mengeluarkan 10 rekomendasi dan kesepakatan prinsip-prinsip utama di bidang pembangunan manusia yang ditandatangani oleh 117 Presiden dan Kepala Pemerintahan termasuk Presiden Republik Indonesia. Indonesia pun baru-baru ini telah mengeluarkan dua Undang-Undang berkaitan dengan pengesahan Konvenan Interasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Namun pencapaian pembangunan manusia di Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangga di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Filipina. Dalam Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report 2005) yang terbaru, Indonesia berada pada tingkat menengah Pembangunan Manusia Global (Medium Human Development), dengan peringkat ke-111 dari 182 negara.<br />Kemajuan pembangunan manusia dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi dan juga peningkatan pembelanjaan pemerintah untuk pelayanan publik. Selama ini Indonesia banyak tergantung dengan pertumbuhan ekonomi, yang telah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengeluarkan biaya kesehatan dan pendidikan. Sementara pemerintah hanya mengeluarkan anggaran yang relatif kecil untuk pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan serta ketertiban masyarakat. Ditambah dengan beban keuangan negara akhir-akhir ini, seperti pembayaran hutang, naiknya harga minyak dunia Laporan Pembangunan Manusia Indonesia telah menghitung biaya untuk memenuhi hak-hak dasar pembangunan manusia ini, dan ternyata tidak terlalu tinggi. Sebagai proporsi dari PDB diperlukan tambahan dalam belanja publik untuk sektor sosial sebesar antara 3% sampai sekitar 6% dari PDB yang akan membuat pengeluaran sosial publik Indonesia menjadi sejajar dengan Malaysia, Thailand dan Filipina.<br />Tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dalam arti luas (kesejahteraan lahir mapun bathin). Kesejahteraan lahir akan terkait dengan tingkat kehidupan baik yang menyangkut ekonomi maupun strata sosial, sementara kesejahteraan bathin akan berkaitan dengan believe system yang ada pada dirinya. Bagaimana manusia memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance) serta bagaimana cara dia mengaktualisasikan dirinya (self actualization) sehingga merasa puas (satisfaction). Hal ini senada dengan ajaran Islam yang membagi kehidupan manusia meliputi “Alam arwah, alam dunia, alam barzah, dan alam akhirat”. Manusia sejahtera secara bathin bila “konsep dirinya merasa puas serta memahami tugas dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi”. Sebagai khalifah mempunyai tugas memelihara bumi ini agar tidak terjadi kerusakan, dan fungsinya untuk menjaga keseimbangan alam melalui akal dan pikitran serta nuraninya (qolbu), sehingga alam berfungsi sebagaimana mestinya. <br />Demi kelangsungan hidupnya manusia selalu berupaya memenuhi kebutuhan diri serta mengatasi tantangan dan hambatan lingkungan alam dan sosialnya. Untuk itu selalu berupaya melakukan penciptaan-penciptaan (kreativitas) yang mengkristal menjadi kebudayaan. Pembangunan pada intinya merupakan penciptaan-penciptaan dalam memenuhi tuntutan hidup dan mengatasi tantangan lingkungan alam dan sosial. Seperti penciptaan kegiatan lapangan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penciptaan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan daya nalar dan kreativitas agar terjadi akulturasi kebudayaan yang tetap mempertahankan nilai-nilai yang telah berkembang. <br />Pada saat ini, indikator keberhasilan pembangunan terdiri atas bagaimana tingkat pengembangan sumber daya manusia (Indeks Pembangunan Manusia/ human development index/HDI), tingkat pencapaian ekonomi dan tingkat keseimbangan alam (ekosistem). Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan dan ketergantungan (interrelasi dan interdependensi). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks dari angka harapan hidup (AHH), angka Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Hurup (AMH), dan kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity/PPP). Sementara tingkat pencapaian ekonomi meliputi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), inflasi, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan sembilan lapangan usahanya (pertanian-peternakan-kehutanan-perikanan, pertambanagn-penggalian, industri pengolahan, listrik-gas-air bersih, bangunan, perdagangan-hotel-restran, penganggkutan-komunikasi, keuangan-persewaan-jasa perusahaan-dan jasa-jasa lainnya. Keseimbangan alam dan lingkungan berkaitan dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), pelestarian lingkungan hidup (hewani-hayati), serta tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan (polusi udara, air, tanah) yang secara nyata berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. <br />Terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), ada tiga bidang yang terkait didalamnya yaitu bidang pendidikan, kaitan dengan capaian Angka Melerek Hurup (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), bidang kesehatan kaitan dengan Angka Harapan Hidup (AHH) dan bidang ekonomi kaitan dengan kemampuan daya beli masyarakat (PPP). Walaupun AMH dan RLS belum menggambarkan kualitas pendidikan secara menyeluruh, tapi itulah yang disepakati dunia internasional sebagai indikator, dalam hal ini yaitu UNDP. Permasalahan dan tugas kita adalah bagaimana kita merancang pembangunan agar indikator tersebut dapat diraih dengan penekanan pada kualitas pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah tansfer of knowledge and transfer of value. Selain memenuhi standar tersebut, maka kita perlu memikirkan bagaimana proses pendidikan berjalan dengan pemerataan kesempatan menuju indikator RLS, kita pikirkan juga bagaimana kualitas proses dalam melakukan tansfer of knowledge dan transfer of value-nya serta muatan nilai-nilai seperti apa yang disampaikan sehingga pada gilirannya dapat membentuk kualitas warga belajar/peserta didik yang disatu sisi dapat mencerminkan budaya masyarakat setempat secara komunal, tetapi juga dapat mencerminkan komunitas modern yang senapas dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi internasional.<br />Untuk itu, mungkin fokus kita akan diarahkan kepada: (1) Pemerataan kesempatan belajar (dengan segala pola dan bentuknya), (2) kualitas proses belajar yang syarat nilai-nilai (value), (3) Kualitas hasil dengan orientasi pada pembentukan sikap dan kebiasaan (habbit and attitude), yang pada gilirannya akan membentuk manusia yang berkarakter.<br /> Dalam penangannya tentu tidak berdiri sendiri melainkan dikolaborasikan dengan sistem lain diantaranya dengan peningkatan pendapatan (ekonomi), memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, dengan peningkatan derajat kesehatan, serta membuka diri dengan sistem kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dikarenakan ketiga aspek tersebut di atas, memiliki interrelasi dan interdependensi, maka dalam perkembangannya harus seiring dan sejalan. Agar kondisi tersebut dapat dicapai maka perlu suatu kreativitas (melalui nalar, wawasan, pengetahuan, nurani, keyakinan-keimanan) sehingga melahirkan budaya baru dalam masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai dan falsafah kehidupan. <br />Laporan Pembangunan Manusia United Nations Development Programme (UNDP) Tahun 2009 yang diluncurkan di Jakarta, Senin (5/10), menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia naik tipis dari 0,728 tahun 2007 menjadi 0,734 pada 2009. <br />IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia tahun 2007 itu menempatkan Indonesia pada ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata. Rizal Malik, Team Leader of Governance Unit UNDP menyatakan bahwa IPM Indonesia angkanya masih lebih rendah dibandingkan dengan IPM Negara tetangga. Artinya, meskipun pemerintah sudah berusaha namun usahanya belum sebesar negara-negara tetangga karena IPM mereka naik bermakna. Ia menjelaskan, pengukuran IPM mengacu pada tiga dimensi pembangunan manusia yakni kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan standar yang layak antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan.<br />Peningkatan IPM tak bermakna yang membuat Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga di kawasan Asia, menurut Rizal, antara lain terjadi karena investasi pemerintah dalam pembangunan kesehatan dan pendidikan masih rendah. <br />Rizal juga menyatakan bahwa anggaran pemerintah lebih banyak dialokasikan untuk menggaji pegawai. Porsi untuk pembangunan kesehatan dan pendidikan masih rendah. Anggaran pendidikan yang baru-baru ini dinaikkan menjadi 20 persen pun alokasinya saya yakin lebih untuk gaji pegawai. Hal itu membuat capaian target pembangunan kesehatan dan pendidikan yang dilihat dari peningkatan angka harapan hidup, angka melek huruf dan akses ke sarana pendidikan tidak sesuai harapan sehingga ranking IPM Indonesia masih berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (66), Singapura (23), Filipina 9105), Thailand (87) dan bahkan Sri Lanka (102). <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />• IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Demikian juga kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak.<br />• HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:<br />- hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran<br />- Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).<br />- standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS<br />• Indeks tiga komponen HDI dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan antara nilai indikator dan penentu nilai minimumnya dengan perbedaan antara penentu indicator maksimum dan minimum, atau secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut (UNSFIR, 2000)<br /><br /><br />di mana:<br />Xi : Indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3<br />Xmin : Nilai minimum Xi <br />Xmaks : Nilai Maksimum Xi <br />• Menurut informasi yang diperoleh dari data statistic UNDP tahun 2009, mencatat bahwa IPM Indonesia menduduki urutan ke-111 dalam indeks pembangunan manusia di dunia (182 negara). Dari tahun 1999-2005 DKI Jakarta selalu menduduki peringkat pertama untuk tingkat Indeks Pembangunan Manusianya. Sedangkan papua berada di urutan paling terendah di antara 33 Provinsi di Indonesia yaitu dengan nilai 62,1. Lalu provinsi mana yang berada di tengah-tengah urutan indeks pembangunan manusia di Indonesia? Jawabnya adalah Provinsi Bali di urutan ke-15 (69,8), Provinsi Jawa Tengah di urutan 16 (69,8), berada dan Provinsi Maluku di urutan 17 (69,2). Sebenarnya, Indonesia mengalami kemajuan dalam indeks pembangunan manusia, yaitu beranjak dari angka 67,3 di tahun 1980, 81,5 di tahun 2000, hingga mencapai 92,0 di tahun terakhir survey yaitu tahun 2009 dengan data hingga tahun 2007.<br />• Laporan Pembangunan Manusia United Nations Development Programme (UNDP) Tahun 2009 yang diluncurkan di Jakarta, Senin (5/10), menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia naik tipis dari 0,728 tahun 2007 menjadi 0,734 pada 2009. <br />IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia tahun 2007 itu menempatkan Indonesia pada ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata. IPM Indonesia angkanya masih lebih rendah dibandingkan dengan IPM Negara tetangga. Artinya, meskipun pemerintah sudah berusaha namun usahanya belum sebesar negara-negara tetangga karena IPM mereka naik bermakna. Pengukuran IPM mengacu pada tiga dimensi pembangunan manusia yakni kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan standar yang layak antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan.<br /><br /><br />3.2 Saran<br />Untuk mencapai Indeks Pembangunan Manusia dengan kategori maju tentunya perlu upaya keras dari berbagai pihak baik itu pemerintah, LSM maupun masyarakat itu sendiri. Dalam melaksanakan berbagai program pembangunan di daerah tentunya harus tepat sasaran dan tepat waktu. Dan yang terpenting adalah apakah dana APBD sudah dapat disalurkan dengan tepat untuk mendukung program-program yang pada akhirnya akan mengarah kepada peningkatan sumber daya manusia, seperti peningkatan derajat pendidikan, derajat kesehatan masyarakat dan kemampuan ekonomi masyarakat.<br />Seperti telah dibahas sebelumnya, manfaat IPM sangat terbatas, khususnya pada tahapan pemantauan. Pemantauan dimaksud semestinya juga dapat dilakukan dalam kerangka akuntabilitas publik yang mengevaluasi kinerja pernerintah wilayah sebagai peyelenggara pemerintah wilayah. Bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan individu dalam hal kelangsungan hidup secara individu (kebutuhan dasar, kesehatan dan KB), tumbuh kembang (pendidikan, gizi), partisipasi (ketenagakerjaan, politik), perlindungan (kesejahteraan sosial, hukum dan ketertiban), kemiskinan maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti kependudukan dan pertumbuhan ekonomi.<br />Untuk mengetahui pada bidang/sektor pembangunan mana pencapaian pembangunan manusia relatif tinggi atau relatif rendah (mendapat hambatan), beberapa faktor mendasar, faktor tidak langsung dan faktor langsung yang mempengaruhi tingkat pencapaian tersebut perlu diidentifikasi. Faktor-faktor tersebut merupakan determinan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah.<br /> Dalam bidang pendidikan, untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat, selain jalur pendidikan formal jalur pendidikan non formal juga harus lebih ditingkatkan. Program pendidihan dasar 9 tahun yang telah bergulir harus betul-batul didukung oleh semua lapisan masyarakat. Program pendidikan luar sekolah seperti kejar paket A dan kejar paket B perlu lebih dikembangkan hingga ke setiap pelosok. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan mutu tenaga pendidik di setiap jenjang pendidikan. Peningkatan mutu tenaga pendidik bukan hanya dari segi kualitas tetapi juga dari kuantitas, sehingga tenaga pendidik yang berkualitas dapat tersebar merata di setiap pelosok<br /> Dalam bidang kesehatan, tantangan yang terberat adalah bagaimana meningkatan angka harapan hidup masyarakat. Hal Ini tentunya ahan berbasil bila pemerintah mampu menekan angka kematian bayi dan angka kematian ibu yang menjadi salah satu faktor menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Adanya peningkatan sarana dan prasarana kesehatan baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas akan sangat membantu masyarakat dalam. mendapakan pelayanan. Disamping itu kebiasaan hidup masyarakat yang semakin baik akan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.<br /> Dalam bidang ekonomi, selain adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, juga harus ditunjang oleh adanya pemerataan pendapatan masyarakat sehingga bukan hanya masyarakat perkotaan saja yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan tetapi juga masyarkat pedesaan . Selain itu perlu juga adanya pemantauan terhadap laju inflasi untuk mengontrol kestabilan harga-harga karena inflasi yang tinggi akan sangat mempengaruhi terhadap daya beli masyakat.<br /><br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />BPS.2008.Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007.Jakarta : BPS<br />BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia 2005-2006. Jakarta:BPS <br />BPS.2007. Statistik Pendidikan, statistical yearbook of education 2006. Jakarta:BPS <br />BPS. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Jakarta:BPS <br />BPS. 2008. Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2008. Jakarta: BPS<br />BPS. 2008. Statistik Indonesia, statistical yearbook of Indonesia. Jakarta :BPS<br />Triyanto, Suseno Widodo. 1996. Ekonomi Indonesia, Fakta Dan Tantangan Dalam Era Liberalisasi. Yogyakarta: Kanisius<br />Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah Dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN<br />Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1. Jakarta: Erlangga<br />Hamonangan Ritonga.(2008). Pemanfaatan IPM dalam Pembangunan Daerah.[online].tersedia:http://bps.papua.go.id/yapen/index.php?option=com_content&view=article&id=15:ipm&catid=31:sosial&Itemid=46<br />Eric Neumayer.( Received 31 January 2001; received in revised form 26 April 2001; accepted 1 May 2001). The human development index and sustainability — a<br />constructive proposal<br />______Pembangunan Manusia. [online]. tersedia:epserv.unila.ac.id/.../Pembangunan%20manusia.ppt<br />______Indeks pembangunan Manusia. [online]. tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia<br />______(2009). Rumus Untuk Menghitung IPM (Indeks Pembangunan Manusia). [online]. tersedia:http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/08/rumus-untuk-menghitung-ipm-indeks.html<br />Listianto. [online]. tersedia:http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=26645<br />Soni Sumarsono dan. Sahat Marulitua. (2008). Index Pembangunan Manusia Dan Pemanfaatannya Dalam Pembangunan Daerah.[online].tersedia: http://sawungjati.wordpress.com/2008/06/03/sap-ipm-indeks-pemb-manusia/<br />Syamsiah Badruddin.(2009). Teori dan Indikator Pembangunan.[online].tersedia: http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/<br />Listianto.(2009). Analisis Ekonomi Indeks Pembangunan Manusia di Dalam Negeri Indonesia. [online].tersedia: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=26645<br />______(2009). Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Naik. [online]. tersedia:http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/10/98674/92/14/Indeks-Pembangunan-Manusia-Indonesia-Naik<br />______(2008).[online].tersedia:http://www.targetmdgs.org/download/MDGsNEWS_1.1_lowres.pdf<br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-12281867091609843112010-01-08T16:11:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.655-07:00PI-Widi-Sejarah PPI<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang Masalah<br />Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudera Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang tujuannya ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah dan ada juga yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tidak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang singgah.<br />Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang Baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Akan tetapi penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan dengan sistem barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional yang hanya mengandalkan perkiraan harga pertukaran suatu barang dengan barang lain. Oleh sebab itu, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.<br />Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan sebab kegiatan perdagangan banyak difokuskan di kawasan laut yang merupakan pelabuhan dagang yang sering disinggahi para pedagang dari berbagai negara. Namun dapat dikatakan secara keseluruhan hingga saat ini di Indonesia, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian sebab wilayah Indonesia berpotensi besar dalam kedua hal itu seperti tersedianya lahan untuk pengembangan areal pertanian dengan masyarakatnya yang mayoritas petani, kemudian perniagaan atau perdagangan yang sangat memungkinkan bagi bangsa Indonesia yang memiliki sejarah sebagai kawasan pelabuhan dagang dan mayoritas beragama Islam dengan anjuran Rasulullah yang juga seorang pedagang.<br />Masa kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia memang menjadi bagian terpenting dalam sejarah perekonomian Indonesia yang ada saat ini karena dengan adanya praktek perniagaan saat itu dari mulai sistem barter sampai dengan mengenal mata uang sebagai alat tukar, telah mengenalkan kita pada sebuah perkembangan perekonomian. Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam tersebut, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, Orde lama, Orde Baru, dan masa reformasi.<br /><br />1.2 Permasalahan<br />Untuk memberikan arah dan tujuan yang jelas tentang masalah yang akan dibahas, maka penyusun merumuskan permasalahannya sebagai berikut :<br />1. Bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan?<br />2. Bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia pada masa Orde lama?<br />3. Bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru?<br />4. Bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia pada masa Transisi?<br />5. Bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia pada masa Reformasi?<br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia dibagi ke dalam 5 masa, yaitu :<br />a. Masa sebelum kemerdekaan atau masa penjajahan (1600-1945)<br />b. Masa Orde Lama (1945-1966)<br />c. Masa Orde Baru (1966-1998)<br />d. Masa Transisi (1998-1999)<br />e. Masa Reformasi (1998-sekarang)<br />Dalam perkembangannya, perekonomian Indonesia mengalami pasang surut dan berbagai peristiwa penting. Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari masa ke masa, iklim politik yang memanas, kondisi ekonomi yang bergejolak, hingga upaya mengisi kemerdekaan. Gambaran utuh mengenai hal tersebut disajikan secara kronologis-historis. Hal ini mengingat bahwa apa yang berlangsung saat ini tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa serta pengalaman-pengalaman sebelumnya.<br />2.1 Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Sebelum Kemerdekaan (1600-1945)<br />Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena kekuasaannya telah diduduki oleh Belanda. Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, telah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang diberlakukan mereka di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu). Masa-masa tersebut yakni sebagai berikut :<br />2.1.1 Pendudukan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC 1602-1799)<br />Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda pada tanggal 22 Januari 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman di Banten. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yaitu sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Kongsi dagang Inggris).<br />Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, antara lain meliputi : <br />1. Hak monopoli perdagangan.<br />2. Hak mencetak dan mengeluarkan uang sendiri.<br />3. Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.<br />4. Hak mengadakan perang dengan negara lain.<br />5. Hak menjalankan kekuasaan kehakiman.<br />6. Hak memungut pajak.<br />7. Hak memiliki angkatan perang dan mendirikan benteng sendiri. <br />8. Hak mengadakan pemerintahan sendiri.<br />9. hak sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia.<br />Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai penguasa Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC. Kenyataannya, sejak tahun 1602, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan pelayaran Hongi (membawa para saudagar Belanda mencari tempat-tempat penghasil rempah-rempah) dan hak extirpatie (mengurangi hasil produksi perekebunan rempah-rempah agar keadaan di pasaran tidak terlalu melimpah). <br />Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan eksistensi dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton.<br />Berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi, selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi pembanding yang seimbang, ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran hingga tahun 1870-an.<br />Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC hingga 136 juta Gulden lebih, yang antara lain disebabkan oleh :<br />a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama Perang Diponegoro yang berlangsung pada tahun 1825-1830.<br />b. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.<br />c. Korupsi yang dilakukan para pegawai VOC sendiri.<br />d. Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas dalam keadaan defisit.<br />Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek) yang didirikan oleh Perancis pada tanggal 4 Februari 1803. Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau sehingga Napoleon Bonaparte membubarkan Republik Bataaf tahun 1806. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda. (Asep Lukman : 1999, 51)<br />2.1.2 Pendudukan Perancis (1808-1811)<br />Bersamaan dengan kehancuran VOC di Indonesia, daratan Eropa berkecamuk dengan perang Revolusioner Perancis yang berlangsung tahun 1792-1802. belanda berhasil diduduki oleh Perancis pada tahun 1795. Raja William V berhasil meloloskan diri dan berlindung pada Inggris, dengan jaminan Belanda akan menyerahkan kekuasaannya di Indonesia.<br />Pemerintahan Perancis yang merasa dirinya telah menguasai Belanda bertindak tegas. Ia menggabungkan wilayah Belanda ke dalam wilayah kekuasaan negara Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Untuk mempertahankan wilayahnya, Perancis mengirimkan Gubernur Jenderal Deandels, dengan tujuan untuk mempertahankan Indonesia dari serangan Inggris, mengatur pemerintahan di Indonesia, memperbaiki keadaan perekonomian, dan membangun kembali armada angkatan laut Belanda yang hancur. <br />Setibanya di Indonesia tanggal 1 Januari 1808, Deandels mengadakan tindakan-tindakan sebagai berikut:<br />a. Menjalankan pemerintahan diktator.<br />b. Perdagangan budak belian.<br />c. Menjalankan kerja rodi (membuka jalan sepanjang 1000 km dari Anyer ke Panarukan).<br />d. Mencampuri urusan pengangkatan kepala daerah dan upacara keraton.<br />e. Menurunkan tahta Sultan Banten yang dianggap gagal membangun pelabuhan di Ujung Kulon.<br />Tindakan-tindakan Deandels mendatangkan kebencian dari rakyat Indonesia. Sehingga Napoleon Bonaparte memanggil Deandels pulang ke Perancis dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens tahun 1811. Janssens banyak menemukan hambatan dan raja-raja di Pulau Jawa banyak yang memberontak. Disamping itu serangan armada angkatan laut Inggris ke Batavia menyebabkan Janssens semakin sulit. Akhirnya September 1811 Janssens menyerah kepada Inggris di daerah Tuntang. (Asep Lukman : 1999, 55)<br />2.1.3 Pendudukan Inggris (1811-1816)<br />Pada tanggal 18 September 1811 kekuasaan Indonesia jatuh ke tangan Inggris dengan pimpinan Gubernur Jenderal Raffles. Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. <br />Dalam menjalankan kekuasaannya di Pulau Jawa, Raffles menyusun rencana-rencana sebagai berikut :<br />a. Menghapuskan sistem kerja paksa (rodi) kecuali daerah Priangan dan Jawa Tengah.<br />b. Menghapuskan pelayaran Hongi dan segala jenis tindak pemaksaan di Maluku.<br />c. Melarang perbudakan.<br />d. Menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan penyerahan hasil bumi.<br />e. Melaksanakan sistem pajak bumi (landrete steelsel).<br />f. Membagi pulau Jawa dalam 16 keresidenan.<br />g. Mengurangi kekuasaan para bupati.<br />h. Menerapkan sistem pengadilan dengan sistem juri.<br />Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang hanya seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :<br />1. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.<br />2. Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.<br />3. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tidak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun. <br />2.1.4 Masa Cultuurstelstel<br />Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang permintaannya potensial di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk tanaman selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dan lain-lain. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tetapi sangat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.<br />Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah Belanda untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah tersebut. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang diterima dan dimasukkan ke dalam gudang).<br />Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.<br />Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai lebih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis. <br />2.1.5 Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)<br />Dengan berakhirnya politik tanam paksa di Indonesia, imperialisme modern mulai masuk ke Indonesia. Indonesia dijadikan pengambilan bekal hidup, bahan mentah untuk industri, pemasaran hasil industri, dan penanaman modal asing. Sejak tahun 1870, Belanda melaksanakan Politik Pintu Terbuka. Akibatnya berdatanganlah bangsa-bangsa diluar Belanda seperti Inggris, Belgia, Perancis, Amerika Serikat, China, Jepang dan lainnya.Politik Pintu Terbuka dibentuk karena adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang Baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :<br />a. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.<br />b. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.<br />c. Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.<br />Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan secara layak. (J.Sukardi : 2004, 48)<br />2.1.6 Pendudukan Jepang (1942-1945)<br />Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.<br />Pada 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-Belanda datang ke Kalijati dan dimulai perundingan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan pihak Tentara Jepang yang dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Imamura. Imamura menyatakan, bahwa Belanda harus menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Letnan Jenderal ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Dengan demikian secara de facto dan de jure, seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara India Belanda untuk juga menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang.<br />Pada mulanya, propaganda Jepang terdengar seperti perbaikan dibandingkan dengan pemerintahan Belanda. Setelah itu, pasukan-pasukan Jepang mulai mencuri makanan dan menangkapi orang untuk dijadikan pekerja paksa, sehingga pandangan bangsa Indonesia terhadap mereka mulai berbalik. Dari semua yang telah dilakukan, Militer Jepang membuat tiga kesalahan besar terhadap bangsa Indonesia:<br />1. Kerja paksa: banyak laki-laki Indonesia diambil dari tengah keluarga mereka dan dikirim hingga ke Burma untuk melakukan pekerjaan pembangunan dan banyak pekerjaan berat lainnya dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk. Ribuan orang mati atau hilang. Jepang menahan banyak warga sipil Belanda di kamp-kamp tahanan dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk, dan memperlakukan tahanan perang militer di Indonesia dalam keadaan yang buruk pula.<br />2. Pengambilan paksa: tentara-tentara Jepang dengan paksa mengambil makanan, pakaian dan berbagai pasokan lainnya dari keluarga-keluarga Indonesia, tanpa memberikan ganti rugi. Hal ini menyebabkan kelaparan dan penderitaan semasa perang.<br />3. Perbudakan paksa terhadap perempuan: banyak perempuan Indonesia yang dijadikan "wanita penghibur " bagi tentara-tentara Jepang.<br />Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Walaupun hanya 3 tahun menjajah di Indonesia, namun bagi rakyat Indonesia keberadaan Jepang yang menguras banyak kekayaan Indonesia, sangat membuat mereka menderita. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik. <br />Para pejuang melihat penderitaan bangsa Indonesia yang sangat tersiksa oleh militer Jepang, kemudian pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta diculik( peristiwa Rengasdengklok) oleh para pemuda pejuang. Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan. Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.Dengan demikian berakhir pula masa pendudukan Jepang di Indonesia. (Syamsudin Haris : http://wikipedia.org/110909/papers)<br /><br /><br />2.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Lama (1945-1966)<br />2.2.1. Kehidupan Ekonomi Indonesia Awal Kemerdekaan<br />Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan memberikan sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Pada awal berdirinya RI, keadaan ekonomi sangat memprihatinkan. Hal itu disebabkan oleh beredarnya mata uang Jepang yang tidak terkendali. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk lainnya sangat berkurang, sedangkan pengeluaran semakin bertambah. Keadaan tersebut semakin parah karena pemerintah RI menetapkan tiga mata uang sekaligus, yaitu mata uang yang dicetak oleh De Javasche Bank, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang pada masa pendudukan Jepang. Dengan memdaratnya tentara Sekutu di kota-kota besar dan berhasil menguasai bank-bank serta blokade ekonomi dari Belanda, menyebabkan laju inflasi yang sangat tinggi.<br />Pada tanggal 6 Maret 1946 Panglima Serikat mengumumkan berlakunya mata uang NICA (Netherland Indies Civil Adminintration) di daerah-daerah yang diduduki tentara Serikat sebagai ganti mata uang Jepang. Perdana Menteri Syahrir memprotes tindakan itu dan menuduh pihak Serikat melanggar persetujuan bahwa kedua belah pihak tidak akan mengeluarkan mata uang Baru sebelum situasi mantap. Pemerintah RI menolak penggunaan mata uang NICA dan menyetakan bukan sebagaia lata pembayaran yang sah di wilayah RI. Pada bulan Oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan uang kertas yang disebut Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) berdasarkan undang-undang Nomor 17 tahun 1946 tanteng ORI tertanggal 1 Oktober 1946. Kemudian dengan undang-undang nomor 19 tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946 diatur penikaran uang rupiah yang berlaku di Indonesia pada waktu itu yaitu :<br />a. Lima puluh rupiah uang Jepang disamakan dengan satu rupiah ORI<br />b. Di luar Jawa dan Madura, seratus rupiah uang Jepang ditukar dengan satu rupiah ORI.<br />Hal itu dimakdudkan untuk menggantikan mata uang jepang yang telah merosot nilainya. Kurs mata uang Jepang dengan ORI adalah satu per seribu, artinya setiap seribu rupiah mata uang Jepang ditikar dengan satu rupiah ORI. Untuk sememtara waktu pemerintah mengizinkan setiap keluarga memiliki Rp. 300,- saja dan bagi yang tidak berkeluarga Rp. 100,-<br />Tindakan pemerintah selanjutnya yang tujuannya untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan adalah membentuk Bank Negara Indonesia. Bank Negara Indonesia dibentuk secara resmi tanggal 1 November 1946, semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh margono Djojohadikusumo yang bertugas untuk mengetur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang beredar di Indonesia.. Sebelum berdirinya bank Negara Indonesia, pemerintah telah merintis pembentukan Bank Rakyat Indonesia, yang semula Shomin Ginko. <br />Usaha-usaha lain yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, diantaranya Program Pinjaman Nasional yang dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. Kemudian upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan diplomasi ke Singapura dan Malaysia.<br />Konferensi Ekonomi yang diadakan Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi lahan perkebunan. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) tahun 1948 mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. Namun usaha-usaha ini tidak membuat keadaan makin membaik.<br />Keadaan ekonomi Indonesia saat itu semakin parah dengan pelaksanaan perang gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan (1945-1949) dan gangguan-gangguan keamanan dari bangsa sendiri, misalnya munculnya pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan APRA, Pemberontakan Andi Azis, Pemberontakan RMS, serta Pemberontakan DI/TII.<br />Pada 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia Belanda secara sepihak, meskipun Belanda tidak bisa menerimanya. Untuk menindaklanjuti pembubaran Uni Indonesia Belanda, pada 3 Mei 1956, Presiden Soekarno menendatangani Undang-undang Pembatalan KMB. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. (Tulus Tambunan : 2006, 27)<br />2.2.2 Masa Demokrasi Liberal – Nasionalisasi di Bidang Ekonomi (1950-1959)<br />Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada kekuatan pasar dan pemrintah dilarang ikut campur terlalu banyak. Padahal kondisi para pengusaha pribumi masih lemah dan belum dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi terutama Cina.<br />Pemerintah menyadari bahwa RI mewarisi ekonomi yang kacau dari pemerintah pendudukan Jepang. Keadaan itu diperparah lagi oleh adanya berbagai gangguan keamanan dan pemberontakan di berbagai daerah. Itulah sebabnya pemerintah berupaya melakukan perbaikan ekonomi dengan melakukan berbagai kebijaksanaan ekonomi. Diantaranya sebagai berikut :<br />a. Rencana I.J. Kasimo<br /> Pada waktu itu Kasimo menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat, yang pada bulan Februari 1946 pemerintah berusaha merancang memecahkan masalah ekonomi dengan menyelenggarakan konferensi ekonomi. Yang menjadi bahan pembicaraan adalah meningkatkan produksi dan distribusi bahan makanan, masalah sandang, serta status administrasi perkebunan milik asing. Konferensi menghasilkan konsepsi untuk menghapus sistem autarki lokal warisan Jepang secara berangsur-angsur dan menggantikan dengan sistem sentralisasi Bahan Makanan Rakyat yang kemudian menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Bahan makanan (PPBM). Semua perkebunan akan diawasi oleh pemerintah agar produksi meningkat. <br />Di samping itu pemerintah membentuk Badan Perencana Ekonomi. Usaha itu dikenal dengan Plan Kasimo yang berisi anjuran untuk memperbanyak kebun bibit padi unggul dan pencegahan penyembelihan hewan pertanian, serta usaha menanami tanah-tanah yang kosong terutama di Sumatera Timur. Dianjurkan juga untuk melaksanakan transmigrasi 20 juta penduduk Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 10 sampai 15 tahun.<br />b. Gunting Syafruddin<br />Kabinet Hatta merupakan satu-satunya kebinet dalam sejatah politik Indonesia yang dipimpin oleh seorang pakar ekonomi profesional. Kendati konsentrasi utama dari kabinet singkat ini adalh penyatuan politis wilayah-wilayah Indonesia ke dalam negara kesatuan Indonesia Serikat, namun perhatiannya terhadap masalah-masalah ekonomi cukup besar.<br /> Tindakan paling penting yang dilakukan kabinet ini adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang secara serempak dan pemotongan yang beredar pada bulan Maret 1950. Pemotongan mata uang ini melibatkan pengguntingan menjadi separuh atas semua uang kertas keluaran De Javasche Bank. <br />Pada saat itu pemerintah mengalami defisit 5,1 miliar rupiah. Pada tanggal 19 Maret 1950 Menteri Keuangan Syafruddin, berdasarkan SK Menteri Nomor PU 1 19 Maret 1950, mengambil tindakan pemotongan uang. Tindakan itu dilakukan dengan cara mengubah nilai uang Rp 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Tindakan pemerintah itu dikenal dengan sebutan Gunting Syafruddin. Tindakan itu dapat mengurangi jumlah uang beredar. Akibatnya pemerintah RI mendapat kepercayaan pemerintah Belanda. RI mendapat pinjaman uang sebesar Rp200 juta dari pemerintah Belanda.<br />c. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group)<br /> Usaha mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah maka pemerintah RI pada kabinet Natsir telah merintis usaha menumbuhkan industrialisasi yang dikenal dengan rencana Sumitro. Sasaran rencana itu dipusatkan pada pembangunan industri dasar, seperti pabrik semen, percetakan, pabrik karung, dan pemintalan. Kebijaksanaan itu diikuti dengan perbaikan prasarana, liberalisasi pertanian, dan penanaman modal asing. Dr. Sumitro Joyohadikusumo yang menjabat sebagai menteri perdagangan, berpendapat bahwa bangsa Indonesia harus segera ditumbuhkan menjadai kelas pengusaha. Para pengusaha Indonesia yang umumnya bermodal lemah, diberi kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam membangun ekonomi nasional. Mereka harus dibimbing dan diberi bantuan kredit karena pemerintah menyadari bahwa pada umumnya mereka tidak mempunyai cukup modal. Dengan usaha secara bertahap, pengusaha akan berkembang maju. Tujuannya adalah mengubah struktur kolonial ke struktur ekonomi nasional. Program Sumitro itu dikenal dengan nama Gerakan Benteng atau Benteng Group.<br /> Selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia mendapat program benteng. Namun usaha tersebut tidak mencapai sasaran, karena pengusaha-pengusaha Indonesia ternyata lamban untuk menjadi dewasa. Bahkan ada yang menyalahgunakan bantuan tersebut. Kegagalan program itu disebabkan pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi, dalam rangka pelaksanaan ekonomi liberal. Faktor lain berasal dari mentalitas pengusaha kita yang cenderung pada pola konsumtif, sehingga berekinginan cepat mendapat keuntungan yang besar dan menikmati hidup mewah.<br />d. Nasionalisasi Bank dan Sistem Ali Baba<br /> Bersamaan dengan meningkatnya rasa nasionalisme, pada akhir tahun 1951 pemerintah RI melaksanakan nasionalisasi De Javashe Bank menjadi Bank Indonesia. Dengan tujuan menaikkan pendapatan, pemerintah menurunkan biaya ekspor dan melakukan penghematan secara drastis. Pada tahun 1952 defisit negara telah meningkat menjadi 3 miliar rupiah. Selama itu anggaran belanja diajukan ke DPR dan disetujui.<br /> Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamijoyo I Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisurya memprakarsai sistem ekonomi Baru, yang dikenal dengan sistem Ali Baba. Sistem itu ditujukan untuk memejukan pengusaha pribumi. Ali menggambarkan pengusaha pribumi, sedang Baba menggambarkan pengusaha nonpribumi, khususnya Tionghoa. Sistem tersebut dimaksudkan agar pengusaha pribumi maupun non pribumi bekerja sama untuk memajukan ekonomi Indonesia. Pemerintah menyediakan bantuan berupa kredit melalui bank. Namun ternyata bahwa dengan sistem itu juga mengalami kegagalan. Pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi untuk memperoleh bantuan kredit. Waktu itu Indonesia melaksanakan sistem liberal sehingga persaingan bebas lebih diutamakan. Dalam persaingan bebas tersebut ternyata pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dengan pengusaha nonpribumi.<br /> Sementara itu pemerintah masih terus dilanda defisit. Upaya mencari jalan keluar untuk mengatasi defisit tersebut, pemerintah cenderung untuk mencetak uang secara terus menerus, yang berarti inflasi akan meningkat terus. Pada tahun 1953 pemerintah di bawah kabinet Ali Sastroamijoyo mengalami defisit sebesar 7,6 miliar rupiah. Defisit meningkat dari tahun ke tahun.<br />e. Pengambilalihan Perusahaan Belanda<br /> Setelah melakukan kebijaksanaan ekonomi yang belum juga membawa hasil nyata, pemerintah pun tetap meneruskan usaha untuk perbaikan ekonomi. Langkah yang diambil pemerintah ialah dengan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan Belanda yang berjumlah kurang dari 700 buah, setelah terjadi pemogokan buruh secara menyeluruh pada perusahaan Belanda. Hal itu dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 1958 pada bulan Desember. Sebagai akibat dari kebijaksanaan tersebut adalah dipindahkannya pusat lelang tembakau Indonesia dari Amsterdam, Belanda ke Bremen, Jerman.<br /> Dilihat dari aspek politiknya, selama periode Orde Lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat demokrasi, yakni pada periode 1950-1959, sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukkan bahwa sistem politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional. Tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur kabinet tidak lebih dari 1 tahun saja. Waktu yang sangat pendek disertai dengan banyaknya keributan internal di dalam kabinet tentu tidak memberi kesempatan maupun waktu yang tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-masalah sosial dan ekonomi yang ada pada saat itu, apalagi menyusun suatu program pembangunan dan melaksanakannya. (Feith dalam Tulus Tambunan : 2006, 32).<br /> Selama periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal seperti pertambangan , distribusi, transportasi, dan bank, yang memiliki kontribusi lebih besar dari pada sektor informal terhadap output nasional (PDB) didomonasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang mayoritas berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing relatif lebih padat kapital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didomonasi oleh pengusaha pribumi, dan perusahaan-perusahaan asing pada umumnya berlokasi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Pertumbuhan ekonomi pun belum menunjukkan peningkatan yang signifikan karena masih dalam tahap awal setelah kemerdekaan. (Tulus Tambunan: 2006, 32).<br />Berikut adalah tabel pendapatan dan belanja pemerintah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia :<br />Tabel 1<br /> Pendapatan dan Belanja Pemerintah, pada Tahun 1955 – 1965, dalam Jutaan Rupiah Baru (Emisi 1966)<br />(1)<br />Tahun (2)<br />Pendapatan (3)<br />Belanja (4)<br />Selisih<br />(2) – (3) (5)<br />Rasio (4)<br />Terhadap (2)<br />1955 14 16 -2 14%<br />1956 18 21 -3 17%<br />1957 21 26 -5 24%<br />1958 23 35 -12 52%<br />1959 30 44 -14 47%<br />1960 50 58 -8 16%<br />1961 62 88 -26 42%<br />1962 75 122 -47 60%<br />1963 162 330 -168 104%<br />1964 283 681 -398 141%<br />1965 923 2.526 -1.603 174%<br />Rata-rata 151 359 -208 137%<br />Sumber : Mohtar Mas’oed hal 218 (dalam Dumairy : 1996, 25).<br /><br /><br />Tabel 2<br />Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (1951-1957)<br />Tahun Indeks<br />(1951=100) % Perubahan Tahun Indeks<br />(1951=100) % Perubahan<br />1951 100,0 - 1959 149,1 -1,9<br />1952 103,8 3,8 1960 146,8 -1,5<br />1953 126,8 22,1 1961 149,4 1,7<br />1954 128,6 1,4 1962 145,3 -2,7<br />1955 133,4 3,7 1963 141,4 -2,7<br />1956 136,4 2,2 1964 144,7 2,4<br />1957 144,4 5,8 1965 145,5 0,5<br />1958 152,0 5,3 1966 146,4 0,6<br />*)1951-1957 diukur dengan Pendapatan Nasional Bruto dan 1958-1966 diukur dengan Produk Domestik Bruto. <br />Sumber (Tulus Tambunan: 2006, 19)<br />2.2.3 Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)<br />Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik, maka pengumuman istirahat Konstituante diikuti dengan larangan-larangan melakukan segala bentuk kegiatan partai politik. Isi dekrit tersebut adalah sebagai berikut :<br />1. Pembubaran Konstituante<br />2. Berlakunya kembali UUD 1945<br />3. Tidak berlakunya UUDS 1950<br />Sebagai dampak dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme atau sosialis (segala hal diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik, dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :<br />a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000 dibekukan.<br />b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada tahun 1961-1962 harga barang-barang naik sampai 400%.<br />c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah Baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah Baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini menyebabkan meningkatnya angka inflasi.<br />Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain. <br />Keadaan ekonomi Indonesia terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan Belanda menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi semasa penjajahan Belanda, ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang tinggi pada dekade 1950-an. <br />Tabel 3<br />Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar (1955-1966)<br />Tahun Indeks Harga (1954=100) Jumlah Uang Beredar (juta Rupiah)<br />1955 135 12,20<br />1956 133 13,40<br />1957 206 18,90<br />1958 243 29,40<br />1959 275 34,90<br />1960 330 47,90<br />1961 644 67,60<br />1962 1.648 135,90<br />1963 3.770 263,40<br />1964 8.870 675,10<br />1965 61.400 2.582,00<br />1966 152.200 5.593,40<br />Sumber : Arndt: 1994( dalam Tulus Tambunan: 2009, 21) <br /><br /><br /><br />Tabel 4<br />Saldo APBN: 1955-1965 (juta rupiah)<br />Tahun Pendapatan Pengeluaran Saldo<br />1955 14 16 -2<br />1956 18 21 -3<br />1957 21 26 -5<br />1958 23 35 -12<br />1959 30 44 -14<br />1960 50 58 -8<br />1961 62 88 -26<br />1962 75 122 -47<br />1963 162 330 -168<br />1964 283 681 -398<br />1965 923 2.526 -1.603<br />Sumber: Mas’oed :1989 (dalam Tulus Tambunan: 2009, 20)<br /><br /> Selain kondisi politik dalam negeri yang tidak mendukung, buruknya perekonomian Indonesia pada masa Orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan akan faktor-faktor produksi seperti sumber daya manusia, dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan dan keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industri) teknologi, dan kemampuan pemerintah untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Pemerintah Indonesia memberikan prioritas utama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industri dan rekonstruksi. Akan tetapi akibat keterbatasan faktor-faktor diatas dan kekacauan politik nasional pada masa itu akhirnya pembangunan tidak pernah terlaksana dengan baik.<br /> Pada akhir September 1965 ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi perubahan politik yang drastis di dalam negeri, selanjutnya juga merubah sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada masa Orde lama yakni dari pemikiran sosialis ke semi kapitalis. Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-undang 1945 Pasal 33 menganut suatu sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideologi Pancasila. (Tulus Tambunan: 2006, 33) <br />Perencanaan, strategi, dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pada masa orde lama:<br />Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia Strategi Pembangunan Ekonomi Kebijaksanaan yang mendukung dan menghambat tercapainya tujuan ekonomi<br />1. Periode 1945 - 1950 <br />a. Perencanaan Hatta (1947)<br />b. Rencana Kasino : Plan Produksi Tiga Tahun RI 1948 – 1950<br />c. Rencana Kesejahteraan Istimewa 1950 – 1951<br /><br />Catatan :<br />1. Periode 1945 – 1950 pada dasarnya masih merupakan periode revolusi yaitu : dalam situasi mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.<br />2. Periode 1945 – 1950 Indonesia memberlakukan 2 Undang-undang Dasar :<br />a. UUD 1945<br />b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Desember 1949 Agustus 1950 <br /><br /><br /> <br />Landasan : Pasal 33 UUD 1945<br />Strategi : Meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan cara :<br />1. Memperbaharui tenaga produktif.<br />2. Jalan industrialisasi dengan tetap mendasarkan diri sebagai negara agraris.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />Mendukung:<br />1. Kebutuhan negara lain akan produk Indonesia masih tinggi, khususnya barang-barang pertanian sebagai bahan baku industri.<br />2. Barang sintesis belum dominatif.<br />3. Fluktuasi harga barang ekspor di Indonesia sewaktu mengalami kenaikan.<br />4. Pinjaman luar negeri, baik modal asing, merupakan pinjaman yang dianjurkan.<br /><br /><br />Menghambat:<br />1. Perekonomian Indonesia belum stabil sebagai akibat masa peralihan dari perekonomian penjajahan (Belanda dan Jepang) ke perekonomian kemerdekaan.<br />2. Inflasi yang diakibatkan oleh tindakan Belanda yang tetap menginginkan Indonesia sebagai negara jajahannya dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.<br />3. Sangat tergantung pada fluktuasi tingkat harga.<br />4. Kabinet silih berganti sebagai akibat situasi politik yang belum stabil (agresi Belanda tahun 1947 dan 1948) sehingga tidak ada kebijaksanaan ekonomi yang berkesinambungan.<br />5. Dana sangat terbatas.<br />6. Rencana itu sendiri belum / tidak dijabarkan dalam langkah-langkah yang konkret misalnya dalam bentuk alokasi dana.<br />7. Perhatian pemerintahan masih ditekankan pada mempertahankan kemerdekaan dari serangan / agresi luar.<br />8. Rencana itu belum mempunyai dasar politis.<br /><br />1. <br />2. Periode 1951 - 1955<br />Perencanaan urgensi perekonomian (1951) diusulkan oleh Sumitro Djojohadikusumo.<br />Catatan :<br />1. Periode 1951 – 1955 merupakan periode pemantapan kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia telah diakui secara Internasional tetapi Irian Barat masih belum diserahkan oleh Belanda.<br />2. Pada periode ini Indonesia memberlakukan UUD sementara dari 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 yang pada dasarnya menggambarkan rapuhnya persatuan diantara bangsa Indonesia sendiri.<br />3. Rencana Pembangunan Ekonomi ini hanya mencakupi waktu 1951 – 1952.<br />4. Dari 1952 – 1955 tidak ada rencana pembangunan ekonomi yang disusun oleh pemerintah.<br /> <br />Landasan : Tidak dirumuskan secara eksplisit.<br />Strategi : Peningkatan kemakmuran masyarakat dengan cara :<br />1. Mendorong berkembangnya industri-industri kecil.<br />2. Menggiatkan kemajuan badan-badan kooperasi dan memperkuat organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan untuk usaha perniagaan kecil dan menengah.<br />3. Mendorong berkembangnya industri berat yang akan menjadi unsur-unsur penyokong yang memudahkan dan memperkuat kemajuan perindustrian dalam negeri di daerah-daerah.<br />4. Peranan pemerintah diharapkan dominan dalam pelaksanaan rencana ini. <br />Mendukung :<br />Perang Korea tahun 1951 yang mengakibatkan penerimaan Indonesia meningkat sehingga relatif ada dana (Korea – boom).<br />Menghambat :<br />1. Inflasi yang tidak bisa lagi dikendalikan sebagai akibat defisit anggaran yang semakin meningkat.<br />2. Penggunaan surplus perdagangan yang tidak terarah.<br />3. Kebijaksanaan keuangan yang tidak mendorong berkembangnya investasi.<br />4. Kabinet masih silih berganti yang mengakibatkan tidak adanya rencana / program yang berkesinambungan .<br />5. Sifat rencana sangat pendek (hanya 2 tahun dan tidak mempunyai dasar politis (tidak ada persetujuan DPR).<br />3. Periode 1956 - 1960<br />Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (RTLP) 1956 – 1960.<br />Catatan :<br />1. Dalam periode ini kabinet masih tetap silih berganti.<br />2. Sengketa Irian Barat yang semakin meningkat yang mengakibatkan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan Belanda.<br />3. Perkembangan politik dalam negeri semakin panas yang mengakibatkan perkonomian Indonesia berkembang ke arah yang tidak menentu. <br />Landasan : Secara eksplisit tidak dirumuskan.<br />Strategi : Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan alokasi dana tahunan sebagai berikut :<br />1. Untuk pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan ..... 13%.<br />2. Untuk pengairan dan proyek-proyek multi purpose....25%.<br />3. Untuk alat-alat perhubungan….25%.<br />4. Pertambangan dan industri….25%.<br />5. Urusan social (pengajaran, kesehatan, perumahan dan sebagainya)….12%. <br />Mendukung :<br />Secara politis Rancangan Undang-undang tentang RLTP ini disetujui oleh DPR.<br /><br />Menghambat :<br />1. Dalam pelaksanaan, ternyata garis-garis besar rencana itu perlu dirubah, baik dalam target maupun pembiayaan.<br />2. Rencana yang disusun tidak / kurang memperhatikan potensi yang ada.<br />3. Inflasi yang semakin tidak terkendali sebagai akibat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang semakin besar.<br />4. Pendapatan pemerintah dari ekspor sangat menurun sebagai akibat dari resesi ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan Eropa Barat selama akhir 1957 dan permulaan 1958.<br />5. Terjadinya gangguan keamanan dalam negeri sebagai manifestasi ketegangan antara Pusat dan Daerah. Dengan perkataan lain stabilitas politik tidak ada.<br />6. Kemampuan administratif untuk menjamin pelaksanaan rencana masih sangat rendah.<br />4. Periode 1961 – 1965<br />Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) 1961 – 1965.<br />Catatan : <br />1. Periode ini diwarnai oleh perkembangan politik yang semakin panas (pembebasan Irian Barat, anti Malaysia dan juga konflik antar partai politik)<br />2. Rencana ini terpaksa dihentikan di tengah jalan sebagai akibat adanya pemberontakan PKI tahun 1965 (aksi G.30.S). <br /><br /><br /><br />Landasan : Manifesto politik no. 1/1960 dan Deklarasi ekonomi 1963.<br />Strategi : Meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan asas Ekonomi terpimpin <br /><br /><br /><br />Mendukung :<br />Ada niat untuk membangun dengan suatu rencana yang jelas yang juga diikuti dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu.<br /><br />Menghambat :<br />1. Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim dianut, antara lain tidak mempertimbangkan dana untuk membiayainya.<br />2. Defisit Anggaran yang semakin meningakatkan hyper inflasi tahun 1965 (650% tahun) telah merusak sendi-sendi perekonomian secara menyeluruh.<br />3. Peraturan yang ada tidak dilaksanakan secara konsisten.<br />4. Stabilitas politik tidak ada, bahkan terjadi pemberontakan PKI tahun 1965.<br />5. Tenaga pendukung (administrasi) yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan rencana masih sangat lemah bahkan semakin diperlemah karena adanya inflasi yang tidak yang tidak terkendali.<br />6. Rencana ini pada dasarnya hanya untuk mendinginkan situasi politik yang panas.<br />5. Periode 1966 – 1969<br />Periode Stabilisasi Ekonomi 1966 – 1969<br />Catatan :<br />1. Dengan pemberontakan PKI tahun 1965, Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana praktis tidak berlaku lagi.<br />2. Setelah pemberontakan PKI (G.30.S) ditumpas, lahir Orde Baru.<br />3. Undang-undang Perbankan tahun 1968 diberlakukan.<br />4. Kebijaksanaan 3 Oktober 1966 yang mengambil langkah-langkah di bidang keuangan negara, moneter dan perdagangan yang berkisar pada :<br />- Penertiban keuangan negara yang serba sulit <br />- Pengaturan kembali urusan moneter dan dunia perbankan.<br />- Memberikan kebebasan kepada dunia perdagangan yang terbelenggu oleh sistem jatah yang tidak wajar dan terbeku oleh peraturan berbelit-belit yang mematikan inisiatif masyarakat.<br />Kebijaksanaan ini intinya bertujuan membendung inflasi. <br /><br /><br />Landasan : TAP MPRS no.XXIII/MPRS/1966 yang juga merupakan Garis-garis Besar Haluan Negara yang pertama.<br />Strategi : Meningkatkan kemakmuran masyarakat (GNP) dengan memperbaharui kebijaksanaan dalam bidang ekonomi keuangan dan pembangunan dengan cara:<br />1. Penilaian kembali dari semua landasan-landasn kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan agar diperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai.<br />2. Melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.<br />3. Stabilisasi dan rehabilisasi yang mencakup : (jangka pendek)<br />- Pengendalian inlfasi.<br />- Pencukupan kebutuhan pangan.<br />- Rehabilisasi prasarana ekonomi.<br />- Peningkatan kegiatan ekspor.<br />- Pencukupan kebutuhan sandang.<br />4. Pembangunan yang terencana dan konsisten. (jangka panjang) yang skala prioritasnya adalah : <br />- Bidang pertanian.<br />- Bidang prasarana.<br />- Bidang industri.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br />Mendukung :<br />1. Program ini landasi ketetapam MPRS sehingga mempunyai nilai politis.<br />2. Dalam rencana ini dirumuskan secara tajam adanya skala prioritas nasional yaitu bidang ekonomi.<br />3. Skala prioritas dalam bidang ekonomijuga menegaskan adanya patokan utama yaitu dilaksanakannya proyek-proyek yang menghasilkan barang dan jasa yang sangat diperlukan bagi keperluan rakyat banyak.<br />4. Dalam operasionalnya, dibedakan dengan jelas antar program stabilisasi dan rehabilitasi dengan program pembangunan.<br />5. Dibedakannya antara pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dalam pembangunan ekonomi.<br />6. Diberlakukannya kebijaksanaan dalam bidang ekonomi yang konsisten disertai dengan penertiban keuangan pemerintah melalui kebijaksanaan APBN yang seimbang.<br />Kebijaksanaan dalam bidang ekonomi tersebut adalah :<br />a. Peraturan-peraturan 3 Oktober 1968.<br />b. Peraturan bulan Pebruari 1967.<br />c. Peraturan 28 Juli 1967.<br />7. Kehidupan politik yang relatif stabil.<br /><br />Menghambat :<br />1. Harga barang-barang ekspor Indonesia di pasaran internasional menurun, dan jug merosotnya hasil produksi barang-barang ekspor, menurunnya mutu, kekurangan bahan-bahan baku / penolong serta peralatannya, keadaan infrastruktur yang menghambat jalannya ekspor.<br />2. Aspek administrasi yang belum menunjang.<br />3. Mulai dikembangkannya secara relatif cepat.<br />4. Peranan sektor pertanian yang masih tinggi.<br /><br /><br />Sumber : P.C. Suroso : 1997, 126<br /><br />2.2.4. Berakhirnya Masa Pemerintahan Soekarno<br /> Tak ada yang menyangka sebelumnya, bahwa kekuasaan dapat terguling oleh sebuah keputusan ekonomi. Bermula dari dikeluarkannya, Panpres No. 27 berisi pengaturan kembali nilai mata uang Rupiah. Panpres itu diumumkan Presiden Soekarno pada 13 Desember 1965. Panpres yang pada dasarnya merupakan inisiatif sejumlah menteri yang terkoordinasi di Cipanas itu, mendevaluasi rupiah dari kurs Rp 1000,- (lama) menjadi Rp 1,- (baru). Ini tindakan yang terpaksa diambil karena dibidang kebijakan fiskal, uang yang beredar sudah meningkat 5 kali antara 1964 dan 1965 menjadi Rp 2.982 miliar.<br />Tentu saja keputusan itu mengejutkan. Apalagi keadaan sosial <br />ekonomi tengah mengalami penurunan drastis akibat aksi <br />konfrontasi dengan Malaysia, dan upaya merebut kembali Irian <br />Barat. Harga sandang-pangan sekonyong-konyong membumbung tinggi. <br />Sementara orang harus hidup dalam berbagai slogan. <br />Menyusul kemudian, Menteri Negara Urusan Minyak dan Gas <br />Bumi, Mayjen dr Ibnu Sutowo, lewat SK tertanggal 3 Januari 1966 <br />menaikkan harga minyak bumi dan bahan bakar. Harga bensin naik 4 <br />kali lipat dari 250 uang lama menjadi Rp 1,- uang baru. Minyak <br />tanah dari Rp 150,- menjadi Rp400,- yang lama. Akibatnya harga <br />sarana angkutan ikut naik. Tarif kereta api meningkat 500%. <br />Barang-barang secara otomatis mengalami kenaikan. <br /> Situasi politik pasca G30-S/PKI masih menyisakan <br />ketidakpastian. Orang-orang yang anti PKI masih panas, tapi <br />Presiden Soekarno masih terlalu kuat untuk dilawan. Pihak yang <br />anti Soekarno - dimotori sekelompok perwira AD dan intelektual <br />berbasis di kampus; yangjuga bersimpati kepada PSI - melihat <br />situasi telah dimatangkan sendiri oleh Soekarno. Telah tiba <br />saatnya untuk bergerak. <br />Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang dibentuk tak <br />berapa lama setelah peristiwa G 30 S dengan dorongan Menteri <br />Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Prof. dr. Sjarif <br />Thajib, segera beraksi. Pada 6 Januari 1966, KAMI mengeluarkan <br />pernyataan yang mendesak pemerintah agar segera meninjau semua <br />keputusan menyangkut harga dan tarif. Namun Pemerintah lewat <br />Waperdam III Chairul Saleh tetap bergeming. Situasi semakin <br />panas. <br />Tanggal 10 Januari, KAMI mulai bikin aksi turun ke jalan. Di <br />kampus UI Salemba, seusai Kolonel Sarwo Edhie membacakan <br />sambutan, dibacakan resolusi yang dikenal sebagai resolusi <br />Tritura. Isi lengkap Resolusi Tritura sebagai berikut: <br />1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya; <br />2. Pembersihan semua alat-alat revolusi termasuk lembaga-lembaga negara dari yang teratas hingga yang terbawah dari unsur/oknum kontrev, kaum profiteur, intrik, dan vested interest. <br />3. Mengadakan penataan kembali kehidupan mental, politik, ekonomi, sosial, dan budaya berdasarkan prinsip Gotong Royong melalui dialog langsung antara BPR Bung Karno dengan semua alat revolusi lainnya yang telah membuktikan kesetiaan, kemampuan, dan baktinya dalam menghadapi Nekolim, maupun prolog, fakta, epilog Gestapu. <br />Tak berapa lama muncullah aksi penggembosan ban mobil, penempelan poster dan gelombang demonstrasi. Pasukan elit Resimen <br />Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), terang-terangan mendukung <br />KAMI. spekulasi yang melihat Tritura sebagai bagian skenario penjatuhan Presiden Soekarno. Apalagi dalam demo pagi 11 Maret 1966 di depan istana, para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI jelas dilindungi sejumlah prajurit tanpa atribut. Hanya dalam beberapa minggu kemudian isu mulai mengarah kepada pusat kekuatan yaitu Badan Permusyawaratan Rakyat (BPR). <br />Penyebab lain berakhirnya Pemerintahan Orde Lama selain adanya Tritura juga ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966, kepada Letnan Jenderal Soeharto. Sebenarnya Supersemar hingga saat ini masih dalam kontroversi. Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.<br /> Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.<br /> Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).<br /> Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam. Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.<br /> Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba. Presiden Soekarno juga merasa bahwa dominasi AD dapat mengancam kekuasaannya, sehingga Presiden mendukung PKI dalam berkonflik dengan AD. Pada akhirnya, munculnya Soeharto sebagai kekuatan baru dalam AD menjadi tokoh yang mampu menumpas G 30 S dan menghancurkan PKI yang merupakan pendukung politik Soekarno.<br />Wewenang Soeharto sebagai Pengemban SP 11 Maret <br />selanjutnya meningkat setelah MPRS yang didominasi AD bersidang menghasilkan Ketetapan yang menimbulkan dualisme kepemimpinan secara de jure. Ketetapan MPRS diantaranya dalam hal pembentukan Kabinet Ampera yaitu Presiden bersama-sama Pengemban SP 11 Maret diberi wewenang membentuk kabinet. Kenyataannya, Soeharto yang merupakan ketua presidium kabinet selanjutnya memimpin kabinet dan menguasai jalannya pemerintahan. <br /> Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap. Selain G-30-S/PKI dan Supersemar, Tritura juga merupakan sebab berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno (Orde Lama). (Ulul Albab : http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/sejarah/article/view/751)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.3 Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru (1966-1998)<br />2.3.1 Kehidupan Ekonomi<br />Pengertian Orde Baru adalah susunan atau tatanan perikehidupan rakyat, bangsa dan negara terhadap pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Pemerintahan Orde Baru muncul menggantikan pemerintahan sebelumnya yaitu Orde lama dibawa pimpinan Ir.Soekarno. Dasar pemerintahan Orde Baru adalah Supersemar yaitu surat perintah dari presiden Soekarno tanggal 11 Maret 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan guna terjaminnya keamanan dan ketertiban pemerintah. Tepatnya sejak Supersemar dikeluarkan Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. <br />Pemerintahan Orde Baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh Indonesia dari ideologi Komunis. Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitasi ekonomi dalam negeri. Sasaran kebijakan tersebut untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun (repelita) secara bertahap dengan target-target yang sangat dihargai oleh negara-negara Barat.<br />Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi seperti rendahnya kesempatan kerja dan besarnya defisit neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh, pada awalnya pemerintah memusatkan pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu yang secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar, dengan sumber dana yang terbatas pada saat itu dirasa sangat sulit untuk memperhatikan pertumbuhan dan pemerataan pada waktu yang bersamaan.<br />Perencanaan, strategi, dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pada masa orde baru:<br />Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia Strategi Pembangunan Ekonomi Kebijaksanaan yang mendukung dan menghambat tercapainya tujuan ekonomi<br />1. Periode 1969/1970-1973/1974 Repelita I<br />a. Dalam repelita I sasaran utama yang ingin dicapai adalah meningkatkan produksi nasional dengan tetap mempertahankan stabilisasi. <br />b. Kebijaksanaan industri dilakukan sebagai industri pengganti barang-barang impor (yang perlu diproteksi ) Yang pada dasarnya merupakan benih ekonomi biaya tinggi.<br />c. Untuk mengatasi kekurangan dana pemerintah memberlakukan kebijaksanaan pinjaman luar negeri dan mengundang modal asing.<br /><br /><br /><br />Kebijaksanaan ekonomi yang menonjol dalam Pelita I adalah:<br />7. Peraturan pemerintah no 16 tanggal 17 April 1970<br />8. Pada tanggal 23 Agustus 1971 pemerintah 23 Agustus 1971 pemerintah mengubah kurs rupiah dari Rp 378,- menjadi Rp 415,- untuk US $ 1.<br /><br />Pertumbuhan Ekonomi:<br />1969/70-1970/71:<br />1970/71-1971/72:<br />1972/73-1973/74: <br />1972/73-1973/74:<br />1973/74-1974/75:<br /> rata-rata : 6,5 % per tahun<br /><br /> <br /><br />Landasan: TAP MPRS XXIII/MPRS/1966<br /><br />Strategi:<br />Meningkatkan GNP dan tetap menjaga stabilasasi ekonomi, serta pada saat yang bersamaan meningkatkan investasi disektor yang diprioritaskan (pertanian, prasarana, industri). Sasarannya adalah perombakan struktural perekonomian indonesia.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br />Mendukung:<br />1. Tingkat inflasi sudah dapat dikendalikan dan disiplin penggunaan keuangan pemerintah semakin mantap yang nampak dalam penyusuran dan pelaksanaan APBN. Dengan perkataan lain perekononomian nasional sudah semakin stabil.<br />5. Pemberlakuan kebijaksanaan baru pemerintah di bidang perdagangan, ekspor-impor dan devisa yang dituangkan dalam peraturan pemerintahan RI no 16 tahun 1970.<br />3. Dialokasikannya dana dalam APBN untuk pembangunan daerah pada umumnya.<br />6. APBN tetap diperthankan seimbang<br />7. PMDN dan PMA yang meningkat<br />8. Situasi politik yang semakin stabil<br />9. Repelita memiliki dasa politis yang kuat yaitu berpedoman pada TAP MPR<br />10. Segi administrasi dan kelembagaan yang mulai berkembang (berfungsi)<br /><br />Menghambat:<br />1. Dalam perkonomian yang semakin yang semakin terbuka Indonesia semakin dipengaruhi oleh fluktuasi perekonomian internasional<br />2. Daya beli masyarakat indonesia yang masih rendah, kurang mendukung berkembangnya industrialisasi, khususnya industri pengganti barang-barang impor<br />3. Semakin dirasakannya perbedaan/kesenjangan pendapatan antar golongan dan juga antar daerah, karena investasi yang dilakukan ternyata padat modal dan terpusat di daerah-daerah tertentu (khusunya kota-kota besar: Jakarta, Surabaya).<br />4. Krisis Moneter Internasional.<br />5. Pengawasan pembangunan yang masih lemah.<br /><br /><br />1. <br />2. Periode 1974/1975-1978/1979 Repelita II<br />Catatan:<br />1.Pada periode ini harga bumi meningkat pesat sehingga meningkatkan dana pembangunan<br />2.Devaluasi rupiah tanggal 15 nopember 1978, dari Rp 415,-/US$ 1,- menjadi Rp 625,-/US$ 1,-<br />3.Target pertumbuhan yang ingin dicapai 7,5%<br />4.Mulai dikembangkan pembanguanan yang berwawasan ruang dengan membentuk wilayah-wilayah pembangunan<br />5.Krisis pertamina : ketidakmampuan pertamina melunasi utang jangka pendeknya.<br />6.Krisis beras akibat kemarau panjang<br /><br /><br /> <br /><br />Landasan: GBHN 1973<br /><br />Strategi: meninggalkan GNP dengan sasaran:<br />1. Tersedianya pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu yang bertambah baik dan terbeli oleh masyarakat.<br />2. Tersedianya bahan-bahan perumahan dan fasilitas lain yang diperlukan, terutama untuk rakyat banyak.<br />3. Keadaan prasarana yang makin meluas dan sempurna.<br />4. Kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan lebih merata.<br />5. Memperluas kesempatan kerja. <br /><br />Mendukung :<br />1. Stabilitas ekonomi tetap dapat dipertahankan yaitu dengan tetap mempertahankan APBN yang seimbang.<br />2. Harga minyak bumi yang meningkat pesat.<br />3. Situasi politik yang relatif stabil.<br /><br />Menghambat :<br />1. Peranan pemerintah yang semakin dominan menghambat partisipasi masyarakat.<br />2. Perekonomian Internasional yang mulia dihinggapi krisis yang mengakibatkan menurunnya penerimaan ekspor di luar minyak. Di pihak lain kebutuhan devisa untuk impor meningkat.<br /><br />3. Periode 1979/1980- 1983/1984 Repelita III<br />1. Repelita III memberikan perhatian yang lebih mendalam pada peningkatan kesejahteraan dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan laju pembangunan di daerah-daerah tertentu, peningkatan kemampuan yang lebih cepat dari golongan ekonomi lemah, pembinaan koperasi, peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya, transmigrasi, perumahan, perluasan fasilitas pendidikan, perawatan kesehatan dan berbagai maslah sosial lainnya.<br />2. Target pertumbuhan yang akan dicapai 6.5%<br />3. Deregulasi perbankan 1 Juni 1983 mulai diberlakukan. Selama itu masalah ”deregulasi” dan ”debirokratisasi” muncul secara menyolok.<br />4. Mulai 1 Januari 1984 diberlakukan undang-undang pajak yang baru.<br />5. Indonesia mulai mendapat swasembada beras.<br />6. Devaluasi rupiah tanggal 31 Maret 1983 dari Rp 625,- menjadi Rp 970,- per US# 1,-<br />7. Pemberlakuan keputusan Presiden no.10/1980 tentang sentralisasi pengadaan barang keperluan pemerintah.<br />8. Inpres no 5/1984 <br /><br />Landasan :<br />1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945<br />2. TAP MPR no. IV/MPR/1978 (GBHN)<br />3. TAP MPR no.VIII/MPR/1978<br />4. Keputusan Presiden T.I no.59/M Tahun 1978<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Strategi :<br />Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% dengan berlandaskan pada Trilogi Pembangunan yang meliputi :<br />1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.<br />2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.<br />3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Asas pemerataan sangat tajam dalam Repelita III yaitu dengan dituangkannya 8 (delapan) jalur pemerataan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br />Mendukung :<br />1. Sasaran yang ingin dicapai diikuti oleh kebijaksanaan pada bidangnya yang konsisten.<br />2. Tingkat inflasi dapat dikendalikan.<br />3. Situasi ekonomi pada umumnya sudah lebih baik sehingga memungkinkan pertumbuhan, khususnya sektor informal.<br /><br /><br />Menghambat :<br />1. Gejala ekonomi dunia yang belum juga mereda.<br />2. Harga minyak bumi yang mulai mengendor sehingga penerimaan pemerintah.<br /><br />1. <br />4. Periode 1984/1985- 1988/1989 Repelita IV<br />Catatan : <br />1. Sasaran pertumbuhan dalam Repelita IV adalah 5%.<br />2. Dalam bidang politik diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi sosial poltik serta organisasi kemasyarakatan lainnya demi kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa.<br />3. Deregulasi dan debirokratisasi merupakan kebijakan yang menyolok dalam kurun waktu Repelita IV.<br />4. Diumumkannya devalusai pada 12 September 1986 yang diikuti dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan devaluasi.<br />5. Pemberlakuan Inpres no.4/1985 tanggal 4 April 1985 tentang penggunaan SGS sebagai upaya meniadakan biaya tinggi.<br />6. Pengaktifan kembali penggunaan instrumen moneter berupa fasilitas diskonto utang, sertifikat Bank Indonesia, surat berharga pasar uang.<br />7. APBN 1986/1987 volumenya secara absolut menurun dari APBN tahun sebelumnya.<br />8. Rephasing investasi-investasi besar.<br />9. Pemberlakuan Paket 6 Mei 1986 untuk meningkatkan daya kompetisi ekspor non-migas dan menarik penanaman modal.<br />10. Pemberlakuan keputusan 25 Oktober 1986 dan 15 Januari 1987 yang pada dasarnya untuk sebagian meniadakan adanya importir tertunjuk.<br />11. Pembayaran utang luar negeri melalui DSR.<br />12. Pemberlakuan kebijaksanaan 25 Oktober 1986 dan 15 Januari 1987.<br />13. Terjadi ”mini krisis” pada September 1984 dan pembelian devisa Desember 1986; yang terakhir ini diatasi dengan ”gebrakan Sumarlin”. <br /><br />Landasan : <br />1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.<br />2. TAP MPR no. II/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.<br />3. TAP MPR no. II/1983 tentang pelimpahan tugas dan wewenang kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka pensuksesan dan pengamanan pembangunan nasional.<br />4. Keputusan Presiden no.7/1979 tentang Repelita III.<br />5. Keputusan Presiden no.45/M tahun 1983 tentang pembentukan kabinet pembangunan IV.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Strategi: <br /> Peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan sasaran diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita selanjutnya.<br /> Sejalan dengan itu pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain akan semakin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh pembangunan di bidang ekonomi. <br /><br />Mendukung : <br />1. Ekspor barang non-migas dapat meningkat bahkan pada tahun terakhir Repelita IV telah dapat melampaui nilai ekspor minyak bumi.<br />2. Penerimaan dalam negeri meningkat khususnya setelah diberlakukannya undang-undang Perpajakan 1 Januari 1984.<br />3. Dilanjutkan dan dikembangkannya pemberian kredit investasi kecil (KIK), kredit modal kerja permanen (KMKP), kredit candak kulah (KCK).<br />4. Tetap dipertahankannya APBN yang seimbang, inflasi tetap dapat terkendali.<br />5. Kegiatan investasi tetap berjalan.<br /><br />Menghambat :<br />1. Sumber penerimaan dari minyak bumi menurun sangat tajam.<br />2. Proteksi yang diberlakukan oleh negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat yang merupakan pasar barang ekspor Indonesia terbesar.<br />3. Perekonomian Internasional yang masih belum menentu.<br />4. Menurunnya nilai dolar terhadap mata uang asing lainnya sehingga melipat gandakan utang Indonesia.<br />Sumber : P.C. Suroso : 1997, 130<br /><br />Sejak masa Orde Lama hingga berakhirnya masa Orde Baru dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman regim Soekarno ke ekonomi terbuka berorientasi kapitalis pada masa pemerintahan Soeharto. Perubahan orientasi kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada masa pemerintahan Orde Baru menjadi jauh lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan Orde Lama.<br />Terdapat beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut:<br />1. Kemauan politik yang kuat.<br />Presiden Soeharto memiliki kemauan politik yang kuat untuk membangun ekonomi Indonesia. Pada masa Orde Lama, karena Indonesia baru saja merdeka, emosi nasionalisme baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat masih sangat tinggi, dan yang ingin ditonjolkan pertama pada kelompok negara-negara Barat adalah ”kebesaran bangsa” dalam bentuk kekuatan militer dan pembangunan proyek-proyek mercusuar.<br />2. Stabilitas politik dan ekonomi.<br />Pemerintahan Orde Baru berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi dari sekitar 500% pada tahun 1966 menjadi hanya sekedar 5% hingga 10% pada awal dekade 1970-an. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok-kelompok masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan sosial adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.<br />3. Sumber daya manusia yang lebih baik.<br />Dengan sumber daya manusia yang semakin baik, pemerintahan Orde Baru memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.<br />4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke barat.<br />Pemerintahan Orde Baru menerapkan sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke barat. Hal ini sangat membantu, khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, penanaman modal asing serta transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.<br />5. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik.<br />Kondisi ekonomi dan politik dunia pada era Orde Baru, khususnya setelah perang Vietnam berakhir atau lebih lagi setelah perang dingin berakhir, jauh lebih baik daripada semasa Orde Lama. (Tulus Tambunan : 2006, 39)<br />Selama sekitar dua belas tahun (1976-1988) rezim Soeharto mencapai keberhasilan yang luar biasa dalam perekonomian sehingga berhasil swasembada pangan. Jika melihat sejarah dan fakta-fakta yang ada, keberhasilan tersebut karena:<br />Pertama, prestasi Soeharto diuntungkan dari perang yang terjadi antara Irak dan Iran tahun 1979 sehingga mengakibatkan harga minyak naik. Karena pada tahun 1981, Indonesia merupakan penghasil gas alam cair terbesar di dunia. Sehingga Indonesia mengalami keuntungan dari situasi tersebut.<br />Kedua, keberhasilan Soeharto pada tahun 1965-1975, karena Indonesia masih mendapatkan dukungan dari negara donor seperti IMF melalui hutang. Sehingga perekonomian Soeharto yang berhasil melakukan swasembada pangan dengan disadari oleh kita semua bahwa pembangunan ekonomi tersebut didanani oleh hutang dari Dana Moneter Internasional. Total utang luar negeri mencapai US$ 20.994 juta pada tahun 1988. Secara berurutan, masing-masing total utang mewakili 29.2, 52.2 dan 64.1% PDB atau merupakan 18.1, 37.3, dan 40.2% rasio pembayaran utang (debt service ratio).<br />Ketiga, keberhasilan Soeharto dalam menekan inflasi yang dalam dekade itu, tingkat inflasi hanya berkisar antara 10 sampai 20% diuntungkan karena Soeharto berhasil menanggulangi krisis yang melilit Pertamina. Pemerintah mempertahankan perusahaan Krakatau Steel milik Pertamina dan pengembangan pulau Batam, meskipun hanya dalam skala yang lebih kecil. Caltex dan Stanvac dituntut untuk menerima pengurangan keuntungan. Hal ini menghilangkan begitu banyak likuiditas sehingga mengendalikan tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak.<br /> Kondisi ekonomi yang membaik menyebabkan PDB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia meningkat pada masa tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :<br />Tabel 5<br />PDB dan Laju Pertumbuhannya per Tahun : 1969-1990<br /><br />Tahun PDB (triliun)* Laju Pertumbuhan<br /> Harga Berlaku Harga Konstan Harga Berlaku Harga Konstan<br />1969 2,7 4,8 <br />1970 3,2 5,2 19,1 7,5<br />1971 3,7 5,6 13,4 7,0<br />1972 4,6 6,1 24,3 9,4<br />1973 6,8 6,8 48,0 11,3<br />1974 10,7 7,3 58,6 7,6<br />1975 12,6 7,6 18,1 5,0<br />1976 15,5 8,2 22,3 6,9<br />1977 19,0 8,9 23,1 8,9<br />1978 22,8 9,6 19,5 7,7<br />1979 32,0 10,2 40,8 6,3<br />1980 45,5 11,2 41,9 9,9<br />1981 54,0 12,1 18,9 7,9<br />1982 59,6 12,3 10,4 2,2<br />1983 77,6 12,8/77,6** 30,2 4,2<br />1984 89,9 83,0 15,8 7,0<br />1985 97,0 85,1 7,9 2,5<br />1986 102,7 90,1 5,9 5,9<br />1987 124,8 94,5 21,6 4,9<br />1988 142,0 99,9 13,8 5,8<br />1989 162,6 104,5 14,5 7,5<br />1990 188,5 112,4 15,9 7,2<br />Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1991/1992 dan 1995/96 (dalam Tulus Tambunan : 2009, 25)<br /><br />Tabel 6<br />Produk Nasional Bruto dan Laju Pertumbuhan Ekonomi 1971-1976<br />atas Dasar Harga yang Berlaku (Dalam Milyar Rupiah)<br />dan atas Harga Konstan 1973<br />Tahun Produk Nasional Bruto atas Dasar Harga LPE (%) atas Dasar Harga yang Berlaku Produk Nasional Bruto, atas Dasar Harga Konstan LPE (%) atas Dasar Harga Konstan 73<br />1971 3.605 - 5.465 -<br />1972 4.405 18 5.896 7,8<br />1973 6.508 48 6.506 103<br />1974 10.201 57 6.900 6,0<br />1975 12.087 18 7.271 5,4<br />1976 15.035 24 7.790 7,1<br />Sumber : Nota Keuangan Negara 78/79, Hlm.27-28 disingkat dan diolah kembali (dalam Soeharsono Sagir : 2009,104)<br /><br />Akan tetapi, hal-hal positif yang dibicarakan di atas tidak mengatakan bahwa pemerintahan Orde Baru tanpa cacat. Kebijakan-kebijakan ekonomi selama Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya ekonomi tinggi, dan fundamental ekonomi yang rapuh terlihat pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor. Hal ini semua akhirnya membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan 1997.<br />Bencana terbesar lengsernya Soeharto dan kroni-kroninya adalah diakibatkan perekonomian semu yang dibangun dari hutang dan hutang tersebut banyak dikorupsi oleh mereka sehingga defisit anggaran pun tidak bisa ditutupi. Jadi dibalik keberhasilan mereka merupakan keberhasilan yang semu. Sehingga saat ini rakyat yang harus menanggung semua beban hutang tersebut dengan membayar pajak dan penghilangan subsidi. Keberhasilan semu ini dapat dilihat pada tabel berikut :<br />Tabel 7<br />Defisit Anggaran Belanja Pembangunan selama Pelita I dan II<br />(dalam milyar Rupiah)<br />Tahun Anggaran Belanja Pembangunan Tabungan Pemerintah Defisit Belanja Pembangunan Prosentasi Kemampuan d.n Persentase b.l.n<br />69/70 118,2 27,2 91,0 23 77<br />70/71 169,6 56,2 120,4 29 71<br />71/72 195,9 78,9 135,5 40 60<br />72/73 298,2 152,5 157,8 51 49<br />73/74 450,9 254,4 203,9 56 44<br />74/75 961,8 737,6 232,0 77 23<br />75/76 1.397,7 909,3 491,6 65 35<br />76/77 2.054,5 1.276,2 783,8 62 38<br />77/78*) 2.167,9 1.404,8 763,1 65 35<br />78/79*) 2.454,7 1.598,4 856,3 65 35<br />*) angka APBN<br />**) angka RAPBN. <br />Sumber : Nota Keuangan Negara 1978/1979, hlm. 168-169; diolah kembali (dalam Tulus Tambunan: 2006, 30) <br /><br />2.3.2 Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998<br />Presiden Soeharto (1981) menyatakan, bahwa generasi yang akan datang tidak akan memikul beban utang luar negeri. Hal ini dikarenakan, utang luar negeri telah berhasil meningkatkan aset nasional. Tujuh BUMN saja dari investasi pembangunan telah berhasil mecapai aset senilai US$ 235 miliar, dibanding dengan nilai utang luar negeri sebesar US$ 135 miliar. Dengan kata lain, dengan menjual 3 atau 4 BUMN, maka utang luar negeri sudah lunas terbayar, sehingga tidak usah menunggu utang jatuh tempo 20-30 tahun yang akan datang. (Soeharsono Sagir : 2006)<br />Apa yang dinyatakan Presiden Soeharto, jelas merupakan pernyataan yang tidak tepat. Karena menjual aset sama saja menuju kebangkrutan ekonomi dan karena, pada prinsipnya, utang luar negeri harus dibayar dari hasil pembangunan, bukan dengan menjual aset. Selain itu, BUMN adalah ”babon” dan jika babon dijual, maka hal tersebut sama saja dengan hilangnya sumber penghasilan atau telur yang akan dijual.<br />Kondisi penjualan aset BUMN telah terjadi sejak defisit anggaran belanja negarakita tidak lagi mampu dibiayai utang luar negeri, sedangkan di lain pihak utang jatuh tempo mendesak wajib dibayar. Terjadilah proses privatisasi BUMN dan aset BLBI untuk menutup defisit APBN, sejak krisis ekonomi melanda negara kita (1997).<br />Dalam kasus ekonomi makro Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan (1967-1997) utang luar negeri (soft loan) dibukukan sebagai bantuan luar negeri alias hibah dan dimasukkan sebagai pos penerimaan pembangunan, agar ”berimbang” dengan pos belanja pembangunan. Oleh karena dianggap sebagai penerimaan hibah, maka sama sekali tidak ada kesadaran untuk membayar kembali utang di saat jatuh tempo.<br />Penyebab krisis moneter yang kemudian menjadi krisis ekonomi atau kriris kepercayaan kepada pemerintah adalah lemahnya fundamental ekonomi makro. Kelemahan tersebut jika dibiarkan berlarut akan menjadi sumber kerawanan ketahanan ekonomi nasional, karena krisis moneter dalam arti sempit yaitu kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, tetapi sudah mengarah pada distorsi pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang, pengangguran meningkat dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Apalagi dalam upaya keluar dari krisis, pemerintah menunnjukkan karagu-raguan : mengikuti petunjuk letter of intent IMF, menerapkan Sistem Dewan Mata Uang, IMF plus ataukah meninggalkan keragu-raguan ini disebabkan oleh anggapan reformasi ekonmi IMF sebagai ekonomi liberal yang bertentangan dengan jiwa UUD 45 khususnya Pasal 33.<br />Sayangnya, pada tanggal 21 Maret 1998, diputuskan untuk membatalkan opsi sistem Dewan Mata Uang. Pembatalan tersebut dikarenakan tidak adanya dukungan IMF atas penerapan CBS dan tidak mencukupinya cadangan devisa. Karena IMF tidak mendukung penerapan CBS, tanpa reformasi ekonomi terlebih dahulu sedangkan tanpa dukungan dana IMF, cadangan devisa tidak mencukupi, maka tanggal 21 Maret 1998, diputuskan CBS batal.<br />Dari kenyataan tadi, maka jelas kiranya bahwa Kebijakan Ekonomi Orde Baru (1967-1997) telah gagal memanfaatkan utang luar negeri sebagai sumber belanja pembangunan. Utang luar negeri menjadi tidak terkendali sehingga pada akhirnya sejak tahun 1998 pemerintah kita, mulai dari masa kepemimpinan Habibie, Gus Dur, Megawati sampai SBY dihadapkan pada kondidi ”debt trap” alias terperangkap utang luar negeri. Gali lubang tutup lubang, mampu membayar utang jatuh tempo, dengan catatan untuk membangun diperlukan utang Baru ditambah dengan melakukan penjualan aset nasional.<br />Kondisi pasca-Krisis Moneter 1997, sampai saat ini belum pulih kembali karena pada dasarnya ekonomi makro Indonesia belum mampu bangkit untuk mencapai kondisi ekonomi fundamental yang kuat dan sehat. Kondisi tersebut dapat dilihat dari indikator makro sebagai berikut :<br />1. Defisit APBN tidak lagi terbatas pada defisit belanja pembangunan, tetapi sudah mencapai defisit untuk belanja rutin. Artinya penerimaan begara dari sumber dalam negeri (fiskal) tidak mencukupi untuk belanja rutin atau artinya tabungan pemerintah menunjukkan angka minus (defisit) akibat dampak besarnya bebean belanja rutin untuk : membayar angsuran pokok utang luar negeri jatuh tempo, utang dalam negeri (BLBI), dan subsidi BBM.<br />2. Defisit APBN berdampak pada kondisi pemerintah yang nyaris ”default” tidak mampu memenuhi kewajiban utang luar negeri jatuh tempo (Debt Service).<br />3. Debt Service Ratio (DSR) – nisbah antara kewajiban utang jatuh tempo (debt service) terhadap total ekspor – masi tetap disekitar 40 %, kondisi rawan, aman jika DSR <>50 miliar US$, 2007) masih tetap rawan terhadap capital flight, karena cadangan devisa lebih banyak ditunjang oleh arus modal masuk dari utang dan PMA, bukan hasil ekspor > impor.<br />8. Kondisi sektor moneter bank belum sehat dan prudent. Bank masih menunjukkan kelebihan likuiditas rata-rata masih dibawah 80% (artinya > 20% dana nganggur). Angka kredit masih macet di sekitar 5 %. Dan alokasi kredit untuk kelompok UMKM masih belum signifikan untuk memicu kesempatan kerja dan sektor riil.<br />Delapan indikator yang disebut di atas menunjukkan bahwa fundamental ekonomi makro Indonesia masih lemah, belum sepenuhnya mencapai target pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh : perluasan kesempatan kerja, perkembangan harga nilai tukar yang stabil, penggalakan ekspor yang berhasil mendorong pemasaran komoditi ekspor. Juga didukung oleh sektor perbankan – moneter yang telah benar-benar berfungsi sebagai lembaga intermediasi yang sehat, yang mampu menarik dana masyarakat untuk kemudian disalurkan dalam bentuk kredit dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.<br />Dilihat dari indikator makroekonomi, fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan kuat hanya jika dilihar dari kriteria pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari indikator / kriteria lainnya, maka akan terlihat kelemahan mendasar ekonomi makro. Kelemahan tersebut tercermin dalam:<br />1. Tidak adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi tinggi dengan perluasan kesempatan kerja ; distribusi pendapatan tidak merata, kesenjangan sosial antara yang kaya/pemilik aset ekonomi dengan yang miskin/tidak memiliki aset selain sebagai jumlah tenaga kerja yang makin meningkat dan potensial menjadi barisan penganggur. Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak merata antarsektor (1991-1996) sektor pertanian tumbuh rata-rata jauh di bawah sektor industri (1:4) demikian pula terhadap sektor jasa (1:3) telah berdampak kesenjangan sosial antarsektor. Laju pertumbuhan ekonomi tinggi (rata-rata=7,5% / tahun) tidak didukung oleh perluasan kesempatan kerja, pengangguran meningkat. <br />2. Pertumbuhan ekonomi dipacu oleh saving gap (investasi lebih besar dari tabungan) yang mungkin melebar, baik dari kredit bank dalam negeri maupun kredit luar negeri untuk sektor swasta. Sedangkan di sektor pemerintah/publik, pembangunan yang dibiayai dari utang/ bantuan luar negeri semakin meningkat. Kredit sektor swasta berjangka pendek yang dipergunakan untuk pembiayaan jangka panjang khususnya pembangunan properties, resort, rumah mewah, kota satelit yang padat devisa/impor sehingga akan tidak terbayar/ default jika nilai tukar rupiah terus merosot. Akumulasi utang resmi/ pemerintah selama tiga dasawarsa mencapai US$ 63,462 miliar dan utang swasta US$ 73,92 miliar, dengan tptal jumlah US$ 137,424 miliar dan jatuh tempo sebesar US$20,7 miliar (1998/1999), merupakan beban yang sulit terbayar/ kemungkinan default tanpa bantuan dana siaga IMF (US$ 43 miliar, kesepakatan IMF-RI 15 Januari 1998).<br />3. Perkembangan harga/inflasi dan nilai tukar yang tidak stabil; inflasi terus berkembang dan depresiasi rupiah terhadap valas terus berlangsung. Angka inflasi 1997 mencapai 11,05% dan diperkirakan mencapai 20% (1998) pada tingkat pertumbuhan ekonomi 0%. Nilai tukar rupiah terhadap US $ merosot drastis, dari Rp 2.360/1 US$ (1996), Rp 6.000/1 US$ (1997), Rp 9.000/1 US$ (Maret 1998).<br />4. Posisi Neraca PEmbayaran yang tidak sehat; deficit neraca berjalan berlangsung dengan angka yang makin besar; cadangan devisa diperoleh dari bentuan/ utang luar negeri, utang komersial/ swasta dan PMA. Revisi neraca pembayaran IMF_RI 1998/1999 diharapkan dapat mencapai surplus Neraca Berjalan US$ 2,267 miliar. Akan tetapi, walaupun diimbangi dengan utang pemerintah/ APBN US$ 9,051 miliar, kondisi ini masih tetap menunjukkan kerawanan, karena lalu lintas modal swasta minus US$ 5,607 miliar dan utang jatuh tempo US$ 20,721 miliar disbanding total ekspor US$ 60,589 miliar. SItuasi ini berdampak pada DSR (nisbah utang jatuh tempo terhadap ekspor)=34,2%.<br />5. Manajemen utang yang tiak terkontrol, baik utang pemerintah kepada pihak luar negeri maupun utang swasta di dalam negeri (kredit macet perbankan) dan utang luar negeri swasta (utang jangka pendek untuk pembiayaan proyek jangka panjang). Jika untuk menutup deficit APBN 1967, pemerintah hanya membutuhkan dana US$ 200 juta, maka untuk tahun anggaran 1998/1999, kebutuhan devisa/CGI mencapai US$ 9,051 miliar; utang swasta meningkat cepat terkendali sejak tahun 1994, sehingga akumulasinya mencapai US$ 73,962 miliar (1997).<br />6. Kebijaksanaan ekonomi tidak dilaksanakan oleh aparat birokrasi yang bersih dari kolusi, korupsi, nepotisme, sindikasi dan konspirasi. Sehingga timbul monopoli, kartel dan konglomerat yang menguasai mata rantai proses produksi dari hulu ke hilir dan ekonomi biaya tinggi.<br />Enam kelemahan tersebut harus ditanggulangi melalui REFORMASI EKONOMI TOTAL bukan hanya reformasi perbankan dengan digantinya Bank Indonesia sebgai Bank Sentral melalui paket CBS (Currency Board System) atau Dewan Mata Uang. <br />Sebenarnya apa yang terjadi tanggal 11 Juli 1997, dapat dihindari jika otoritas moneter dan pemerintah, memerhatikan peringatan Menko Saleh Affif: ”Pertumbuhan Ekonomi Indonesia saat ini tergolong rapuh hingga jika ekonomi bertumbuh dengan pesat, akan timbul overhead economy.”<br />Kondisi memanas tersebut terjadi karena suplai uang yang berlebihan, defisit neraca berjalan dan faktor lainnya: ekspor nonmigas cenderung menurun, harga minyak merosot, sementara utang luar negeri makin berat dampak depresiasi US$ terhadap yen Jepang.<br />Jika tahun 1994 (tiga tahun prakrisisi moneter) negara kita menghadapi kenaikan Debt Service sebagai dampak depresiasi US$ terhadap yen, maka sejak krisis moneter 11 Juli 1997, negara kita dalam kondisi default, sebagai dampak depresiasi Rupiah yang drastis; dari Rp 2.240/ US$ 1/6 Juli 1997, merosot hingga Rp 14.000/ 1US$ / 27 Juli 1998. Ini berarti, baik pemerintah maupun sektor swasta pra krisis moneter (1997) berhutang US$ 5 miliar/ Rp 2,2 triliun; maka di tahun 1998, nilai utang luar negeri saat jatuh tempo menjadi Rp 14 triliun (beban APBN).<br />Salah satu kelamahan ekonomi makro Indonesia, adalah tingginya suku bunga kredit yang selama tiga dasawarsa pembangunan tidak pernah di bawah dua digit. Kondisi ini tidak terlepas dari ketidakberhasilan otoritas moneter dalam mengendalikan Inflasi dan Nilai Tukar Stabil.<br />Sebagai upaya menahan rupiah maupun devisa untuk tidak lari ke luar negeri sebagai ekses dari kebijakan devisa bebas maka Bank Indonesia, terpaksa menetapkan suku bunga maksimum 56% / tahun (jangka waktu sebulan) dan 15% untuk valuta asing, US$.<br />Tingginya suku bunga baik cost of money maupun cost of loan selain merupakan dampak inflasi dan depresiasi, juga merupakan dampak besarnya dana talangan BI (BLBI) untuk BPPN yang digunakan untuk membantu bank terkena BTO dan BBO sebesar Rp 133,3 triliun, ditambah posisi KLBI Rp 19,6 triliun plus uang muka pemerintah untuk menutup defisit belamja negara yang belum dapat ditarik kembali oleh BI melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia.<br />Akhirnya biaya rekapitalisai perbankan sejak Agustus 1997 s/d Desember 2000 mencapai tidak kurang Rp 659 triliun, baik dalam nemtuk obligasi/ surat pernyataan utang pemerintah, untuk BLBI, rekapitalisasi Bank Pemerintah, BTO, Bank Swasta, Kredit Program, dan lain-lain.<br />Laporan Bank Dunia khusus Indonesia April 1997 sebenarnya sudah memberikan peringatan bahwa Indonesia perlu memacu tabungan dalam negeri agar mampu mebiayai investasi dalam negeri dan tidak terlalu tergantung pada kredit luar negeri. Indonesia juga, dalam laporan tersebut, perlu memperkuat fundamental ekonomi makro, kualitas SDM dan pembenahan aparat birokrasi yang bersih, clean government.<br />Dari catatan yang dikumpulkan di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa krisis moneter 11 Juli 1997 terjadi karena kelainan otoritas keuangan dan moneter terhadap early warning system. Mereka tidak menyadari bahwa:<br />1. Kondisi fundamental ekonomi makro saat itu lemah, tidak sekuat apa yang dinyatakan oleh pejabat pemerintah, sehingga pemerintah dan pejabatnya terlalu percaya diri; kecuali Menko Saleh Affif (warning), pada tahun 1994 jauh sebelum krisis terjadi.<br />2. Bank Indonesia tidak mampu berfungsi sebagai otoritas moneter dan lepas kendali dalam pengawasan dan pembinaan bank. Kondisi ini dapat dilihat dari pelanggaran rambu-rambu perbankan yang didiamkan tanpa sangsi; rambu-rambu CAMEL, Prudent Banking System juga dilanggar, serta terjadi moral hazard dan informasi asimetris.<br />3. Bank Umum tidak lagi berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yaitu sebagai penghimpun dana masyarakat untuk disalurkan kepada dunia bisnis guna pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas nasional. Hal ini bisa dilihat dari kredit yang lebih banyak disalurkan kepada konglomerat (pelanggaran BMPK/L3), atau disalurkan untuk kelompok usaha pemilik Bank (Bank memberi kredit atau financiering untuk kelompok sendiri [indikasi moral hazard]), pelanggaran LDR > 110 (overheated economy); terjadi mark up terhadap nilai agunan.<br />4. Simpanan jangka pendek atau kredit jangka pendek (termasuk kredit valuta asing) digunakan untuk pembiayaan proyek berangka panjang; hingga terjadi kemacetan kredit dan ketidakmampuan bank untuk mengembalikan dana simpanan jatuh tempo. Rush simpanan nasabah inilah yang merupakan penyebab utama krisis moneter 11 Juli 1997.<br />5. Ekses rezim devisa bebas, managed floating rate, adalah cadangan devisa yang rawan terkuras. Hal tersebut dikarenakan cadangan devisa tidak bersumber dari surplus neraca berjalan tetapi dari utang luar negeri dan PMA. Masalah ini merupakan sumber kedua krisis moneter 11 Juli 1997. Ekses tersebut terjadi karena managed floating rate, merupakan dirty rate yang penuh dengan permainan artifisial-spekulasi.<br />2.3.3 Runtuhnya Rezim Soeharto<br />Kamis, 21 Mei 1998 merupakan hari bersejarah dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Hari itulah Soeharto menyatakan pengunduran dirinya dari jabatan Presiden yang pada hakikatnya menandakan runtuhnya rezim Soeharto (Orde Baru) yang telah berkuasa selama 32 tahun. Peristiwa itu merupakan klimaks dari perjuangan gerakan pro-reformasi yang dimotori oleh mahasiswa. Sejarah telah menemukan putaran baliknya setelah berjalan begitu lamban sejak kejatuhan rezim Orde Lama. <br />Berkembangnya gagasan-gagasan idealistik tentang reformasi yang lalu mengkristal menjadi isu bersama menumbangkan rezim Soeharto, setidaknya disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, kerapuhan sistem Orde Baru. Pola kekuasaan sentralistik-militeristik telah menumbuh-kembangkan iklim politik yang sangat distortif yang akhirnya merambah ke aspek-aspek kehidupan lain. Sistem yang dibangun lebih didasari oleh motif untuk menjaga status-quo dengan mengabaikan pemberdayaan unsur-unsur masyarakat dan bangsa. Sistem otoriterini telah memunculkan the strong state dimana seluruh unsure-unsur masyarakat dan bangsa sangat bergantung kepada negara. <br />Pola komunikasi paternalistik menyuburkan hubungan-hubungan tidak wajar dalam perilaku politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat dan negara. Korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi konsekuensi wajar dari pola hubungan ini. Pada gilirannya, budaya KKN ini bukan saja berdampak secara ekonomis, tapi juga politis. Pola hubungan dalam kekuasaan menjadi tidak transparan dan para pelaku kekuasaan cenderung mengembangkan pola tersebut ke lapisan subordinasinya untuk menjamin dan mengokohkan posisi-posisi politiknya.<br />Sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Indonesia bukan saja sebagai budaya pemerintahan, tetapi juga menjadi budaya masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya sistem itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proses pemerintahan dan bahkan kehidupan masyarakat lebih banyak dipandu oleh hubungan-hubungan distrotif yang sudah menjadi konsensus di bawah tangan. Dan bahkan setiap upaya untuk menjelaskan suatu masalah dengan merujuk kepada sistem sering mengalami jalan buntu. Kasus-kasus hukum yang berhubungan dengan elit politik menjadi contoh paling konkret dalam hal ini. <br />Ketika semua hubungan yang terjadi berpangkal pada satu figur kekuasaan yaitu presiden maka banyak pihak menilai bahwa presiden merupakan representasi dari sistem itu sendiri. Di sinilah letak kerapuhan utama Orde Baru. Logika yang dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya adalah apabila figur tunggal kekuasaan jatuh, maka secara bersamaan sistem itu akan ikut runtuh pula<br />Faktor kedua menguatnya gerakan anti-kemapanan. Selama masa kekuasaannya, orientasi kebijakan politik rezim Orde Baru telah memunculkan dua arus gerakan anti-kemapanan. <br />Faktor ketiga, krisis ekonomi dan keuangan yang berkepanjangan. Sejak Juli 1997, kawasan Asia dilanda krisis ekonomi yang mempengaruhi kondisi politik. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang paling parah dan lama menanggung krisis ekonomi ini. Itu disebabkan kerapuhan sistem ekonomi dan politik Indonesia, sehingga tidak mampu secara cepat mengatasi masalah yang memang sangat dipengaruhi oleh faktor internasional. <br />Krisis moneter terjadi pada saat Indonesia berada pada titik yang sangat berbahaya, namun justru tidak disadari oleh banyak kalangan. Yaitu tingginya jumlah utang luar negeri dan besarnya ketergantungan impor bahan baku bagi proses produksi di dalam negeri. Depresiasi rupiah mengakibatkan guncangnya seluruh sendi perekonomian Indonesia yang berjalan dengan multiflying effect-nya.<br />Ketidaksiapan sistem politik (yang distortif) untuk mengambil <br />kebijakan-kebijakan tepat mengakibatkan berkepanjangannya krisis tersebut <br />sampai menghancurkan infra-struktur perekonomian nasional. Rontoknya dunia perbankan, terjepitnya sektor ekonomi kecil, macetnya proses produksi dan distribusi menjadi bom waktu yang siap (dan ternyata telah) melahirkan krisis politik dan sosial. <br /><br />2.4 Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi (Reformasi awal 1998-1999)<br />Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dollar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ”jual”. Mereka mengambil sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Untuk mempertahankan nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, pemerintah Thailand melakukan intervensi dan didukung oleh intervensi yang dilakukan oleh bank sentral Singapura. Apa yang terjadi di Tahiland akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia mulai terasa goyang sekitar bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650 per dollar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. <br />Menanggapi perkembangan tersebut, pada bulan Juli 1997 Bank Indonesia melakukan empat kali intervensi yakni memperlebar rentang intervensi. Akan tetapi, pengaruhnya tidak banyak, nilai rupiah dalam dollar AS terus tertekan, dan tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah dalam sejarah, yakni Rp 2.682 per dollar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dollar AS. Dalam aksinya, pertama-tama Bank Indonesia memperluas rentang intervensi rupiah dari 8% menjadi 12%, tetapi akhirnya juga menyerah dengan melepas rentang intervensinya, dan pada hari yang sama Rupiah anjlok ke Rp 2.755 per dollar AS. Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya kurs rupiah terus melemah, walaupun sekali-sekali mengalami penguatan beberapa poin. Pada bulan Maret 1998 nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari-Februari sempat menembus 11.000 rupiah per dollar AS.<br />Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak tambah buruk, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkrit, diantaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 trilyun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut. Pada awalnya pemerintah berusaha untuk menangani masalah krisis rupiah ini dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi setelah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri, lebih lagi karena cadangan dollar AS di Bank Indonesia sudah mulai menipis karena terus digunakan untuk intervensi untuk menahan atau mendongkrak kembali nilai tukar rupiah, tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah Thailand, Filipina dan Korea Selatan.<br />Pada akhir bulan Oktober 1997, lembaga keuangan internasional mengumumkan paket bantuan keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar dollar AS, 23 milyar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama (front-line defence). Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi yang ditentukan oleh IMF, pemerintah Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.<br />Paket program pemulihan ekonomi yang disyaratkan IMF pertama kali diluncurkan pada bulan November 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3 milyar dollar AS. Pertama diharapkan bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah Indonesia, nilai rupiah akan menguat dan stabil kembali. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa nilai rupiah terus melemah sampai pernah mencapai Rp 15.000 per dollar AS. Kepercayaan masyarakat di dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang pada waktu itu terus merosot membuat kesepakatan itu harus ditegaskan dalam nota kesepakatan (letter of intent; LoI) yang ditandatangani bersama antara pemerintah Indonesia dan IMF pada bulan januari 1998. Nota kesepakatan itu terdiri dari 50 butir kebijaksanaan-kebijaksanaan mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan dan reformasi struktural.<br />Butir-butir dalam kebijakan fiskal mencakup selain penegasan tetap menggunakan prinsip anggaran berimbang (pengeluaran pemerintah sama dengan pendapatannya), juga meliputi usaha-usaha pengurangan pengeluaran pemerintah, seperti menghilangkan subsisi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, dan membatalkan sejumlah proyek infrastruktur besar dan peningkatan pendapatan pemerintah. Usaha-usaha terakhir ini akan dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menaikan cukai terhadap sejumlah barang tertentu, mencabut semua fasilitas kemudahan pajak, diantaranya penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) dan fasilitas pajak serta tarif bea masuk.<br />Berbeda dengan Korea Selatan dan Tahilannd, dua negara yang sangat serius dalam melaksanakan program reformasi, pemerintah Indonesia ternyata tidak melakukan reformasi secara baik sesuai kesepakatan dengan IMF. Akhirnya, pencarian pinjaman angsuran kedua senilai 3 milyar dollar AS yang seharusnya dilakukan pada bulan Maret 1998 terpaksa diundur. Padahal, Indonesia tidak ada jalan lain harus bekerja sama sepenuhnya dengan IMF, terutama karena dua hal: <br />1. Berbeda dengan kondisi krisis di Thailand, Korea Selatan, Filipina dan Malaysia, krisis ekonomi di Indonesia sebenarnya sudah menjelma menjadi krisis kepercayaan. Masyarakat dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri tidak lagi percaya akan kemampuan Indonesia untuk menanggulangi krisisnya, bahkan mereka juga tidak lagi percaya pada niat baik atau keseriusan pemerintah dalam menangani krisis ekonomi di dalam negeri. Oleh karena itu, satu-satunya yang masih bisa menjamin atau memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap Indonesia adalah melakukan ”kemitraan usaha” sepenuhnya antara pemerintah Indonesia dengan IMF.<br />2. Indonesia sangat membutuhkan dollar AS. Pada awal tahun 1998 kebutuhan itu diperkirakan sebesar 22,4 milyar dollar AS atau rata-rata 1,9 milyar dollar AS per bulan. Sementara, posisi cadangan devisa bersih yang dimiliki Bank Indonesia hingga awal Juni 1998 hanya 14.621,4 juta dollar AS, naik dari 13.179,7 juta dollar AS pada akhir Maret 1998. (Tambunan : 2006, 42)<br />Setelah gagal dalam pelaksanaan kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan baru antara pemerintah Indonesia dengan IMF pada bulan Maret 1998 dan dicapai lagi suatu kesepakatan baru pada bulan April 1998. Hasil-hasil perundingan dan kesepakatan itu dituangkan secara lengkap dalam satu dokumen bernama “Memorandum Tambahan tentang Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan”. Memorandum tambahan ini sekaligus juga merupakan kelanjutan, pelengkap dan modifikasi dari 50 butir LoI pada bulan Januari 1997, yang tetap mencakup kebijakan-kebijakan fiscal dan moneter serta reformasi perbankan (sektor keuangan) dan structural. Ada beberapa perubahan, diantaranya penundaan penghapusan subsidi bahan baker minyak (BBM) dan listrik, dan penambahan sejumlah butir baru. Secara keseluruhan, ada lima memorandum tambahan dalam kesepakatan yang baru ini yakni sebagai berikut :<br />1. Program stabilisasi, dengan tujuan utama menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi.<br />2. Restrukturisasi perbankan, dengan tujuan utama dalam rangka penyehatan sistem perbankan nasional.<br />3. Reformasi struktural, yang mana disepakati agenda baru yang mencakup upaya-upaya dan sasaran yang telah disepakati dalam kesepakatan pertama (15 Januari 1998).<br />4. Penyelesaian ULN swasta (corporate debt). Dalam hal ini disepakati perlunya dikembangkan kerangka penyelesaian ULN swasta dengan keterlibatan pemerintah yang lebih besar, namun tetap dibatasi agar proses penyelesaiannya tetap dapat berlangsung lebih cepat.<br />5. Bantuan untuk rakyat kecil (kelompok ekonomi lemah). Penyelesaian ULN swasta dan bantuan untuk rakyat kecil merupakan dua hal yang di dalam kesepakatan pertama (Januari 1998) belum ada.<br />Pada pertengahan tahun 1998, atas kesepakatan dengan IMF dibuat lagi memorandum tambahan tentang kebijaksanaan ekonomi dan keuangan. Akan tetapi strategi menyeluruh stabilisasi dan reformasi ekonomi adalah tetap seperti yang tercantum dalam memorandum kebijaksanaan ekonomi dan keuangan yang ditandatangani pada tanggal 15 Januari 1998. Memorandum tambahan ini memutakhirkan dokumen yang terdahulu untuk menampung perubahan-perubahan yang terjadi setelah Januari 1998 pada situasi perekonomian makro dan prospeknya dan juga menunjukkan bidang-bidang yang strateginya perlu disesuaikan, diperluas atau diperkuat.<br />Krisis rupiah yang menjelma menjadi suatu krisis ekonomi, akhirnya juga memunculkan suatu krisis politik yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka. Krisis politik tersebut diawali dengan penembakan oleh tentara terhadap empat mahasiswa Universitas Trisakti, tepatnya tanggal 13 Mei 1998 yang dikenal dengan Tragedi Trisakti. Kemudian, pada tanggal 14 dan 15 Mei 1998 kota Jakarta dilanda suatu kerusuhan yang juga dapat dikatakan paling besar dan paling sadis yang pernah dialami Indonesia. Setelah kedua peristiwa tersebut, gerakan mahasiswa yang sebelumnya sudah berlangsung semakin gencar.<br />Menjelang minggu-minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia dikuasai atau diduduki oleh ribuan mahasiasa dan mahasiswi dari puluhan perguruan tinggi dari Jakarta dan luar Jakarta. Puncak dari keberhasilan gerakan mahasiswa tersebut, di satu puhak dan dari krisis politik di pihak lain adalah pada tanggal 21 Mei 1998 yakni Presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya Dr.Habibie. Tanggal 23 Mei 1998 Presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintah transisi.<br />Pada awalnya pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Akan tetapi setelah setahun berlalu, masyarakat mulai melihat bahwa sebenarnya pemerintahan baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, mereka juga orang-orang rezim Orde Baru, dan tidak ada perubahan-perubahan yang nyata. Bahkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin menjadi-jadi, kerusuhan muncul dimana-mana, dan masalah Soeharto tidak terselesaikan. Akhirnya banyak kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya pemerintahan transisi daripada pemerintahan reformasi. (Tulus Tambunan : 2006, 45 )<br /><br /><br /><br />Tabel 8<br />Perkembangan INFLASI di Indonesia (1991-1997, dalam pct)<br />Bulan 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997<br />Januari 0,76 0,44 2,29 1,25 1,16 1,25 1,03<br />Februari 0,30 0,26 2,03 1,76 1,31 1,70 1,05<br />Maret 0,03 0,65 1,49 0,70 0,57 -0,61 -0,12<br />April 1,89 0,92 0,15 0,24 1,69 1,70 0,56<br />Mei 0,18 0,11 0,14 0,52 0,4 0,06 0,19<br />Juni 0,44 0,65 0,24 0,12 0,16 -0,07 -0,17<br />Juli 1,89 0,23 0,67 1,37 0,71 0,68 0,66V<br />Agustus 1,90 0,16 0,32 0,89 0,32 0,27 0,88<br />September 0,12 0,20 0,28 0,53 0,38 -0,04 1,29<br />Oktober 0,76 0,41 0,59 0,89 0,64 0,41 1,99<br />November 1,06 0,25 0,41 0,45 0,42 0,57 0,65<br />Desember 0,19 0,66 0,33 0,52 0,50 0,55 2,04<br />TOTAL 9,52 4,94 9,24 9,24 8,64 6,47 11,05<br />Sumber : KOMPAS, 3 Maret 1998 (dalam Soeharsono Sagir : 2009, 118)<br /><br />Tabel 9<br />Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Indonesia<br />Sejak Krisis Ekonomi 1998<br />Indikator 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />Pertumbuhan PDB riil (%) -13,1 0,8 4,9 3,8 4,3 4,9 5,1 5,7 5,5 6,3 6,0<br />PDB nominal 96 140 166 164 200 239 258 287 364 433 497<br />PDB per kapita (US$) 977 694 742 697 948 1117 1191 1308 1641 1925 2183<br />Pertumbuhan ekspor (%) -8,6 -0,4 27,7 -9,3 5,0 8,4 12,0 19,7 17,7 13,2 7,0<br />Pertumbuhan Impor (%) -34,4 -12,2 39,6 -7,6 15,1 10,9 27,8 24,0 5,8 22,0 12,0<br />Neraca Perdagangan (miliar US$) 21,5 24,7 28,6 25,4 23,5 24,6 21,2 28,0 39,7 39,6 39,1<br />Transaksi berjalan (% PDB) 4,3 4,1 4,8 4,2 3,9 3,4 1,1 0,1 3,0 2,5 1,6<br />Sumber : Citigroup (dalam Tulus Tambunan: 2009, 35)<br /><br />2.5 Perekonomian Masa Reformasi (1999-2009)<br /> Pada pertengahan tahun 1999 dilakukan pemilihan umum, yang akhirnya dimenangi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi ke dua, yang sebenarnya cukup mengejutkan banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999 dilakukan SU MPR dan pemilihan Presiden diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 1999. KH Abdurachman Wahid atau dikenal dengan sebutan Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI keempat dan Megawati Soekarno Putri sebagai wakil presiden. Tanggal 20 Oktober menjadi akhir daripada pemerintahan transisi dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering disebut pemerintahan Reformasi.<br /><br />2.5.1 Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur 1999-2001)<br /> Pada awal pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor, termasuk investor asing menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), supremasi hukum, hak asasi manusia (HAM), penembakan Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam politik, masalah disintergrasi lainnya.<br /> Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif, walaupun tidak jauh dri 0%, dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.<br /> Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah Gus Dur terpilih sebagai Presiden tidak berlangsung lama. Gus Dur mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Gus Dur cenderung bersikap diktator dan praktik KKN di lingkupnya semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan daripada gerakan reformasi. Ini berarti bahwa rezim Gus Dur, walupun namanya pemerintahan Reformasi di era demokratisasi, tidak berbeda dengan rezim orde baru. Sikap Gus Dur tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya adalah dikeluarkannya peringatan resmi kepada Gus Dur lewat Memorandum I dan II. Dengan dikeluarkannya Memorandum I dan II, Gus Dur terancam akan diturunkan dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia jika usulan percepat Sidang Istimewa MPR jadi dilaksanakan pada bulan Agustus 2001.<br /> Selama pemerintahan Gus Dur, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan sosial yang bernuansa disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan Aceh, konflik Maluku, dan pertikaian etnis di Kalimantan Tengah. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri; juga pertikaian elit politik semakin besar.<br /> Selain itu hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdulrrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah-masalah seperti amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, penerapan otonomi daerah terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang drai luar negeri, dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda penciran bantuannya kepada pemerintah Indonesia. Pada hal rod perekonomian nasional saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan bangkrut oleh Paris Club (negara-negara donor), karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia dengan kondisi perekonomiannya yang semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo pada tahun 2002. Bahkan Bank Dunia juga sempat mengncam akan menghentikan pinjaman baru, jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.<br /> Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdulrrahman Whid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan burukny hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegitan bisnis atau menanam modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa Gus Dur cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan Habibie. Bahkan, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service menginformasikan bertambah buruknya risiko negara Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi makro mengalami perbaikan, tetapi karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial lembaga rating lainnya.<br /> Pada waktu itu banyak orang menduga bahwa apabila kondisi itu terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Gus Dur dan kabinetny tidak menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip “once and for all “. Pemerintah Gus Dur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agend masalah amandemen UU BI, masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi BCA dan Ban Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial dan inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ”sense of crisis” terhadap kondisi riil perekonomian negara saat ini.<br /> Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi. Misalnya, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001 menunjukkan tren pertumbuhan ekonomi yang negatif. Dalam perkataan lain, selama periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian di dalam perdagangan saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya terhadap prospek perekonomian Indonesia yang paling tidak untuk periode jangka pendek.<br /> Indikator kedua yang menggambarkan rendahnya kepercayaan pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya terhadap pemerintahan Gus Dur adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal tahun 2000 kurs rupiah sekitar 7000, dan pada tanggal 9 Maret 2001 tercatat sebagai hari bersejarah sebagai awal kejatuhan rupiah, yang menembus level Rp 10.000,- per dolar. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intevensi pasar dengan melepas puluhan juta dolar AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun pada 12 Maret 2001, ketika istana Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Presiden Gus Dur untuk mundur, nilai tukar rupiah semakin merosot. Pada bulan April 2001 sempat menyentuh Rp 12.000,- per dolar AS. Inilah rekor kurs rupiah terendah sejak Abdulrrahman Wahid terpilih sebagai presiden Republik Indonesia, berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bis membawa Indonesia ke krisis kedua yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial, politik akan jauh lebih besar daripada krisis pertama. Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama, perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik untuk barang-barang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku maupun barang-barang konsumsi. Kedua, utang luar negeri Indonesia dalam nilai dolar AS baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang diprediksi dapat menembus dua digit, dan cadangan devis pda minggu terakhir Maret 2000 menurun dari 29 miliar dolar AS menjadi 28,875 dolar AS. MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 21 Juli 2001. Hasil sidang tersebut memutuskan memberhentikan Presiden Abdurrahman sebagai Presiden dan melantik Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia.<br /><br />2.5.2 Masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004)<br /> Setelah Presiden Wahid turun, Megawati menjadi Presiden Indonesia yang ke lima. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa Pemerintahan Gus Dur. Meskipun IHSG dan nilai tukr rupiah meningkat cukup signifikan sejak diangkatnya Megawati menjadi Presiden melalui Sidang Istimewa (SI) MPR, posisinya tetap belum kembali pada tingkat pada saat Gus Dur terpilih menjadi Presiden.<br /> Keterpurukan kondisi ekonomi yang ditinggal Wahid kian terasa jika dilihat dari perkembangan indikator ekonomi lainny, seperti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca pembayaran, dan defisit APBN. Suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) misalnya, pada awal pemerintahan Megawati mencapai di atas 17%, padahal saat awal pemerintahan Wahid hanya sekitar 13%. Bersamaan dengan itu, tingkat suku bunga deposito perbankan juga ikut naik menjadi sekitar 18%, sehingga pada masa itu menimbulkan kembali kekhawatiran masyarakat dan pelaku bisnis.<br /> Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Menurut data BPS , inflasi tahunan pada awal pemerintahan Wahid hanya sekitar 2%, sedangkan pada awal pemerintahan Megawati, atau periode Januari-Juli 2001 tingkat inflasi sudah mencapai 7,7%. Bahkan laju inflasi tahunan selama periode Juli 2000-Juli 2001 sudah mencapai 13,5%. Perkembangan ini pada saat itu sangat mengkhawatirkan karena dalam asumsi APBN 2001 yang sudah direvisi, pemerintah menargetkan inflasii dalam tahun 2001 hanya 9,4%.<br /> Namun demikian, dalam era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB yang semakin membaik yakni sekitar 5,6%. Masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang hanya berlangsung selama tiga tahun (2001-2004) dan cukup berhasil mengurangi ketergantungan serta berhasil meningkatan pertumbuhan industri pengolahan sebesar 6,4 persen. Sementara itu, Presiden Soesilo hanya sebesar 4,6 persen. Selain parameter tersebut, Presiden Hj Megawati Soekarnoputri juga berhasil menurunkan tingkat ketergantungan ekonomi Indonesia dari luar negeri dengan jumlah hutang luar negeri pemerintah sebesar 78,25 milyar USD. Sedangkan masa pemerintahan saat ini meningkatkan jumlah hutang luar negeri pemerintah menjadi sebesar 88 milyar USD. tingkat pengangguran terdidik lulusan SMA dan perguruan tinggi pun cenderung meningkat pada masa pemerintahan sekarang, yaitu sebesar 4,51 di tahun 2008 berbanding 4,28 persen di tahun 2004, dan 1,14 persen pada tahun kemarin, berbanding 0,58 persen di tahun 2004. Artinya terjadi peningkatan angka pengangguran dari kalangan masyarakat terdidik. Aspek lainnya adalah harga sembako. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri harga sembako masih terjangkau karena rata-rata inflasi bahan makanan sebesar 4,8 persen. <br />(Robby Alexander:http://www.tempo.co.id/110909/artikel/kolom3.htm)<br /> <br />2.5.3 Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY 2004-2009) <br /> Pemilihan Umum untuk memilih presiden secara langsung dilaksanakan dua kali putara. Putaran pertama pada tanggal 5 Juli 2004 dan putaran kedua pada tanggal 20 September 2004. Terpilih sebagai presiden dalah Susilo Bambang Yudhoyono dan sebagai wakil presiden Jusuf Kalla. Pemilihan Presiden dan wakil presiden oleh rakyat secara langsung ini merupakan pertama kali dalam sejarah di Indonesia. Sistem ini merupakan salah satu hasil dari gerakan reformasi di Indonesia.<br /> Pada bulan-bulan pertama pemerintahan SBY, rakyat Indonesia, pelaku usaha luar dan dalam negeri maupun negara-negara donor serta lembaga-lembaga dunia, seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB sempat optimis bahwa kinerja ekonomi Indonesia 5 tahun ke depan kan jauh lebih baik dibandingkn pada masa pemeritahan-pemerintahan sebelumnya sejak Soeharto lengser.<br /> Kabinet SBY dan lembaga-lembaga dunia tersebut menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahu 2005 akan berkisar sedikit di atas 6%. Target ini dilandasi oleh asumsi bahwa kondisi politik di Indonesia akan terus membaik dan faktor-faktor eksternal yang kondusif (tidak memperhitungkan akan adanya gejolak harga minyak di pasar dunia), termasuk pertumbuhan ekonomi dari motor-motor utama penggerak perekonomian dunia, seperti AS, Jepang dan China akan meningkat. Namun, pada pertengahan kedua tahun 2005 ekonomi Indonesia diguncang oleh dua peristiwa yang tak terduga sama sekali, yakni naiknya harga minyak mentah (BBM) di pasar internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dua hal ini membuat realisasi pertumbuhan PDB tahun 2005 lebih rendah dari target tersebut.<br /> Kenaikan harga BBM di pasar internasional dari 45 dolar AS per barrel awal tahun 2005 menjadi 70 dolar AS per barrel awal Agustus 2005 sangat tidak menguntungkan Indonesia. Walaupun Indonesia merupakan salah satu anggota OPEC, Indonesia juag impor BBM dalam jumlah yang semakin besar dalam beberapa tahun belakangan. Akibatnya Indonesia bukan saja menjadi net oil importer, tetapi juga sudah menjadi negara pengimpor BBM terbesar di Asia, jauh melebihi impor BBM Jepang yang bukan penghasil minyak. Tahun 2010 impor BBM di Indonesia diprediksi akan mencapai sekitar 60% dan tahun 2015 akan menjadi sekitar 70% dari kebutuhan BBM dalam negeri. (Kurtubi dalam Tulus Tambunan: 2006, 52). <br /> Tingginya impor BBM Indonesia disebabkan oleh, di satu pihak, konsumen minyak dalam negeri yang meningkat pesat setiap tahunnya mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita, dan di sisi lain, kapasitas kilang minyk di dalam negeri masih sangat terbatas. <br /> Kenaikkan harga minyak ini menimbulkan tekanan yang sangat berat terhadap keuangan pemerintah (APBN). Akibatnya, pemerintah terpaksa mengeluarkan suatu kebijakan yang sangat tidak populis, yakni mengurangi subsidi BBM, yang membuat harga BBM di pasar dalam negeri meningkat tajam. Kenaikkan harga BBM yang besar untuk industri terjadi sejak 1 Juli 2005. Harga solar untuk industri dari Rp 2.200,- per liter menjadi Rp 4.750,- per liter (naik 115%). Tanggal 1 Agustus 2005, kenaikan harga minyak tanah untuk industri dari Rp 2.200,- per liter menjadi Rp 5.490,- per liter (naik 93%). Tanggal 1 Oktober 2005, pemerintah menikkan lagi harga BBM yang berkisar antara 50% hingga 80%. Diperkirakan hal ini kn sangat berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi domestik, terutama pada periode jangka pendek karena biaya produksi meningkat.<br /> Secara teori, dampak negatif dari kenaikkan harga BBM terhadap kegiatan atau pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan kemiskinan. Kenaikkan harga BBM di pasar dunia jelas akan membuat defisit APBN tambah besar karena ketergantungan Indonesia tehadap impor BBM semakin besar. Defisit APBN yang meningkat selanjutnya akan mengurangi kemampuan pemerintah lewat sisi pengeluarannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sementara di sisi lain, kenaikkan harga BBM akan mengurangi kegiatan produksi (Q) di dalam negeri akibat biaya produksi (BP) meningkat, yang selanjutnya berdampak negatif terhadp ekspor (X) yang berarti pengurangan cadangan devisa (CD). Menurunnya kegiatan ekonomi/produksi menyebabkan berkurangnya pendapatan usaha yang selanjutnya akan memperbesar defisit APBN karena pendapatan pajak berkurang, Harga BBM yang tinggi juga akan mendorong inflasi di dalam negeri. Semua ini akan berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja atau akan meningkatkan pengangguran (U) dan kemiskinan (P). Kenaikan pengangguran tau kemiskinan juga akan menambah defisit APBN karena menurunnya pendapatan pemerintah dari pajak pendapatan, sementara di sisi lain pengeluaran pemerintah terpaksa ditambah untuk membantu orang miskin. Juga peningkatan kemiskinan akan memperburuk pertumbuhan ekonomi lewat efek permintaan, yakni permintaan di dalam negeri berkurang. Penjelasan diatas dapat diilustrasikan dalam suatu sistem keterkaitan di bawah ini :<br /><br />Gambar 1 <br />Efek dari Kenaikan Harga BBM terhadap Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kenaikan harga minyak ini juga menjadi salah satu penyebab terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah berlangsung sejak Januari 2005 dengn votalitas yang semakin tinggi, walaupun sempat ada perbaikan menjelang akhir April hingga sekitar pertengahan Mei 2005. Pada bulan Juli 2005, nilai rupiah sudah mendekati Rp 10.000,- per satu dolar AS. Hingga akhir tahun 2005, rupiah diperkirakan akan tetap berada di atas Rp 9.500 per dolar AS. Secara fundamental, terus melemahnya nilai tukar rupiah terkait dengan memburuknya kinerja neraca pembayaran (balance of payment), di samping danya faktor sentimen penguatan dolar AS secara global. Pengaruh dari faktor-faktor nonekonomi juga berperan tehadap terus melemahnya rupiah, terutama rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di dalam negeri yang berlebihan yang membuat mereka menukarkan rupiah dengan dolar AS, terutama mengenai perkiraan dmpak negatif dari kenaikan harga minyak terhadap perekonomian nasional. Selain itu, sejak krisis ekonomi 1997/1998, faktor spekulasi juga memberi sumbangan yang besar terhadap gejolak rupiah. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan dolar di pasar domestik meningkat. Sementara itu, pasokan dolar AS ke dalam negeri juga masih terbatas karena kecilnya ekspor neto.<br />Sesuai teori, dengan asumsi faktor-faktor lain tetap tidak berubah, melemahnya rupiah akan membuat ekspor Indonesia meningkat, sedangkan impornya berkurang. Namun, pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi 1997/1998 menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ternyata tidak terlalu elastis terhadap pergerakan rupiah dan masalah suplai ini hingga saat ini belum hilang sama sekali. Artinya, pengaruh dari melemahnya rupiah kali ini bisa sangat kecil terhadap peningkatan ekspor Indonesia. Sementara itu, Indonesia sudah sangat tergantung pada impor barang-barang kebutuhan pokok, mulai dari barang-barang konsumsi, seperti makanan dan susu, hingga barang-barang modal dan peralatan produksi serta bahan baku, seperti minyak yang membuat impor Indonesia juga kurang elastis terhadap pergerakan rupiah.<br />Kombinasi antara kenaikkan harga BBM dan melemahnya nilai rupiah akan berdampak pada peningkatan laju inflasi. Secara fundmental, tingginya inflasi di Indonesia disebabkan oleh masih tingginya ekspektasi inflasi terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai kenaikan dan perkembangan nilai tukar rupiah yang cenderung terus melemah. Melemahnya nilai tukar rupiah memberi tekanan terhadap inflasi di dalam negeri, terutama karena tingginya ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap impor, tetapi dengan tingkat yang lebih rendah dibandingkn dengan rata-rata historisnya. Seperti pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, pemerintahan SBY juga berusaha menahan tingkat inflasi serendah mungkin atau paling tidak tetap dalam satu digit. (dapat dilihat dalam tabel)<br /><br />Tabel 10<br />Tingkat Inflasi Indonesia periode Juli 2008 - Juli 2009<br />Bulan dan tahun Tingkat inflasi<br />Juli 2009 2.71 %<br />Juni 2009 3.65 %<br />Mei 2009 6.04 %<br />April 2009 7.31 %<br />Maret 2009 7.92 %<br />Februari 2009 8.60 %<br />Januari 2009 9.17 %<br />Desember 2008 11.06 %<br />November 2008 11.68 %<br />Oktober 2008 11.77 %<br />September 2008 12.14 %<br />Agustus 2008 11.85 %<br />Juli 2008 11.90 %<br />Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Menjelang akhir masa jabatan SBY yang akan berakhir tahun 2009, perekonomian Indonesia menghadapi dua goncangan eksternal, yakni harga BBM yang terus naik dan kenaikkan harga pangan di pasar global. Kenaikkan harga BBM yang terus menerus sejak tahun 2005 memaksa pemerintah menaikan lagi harga BBM, terutama premium, di dalam negeri pada tahun 2008. Kedua goncangan eksternal tersebut sangat mengancam kestabilan perekonomian nasional, khususnya tingkat inflasi. (Tulus Tambunan : 2006, 55)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Perekonomian Indonesia dari masa ke masa mengalami pasang surut. Dimulai dari masa penjajahan ketika masuknya VOC di Indonesia dengan sistem dan cara yang licik guna menguasai rempah-rempah. Disusul kedatangan Perancis dan Inggris yang secara bergantian menguasai dan bertindak semena-mena terhadap bangsa Indonesia. Selain itu, Indonesia juga mengalami masa Cultuurstelstel, dimana pemerintah Belanda memberlakukan tanam paksa untuk komoditi rempah-rempah yang kemudian di monopoli oleh Belanda. Belanda juga melakukan sistem ekonomi pintu terbuka (liberal) sehingga Indonesia banyak didatangi oleh pedagang-pedagang dari Inggris, Belgia, Perancis, Amerika, China dan Jepang. Namun sistem ini menyengsarakan para kuli kontrak yang tidak diperlakukan dengan layak. Kemudian, Jepang pun sempat menguasai Indonesia dengan militernya yang kejam. Walaupun hanya 3,5 tahun menduduki Indonesia. Jepang banyak meninggalkan jejak penderitaan mendalam bagi rakyat Indonesia, diantaranya banyak hail bumi yang dirampas guna keperluan militer Jepang yang sedang berperang, kekerasan seksual bagi kaum perempuan oleh tentara militer dan juga kerja paksa untuk pembangunan militer Jepang.<br />Setelah kemerdekaan, Indonesia tidak lantas berbahagia dengan hal itu, pasalnya, masih banyak gangguan dari pihak penjajah (Belanda) yang ingin menguasai kembali Indonesia. Gejolak ekonomi masih memanas di awal pemerintahan Orde lama karena goyahnya kondisi politik dan sosial bangsa. Pergantian kabinet dalam waktu singkat, sistem ekonomi yang msih labil, pemberontakan dari dalam negeri sampai ketidaksamaan pandangan ideologi negara dari para pemimpin bangsa saat itu, berdampak pada goyahnya perekonomian bangsa dengan inflasi yang tinggi, pengangguran dimana-mana, kemiskinan merajalela dan masih banyak yang lainnya.<br />Memasuki masa orde lama pun gejolak politik mewarnai terbentuknya pemerintahan dengan pemimpin yang baru yakni Soeharto. Namun sedikit lebih baik dari masa sebelumnya, beliau menerapkan sistem ekonomi liberal yang jelas dengan program pembangunannya. Gejala perbaikan dan manfaat yang di dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dengan naiknya angka pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Dengan kebaikan yang didapat dan dirasakan masyarakat, ternyata semua kenikmatan tersebut menghasilkan utang luar negeri yang berlimpah dan diwariskan pada rakyat dan pemerintah setelah orde baru hingga saat ini. Selain itu juga adanya Krisis Moneter yang melanda Kawasan Asia, membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk. Sehingga menyumbangkan rezim soeharto yang diwarnai dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme pada tanggal 21 mei 1988. Kemudian rezim yang berkuasa selama 32 tahun tersebut digantikan oleh masa reformasi. <br />Sebelum masa reformasi, terjadi masa transisi terlebih dahulu yang dipimpin kurang lebih satu tahun oleh Presiden B.J. Habibie. Presiden Soeharto memberikan mandatnya pada beliau yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Masa transisi ini tidak banyak berpengaruh pada perekonomian karena masih mewarisi orde lama dan saat itu masih dalam tahap pembaharuan.<br />Tahun 1999, diadakan pemilu pertama masa reformasi. Pada saat itu Abdurrahman Wahid terpilih namun pemerintahannya tidak berlangsung lama karena Gusdur sering bertindak dan berucap kontrovesial, sehingga pemerintahannya jatuh pada 20 Oktober 2001. Kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri. Pemerintahan Megawati juga banyak mengundang polemik, pasalnya banyak aset negara misalnya, perusahaan BUMN yang sahamnya dijual ke publik bahkan dibeli oleh pihak asing. Pada tahun 2004 dilaksanakan Pemilu langsung oleh rakyat yang pertama kalinya, dan terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla yang membawa visi dan misi guna membangun perekonomian Indonesia. Dapat dirasakan saat ini belum ada perbaikan yang signifikan di bidang ekonomi, namun pertumbuhan ekonomi sudah mulai berkembang.<br /><br />3.2 Saran<br />Sejarah merupakan gambaran kronologis mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu. Tujuannya sendiri agar kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahan masa lampau dan menjadikannya sebagai pengalaman dan pembelajaran hidup. Pada masa penjajahan, Indonesia dijajah secara wilayah, politik dan juga ekonomi. Di masa tersebut, wilayah Indonesia masih terbagi-bagi dalam beberapa kerajaan sehingga tidak adanya persatuan dan kesatuan serta kondisi ekonomi masa itu masih sangat tradisional. Dalam hal ini persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya wilayah menjadi sangat penting untuk membangun sitra Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />Setelah masa penjajahan, kita berhasil merebut kemerdekaan. Indonesia secara wilayah, politik dan ekonomi kembali utuh dalam wadah NKRI. Di masa Orde Lama ini banyak peristiwa-peristiwa yang menggoyahkan keutuhan bangsa, diantaranya Belanda yang masih ikut campur dalam urusan ekonomi dan ingin menguasai kembali, pemberontakan dalam negeri, bahkan ideologi negara yang masih dipertanyakan. Kondisi tersebut seharusnya ditangani oleh para pemimpin bangsa dengan mempersatukan dan meningkatkan nasionalisme bangsa untuk bersatu dan bersama mengisi kemerdekaan dan memperbaiki kesejahteraan rakyat.<br />Melewati masa Orde lama membuka lembaran baru dengan pemerintahan Orde Baru. Masa Orde Baru ini dipimpin oleh Presiden Soeharto dengan rencana-rencana pembangunannya. Namun hal ini menjadi semu, tatkala pembangunan Indonesia dibiayai dari utang luar negeri dan budaya korupsi di berbagai kalangan. Oleh sebab itu, pemerintahan di suatu negara tidak boleh dikuasai satu pemimpin dalam waktu yang lama karena akan menumbuhkan benih-benih budaya korupsi, kolusi dan nepotisme.<br />Setelah masa Orde Baru runtuh, kita memasuki babak awal kehidupan reformasi, dimana Presiden Soeharto memberikan mandatnya pada Wakil Presiden B.J. Habibie untuk memimpin bangsa Indonesia. Beliau memimpin kurang lebih selama satu tahun dan dalam kurun waktu tersebut banyak undang-undang yang dihasilkan berkaitan dengan masalah hukum dan sosial masyarakat. Dalam hal ekonomi, Indonesia masih dalam keadaan yang buruk pasca krisis moneter. Seharusnya pemerintah memprioritaskan perekonomian yang kacau balau serta memperbaiki terlebih dahulu masalah ekonomi tersebut guna mensejahterakan rakyat yang terkena dampak krisis moneter.<br />Di masa reformasi pun, rakyat Indonesia belum mendapatkan kenikmatan yang seutuhnya. Justru kesejahteraan menjadi barang langka bagi rakyat Indonesia. Kepemimpinan masa reformasi yang masih diwarnai dengan gejolak politik membuat kondisi ekonomi dan sosial masyarakat belum dapat menjadi prioritas. Oleh karenanya, diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendorong usaha perekonomian dan berpihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Para pemimpin bangsa pun diharapkan untuk dapat bertindak adil dan memikirkan serta memprioritaskan kepentingan rakyat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-6662771222470247182010-01-08T15:55:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.685-07:00PI Pertanian-Yayat dkk<div align="center">MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA<br />EKONOMI PERTANIAN INDONESIA<br /><br />Ditujukan intuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah perekonomian Indonesia.<br />Dosen : Drs. Jajang W Mahri, M.Si.<br /> Lizza Suzanti, S.Pd.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Disusun Oleh:<br />Yayat Rahmat Hidayat<br />Iim Yuliawati<br />Irwan Gunawan (0608963)<br />(0608966)<br />(0608734)<br /><br /><br /><br /><br />JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI<br />FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS<br />UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA<br /><br /></div><div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /></div><div align="justify">A. Latar Belakang Masalah<br />Sektor pertanian merupakan sektor terpenting yang harus ada pada suatu negara. Hal ini karena tidak ada satupun negara yang bisa hidup tanpa pertanian. Bisa dibayangkan apabila suatu negara tidak memperhatikan sektor pertaniannya, maka disana akan terjadi krisis pangan yang akan menyebabkan kelaparan di negara tersebut. Meskipun negara tersebut bisa mengimpor hasil pertanian dari negara lain tetapi itu tidak bisa selalu diandalkan karena hubungan diplomatik/politik suatu negara seringkali mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perekonomian terutama pada sektor perdagangan internasional (ekspor-impor).<br />Indonesia merupakan negara agraris, yaitu negara yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Disamping itu Indonesia mempunyai lahan pertanian yang sangat besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal itu dikarenakan Indonesia mempunyai tanah yang sangat subur, sehingga Indonesia sangat berpotensi menjadi negara yang bisa menghasilkan produk-produk pertanian yang sangat besar. Kebutuhan suatu negara akan pertanian tidak pernah menurun, bahkan semakin hari kebutuhan akan pertanian semakin meningkat. Hal ini dikarenakan semakin banyak penduduk suatu negara maka kebutuhan akan hasil pertanian menjadi semakin besar karena tidak ada seorangpun yang bisa hidup tanpa hasil pertanian (makanan). Oleh karena itu Indonesia seharusnya bisa mendapatkan penghasilan yang sangat besar dari sektor pertanian ini. Banyak sekali hasil pertanian Indonesia yang tidak dihasilkan di negara lain. Sehingga dari sini Indonesia bisa dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lain pada sektor pertanian ini.<br />Tetapi dalam perkembangan sejarah perekonomian Indonesia tidak seperti apa yang kita semua harapkan. Bahkan Indonesia seringkali malah menjadi negara pengimpor beras, yang merupakan salah satu makanan pokok sebagian besar penduduknya. Sangat ironis bagi sebuah negara yang sebagian besar penduduknya adalah petani tetapi tidak bisa memenuhi kebutuhan akan beras yang merupakan makanan pokoknya. Dalam sejarah perekonomian Indonesia, Indonesia hanya sekali mengalami swasembada beras yaitu pada Pelita kelima pada pemerintahan orde baru. Bahkan Indonesia seringkali mengalami defisit beras sehingga harus mengimpor dari negara lain.<br />Pertanian adalah kebutuhan yang tidak akan pernah berhenti untuk dijadikan komoditas bisnis baik secara makro maupun mikro, karena pertanian adalah kebutuhan dasar bagi bangsa dan perekonomian Indonesia. Walaupun sumbangsih nisbi (relative contribution) sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukanlah berarti nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat. Mayoritas penduduk Indonesia, yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, hingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya pada sektor pertanian.<br />Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar daerah-daerahnya berada di daerah tropik yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir menjadi dua. Disamping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang ikut memberi corak pertanian Indonesia. Yang pertama, bentuknya sebagai kepulauan dan kedua, tofografnya yang bergunung-gunung. Dalam hubungan ini letaknya diantara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta dua benua (daratan) yaitu Australia dan Asia, juga ikut mempengaruhi iklim Indonesia yang juga turut berpengaruh pada pertanian di Indonesia.<br />Transformasi struktural perekonomian Indonesia menuju ke corak yang industrial tidak dengan sendirinya melenyapkan nuansa agraritasnya. Karena suksesnya pengembangan sektor industri di suatu negara selalu diiringi dengan perbaikan produktivitas dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian. Selain menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga merupakan pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber penghasil devisa. Oleh karena sebagian besar bahan-bahan mentah akan berasal dari sektor pertanian, maka sektor pertanian adalah merupakan induk pembangunan. Ini berarti adanya keterkaitan yang besar antara sektor pertanian dengan sektor industri dan sektor-sektor lain dalam ekonomi.<br />Pada zaman orde baru, dalam pelaksanaan pembangunan lima tahun (PEL1TA) tahap ke 5, pemerintah menitikberatkan kegiatannya pada sektor pertanian untuk meningkatkan swasembada pangan dan meningkatkan hasil pertanian lainnya.<br />Namun, ternyata sampai saat ini hasilnya tidak atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah atau masyarakat pada umumnya, karena pada akhirnya swasembada tersebut belum memperlihatkan titik terangnya, malah beberapa waktu lalu, Indonesia mengandalkan impor produk-produk pertanian dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Namun, sepertinya hal ini kurang masuk akal, karena seperti yang kita ketahui sebagai negara agraris Indonesia hampir memiliki seluruh potensi dan sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan sektor pertanian.<br />Keberadaan sektor pertanian pun kini semakin di nomor duakan setelah kita mulai berpindah haluan pada sektor industri. Padahal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertanian merupakan induk pembangunan, dimana pertanian mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor-sektor lainnya, termasuk sektor industri, kedua dapat saling melengkapi. Jadi alangkah baiknya apabila kita memberikan perhatian yang sama, baik terhadap sektor pertanian rnaupun sektor industri.<br />Melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini, khususnya di bidang pertanian, sepertinya kita sedang dihadapkan pada berbagai macam problematika. Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan melalui berbagai kebijakan-kebijakannya serta dukungan dari semua kalangan masyarakat untuk mengarahkan sektor pertanian khususnya dan perekonomian Indonesia umumnya kearah yang lebih baik.<br /><br />Rumusan Masalah<br />Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:<br />1. Apakah yang dimaksud dengan pertanian ?<br />2. Bagaimana kondisi dan perkembangan sektor pertanian di Indonesia ?<br />3. Bagaimana peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia ?<br />4. Bagaimana kondisi pertanian Indonesia jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga?<br />5. Apakah permasalahan pertanian di Indonesia dan bagaimana solusi dalam memecahkan masalah pertanian di Indonesia ?<br /><br />B. Tujuan Penelitian<br />Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :<br />1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pertanian.<br />2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sektor pertanian di Indonesia.<br />3. Untuk mengetahui bagaimana peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia.<br />4. Untuk mengetahui bagaimana kondisi pertanian Indonesia jika dibandingkan dengan Negara tetangga.<br />5. Untuk mengetahui permasalahan pertanian di Indonesia dan mengetahui bagaimana solusi dalam memecahkan masalah pertanian di Indonesia.<br /><br /><br /><br />D. Sistematika Penulisan<br />BAB I PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />B. Rumusan Masalah.<br />C. Tujuan penulisan Makalah<br />D. Sistematika penulisan<br /><br />BAB II PEMBAHASAN<br />A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pertanian<br />B. Kondisi Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia<br />C. Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Indonesia<br />D. Kondisi Pertanian Indonesia dibandingkan dengan Negara Tetangga<br />E. Permasalahan Pertanian Indonesia serta Strategi dan Kebijakan Pertanian<br /><br />BAB III PENUTUP<br />A. Kesimpulan<br />B. Saran<br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pertanian<br />Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan (BPS). Sedangkan pengertian dalam wikpedia, Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Dari kedua pengertian diatas, kita dapat simpulkan bahwa pertanian adalah proses atau kegiatan menghasilkan bahan pangan, ternak, hasil-hasil hutan, perikanan dan perkebunan. Pemanfaatan sumber daya ini berarti budi daya (bahasa Inggris: cultivation, atau untuk ternak: raising). Namun demikian, pada sejumlah kasus (yang sering dianggap bagian dari pertanian) dapat berarti ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan (bukan agroforestri).<br />Usaha pertanian memiliki dua ciri penting, yaitu: (1) selalu melibatkan barang dalam volume besar dan (2) proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.<br />Di Indonesia, sektor perlanian secara luas dapat dikategorikan dalam lima subsektor, yaitu:<br />1. Subsektor Tanaman Pangan<br />Subsektor tanaman pangan sering juga disebut subsektor pertanian rakyat, karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat, maksudnya bukan oleh pemerintah ataupun perusahan-perusahaan. Subsektor ini mencakup komoditas-komoditas bahan makanan, seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai serta sayur-sayuran dan buah-buahan. Subsektor tanaman pangan dapat dikelompokan menjadi :<br />a) Sub kelompok padi dan palawija yang terdiri dari padi sawah, pada ladang, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar.<br />b) Sub kelompok sayur-sayuran yang terdiri dari kubis, kentang, wortel, sawi, bawang merah, bawang daun, bawang putih, lobak, kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, kangkung, bayam, kacang merah, dan labu siam<br />c) Sub kelompok buah-buahan yang terdiri dari alpokat, jambu, duku langsat, durian, jeruk, mangga, nanas, pepaya, pisang, rambutan, sawo, salak<br />2. Subsektor Perkebunan<br />Subsektor perkebunan dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Yang dimaksud dengan perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diusahkan sendiri oleh rakyat atau masyarakat, biasanya dalam skala kecil-kecilan dan dengan teknologi dan budidaya yang sederhana.<br />Hasil-hasil tanaman perkebunan rakyat terdiri antara lain karet, kopral, teh, kopi, tembakau, cengkeh, kapuk, kapas, cokelat, dan berbagai rempah-rempah. Adapun yang dimaksud dengan perkebunan besar adalah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum. Tanaman perkebunan besar meliputi karet, teh, kopi, kelapa sawit, coklat, kina, tebu, rami, berbagai serat dan lain-lain.<br />3. Subsektor Kehutanan<br />Subsektor kehutanan ini terdiri alas 3 macam kegiatan yaitu penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lain, dan perburuan. Kegitan penebangan kayu menghasilkan kayu-kayu gelondongan : kayu bakar, arang, dan bambu. Hasii hutan lain melipuli damar, rotan, gelab kayu, kulit kayu, serta berbagai macam akar-akaran dan umbi kayu. Sedangkan kegiatan perburuan menghasilkan binatang-binatang liar seperti rusa, penyu, ular, buaya, dan lermasuk juga madu.<br /><br /><br /><br /><br />4. Subsektor Peternakan<br />Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak dan pengusahaan hasil-hasilnya. Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil seperti telur, susu, wool, dan hasil pemotongan hewan.<br />5. Subsektor Perikanan<br />Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, kolam, tambak, sawah, dan keramba serta pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan seperti pengeringan dan pengasingan. Dari segi teknis kegiatannya, subsektor ini dibedakan atas 3 macam sektor yaitu perikanan laut, perikanan darat, dan penggaraman. Komoditas yang tergolong subsektor ini tidak terbatas hanya pada ikan tetapi juga udang, kepiting, ubur-ubur, dan lain-lain.<br />Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat mengetahui bahwa sektor pertanian tidak hanya terbatas pada tanaman pangan, juga bukan semata-mata kegiatan produksi melalui bercocok tanam. Pertanian merupakan pemasok kebutuhan pokok yang utama bagi manusia yakni sebagai bahan makanan. Oleh karena itu tidak ada salahnya apabila kita memberikan kepedulian dan perhatian yang lebih besar terhadap sektor pertanian.<br />Yang menjadi permasalahan saat ini adalah bagaimana usaha pemerintah ataupun masyarakat untuk dapat kembali seperti dulu, dimana Indonesia mampu mencapai swasembada pangan. Namun pada kenyataannya saat ini pemerintah Indonesia menganggap bahwa stok pangan dalam negeri mengalami kekurangan, sehingga pemerintah terpaksa mengambil langkah untuk mengimpor pangan dari luar negeri agar kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Padahal berbagai pihak pun banyak yang berasumsi bahwa kebutuhan dalam negeri masih dapat terpenuhi oleh stok atau hasil pangan yang tersedia di dalam negeri.<br /><br />B. Kondisi dan Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia<br />Berbicara tentang sejarah pertanian Indonesia adalah sama halnya dengan berbicara bermacam penyimpangan yang hingga saat ini masih menjadi penghambat di sektor struktural. Pertanian di Indonesia dimulai dengan cara yang bertolak belakang dengan negara-negara barat yang memulai dengan membagi-bagikan lahan kepada petani. Namun, yang terjadi di Indonesia justru tanah rakyat dirampas untuk dibagi-bagikan kepada pengusaha swasta. Para petani yang menggantungkan hidup dari sana harus melawan para pihak swasta, asing, maupun pemerintahan yang hendak merebut lahan mereka.<br />Sejarah pertanian di Indonesia dimulai pertama kali ketika diterbitkannya sebuah Undang-Undang Agrarische Wet 1870, yang merupakan sebuah peraturan yang keberpihakannya hanya untuk memberikan kemudahan pada kapitalisme modal untuk menyewa lahan yang luas dalam periode waktu tertentu. Hukum ini pun mengatur hak penggunaan lahan selama 75 tahun dan memberi peluang untuk menjadikan tanahnya sebagai agunan kredit. Penjajah Belanda pada waktu itu ingin memiliki sebanyak-banyaknya lahan dengan memaksa negara jajahannya mengeluarkan hukum agraria tersebut. Maka tak heran jika sejarah berkata seperti ini jika saat ini tidak ada petani yang mampu memiliki lahan yang sangat luas dan dapat digunakan untuk periode yang lama<br />Dalam masa penjajahan pun pertanian di Indonesia menjadi sumber pemasukan utama bagi bangsa penjajah. Misalnya saja ketika Indonesia dijajah oleh Belanda. Pada masa tersebut dijalankan kebijakan yang dinamakan Cultuurstelsel (tanam paksa). Secara umum pertumbuhan dan perkembangan tanam paksa (1830an-1970an) dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti :<br />1. Jenis tanaman karena setiap tanaman memerlukan ekologi spesifik, teknik penanaman, dan mempunyai nilai ekonomi khusus juga.<br />2. Kondisi-kondisi iklim di daerah setempat.<br />3. Kondisi sosial dan ekonomi kaum petani (ukuran pemilikan tanah, daerah perbatasan atau daerah padat penduduk).<br />4. Periode tanam paksa<br />5. Kebijaksanaan kepala-kepala distrik (residen)<br />Sejarah pertanian pasca kemerdekaan dimulai setelah Indonesia mendapat kedaulatan penuh tahun 1949 dan sedang menghadapi masalah perekonomian yang sangat mendesak untuk segera diatasi. Memasuki dekade 1950-an, sektor ekonomi modern masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan milik Belanda yang telah beroperasi sejak jaman kolonial. Menghadapi situasi demikian, maka berkembang berbagai pemikiran ekonomi dari para tokoh pemimpin saat itu, yang muaranya adalah apa yang disebut dengan “ekonomi nasional” atau “nasionalisme ekonomi”, yang mencakup tiga aspek utama, yaitu:<br />a) Suatu perekonomian yang beragam dan stabil, dalam arti ditiadakannya ketergantungan yang besar terhadap ekspor bahan mentah.<br />b) Suatu perekonomian yang berkembang dan makmur dalam konteks pembangunan ekonomi.<br />c) Suatu perekonomian pribumi, yang berarti dominasi ekonomi Barat dan etnis Tionghoa harus dialihkan kepada orang-orang Indonesia.<br />Atas dasar ketiga hal tadi para pendiri negeri segera memikirkan masalah agraria. Dua tokoh sentralnya, yaitu Iwa Kusumasumantri dan Bung Karno. Pada sisi lain, pemerintah memfokuskan diri pada pembangunan pertanian pangan, yang spesifik pada upaya swasembada beras, khususnya sistem penyuluhan pertanian yang menitikberatkan pada tercapainya target produksi dalam waktu yang pendek. Untuk mendukung program tersebut muncullah Badan Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) sebagai badan penyuluh pertanian. Program tersebut mengalami kegagalan karena pemerintah justru menambahkan impor berasnya, dari 334.000 ton pada tahun 1950 menjadi 800.000 ton pada tahun 1959.<br />Babak baru pembangunan pertanian baru dimulai kembali pada kurun waktu 1959-1961. Melalui program Tiga Tahun Produksi Padi dengan target mencapai swasembada pangan di akhir tahun 1961. Soekarno sendiri yang membentuk dan mengetuai langsung Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) untuk mencapai swasembada beras. Untuk memperbaiki sarana pertanian dibentuk Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) yang beroperasi di tingkat pusat sampai ke tingkat desa. Di tahun 1959 juga dibentuk Badan Perusahaan Bahan Makanan dan Pembuka Tanah (BPMT) yang bertugas meningkatkan penyediaan sarana produksi pertanian. Badan usaha ini memiliki dua anak perusahaan, yaitu Padi Sentra dan Mekatani. Padi Sentra bertugas mengadakan, menyalurkan, dan menyediakan sarana produksi, seperti bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan. Sementara Mekatani bertugas membuka lahan baru secara mekanis, terutama di wilyah luar pulau jawa.<br />Pada saat yang sama, penyuluhan pertanian digalakkan dengan dukungan Dinas Pertanian Rakyat dan melibatkan perguruan tinggi. Dari sini dibentuklah kelompok-kelompok yang anggotanya adalah para petani penggarap sawah yang tergabung dalam Organisasi Pelaksana Swasembada Beras (OPSSB). Kelompok ini pulalah yang nantinya mejadi pelaksana Panca Usaha Tani. Sistem Padi Sentra juga mengalami kelemahan sebagai tonggak awal sistem modern bercocok tanam padi sawah. Padi sentra justru dianggap gagal karena yang diuntungkan hanya pemilik tanah terutama penguasa lahan yang luas.<br />Di sisi lain, munculnya organisasi pemerintah yang mengurus pertanian tidak pernah berhenti dan semakin merebak. Bahkan dibentuk sebuah panitia khusus yang menghasilkan rumusan Undang-undang (UU) No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada saat yang sama, lahir UU No.56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, dan UU No.2/1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH). UUPA menjadi senjata yang paling kuat untuk meningkatkan kesejahteraan para petani waktu itu karena didasarkan pada perwujudan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945.<br />Belum lagi ditambah gempuran demam revolusi hijau di seluruh dunia, yang pada saat itu sangat mempengaruhi kebijakan pemerintahan dan akhirnya Orde Baru mengambil jalan pragmatis. Melakukan Revolusi hijau tanpa reformasi agraria untuk mencapai swasembada pangan. Strategi pembangunan semcam ini berlandaskan pada kaidah pokok seperti mengandalakan bantuan asing, hutang, dan investasi dari luar negeri. Sedikit gambaran untuk Revolusi hijau, sistem kapitalis pertanian ini telah membawa perubahan mendasar bagi perilaku petani dalam berhubungan dengan petani lain, alam, teknologi, pemerintah, serta hubungannya dengan perusahaan-perusahaan besar, baik lokal maupun luar negeri. Memang jika melihat hasilnya cukup menggembirakan bagi pertanian Indonesia. Jika pada 1965 tingkat produksi beras Cuma 1,7 ton per hektar, pada 1980 sudah mencapai 3,3 ton per hektar, dan Indonesia bisa berswasembada beras pada 1984. Sayangnya, hal ini hanya mampu bertahan selama lima tahun. Setelah tahun 1990, impor beras Indonesia terus melonjak dan tidak pernah turun lagi hingga saat ini. Ironis, karena kemajuan pertanian di Indonesia tidak diikuti oleh kesejahteraan petani, dan justru malah memaksa serta menakut-nakuti petani dengan desakan ekonomi.<br />Hal tersebut justru menjadi sangat krusial saat pemerintahan orde baru justru mengundang kembali IMF. Melalui Letter of Intent (LoI), kewenangan pemerintah menjadi sangat terbatas karena berbagai kebijakan ekonomi, terutama pertanian, berada dibawah pengawasan dan persetujuan IMF. Apalagi ditambah dengan kesepakatan dunia internasional dengan ditandatanganinya General Agreement on Trade and Tariff (GATT). Selain itu berlakunya Trade Related Intellectual Property Rights, yang kesemua peraturan/perjanjian tersebut akan memperburuk nasib para petani. Menurut Loekman Soetrisno, liberalisasi perdagangan internasional akan memaksa para petani di negara yang sedang berkembang untuk bersaing dengan petani dari negara industri yang memiliki sistem pertaniann yang lebih efisien.<br />Selanjutnya, pertanian di Indonesia terus mengalami perkembangan. Perkembangan sektor pertanian di Indonesia puncaknya ditandai dengan adanya keberhasilan pencapaian swasembada tanpa didahului dengan reformasi agraris ataupun Land Reform. Sehingga di Indonesia pola perkembangan sektor pertaniannya, berbeda dengan pengalaman empiris di negara-negara lain. Sedangkan perkembangan sektor pertanian di Amerika Utara dan Eropa Barat misalnya, menempuh jalur kapitalistik yaitu melalui pengembangan usaha tani berskala besar dan melibatkan satuan-satuan yang berskala kecil. Eropa Timur yang banyak menganut jalur sosialistik yaitu melalui pembentukan usaha tani kolektif berskala besar yang diprakarsai oleh negara. Atau Jepang dan Taiwan yang lebih memilih jalur koperasi semi kapitalistik yaitu melalu pembinaan usaha tani yang digalang dalam suatu koperasi nasional dibawah pengelolaan negara.<br />Sektor pertanian hingga kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk, khususnya bagi mereka yang masih tinggal di daerah pedesaan. Program pembangunan sektor pertanian meliputi program peningkatan produksi di kelima subsektornya, serta peningkatan pendapatan petani. Program pembangunan tersebut ditunjang dengan program pembangunan sarana dan prasarananya seperti pengadaaan faktor produksi, pengembangan jaringan irigasi dan jalan, kebijaksanaan tata niaga dan harga, serta penelitian. Kemampuan paling menonjol sektor ini dimana dalam era Pembangunan Jangka Panjang I, sektor pertanian. khususnya bidang produksi pangan merupakan prioritas pembangunan ekonomi. Dan pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras dimana sebelumnya bahan pokok tersebut masih selalu di impor.<br />Negara Indonesia memang sempat terkenal sebagai negara agraris. Karena sebagian besar luas lahannya yang digunakan untuk pertanian, yaitu sebesar 70 % dari luas wilayahnya, yang terdiri dari kebun/ladang/huma, tambak, kolam, lahan untuk tanaman kayu-kayuan, sawah, padang mmput pekarangan serta lahan yang sementara tidak diusahakan.<br />Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses industrialisasi, dimana pangsa output agregat (ODB) dari pertanian relatif menurun sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Selama periode 1990-an pangsa PDB dari pertanian (termasuk kehutanan, peternakan, dan perikanan) mengalami penurunan (harga konstan 1993) dari sekitar 17,9% tahun 1993 menjadi 16,4% tahun 2001. Sedangkan pangsa PDB dari industri manufaktur selama kurun waktu yang sama meningkat dari 22,3% menjadi 26,0%. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB ini bukan berarti bahwa volume produksi di sektor tersebut berkurang (pertumbuhan negatif) selama periode tersebut, tetapi laju pertumbuhan output-nya lebih lambat dibndingkanlaju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Hal ini bisa terjadi karena secara rata-rata, elastisitas pendapatan dari permintaan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripadaelastisitas pendapatan dari permintaan terhadap produk-produk dari sektor-sektor lain seperti barang-barang industri. Jadi dengan peningkatan pendapatan, laju pertumbuhan permintan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripada terhadap barang-barang industri.<br /><br />Tabel 2.1<br />Distribus PDB menurut sektor (harga konstan 1993): 1993-2001 (%)<br />Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001<br />Pertanian<br />Pertambangan & penggalian<br />Industri manufaktur<br />Listrik, gas, dan air<br />Bangunan<br />Perdagangan, hotel, & restoran<br />Transportasi & komunikasi<br />Bank & keuangan<br />Penyewaan & real estate<br />Jasa lainnya 17.9<br />9.5<br />22.3<br />1.0<br />6.8<br />16.8<br /><br />7.1<br />4.3<br />2.9<br />11.4 16.7<br />9.4<br />23.3<br />1.0<br />7.3<br />16.8<br /><br />7.1<br />4.5<br />2.9<br />11.0 16.1<br />9.3<br />23.9<br />1.1<br />7.6<br />16.7<br /><br />7.1<br />4.7<br />2.8<br />10.7 15.4<br />9.2<br />24.7<br />1.2<br />8<br />16.7<br /><br />7.2<br />4.6<br />2.7<br />10.3 15.0<br />8.8<br />24.7<br />1.3<br />8.2<br />17.0<br /><br />7.3<br />4.6<br />2.7<br />10.4 18.1<br />12.6<br />25.0<br />1.2<br />6.5<br />15.3<br /><br />5.4<br />3.3<br />4.0<br />8.6 19.4<br />10.0<br />26.0<br />1.2<br />6.2<br />16.0<br /><br />5.0<br />2.8<br />3.7<br />9.5 17.0<br />13.8<br />26.2<br />1.2<br />5.9<br />15.2<br /><br />5.0<br />2.8<br />3.4<br />9.5 16.4<br />13.6<br />26.0<br />1.2<br />5.6<br />16.1<br /><br />5.4<br />2.8<br />3.4<br />9.5<br /> Sumber : BPS<br />Sektor 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 15.46 15.19 14.59 13.41 13.16 13,7 14,4<br />Pertambangan dan penggalian 8.83 8.33 8.63 10.44 10.05 11,2 11,0<br />Industri pengolahan 28.72 28.25 28.13 28.06 27.18 27,1 27,9<br />Listrik, Gas dan Air minum 0.84 0.94 0.97 0.92 1.24 0,9 O,8<br />Bangunan 6.07 6.22 6.29 6.35 7.62 7,7 8,4<br />Perdagangan, Hotel dan restoran 17.14 16.64 16.27 15.75 14.77 14,9 14,0<br />Pengangkutan dan komunikasi 5.38 5.91 6.25 6.63 6.8 6,7 6,3<br />Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 8.48 8.64 8.55 8.35 8.32 7,7 7,4<br />Jasa – jasa 9.09 9.87 10.32 10.1 9.83 10,1 9,8<br />Sumber : BPS<br />Seperti yang terlihat pada tabel diatas, laju pertumbuhan output pertanian selalu berfluktuatif dan cenderung menurun. Jika dilihat dari tabel di atas sektor industri memiliki peranan paling tinggi dalam perekonomian. Padahal dari dulu Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris, namun jika sekarang dilihat dari data PDB, justru sektor industri yang berperan lebih besar jika dibandingkan dengan pertanian.<br />Grafik 2.1<br />Distribus PDB menurut sektor (harga konstan 1993): 1993-2001 (%)<br /><br />Tabel 2.2<br />Perkembangan PDB menurut sektor, 1995-2002 (dalam persen)<br />Sektor 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2007<br />Pertanian 4.4 3.1 1.0 -0.7 2.1 1.7 2.2 3.2 4.3 4.1 2.7 5.1<br />Pertambangan & penggalian 6.7 6.3 2.1 -2.8 -1.7 2.3 2.5 1.0 -0.9 -4.6 -3.2 1<br />Industri manufaktur 10.9 11.6 5.3 -11.4 2.6 6.2 6.3 5.3 5.3 6.2 4.75 2.85<br />Listri, gas, dan air 15.9 13.6 12.4 2.6 8.2 8.8 5.8 8.9 5.9 5.9 5.6 5.9<br />Bangunan 12.9 12.8 7.4 -36.5 -1.6 6.8 5.5 5.5 6.7 8.2 4.01 4<br />Perdagangan, hotel, & restoran 7.9 8.2 5.8 -18.0 -0.4 5.7 3.4 3.9 5.3 5.8 6.35 4.05<br />Transportasi & komunikasi 8.5 8.7 7.0 -15.1 -0.7 9.4 3.8 8.4 11.6 12.7 9.1 6.65<br />Bank & keuangan 11.0 6.0 5.9 -26.6 -8.1 4.7 3.6 6.4 7.0 7.7 6.1 4.35<br />Penyewaan & real estate 3.3 3.4 3.6 -3.8 1.8 2.2 2.7 - - - - -<br />Jasa lainnya 5.2 7.8 4.7 -13.1 0.8 4..9 3.3 3.8 3.9 4.9 3.45 4.1<br />Sumber : BPS<br />Grafik 2.2<br />Perkembangan PDB menurut sektor, 1995-2005(dalam persen)<br />Seperti yang terlihat pada tabel dan grafik diatas, laju pertumbuhan output pertanian relatif kecil dibandingkan laju perumbuhan output di sektor-sektor non pertanian. Tahun 1995, output pertanian tumbuh hanya 4,4% dibandingkan 10,9% di industri manufaktur. Data BPS untuk triwulan III 2002 menunjukkan bahwa pertumbuhan output pertanian sekitar 4,01, berarti sedikit penurunan dibandingkan tahun 1995, walaupun jauh lebih baik dibandingkan laju pertumbuhan industri yang hanya sekitar 3,2%.<br /><br /><br />Target Ekspor Komoditas Pertanian<br />Potensi Ekspor<br />Dari tiga kelompok besar komoditas ekspor pertanian kita, pertumbuhan tertinggi ada pada kelompok komoditas perkembangan olahan, dimana nilai pertumbuhan ekspor rata-rata kelompok komoditas ini cukup tinggi sekitar 14 % per tahun.<br />Untuk memperoleh pangsa pasar dalam era perdagangan global yang semakin kompetitif kita perlu mencermati komoditas yang memppunyai keunggulan daya saing tinggi. Disamping itu, kita juga perlu mencermati pula potensi yang kita miliki yang secara komparatif kita mempunyai kelebihan.<br /><br /><br />Tabel 2.4<br />Matriks Komoditi Unggulan Menurut Pasar Utama<br /><br />Komoditi Pasar Pangsa Pasar Pesain utama Pesaing Potensil<br />Tanaman keras<br /><br />1. Karet EU,AS,Asia Tinggi Tahiland, Malaysia Vietnam<br />2. CPO/PKO EU,Asia,AS,Jepang Tinggi Malaysia Afrika<br />3. Kopi EU,Jepang,AS,Kanada Tinggi Brazil Vitnam<br />4. Kakao EU,AS Tinggi Pantai Gading,Ghana Negeria,Cameroon<br />5. Minyak kelapa EU Sedang Philippina --<br />6. Teh Inggris Tinggi Cina,Kenya,India Srilanka<br />7. Lada Pakistan Tinggi Brazil,India,Vietnam --<br />Perikanan<br /><br />1. Udang AS,Jepang,EU Tinggi Thailand,India,Mexico Vietnam,Ecuador<br />2. Tuna Jepang,AS,EU Tinggi Thailand Philippina<br />3. Kepiting EU,Asia Sedang Canada,Australia --<br />4.Kodok EU,Asia Sedang Malaysia,Vietnam --<br />5.Rumput Laut AS,Jepang Rendah Kore,China --<br />6.Mutiara Jepang Rendah Australia,French,Polynesia<br />Tanaman & Holtikultura<br /><br />1.Pisang AS,Jepang,EU,Canada Rendah Costa rica, Philippina Malaysia<br />2.Nenas Jepang,AS,Singapura Rendah Philippina,Costa Rica --<br />3.Manggis Asia,EU Rendah Thailand,Srilanka Thailand<br />4.Gaplek EU,Asia Rendah ahiland Vietnam<br />5.Jamur Asia Rendah China --<br />6.Kentang Singapura,Malaysia Sedang Thailand,China,Negara Maju --<br />7.Kubis Singapura,Malaysia Sedang China --<br />8.Jagung Asia,Lokal Kecil Thailan,AS,Amerika Latin --<br />Peternakan<br /><br />1.Babi Singapura,Hongkong rendah China --<br />2.Unggas Hongkong,Jepang,Rusia Rendah Negara Maju<br />3.Domba Malaysi,Timteng Rendah Negara Maju --<br />Sumber : Olahan Badan Agrobisnis<br /><br /><br />Secara garis besar, pesaing Indonesia dalam Perdagangan Internasional hasil pertanian dapat digambarkan sebagi berikut:<br />• Perkebunan : Malaysia, Vietnam, Philiphina, Afrika, Amerika Latin, dengan produk minyak sawir, minyak kelapa, kakao, kopi dan teh.<br />• Perikanan : Thailand, Taiwan, Philippina, India, dan negara-negara maju Kanada, dengan produk-produk udang dan ikan tuna.<br />• Holtikulutura : Thailand, Philippina, Malaysia, China, Asia Selatan, Amerika latin, AS, Australia, Selandia Baru, Eropa, Untuk holtikultura tropis, Thailand an Malaysia khususnya pisang, mangga, manggis, nenas, jamur.<br />Adapun pesaing potensial Indonesia selama 5 tahhun ke depan:<br />• Perkebunan : Vietnam dan Kamboja<br />• Perikanan : Philippina, Thailand, India Vietnam<br />• Holtikultua : Vietnam, Asia Selatan, Sri Lanka, Pakistan , Australia.<br /><br />Strategi Pengembangan Agrobisnis<br />Untuk mendukung peran agrobisnis sebagai lokomotif untuk pemulihan ekonomi nasional, maka strategi yang perlu segera dikembangkan adalah mempercepat transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern yang tangguh dan berwawasan lingkungan serta didukung oleh semua pihak . sebagai langkah awal adalah menetapkan agro bisnis dan agroindustri sebagai primadona pembangunan ekonomi dengan prioritas paling tinggi . Khusus untuk mempercepat perolehan devisa dari ekspor agrobisnis, peningkatan efisiensi pengelolaan komoditas unggulan ekspor disertai dengan upaya peningkatan dan perluasan pemasaran ekspor secara proaktif.<br />Selain itu kebijakan pro ekspor harus ditempuh dengan meniadakan hambaatan-hambatan dagang (pajak ekspor, panjangnya prosedur ekspor, modal kerja) sehingga produk-produk ekspor kita semakin kompetitif. Selain iytu peran perguruan tinggi dan instansi peneliian dan pengembangan perlu ditingkatkan dengan focus dan lebih inovatif untuk menunjang pengemnbangan agrobisnis. Dari segi makro, dukungan kebijakan nilai tukar mata uang yang wajar serta tingkat bunga pinjaman yang atraktif untuk agrobisnis harus diperjuangkan. Untuk komoditi TPH dan peternakan hanya sebagian komoditi kita yang berorientasi ekspor dengan pasar yang terbatas. Strategi untuk kedua sub-sektor ini adalah peningkatan produktivitas diiringi oleh perbaikan mutu . masalah dukungan transpotrtasi khususnya untuk produk holtikultura perlu segera dipecahkan dengan intansi terkait lainnya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Grafik 2.3<br />Nilai Ekspor Komoditas Pertanian dan Pertumbuhannya<br /><br /><br />Sedangkan jika di lihat di data lain, di dapat table di bawah ini :<br /><br />Tabel 2.6<br />Ekspor Non Migas Indonesia tahun 2005-2008<br />(Juta USS)<br />Periode Hasil Sektor Pertanian Hasil Sektor Industri Hasil Sektor Tambang Jumlah<br />2005 Triwulan I 675.00 4.34% 13251.10 85.29% 1611.20 10.37% 15537.30<br />Triwulan II 676.20 4.13% 13858.50 84.60% 1846.00 11.27% 16380.70<br />Triwulan III 777.70 4.63% 13988.70 83.22% 2042.00 12.15% 16808.40<br />Triwulan IV 751.40 4.24% 14495.40 81.89% 2455.30 13.87% 17702.10<br />2006 Triwulan I 757.40 4.38% 14370.00 83.05% 2175.10 12.57% 17302.50<br />Triwulan II 803.50 4.19% 15961.00 83.17% 2427.40 12.65% 19191.90<br />Triwulan III 971.70 4.64% 17334.30 82.71% 2652.40 12.66% 20958.40<br />Triwulan IV 832.30 3.78% 17358.60 78.86% 3820.40 17.36% 22011.30<br />2007 Triwulan I 740.20 3.52% 17140.30 81.55% 3137.10 14.93% 21017.60<br />Triwulan II 838.90 3.63% 19204.80 83.06% 3078.90 13.32% 23122.60<br />Triwulan III 1049.40 4.49% 19374.50 82.83% 2967.30 12.69% 23391.20<br />Triwulan IV 1029.30 4.20% 20741.20 84.72% 2710.40 11.07% 24480.90<br />2008 Triwulan I 959.30 3.64% 22410.30 85.04% 2984.20 11.32% 26353.80<br />Triwulan II 1239.90 4.44% 23065.30 82.53% 3643.80 13.04% 27949.00<br />Triwulan III 1290.50 4.45% 23474.30 81.01% 4212.60 14.54% 28977.40<br />Triwulan IV 1094.90 4.45% 19443.60 78.99% 4075.70 16.56% 24614.20<br />Jumlah 14487.60 4.19% 285471.90 82.55% 45839.80 13.26% 345799.30<br />Sumber : BPS, diolah<br />Grafik 2.4<br />PDB dilihat dari sector Pertanian, Industri dan Tambang<br />Perbandingan Kontribusi Sektor Pertanian Dibandingkan Dua Sektor Lainnya Terhadap Ekspor Dari tabel diatas, kita dapat melihat dengan jelas bahwa ekspor produk pertanian adalah yang paling kecil dibandingkan ekspor produk non migas lainnya, seperti produk sektor industri dan tambang. Selain itu, persentase perkembangannya selalu berfluktuatif dan pada tahun 2008 triwulan ke-IV malah terjadi penurunan.<br />Pertumbuhan dan Diversivikasi Ekspor<br />Komoditas pertanian Indonesia yang diekspor cukup bervariasi mulai dari getah karet, lopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Selama 1993-2001, nilai X total dari komoditas-komoditas ini rata-rata per tahun hampir mencapai 3 miliar dolar AS. Diantara komoditas-komoditas tersebut, yang paling besar nilai ekspornya adalah udang dengan rata-rata sedikit diatas satu miliar dollar AS selamaperiode yang sama. Udang memang merupakan komoditas perikanan terpenting dalam X hasil perikanan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga mengekspor hasil perikanan bukan bahan makanan seperti rumput laut, mutiara, dan ikan hias.<br /><br /><br />Tabel 2.7<br />Nilai ekspor pertanian: 1993-2001 (juta dolar AS)*<br />Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001<br />Getah karet<br />Kopi<br />Udang (segar, beku)<br />The<br />Rempah-rempah<br />Tembakau<br />Biji cokelat<br />Ikan<br />biji-bijian<br />mutiara<br />damar<br />sayur-sayuran<br />buah-buahan<br />lainnya<br />total 44<br />320<br />872<br />156<br />132<br />66<br />166<br />445<br />9<br />17<br />21<br />47<br />62<br />288<br />2.644 42<br />697<br />1.005<br />89<br />137<br />46<br />214<br />329<br />9<br />21<br />27<br />48<br />29<br />124<br />2.818 42<br />596<br />1.052<br />85<br />214<br />49<br />225<br />372<br />12<br />12<br />29<br />43<br />30<br />148<br />2.889 46<br />589<br />1.026<br />109<br />158<br />75<br />263<br />375<br />8<br />12<br />37<br />39<br />48<br />138<br />1.913 32<br />504<br />1.008<br />85<br />235<br />91<br />295<br />381<br />8<br />15<br />34<br />24<br />47<br />375<br />3.133 19<br />579<br />1.007<br />108<br />278<br />133<br />383<br />358<br />11<br />23<br />16<br />16<br />42<br />704<br />3.654 11<br />459<br />888<br />92<br />374<br />79<br />296<br />403<br />6<br />21<br />22<br />28<br />78<br />247<br />2.902 8<br />312<br />1.003<br />108<br />315<br />64<br />236<br />359<br />8<br />26<br />25<br />28<br />56<br />164<br />2.709 8<br />183<br />940<br />95<br />174<br />81<br />277<br />399<br />5<br />25<br />18<br />30<br />32<br />214<br />2.439<br />Keterangan * : dibulatkan<br />Sumber : BPS<br />Grafik 4<br />Nilai ekspor pertanian: 1993-2001 (juta dolar AS)*<br /><br /><br />Tabel 2.8<br />Perkembangan nilai ekspor hasil perikanan: 1994-2000 (juta dolar AS)*<br />Sektor 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 %**<br />Bahan makanan<br />- udang<br />- tuna/ckl<br />- lainnya<br />bahan bukan makanan<br />- rumput laut<br />- mutiara<br />- ikan hias<br />- lainnya<br />jumlah 1.603<br />1.010<br />182<br />411<br /><br />76<br />9<br />21<br />9<br />37<br />1.697 1.697<br />1.037<br />213<br />447<br /><br />67<br />16<br />12<br />10<br />30<br />1.764 1.713<br />1.018<br />193<br />503<br /><br />72<br />19<br />12<br />9<br />33<br />1.786 1.646<br />1.011<br />189<br />446<br /><br />40<br />11<br />15<br />3<br />11<br />1.686 1.643<br />1.012<br />215<br />416<br /><br />56<br />10<br />23<br />1<br />22<br />1.699 1.543<br />889<br />189<br />464<br /><br />62<br />16<br />20<br />10<br />15<br />1.605 1.648<br />973<br />190<br />485<br /><br />92<br />25<br />21<br />10<br />35<br />1.739 0.57<br />-0.40<br />1.22<br />3.22<br /><br />8.33<br />27.46<br />4.61<br />105.40<br />20.74<br />0.72<br />Keterangan * : dibulatkan<br /> **: Persentase perkembangan pertahun<br />Sumber : BPS<br />Namun dilihat dalam total Σ nasional, kontribusi pertanian terhadap pembentukkan jumlah Σ nasional sangat kecil. Pada tahun 2002 hanya 4.47% dibandingkan besarnya sumbangan dari industri manufaktur yang mencapai hampir 69.0%. pangsa ini sedikit meningkat dibandingkan Januari-Mei 2001. selama Januari-Mei 2001, nilai Σ pertanian tercatat sekitar 991.2 juta dolar AS, dan untuk periode yang sama tahun 2002 naik menjadi 995.0 juta dolar AS. Namun, ini tidak berarti peran pertanian dalam pertumbuhan Σ nasional, khususnya non migas sangat kecil. Sebaliknya, sektor ini punya peran besar secara tidak langsung, yaitu dari Σ lewat industri manufaktur, sejak output dari industrimanufaktur Indonesia didomonasi oleh produk-produk berbasis pertanian seperti makanan dan minuman dan produk-produk kulit, bumbu, dan rotan.<br /><br /><br />Grafik 2.5<br />Perkembangan nilai ekspor hasil perikanan: 1994-2000 (juta dolar AS)*<br /><br /><br />Tabel 2.9<br />Nilai ekspor Industri menurut sektor: Januari-Mei 2001 dan 2002<br />Uraian Nilai (juta dolar AS) % perubahan Jan-Mei % peran thp total<br />Jan-Mei 2001 Jan-Mei 2002 2002 thp 2001 Ekspor jan-Mei 2002<br />Total ekspor<br />- migas<br />- non migas<br />- pertanian<br />- industri<br />- pertambangan dan lainnya 24.503,2<br />5.906,4<br />18.596,8<br />991,2<br />16.009,3<br /><br />1.596,3 22.285,2<br />4.689,3<br />17.595,9<br />995,0<br />15.312,2<br /><br />1.288,7 -9,05<br />-20,61<br />-5,38<br />0,38<br />-4,35<br /><br />-17,27 100,00<br />21,04<br />78,96<br />4,47<br />68,71<br /><br />5,78<br />Sumber : BPS<br />Struktur Σ ini memang sesuai prediksi dari teori pembangunan ekonomi yang hipotesisnya adalah bahwa dalam suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, semakin tinggi pendapatan perkapita, semakin kecil peran dari sektor-sektor sekunder, seperti industri manufaktur dan sektor-sektor tersier di dalam ekonomi. Peran ini bisa dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukkan PDB dan Σ total. Semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi (yang terefleksi dengan semkin tingginya pendapatan perkapita), semakin penting peran tidak langsung dari sektor pertanian, yaitu sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.<br />Grafik 2.6<br />Nilai ekspor Industri menurut sektor: Januari-Mei 2001 dan 2002<br /><br />Perbandingan Ekspor-Impor Produk Pertanian di Indonesia<br />Indonesia sebagai negara agraris, tidak hanya mengekspor produk-produk pertaniannya. Tetapi Indonesiapun mengimpor produk pertanian ini dari luar negeri. Kita dapat melihat perbandingan antara ekspor dan impor produk pertanian di Indonesia pada tabel di bawah ini:<br />Tabel 2.10<br />Neraca Ekspor-Impor Produk Pertanian (Segar dan Olahan) Tahun 1995 - 2003<br />Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta USD)<br />Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca<br />1995 5,7 11,1 (5,4) 4607,5 4623,6 (16,2)<br />1996 7,5 11,9 (4,4) 5194,3 5579,6 (385,3)<br />1997 7,9 9,9 (2,0) 5549,9 3756,2 1136,7<br />1998 6,8 10,2 (3,4) 4468,4 1888,0 712,2<br />1999 8,8 14,7 (5,8) 4696,6 4474,2 222,6<br />2000 9,5 13,5 (4,0) 4500,3 4034,2 466,1<br />2001 9,6 11,6 (2,0) 3696,6 3972,2 (275,5)<br />2002 11,6 13,6 (2,0) 5518,3 4007,2 1511,1<br />2003 11,6 13,5 (1,9) 6417,5 4269,7 2147,8,<br />Rata-rata 1995-1997 7,0 10,9 (3,9) 5117,2 4872,2 245,1<br />Rata-rata 1998-1999 7,8 12,4 ( 4,6 ) 4582,6 4115,2 467,4<br />Rata-rata 2000-2003 10,6 13,0 (2,4) 5033,2 4070,8 962,4<br />Sumber Data: BPS diolah Subdit PI PPH Tan Pangan<br />Dari data diatas kita dapat melihat bahwa impor produk pertanian Indonesia selalu lebih besar daripada ekspornya jika dilihat dari kuantitasnya. Baik itu sebelum krisis (1995-1997), pada saat krisis (1998-1999), maupun setelah krisis (2000-2003). Selisih terbesar terjadi pada saat krisis, dimana pada saat itu volume ekspor hanya sebesar 7,8 juta ton sedangkan volume impornya mencapai 12,4 juta ton atau terdapat selisih sebesar 4,6 juta ton Tetapi jika dilihat dari nilainya, maka nilai impor lebih besar dari nilai ekspor hanya pada tahun 1995 dan 1996. selanjutnya dari tahun 1997-2003, nilai ekspor selalu lebih besar dari nilai impor.<br />Subsektor Tanaman Pangan<br />Subsektor tanaman pangan merupakan satu-satunya subsektor yang belum berorientasi ekspor. Fokus peningkatan produktivitas komoditas tanaman pangan lebih diarahkan pada penguatan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri. Karena itu dalam perdagangan internasional penekanan pada bagaimana meningkatkan produksi, diversivikasi produk khususnya untuk produk substitusi impor.<br />Tabel 2.11<br />Neraca Ekspor-Impor Produk Tanaman Pangan (Juta Ton dan juta USD)<br />Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta USD)<br />Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca<br />1995 1,1 9,0 (7,9) 162,7 2152,0 (1978,3)<br />1996 1,4 8,9 (7,5) 170,1 2674,0 (2503,9)<br />1997 0,7 7,0 (6,3) 113,1 1772,0 (1658,9)<br />1998 1,4 7,9 (6,5) 167,3 1888,0 (1720,7)<br />1999 0,9 10,9 (10,0) 97,2 2429,0 (2331,8)<br />2000 0,5 9,7 (9,2) 63,0 1736,0 (1673,0)<br />2001 0,7 7,8 (7,1) 83,7 1407,0 (1323,3)<br />2002 0,6 10,6 (10,0) 75,6 1838,0 (1762,2)<br />2003 0,8 9,9 (9,1) 218,9 2045,2 (1826,03)<br />Rata-rata<br />1995-1997 1,06 8,3 (7,2) 148,6 2199,3 (2050,7)<br />Rata-rata<br />1998-1999 1,2 9,4 (8,25) 132,3 2158,5 (2026,3)<br />Rata-rata<br />2000-2003 0,65 9,5 (8,85) 110,3 1756,6 (1646,1)<br />Sumber Data: BPS diolah Subdit PI PPH Tan Pangan<br />Ketergantungan pada impor yang tinggi dan ekspor yang masih minimal secara terus menerus mengakibatkan neraca perdagangan mengalami defisit. Sebelum masa krisis, volume ekspor produk tanaman pangan rata-rata mencapai 1,06 juta ton/tahun. Sedangkan di masa krisis meningkat menjadi sekitar 1,2 juta ton/tahun, dan di masa pasca krisis ini volume ekspor hanya mencapai 0,65 juta ton/tahun.<br />Volume impor tanaman pangan jauh lebih tinggi dibanding ekspornya. Dilihat dari tahun 1995-2003 tren volume impor meningkat, sedangkan ekspor selama tahun tersebut stagnan sampai cenderung menurun. Dengan demikian neraca volume perdagangan produk tanaman pangan juga terus mengalami defisit, dimana pada tahun 1995 sebesar 7,9 juta ton hingga pada tahun 2003 defisit mencapai 9,1 juta ton. Defisit tertinggi terjadi pada tahun 1999 dan 2002 yang mencapai 10,0 juta ton.<br />Dari sisi nilai ekspor-impor produk tanaman pangan, dari tahun 1995 -2003 nilai impor jauh lebih tinggi dibanding nilai impor. Tren nilai ekspor cenderung stagnan, sedangkan nilai impor dari tahun 1995 – 2003 cenderung menurun walaupun secara volume cenderung meningkat.<br />Nilai impor tertinggi terjadi pada tahun 1996 dimana mencapai USD 2674 juta, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu USD 1407 juta. Disisi ekspor, nilai ekspor selama tahun 1995 – 2003 hanya berkisar USD 63 juta hingga USD 218,9 juta.<br />Defisit nilai perdagangan tanaman pangan terendah terjadi pada tahun 1996 yaitu mencapai USD –2503,9 juta. Walaupun defisit perdagangan di tahun 2000-2001 semakin membaik, namun di tahun selanjutnya merosot lagi. Kondisi ini terjadi karena memang pada tahun tersebut (2002-2003) jumlah impor produk tanaman pangan mengalami peningkatan.<br />Impor pangan yang menyerap dana terbesar berasal dari beras dan gandum, kemudian disusul oleh kedelai dan jagung. Upaya peningkatan kinerja ekspor untuk menambah devisa negara dari subsektor ini diperkirakan hanya dapat diharapkan dari komoditas seperti jagung (termasuk komoditas pangan strategis), ubi kayu, dan ubi jalar (neraca perdagangan selalu surplus tapi nilainya kecil). Oleh sebab itu, program peningkatan produktivitas subsektor tanaman pangan diarahkan tidak hanya untuk komoditas pangan strategis tetapi juga komoditas potensial ekspor.<br /><br />Subsektor Perkebunan<br /><br />Tabel 2.12<br />Neraca Ekspor-Impor Produk Perkebunan (Segar dan Olahan)<br />Periode 1995-2003 (Juta Ton dan juta USD)<br />Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta USD)<br />Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca<br />1995 4,1 1,2 2,9 4183 1377 2806<br />1996 5,4 2 3,4 4658 1710 2948<br />1997 6,8 1,9 4,9 5180 1522 3657<br />1998 5,1 1,7 3,5 4079 1247 2832<br />1999 7,2 2,9 4,2 4092 1427 2665<br />2000 8,3 2,4 5,9 3887 1257 2629<br />2001 8,4 2,4 6 3148 1551 1597<br />2002 10,5 1,7 8,8 5024 1198 3827<br />2003 10,4 2,2 8,2 5771 1198 4573<br />Rata-rata<br />1995-1997 5,4 1,7 3,7 4673,7 1536,3 3137,4<br />Rata-rata<br />1998-1999 6,2 2,3 3,9 4085,5 1337 2748,5<br />Rata-rata<br />2000-2003 9,4 2,2 7,2 4457,5 1301 3156,5<br />Sumber Data: BPS diolah oleh Subdit PI PPH Bun<br />Selama ini ekspor hasil pertanian sebagian besar merupakan ekspor hasil perkebunan primer. Dalam jangka panjang, pengembangan ekspor sektor pertanian difokuskan kepada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah lebih besar bagi perekonomian nasional. Sejalan dengan rencana tersebut, maka pengembangan agroindustri mutlak diperlukan yang pada gilirannya akan mendukung upaya pengembangan ekspor sektor pertanian.<br />Trend volume ekspor komoditas perkebunan dari tahun 1995 hingga 2003 cenderung meningkat. Sedangkan dari sisi impor, volume impor jauh lebih sedikit dan cenderung stagnan. Volume ekspor produk perkebunan mencapai posisi tertinggi di tahun 2002 yaitu sebesar 10,5 juta ton. Sedangkan impor tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 2,9 juta ton.<br />Tren ekspor perkebunan yang terus meningkat ini, memberikan gambaran bahwa produk perkebunan kita telah mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Subsektor inilah dari sektor pertanian yang mampu memberikan surplus perdagangan yang sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari data, dimana pada tahun 1995 neraca perdagangan hanya mencapai USD 2806 juta, terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2003 mencapai USD 4573 juta.<br />Total neraca perdagangan produk perkebunan dari tahun ke tahun selalu surplus, di atas US$ 2600 juta, kecuali pada tahun 2001 di bawah US$ 2000 juta (karena harga produk nilainya jauh di bawah trend). Sejak tahun 1995, secara konsisten volume ekspor produk perkebunan terus mengalami peningkatan, namun karena harga produk perkebunan di pasar dunia mengalami penurunan, maka peningkatan volume ekspor tersebut tidak terefleksi secara nyata pada nilai ekspor. Kondisi ini secara nyata terlihat misalnya dari volume ekspor yang rata-rata hanya 5,4 juta ton pada periode 1995-1997 nilainya mencapai US$ 4673 juta sementara dengan volume ekspor 6,2 juta ton dan 9,4 juta ton masing-masing pada periode 1998-1999 dan 2000-2003 hanya mencapai nilai sebesar US$ 4085 juta dan US$ 4457 juta.<br />Nilai ekspor komoditas perkebunan yang selalu jauh lebih tinggi dari nilai impor merupakan andalan sektor pertanian untuk menutupi devisa yang dikeluarkan untuk menutupi kekurangan biaya impor komoditas pertanian lainnya (baik tanaman pangan, hortikultura, maupun peternakan). Devisa dari ekspor komoditas perkebunan bahkan masih mampu memberikan nilai neraca perdagangan seluruh sektor pertanian yang positif.<br />Subsektor Peternakan<br /><br />Tabel 2.13<br />Neraca Ekspor-Impor Produk Peternakan (Segar dan Olahan)<br />Periode 1995-2003 (Juta Ton dan juta USD)<br />Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta USD)<br />Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca<br />1995 0,07 0,60 (0,53) 91,25 904,43 (813,18)<br />1996 0,15 0,66 (0,51) 128,73 963,24 (834,51)<br />1997 0,12 1,9 115,74 860,98 (745,24) 6,8<br />1998 0,09 0,32 (0,23) 144,17 499,61 (355,44)<br />1999 0,08 0,45 (0,37) 151,46 477,64 (326,19)<br />2000 0,17 0,79 (0,62) 253,51 788,30 (534,79)<br />2001 0,16 0,75 (0,59.) 295,83 759,47 (463,64)<br />2002 0,09 0,73 (0,64) 213,53 636,71 (423,18)<br />2003 0,12 0,77 (0,65) 222,53 693,51 (470,99)<br />Rata-rata<br />1995-1997 0,11 0,63 (0,52) 111,91 909,55 (797,65)<br />Rata-rata<br />1998-2000 0,11 0,52 (0,41)<br />183,05 588,52<br />(405,47)<br />Rata-rata<br />2001-2003 0,12 0,75 (0,62) 243,96 696,56 (452,60)<br /><br />Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS), diolah Subdit Peternakan<br />Neraca perdagangan komoditas peternakan selalu defisit dari tahun ke tahun pada periode 1995-2003, namun tren menujukkan pengurangan nilai defisit perdagangan. Demikian halnya dengan nilai impor komoditas peternakan, meskipun masih tinggi tetapi trend nilai impor menunjukkan penurunan. Hingga saat ini subsektor peternakan belum mampu menyumbangkan secara signifikan devisa negara, hal ini terlihat dari tren ekspor yang cenderung stagnan, tidak menunjukkan peningkatan yang berarti (Gambar 7). Namun demikian, terdapat peluang meningkatkan pasokan dalam negeri (daging ayam, susu dan telur) yang dapat mengurangi impor bahkan meningkatkan ekspor khususnya untuk daging ayam dan daging babi.<br />Nilai ekspor komoditas peternakan meningkat dari US$ 111 juta pada masa sebelum krisis (1995-1997) menjadi US$ 183 juta pada masa krisis (1998-1999), dan semakin meningkat pada masa pasca krisis (2000-2003) menjadi US$ 244 juta. Sedangkan nilai impor sangat fluktuatif menurun dari US$ 909 juta pada masa sebelum krisis, turun menjadi US$ 588 juta pada masa krisis, dan meningkat kembali menjadi US$ 696 juta pada masa setelah krisis. Oleh sebab itu walaupun defisit, neraca perdagangan menunjukkan peningkatan dari minus US$ 797 juta pada masa sebelum krisis menjadi minus US$ 405 juta pada masa krisis, dan menurun kembali menjadi minus US$ 452 juta pada masa setelah krisis.<br />Subsektor Holtikultura<br /><br />Tabel 9<br />Neraca Ekspor- Impor Produk Hortikultura<br />Periode 1995-2003 (Juta Ton dan juta USD)<br />Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta USD)<br />Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca<br />1995 0,4 0,3 0,1 170,5 190,2 (19,7)<br />1996 0,5 0,3 0,2 237,5 232,4 5<br />1997 0,3 0,4 -0,08 141,1 258,3 (117,2)<br />1998 0,2 0,3 -0,09 77,9 121,6 (43,7)<br />1999 0,6 0,4 0,2 356,2 140,6 215,6<br />2000 0,5 0,6 -0,03 296,8 252,9 43,9<br />2001 0,3 0,6 -0,3 169,1 254,7 (85,7)<br />2002 0,4 0,6 -0,2 205,2 334,5 (129,3)<br />2003 0,3 0,6 -0,3 205,1 333,18 (128,09)<br />Rata-rata<br />1995-1997 0,4 0,33 0,07 183,03 226,97 (43,97)<br />Rata-rata<br />1998-1999 0,4 0,35 0,05 217,05 131,10 85,95<br />Rata-rata<br />2000-2003 0,4 0,6 -0,20 219,05 293,8 (74,80)<br />Sumber Data: BPS diolah Subdit PI PPH Hortikultura<br />Perkembangan ekspor dan impor komoditas hortikultura dari tahun 1995 – 2003 sangat fluktuatif. Hingga tahun 1999 ekspor lebih tinggi dari impor, namun setelah itu impor melebihi ekspor. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1999 dimana mencapai 0,6 juta ton, dimana sempat merosot tahun sebelumnya hingga hanya mencapai 0,2 juta ton. Rendahnya ekspor tahun sebelumnya itu (1998) merupakan akibatkan krisis ekonomi yang sempat mengejutkan eksportir produk hortikultura, namun tahun berikutnya krisis ini malah menjadi peluang yang dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku eksportir dimana mampu memperoleh keuntungan yang sangat besar akibat penguatan nilai mata uang asing terhadap rupiah. Namun kondisi ini kembali ke keseimbangan ekspor semula, dimana pasar hortikultura di dalam negeri mulai membaik setelah pasca krisis, sehingga berdampak terkoreksinya volume ekspor.<br />Demikian juga dengan melihat tren impor hortikultura, dimana pada pada awal krisis yaitu tahun 1998 sempat menurun. Namun dengan perkembangan perekonomian konsumen yang semakin membaik dan meningkatnya preferensi konsumen terhadap produk impor, sehingga dari tahun 1999 impor terus menanjak hingga tahun 2000 sampai sekarang stabil di kisaran 0,6 juta ton/tahun.<br />Dengan melihat neraca nilai ekspor-impor, maka neraca perdagangan produk hortikultura ini pernah mengalami surplus yang sangat tinggi yaitu pada tahun 1999, mencapai USD 215 juta. Namun setelah itu nilai neraca perdagangan terus mengalami penurunan sampai sehingga defisit mulai tahun 2001<br /><br />C. Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Indonesia<br />Di Indonesia pertanian memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Seperti yang telah kita ketahui bahwa SDA Indonesia memang cocok untuk lahan pertanian.<br />Bila dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup tinggi, hal ini menunjukan peranan sektor pertanian terhadap PDB yang juga memiliki peranan penting sama halnya dengan sektor -sektor lain yang juga turut berperan dalam laju pertumbuhan PDB tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:<br />Tabel 2.10<br />Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap PDB (milyar) Atas Dasar Harga BerlakuTahun 1995- April 2006<br />Tahun<br />Tanaman pangan<br />Perkebunan<br />Peternakan<br />Kehutanan<br />Perikanan<br />PDB<br />Sektor Pertanian<br /><br />1995<br />32.851,5<br />9.918,3<br />6.719,8<br />6.303,6<br />5.973,6<br />61.766,8<br /><br />1996<br />32.959,3<br />10.287,9<br />7.013,8<br />6.412,3<br />6.263,9<br />62.937,7<br /><br />1997<br />51.561,6<br />16.389,2<br />11.688,1<br />9.633,4<br />10.878,1<br />100.150,4<br /><br />1998<br />88.546,1<br />36.377,0<br />19.743,3<br />19.294,7<br />22.521,7<br />186.482,8<br /><br />1999<br />33.768,8<br />11.463,9<br />6.869,0<br />6.125,0<br />7.134,5<br />65.361,5<br /><br />2000<br />111.324,0<br />31.720,4<br />25.627,4<br />17.215,1<br />30.944,6<br />216.831,3<br /><br />2001<br />137.751,9<br />36.758,<br />34.284,9<br />17.594,5<br />36.937,9<br />263.327,8<br /><br />2002<br />153.666,0<br />43.956,4<br />41.328,9<br />18.875,7<br />4 1 .049,7<br />298.876,8<br /><br />2003<br />157.648,8<br />46.753,8<br />37.354,2<br />18.414,6<br />45.612,1<br />305.783,5<br /><br />2004<br />165.558,2<br />51.590,6<br />40.634,7<br />19.678,3<br />54.091,2<br />331.553,0<br /><br />2005<br />183.581,2<br />57.733,0<br />43,123,5<br />21.450<br />59.631,9<br />365.559,6<br /><br />2006<br />61.719,3<br />9.330,2<br />11.357,7<br />4.928,3<br />14.901,5<br />102.237,0<br /><br />Sumber: Statistik ekonomi keuangan Indonesia (BI) laporan lembaga keuangan.<br />Tahun 1995-1997 hasil pertanian mengalami kenaikan, begitu pula pada produksi domestik bruto (PDB). Hal ini dikarenakan pada saat itu pembangunan diorientasikan pada pertanian. Isi repelita tersebut mencakup upaya-upaya yang tujuannya untuk meningkatkan produksi dan memperluas penganakeragaman pertanian akan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri dan untuk memperbesar ekspor, meningkatkan pendapatan dan mendorong perluasan serta pemerataan tenaga kerja.<br />Namun, pada tahun 1998 hasil sektor pertanian masih mengalami kenaikan Bila dianalisis lebih lanjut tahun 1998 kenaikan PDB dipengaruhi pula clengan laju inflasi yang cukup tinggi sebesar 77,6 %. Hal terburuk yang terjadi pada tahun 1999 ditandai dengan penurunan baik hasil sektor pertanian maupun PDB mengalami penurunan yang sangat drastis daripada tahun-tahun sebeiumnya. Sedangkari pada tahun 2000-2005 PDB sektor pertanian ini memang mengalami kenaikan yang cukup baik, pada tahun 2000 PDB naik menjadi 216.831,3 milyar.<br />Grafik 2.7<br />Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap PDB (milyar) Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1995- April 2006<br /><br />Secara singkat sumbangan sektor pertanian terhadap PDB apabila di persentasikan adalah sebagai berikut:<br />Tabel 2.11<br />Persentase Perkembangan Sumbangan Sektor Pertanian Tahun 1995-2006<br />Tahun<br />Persentase Sumbangan PDB<br /><br />1995<br />13,65<br /><br />1996<br />11,89<br /><br />1997<br />9,99<br />1998<br />19,51<br /><br />1999<br />5,94<br /><br />2000<br />17,14<br /><br />2001<br />15,63<br /><br />2002<br />16,04<br /><br />2003<br />14,31<br /><br />2004<br />15,21<br /><br />2005<br />16,60<br /><br />2006<br />19,39<br /><br /><br />Berdasarkan data diatas secara grafis perseritase kontribusi sektor pertanian tersebut terhadap PDB lahun 3995-2006 adalah sebagai berikut:<br /><br />Grafik 2.8<br />Persentase Sumbangan sektor Pertanian pada PDB<br />tahun 1995-2006<br /><br />Namun sejak Indonesia mencoba untuk menggeser sektor pertanian dengan sektor industri nampaknya sektor pertanian mulai dianaktirikan sehingga peranannya pun dianggap mulai menurun. Dalam hal ini yang lebih dominan diperhatikan dalam perekonomian Indonesia adalah sektor industri. Padahal apabila dikaji lebih dalam sebenarnya kedua sektor tersebut yaitu sektor pertanian dan sektor industri memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi pertanian merupakan penyedia bahan-bahan mentah atau bahan baku untuk berbagai kegiatan industri, sedangkan sektor industri juga dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor pertanian, misalnya dengan menciptakan alat-alat bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat proses panen pada sektor pertanian atau untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian.<br />Sedangkan berdasarkan analisis klasik dari Kuznets (1964), bahwa pertanian dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dan memiliki empat bentuk kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut (Dr. Tulus TH Timbunan : 197-198), yaitu sebagai berikut:<br /> Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang continue mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari segi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (musalnya industri makana dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.<br /> Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperans sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.<br /> Sebagai suatu sumber modal untuk investai di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, menurut teori penawaran tenaga kerja (labour/L) tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus , bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi trnsfer surplus L dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi sektor-sektor produksi.<br /> Sebagai sumber pentingbagi surplus neraca perdagangan (*sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri dalam menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.<br />1. Kontribusi Produk<br />Seperti yang telah dijelaskan sebelurnnya bahwa sektor-sektor ekonomi lain sangat tergantung pada produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk suatu kelangsungan pertumbuhan suplai makanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, melainkan juga untuk penyediaan bahan baku yang digunakan oleh sektor industri manufaktur, seperti industri tekstil, industri barang-barang dari kulit, dan industri makanan dan minuman. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk<br />Kontibusi produk dari pertanian dapat dilihat dari relasi antara pertumbuhan pangsa PDB dari sektor tersebul dengan pangsa awalnya dan laju pertumbuhan relative dari produk-produk neto pertanian dan non pertanian. Jika Pa = neto pertanian, Pn = produk neto non pertanian, dan P = total produk nasional yang membentuk PDB, maka relasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Ghatak dan Ingersent, 1984)<br /><br /><br />Di dalam sistem ekonomi terbuka, besarnya kontribusi produk dari sektor pertanian, baik lewat pasar maupun lewat keterkaitan produksi dengan sektor-sektor nonpertanian, misalnya industri manufaktir, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sektor itu sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar (tingkat daya saingnya).<br />2. Kontribusi Pasar<br />Karena pengaruh agraris yang sangat kuat dari ekonomi selama tahap awal proses pcmbangunan ekonomi, populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar dalam pasar domestik untuk produk-produk industri dalam negeri, termasuk pasar untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumsi. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.<br />Negara Indonesia sebagai Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian yang besar, merupakan sumber yang sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik baik pada sektor pertanian itu sendiri maupun bagi sektor-sektor nonpertanian, khususnya industri manufaktur, pengeluaran petani untuk produk-produk industri, baik barang-barang konsumsi maupun barang-barang produsen, memperlihatkan suatu aspek kontribusi pasar dari sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi.<br />Peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya telah diversifikasi dan pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian sangat tergantung pada dua faktor penting, yaitu:<br />Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri, tetapi juga barang-barang impor. Di dalam system ekonomi tertutup, kebutuhan petani akan barang-barang non makanan mau tidak mau harus dipenuhi oleh industri di dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), perkembangan dan pertumbuhan industri domestik akan lebih terjamin dengan system ekonomi tertutup. Dan sebaliknya, dalam system ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang-barang impor serupa. Hal ini menuntut berbagai pihak untuk dapat menghadapi persaingan ini.<br />Kedua, jenis teknologi yang digunakan di sektor pertanian yang menetukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi dari sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produsen dari sektor pertanian yang masih tradisional lebih kecil (baik dalam jumlah maupun komposisinya menurut jenis barang) dibandingkan permintaan dari sektor pertanian yang sudah modern.<br />3. Kontribusi Faktor-faktor Produksi<br />Ada dua faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume produksi (produktivitas) di sektor pertanian..<br />Pertama adalah tenaga kerja, dalam teori Arthur Lewis dikatakan bahwa pada saat pertanian mengalami surplus tenaga kerja (dimana marginal produk dari tenaga kerja mendekati atau sama dengan nol) yang menyebabkan tingkat produktivitas alau pendapatan riil per pekerja di sektor tersebut rendah, akan terjadi transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Sebagai dampaknya kapasitas dan volume produksi di sektor industri meningkat.<br />Kedua adalah modal. Dalam hal ini sektor pertanian bisa menjadi salah satu sumber modal bagi investasi sektor lain.<br />Semakin tinggi harga produk pertanian, akan semakin besar suplai produknya. Demikian juga, semakin tinggi volume output pertanian yang diproduksi, semakin tinggi output yang dipasarkan.<br />Agar peranan sektor pertanian dapat direlisasikan, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi terlebih dahulu :<br />1. petani harus menjual sebagian dari outputnya keluar sektornya atau dengan perkataan lain harus ada market surplus dari produk pertanian.<br />2. petani harus merupakan net savers, yakni pengeluaran mereka untuk konsumsi harus lebih kecil daripada produksi mereka.<br />3. tabungan para petani harus lebih besar daripada kebutuhan investasi di sektor pertanian.<br />Untuk mendapatkan market surplus, kinerja sektor pertanian itu sendiri harus baik, dalam arti bisa menghasilkan surplus. Faktor terakhir ini sangat ditentukan oleh kekuatan sisi suplainya (teknologi, infrastruktur, dan sumber daya manusia) dan dari sisi permintaan (pasar) oleh nilai tukar antar produk pertanian dan produk nonpertanian, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.<br />4. Kontribusi Devisa<br />Sektor pertanian mampu berperan sebagai sumber penting bagi surplusnya neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau dengan ekspansi produksi dari komoditi-komoditi pertanian yang menggantikan impor (subtitusi impor). Disebut kontribusi devisa.<br />Kontribusi pertanian di suatu Negara terhadap peningkatan devisa terjadi melalui peningkatan ekspor dan/atau pengurangan impor negara tersebut untuk komoditi-komoditi pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor juga bisa bersifat tidak langsung, misal melalui peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk pertanian seperti, makanan dan miniman, tekstil dan produk-produknya.<br />Pentingnya sektor pertanian juga dapat pula dilihat dari besarnya nilai ekspor yang berasal dari pertanian sehingga sektor pertanian juga merupakan salah satu sumber penghasil devisa untuk Indonesia.<br />5. Penyerapan Tenaga kerja<br />Sektor pertanian sebagai sector yang sangat penting di Indonesia. Hal itu dikarenakan selain Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat besar juga dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani. Sensus penduduk pada tahun 2003, menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 jumlah petani Indonesia mengalami peningkatan dari 20,8 juta menjadi 25,4 juta rumah tangga, atau dengan laju petumbuhan rata-rata sebesar 2,2 persen. Dari sensus tersebut kita dapat melihat bahwa begitu banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor pertanian ini.<br />Kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan dan Stabilitas PDB<br />Menurut hasil penelitian Amiruddin Syam dan Sakityanu K. Dermoredjo (1995) Kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB nasional tertinggi dicapai tahun 1985 (21,51%) jika dibandingkan dengan kontribusi sektor lainnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan pangsa dan sumber pertumbuhan yang dicapai sektor pertanian. Selanjutnya besarnya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan terhadap PDB pertanian ditandai dengan pertumbuhan pangsa dan sumber pertumbuhan yang telah dicapai. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor terpenting di dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian lebih stabil dibandingkan dengan sektor lainnya, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Dalam sektor pertanian, sub sektor tanaman bahan makanan lebih besar nilai volatilitasnya atau tingkat stabilitasnya lebih stabil dibandingkan dengan sub sektor-sub sektor lainnya.<br />Tabel 2.12<br />Nilai Ukur Petani<br />Tahun Pulau Jawa<br />Jawa Timur Jawa Tenagah Jawa Barat DI. Yogyakarta<br />1996 107,0 109,0 101,0 111,6<br />1997 112,8 104,2 104,1 114,5<br />1998 105,1 94,0 101,4 131,1<br />1999 97,6 91,5 112,1 121,5<br />2000 103,7 91,9 105,5 115,6<br /><br />Pada bulan Agustus 2009 lalu, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional menembus angka 100 sepanjang tahun 2009 ini. NTP nasional Agustus 2009 tercatat sebesar 100,24 atau naik 0,42 % dibandingkan bulan sebelumnya.<br />Rusman Heriawan, Ketua Badan Pusat Statistik, Jakarta, pekan lalu mengungkapkan angka NTP. Itu menunjukkan ada perbaikan kesejahteraan petani dibandingkan tahun dasar, tahun 2007. Dari posisi benefit yang diperoleh petani dari selisih harga jual produk petani dan harga beli petani lebih bagus pada bulan ini.<br />NTP Agustus 2009 dibandingkan Juli 2009, seluruh subsektor NTP mengalami kenaikan, yaitu subsektor tanaman pangan 0,35 %, hortikultura 0,57 %, tanaman perkebunan rakyat 0,75%, peternakan 0,06%, dan perikanan 0,49 %. Kenaikan NTP terutama dipicu oleh kenaikan subsektor tanaman pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat.<br />Selanjutnya dia menyatakan dari 32 provinsi (tanpa DKI) pada Agustus 2009, NTP 21 provinsi naik, 1 provinsi relatif stabil, sedangkan 10 provinsi turun. Kenaikan NTP terjadi di Provinsi Sumatera Barat (2,22 %), terutama disebabkan harga produksi cabe naik sebesar 7,88%. Penurunan NTP terbesar terjadi di Provinsi Papua Barat, sebesar 1,90 %, penyebab utamanya adalah turunnya produksi coklat sebesar 8,57 %.<br />Pada Agustus 2009, terjadi inflasi di daerah perdesaan di Indonesia sebesar 0,66 %. Inflasi perdesaan Agustus 2009 ini dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga subkelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan serta rekreasi & olah raga masing-masing naik sebesar 0,77 %, 0,69 %, 0,84 persen, 0,37 %; 0,27 % dan 0.61 % sedangkan kelompok transportasi dan komunikasi turun 0,11 %.<br />Sementara itu tercatat Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 95,37; Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 103,77; Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 104,77; Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) 104,63; dan untuk Nilai Tukar Nelayan (NTN) 106,42.<br /><br />D. Perbandingan Kondisi Pertanian Indonesia dengan Negara Tetangga<br />Di dalam kelompok ASEAN, walaupun Indonesia merupakan Negara anggota terbesar dalam jumlah penduduk (berarti luas pasar domestik) dan luas lahan pertanian, nyatanya Indonesia bukan Negara terbesar dalam hal sumbangan sector pertanian terhadap pembentukkan PDB . table di bawah ini menunjukkan bahwa selama decade 90-an Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan Kamboja, laos, Myanmar, Filiphina dan Vietnam. Di decade 2000-an juga demikian, peran sector pertanian dalam PDB di Indonesia bukan yang terbesar. Fakta ini menguatkan rendahnya tingkat produktivitas pertanian di Indonesia dibandingkan dengan sejumlah negara di table tersebut. (Tulus Tambunan : 2009 : 146)<br /><br /><br /><br />Tabel 2.13<br />Peran Pertanian di Dalam Ekonomi menurut Neara ASEAN (% dari PDB)<br />Negara Pertanian Industri<br />1993 2003 2006 1993 2003 20066<br />Brunei 14.62 2.2 0.9 39.91 41.31 12.3<br />Kamboja 47.3 37.2 30.1 8.6 17.3 19.6<br />Indonesia 17.9 15.9 12.9 22.3 24.7 28.0<br />Laos 57.5 48.6 44.8 13.1 19.2 20.7<br />Malaysia 40.43 9.5 8.7 25.9 31.2 29.8<br />Myanmar 58.8 57.2 48.4 7.0 7.8 11.6<br />Filipina 21.6 14.4 14.2 23.7 22.9 22.9<br />Singapura 25.24 0.15 0.1 25.2 26.1 27.7<br />Thailand 8.7 9.8 10.7 29.6 35.2 35.1<br />Vietnam 29.9 21.8 20.4 15.2 20.8 21.3<br />Keterangan : 1) termasuk pertambangan dan Penggalian; 2) termasuk sektoir-sektor lain di luar pertambangan dan penggalian, industry, perdagangan dan lain-lain, keuangan dan lain-lain dan jasa-jasa lainnya; 3) termasuk sector-sektor lain di luar industry, perdagangn dan lain-lain, keuangan dan lain-lain, dan pertanian dan penggalina 4) termasuk sector-sektor lain di luar industry, keuangan dan lain-lain, perdagangan dan lain-lain, transportasi & komunikasi,; 5) termasuk pertambangan & penggalian: 6) Manufaktur.<br /><br /><br />Grafik 2.8<br />Peran Pertanian di Dalam Ekonomi menurut Negara ASEAN (% dari PDB)<br /><br />E. Permasalahan Pertanian di Indonesia serta strategi dan kebijakan<br />Permasalahan Pertanian di Indonesia<br />Dunia pertanian Indonesia untuk saat ini dapat dikatakan belum menunjukkan prestasi yang baik. Bila dilihat secara internasional ketergantungan kita pada produk pertanian dari luar negeri tampak sangat jelas. Tingkat konsumsi bahan pangan penting seperti beras dan kedelai tidak dapat diimbangi oleh produktivitas dalam negeri. Dari data mengenai tingkat konsumsi dan produksi kedelai terlihat.ketergantungan yang sangat besar pada suplai dari luar negeri. Pada tahun 2004 kebutuhan kedelai nasional diperkirakan mencapai 1.951 100 ton, sementara produksi pada tahun 2003 hanya mencapai 672 437 ton (Girsang, 2004). Besarnya nilai impor produk pertanian dapat dilihat pada rapor mengenai prestasi pertanian kita yang dilaporkan oleh WTO, yakni ekspor produk pertanian pada tahun 2003 menempati urutan 11 dengan nilai 9,94 miliar dolar AS, namun nilai impor mencapai 5,44 miliarmdolar AS dan merupakan peringkat 14 dunia. Hal ini sangat kontras dengan Amerika Serikat yang merupakan eksportir peringkat ke dua dengan nilai 76,24 miliar dolar AS<br />Bila dicermati dengan seksama dunia pertanian kita menghadapi berbagai masalah serta kendala yang saling berkait, mulai dari sumber daya manusia, kurangnya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, infrastruktur serta kesenjangan penguasan teknologi.<br />Sumber daya manusia<br />Petani sebagai pelaku utama bisnis dalam bidang pertanian sejauh ini pada umumnya belum memiliki kualitas yang memadai untuk dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan pertanian secara sehat. Sebagian besar petani kita memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yang dikombinasikan dengan kepemilikan lahan yang sempit (kurang dari 0,5 ha). Kondisi tersebut selanjutnya mendudukkan petani pada posisi yang lemah dalam akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk memajukan kegiatannya. Kebanyakan petani hanya melaksanakan kegiatannya secara tradidional, tanpa disertai inovasi baru untuk meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraannya. Sebagai contoh, petani cenderung menanam komoditas dengan produktivitas rendah atau bernilai jual rendah. Sering pula terjadi petani menanam komoditas hortikultura yang bernilai relatif tinggi, namun kurang dapat memperhitungkan peluang pasar sehingga menanam komoditas secara beramai-ramai pada musim tanam tertentu yang mengakibatkan panen raya dengan tingkat produksi jauh melebihi permintaan sehingga memperoleh harga jual yang sangat rendah. Bila ditinjau lebih jauh ketersediaan komoditas tersebut tidak merata sepanjang tahun. Kemampuan untuk merencanakan penanaman sesuai dengan permintaaan pasar akan mendapatkan imbalan yang sesuai, karena petani dapat menjual panenan dengan harga yang tinggi.<br />Kendala infrastruktur<br />Negara kita meliputi wilayah yang sangat luas, walaupun sebagian besar berupa lautan. Dari daratan yang ada tingkat kesuburan sangat bervariasi. Sejauh ini pulau Jawa merupakan wilayah andalan sebagai pemasok bahan pangan maupun hortikultura, berkaitan dengan tingkat kesuburannya yang tinggi. Selain tingkat kesuburan yang kurang, daerah di luar Jawa juga menghadapi kendala untuk pengembangan produk pertanian, yakni kurangnya saluran irigasi. Irigasi merupakan sarana yang sangat penting bagi kegiatan pertanian. Sistem irigasi yang baik memungkinkan pencapaian kualitas dan kuantitas hasil yang tinggi.<br />Pada kasus penanaman padi, peningkatan hasil dapat diperoleh melalui peningkatan produktivitas serta frekuensi penanaman. Sistem irigasi secara signifikan mempengaruhi peningkatan panenan melalui kedua faktor tersebut. Sistem irigasi yang baik seperti irigasi teknis memungkinkan penanaman padi lebih sering daripada sistem irigasi sederhana. Di pulau Jawa, sistem irigasi teknis tersedia pada 1.526.829 ha sawah, dari total luas sawah 3.344.391 ha. Kondisi irigasi di luar jawa jauh lebih memprihatinkan. Data pada tahun 2001 menunjukkan areal sawah dengan irigasi teknis hanya terdapat pada 712.004 ha dari total luas sawah 7.779.733 ha (BPS, 2003). Di Thailand yang merupakan produsen padi yang besar, sistem irigasi telah mendapat perhatian yang serius. Sejak awal abad 20 telah dibangun banyak bendungan untuk tujuan tersebut.<br />Selain berasal dari air permukaan yang ditampung dalam bendungan, sistem irigasi juga memanfaatkan air tanah yang dialirkan dengan sistem pompa. Pada tahun 1995 areal pertanian yang telah dilengkapi dengan saluran irigasi mencapai sekitar 5 003 724 ha. Sarana irigasi masih terus ditingkatkan dengan penambahan 120 000 ha lahan beririgasi per tahun (Aquastat,1997) Selain masalah irigasi, pra sarana berupa jalan yang menghubungkan sentra produksi dengan daerah lain merupakan pendukung sektor pertanian yang tak kalah pentingnya. Di beberapa daerah sentra produksi, harga komoditas pertanian sangat rendah, sementara komoditas tersebut sebenarnya memiliki pasar yang luas dengan harga tinggi. Produksi beberapa jenis buah seperti durian, duku dan pisang di beberapa daerah di pulau Sumatera dikenal sangat tinggi, namun karena jarak yang jauh dari pasar serta kurangnya dukungan transportasi, produk-produk tersebut dijual dengan harga yang rendah. Jalan serta alat transportasi sangat penting dalam upaya pengembangan daerah pertanian. Hal ini telah disadari oleh pemerintah Thailand yang bertekad membangun sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian bagi 60% penduduknya. Seiring dengan pembangunan sektor pertanian di negara tersebut dibangun pula jalan-jalan, bahkan dikembangkan jalan bebas hambatan yang menghubungkan daerah sentra produksi dengan daerah lain yang merupakan pintu pemasaran produk pertanian. Jaringan jalan raya meliputi sekitar 26 700 mil ini meliputi jalan tingkat nasional, jalan tingkat propinsi serta jalan raya yang menghubungkan daerah pertanian. Jalan bebas hambatan juga menghubungkan Thailand dengan beberapa negara tetangganya seperti Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia dan Burma.<br />Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi<br />Pengembangan bidang pertanian melalui penelitian di negeri kita tergolong kurang pesat dibandingkan dengan negara lain. Hal ini antara lain berkaitan dengan keterbatasan dana penelitian yang dialokasikan pemerintah. Di negara-negara maju penelitian dan pengembangan mendapatkan perhatian yang serius, terlihat dari besarnya dana yang dianggarkan untuk kepentingan tersebut. Pada tahun 1990 Amerika Serikat dan Jepang, masing-masing mengalokasikan 2.6-2.8% dari GNP untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, sementara di Indonesia anggaran untuk kepentingan tersebut hanya mencapai 0,2 % dari GNP. Selain itu kuantitas dan kualitas peneliti di negara kita juga cenderung lebih rendah. Di negara kita proporsi peneliti masih sangat rendah. Data pada tahun yang sama menunjukkan jumlah peneliti hanya 183 per satu juta penduduk, sedangkan di kedua negara tersebut dapat mencapai 20 kali lipat, yakni sebesar 3300-5000 peneliti untuk jumlah penduduk yang sama (Salam, 1991). Menurut Pranadji dan Simatupang (1999) strategi penelitian dan pengembangan yang kurang efektif antara lain juga disebabkan oleh komposisi keahlian, kemampuan, proses regenerasi dan pengelolaan dari peneliti bidang pertanian yang dimiliki relatif belum memadai.<br />Untuk memajukan penelitian dan pengembangan bidang pertanian diharapkan peranan swasta dalam mendukung pendanaan. Penelitian-penelitian bersifat pelayanan teknologi selanjutnya diharapkan dapat dibiayai oleh pihak swasta seperti perusahaan agribisnis yang akan banyak memanfaatkan hasilnya. Selain itu, sejalan dengan pengembangan sistem otonomi aerah, pemerintah daerah dapat mendukung pendanaan penelitian yang ditujukan secara spesifik untuk pengembangan wilayahnya. Dengan demikian sumber dana bagi pengembangan pertanian dapat berasal dari pemerintah daerah dan pihak swasta untuk menunjang dana dari pemerintah pusat yang sangat terbatas (Sudaryanto dan Rusastra, 2000)<br />Perkembangan penelitian di negara kita juga tertinggal dari beberapa Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Bila kita amati kualitas produk-produk hortikultura seperti buah-buahan tampak sangat jelas bahwa perkembangan pertanian di kedua negara tersebut jauh lebih cepat. Di Indonesia keragaman yang kaya dari buah-buahan seperti durian, pisang, mangga dan buah-buah lain belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk merakit varietas unggul yang berdaya saing tinggi dalam pasar internasional. Kasus durian merupakan salah satu contoh kurangnya dukungan penelitian dan pengembangan dalam sektor pertanian. Seperti telah dikemukakan terdahulu, potensi produksi durian di wilayah Sumatera, Kalimantan dan beberapa daerah lain belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Peluang pasar untuk komoditas ini masih sangat luas, meliputi pasar domestic maupun luar negeri. Salah satu kendala dalam distribusi komoditas ini adalah buah mudah rusak akibat kulit buah cepat terbuka selama proses pengangkutan. Kendala ini sebenarnya dapat diatasi bila kita memiliki varietas dengan kulit buah tahan lama. Masyarakat petani Thailand dan Malaysia telah dapat mengatasi masalah tersebut karena upaya pemuliaan di negara tersebut telah menghasilkan varietas unggul seperti Monthong (Thailand) serta durian D24 yang dihasilkan di Malaysia (Rahardi, 2001). Di Thailand dikembangkan 4 varietas durian unggul yakni Monthong, Chanee, Kra dum thong, dan Puang manee, yang dapat disimpan selama 2 minggu (Salakpethch, 2000). Di Malaysia, selain beberapa varietas unggul dari Thailand ditanam pula beberapa klon unggul lokal antara lain D24, D145 dan D169 Ke tiga klon durian ini berukuran relatif kecil, namun dapat disimpan sampai 9-11 hari (DOL, 1997). Kita memiliki beberapa varietas durian unggul lokal yang disukai masyarakat namun daya simpannya masih rendah. Belakangan ini diperkenalkan klon durian lokal DR-06 dan DTK-02 yang disebutkan relatif tahan lama, namun bibit belum tersedia secara luas<br />Masalah pada durian hanya salah satu contoh kasus kurangnya dukungan penelitian dan pengembangan dalam sektor pertanian. Ada banyak masalah lain yang perlu dikembangkan melalui penelitian, misalnya merakit varietas pisang local dengan cita rasa enak yang telah dimilikinya, namun berpenampilan menarik serta memiliki tekstur kulit dan tangkai kuat sehingga tahan lama dalam proses pengangkutan dan penyimpanan. Selain perakitan kultivar buah unggul, perlu dikembangkan pula upaya produksi buah di luar musim, sehingga petani memperoleh harga jual yang tinggi.<br />Selain kurangnya pengembangan varietas unggul, daya saing produk pertanian yang rendah juga disebabkan oleh kualitas produk yang kurang baik akibat penanganan pasca panen yang cenderung serampangan. Berbeda dengan produk pertanian dari luar negeri yang dikemas secara baik, penanganan produk pertanian kita pada umumnya kurang mendapat perhatian.<br />Kesenjangan IPTEK<br />Seperti telah dibahas terdahulu, pendidikan petani kita pada umumnya relative rendah. Rendahnya tingkat pendidikan petani berakibat pada kesenjangan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi informasi yang mendukung pengembangan bidang pertanian. Akibat kesenjangan tersebut hasil-hasil penelitian yang diperoleh kurang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna. Pada era teknologi informasi ini banyak hasil-hasil penelitian disediakan dalam bentuk publikasi elektronik yang mudah diakses secara luas. Badan litbang Pertanian telah membangun jaringan komunikasi melalui internet dengan tujuan menyajikan informasi terbaru secara lengkap, mengusahakan sarana komunikasi antara para peneliti dengan pengguna serta sebagai sarana promosi hasil hasil penelitian (Deptan, 2002). Petani yang sebagian besar tinggal di pedesaan dengan latar belakang pendidikan relatif rendah pada umumnya kurang dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Peranan jaringan internet dalam peningkatan hasil yang dapat diperoleh petani cukup signifikan. Pemanfaatan internet untuk meningkatkan akses pasar telah dinikmati petani Malaysia yang dapat menjual nenas dengan harga 2.5 kali lebih mahal dari pada petani Bandung yang menjual buah dengan kualitas yang sama secara konvensional.<br />Selain informasi dalam bentuk elektronik, publikasi dalam bentuk cetakan berupa jurnal-jurnal ilmiah, jurnal ilmiah popular, serta koran dan majalah masih banyak digunakan dalam upaya transfer teknologi dan informasi sektor pertanian. Untuk kalangan tertentu seperti pelaku agribisnis dalam skala menengah ke atas informasi dalam bentuk demikian dapat diakses dengan mudah, namun bagi petani yang tinggal di pedesaan dengan tingkat sosial ekonomi yang relatif rendah sumber informasi ini masih tergolong mahal. Latar belakang pendidikan yang rendah juga merupakan kendala dalam upaya memperoleh informasi secara aktif. Dari studi kasus di daerah transmigrasi Sumatra selatan, didapati bahwa pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang sebagian besar hanya sampai tingkat SD (67%-87.3%) pemanfaatan sumber informasi berupa media cetak dan elektronik masih sangat rendah. Dalam masyarakat tersebut, pertemuan kelompok tani merupakan media komunikasi yang utama, sedangkan informasi mengenai perkembangan sector pertanian terutama diperoleh dari para petugas penyuluh pertanian lapang (Sulaiman, 2002). Dari contoh kasus diatas tampak jelas bahwa transfer teknologi dalam bidang pertanian seperti teknik-teknik budidaya, penanganan pasca panen atau pemasaran diperoleh petani melalui para petugas penyuluh pertanian lapang (PPL).<br />Dalam upaya mempercepat transfer teknologi dan sumber informasi, peranan petugas penyuluh lapang layak mendapat perhatian. Jumlah PPL sejauh ini masih kurang memadai, demikian juga tingkat pendidikannya. Petugas PPL pada umumnya merupakan lulusan sekolah menengah pertanian. Untuk melaksanakan tugas dengan baik perlu peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang merupakan ujung tombak transfer teknologi kepada petani tersebut. Dari hasil evaluasi Program Pendidikan dan Latihan Jarak Jauh terhadap para PPL dilaporkan terdapat perkembangan yang positif dalam wawasan pengetahuan, ketrampilan serta peningkatan kemampuan pengelolaan usaha pertanian masyarakat.<br />Selain penyuluhan yang bersifat ceramah, pembinaan melalui contoh nyata sangat diperlukan bagi petani. Petani tradisional pada umumnya sulit untuk menerima informasi serta ajakan yang bersifat pembaruan. Untuk mengajak petani agar lebih mudah mengikuti saran-saran yang diberikan perlu dibuat lebih banyak plot percontohan yang melaksanakan seluruh kegiatan usaha pertanian mulai dari teknik budidaya, penanganan pasca panen hingga pemasaran produknya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui alih teknologi juga dapat dikembangkan melalui sistem kemitraan. Petani yang berperan sebagai plasma dapat memperoleh pengetahuan serta pengalaman melalui binaan yang dilakukan oleh perusaan agribisnis yang berperan sebagai inti. Selain pengetahuan mengenai teknik budidaya, dengan hubungan ini petani memperoleh pelajaran yang sangat bermanfaat mengenai perlunya pengendalian mutu produk. Sistim kemitraan seperti ini telah dilakukan pula di beberapa negara, misalnya di Malaysia melalui program FELDA yang terbukti memberikan hasil yang baik.<br /><br />Strategi dan Kebijakan Pemerintah<br />Indonesia pernah bertekad untuk mencapai swasembada beras dalam tempo lima tahun ketika Repelita I dimulai tahun 1969. Namun, itu tidak tidak berhasil. Ketika swasembada beras menjadi tujuan implisit dan eksplisit dalam semua kebijakan pertanian Indonesia, sampai tujuan tersebut dicapai 15 tahun kemudian pada 1984, misi ini sesungguhnya merupakan misi yang sangat berat bagi Indonesia. Yang relatif mudah direncanakan jauh lebih rumit dan sukar dalam pencapaiannya. Pentingnya pencapaian swasembada beras, perlu diketahui kedudukan khusus beras dalam menu, budaya, dan politik Indonesia. Beras adalah bahan makanan pokok bagi orang Indonesia. Berbagai bahan makanan lain pengganti beras pernah dianjurkan oleh pemerintah, namun rakyat tidak menyukainya. Ketika harga beras melonjak sampai pada titik di mana konsumsinya harus dikurangi, penduduk menjadi kekurangan gizi dan kelaparan. Beras adalah pusat dari semua hubungan pertalian sosial. Radius Prawiro pada tahun 1998 menjabarkan beberapa langkah kunci yang pernah diambil dalam perjalanan ke arah swasembada beras, diantaranya:<br />1. Bulog, Dewan Logistik Pangan, dan Harga-harga Beras.<br />Di antara lembaga-lembaga tersebut, Buloglah yang paling berperan dalam pencapaian swasembada beras. Bulog tidak terlibat langsung dalam bisnis pertanian, melainkan hanya dalam urusan pengelolaan pasokan dan harga pada tingkat nasional.<br />Bulog sengaja diciptakan untuk mendistorsi mekanisme harga beras dengan manipulasi untuk memelihara pasar yang lebih kuat. Selama tahun-tahun pertamanya dalam dekade 70-an, Bulog secara bertahap menaikkan harga dasar beras untuk petani. Pada pertengahan dekade 80-an, ketika Indonesia surplus beras, Bulog mengekspor beras ke luar negeri untuk mencegah jatuhnya harga. Tindakan ini membantu memelihara stabilitas pasar.<br />2. Teknologi dan Pendidikan.<br />Sejak tahun 1963, Indonesia memperkenalkan banyak program kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Pemerintah berjuang untuk memperkenalkan teknologi pertanian kepada para petani. Di samping itu, pemerintah juga menekankan pendidikan untuk menjamin teknik dan teknologi baru dimengerti dan digunakan secara benar. Faktor lain yang berperan penting dalam meningkatkan hasil padi adalah peningkatan penggunaan pupuk kimia.<br />3. Koperasi Pedesaan.<br />Pada tahun 1972, ketika Indonesia kembali mengalami panen buruk, pemerintah menganjurkan pembentukan koperasi sebagai suatu cara untuk memperkuat kerangka kerja institusional. Ada dua bentuk dasar dari koperasi, pada tingkat desa ada BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tingkat kabupaten, ada koperasi serba usaha yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi juga bertindak sebagai pusat penyebaran informasi atau pertemuan organisasi.<br />4. Prasarana.<br />Banyak aspek pembangunan prasarana yang secara langsung ditujukan untuk pembangunan pertanian, dan semuanya secara langsung memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada beras. Sistem irigasi merupakan hal penting dalam pembangunan prasarana pertanian. Pekerjaan prasarana lain yang berdampak langsung dalam pencapaian tujuan negara untuk berswasembada beras adalah program besar-besaran untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan dan pelabuhan. Semua kebijakan di atas bekerja sama dan berperan penting dalam kemajuan pembangunan sektor pertanian Indonesia. Kemajuan ke arah swasembada beras tidaklah gampang. Impor beras yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini telah banyak memberatkan para petani.<br />Keterpurukan sektor pertanian di lndonesia bisa dikatakan dimulai ketika pemerintah Orde Baru mempraktikkan program pertanian yang berorientasi kepada "Ideologi Revolusi Hijau tahun 1970-an hingga 1980-an. Pada masa itu, petani dipaksa bekerja dengan program pertanian modern yang penuh dengan tambahan kimiawi yang merendahkan kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjang. Para petani dipaksa bertanam dengan menggunakan sarana produksi pupuk, obat hama, benih, dan lain sebagainya yang dipasarkan oleh beberapa perusahaan MNC/TNC yang mendapatkan lisensi pemerintah.<br />Penggunaan saprodi produk perusahaan MNC/TNC tersebut harus dibeli petani dengan harga mahal dari tahun ke tahun. Akibatnya, biaya produksi pertanian selalu melambung dan tidak terjangkau oleh petani domestik. Ironisnya, harga jual produk pertanian terutama beras, dikontrol dan dibuat murah harganya oleh pemerintah. Pemerintah juga sering melakukan praktik dagang menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirnya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal yakni<br />Pertama, menurunkan motivasi kerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran.<br />Kedua, menterpurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang rendah menjadi sangat rendah.<br />Selain itu, ada motivasi ekonomi-politik yang sebenarnya disembunyikan di balik logika bisnis impor beras. Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab neo-liberalisme. Kebijakan impor beras adalah pemenuhan kesepakatan AoA (Agreement on Agriculture) WTO yang disepakati oleh Presiden Soeharto tahun 1995 dan dilanjutkan pemerintahan penerusnya sampai sekarang. Butir-butir kesepakatan AoA terdiri dari :<br />1. Kesepakatan market access (akses pasar) komoditi pertanian domestik. Pasar pertanian domestik di Indonesia harus dibuka seluas-luasnya bagi proses masuknya komoditi pertanian luar negeri, baik beras, gula, terigu, dan lain sebagainya<br />2. Penghapusan subsidi dan proteksi negara atas bidang pertanian. Negara tidak boleh melakukan subsidi bidang pertanian, baik subsidi pupuk atau saprodi lainnya serta pemenuhan kredit lunak bagi sektor pertanian.<br />3. Penghapusan peran STE (State Trading Enterprises) Bulog, sehingga Bulog tidak lagi berhak melakukan monopoli dalam bidang ekspor-impor produk pangan, kecuali beras.<br />Dampak pemenuhan kesepakatan AoA WTO sangat menyedihkan bagi kondisi pertanian lndonesia semenjak 1995 hingga sekarang ini. Sektor pertanian di Indonesia mengalami keterpurukan dan kebangkrutan. Akibat memenuhi kesepakatan AoA WTO, Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1998 sebesar 4,5 juta ton setahun. Beberapa kalangan aktivis gerakan petani di lndonesia menyebutkan merosotnya produksi beras nasional semenjak tahun 1985-2009 dikarenakan problem warisan struktural pertanian masih melekat dalam kehidupan petani. Di antaranya, semakin banyak petani yang berlahan sempit (menjamumya petani gurem) dan tidak adanya kemajuan teknologi pertanian yangberorientasi ekologis. Menurut sebuah studi oleh Peter Timmer pada tahun 1975, Konsep kepemilikan lahan rata-rata memang agak kabur pada tingkat mikro karena adanya perbedaan besar dalam hal penggunaan dan kualitas lahan.<br />Namun demikian, fakta yang perlu ditekankan adalah bahwa lebih dari dua pertiga populasi usaha tani hanya memiliki kurang dari setengah hektar lahan untuk bercocok tanam, bahkan mungkin kurang dari sepertiga hektar lahan. <br />Kemiskinan struktural di Indonesia juga dikemukakan oleh Geertz pada penelitiannya di tahun 1963, yang membawa pada gagasan shared poverty (kemiskinan yang ditanggung bersama). Pekerjaan dan pendapatan dari sektor pertanian dibagi-bagi kepada anggota keluarga, atau desa, sehingga semua mendapat pekerjaan dan makanan, namun tetap miskin. Geertz secara pesimis menyimpulkan bahwa barangkali tidak mungkin untuk memperbaiki pertanian Indonesia secara signifikan. Karena, tanpa mengubah struktur sosial secara besar-besaran, "Setiap usaha untuk mengubah arah perkembangannya, misalnya menabur pupuk di atas lahan pertanian di Jawa yang sangat sempit, irigasi modern, cocok tanam padat karya dan diversifikasi tanaman, hanya akan menumbuhkan satu hal: paralisis." Hasil survei Petani Center NGos tahun 2007 menyatakan bahwa tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain. Sementara itu, hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektare yang dijual, setelah sebagian dijadikan stok logistik rumah tangga, hanya menghasilkan Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi, keuntungan bersih hanya Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, yang jika dibagi tiga bulan maka rata-ratanya hanya mendapatkan laba Rp 700.000 per bulan. Jika impor beras dilakukan dan harga beras petani semakin anjlok, dapat dibayangkan berapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para petani negeri ini. Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya:<br />1. Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian.<br />2. Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian<br />3. Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan.<br />Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan. Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara. Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya:<br />1. Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.<br />2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara.<br />3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.<br />Sedangkan menurut Jajang Yanuar Habib (2006), ada dua pihak yang seharusnya mempunyai peranan yang sangat besar untuk meningkatkan pertanian di Indonesia, yaitu :<br />1. Pemerintah<br />Pemerintah sebagai penyelenggara perekonomian kerakyatan diupayakan mampu untuk menyokong kegiatan produksi pertanian sebagai sokoguru perekonomian rakyat dalam upaya menyediakan ketahanan pangan bangsa. Untuk menjawab tantangan tersebut diatas, hal-hal berikut menjadi sangat penting untuk diperhatikan pemerintah, yaitu :<br />a. Fokus dalam pendapatan para petani<br />Program revitalisasi pertanian pemerintah saat ini lebih ditujukan kepada tanaman perkebunan seperti sawit dalam upaya pemerintah mengembangkan energi alternatif serta tanaman perkebunan lain yaitu karet dan coklat. Titik berat pada produksi padi tidak lagi menjamin segi pendapatan petani maupun program keamanan pangan. Oleh karena itu, pengembangan produksi pertanian rakyat dengan bantuan program Tannas menjadi penting untuk ditegaskan dalam upaya perencanaan dan pelaksanaan pertanian rakyat berbasis produksi padi.<br />Penentuan harga bahan-bahan pertanian yaitu gabah dan penyediaan pupuk yang tidak menimbulkan kontaminasi pada lahan yang digunakan, sebanding dengan perolehan hasil yang mampu dijual oleh petani manakala para petani mempunyai produk hasil jadi atau setengah jadi.<br />Hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan pengadaan hasil produksi pertanian impor yang harganya lebih murah dibandingkan produksi domestik. Untuk mewujudkan harga yang stabil pada hasil pertanian rakyat, maka pemerintah perlu memberantas penyalur bahan-bahan dan hasil pertanian yang ilegal, yaitu tengkulak-tengkulak yang menyebabkan melambungnya harga bahan-bahan pertanian dan mempermainkan harga hasil pertanaian rakyat.<br />b. Peningkatan produktivitas<br />Peningkatan produktivitas ini merupakan kunci dalam peningkatan produksi petani, oleh karena itu pembangunan ulang riset dan sistem tambahan menjadi sangat menentukan. Solusi yang perlu dipertimbangkan adalah kesiapan peralihan teknologi budidaya dari konvensional (kimia) ke organik sampai dengan teknologi mekanisasi (untuk budidaya yang mengalami problem air dengan pompa air bawah tanah/mekanisasi), sehingga kebutuhan akan air untuk budidaya pertanian organik padi sawah akan selalu terjaga dan diharapkan hasil pertanian bisa ditingkatkan dan tentunya petani dapat lebih makmur dan sejahtera.<br />c. Penyediaan dana<br />Dana diperlukan dan dapat diperoleh dari usaha sementara untuk memenuhi kebutuhan kredit para petani melalui skema kredit yang dibiayai oleh APBN. Dewasa ini, pemberian kredit harus dirubah dari pembiayaan kredit konvensional (penetapan tingkat suku bunga) ke pembiayaan syariah (sistem bagi hasil). Penggunaan suku bunga jelas-jelas mencekik pembayaran tambahan yang belum tentu petani sendiri memperoleh keuntungan dari usahanya. Sedangkan azas pembiayaan syariah akan memberikan persentase tertentu dari hasil atau keungtungan pengusahaan. Apabila rugi, maka kerugian akan ditanggung bersama antara petani dengan pemberi pinjaman modal tersebut.<br />d. Pengadaan sistem irigasi<br />Pertanian yang telah memiliki sistem irigasi sangat penting, dan harus dipandang sebagai aktivitas antar sektor. Pemerintah perlu memastikan integritas infrastruktur dengan keterlibatan pengguna irigasi secara lebih intensif dan meningkatkan efisiensi penggunaan air untuk mencapai panen yang lebih optimal hingga setiap tetes air.<br />e. Fokus pada peran regulasi dari Deparemen Pertanian<br />Peran regulasi Departemen Pertanian perlu ditata ulang. Kualitas yang rendah mempengaruhi produktivitas petani, karantina diperlukan untuk melindungi kepentingan petani dari penyakit luar, namun pada saat yang bersamaan juga tidak membatasi masuknya bahan baku impor dan standar produk secara terus-menerus ditingkatkan di dalam rantai pembelian oleh sektor swasta, bukan oleh pemerintah.<br />2. Peranan Departemen Pertanian<br />Peran utama Departemen Pertanian dalam membina hubungan kerjasama dengan pemerintah daerah melalui program-program yang harus dilengkapi dengan bermacam-macam inisiatif dari badan pemerintah lokal yang akan berada di garis depan dalam mengimplementasikan program, organisasi produsen di pedesaan yang bergerak di bidang agribisnis dan para petani yang harus menjadi partner penting demi mendukung proses perubahan.<br />Departemen pertanian mempunyai peranan penting, diantaranya :<br />a. Meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi lebih lanjut.<br />Diversifikasi di dalam hal ini menjadi sangat penting, begitu pula berbagai kebijakan yang merangsang tumbuhnya usaha peternakan, tumpang sari sayuran, penanaman kembali hutan-hutan di daerah-daerah kecil dengan tumbuhan berkayu yang bernilai tinggi, serta diversifikasi kacang mete atau buah-buahan. Seluruh usaha tersebut dapat berperan serta untuk mencapai penghasilan yang lebih stabil dan mengurangi tingkat kemiskinan. Adanya kebutuhan untuk membentuk kerjasama dengan sektor swasta, baik lokal maupun internasional.<br />b. Memperkuat kapasitas regulasi<br />Departemen Pertanian mengatur dan mengawasi berbagai standar yang mempengaruhi produktivitas petani (misalnya mencegah agar pupuk palsu, bibit bermutu rendah, dan pestisida berbahaya tidak beredar di pasar, melaksanakan sistem karantina untuk mencegah penularaan penyakit binatang ternak dan tanaman dari luar) dan melindungi konsumen produk pertanian (misalnya dengan inspeksi mutu daging).<br />c. Menigkatkan pengeluaran untuk penelitian pertanian<br />Petumbuhan produktivitas di daerah pedesaan adalah dasar utama bagi pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Penelitian pertanian yang kuat dan sistem penyuluhan sangat penting untuk menggerakkan produktivitas menuju jalur pertumbuhan yang lebih pesat. Dewasa ini, kedudukan tingkat pengeluaran untuk penelitian pertanian tersebut, dihitung dalam persentase dari PDB dan total pengeluaran negara untuk pertanian, termasuk paling rendah diantara negara Asia lainnya. Indonesia menyediakan sekitar 0,1% dari PDB sektor pertanian untuk membiayai penelitian pertanian di dalam negeri (bahkan lebih rendah dibandingkan dengan Bangladesh dan jauh dari rekomendasi 1%)<br />d. Mendukung cara-cara baru dalam penyuluhan pertanian<br />Staf penyuluhan umum saat ini bertanggung jawab kepada pemerintahan provinsi yang sekarang bekerja berdasarkan dua model, yaitu :<br />1. servis penyuluhan umum di bawah suatu organisasi perwakilan, dan<br />2. kapasitas penyuluhan yang dipilah-pilah ke beberapa badan yang berorientasi ke produk dan independen.<br />e. Mendukung pertumbuhan ICT<br />Inisiatif untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di daerah rural membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas pedesaan. Memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan serta mendukung pengembangan daerah pedesaan. Disamping itu, inisiatif Departemen Pertanian baru-baru ini yaitu mengembangkan DAK untuk memenuhi kebutuhan pertanian harus didukung secara penuh.<br /><br /><br />f. Menjamin berlangsungnya manajemen irigasi<br />Departmen Pertanian berperan penting dalam kerjasama dengan institusi terkait lainnya dalam menghadapi masalah utama bertambah langkanya sumber air yang mengakibatkan lambatnya pertumbuhan hasil pertanian yang teririgasi. Langkanya sumber air ini dikarenakan batas air di bagian atas Indonesia juga mengalami penurunan mutu sebagai akibat hilangnya lapisan tumbuhan pelindung karena penggundulan hutan dan praktek pengelolaan tanah yang buruk.<br />g. Memperkuat infrastruktur rural<br />Titik berat pembangunan telah ditempatkan pada pembangunan jalan penghubung penting, pengembangan dan perbaikan jaringan jalan di daerah pedesaan dibutuhkan dengan segera. Jalan penghubung antara desa dan pasar sangat dibutuhkan di daerah pedesaan untuk mendukung intensifikasi pertanian.<br />Perkembangan teknologi tidak semata-mata menghasilkan alternatif penggunaan bahan-bahan yang menggunakan proses kimiawi. Pada akhirnya tetap ada saja kekurangan, seperti rentannya tubuh manusia sebagai konsumen hasil pertanian terhadap penyakit. Terlebih penyakit itu belum ditemukan obatnya. Maka dengan menggalakan kembali proses pertanian kembali lagi ke alam diharapkan mampu untuk mengurangi resiko kerusakan, baik itu terhadap manusianya sendiri maupun terhadap alam tempat dilaksanakannya pertanian seperti tanah dan air.<br />Pemerintah dan departemen terkait yaitu Departemen Pertanian diharapkan bersinergis dalam upaya menggalakan kembali pertanian yang berbasis organik, di mana sasaran yang dituju dengan penggunaan kembali bahan-bahan alami, yaitu :<br />1. Tercukupinya kebutuhan hasil-hasil pertanian terutama beras dalam upaya ketahanan pangan yang berbasis organik serta mampu meningkatkan volume ekspor.<br />2. Diperolehnya produk organik yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi oleh masyarakat.<br />3. Diperolehnya produk yang mempunyai daya saing di pasar dalam dan luar negeri.<br />4. Terbentuknya sentra agribisnis holtikultura dan kawasan lokasi proyek.<br />5. Terwujudnya kelembagaan usaha yang profesional di sentra agribisnis holtikuktura.<br />Selama 20 tahun terakhir, pemerintah RI telah mengadopsi kebijakan pangan ala neo-liberal yang sangat pro pasar bebas (free-market). Kebijakan tersebut berada di bawah arahan dan dikte dua lembaga keuangan internasional yaitu IMF dan Bank Dunia.<br />Beberapa bentuk kebijakan yang telah diambil antara lain: penghapusan dan atau pengurangan subsidi, penurunan tarif impor komoditi pangan yang merupakan bahan pokok (beras, terigu, gula, dll.), dan pengurangan peran pemerintah dalam perdagangan bahan pangan (contohnya merubah BULOG dari lembaga pemerintah non-departemen menjadi perusahaan umum yang dimiliki pemerintah).<br />Naiknya harga berbagai bahan pangan dalam kenyataannya relatif tidak membawa keuntungan bagi petani. Nilai tambah dari kondisi membaiknya harga bahan pangan ternyata dinikmati oleh kaum pedagang. Penelitian Analisis Rantai Pemasaran Beras Organik dan Konvensional: Studi Kasus di Boyolali Jawa Tengah (Surono-HIVOS, 2003) menunjukkan bahwa pihak yang paling banyak mengambil keuntungan dalam rantai perdagangan beras adalah pengusaha penggilingan (huller), pedagang besar dan pedagang pengecer. Yang lebih memprihatinkan, sejak program Raskin diluncurkan pemerintah, petani adalah pihak yang paling banyak menjadi penerima tetap beras Raskin.<br />Program Peningkatan Ketahanan Pangan<br />Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi :<br />1.Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian;<br />2.Peningkatan distribusi pangan, melalui penguatan kapasitas kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan;<br />3.Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil, melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil (looses);<br />4.Diversifikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal; dan<br />5.Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, melalui peningkatan bantuan pangan kepada keluarga miskin/rawan pangan, peningkatan pengawasan mutu dan kemanan pangan, dan pengembangan sistem antisipasi dini terhadap kerawanan pangan.<br />Program Pengembangan Agrobisnis<br />Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi:<br />1. Pengembangan diversifikasi usahatani, melalui pengembangan usahatani dengan komoditas bernilai tinggi dan pengembangan kegiatan off-farm untuk meningkatkan pendapatan dan nilai tambah;<br />2. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan perikanan melalui peningkatan penanganan pasca panen, mutu, pengolahan hasil dan pemasaran dan pengembangan agroindustri di perdesaan;<br />3. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian dan perdesaan, melalui perbaikan jaringan irigasi dan jalan usahatani, serta infrastruktur perdesaan lainnya;<br />4. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan;<br />5. Pengurangan hambatan perdagangan antar wilayah dan perlindungan dari sistem perdagangan dunia yang tidak adil;<br />6. Peningkatan iptek pertanian dan pengembangan riset pertanian melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat dan spesifik lokasi yang ramah lingkungan; dan<br />7. Pengembangan lembaga keuangan perdesaan dan sistem pendanaan yang layak bagi usaha pertanian, antara lain melalui pengembangan dan penguatan lembaga keuangan mikro/perdesaan, insentif permodalan dan pengembangan pola-pola pembiayaan yang layak dan sesuai bagi usaha pertanian.<br />Program Peningkatan Kesejahteraan Petani<br />Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses terhadap sumberdaya usaha pertanian. Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini adalah:<br />1. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang secara intensif perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten;<br />2. Penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan posisi tawar petani dan nelayan;<br />3. Penyederhanaan mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan usaha pertanian;<br />4. Pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia pertanian (a.l. petani, nelayan, penyuluh dan aparat pembina);<br />5. Perlindungan terhadap petani dari persaingan usaha yang tidak sehat dan perdagangan yang tidak adil; dan<br />6. Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan.<br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A. Kesimpulan<br />1) Pertanian adalah proses atau kegiatan menghasilkan bahan pangan, ternak, hasil-hasil hutan, dan perikanan. Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa pertanian adalah suatu kegiatan yang menghasilakan komoditas yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian, dan brang-barang yang dihasilkan dapat dijadikan sebagi pemenuh kebutuhan masyarakat luas. Banyak hal yang dikategorikan sebagai pertanian. Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai negara agraris, sehingga sudah sepantasnya jika Indonesia memiliki pertanian yang beragam, lahan yag luas dan perbedaan iklim bisa menyebabkan keanekaragaman jenis pertanian yang dimiliki oleh Indonesia.<br />2) Sebelum Indonesia dijajah, kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia merupakan kerajaan pengekspor hasil alam dan rempah-rempah, dan inilah yang membuat negara-negara barat berebut untuk menguasai Indonesia. Negara Indonesia memang sempat terkenal sebagai negara agraris. Karena sebagian besar luas lahannya yang digunakan untuk pertanian, yaitu 70 %, yaitu untuk kebun/ladang/huma, tambak, kolam, lahan untuk tanaman kayu-kayuan, sawah, padang rumput pekarangan serta lahan yang sementara tidak diusahakan. Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses industrialisasi, dimana pangsa output agregat (ODB) dari pertanian relatif menurun sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Sejak Indonesia mencoba untuk menggeser sektor pertanian dengan sektor industri nampaknya sektor pertanian mulai dianaktirikan sehingga peranannya pun dianggap mulai menurun. Dalam hal ini yang lebih dominan diperhatikan dalam perekonomian Indonesia adalah sektor industri. Padahal apabila dikaji lebih dalam sebenarnya kedua sektor tersebut yaitu sektor pertanian dan sektor industri memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi pertanian merupakan penyedia bahan-bahan mentah atau bahan baku untuk berbagai kegiatan industri, sedangkan sektor industri juga dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor pertanian, misalnya dengan menciptakan alat-alat bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat proses panen pada sektor pertanian atau untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian.<br />Kondisi pertanian Indonesia, dapat dilihat juga dari sisi ekspor pertanian, dimana dari tahun ke tahun kontribusi pertanian terhadap nilai ekspor Indonesia semakin menurun, bahkan Indonesia masih banyak mengimpor jenis komoditas pertanian dari negara lain.<br />3) Kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB nasional tertinggi dicapai tahun 1985 (21,51%) jika dibandingkan dengan kontribusi sektor lainnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan pangsa dan sumber pertumbuhan yang dicapai sektor pertanian, bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor terpenting di dalam perekonomian nasional. Jika dilihat dari data ekspor yang telah disajikan maka saat ini apakah benar pertanian itu berperan dalam hal penambahan devisa negara, padahal nilai ekspor yang kian tahun kian menurun. Dapat kita ambil kesimpulan kontribusi npertanian dalam perekonomian semakin menurun, baik itu dalam hal penyerapan tenaga kerja, kontribusi PDB, penambahan Devisa. Hal ini dapat dibukikan dengan fakta sekarang ini banyaknya lahan-lahan pertanian yang dibangun menjadi kawasan industry, perumahan, atau pemukiman, dan banyaknya urbanisasi berarti banyaknya penduduk desa yang berpindah ke kota karena merasa lapangan pekerjaan di desa (pertanian) dirasa tidak dapat dijadikan sebagai timpuan.<br />4) Kondisi pertanian Indonesia jika dibandingkan dengan negara tetangga (Negara-negar ASEAN) pada decade 2000-an, peran sector pertanian dalam pembentukan PDB Indonesia, masih berada di bawah negara kamboja, laos, Myanmar.<br />5) Bila dilihat secara internasional ketergantungan kita pada produk pertanian dari luar negeri tampak sangat jelas. Bila dicermati dengan seksama dunia pertanian kita menghadapi berbagai masalah serta kendala yang saling berkait, mulai dari sumber daya manusia, kurangnya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, infrastruktur serta kesenjangan penguasan teknologi. Pendidikan petani kita pada umumnya relative rendah. Rendahnya tingkat pendidikan petani berakibat pada kesenjangan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi informasi yang mendukung pengembangan bidang pertanian. Akibat kesenjangan tersebut hasil-hasil penelitian yang diperoleh kurang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna. Melalui para petugas penyuluh pertanian lapang (PPL). Dalam upaya mempercepat transfer teknologi dan sumber informasi, peranan petugas penyuluh lapang layak mendapat perhatian. Jumlah PPL sejauh ini masih kurang memadai, demikian juga tingkat pendidikannya. Petugas PPL pada umumnya merupakan lulusan sekolah menengah pertanian. Bila dicermati dengan seksama dunia pertanian kita menghadapi berbagai masalah serta kendala yang saling berkait, mulai dari sumber daya manusia, kurangnya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, infrastruktur serta kesenjangan penguasan teknologi.<br />Pemerintah sebagai penyelenggara perekonomian kerakyatan diupayakan mampu untuk menyokong kegiatan produksi pertanian sebagai sokoguru perekonomian rakyat dalam upaya menyediakan ketahanan pangan bangsa. Untuk menjawab tantangan tersebut diatas, hal-hal berikut menjadi sangat penting untuk diperhatikan pemerintah, yaitu :<br />1. Peningkatan produktivitas<br />2. Penyediaan dana<br />3. Pengadaan sistem irigasi Fokus pada peran regulasi dari Deparemen Pertanian<br />4. Meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi lebih lanjut.<br />5. Memperkuat kapasitas regulasi<br />6. Menigkatkan pengeluaran untuk penelitian pertanian<br />7. Mendukung cara-cara baru dalam penyuluhan pertanian<br />8. Mendukung pertumbuhan ICT<br />9. Menjamin berlangsungnya manajemen irigasi<br />10. Memperkuat infrastruktur rural<br /><br />B. Saran<br />Pada akhirnya seluruh deskripsi diatas memberikan ilustrasi yang sangat jelas bahwa kinerja dari sektor pertanian masih jauh dari memadai. Meskipun dalam beberapa hal selama beberapa tahun ini terdapat sinyal positif yang bisa dideteksi. Sektor pertanian beberapa tahun terakhir ini menunjukkan adanya pertumbuhan eksport dan juga peningkatan penyaluran kredit. Tetapi disisi lain masih banyak figur buram yang terjadi di sektor pertanian misalnya sumbangan terhadap PDB yang kian mengkerut, Indeks NTP yang terus merosot dari tahun ke tahun, produksi beberapa produk strategis menurun (seperti jagung dan kedelai) kenaikan kredit pertanian yang bermasalah(NPL) danimport produk pertanian yang masih cukup tinggi. Data-data tersebut menginformasikan bahwa selama ini belum terdapat impresi yang bisa dipasok pemerintah di sektor pertanian.Program revitalisasi pertanian yang dikumandangkan pemerintahan sejak awal ternyata sangat miskin konsep dan kedodoran dalam implementasinya.<br />Menyikapi hal itu memang banyak jalan keluar, Namun salah satu yang bisa diupayakan saat ini adalah dengan melakukan proses transformasi sektor pertanian secara utuh. Transformasi itu sendiri diletakan dalam tiga level. Pertama, Pemerintah menyediakan dan memperbaiki infrastruktur dasar yang diperlukan bagi pertanian. Misalnya pengadaan jalan, jembatan, sistem irigasi, penelitian dan pengembangan, penyuluhan dan reformasi tanah. Kedua, Mempertemukan pasar sebagai media yang akan mempertemukan transaksi antara sektor hulu dan sektor hilir di sektor prtanian. Pada level ini setidaknya tiga pekerjaaan yang harus dilakukan oleh pemerintah, yakni mendesain sistem keuangan yang sesuai dengan pelaku di sektor pertanian, sistem pasokan onput, dan pasar output lokal. Ketiga, Menggandengan pelaku ekonomi swasta untuk mengeksekusi kegiatan lanjutan di sektor pertanian, khususnya pemasaran dan pengelolaan komoditas pertanian sehingga memiliki keterkaitan dengan sektor non-pertanian.<br />Sedangkan dalam pendekatan ekonomi kelembagaan ada dua poros srategi kelembagaan yang bisa diupayakan untuk memajukan sektir pertanian(sekaligus sebagai alas progran revitalisasi pertanian). Pertama: Kebijakan tidak langsung dengan jalan membenahi infrastruktur sektor pertanian yang tidak baik. Pengertian tidak layak disini adalah situasi ketidaksepadanan anter pelaku ekonomi, baik oleh karena kemampuan nilai tawar yang berbeda maupun karena kepemilikan aset produktif yang tidak proporsional. Dengan begitu, beberapa agenda jalur politik yang dapat dikerjakan adalah:<br />1. Menertibkan statuta hubungan antar pelaku ekonomi yang lebih menjanjikan kesetaraan (misalnya; petani penggarap dan tuan tanah,tengkulak dan pemilik)<br />2. Menata kembali kepemilikan aset produktif yang sudah sangat timpang, yakni lewat kebijakan land reform<br />3. Transparansi dalam pengambilan pengambilan kebijakan sehingga tidak terbuka bagi pemilik modal m3n3likung kebijakan yang hendak dirumuskan oleh pemerintah.<br />Melalui upaya-upaya inilah pencapaian pertumbuhan sektor pertanian lebih dapat di prediksi dan kesejahteraan pelaku ekonomi sektor hulu lebih bisa dipastikan.<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-19624172628707842052010-01-08T15:41:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.661-07:00PO Rini<div align="justify"><br />DASAR – DASAR PERILAKU KELOMPOK<br /><br />Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah perilaku Organisasi<br /> Dosen : Drs. A Jajang W Mahri, M.Si<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Oleh<br />Rini Sondari 0607117<br /><br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI<br />FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS<br />UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA<br />2009<br /><br />KATA PENGANTAR<br />Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT Rabb semesta alam. Sehingga dengan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, para sahabat dan kita sebagai umatnya hingga akhir jaman.<br />Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Perilsku Organisai. Penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan penyusun khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu sarana penambah pengetahuan kita khususnya mengenai Dasar-dasar Perilaku Kelompok yang ada dalam suatu organisasi.<br />Tentunya masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena segala sesuatu yang sempurna datanganya hanya dari Allah SWT dan segala kekurangan datang dari penyusun pribadi. <br /> <br />Bandung, November 2009<br /><br /><br />Penyusun<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br />Hal.<br />KATA PENGANTAR ii<br />DAFTAR ISI iii<br />BAB I PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang 1<br />1.2 Rumusan Masalah 2<br />BAB II PEMBAHASAN<br />2.1 Definisi dan Klasifikasi Kelompok 3<br />2.2 Dasar-dasar Perilaku Kelompok 4<br />2.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok 7<br />2.4 Struktur Kelompok 8<br />2.5 Proses Kelompok 10<br />2.6 Pengambilan Keputusan Kelompok 11<br />BAB III PENUTUP<br />3.1 Kesimpulan 18<br />DAFTAR PUSTAKA 19<br />LAMPIRAN-LAMPIRAN 20<br />BERITA ACARA 27<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang<br /> Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Tentu kita sudah sering mendengar semboyan tersebut di telinga kita. Semboyan ini merupakan salah satu semboyan dalam perjuangan bangsa kita, dalam perang untuk merebut kemerdekaan. Hal ini dapat kita lihat secara nyata dalam contoh sebuah sapu lidi. Batang yang digunakan untuk membuat sapu lidi teramat tipis dan rapuh. Seorang anak berusia lima tahun pun dapat mematahkannya dengan mudah. Tetapi apa yang terjadi apabila kita menyatukan batang lidi yang teramat tipis dan rapuh tersebut menjadi sebuah sapu lidi? Jangankan seorang anak kecil yang berusia lima tahun, orang dewasa yang telah berusia dua puluh tahun pun tidak dapat mematahkannya walau ia menggunakan seluruh tenaganya. Begitu pula yang akan terjadi apabila kita bekerjasama dalam sebuah tim. Sebenarnya, setiap orang di bumi ini terlibat, atau melibatkan diri dalam pembangunan tim. Oleh karena itu, kita dirancang untuk berfungsi dalam jalinan dan hubungan saling ketergantungan dengan orang lain. Hal ini tidak terlepas dari sifat manusia yang merupakan makhluk sosial, yang harus berinteraksi dengan sesamanya untuk dapat hidup dengan baik. <br /> Sebuah perusahaan merupakan kerjasama dari tim. Sebuah klub sepak bola merupakan hasil kerjasama sebuah tim. Bahkan untuk hal-hal yang bersifat individual pun tetap memerlukan sebuah tim untuk dapat berfungsi secara baik. Sebagai contoh dapat kita lihat pada olahraga perseorangan seperti olah raga tinju, lari, golf maupun catur. Kita tidak dapat berhasil mencapai suatu kesuksesan dalam olah raga tersebut tanpa adanya kerjasama. Seorang atlet tinju, lari, golf, dan olah raga individu lainnya tetap membutuhkan pelatih, manajer, maupun para pendukungnya untuk saling bekerjasama dalam mencapai sukses. <br /> Kapan dan di mana pun orang bersama-sama, atau berada dalam kebersamaan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, itulah sebuah tim. Prioritas utama sebuah tim apapun adalah untuk belajar berfungsi seefektif dan seefisien mungkin, sehingga secara individu dan bersama-sama, anggota tim itu dapat meraih sasaran yang tepat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat meraih kesuksesan tanpa bekerjasama dengan orang lain. <br /> Dengan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar perilaku kelompok serta pentingnya pembentukan kelompok tersebut. Sehingga akan kita ketahui apa saja yang dapat kita peroleh dari adanya kelompok tersebut.<br /><br />1.2 Rumusan masalah<br />a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesuksesan suatu kelompok?<br />b. Apa saja tahap-tahap perkembangan kelompok tersebut?<br />c. Struktur apa saja yang mendasari pembentukan suatu kelompok?<br />d. Bagaimana proses pengambilan keputusan dalam suatu kelompok?<br />e. Dimanakah letak pentingnya akan pembentukan suatu kelompok?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />2.1 Definisi dan Klasifikasi Kelompok<br />Ada dua alasan seseorang bergabung dalam kelompok. Pertama, untuk mencapai tujuan yang bila dilakukan sendiri tujuan itu tidak tercapai. Kedua, dalam kelompok seseorang dapat tepuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward sosial seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dsb. <br />Kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya, dan dibentuk bersama berdasarkan pada interes atau tujuan yang sama.<br />Kelompok (group) : dua individual atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung dan saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu<br />Kelompok didefinisikan dalam beberapa arti :<br />1. Kelompok dalam artian persepsi : adalah sebagai orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu peprtemuan tatap muka atau serangkaian pertemuan semacam itu, dimana setiap anggota menerima beberapa kesan atau persepsi yang cukup jelas tentang anggota lainnya. <br />2. Kelompok dalam artian organisasi : adalah suatu sistem yang diorganisasikan dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan beberapa fungsi , mempunyai seperangkat standar hubungan , peranan antar anggotanya, dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur kelompok dan masing masiing anggotanya. <br />3. Kelompok dalam artian motivasi : adalah sekelompok individu yang keberadaannya sebagaimana sebagai suatu kumpulan menguntungkan individu individu <br />4. Kelompok dalam artian interaksi : adalah sejumlah orang yang berkomunikasi satu sama lain yang sering melampaui rentang waktu tertentu, dan jumlahnya cukup sedikit sehingga setiap orang dapat berkomunikasi dengan baik. <br />Tipe tipe kelompok<br />Kelompok dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe , antara lain :<br />1. Kelompok formal : suatu kelompok kerja yang ditandai dan didefinisikan oleh struktur organisasi <br />2. Kelompok informal : suatu kelompok yang tidak terstruktur secara formal atau tidak ditetapkna secara organisasi. <br />3. Kelompok komando : kelompok yang ditetapkan atau diperintahkan langsung oleh organisasi, yang etrdiri dari seorang manajer dan bawahan langsungnya. <br />4. Kelompok tugas : kelompok yang terdiri dari mereka yang bekerja bersama untuk menyelesaikan suatu tugas pekerjaan <br />5. Kelompok kepentingan : kelompok yang bekerja bersama untuk mencapai suatu sasaran khusus yang menjadi kepedulian dari tiap orang <br />6. Kelompok persahabatan : mereka yang bergabung bersama sama karena mereka berbagi satu karakteristik atau lebih. <br /><br />2.2 Dasar-dasar Perilaku Kelompok<br />2.2.1 Pengertian Perilaku Kelompok<br />a. Pengertian Perilaku<br />1) Perilaku adalah akibat<br />2) Perilaku diarahkan oleh tujuan<br />3) Perilaku dapat diamati dan diukur<br />4) Ada juga perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati<br />5) Perilaku dimotivasi dan didorong<br />6) Semua yang dilakukan orang<br />b. Pengertian Perilaku Kelompok<br />Perilaku kelompok adalah semua kegiatan yang dilakukan dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dan saling bergantung untuk menghasilkan prestasi yang positif baik untuk jangka panjang dan pertumbuhan diri.<br />2.2.2 Faktor-faktor Kesuksesan Kelompok<br />Faktor-faktor yang menyebabkan suatu kelompok lebih sukses dari kelompok lain adalah karena kemampuan anggota kelompok, ukuran kelompok, tingkat konflik, dan tekanan internal pada anggota untuk menyesuaikan diri pada norma kelompok. Setiap kelompok kerja dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan kondisi internalnya.<br />a. Kondisi Eksternal pada Kelompok <br />Semua kelompok kerja dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang dipaksakan dari luar. Kondisi eksternal ini mencakup: strategi keseluruhan organisasi, struktur wewenang, peraturan formal, sumber daya, proses seleksi karyawan, evaluasi kinerja dan system imbalan, bidaya, dan tataran kerja fisik.<br /> Strategi Organisasi <br /> Strategi keseluruhan organisasi yang meliputi tujuan-tujuan organisasi dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh manajemen puncak.<br /> Struktur Otoritas <br /> Ketentuan mengenai otoritas yang dimiliki oleh setiap bagian / setiap individu dalam suatu organisasi karena setiap individu atau kelompok memiliki otoritas yang berbeda-beda, seperti: siapa melapor kepada siapa, siapa yang mengambil keputusan, atau keputusan apakah yang pengambilannya diberikan kepada individu atau kelompok.<br /> Peraturan formal <br /> Oraganisasi menciptakan aturan, prosedur, kebijakan, dan ragam lain untuk membakukan perilaku karyawan. Hal ini dilakukan untuk membuat konsistensi perilaku karyawan dan bisa diprediksikan apa yang akan dilakukan kelompok kerja karyawan tersebut.<br /> Sumber Daya Organisasional <br /> Merupakan sumber daya uang, waktu, bahan mentah, peralatan yang dialokasikan oleh organisasi pada kelompok. Sumber daya organisasional berpengaruh terhadap perilaku organisasi.<br /> Proses Seleksi Personil <br /> Kriteria-kriteria tertentu yang digunakan dalam proses merekrut karyawan yang akan menentukan siapa yang akan ditempatkan ke dalam suatu kelompok kerja.<br /> Evaluasi Kinerja dan Sistem Ganjaran (imbalan) <br /> Proses melakukan evaluasi terhadap hasil kerja anggota kelompok setelah dievaluasi, maka perlu diteruskan dengan system ganjaran (imbalan) akan hasil evaluasi tersebut.<br /> Budaya Organisasi <br /> Merupakan standar perilaku untuk karyawan mengenai perilaku yang dapat diterima dengan baik atau yang tidak dapat diterima, seperti cara berpakaian, peraturan organisasi, perilaku jujur, integritas, dan semacamnya.<br /> Tataran Fisik Kerja <br />Tataran fisik kerja yang dipaksakan ke kelompok oleh pihak-pihak eksternal mempunyai landasan kerja yang penting bagi perilaku kelompok kerja. Seperti arsitek yang menentukan tata letak ruang kerja untuk mengurangi gangguan suara dan sebagainya.<br />b. Sumber Daya Anggota Kelompok <br />Ada dua sumber daya yang berperan sangat penting pada anggota individu, yaitu kemampuan dan karakteristik kepribadian.<br /> Kemampuan<br />Ada hubungan antara kemampuan intelektual (pengetahuan) dan keterampilan dengan relevansi terhadap tugas terhadap kinerja kelompok.<br /> Karakteristik Kepribadian <br /> Ada hubungan antara karakteristik kepribadian yang positif dalam budaya terhadap produktivitas, semangat, dan kekohesifan kelompok.<br /><br /><br /><br />2.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok<br />a. Model Lima Tahap<br />Ada lima tahap perkembangan kelompok, atau lebih dikenal dengan model lima tahap :<br />1. Tahap pembentukan (forming) : tahap pertama dalam perkembangan kelompok yang dicirikan oleh banyak nya ketidak pastian. Mengenai struktur, maksud dan tujuan, dan kepemimpinan kelompok. Pada tahap ini dicirikan oleh banyak ketidakpastian mengenai maksud, struktur, dan kepemimpinan kelompok. Para anggota melakukan uji coba untuk menemukan tipe-tipe perilaku apakah yang dapat diterima baik. Tahap ini selesai ketika para anggota telah mulai berfikir tentang diri mereka sendiri sebagai bagian dari kelompok.<br />2. Tahap keributan (storming) : tahap kedua dalam perkembangan kelompok yang dicirikan oleh konflik didalam kelompok, artinya para anggota menerima baik eksistensi kelompok, tetapi melawan adanya kendala kendala yang dikenakan oleh kelompok terhadap individualitas. Tahap keribuatan adalah tahap komplik di dalam kelompok (intragrup). <br />3. Tahap penormaan (norming) : tahap ketiga dalam perkembangan kelompok, dicirikan oleh hubungan akrab dan kekohesifan (ke saling tertarikan) Tahap penormaan adalah tahap di mana berkembang hubungan yang akrab dan kelompok menunjukan sifat kohesif (saling tarik). Sudah ada rasa memiliki identitas kelompok dan persahabatan yang kuat. Tahap ini selesai jika telah terbentuk struktur kelompok yang kokoh dan menyesuaikan harapan bersama atas apa yang disebut sebagai perilaku anggota yang benar.<br />4. Tahap pengerjaan (performing): tahap keempat dalam perkembangan kelompok, dimana kelompok tersebut sepenuhnya berfungsi dan diterima dengan baik. <br />5. Tahap penundaan (adjourning) : tahap terakhir dalam perkembangan kelompok dengan ciri kepedulian untuk menyelesaikan kegiatan kegiatan , bukan melaksanakan tugas. <br />b. Model Alternatif: Untuk Kelompok Temporer dengan Tenggat<br />Kelompok ini memiliki urutan tindakan (atau bukan tindakan) mereka sendiri yang unik, seperti:<br /> Menentukan arah kelompok<br /> Kerangka pola perilaku dan asumsi dimana kelompok akan melakukan pendekatan terhada proyeknya muncul dalam pertemuan pertama ini. Pola-pola yang bertahan lama dapat muncul dini pada detik-detik pertama usia kelompok itu.<br /> Fase inersia (lemas tanpa energy)<br /> Fase transisi (peralihan)<br /> Transisi mengawali perubahan besar<br /> Fase inersia kedua mengikuti masa transisi<br /> Pertemuan terakhir kelompok dicirikan oleh kegiatan yang sangat terpicu.<br />Singkatnya model keseimbangan-tecela mencirikan kelompok-kelompok yang memperagakan kurun waktu inersia yang panjang yang disla oleh perubahan-erubahan revolusioner pendek, yang terutama dipicu oleh kesadran anggotanya akan aktu tenggat. Akan tetapi, ingatlah bahwa model ini tidak berlaku lagi bagi semua kelompok. Pada hakikatnya itu terbatas pada kelompok tugas temporer yang bekerja dalam tenggat penyelesaian yang terbatas waktu.<br /><br />2.4 Struktur Kelompok<br />Kelompok kerja memiliki struktur yang dapat membentuk perilaku anggota kelompok tersebut. Ada beberapa variable struktur kelompok, yaitu:<br />a. Kepemimpinan Formal<br />Pemimpin formal harus selalu ada dalam setiap kelompok, seperti: manager, Kepala Satuan Tugas, atau Ketua Komite.<br />b. Peran<br />Peran adalah seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam unit sosial tertentu.<br />Kelompok-kelompok memberlakukan persyaratan peran berlainan ke individu,seperti:<br /> Identitas Peran<br />Ada sikap dan perilaku actual tertentu yang konsisten dengan peran dan menciptakan identitas peran.<br /> Persepsi Peran<br />Pandangan seseorang mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam situasi tertentu.<br /> Pengaharapan Peran<br />Pengharapan peran adalah bagaimana orang lain menyakini apa seharusnya tindakan anda dalam situasi tertentu.<br /> Konflik Peran<br />Hal ini terjadi jika individu dihadapkan kepada pengaharapan peran yang berlainan. Misalnya patuh kepada tuntutan satu peran yang menyebabkan dirinya kesulitan mematuhi tuntutan peran lain. <br />Setiap anggota kelompok memainkan suatu peran; konsisten dengan perannya atau sebaliknya. Bisa jadi bertemu dengan konflik dan tuntutan hasil dengan peran itu dari organisasinya.<br />c. Norma<br />Norma adalah standar perilaku yang dapat diterima dengan baik dalam suatu kelompok dan digunakan oleh semua anggota dalam kelompok tersebut. Norma digunakan untuk mempengaruhi perilaku anggota dan norma setiap kelompok akan berbeda dengan kelompok lain. Norma bersifat informal walaupu ada yang formal, yaitu yang ditulis dalam buku petunjuk organisasi.<br />d. Status<br />Status adalah posisi yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain. Status ada yang formal dan informal. Status mempengaruhi kekuatan norma dan tekanan di dalam kelompok.<br /><br /> Status dan norma.<br /> Status mempunyai beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan tekanan untuk penyesuaian. Misalnya anggota berstatus tinggi pada kelompok sering diberi lebih banyak kebebasan untuk menyimpang dari norma dibandingkan anggota kelompok yang lain.<br /> Kesetaraan Status.<br /> Penting bagi anggota kelompok untuk menyakini bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan adanya kesetaraan terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi dalam berbagai jenis perilaku korektif.<br /> Status dan Budaya.<br /> Perbedaan budaya akan mempengaruhi status, oleh sebab itu penting adanya status yang bervariasi di antara berbagai budaya.<br /> Ukuran<br /> Ukuran kelompok dapat mempengaruhi perilaku keseluruhan kelompok tetapi efeknya tergantung pada variable yang diperhatikan.<br />e. Komposisi<br />Untuk menyelesaikan suatu kegiatan, kelompok yang terdiri dari beranekaragaman keterampilan dan pengetahuan (heterogen) akan lebih efektif dibanding kelompok yang anggotanya homogeny.<br />f. Kepaduan<br />Kelompok-kelompok itu berbeda menurut kepaduan mereka, yaitu sejauh mana para anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk di dalam kelompok. Kepaduan itu akan membuat hubungan kelompok menjadi produktif. <br /><br />2.5 Proses Kelompok<br />Dalam tugas kelompok, sumbangan setiap individu tidak nampak jelas karena ada individu yang mengurangi upayanya sehingga hasil yang diperoleh oleh kelompok maksimal tetapi ada juga individu yang menciptakan keluaran (ouput)<br />lebih besar dari pada masukan (input).<br /> Sinergi<br />Sinergi adalah tindakan dua atau lebih substansi yang menghasilkan dampak atau efek yang berbeda dari penjumlahan masing-masing substansi itu. Seperti: kemalasan social memperlihatkan sinergi yang negative.<br /> Efek Fasilitas Sosial<br /> Efek fasilitas social mengacu pada kecenderungan membaik atau memburuknya kinerja sebagai respons atas kehadiran orang lain.<br /><br />2.6 Pengambilan Keputusan Kelompok<br />1. Komposisi kelompok<br />Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisi kelompok:<br /> Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar informasi <br /> Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi <br /> Komunikasi dan status struktur; biasanya yang osisinya tertinggi paling mendominasi dalam kelompok. <br />2. Ukuran kelompok;<br />Semakin besar kelompok semakin menyebar opini, konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok tersebut. <br />3. Kesamaan anggota kelompokKeputusan kelompok akan cepat dan mudah<br />dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.<br />4. Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang<br />dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.<br /> Cara lain untuk memahami tindak komunikasi dalam kelompok adalah dengan melihat bagaimana suatu kelompok menggunakan metode-metode tertentu untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi. Dalam dataran teoritis, kita mengenal empat metode pengambilan keputusan, yaitu kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion), pendapat ahli (expert opinion), kewenangan setelah diskusi (authority rule after discussion), dan kesepakatan (consensus).<br />a. Kewenangan Tanpa Diskusi<br />Metode pengambilan keputusan ini seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika kelompok tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini cukup sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya.<br />Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok,daripada keputusan yang diambil secara individual.<br />b. Pendapat Ahli<br />Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik, apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut memang benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota kelompok lainnya.<br />Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karenasangat sulit menentukan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik; untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit.<br />c. Kewenangan Setelah Diskusi<br />Sifat otokratik dalam pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama. Karena metode authority rule after discussion ini pertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan mengingkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat anggota kelompok sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, namun perilaku otokratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh.<br />Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu pada anggota kelompok akan bersaing untukmempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan. Artinya bagaimana para anggota kelompok yang mengemukakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.<br />d. Kesepakatan<br />Kesepakatan atau konsensusakan terjadi kalau semua anggota dari suatu kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki keuntungan, yakni partisipasi penuh dari seluruh anggota kelompok akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu metode konsensus sangat penting khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks.<br />Namun demikian, metodepengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepakatn ini, tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangan. Yang paling menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat.<br />Keempat metode pengambilan keputusan di atas, menurut Adler dan Rodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu metode lebih unggul dibandingkan metode pengambilan keputusan lainnya. Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung pada faktor-faktor:<br /> jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan, <br /> tingkat pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan <br /> kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut. <br />Kekuatan pengambilan keputusan kelompok<br />Kelompok Lawan Individu<br />Kelompk menghasilkan nformasi dan pengetahuan yang lebih lengkap. Dengan menyatukan berbagai sumber daya dari beberap individu, kita membawa lebih banyak masukan ke dalam proses keputusan. Selain banyak masukan, kelompok dapat membaa heterogenitas ke proses keputusan. Kelompok menawarkan peningktan keanekargaman pandangan. Ini membuka peluang ke lebih banyak pendekatan dan alternative menuju dipertimbangkan. Bukti menunjukan bahwa kelompok hamper selalu akan bekinerja baik bahkan lebih baik daripada individu terbaik. Dengan demikian kelompok menghasilkan keputusan bermutu yang lebih tinggi. Pada akhirnya. Kelompok menghasilkan peningkatan penerimaan terhadap solusi. Banyak keputusan gagal setelah pilihan kahir diambil karena orang-orang tidak menerima solusi itu. Anggota kelompok yang berpartisipasi dalam membuat keputusan itu mungkin dengan antusiasnya mendukung keputusan tersebut dan mendorong yang lain untuk menerimanya.<br />Kelemahan pengambilan keputusan kelompok<br />Meskipun ada banyak nilai tambah, keputusan kelompok memiliki kelemahan.pengambilan keputusan kelompok menghabiskan waktu. Khususnya membutuhkan waktu lebih banyak untuk mencapai pemecahan disbanding dalam kasus dimana keputusan diambil seseorang sajaada tekanan konformitas dalam kelompok. Hasrat dari anggota kelompok untuk diterima dan dianggap sebagai asset bagi kelompok itu dapat mengakibatkan dihentkannya setiap kesepakatan yang muncul. Keputusan kelompok dapat didominasi oleh satu atau beberapa orang. Jika koalisi dominant ini terdiri atas anggota dengan kemampuan rendah atau sedang, efektivitas seluruh kelompok akan berkurang. Akhirnya keputusan kelompok menjadi tidak efektif akibat tanggung jawab yang ambigu. Dalam keputusan individual, jelas siapa yang bartanggungjawab. Dalam keputusan kelompok, tanggungjawab masing-masing anggota menjadi berkurang.<br />Efektivitas dan efisiensi<br />Menurut kriteria ketepatan (akurasi), keputuan kelompok cenderung lebih tepat. Bukti menunjukan bahwa rata-rata kelompok mengambil keputusan dengan kualitas yang lebih baik daripada individ. Tetapi jika efekibitas keputusan didefinisikan menurut kecepatan, individu lebih unggul. Jika kreativitas itu penting,kelompok cenderung lebih efektif daripada individu. Jika efektivitas berarti tingkat penerimaan yang dicapai oleh keputusan akhir, maka sekali lagi kelompok lebih unggul.<br />Menurut kriteria efisiensi, kelompok hampir selalu kalah telak dibanding pengambil keputusan secara individual. Dengan beberapa pengecualian, pengambilan keputusan kelompok menghabiskan lebih banyak jam kerja daripada jika individu harus menangani masalah yang sama sendirian. Pengecualian cenderung berupa kasus-kasus dimana, keputusan tunggal harus mengahbiskan banyak waktu untuk mengkaji dokumen dan berbicara dengan orang lain. Karena kelompok mencakup anggota dari bidang beraneka, waktu yang dihabiskan untuk menelusuri informasi dapat dikurangi. Umumnya kelompok kurang efisien daripada individu.<br />Dua efek samping dari pengambilan keputusan kelompok mendapat perhatian cukup banyak dari para peneliti OB. Kedua fenomena inimempunyai potensi mempengaruhi kemampuan kelompok untuk menilai alternatif secara positif dan mengahsilkan solusi keputusan yang berkualitas.<br />Fenomena pertama, yang disebut pikiran kelompok (Groupthink).<br />Merupakan proses ketika kelompok menghadapi keputusan yang penuh stres, mereka menjadi lebih memperhatikan adanya kesepatan daripada mengevaluasi fakta-fakta yang muncul dalam situasi yang dipikirkan. Hal ini bisa saja terjadi karena kelompok melakukan devensive avoidance, yaitu mencoba menghindari informasi yang mungkin menyebabkan kecemasan.<br />Janis (1982) menulis bahwa group thinking terjadi karena pembuat keputusan itu adalah kelompok yang kohesif, ada kesalahan struktural dalam organisasi (pimpinan yang dominan), adanya situasi yang provokatif. Gejala Groupthink dapat digambarkan dari 3 tipe: yaitu: over-estimasi terhadap kelompoknya, kedekatan berpikir, dan tekanan untuk menjadi sama (seragam).<br />Kelompok dapat menghindari Groupthink dengan dua tahap: discouraging leader bias, dan menghindari isolasi kelompok. Kelompok jangan sampai dominan, dan memberikan kepada anggota untuk mengkritik. Untuk menghindari isolasi kelompok, rencana kebijakan kelompok dapat dibagi ke dalam sub grup dan dan sub grup ini bertemu untuk membahas tujuan kelompok secara terpisah, dengan pemimpin masing-masing sub group yang berbeda dengan pemimpin semula.<br />Fenimena kedua disebut pergeseran kelompok (grupshift). Fenomena inimmengindikasikan bahwa dalam membahas seperangkat alternatif dan mencapai pemecahan tertentu, para naggota kelompok cenderung membesar-besarjkan posisi (pendirian) awal yang mereka anut. Dalam beberapa situasi, sikap hati-hati medominasi, dan ada pergeseran konservatif. Tetapi bukti sering menunjukkan bhawa kelompok cenderung mengarah ke pergeseran yang riskan. Dalam diskusi kelompok menimbulkan geseran pendapat anggota yang signifikan ke pendapat yang ebih kestrem ke pendapat mereka sebelum melakukan diskusi. Pergeseran kelompok sesungguhnya daat dipandang sebagi kasus istimewa atas pikiran kelompok. Keputusan kelompok mencerminkan norma pengambilan keputusan dominan yang berkembang selama diskusi kelompok. Apakah pergeserankeputusan kelompok menuju ke arah lebih berhati-hati ataukah ke arah yang lebih banyak resikonya, hal itu tergantung pada norama pradiskusi yang dominan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br />3.1 Kesimpulan<br />Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya. <br />Perilaku kelompok dalam suatu masyarakat dipengaruhi dua proses yang saling berkaitan, yaitu intregasi sosial dan deferensiasi sosial. Integrasi sosial lebih kecenderungan saling menarik dan menyesuaikan diri, sedang deferensiasi sosial lebih ke arah perkembangan sosial yang berlawanan menurut jenis kelamin, agama dan profesi.<br />Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Stephen, P Robbins, 2006. Perilaku Organisasi Edisi kesepuluh. PT Indeks<br />www.wordpress.com/perilaku+kelompok<br />www.wikipedia .org/kelompok sosial<br />http://www.geocities.com/Athens/Forum/1650/htmlpersonality.html<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />LAMPIRAN - LAMPIRAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />JURNAL TERKAIT<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BERITA ACARA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 8<br />DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK<br /><br />Disampaikan pada: tanggal ........................<br /><br />Pertanyaan yang merupakan permasalahan yang diajukan diantaranya:<br />1. Penanya: Aah Siti Fatimah<br />Pertanyaan: Mengapa berkelompok itu penting? Bagaimana cara mengatasi permasalahan dari anggota kelompok yang keluar dari kelompoknya?<br />Jawab: Mengingat manusia itu merupakan makhluk sosial yang mana dalam kehidupannya manusia itu tidak bisa hidup sendiri, pastilah dia membutuhkan bantuan dari orang lain. Apabila manusia itu hidup sendiri maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan sosialnya. Jadi melalui kelompok otomatis individu dituntut untuk bisa berinteraksi dengan individu lainnya dan akan terciptalah suatu kerjasama yang salang membutuhkan dan akhirnya akan menciptakan suatu keuntungan bagi pihak-pihak yang ikut dalam kelompok tersebut.<br /> Ketika individu memutuskan untuk pindah atau keluar dari suatu kelompok tentunya hal ini banyak dipangaruhi oleh beberapa faktor. Mungkin saja kondisi/suasana kelompok yang memang tidak disuakinya atau pula tujuan dari pada kelompok itu yang memenag bertentangan dengan prinsip individu tersebut. Nah apabila terjadi demikian, dari sisi kelompok haruslah menciptakan suatu perkumpulan yang benar-benar nyaman bagi para anggoanya agar anggota tersebut betah dan mau ikut bekerjasama bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini tentunya berkaitan dengan peran daripada ketua kelompok yang harus mampu berinteraksi dengan para anggotanya dengan cara mengetahui secara lebih dekat apa yang menjadi keinginan dari anggotanya agar anggota merasa bahwa dia itu benar-benar diakui. Inilah salah satu tujuan dari orang ikut ke dalam suatu kelompok yaitu aga seorang individu memperoleh suatu pengakuan dari oarang di sekitarnya.<br />2. Penanya: Kinanti Geminastiti<br />Pertanyaan: Motif orang berkelompok adalah agar harapannya bisa tercapai, apabila harapannya itu tidak terealisasi apa yang akan dialakukan dan seharusnya dilakukan? Bagaimana kaitannya dengan produktivitas?<br />Jawab: Harapan merupakan cita-cita yang seseorang miliki dan harapakan dari apa yang dia kerjakan. Apaila harapan tersebut tidak tercapai mungkin orang akan berusaha mencari jalan lain yang menurutnya lebih baik daripada yang sebelumnya. Misalnya ketika dalam kelompok yang dia masuki sekarang harapannya itu belum tercapai maka hal ini akan berpengaruh pada produktifitasnya. Pekerjaan yang tadinya dia kerjakan dengan sungguh-sungguh tetapi karena dia mengetuhi bahawa dengan kerja sampai kapanpun di lingkungn dia bekerja sekarang ini tidak bisa mewujudkan harapannya maka kemungkinan besar akan menurunkan produktifitasnya. Cara kerja yang dilakukan akan sedikit menurun dan akhirnya produktifitas atau hasil yang diciptakanpun tidak akan maksimal. Dengan kondisi inilah dikhawatirkan banyak dari anggota kelompok yang tidak percaya lagi dengan kelompoknuya sendiri sehingga dia keluar dan mencari kelompok/organisasi lain yang menurutnya bisa membawa dia mewujudkan harapannya itu.<br />3. Penanya: Yogi Firmansyah<br />Pertanyaan : Variabel apa yang bisa mempengaruhi suatu keberhasilan dari kelompok? Apabila dilihat dari pengambilan keputusannya, lebih baik mana antara pengambilan keputusan kelompk dengan keputusan yang diambil secara individu?<br />Jawab :Keberhasilan suatu kelompok tentunya sangat dipngaruhi oleh anggota dari kelompok itu sendiri. Apabila kinerja kelompoknya itu bagus maka akan menghasilkan produktivitas yang baik pula. Jadi apabila ingin meningkatkan keberhasilan kelompok haruslah menumbuhkan kecintaan terhadap kelompok tersebut yang akan menciptakan suatu kepedulian diantara kelompoknya dan kahirnya dari kepedulian tersebut akan timbul suatu peningkatan produktivitas kerja diantara anggota yang akhirnya kana tercapai suatu keberhasilan bagi kelompok tersebut. Sehingga disini diperlukan peran pemimpin yang bisa mebahwahi para anggotanya menuju keberhasilan. Tidak dapat dipungkiri jugabahwa keberhasilan kelompok itu banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan atasannya. <br />Pengambilan keputusan apabila dilihat dari sisi efisien, tentunya pengambilan keputusan secara individual lebih baih ketimbang pengambilan keputusan secara berkelompok yang lebih banyak mebutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar. Tetapi disisi lain, pengambilan keputusan secara kelompok itu lebih akurat dibandingkan pengambilan keputusan secara individual. Hal ini terjadi karena dalam kelompok akan muncul berbagai macam alternatif pemecahan dari berbagai kalangan anggota kelompok dan ini akan memperkaya pengetahuan para anggota serta keputusan yang diambil nantinya adala keputusan yang menurutnya baik untuk semua dan apabila ternyata keputusan tersebut salah maka hal tersebut adalah merupakan tanggungjawab bersama antara anggota kelompok.<br />4. Penanya: Fajar<br />Pertanyaan: Apabila didalam kelompok itu terjadi suatu gap didalam kelompok bagaiman cara mengatasinya?<br />Jawab: Gap antar kelompok ataupun didalam kesatuan kelompok biasanya terjadi pada kelompok informal, misalnya kelompok persahabatan/pertemanan. Kebanyakan kasus terjadinya gap ini diakibatkan oleh adanya perbedaan dalam hal kebiasaan hidup ataupun kepentingan diantara anggota. Anggota yang memiliki hobi membaca cenderung kaan mencari teman yang memiliki hobi baca/belajar juga ketimbang mencari teman yang hobinya jalan-jalan. Jadi gap ini memang sudah biasa terjadi yang penting bagaimana cara kita menyikapinya karena makin banyak perbedaan akan menambah karakteristik dari kelompok tersebut. Yang terpenting adalah cara kita menyikapinya, khususnya adalah dengan cara meluruskan kembali apa yang menjadi tujuan kelompok dan jangan sampai tujuan individu lebih penting daripada tujuan kelompoknya.<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-9890270489635822932010-01-08T15:37:00.002-08:002012-10-24T21:45:04.695-07:00PO Dewi<div align="justify">KEKUASAAN DAN POLITIK<br /><br />Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada <br />Mata Kuliah Perilaku Organisasi <br /><br /><br /> <br /><br />Disusun Oleh :<br />NAMA : DEWI SUSANI<br />NIM : 0700296<br /><br /><br /><br />PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI<br />FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS<br />UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA<br />2009<br /><br /><br /><br /><br /><br />KATA PENGANTAR<br /><br /> Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Walaupun dalam proses penyelesaiannya penulis menghadapi sedikit kesulitan.<br /> Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah perilaku organisasi di semester ganjil ini. Selain itu untuk memberikan informasi dan mengkaji materi tentang bagaimana peranan kekuasaan dan politik dalam suatu organisasi serta apa yang membedakan antara kekuasaan dan kepemimpinan.<br /> Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen pada mata kuliah perilaku organisasi yang telah memberikan serta menjelaskan bahan kajian yang akan dibahas.<br /> Penulis sadar akan masih banyaknya kekurangan dalam makalah ini yang jauh dari sempurna, namun penulis telah berusaha untuk memberikan yang terbaik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para pembaca. Atas segala perhatian dan partisipasinya penulis ucapkan terima kasih.<br /><br /><br />Bandung, 2009<br /><br /> Penulis,<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br />KATA PENGANTAR <br />DAFTAR ISI<br />BAB I PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………1<br />1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………..1<br />1.3 Tujuan …………………………………………………………………….1<br />BAB II PEMBAHASAN<br />2.1 Definisi Kekuasaan ……………………………………………………….2<br />2.2 Membedakan Kepemimpinan dan Kekuasaan ……………………………2<br />2.3 Dasar-dasar Kekuasaan …………………………………………………...2<br />2.4 Strategi Kekuasaan ………………………………………………………..3<br />2.5 Politik dalam Kekuasaan…………………………………………………..3<br />2.6 Realitas Politik …………………………………………………………….4<br />2.7 Faktor Penyumbang Perilaku Politik …………………………………...…5<br />BAB III PENUTUP<br />3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………..8<br />DAFTAR PUSTAKA<br />LAMPIRAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang<br />Kekuasaan telah digambarkan sebagai kata kotor terakhir. Lebih mudah bagi sebagian besar kita berbicara mengenai uang daripada berbicara mengenai kekuasaan. Orang yang mempunyai kekuasaan menyangkalnya. Orang yang menginginkannya berusaha untuk tidak tampak memperjuangkannya. Dan mereka yang mudah untuk mendapatkannya merahasiakan cara untuk mendapatkannya.<br />Tema utama dalam pembahasan bab ini adalah bahwa kekuasaan merupakan proses wajar dalam setiap kelompok atau organisasi. Dengan demikian, kita perlu mengetahui cara memperoleh dan bagaimana menjalankan kekuasaan jika kita akan memahami sepenuhnya perilaku organisasi. Meski kita sering mendengar ungkapan bahwa kekuasaan bersifat merusak, dan kekuasaan mutlak bersifat mutlak merusak. Namun kekuasaan tidaklah selau buruk. Karena kekuasaan merupakan kenyataan hidup dalam suatu organisasi dan tidak akan hilang. Lebih dari itu, dengan mempelajari caranya kekuasaan dalam berorganisasi, kita akan lebih mampu menggunakan pengetahuan untuk membantu menjadi manajer yang lebih efektif dalam suatu organisasi.<br /><br />1.2 Rumusan Masalah<br />Perumusan Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :<br />1. Bagaimana perbedaan Kepemimpinan dan kekuasaan?<br />2. Bagaimana Dasar-dasar dan Strategi kekuasaan?<br />3. Bagaimana Politik dalam kekuasaan?<br />4. Bagaimana Realitas politik dan apa faktor penyumbang perilaku politik?<br /><br />1.3 Tujuan<br />Dari latar belakang yang telah diuraikan dalam makalah ini, penulis memiliki tujuan untuk mengetahui apa definisi kekuasaan, membandingkan kepemimpinan dan kekuasaan, mendefinisikan tujuh dasar kekuasaan, serta bagaimana strategi kekuasaan dan kemungkinan-kemungkinannya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />2.1 Definisi Kekuasaan<br /> Kekuasaan adalah kapasitas atau potensi. Orang dapat memiliki kekuasaan tetapi tidak dapat memaksakan penggunaannya. Kekuasaan merupakan fungsi dari ketergantungan yang dimana semakin besar ketergantungan seseorang pada orang lain, maka akan semakin besar kekuasaan orang lain terhadap dirinya dalam hubungan itu.<br /><br />2.2 Membedakan Kepemimpinan dan Kekuasaan<br /> Kedua konsep kepemimpinan dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat. Para pemimpin dapat menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin mencapai sasaran, dan kekuasaan merupakan sarana untuk memudahkan pencapaian sasaran itu.<br /> Perbedaan antara Kepemimpinan dan Kekuasaan berkaitan dengan kompatibilitas sasaran. Kekuasaan tidak menuntut kompatibilitas sasaran tetapi menuntut sekedar ketergantungan. Sedangkan kepemimpinan menuntut kongruensi antara sasaran pemimpin dan para pengikutnya. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh kebawah terhadap bawahan seseorang dan meminimalkan pentingnya pola pengaruh kesamping dan keatas.<br /><br />2.3 Dasar- dasar Kekuasaan<br />A. Kekuasaan Formal<br /> Didasarkan pada posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa dari wewenang formal atau dari kendali atas informasi. <br />• Kekuasaan Paksaan yaitu ketergantungan pada rasa takut. Seseorang bereaksi terhadap kekuasaan ini karena rasa takut akan akibat buruk yang mungkin terjadi jika tidak mematuhi. <br />• Kekuasaan Hadiah yaitu ketergantungan atau kepatuhan tercapai berdasarkan kemampuan mendistribusikan imbalan yang dipandang berharga atau bermanfaat oleh orang lain.<br />• Kekuasaan hukum yaitu kekuasaan yang diterima seseorang sebagai hasil dari posisinya dalam hirarki formal organisasi.<br />• Kekuasaan Informasi yaitu kekuasaan yang berasal dari akses ked an kendali atas informasi.<br />B. Kekuasaan Personal<br /> Kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik setiap individu.<br /> Kekuasaan Pakar yaitu pengaruh yang dimiliki sebagai akibat dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Kepakaran telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling ampuh, karena dunia telah menjadi semakin berorientasi teknologi. Karena pekerjaan menjadi lebih terspesialisasi, kita menjadi semakin bergantung pada pakar untuk mencapai sasaran.<br /> Kekuasaan Rujukan yaitu pengaruh didasarkan pada identifikasi dengan orang yang mempunyai sumber daya atau cirri pribadi seseorang.<br /> Kekuasaan Kharismatik yaitu perluasan dari kekuasaan rujukan yang muncul dari kepribadian dan gaya interpersonal seseorang.<br /><br />2.4 Strategi Kekuasaan <br /> Nalar : Gunakan Fakta dari data untuk membuat penyajian gagasan yang logis atau rasional <br /> Keramahan : Gunakan sanjungan, penciptaan goodwill, bersikap rendah hati, dan bersikap bersahabat sebelum mengemukakan permintaan.<br /> Koalisi : Dapatkan dukungan orang lain dalam organisasi untuk mendukung permintaan itu.<br /> Tawar Menawar : Gunakan perundingan melalui pertukaran manfaat atau keuntungan.<br /> Ketegasan : Gunakan pendekatan yang langsung dan kuat seperti misalnya menuntut pemenuhan permintaan, mengulangi peringatan, memerintahkan individu melakukan apa yang diminta, dan menunjukan bahwa aturan menuntut pematuhan.<br /> Otoritas Lebih Tinggi : Dapatkan dukungan dari tingkat lebih tinggi dalam organisasi untuk mendukung permintaan.<br /> Sanksi : Gunakan imbalan dan hukuman yang ditentukan oleh organisasi seperti misalnya mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji, mengancam memberikan penilaian kinerja yang tidak memuaskan atau menahan promosi.<br /><br />2.5 Politik dalam Kekuasaan<br /> Bila orang-orang berkumpul dalam kelompok-kelompok, kekuasaan akan muncul. orang ingin membangun relung yang dapat mereka gunakan untuk mempengaruhi, memperoleh imbalan, dan memajukan karirnya. Bila karyawan dalam organisasi mengubah kekuasaan mereka menjadi tindakan, kita mendeskripsikannya mereka sedang sibuk berpolitik. mereka dengan keterampilan polotik yang baik mempunyai kemampuan menggunakan dasar-dasar kekuasaan mereka yang efektif. <br /> Terdapat banyak definisi mengenai politik organisasi. tetapi pada hakikatnya semua berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak mendapat sanksi dari organisasi. untuk tujuan kita, kita mendefinisikan perilaku politik dalam organisasi sebagai kegiatan-kegiatan yang tidak di isyaratkan sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian dan didalam organisasi tersebut.<br /> Definisi ini meliputi unsur-unsur yang dimaksudkan banyak orang ketika mereka berbicara tentang politik organisasi. Perilaku politik itu berada diluar persyaratan pekerjaan spesifik seseorang. perilaku ini menuntut upaya penggunaan dasar kekuasaan seseorang. disamping itu, definisi kita meliputi upaya-upaya untuk mempengaruhi sasaran, kriteria, atau proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik itu menyangkut distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi itu. definisi kita cukup luas sehingga mencakup perilaku politik seperti menahan informasi utama dari pengambil keputusan, pengungkapan penyelewengan, penyebaran desas-desus, pembocoran informasi rahasia mengenai kegiatan organisasi ke media massa, pertukaran dukungan dengan orang-orang lain dalam organisasi demi keuntungan timbal balik, dan melobi atas nama atau melawan individu atau alternatif keputusan.<br /> Perilaku politik sah mengacu pada politik sehari-hari yang normal, megeluh ke penyelia anda melalui rantai komando, membentuk koalisi, merintangi kebijakan atau keputusan organisasi dengan tidak bertindak atau mematuhi secara berlebihan aturan-aturan, dan mengembangkan kontak diluar organisasi melalui kegiatan professional seseorang. Dipihak lain terdapat juga perilaku politik tidak sah yang melanggar aturan permainan yang berlaku. Mereka yang memburu kegiatan ekstrem semacam itu sering dideskripsikan sebagai individu-individu yang memainkan bola keras. Kegiatan tidak sah itu menyangkut sabotase, pengunkapan penyelewengan, dan protes simbolik seperti misalnya mengenakan pakaian tidak ortodok atau pin protes dan kelompok karyawan secara serentak tidak masuk dan menelepon menyatakan sakit. <br /> Sebagian besar semua tindakan politik organisasi berasal dari varietas sah. Alasannya prragmatis, ragam perilaku politik yang tidak sah dan ekstrem menghadapi resiko sangat nyata akan kehilangan keanggotaan organisasi atau sanksi ekstrem melawan mereka yang menggunakannya dan kemudian tidak lagi memiliki cukup kekuasan untuk menjamin bahwa politik itu akan berhasil.<br />2.6 Realitas Politik<br /> Politik merupakan fakta kehidupan dalam organisasi. orang yang mengabaikan fakta kehidupan ini melakukan sesuatu yang membahayakan diri mereka sendiri. Tetapi, mungkin kita tidak tahu mengapa politik itu harus ada? tidakkah mungkin bahwa organisasi bebas dari politik? itu mungkin tetapi sangat kecil kemungkinannya. <br /> Organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok dengan nilai, sasaran, dan kepentingan yang berlainan. Hal itu membentuk potensi konflik mengenai sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruangan, tanggung jawab proyek dan penyesuaian gaji hanyalah beberapa contoh sumber daya yang alokasinya akan tidak disepakati oleh anggota-anggota organisasi.<br /> Sumber daya di dalam organisasi juga terbatas, yang sering mengubah konflik potensial menjadi konflik nyata. Jika sumber daya itu melimpah semua anggota yang beraneka ragam dalam organisasi itu dapat memenuhi sasaran mereka. tetapi karena sumber daya itu terbatas tidak semua kepentingan dapat dipenuhi. selanjutnya, apakah benar atau tidak, perolehan satu orang atau kelompok sering dianggap mengorbankan orang-orang lain didalam organisasi. kekuatan ini menciptakan persaingan dikalangan anggota untuk memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.<br />2.7 Faktor Penyumbang Perilaku Politik<br /> Tidak semua kelompok atau organisasi secara politis sama. Dalam beberapa organisasi, misalnya permainan politik terjadi secara terang-terangan dan merajalela. dalam organisasi lain politik memainkan peran kecil dalam mempengaruhi hasil. riset dan pengamatan baru-baru ini mengidentifikasi sejumlah faktor yang tampaknya mendorong perilaku politik. ada yang merupakan karakteristik individu. yang berasal dari ciri untuk orang-orang yang dipekrjakan oleh organisasi itu. yang lain adalah hasil dari budaya atau lingkungan internal organisasi.<br />2.7.1 Faktor Individu<br /> Pada tingkat individu, para peneliti mengidentifikasikan ciri kepribadian , kebutuhan dan faktor-faktor lain tetentu yang kemungkinan besar terkait dengan prilaku politik. Dari segi ciri, kita mendapati bahwa karyawan yang merupakan pemantau diri tinggi, memiliki lokus kendali internal, dan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan dan lebih besar kemungkinan melakukan prilaku politik.<br /> Pemantau diri yang tinggi lebih peka terhadap isarat social, memperlihatkan tingkat kompormitas sosial yang lebih tinggi, dan lebih besar kemungkinannya sangat trampil berprilaku politik dari pada diri yang rendah. Individu dengan lokus kendali internal,karena yakin dapat mengendalikan lingkungan mereka, lebih cendrung mengambil sikap proaktif dan berupaya memanipulasi situasi untuk mendukung mereka. Dan tidak mengejutkan, kepribadian Machiavellian yang di cirikan dengan tekad memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan lebih merasa nyaman mengunakan politik sebagai cara memajukan kepentingan dirinya.<br /> Di samping itu, investasi dalam organisasi, alternatif yang di pahami dan pengharapan akan sukses oleh individu akan pengaruhi sejauh mana ia akan mengejar cara tindakan politik secara sah. semakin banyak seseorang berinvestasi kedalam organisasi yang berupa harapan akan mamfaat masa depan yang meningkat,semakin banyak orang itu rugi jika didepak keluar,dan semakin kecil kemungkinan ia menggunakan cara yang tidak sah. Semakin banyak seseorang memiliki kesempatan pekerjaan alternatif karena adanya pasaran kerja yang menguntungkan atau kepemilikan keterampilan dan pengetahuan yang langka yang langka, reputasi yang bagus, atau kontak yang berpengaruh di luar organisasi. Semakin dia siap menanggung resiko atas tindakan politik yang tidak sah. Akhirnya, jika individu mempunyai harapan kecil untuk sukses dalam menggunakan cara yang tidak sah, kemungkinan kecil ia akan mencoba cara itu. Harapan besar akan sukses dalam penggunaan cara yang tidak sah akan mungkin di lakukan oleh individu yang berpengalaman maupun yang berkuasa, dengan keterampilan politik yang tinggi dan karyawan tida berpengalaman dan yang salah mampertimbangkan peluang mereka.<br />2.7.2 Faktor Organisasi<br /> Kegiatan politik lebih merupakan fungsi dari karakteristik organisasi daripada variabel perbedaan individu. karena banyak organisasi mempunyai banyak karyawan dengan karakteristik individual yang kita cantumkan, meski jangkauan perilaku politik sangat beraneka ragam. Walaupun kita mengakui peran yang dapat dimainkan oleh perbedaan individu dalam memupuk permainan politik., bukti lebih kuat mendukung bahwa situasi dan budaya tertentu meningkatkan politik. lebih spesifik bila sumber daya organisasi menurun, bila pola sumber daya yang ada itu berubah dan bila terdapat kesempatan untuk promosi, kemungkinan lebih besar politik akan muncul. Disamping itu budaya yang dicirikan dengan kepercayaan rendah, ambiguitas peran, system evaluasi kinerja yang tidak jelas, pengambilan keputusan yang demokratis, Tekanan yang tinggi atas kinerja dan manajer senior yang mementingkan diri sendiri akan menciptakan lahan perkembangan permainan politik.<br /> Ketika organisasi-organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. terancam oleh hilangnya sumber daya, orang-orang dapat melakukan tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. tetapi setiap perubahan, teristimewa perubahan yang menyiratkan realokasi sumber daya secara berarti didalam organisasi, kemungkinan besar akan merangsang konflik dan meningkatkan permainan politik.<br /> Keputusan promosi jabatan senantiasa dijumpai sebagai salah satu yang paling politis dalam organisasi. kesempatan untuk promosi atau maju mendorong orang bersaing memperebutkan sumber daya yang terbatas dan berusaha mempengaruhi secara posirif hasil keputusan. Semakin sedikit kepercayaan dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin besar tingkat kemungkinan munculnya perilaku politik yang tidak sah. Jadi kepercayaan yang tinggi seharusnya menekan tingkat perilaku politik secara umum dan menghambat tindakan tidak sah secara khusus.<br /> Semakin besar tekanan yang dirasakan oleh para karyawan untuk berkinerja dengan baik, semakin besar kemungkinan meraka terlibat dalam permainan politik. bila orang dituntut secara ketat bertanggung jawab atas hasil, mereka akan berusaha keras agar tampak baik. Jika seseorang menganggap bahwa karir keseluruhannya bergantung pada angka penjualan kuartal yang akan dating atau laporan produktifitas pabrik bulan depan, terdapat motivasi untuk memastikan bahwa akan muncul angka-angka yang mendukung. <br /> Akhirnya bila para karyawan menyaksikan orang-orang di puncak menjalankan perilaku politik, teristimewa bila mereka berhasil melakukan hal itu dan mendapat imbalan, Terciptalah iklim yang mendukung permainan politik. permainan politik yang dilakukan oleh manajemen puncak dalam arti tertentu memberikan izin kepada mereka yang lebih rendah dalam organisasi bermain politik dengan menyiratkan bahwa perilaku semacam itu dapat diterima. <br /><br />Tanggapan Karyawan Terhadap Politik Organisasi<br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /> <br />3.1 Kesimpulan<br /> Jika kita ingin semua berjalan dalam kelompok atau organisasi, maka kita akan terbantu bila mempunyai kekuasaan. sebagai manajer yang ingin memaksimalkan kekuasaan, tentu akan meningkatkan ketergantungan orang lain pada manajer. <br /> Sedikit karyawan yang senang bila tidak berkuasa dalam pekerjaan dan organisasi mereka. telah dikemukakan, misalnya bahwa ketika orang-orang dalam organisasi suka asal beda, argumentative, dan temperamental maka itu mungkin karena mereka berada dalam posisi tidak berkuasa, dimana harapan kinerja yang di isyaratkan ke mereka melampui sumber daya dan kemampuan mereka.<br /> Terdapat bukti bahwa orang-orang akan memberikan tanggapan secara berlainan terhadap berbagai dasar kekuasaan. Kekuasaan pakar dan rujukan(acuan) berasal dari ciri pribadi individu. sebaliknya kekuasaan paksaan, kekuasaan imbalan dan kekuasaan yang sah pada hakikatnya diturunkan oleh organisasi. karena orang cenderung lebih menerima baik dan berkomitmen pada individu yang mereka kagumi atau yang pengetahuannya mereka hargai (bukannya seseorang yang mengandalkan posisinya untuk memberi imbalan atau memaksa mereka), penggunaan yang efektif atas kekuasaan pakar dan acuan seharusnya menyebabkan kinerja, komitmen, dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. tampak bahwa kompetensi menawarkan daya tarik yang luas, dan penggunaannya sebagai dasar kekuasaan menghasilkan kinerja yang tinggi pada anggota-anggota kelompok.<br /> Orang yang cerdik berpolitik diharapkan mendapatkan penilaian kinerja yang lebih tinggi dan oleh karena itu, kenaikan gaji yang lebih besar dan lebih banyak promosi dibanding mereka yang canggung berpolitik. Mereka yang cerdik berpolitik juga cenderung memperlihatkan kepuasan kerja yang lebih tinggi. bagi karyawan yang keterampilan politiknya sedang atau yang tidak ingin bermain politik, persepsi tentang politik organisasi umumnya berhubungan dengan lebih rendahnya kepuasan kerja dan kinarja yang dilaporkan sendiri dan meningkatnya kecemasan, serta pengunduran diri karyawan.<br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi : Jakarta. PT Indeks kelompok Gramedia.<br />http://zainalmuttaqien.multiply.com/journal/item/5/Kekuasaan_Dan_Politik_Dalam_Manajemen_<br />http://irwanprayitno.info/artikel/1213778798-pendidikan-dalam-perpsektif-politik.htm<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />JURNAL <br />Oleh : Paul W. Cummings<br />Kekuasaan dan politik dalam manajemen merupakan anak kembar yang tak terpisahkan, karena yang satu tidak dapat hidup tanpa yang lain. Para manajer zaman sekarang harus mempelajari segi-segi pokok dalam kekuasaan dan politik, jika mereka mau hidup terus dan berhasil. Mereka harus belajar tentang garis-garis kekuasaan, menggunakan teknik-teknik politik, dan menggunakan kekuasaan dan teknik-teknik politik secara efektif dalam karier mereka.<br />GARIS-GARIS KEKUASAAN DAN POLITIK<br />Garis kekuasaan kadang-kadang sangat tidak kentara dalam organisasi kerja, sehingga bawahan tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sedang digunakan untuk mengejar keinginan dan maksud orang lain. Apa yang menarik orang mencari kekuasaan? Kadang-kadang hal itu antara lain disebabkan karena orang ingin memanipulasi atau mengendalikan orang lain dalam organisasi. Atau, ada juga orang yang haus akan ketaatan dan kepatuhan dari orang lain menuruti segala perintahnya. Atau memiliki hasrat besar untuk selalu dicap berjasa. Bagi sementara orang, situasi kerja merupakan satu-satunya tempat dimana mereka dapat memperoleh dan menggunakan kekuasaan.<br />Perebutan kekuasaan dan basis kekuatan muncul dalam lingkungan kerja bila orang-orang dan kelompok-kelompok berlomba untuk dapat mengendalikan perilaku orang dan kelompok lain. Dan bila orang-orang atau kelompok-kelompok berinteraksi dalam suatu kontes kekuasaan, terciptalah kemudian apa yang disebut dengan politik. Parta dan golongan mulai dibentuk dan dikembangkan, orang-orang bersekutu dalam kelompok-kelompok formal, berkoalisi, mengadakan perjanjian-perjanjian, di mana oang dan kelompok yang satu menang dan yang lain kalah. <br />Ciri pokok kekuasaan seperti yang kita kenal dalam perusahaan industri sekarang ini ialah penggunaan orang-orang dan kelompok-kelompok untuk tujuan dan maksud tertentu. Banyak orang merasa bahwa kekuasaan merupakan semacam proses menang kalah. Tetapi ini merupakan suatu kesalahpahaman, karena manajer dan kelompok kerja mempunyai jumlah kekuasaan yang berbeda-beda. Lagi pula, ada perbedaan dalam bagaimana kekuasaan itu dibagikan dalam seluruh hierarki keorganisasian, dan bagaimana, di mana, serta kapan dapat digunakan dalam bidang-bidang yang sah. Misalnya, kekuasaan harus dimiliki bersama oleh manajer dan kelompok kerja dalam beberapa situasi, tetapi tidak dalam situasi lain. Sebagai contoh, manajer dan bawahan harus bekerja sama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi jika organisasi mau hidup terus. Tetapi dalam usaha mencapai tujuan ini, mereka mungkin terlibat dalam konflik-konflik tajam yang mengakibatkan perebutan kekuasaan. Dalam kasus-kasus seperti ini, perlulah eksekutif puncak campur tangan sebagai hakim, dan memutuskan arah tindakan mana yang harus diikuti. Contoh-contoh klasik perebutan kekuasaan dalam organisasi demikian ini terjadi hampir setiap hari antara kelompok penjualan dan kelompok produksi, manajer lini dan manajer staf, manajer pengendalian mutu dan manajer produksi. <br />Konflik dalam bentuk perebutan kekuasaan tidak dapat dihindarkan dan memang diperlukan dalam masyarakat industri kita yang rumit ini. Konflik dalam organisasi sering dapat meningkatkan moral kerja berbagai kelompok, membantu mereka mengatasi kekurangan mereka, menegaskan serta menguraikan nilai-nilai dan kepercayaan kelompok. Interaksi intensif dalam perebutan kekuasaan mencegah kelompok menjadi terpencil atau menyimpang. Perebutan kekuasaan menjaga efisiensi dan efektivitas organisasi, sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Jika perebutan kekuasaan berhenti atau tidak ada lagi, organisasi akan tidak efisien dan kaku. <br />Konflik melalui perebutan kekuasaan dalam organisasi hendaknya merupakan cara untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Bila perebutan kekuasaan menjadi tujuan, akibatnya adalah gangguan fungsi. Para manajer harus tegas, jika efisiensi dan kebaikan seluruh organisasi tidak hendak dirugikan.<br />LATAR BELAKANG KEKUASAAN DAN POLITIK<br /> Latar belakang dan pola gerak-gerik yang dialami dan diperlihatkan oleh para manajer dan eksekutif menarik untuk diselidiki. Dalam banyak kejadian, tetapi tidak semua, kehidupan di rumah atau pengalaman dalam hubungan kelompok jauh sebelum mereka masuk sekolah, mempunyai sangkut paut erat dengan usaha mereka mencari kekuasaan. Bila mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu keluarga di mana ayahnya seorang ekeskutif atau seorang manajer profesional, mereka akan secara otomatis mengembangkan nilai-nilai sosial seorang calon manajer muda yang penuh ambisi. Halnya akan lain kalau mereka dibesarkan dalam suatu keluarga di mana ayah mereka seorang buruh pabrik. <br /> Barangkali orang yang paling berhasil mendapatkan kekuasaan dalam manajemen sekarang ini adalah mereka yang di masa mudanya mempelajari peraturan-peraturan bagaimana memainkan permainannya. Ketika mereka masuk sekolah menengah, mereka telah mengembangkan suatu kesadaran akan dirinya secara sosial dan politis dan mulai mengadakan percobaan dalam bidang-bidang pokok hubungan kekuasaan dan politik. Peranan di sekolah menengah seperti ketua organisasi siswa, kapten kesebelasan, atau kedudukan resmi lainnya yang memerlukan persaingan, mengajarkan pada anak-anak muda ini dasar-dasar kekuasaan sosial, politik, dan tanggung jawab, yang kelak berguna sebagai model pertama bagi cita-cita dan amnbisi mereka untuk mencapai kekuasaan di perusahaan atau industri. <br />BAGAIMANA MEMPEROLEH KEKUASAAN MELALUI TEKNIK-TEKNIK POLITIK<br /> Ada banyak sekali teknik politik untuk memperoleh kekuasaan dalam organisasi indsutri kita sekarang ini. Saya gunakan kata "politik" di sini untuk memberi ciri pada seseorang yang cerdik atau lihai dalam mempromosikan dirinya naik ke jenjang organisasi untuk memperoleh kekuasaan. Politik sering dilihat sebagai suatu seni atau ilmu di mana praktek-praktek yang cerdik, licin dan kadang-kadang tidak jujur harus digunakan dalam persaingan dengan orang lain untuk memperoleh kekuasaan dan kepemimpinan dalam kehidupan kelompok kerja. <br /> Orang yang baru lulus perguruan tinggi harus belajar membina hubungan, persekutuan, dan koalisi dengan atasan, rekan-rekan sekelompok, dan bawahannya. Mereka yang telah memegang peranan kepemimpinan dapat segera mengasah teknik-teknik politik mereka supaya lebih tajam dengan mempelajari tipudaya-tipudaya berikut ini dengan seksama. <br />1. Membina hubungan dengan atasan.<br /> Atasan adalah orang pertama kepada siapa anda harus memusatkan perhatian. Tidak ada orang lain dalam organisasi yang dapat berbuat lebih banyak bagi anda selain atasan anda. Tetapi bagaimana caranya membina hubungan dengan atasan? Ada beberapa cara, tetapi pendekatan yang paling pokok ialah mempelajari bagaimana individu atasan anda. Pelajarilah sebanyak mungkin tentang latar belakangnya, nilai-nilainya, prasangkanya, kegemarannya, agama, keluarga, dan perguruan tinggi di mana ia belajar sebelumnya. Yang lebih penting, anda harus dapat menaksir harapan-harapan atasan terhadap bawahannya, termasuk anda. Dan tak ada yang lebih efektif lagi daripada kerja keras secara produktif untuk mendapatkan perhatian atasan anda. <br /> Belajar sebanyak mungkin tentang atasan memerlukan banyak waktu dan usaha. Tetapi, dengan memperoleh sedikit demi sedikit informasi dari sana-sini, manajer yang cekatan dan cerdik akan segera dapat menyusun pola perilaku yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun rencana di masa depan untuk mendekati atasannya. Selama masa belajar ini, buatlah catatan emosi atasan: dan jika perlu, catatlah kejadian-kejadian penting yang terjadi di rumah sehingga dapat dipelajari dan ditinjau kembali setelah beberapa waktu. Jangan mengandalkan ingatan anda saja. Jangan lupa bahwa atasan itu seorang manusia biasa, yang juga dapat mengalami luapan emosi, frustasi, dan rasa cemas seperti anda sendiri. Yang perlu anda ketahui ialah bagaimana atasan itu bereaksi: anda perlu memahaminya dan kelak bisa menggunakannya untuk keuntungan anda sendiri. <br />2. Membuat persiapan yang berhasil. <br /> Setelah mempelajari atasan anda dan mengetahui prasangka serta nilai-nilainya, manajer bawahan atau penyelia yang cerdik dapat berhati-hati untuk tidak pernah menyakitkan hatinya. Ini bisa merupakan tugas yang berat dan sulit, jika usaha untuk memperoleh kebaikan hati dan dukungan atasan itu harus berarti mengalahkan prinsip-prinsip, kepercayaan, dan prasangka anda sendiri. <br /> Bila anda semakin memahami prinsip dan perasaan atasan anda, anda akan semakin menyadari bahwa atasan anda selalu berusaha, dengan cara yang halus, merangsang keluar nilai-nilai dan pendapat anda tentang segala macam soal yang kontroversial. Masalah-masalah nasional dan internasional sehubungan dengan agama, kebijakan ekonomi, politik, atau konflik rasial, merupakan subyek-subyek favorit yang suka dibicarakan oleh para atasan dengan bawahan mereka untuk bertukar pikiran. Jika anda berpegang teguh pada prinsip anda dan mengutarakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat atasan anda mengenai masalah-masalah yang peka, mungkin anda akan merasa berdiri di luar kelompok inti atasan anda. <br /> Pertemuan-pertemuan yang tampaknya remeh ini merupakan konkretisasi dari telaah dan pengamatan anda terdahulu tentang kesukaan dan kebencian atasan anda. Jika anda telah bekerja dengan baik, anda tidak akan mudah kehilangan simpati dari atasan anda. Dan, jika anda tidak siap untuk memberikan jawaban tentang suatu masalah kontroversial yang tidak ada hubungan dengan masalah pekerjaan anda atau organisasi, atau jika anda tidak mau mengungkapkan pendapat anda yang bertentangan, anda dapat berpura-pura tidak tahu-menahu tentang masalah itu. Adakalanya atasan anda bermaksud menggali lebih dalam masalah itu; jika demikian, anda lebih baik menjawab sedapat mungkin untuk memuaskan atasan anda. <br /><br />3. Memanfaatkan rekan manajer.<br /> Manajer yang cerdik tahu bahwa ia perlu memupuk persekutuan dengan manajer-manajer di bagain lain yang setingkat dengan dia. Tujuan utamanya adalah menciptakan suatu jaringan yang berfungsi sebagai pengumpul keterangan atau sebagai suatu sarana pendukung. Dengan menyadap sumber-sumber ini setiap hari atau setiap minggu, anda dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai bagian organisasi dan dengan demikian memperoleh laporan lengkap tentang pemikiran dan tindakan eksekutif. Dengan keterangan ini pula, anda dapat mengantisipasi keputusan dan kemungkinan tindakan di masa depan sehubungan dengan bagian anda sendiri. <br /> Anda mungkin dapat membantu rekan manajer yang sedang mengalami kesulitan tanpa bekerja kerasa dan tanpa mengungkapkan motif-motif anda sebenarnya, tergantung di bagian mana anda berfungi dalam organisasi. Dengan cara ini, anda membangun "tabungan politik" yang anda simpan rapi dalam bank politik anda, dan kelak memberikan bunga berlipat ganda, jika anda membuat gerakan atau memperoleh kedudukan lebih tinggi dalam organisasi anda. Demikian pula, anda dapat membiarkan diri untuk dimanfaatkan - dalam batas-batas tertentu – oleh rekan manajer anda yang mempunyai ambisi politik, tetapi yang tujuan akhirnya bukan untuk merongrong jabatan yang anda incar. Misalnya, manajer personalia dapat membiarkan dirinya dimanfaatkan oleh manajer penjualan yang sedang menanjak untuk mengenyahkan seorang wiraniaga marjinal, dan dengan demikian memasukkan tabungan politik ke dalam bank politiknya sendiri. <br /> Untuk menghadapi rekan manajer di tingkat yang sama dalam bagian anda sendiri, permainan politik anda menuntut strategi yang sangat halus. Sudah jelas bahwa faktor-faktor seperti umur, masa kerja dalam suatu bagian, jumlah bawahan yang dimanajemeni, tingkat tanggung jawab, jenis sumbangan yang diberikan kelompok anda pada organisasi, hubungan pribadi dengan kepala bagian, jumlah lowongan yang tersedia di atas posisi anda, tokoh-tokoh yang ada sangkut pautnya dengan kapan, dimana, dan bagaimana anda harus mengadakan gerakan selanjutnya. Anda juga harus memikirkan waktu dan pemilihan waktu yang kerapkali diabaikan. Banyak orang yang ambisius dan tidak sabar cenderung memperlihatkan keinginan dan maksud terlalu cepat dalam permainan, sehingga memberi kesempatan pada politikus yang profesional dan lebih sabar untuk memasang hambatan-hambatan. <br /> Sambil menunggu waktu, para manajer yang berambisi politik hendaknya secara diplomatis membangun persekutuan dengan rekan-rekan manajer sendiri. Jangan sekali-kali mengungkapkan rencana anda pada rekan manajer lain, dan hindari senantiasa pembicaraan yang langsung atau tidak langsung menyangkut gerakan ke atas. Buatlah analisa tentang para pesaing anda melalui pengamatan; dengarkan, dan buatlah catatan tentang keberhasilan dan kegagalan mereka. Anda akan selalu mendapatkan di antara rekan seprofesi anda orang-orang yang tidak mau terlibat dalam permainan licik ini; dengan demikian anda tidak perlu menganggap mereka sdebagai pesaing, tetapi dapat menggunakan mereka sebagai sarana pendukung dan pengumpul keterangan. <br /> Terutama sekali, turutilah perintah dan keinginan atasan anda, dan jangan sekali-kali mencoba melakukan hal yang luar biasa atau "kejutan" tanpa mendapat persetujuan lebih dahulu dari atasan anda. Kedua berusahalah selalu untuk menerima atasan anda sebagai orang yang baik, entah ia baik atau tidak. Jika atasan anda bingung dan kemudian agagal, tak ada untungnya untuk menikam dia dari belakang. Biasanya bukan orang yang telah "memberikan ciuman maut" yang menggantikan orang yang telah dibunuhnya, melainkan manajer yang telah membangun persekutuan dan menunjukkan kepercayaan serta loyalitas kepada rekan dan atasannya yang telah meninggal itu. Judas tidak akan pernah memenangkan hadiah atau promosi, karena ia tidak hanya menghianati atasannya, tetapi juga dirinya sendiri. <br />4. Memanfaatkan bawahan. <br /> Bawahan yang dimanfaatkan dengan tepat, dapat menjadi batu loncatan untuk bergerak ke atas bagi manajer yang berambisi politik. Kemampuan untuk memanajemeni bawahan sehingga bawahan dapat menghasilkan pekerjaan yang bermutu, memerlukan usaha "politis" dan dalam beberapa hal merupakan ciri seorang politikus dan manajer yang sejati. Manajer yang dapat menggabungkan dengan baik dengan yang buruk, yang bersedia berunding dan mengadakan kompromi, yang dapat menghadapi dengan sabar serangan-serangan yang tak terkendali, yang telah memperlihatkan kemampuannya dalam merangsang setiap orang untuk menampilkan yang terbaik, dan yang tetap berproduksi apa pun halangannya - orang macam inilah yang selalu dicari oleh manajemen puncak. Jika manajer dapat mencapai kualitas itu setingkat lebih tinggi, besar kemungkinannya bahwa ia akan dapat mencapai karier setingkat lebih tinggi dalam organisasi. Bawahan yang taat dan percaya tidak hanya akan mendukung manajer mereka melalui produksi, tetapi juga akan memberikan sumber keterangan intern terus-menerus melalui komunikasi ke atas yang semakin banyak dan semakin baik kepada manajer mereka. Informasi yang segar dan tepat waktu ini perlu sekali bagi manajer yang secara politis ambisius, jika ia ingin berhasil menikmati kedudukan dan kekuasaan yang lebih besar. <br />TEKNIK POLITIK YANG EFEKTIF<br />Teknik-teknik politik yang efetif berikut ini hanyalah beberapa dari suatu daftar panjang yang harus dipelajarioleh para manajer untuk dipergunakan terus-menerus dalam karier mereka. <br />1. Pahamilah benar-benar pekerjaan anda dan kerjakan sebaik mungkin. <br />Dalam dunia bisnis dan industri, barangkali tidak ada teknik politik yang lebih baik daripada kaidah yang sangat sederhana dan pokok ini, terutama jika anda berharap dapat terus hidup dalam percaturan politik perusahaan. Salah satu persoalan terbesar dalam manajemen sekarang ini adalah terlalu banyak omong kosong dan terlalu sedikit tindak lanjut. Sejumlah besar manajer menggantikan tindakan untuk memecahkan persoalan, meningkatkan produksi, mengurangi biaya, dan melatih serta membina karyawan menjadi tenaga terampil dengan banyak omong kosong. Hal demikian itu tidak efektif, dan tidak akan pernah efektif. Para karyawan jaman sekarang terlalu cerdas, tinggi kesadaran sosialnya, dan selalu waspada untuk tidak dipermainkan dengan kata-kata oleh manajer mereka sehubungan dengan pekerjaan mereka atau pekerjaan pada umumnya. Oleh karena itu, anda harus tahu pekerjaan anda, dan hasil apakah yang diharapkan dari anda. Untuk berbuat demikian, anda harus terus-menerus mengoperasikan radar pribadi anda, agar dapat menerima petunjuk dan isyarat umpan balik yang sangat diperlukan untuk dapat berfungsi secara optimal.<br />2. Dapatkan kesetiaan bawahan anda. <br /> Banyak manajer mengira bahwa setiap bawahan yang melapor kepada mereka adalah orang-orang yang setia dan jujur. Padahal, tidak selalu demikian. Memang, ada bawahan yang cenderung melaporkan kesalahan secara jujur, tetapi ada juga bawahan yang hanya mau merusak usaha anda dengan menggerutu di belakang punggung anda, dan dengan sengaja memberi informasi-informasi yang kurang memadai. Bila anda naik ke jenjang karier lebih tinggi, anda harus lebih menuntut kesetiaan, dukungan, dan kerja sama bawahan anda. Jangan sekali-kali mengandalkan bawahan akan begitu saja memberikan kesetiaan dan dukungan mereka. Pengandaian demikian ini terlalu gegagabah. Jika seorang manajer yang baru dipromosikan secara terbuka minta dukungan dan kerja sama, bawahan tidak mempunyai pilihan lain kecuali memenuhinya? Bawahan yang menentukan pilihan sebaiknya mengambil resiko kehilangan pekerjaannya. <br /><br />3. Pilih dan binalah pembantu khusus anda secara hati-hati <br />Jika pekerjaan anda berkembang sehingga anda memerlukan seorang pembantu, anda harus mempertimbangkan banyak variabel perilaku manusia. Seorang pembantu dituntut untuk menguasai berbagai ketrampilan teknis dan pengetahuan tentang pekerjaan. Untuk perencanaan jangka panjang, termasuk kenaikan jenjang karier anda sendiri, anda harus memikirkan pelatihan dan pembinaan calon pengganti anda. Pembantu yang anda pilih haruslah agresif untuk maju, tetapi setia dan sabar dalam mempelajari dasar-dasar pekerjaan anda. Katakan di awal apakah mereka dapat menggantikan kedudukan anda atau tidak. Katakan juga bahwa anda menuntut kesetiaannya sebagai prioritas utama. <br />Dalam hal dimana anda adalah manajer baru dalam lingkungan yang sama sekali baru, sedangkan pembantu anda telah bekerja pada manajer sebelumnya dalam waktu yang cukup lama, teknik yang diperlukan haruslah lain. Pembantu ini biasanya lebih memperhatikan keamanan bagi dirinya daripada keamanan anda sebagai manajernya. Jangan terburu menyingkirkan pembantu yang baik. Kemungkinan besar ia tetap berharga bagi organisasi jika anda mempekerjakannya, atau malah mempunyai ikatan politik yang kuat dan hubungan imbal balik dengan para eksekutif puncak. Mungkin juga pembantu ini lebih setia ketimbang orang lain karena ia berhubungan terus dengan manajer barunya, dimintai nasehat dan petunjuknya. Pembantu yang cerdik dan tahu politik akan bersifat pasif dan patuh terhadap permintaan dan tuntutan manajer barunya. Dan, terlebih lagi akan bersikap tergantung dalam hubungannya dengan atas atasan barunya. Lagipula mereka harus mau belajar lebih cepat mengenai tuntutan, harapan, dan gaya manajer baru itu secara menyeluruh, dan tidak memberi nasehat jika tidak diminta. Mereka harus sering melaksanakan perintah walau perintah itu bertentangan dengan kebijakan di masa lampau. <br />4. Ubah strategi politik, jika perlu. <br />Jika anda adalah manajer yang baru mencapai kedudukan baru dengan kekuasaan yang lebih besar. Dan, anda mencapainya dengan menggunakan berbagai teknik politik, maka tujuan terpenting anda sekarang adalah kelangsungan hidup. Anda mungkin mempunyai kesempatan paling lama enam bulan sampai satu tahun untuk membuktikan manfaat dan nilai posisi baru ini bagi anda. Salah satu yang terpenting yang harus anda lakukan adalah mengesampingkan sementara waktu "alat-alat" politik dan teknik yang anda gunakan untuk mencapai posisi tersebut, dan memusatkan perhatian pada teknik-teknik kekuasaan politik yang lain sama sekali, jika anda berharap untuk tetap hidup dalam jangka waktu lama. Fakta sederhana ini sering tidak disadari oleh kebanyakan manajer yang berambisi politik.<br />5. Kuasailah anggaran belanja untuk mengendalikan kekuasaan. <br />Kenaikan karier berarti peluang untuk secara langsung mengendalikan anggaran belanja. Banyak manajer gagal di tengah jalan karena tak memiliki pengetahuan tentang kekuasaan ini. Bukan hanya itu, banyak politisi serta beribu-ribu manajer dunia kehilangan pekerjaan karena mereka rakus. Anda harus belajar bagaimana memperoleh dan menggunakan kekuasaan dengan mengendalikan secara cermat sejumlah besar uang yang dipercayakan kepada anda. Jika anda tak menguasai berbagai istilah dalam anggaran, mintalah bantuan dari akuntan anda. Setelah anda menguasai berbagai istilah akuntansi dan audit, anda bisa menggunakan kekuasaan yang benar-benar akan berarti. Perhatikan: dengan hanya memberikan bantuan keuangan pada seseorang atau kelompok, anda dapat mempermainkan secara mahir bawahan maupun rekan-rekan manajer anda. Mengganti karyawan untuk meraih kinerja yang lebih baik dengan memberikan ganjaran keuangan pada mereka yang berhasil, merupakan salah satu cara menggunakan kekuasaan manajerial dari anggaran belanja. Kenalilah kekuasaan ini dan gunakan secara bijaksana. <br /><br />Sebaliknya, kadang-kadang perlu untuk sedikit kejam demi kebijaksanaan manajerial, terutama yang menyangkut uang. Dengan mengancam akan menghentikan kucuran dana bagi suatu kelompok, atau benar-benar menghentikannya, seorang manajer bisa menggunakan kekuasaannya dengan efektif, dan paling tidak untuk jangka pendek, dapat mengendalikan perilaku karyawan. Yang dimaksud dengan jangka pendek adalah 1 sampai 6 bulan. Lebih dari itu boleh jadi anda harus membayar lebih mahal daripada yang anda duga. Jadi, perhatikan perilaku dan sikap kerja bawahan. Jika anda sekonyong-konyong mengumumkan bahwa anda berhasil mendapatkan dana, dan jika anda cukup mahir, anda dapat menjadi pahlawan, bukannya kambing hitam. Kekuasaan politik keuangan organisasi adalah kekuasaan di tingkat yang paling cerah. <br />6. Jadilah aktor dan wiraniaga. <br />Jika perlu ikutlah bermain sandiwara, atau paling tidak belajar memainkan sandiwara agar anda dapat belajar dasar-dasar memainkan peranan. Manajer yang dapat memainkan sandiwara dengan baik, dapat menarik perhatian bawahan dan dapat mempermainkan proses pemikiran dan komunikasi antar mereka. Dengan menguasai sedikit banyak teknik bermain sandiwara, para manajer dapat mengetahui keinginan dan kebutuhan bawahan mereka dan menentukan nilai mereka. Setelah keinginan dan kebutuhan ini diketahui, manajer yang dapat bermain politik dapat memperkuat, memperlambat, atau menolak memberikan konsesi. Lagipula manajer yang baik seringkali membuat seseorang atau kelompok tertarik pada suatu tujuan atau sasaran yang, dalam banyak hal, sama sekali berlainan dengan keinginan mereka semula. <br /><br />Ingatlah selalu bahwa manajer yang berhasil memainkan politiknya akan menghindari tekanan dengan membebankannya pada orang lain. Turutilah nasehat, tetapi jangan turuti tekanan, terutama jika anda tidak seharusnya menerimanya. Belajarlah menggunakan taktik menunda-nunda jika perlu. Ini dapat berupa mengulur-ulur keputusan, mengalihkan pertanyaan ke bidang lain, atau menghindari suatu masalah dengan meminta waktu untuk menyelidiki faktanya. Taktik lain mungkin berupa pendekatan frontal seperti menghentikan tindakan seseorang, atau mengajukan masalah yang juga mengandung tekanan yang sama.<br /><br /><br /><br /><br />JURNAL KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM PENDIDIKAN<br />Oleh Paulo Freire<br />Dunia pendidikan tidak mungkin lepas dari politik dan kekuasaan. Bahkan, politik dan kekuasaan di suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan. <br />Menurut Paulo Freire masalah pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah sosio-politik, karena bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pengembangan pendidikan. Maka dalam konteks demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia peran politik (eksekutif dan legislatif) begitu besar. Sehingga, ranah politik dan kekuasaan mampu menjadi wahana bagi espektasi publik akan sebuah sistem pendidikan yang mencerahkan. <br />Paulo Freire yang oleh banyak kalangan sering disebut sebagai salah satu tokoh liberalisme pendidikan, telah mengarang buku yang diberi judul The Politic of Education. Dalam buku ini, meski tidak diuraikan di dalam chapter yang tersendiri, secara implisit terdeskripsi betapa pentingnya politik pendidikan untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara.<br />Dalam buku tersebut dilukiskan persoalan menyangkut pemberantasan buta huruf, pemeranan guru, reformasi agraria, pemeranan pekerja sosial, pemberantasan buta politik, humanisasi pendidikan, peran gereja, dan sebagainya yang tidak terlepas dari politik pendidikan.<br />Negara yang politik pendidikannya buruk, kinerja pendidikannya pun juga buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga bagus.<br />Pertanyaannya kini, bagaimanakah politik pendidikan di negara kita? Inilah pertanyaan yang cukup menggelitik untuk diklarifikasi. Kalau kita enggan menyatakan politik pendidikan kita buruk, setidak-tidaknya kita dapat menyatakan bahwa politik pendidikan di negara kita belum sepenuhnya positif. Indikasinya tak sulit; komitmen yang rendah, besarnya anggaran yang tidak memadai, manajemen pendidikan yang lemah, dan sebagainya.<br /> <br />Realitas Politik Pendidikan<br />Untuk melihat realitas politik pendidikan di indonesia, kita bisa mengukurnya dari kebijakan dan praktik pendidikan yang ada. <br />Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan; dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik.<br />Karena itu, kebijakan pendidikan nasional harus mampu menghadirkan pemerataan pendidikan yang bermutu pada setiap sisinya. Dalam konteks outcome, pendidikan nasional harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan intelektual dan akhlak mulia secara seimbang.<br />Pembangunan pendidikan hendaknya dapat membangun manusia Indonesia seutuhnya sebagai subyek yang bermutu. Membangun manusia seutuhnya berarti mengembangkan seluruh potensi manusia melalui keseimbangan olah hati, olah pikir, olah rasa, olah raga, dan olah jiwa yang dilakukan seiring dengan pembangunan peradaban bangsa.<br />Pemerintah Indonesia memang telah terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kesejahteraan umum dan pelaksanaan ketertiban dunia serta berkompetisi dalam percaturan global.<br />Namun dalam realitasnya, kita menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh panggang dari api. Hal ini bisa kita lihat mulai dari kemampuan mengalokasikan anggaran pendidikan, pemerataan akses dan angka partisipasi pendidikan masyarakat, kualifikasi dan mutu profesionalisme serta kesejahteraan guru, dan daya saing lulusan pendidikan di dnia kerja,<br />Soal anggaran pendidikan, misalnya. Kita semua tentu paham bahwa sampai sekarang ini besarnya anggaran pendidikan di negara kita tidak saja terjelek di Asia Tenggara, di Asia atau di kawasan terbatas lainnya; namun anggaran pendidikan kita ternyata termasuk terjelek di dunia.<br />Kalau kita mengacu publikasi badan dunia UNDP, misalnya; anggaran pendidikan kita lebih jelek tidak saja dari negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, nggris, Jerman dan Jepang; tetapi juga dari negara berkembang lainnya, seperti Malaysia, Thailand, Brasilia, Meksiko, dan Nigeria; bahkan ternyata juga lebih jelek dari negara-negara terbelakang seperti Bangladesh, Burundi, Ethiopia, Nepal, Congo, dan sebagainya. <br />Angka rata-rata anggaran pendidikan di negara maju mencapai 5,1 persen terhadap GNP, di negara berkembang 3,8 persen dan negara terbelakang 3,5 persen. Sementara itu, negara kita hanya mengalokasi dana kurang dua persen terhadap GNP.<br />Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan dunia pendidikan nasional dan meningkatkan kualitas SDM bangsa sesuai dengan yang dicita-citakan, maka pemenuhan alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Komitmen serius untuk terus meningkatkan anggaran pendidikan adalah persoalan mendesak, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa ini melalui pendidikan yang bermutu. Karena, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).<br />Selama ini Pemerintah bersama-sama dengan DPR-RI telah sepakat untuk menempatkan alokasi anggaran pendidikan menjadi prioritas tertinggi dalam penetapan APBN setiap tahun. Hal ini dapat dilihat pada kenaikan anggaran di Departemen Pendidikan dan Agama yang melonjak sangat tinggi pada tiga tahun terakhir. Upaya untuk memenuhi anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari dana APBN, diluar gaji dan pendidikan kedinasan, telah diupayakan untuk direalisasikan secara bertahap sampai tahun 2009. Rentang kenaikannya adalah dari yang semula hanya 6,6 % pada tahun 2004, menjadi 9,3 % untuk tahun 2005, kemudian menjadi 12 % untuk tahun 2006, lalu menjadi 14,7 % untuk tahun 2007, selanjutnya menjadi 17,4 % untuk tahun 2008, dan pada tahun 2009 menjadi 21,1 %. Anggaran fungsi pendidikan pada tahun 2006 memang telah mencapai Rp45,3 triliun, meningkat menjadi Rp52,4 triliun pada tahun 2007, dan direncanakan meningkat menjadi Rp61,4 triliun pada tahun 2008.<br />Anggaran pendidikan di APBN sebenarnya terus naik cukup signifikan sejak 2003. Fenomena penurunan persentase anggaran hanya sempat terjadi pada 2002. Ketika itu, anggaran pendidikan hanya mendapatkan porsi 3,76 persen. Padahal, pada 2001 sudah mencapai 4,55 persen. <br />Setelah itu, anggaran pendidikan terus bertambah menjadi 4,15 persen pada 2003; 6,6 persen (2004); 7 persen (2005); 9,1 persen (2006); dan 11,8 persen (2007). Dalam APBN 2007, pendidikan telah berhasil mendapatkan porsi terbesar. Begitu juga dalam RAPBN 2008. <br />Dalam masalah partisipasi pendidikan juga begitu halnya. Anak usia SD, SMP, SMA dan SMK di Jepang, Republik Korea, Taiwan, Singapura, hampir seluruhnya sudah masuk sekolah. Mereka tidak saja sekadar disuruh bersekolah tetapi juga diberi kesempatan dan fasilitas belajar secara memadai.<br />Bagaimana di Indonesia? Sampai saat ini masih banyak anak usia SD, SMP, SMA dan SMK yang tidak bersekolah. Secara definitif angkanya sangat tinggi, mencapai jutaan anak. Angka partisipasi pendidikan untuk tingkat SD, SMP, SMA dan SMK ternyata masih rendah. Ditambah lagi dengan tingginya angka putus sekolah dan buta aksara.<br />Terkait dengan rendahnya partisipasi pendidikan, data Depdiknas 2006 menunjukan bahwa Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/SDLB/Paket A baru mencapai 94,73%, Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/SMPLB/Paket B sebesar 88, 68%, Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/MA/SMK/SMALB/ Paket C sebesar 55, 22%, dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi baru mencapai 16,70%.<br />Adapun mengenai tingginya angka putus sekolah, tercatat bahwa angka putus sekolah tingkat SD sebanyak 2,97%, SMP 2,42%, SMA 3,06%, dan PT 5,9%. Sementara, tingginya jumlah warga negara yang masih buta huruf, tercatat bahwa dari total penduduk sebanyak 211.063.000, yang masih buta huruf pada usia 15 tahun ke atas, berjumlah 15.4 juta, dengan perbandingan laki-laki sebesar 5,8% dan perempuan sebesar 12,3%, dengan penyebaran di perkotaan sebesar 4,9% dan dipedesaan 12,2%. <br />Bahkan, berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional, hingga akhir tahun 2006, masih 12,88 juta penduduk Indonesia, tersebar di pedesaan dan perkotaan, yang buta aksara. Kondisi ini memang sedikit lebih baik dibandingkan kondisi di tahun 2005 yang sebanyak 14.595.088 orang. Walaupun demikian, masih belum mampu mengeluarkan Indonesia dari kelompok negara-negara (ada 34 negara) di dunia yang jumlah penduduk buta aksaranya di atas 10 juta orang. <br />Tingginya angka buta aksara inilah yang memberi andil menempatkan peringkat IPM Indonesia di posisi bawah. Dua per tiga dari total penilaian atas kriteria pendidikan didasarkan pada jumlah penduduk di atas 15 tahun yang buta aksara. Artinya, jika angka buta aksaranya masih tinggi maka nilai atas pendidikan jadi rendah. <br /> Kesulitan dalam upaya pemberantasan buta aksara di Indonesia disebabkan oleh kenyataan bila masih sangat banyak anak yang putus sekolah bahkan tidak sekolah. Disamping itu, minimnya anggaran juga disinyalir menjadi penyebab terhambatnya memberantas buta aksara. Pada tahun 2006 lalu pemerintah hanya menanggarkan dana Rp. 175 miliar, padahal dibutuhkan sedikitnya Rp. 450 miliar untuk menekan angka buta aksara. Kondisi ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat terhadap pendidikan yang masih sangat rendah seiring dengan kecilnya alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2007, yakni hanya 11,8 persen.<br />Memang pemerintah kita selalu menganjurkan agar mereka mau masuk sekolah. Sayangnya, anjuran itu kurang disertai dengan penyediaan fasilitas yang memadai, baik dari sisi jumlah maupun mutu. <br />Soal peran dan posisi guru juga demikian halnya. Pemerintah di negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Brunei, Taiwan, Jepang, Vietnam, Singapura, dan sebagainya, sangat menghargai peran guru dan memposisikannya sebagai pribadi yang sangat dihormati dan disegani. Sebab, mereka tidak segan-segan menggaji guru dengan nilai yang tinggi. <br />Guru di Vietnam digaji 600.000 dhong (Dolar Vietnam) pada setiap bulannya, sementara kebutuhan hidup setiap bulan untuk keluarga kecil hanya sekitar 200.000 dhong. <br />Guru di Jepang digaji sekitar 200.000 yen setiap bulannya, sementara kebutuhan hidup di setiap bulannya rata-rata hanya sekitar 100.000 s/d 150.000 yen untuk keluarga kecil. Pendeknya, dengan mengandalkan gajinya saja para guru di negara-negara tersebut bisa hidup layak dan menabung. <br />Bagaimana dengan guru di Indonesia? Apakah para guru kita dapat hidup dengan layak dan menabung dengan mengandalkan gajinya? Apakah peran dan posisi para guru terandalkan di masyarakat luas? Tentunya kita semua sangat paham dengan kondisi yang senyatanya. <br /> Ironisnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang jumlah guru berpendidikan primer setara S1 yang kurang dari 50 persen. Ini berarti dari jumlah 2,7 juta guru, sebanyak 1,35 juta orang guru belum mencapai kualifikasi S1. Laporan Diknas tahun 2006 menjelaskan bahwa guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV, baru mencapai target 35,6% saja. Jadi, sebanyak 64,4% guru belum memenuhi kualifikasi S1/D-IV. Sedangkan, dosen yang memenuhi kualifikasi S2/S3 baru mencapai 54,02%. Jadi, masih ada sebanyak 45,08 % dosen yang belum memenuhi kualifikasi S2/S3. Pada tahun 2007, depdiknas baru berhasil meningkatkan kualifikasi guru hingga S1/D4 sebanyak 81.800 guru dan melakukan sertifikasi guru sebanyak 147.217 orang.<br />Padahal, dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, guru merupakan pemegang peran yang amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, maka tidak ada gunanya. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru. <br />Hal ini ditegaskan UNESCO dalam laporan The International Commission on Education for Twenty-first Century, yakni "memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung perbaikan perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja para guru; mereka membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, karakter personal, prospek profesional, dan motivasi yang tepat jika ingin memenuhi ekspektasi stakeholder pendidikan" (Jacques Delors 1996). Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan para guru adalah suatu keniscayaan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-V/2007 yang memutuskan bahwa gaji guru masuk dalam anggaran pendidikan 20 persen, tidak boleh menjadi hambatan.<br />Pertanyaan yang muncul kemudian adalah seberapa serius pemerintah menghormati dan menjunjung tinggi profesi guru yang telah banyak berperan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta mencerdaskan kehidupan bangsa? Apa yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan mutu profesi guru sebagai pendidik? Lalu bagaimana dengan kesejahteraan dan nasib masa depan guru ditengah tuntutan dan himpitan ekonomi saat ini?<br />Terlepas dari masih banyaknya persoalan kebangsaan yang menjerat kita, dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, komitmen serius untuk terus meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru merupakan suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, jika kita mau betul-betul serius ingin membangun bangsa ini menjadi lebih beradab. Sebab, guru yang bermutu dan sejahtera memegang peran amat sentral dalam proses pendidikan. <br /> Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pada program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tahun 2008 untuk kegiatan sertifikasi pendidik bagi sekitar 200.000 orang guru, peningkatan kualifikasi akadeik guru ke S1/D4 sebanyak 270.000 guru, peningkatan kompetensi guru Dikdas sebanyak 3.049 guru, dan peningkatan kompetensi guru Dikmen sebanyak 12.828 guru. <br />Adanya komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru bisa dijadikan sebagai momentum pembangkit kembali idealisme guru dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Sehingga, masa depan Indonesia bisa lebih maju, berkualitas, berbudaya, cerdas, dan dapat bersaing dalam percaturan dunia. Namun, persoalannya adalah bagaimana agenda tersebut dapat diimplementasikan dan diwujudkan secara nyata, konkret, dan didasarkan atas kemauan politik dan keseriusan tekad pemerintah. <br />Kita masih tetap mengharapkan peran strategis pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan, harkat, martabat, dan wibawa guru. Pemerintah harus komitmen dalam melaksanakan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sehingga pembangunan peradaban bangsa melalui sektor pendidikan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita kemerdekaan bangsa ini. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mau memuliakan dan mensejahterakan guru.<br />Keadaan tersebut memberi gambaran mengenai politik pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari kata-kata surga dan menjanjikan. Politik pendidikan kita belum mampu memberikan harapan konkret atas kemajuan bangsa ini di masa depan. <br /> <br />Pendidikan di negara kita masih berada (diletakkan) di ring marginal sehingga politik pendidikan kita sangat rentan terhadap ekspansi gemerlapnya politik lain yang lebih dominan; katakanlah dengan politik ekonomi, politik kebudayaan, politik keamanan, dan yang lebih khusus politik kekuasaan.<br />Komitmen Politik untuk Pendidikan <br />Tidak bisa dibantah bahwa politik pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya positif dan solid, bahkan ada yang menyatakan "runyam". Masalahnya sekarang ialah bagaimana upaya yang harus kita lakukan untuk membangun politik pendidikan yang solid dan menjanjikan itu.<br />Banyak cara dapat dilakukan untuk membangun politik pendidikan di suatu negara; namun keseluruhan cara itu umumnya berawal dari komitmen para penentu politik pendidikan itu sendiri, yang dalam hal ini antara lain ialah para elite politik, pejabat pemerintah serta para pengambil kebijakan negara. <br />Mereka semua harus diketuk hatinya supaya memiliki komitmen yang memadai sehingga dapat bersikap "sadar didik" (sense of education). Artinya, menyadari pentingnya pendidikan untuk membangun manusia dan bangsanya. Tanpa pendidikan (yang baik) tidaklah mungkin suatu bangsa dapat berkembang secara konstruktif dinamis.<br />Komitmen seperti itulah yang belum dimiliki oleh kebanyakan elite politik, pejabat pemerintah, serta para pengambil kebijakan pemerintahan lainnya di negara kita pada umumnya. Para "petinggi" negara kita sampai hari ini masih lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat jangka pendek daripada jangka panjang.<br />Mereka umumnya lebih senang membuat keputusan-keputusan politik untuk kepentingan hari ini daripada kepentingan hari esok. Mereka tampaknya lebih asyik bercengkerama dengan kepastian sekelompok orang yang ada sekarang daripada nasib bangsa seperempat atau setengah abad yang akan datang.<br />Mereka harus disadarkan bahwa nasib bangsa kita sepuluh, dua puluh, dan tiga puluh tahun lagi sangat ditentukan bagaimana kita mengelola pendidikan hari ini. Hal itu berarti, kalau kita membuat kekeliruan dalam mengelola pendidikan di hari ini maka akibatnya akan dirasakan oleh anak cucu kita di masa yang akan datang.<br />Di samping itu, dari kalangan pendidik juga harus ada kesadaran untuk bisa menyelami dunia politik. Maksudnya, masyarakat pendidikan harus aktif mempengaruhi para pengambil keputusan di bidang pendidikan. Dengan begitu, kaum pendidik tidak lagi terkungkung dalam dunianya, melainkan memiliki ruang gerak yang lebih leluasa dan signifikan. Jangan sampai ada apriori berlebihan yang menganggap politik itu selalu bermuka dua dan berkubang kemunafikan, sehingga dengan mempolitikkan pendidikan berarti melakukan perbuatan tercela.<br />Paling tidak, kaum pendidik harus berani memberikan pencerahan kepada para politisi bahwasanya pendidikan itu bersifat antisipatoris dan prepatoris, yaitu selalu mengacu ke masa depan dan selalu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kehidupan mendatang. Kalau kemudian ada kesan bahwa pendidikan tak dapat berbuat apa-apa saat ini, maka asumsi tersebut harus dirubah. Ke depan, pendidikan harus punya andil yang lebih besar dalam membentuk tata kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan kemajuan peradaban bangsa.<br />Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bahkan, dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas ditegaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan bisa dijadikan sebagai sarana membangun kehidupan sosial politik dan peradaban bangsa yang unggul. Karena, manusia-manusia yang lahir dari rahim pendidikan adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, berimanan, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta sebagai warga negara yang bertanggung jawab. <br />Tentu saja, ada prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan agar berfungsi untuk mendorong memantapkan kehidupan sosial politik dan peradaban bangsa yang unggul tersebut, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 4, yaitu:<br />(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.<br />(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.<br />(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.<br />(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.<br />(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. <br />(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. <br />Keberanian kaum pendidik meluruskan arah pemikiran politisi tentang pendidikan sudah barang tentu merupakan terobosan besar, yang pada saatnya nanti diharapkan akan mampu melahirkan suatu budaya politik baru, budaya politik yang akan mendorong pelaku politik kita bertindak jujur dan cerdas, adil dan anti korupsi, atau paling tidak bersedia meredusir unsur-unsur hedonistis dan mengoptimalkan watak humanistik-patriotik.<br />Komitmen dan kesadaran seperti itulah yang harus kita tumbuhkembangkan secara bersama untuk membangun politik pendidikan yang solid dan menjanjikan. Tanpa adanya politik pendidikan yang solid kita tidak akan mampu menjadi bangsa yang besar. <br /> <br />Sumber : http://irwanprayitno.info/artikel/1213778798-pendidikan-dalam-perpsektif-politik.htm<br />Disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Universitas Tidar Magelang, 16 Mei 2008.<br /><br /><br /><br /><br /><br />BERITA ACARA<br />Presentasi<br />Tanggal : 11 Desember 2009<br />Waktu : 07.00-08.40<br />Tempat : Gdng FPIPS Lt-VI Ruang 41<br />Pertanyaan Diskusi :<br />1. N.Irma : Sebarapa pentingkah peran kekuasaan dan politik didalam suatu perusahaan?<br /> Jawaban : Menurut pendapat saya peran kekuasaan dan politik sangatlah penting dalam suatu perusahaan. karena didalam suatu organisasi baik itu pada perusahaan ataupun lainnya, kekuasaan sangatlah diperlukan dan kekuasaan merupakan suatu peran dari seorang pemimpin. sedangkan Politik, didalam suatu perusahaan sangat penting, karena didalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar kita sering melakukan politik. <br />2. Rini : Didalam Strategi kekuasaan terdapat koalisi, Apa yang akan terjadi jika seorang pemimpin tidak melakukan dukungan?<br /> Jawaban : Apabila kondisinya seperti itu maka keinginan tersebut akan sulit diputuskan, sehingga harus dilakukan pengambilan suara untuk mendapatkan keputusan agar dapat melaksanakan keinginan tersebut.<br />3. Eva : Jika anda menjadi seorang pemimpin, Seberapa banyak anda membagi-bagi pengambilan keputusan dengan bawahan?<br /> Jawaban : Jika saya berada pada posisi tersebut, saya akan memberikan pembagian keputusan tersebut 70 persen untuk saya dan 30 persen menurut bawahan saya. karena walau bagaimanapun didalam pengambilan keputusan seorang pemimpinlah yang sangat menentukan dan memutuskan.<br />4. Fuji : Pada Dasar-dasar kekuasaan formal dan personal memiliki hubungan yang sangat penting dalam kekuasaan. apa yang akan terjadi jika salah satu dasar kekuasaan tidak ada atau tidak dapat berjalan dengan baik?<br /> Jawaban : Jika keadaannya seperti itu maka kekuasaan tidak dapat berjalan dengan baik, karena keduanya memiliki hubungan timbal balik. didalam kekuasaan formal sangat memerlukan kekuasaan personal, dan sebaliknya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />INTISARI<br /><br />• Kekuasaan adalah kapasitas atau potensi. Orang dapat memiliki kekuasaan tetapi tidak dapat memaksakan penggunaannya. Kekuasaan merupakan fungsi dari ketergantungan yang dimana semakin besar ketergantungan seseorang pada orang lain, maka akan semakin besar kekuasaan orang lain terhadap dirinya dalam hubungan itu.<br />• Kedua konsep kepemimpinan dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat. Para pemimpin dapat menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin mencapai sasaran, dan kekuasaan merupakan sarana untuk memudahkan pencapaian sasaran itu.<br />• Dasar-dasar kekuasaan terdiri dari Kekuasaan Formal dan Kekuasaan Personal. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa dari wewenang formal atau dari kendali atas informasi. Kekuasaan Formal terdiri dari kekuasaan Paksaan, Kekuasaan Hadiah, Kekuasaan Hukum, dan Kekuasaan Informasi. sedangkan Kekuasaan Personal yaitu Kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik setiap individu. Kekuasaan Personal terdiri dari Kekuasaan Pakar, Kekuasaan Rujukan dan Kekuasaan Kharismatik. <br />• Politik merupakan fakta kehidupan dalam organisasi. orang yang mengabaikan fakta kehidupan ini melakukan sesuatu yang membahayakan diri mereka sendiri. Tidak semua kelompok atau organisasi secara politis sama. Dalam beberapa organisasi, misalnya permainan politik terjadi secara terang-terangan dan merajalela. Faktor penyumbang perilaku politik terdiri dari faktor indivdu dan faktor organisasi.<br />• Pada tingkat individu, para peneliti mengidentifikasikan ciri kepribadian , kebutuhan dan faktor-faktor lain tetentu yang kemungkinan besar terkait dengan prilaku politik. Kegiatan politik lebih merupakan fungsi dari karakteristik organisasi daripada variabel perbedaan individu. karena banyak organisasi mempunyai banyak karyawan dengan karakteristik individual yang kita cantumkan, meski jangkauan perilaku politik sangat beraneka ragam.<br />PERTANYAAN :<br /><br />1. Apa perbedaan antara Kekuasaan dan Kepemimpinan?<br />2. Apa saja persepsi tentang politik organisasi?<br />3. Bagaimana seorang pemimpin melakukan pembagian dalam pengambilan keputusan dengan bawahannya?<br />4. Apa saja yang menjadi faktor penyumbang dalam perilaku politik?<br />5. Jelaskan macam-macam strategi kekuasaan dalam suatu organisasi?<br /><br /><br /><br /><br />GLOSARIUM<br /><br />Koalisi = Gabungan, Dukungan.<br />Kompabilitas = Suatu hal yang dapat disatukan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-27543530350657076392010-01-08T15:37:00.001-08:002012-10-24T21:45:04.667-07:00PO KInanti<div align="justify"><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /> Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan manusia lainnya tidak terlepas dari sebuah konflik. Perbedaan latar belakang, sifat, pendapat dan keinginan menyebabkan terjadinya banyak benturan-benturan manusia dalam menanggapi sesuatu hal, sehingga bukan tidak mungkin akan muncul yang namanya konfik. Pada zaman dahulu konflik-konflik yang terjadi sangat dihindari dan dihilangkan, karena khawatir akan merusak kinerja kelompok. Pendekatan terdahulu terhadap konflik menganggap bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah seperti kekerasan, pengrusakan, dan irasionalitas demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik, berdasarkan definisi, memiliki sifat dasar merugikan dan harus dihindari.<br /> Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.<br /> Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok.<br /> Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.<br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />1. DEFINISI KONFLIK<br /> Konflik dapat diartikan sebagai proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.<br /> Definisi ini sengaja dibuat luas. Definisi itu menjelaskan bahwa titik tertentu pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bila terjadi interaksi “bersilangan” dapat menjadi konflik antar pihak. Definisi itu mencakup rentang luas konflik yang dialami orang dalam organisasi – ketidakcocokan sasaran, perbedaan penafsiran fakta, ketidaksepakatan yang didasarkan pada pengharapan perilaku, dan semacamnya,. Akhirnya, definisi kita cukup fleksibel untuk mencakup semua rentang konflik – dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan sampai ke bentuk halus dari ketidaksepakatan.<br />Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutama bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.<br /><br />2. TRANSISI DALAM PEMIKIRAN KONFLIK<br /> Pandangan Tradisional<br />Pendekatan terdahulu terhadap konflik menganggap bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah seperti kekerasan, pengrusakan, dan irasionalitas demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik, berdasarkan definisi, memiliki sifat dasar merugikan dan harus dihindari.<br />Pandangan tradisional tersebut konsisten dengan sikap – sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan mereka.<br />Pandangan bahwa semua konflik bersifat buruk tentu mengemukakan pendekatan sederhana dalam melihat perilaku orang yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian kita pada penyebab konflik dan mengoreksi kesalahan fungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.<br /><br /> Pandangan Hubungan Manusia<br />Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu bersifat tidak terelakkan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan konflik. Para pendukung merasionalkan eksistensinya. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan ada kalanya konflik bermanfaat bagi kinerja kelompok. Pandangan hubungan manusia itu mendominasiteori konflik akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.<br /><br /> Pandangan Interaksionis<br />Meski pendekatan hubungan manusia menerima konflik, pendekatan interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin kelompok mempertahankan tingkat konflik minimum yang berkelanjutan – cukup untuk membuat kelompok itu bertahan hidup, kritis terhadap dirinya sendiri, dan kreatif. Dengan adanya pandangan interaksionis menjadi jelas bahwa untuk mengatakan konflik itu seluruhnya baik atau buruk bergantung pada tipe konflik.<br />1. konflik fungsional, yaitu bentuk konflik yang konstruktif, konflik yang mendukung sasaran kelompok dan memperbaiki kinerjanya.<br />2. Konflik disfungsional atau destruktif adalah konflik yang menghambat kinerja kelompok.<br />Jenis konflik dapat dibagi tiga, yang pertama adalah konflik tugas yaitu menghubungkan isi dan sasaran kerja. Kedua adalah konflik proses yaitu berhubungan dengan cara melakukan pekerjaan. Level konflik proses yang rendah dan level konlik tugas yang brlevel rendah sampai sedang bersifat fungsional. Sedangkan yang ketiga, konflik hubungan yaitu berfokus pada hubungan anatar pribadi / interpersonal. Konflik hubungan hampir selalu disfungsional, karena terjadi pergesekan dan permusuhan antar pribadi yang melekat dalam konflik hubungan meningkatakan ketidakserasian kepribadian dan menurunkan rasa saling pengertian, sehingga menghambat penyelesaian tugas – tugas organisasi.<br /><br />3. Jenis-jenis Konflik<br />Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.<br /><br /><br /><br /> Konflik Intrapersonal<br />Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:<br />1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing<br />2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.<br />3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.<br />4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan yang diinginkan.<br /> Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acap kali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.<br />Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :<br />1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.<br />2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.<br />3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.<br /><br /> Konflik Interpersonal<br />Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.<br /> Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok<br />Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.<br /><br /> Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama<br />Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.<br /><br /> Konflik antara organisasi<br />Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan<br />persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.<br /><br />4. Peranan Konflik<br />Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :<br />- Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.<br />- Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.<br />- Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.<br />Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :<br />- Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi<br />organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.<br />- Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi<br />- Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.<br />Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.<br />Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju”. Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.<br />Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience). Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.<br />Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :<br />- mengarah ke inovasi dan perubahan<br />- memberi tenaga kepada orang bertindak<br />- merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi <br /><br />5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik<br />Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :<br />1. Kemantapan organisasi<br />Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya adalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.<br />2. Sistem nilai<br />Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.<br />3. Tujuan<br />Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.<br />4. Sistem lain dalam organisasi<br />Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.<br /><br />Sedangkan faktor ekstern meliputi :<br />1. Keterbatasan sumber daya<br />Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.<br />2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat<br />Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.<br />3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain<br />Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.<br /><br /><br />4. Pola interaksi dengan pihak lain<br />Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai lain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.<br /><br />6. PROSES KONFLIK<br />Tahap I : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan<br />Hal pertama yang terjadi pada proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik tersebut. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik itu muncul. Kondisi ini dapat kita bagi menjadi 3 kategori, yaitu variabel komunikasi, struktur dan pribadi.<br />Tahap II : Kognisi dan Personalisasi<br />Konflik yang dipersepsikan adalah kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Sedangkan konflik yang dirasakan adalah ketika individu-individu menjadi terlibat secara emosional, sehingga pihak–pihak mengalami kecemasan, ketegangan, kekerasan, frustasi, atau permusuhan.<br />Pada tahapan ini perlu diingat dua hal yaitu pada tahap ini cukup penting karena disitulah persoalan konflik cenderung didefinisikan. Inilah tempat dalam proses di mana pihak–pihak memutuskan mengenai apakah konflik itu. Pokok keduanya adalah bahwa emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi. Misalnya, emosi negatif dijumpai menghasilakn penyederhanaan berlebihan atas persoalan, mengurangi kepercayaan dan penafsiran yang negatif atas perilaku pihak yang lain.sebaliknya perasaan positif terbukti meningkatkan kecenderungan melihat potensi hubungan di antara unsur-unsur masalah, menggunakan pandangan yang lebih luas atas situasi, dan mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif.<br />Tahap III : Maksud<br />Maksud (niat) berada diantara persepsi dan emosi orang serta perilaku terang-terangan mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Dengan menggunakan dua dimensi, kekooperatifan (tingkat sejauh mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan ketegasan (tingkat sejauh mana satu pihak berupaya memenuhi kepentingannya sendiri) dapat didentifikasikan lima maksud penanganan konflik menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik yaitu:<br />• Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)<br />Bila sesorang berusaha memenuhi kepentingannya sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak-pihak lain pada konflik itu, ia sedang bersaing. Contohnya adalah ketika kita mengemukakan pendapat dan meyakinkan semua orang kalau kita benar dan membiarkan orang lain merasa keliru dan disalahkan dalam masalah. Kuadran ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak. <br />Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.<br />• Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)<br />Kuadran ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.<br />Situasi yang didalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak, memecahkan masalah dengan mengklarifikasi perbedaan bukannya dengan mengakomodasi berbagai sudut pandangan.<br />• Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)<br />Kuadran ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.<br />• Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)<br />kuadran ini yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.<br />• Kompromi<br />Satu situasi yang didalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu. Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)<br />Maksud memberikan panduan-panduan umum bagi pihak-pihak dalam situasi konflik. Panduan ini mendefinisikan sasaran masing-masing pihak. Namun maksud orang tidak selalu tetap. Selama terjadinya konflik, maksud-maksud ini mungkin berubah karena konseptualisasi ulang atau karena reaksi emosional terhadap perilaku pihak yang lain.<br />Tahap IV : Perilaku<br />Tahap perilaku ini mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku ini mempunyai ciri perangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil salah perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang awalnya.<br />Tahap V : Hasil<br />• Hasil fungsional : konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan ketegangan, serta memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan. Bukti mengungkap konflik dapat memperbaiki kualitas pengambilan keputusan dengan membiarkan semua poin, terutama yang tidak biasa atau dianut oleh minoritas untuk ditimbang dalam keputusan-keputusan yang penting. Konflik adalah penangkal bagi pikran kelompok. Konflik tidak memberi kesempatan kelompok itu secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang mungkin didasarkan pada asumsi yang lemah, pertimbangn yang tidak memadai atas alternatif-alternatif yang relevan, atau cacat-cacat lain. Konflik menantang status quo dan oleh karena itu meneruskan lebih jauh penciptaan gagasan baru, menggalakkan penilaian ulang terhadap sasaran dan kegiatan kelompok, dan meningkatkan probabilitas kelompok itu akan menanggapi perubahan.<br />• Hasil disfungsional : konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendorong ke penghancuran kelompok itu. Dan tentu saja, cukup banyak literatur yang mencatat bahwa konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. Di antara konsekuensi yang lebih tidak disukai adalah penghambatan komunikasi, pengurangan keterpaduan kelompok, dan dikalahkannya sasaran kelompok oleh pertikaian antar anggota. Ekstrimnya, konflik dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan dan berpotensi mengancam kelangsungan hidup kelompok itu.<br /><br />7. Menciptakan konflik fungsional<br /> Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya karena masih adanya paham anti konflik, budaya anti konflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir pada masa lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan ganas seperti sekarang ini. Orgnisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan mendukung perbedaan pandangan mungkin tidak akan hidup. Contoh nyatanya Walt Disney Company sengaja mendorong pertemuan-pertemuan besar, kusut dan kacau demi menciptakan friksi dan merangsang gagasan yang kreatif. Satu bahan baku yang umum dalam organisasi-organisasi yang sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar konflik.<br /><br />8. DEFINISI PERUNDINGAN <br />Tanpa kita sadari, setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.<br /> Kita memperoleh apa yang kita inginkan melalui negosiasi. Mulai dari bangun pagi, mungkin kita harus mengambil kesepakatan siapa yang harus menggunakan kamar mandi terlebih dahulu, kemudian apakah sopir harus mengantar isteri anda atau anda terlebih dahulu. Demikian pula di kantor misalnya kita melakukan negosiasi dalam rapat direksi, rapat staf, bahkan untuk menentukan di mana akan makan siang kita harus bernegosiasi dengan rekan sekerja kita.<br />Jadi kita semua pada dasarnya adalah negosiator. Beberapa dari kita melakukannya dengan baik, sedangkan sebagian lagi tidak pernah memenangkan negosiasi. Sebagian kita hanya menjadi pengikut atau selalu mengikuti dan mengakomodasi kepentingan orang lain. Negosiasi dilakukan oleh semua manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Mulai dari anak kecil sampai orang tua, semua lapisan dari kalangan sosial terbawah sampai dengan kaum elit di kalangan atas. Negosiasi dilakukan mulai dari rumah, sekolah, kantor, dan semua aspek kehidupan kita. Oleh karena itu penting bagi kita dalam rangka mengembangkan dan mengelola diri (manajemen diri), untuk dapat memahami dasar-dasar, prinsip dan teknik-teknik bernegosiasi sehingga kita dapat melakukan negosiasi serta membangun relasi yang jauh lebih efektif dan lebih baik dengan siapa saja. Kita bernegosiasi dengan siapa saja, mulai dari isteri atau suami, anak, orang tua, bos kita, teman dan relasi bisnis. Dan kegiatan negosiasi kita lakukan setiap saat setiap hari. Negosiasi dapat berupa apa saja – gaji kita, mobil dan rumah yang kita beli, biaya servis mobil, biaya liburan keluarga, dan sebagainya. Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi sekedar menginginkan tidak cukup. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut. Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:<br />1. Senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok;<br />2. Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi;<br />3 Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter);<br />4. Hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah;<br />5. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi; ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat.<br />6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.<br /><br />Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi. <br />Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.<br />Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari heart (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), head (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi), hands (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).<br />Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku. Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.<br /><br />9. Langkah-langkah bernegosiasi:<br /> Persiapan<br />Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya. Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan relaksasi (sudah pernah kita bahas dalam edisi Mandiri 22). Bagi kita yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita, sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi lebih siap dan percaya diri. <br /> Pembukaan<br />Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan kita melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi.<br />1. Jangan memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi;<br /> 2. Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;<br />3. Jabat tangan dengan tegas dan singkat;<br />4. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan.<br />Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya<br />. <br /><br /><br /><br /><br />10. Langkah-Langkah Proses Diskusi Negosiasi<br />Dalam setiap negosiasi, para peserta baik dari bagian tim pembelian maupun tim pemasok harus melengkapi langkah-langkah berikut:<br />1. Menemukan masalah atau hal-hal pokok dari kedua belah pihak.<br />2. Saling berbagi informasi.<br />3 Mengembangkan pilihan dan proposal untuk mengatasi semua masalah.<br />4. Mengembangkan suasana saling menguntungkan yang menghormati dan menjawab kekuatiran dari kedua belah pihak.<br /><br />11. Memulai proses negosiasi<br /><br /> Penyampaian keinginan<br />Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan kita tersebut adalah:<br />a. Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi;<br />b. Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri;<br />c. Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka;<br />d. Sediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak;<br />e. Sampaikan bahwa ”jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu – if you’ll give us this, we’ll give you that.” Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan.<br />f. Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian. <br /> zona Tawar Menawar (The Bargaining Zone)<br />Dalam proses inti dari negosiasi, yaitu proses tawar menawar, kita perlu mengetahui apa itu The Bargaining Zone (TBZ). TBZ adalah suatu wilayah ruang yang dibatasi oleh harga penawaran pihak penjual (Seller’s Opening Price) dan Tawaran awal oleh pembeli (Buyer’s Opening Offer). Di antara kedua titik tersebut terdapat Buyer’s Ideal Offer, Buyer’s Realistic Price dan Buyer’s Highest Price pada sisi pembeli dan Seller’s Ideal Price, Seller’s Realistic Price dan Seller’s Lowest Price pada sisi pembeli. <br />Kesepakatan kedua belah pihak yang paling baik adalah terjadi di dalam wilayah yang disebut Final Offer Zone yang dibatasi oleh Seller’s Realistic Price dan Buyer’s Realistic Price. Biasanya kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.<br /> Membangun Kesepakatan<br />Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.<br />Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan. <br />Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.<br />Demikian sekilas mengenai negosiasi, yang tentunya masih banyak hal lain yang tidak bisa dikupas dalam artikel pendek. Yang penting bagi kita selaku praktisi Mandiri, kita harus tahu bahwa negosiasi bukan hal yang asing.<br />Setiap kita adalah negosiator dan kita melakukannya setiap hari setiap saat. Selain itu negosiasi memerlukan karakter (artinya menggunakan seluruh hati dan pikiran kita), memerlukan penguasaan metoda atau pun teknik-tekniknya dan memerlukan kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar<br />BAB III<br />HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA<br /><br />Terdapat tiga penelitian yang relefan dengan bahasan konflik dan negosiasi. Diantaranya:<br />a. Hubungan perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial, manajemen konflik, tahan stres kerja guru dengan kinerja guru SD negeri di Kota Ambon (Rudolf Kempa)<br />b. Analisis faktor-faktor yang mempngaruhi konflik pada dosen di Universitas (Dra. Ec Pratini Yulianti, M.Si)<br />c. Peran kepala madrasah dalam manajemen konflik (studi kasus di madrasah aliyah mathili’ul Anwarr Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan) (Ahmad Narabadi)<br /><br />Kesimpulan dari masing-masing penelitian tersebut adalah:<br />1. Hubungan perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial, manajemen konflik, tahan stres kerja guru dengan kinerja guru SD negeri di Kota Ambon<br />Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tekni pengumulan data random sampling. Teknik Analisis data yang digunakan adalah teknis analisis data deskriptif dan structural equestion models (SEM).<br />Hasil analisis diskriptif menunjukkan bahwa semua variabel termasuk dalam katagori cukup baik. Selanjutnya berdasarkan analisis SEM dengan taraf kepercayaan 95% disimpulkan bahwa: (1). Terdapat hubungan langsung antara perilaku kepemimpinan dengan keterampilan manajerial kepala SD Negeri di Kota Ambon, (2) Terdapat hubungan langsung antara perilaku kepemimpinan dengan manajemen konflik di SD Negeri Kota Ambon, (3) Terdapat hubungan langsung antara perilaku kepemimpinan dengan daya tahan stres kerja guru SD Negeri di Kota Ambon, (4) Terdapat hubungan langsung antara keterampilan manajerial dengan manajemen konflik di SD Negeri di Kota Ambon, (5) Terdapat hubungan langsung keterampilan manajerial dengan daya tahan stres kerja guru di SD Negeri Kota Ambon, (6) Terdapat hubungan langsung antara keterampilan manajerial dengan kinerja guru di SD Negeri di Kota Ambon, (7) Tidak terdapat hubungan langsung antara manajemen konflik dengan daya tahan stres kerja guru di SD Negeri Kota Ambon, (8) Terdapat hubungan langsung antara manajemen konflik dengan kinerja guru di SD Negeri Kota Ambon, (9) Terdapat hubungan langsung antara daya tahan stres kerja guru dengan kinerja guru di SD Negeri Kota Ambon, (10) Terdapat hubungan tak langsung antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dengan manajemen konflik melalui keterampilan manajerial di SD Negeri Kota Ambon, (11) Terdapat hubungan tak langsung antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dengan daya tahan stres kerja guru melalui keterampilan manajerial dan manajemen konflik di SD Negeri di Kota Ambon, (12) Terdapat hubungan tak langsung antara perilaku kepemimpinan dengan kinerja guru melalui keterampilan manajerial, manajemen konflik, dan daya tahan stres kerja guru di SD Negeri Kota Ambon, (13) Tidak terdapat hubungan tak langsung antara keterampilan manajerial dengan daya tahan stres kerja guru melalui manajemen konflik di SD Negeri Kota Ambon, (14) Terdapat hubungan tak langsung antara keterampilan manajerial dengan kinerja guru melalui manajemen konflik dan daya tahan stres kerja guru di SD Negeri Kota Ambon, dan (15) Tidak terdapat hubungan tak langsung antara manajemen konflik dengan kinerja guru melalui daya tahan stres kerja guru di SD Negeri Kota Ambon.<br />2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konflik pada dosen di Universitas<br />Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan ”Apakah variabel konflik yaitu saling ketergantungan tugas, diferensiasi horisontal yang tinggi, formalisasi yang rendah, ketergantungan pada sumber-sumber langka yang digunakan bersama, pengambilan keputusan yang partisipatif, heterogenitas dari para anggota, ketidakpuasan peran, serta gangguan komunikasi, mempunyai pengaruh terhadap konflik yang terjadi pada dosen di setiap fakultas di Universitas Airlangga?"<br />Dengan menggunakan model analisis Chi-Square maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa variabel yang signifikan terhadap konflik pada dosen di Universitas Airlangga adalah variabel saling ketergantungan tugas dengan atasan, pengambilan keputusan partisipatif, ketidaksesuaian peran,serta gangguan komunikasi yaitu gangguan dalam kesulitan mendapatkan informasi dan ketidaksesuaian informasi yang diterima dengan sumber berita pertama.<br />Sedangkan variabel ketergantungan tugas antara anggota dalam satu tim mengajar, difensiasi horisontal yang tinggi, formalitas yang rendah, keterbatasan sumber angka yang digunakan bersama dan heterogenitas anggota tidak berpengaruh secara nyata terhadap konflik yang terjadi pada dosen di Universitas Airlangga<br />3. Peran kepala madrasah dalam manajemen konflik (studi kasus di madrasah aliyah mathili’ul Anwarr Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan)<br />Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data secara holistik yang integratif, memperhatikan relevansi dan berdasarkan fokus serta tujuan penelitian, maka penggumpulan data dilakukan dengan empat teknik, yaitu: (1) Wawancara mendalam (Indepth interviewing) , (2) Observasi partisipan (Partisipan observation): dan (3) Studidokumentasi (Study of document).<br />Temuan penelitian menunjukkan bahwa manajemen konflik yang dilakukan oleh kepala madrsasah sebagai salah satu peran kepemimpinan di Madrasah Aliyah Matholi’ul Anwar merupakan suatu proses kegiatan yang senantiasa menjadi salah satu prioritas dalam manajemen madrasah, karena manajemen konflik akan menjadi suatu pendorong terhadap terciptanya suasana lembaga yang kondusif. Teknik yang dilakukan oleh kepala madrasah dalam manajemen konflik adalah dengan teknik kekeluargaan dan teknik pendekatan personal serta komunikasi yang berkelanjutan juga sering dilakukan, sementara itu model manajemen konflik yang dipakai oleh kepala madrasah menyesuaikan dengan karakter dari guru atau pegawai yang berkonflik, dan salah satu model manajemen konflik yang perna dilakukan adalah model kolaboratif.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />PENUTUP<br /><br />Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.<br />Berpikir Menang-Menang yang menyatakan “Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”, untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara, tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau pun Kalah –Kalah. <br />Capailah Kemenangan Pribadi ; Berpikir Menang-Menang dimulai dari diri Anda sendiri. Jika Anda merasa sangat tidak aman dan tidak berusaha untuk mencapai kemenangan pribadi, maka sangatlah sulit untuk beerpikir Menang-Menang. Anda akan merasa terancam oleh orang lain, Anda akan sulit menghargai dan mengakui keberhasilan orang lain. Anda akan merasa kesulitan untuk tetap berbahagia atas keberhasilan orang lain. Orang yang tidak aman mudah iri pada orang lain.<br />Hindari Kompetisi dan Perbandingan Tidak Sehat. Kompetisi dapat mendorong kita untuk menjadi lebih baik dan berprestasi. Tanpa kompetisi mungkin kita tidak mempunyai kemampuan mendorong diri kita untuk lebih maju. Kompetisi dapat menyehatkan jika Anda berkompetisi dengan diri Anda sendiri atau ketika hal itu membuat Anda merasa tertantang untuk berprestasi atau menjadi yang terbaik. Kompetisi sangatlah tidak menyehatkan jika Anda hanya berpikir tentang diri kemenangan untuk diri sendiri atau ketika Anda merasa harus mengalahkan orang lain untuk mencapai kemenangan. Marilah kita berkompetisi dengan diri sendiri sehingga kita selalu berkembang dan berhentilah berkompetisi demi memperoleh status, popularitas, dan sebagainya dan mulailah menikmati hidup. Membandingkan diri dengan orang lain adalah sesuatu yang buruk. Mengapa ? Sebab masing-masing kita mempunyai potensi yang berbeda, baik secara sosial, mental, maupun fisik. Setiap orang punya kelebihan dan. Kita dapat saling mengembangkan diri dan melengkapi bersama-sama dengan orang lain . Anda adalah unik dan berbahagialan dengan keunikan Anda.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />• SUMBER BUKU<br />Munandar AS. 1987. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi UniversitasIndonesia, Jakarta.<br /><br />Robbins, SP. 2003. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding.<br /><br />Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi, PT. Indeks. Jakarta.<br /><br />Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Mandar Maju.<br /><br />• SUMBER INTERNET<br />id.wikipedia.org/wiki/Konflik<br />karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/akutansi/article/.../2459 <br />karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/.../101<br />www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gd <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />LAMPIRAN<br /><br /><br /><br /><br />INTISARI<br /><br />Definisi konflik <br />Konflik dapat diartikan sebagai proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian pihak pertama. <br /><br />Jenis konflik<br />• Konflik intrapersonal <br />• Konflik inter personal<br />• Konflik antar individu dan kelompok <br />• Konflik antar kelompok dalam organisasi <br />• Konflik antar organisasi <br /><br />Faktor Yang Mempengaruhi Konflik<br />EKSTERNAL <br />• Keterbatasan sumber daya <br />• Kekaburan aturan/norma di masyarakat <br />• Pola interaksi dengan pihak lain <br />• Derajat ketergantungan dengan pihak lain <br /><br />INTERNAL <br />• Kemantapan organisasi <br />• Sistem nilai <br />• Sistem lain dalam organisasi <br />• Tujuan <br /><br /><br /><br /><br />Definisi Negosiasi<br /> Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi NEGOSIASI yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.<br /><br />Langkah Proses Diskusi Negosiasi<br /> <br />1. Menemukan masalah atau hal-hal pokok dari kedua belah pihak.<br />2. Saling berbagi informasi.<br />3. Mengembangkan pilihan dan proposal untuk mengatasi semua masalah.<br />4. Mengembangkan suasana saling menguntungkan yang menghormati dan menjawab kekuatiran dari kedua belah pihak.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PERTANYAAN<br /><br />1. Jelaskan apakah kompetisi dan konflik itu sama?<br />2. Dalam kondisi apakah konflik mungkin bermanfaat bagi suatu kelompok?<br />3. Apakah ada perbedaan perundingan antara pria dan wanita? Jika ada pendekatan apa yang dilakukan terhadap keduanya?<br />4. Bagaimana seorang manajer dapat merangsang konflik dalam departemennya?<br />5. Solusi apa yang akan diambil jika proses negosiasi tidak tercapai dalam menyelesaikan konflik?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />GLOSARIUM (berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga)<br /><br />1. Destruktif; bersifat destruksi (merusak, memusnahkan, menghancurkan)<br />2. Disfungsional; perihal tidak berfungsi secara normal atau terganggu fungsinya<br />3. Fungsional; 1) berdasarkan jabatan; 2) dilihat dari segi fungsi<br />4. Interasionis; penyokong paham integrasi; pemersatu<br />5. Kognisi; kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri<br />6. Kompleksitas; kerumitan; keruwetan<br />7. Konflik; percekcokan; perselisihan; pertentangan<br />8. Konformitas; persesuaian; kecocokan<br />9. Konstruktif; bersangkutan dengan konstruksi<br />10. Negosiasi; proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok/organisasi) dengan pihak (kelompok/organisasi) yang lain<br />11. Oposisi; 1)Pol partai penentang di dewan perwakilan dsb yang menentang dan mengkritik pendapat/ kebijaksanaan pol golongan yang berkuasa; 2) pertentangan antara dua unsur bahasa untuk memperlihatkan perbedaan arti<br />12. Personalisasi; keseluruhan reaksi psikologis dan sosial seseorang individ, sintesis kehidupan emosionalnya dan kehidupan mentalnya, tingkah laku dan reaksinya terhadap lingkungan<br /> <br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-64810305519804028142010-01-08T15:35:00.002-08:002012-10-24T21:45:04.683-07:00PO Fuji<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang.<br />Pada dasarnya, ketika kita akan mendirikan sebuah perusahaan, baik itu berupa CV (Perusahaan Comanditer) maupun PT (Perseroan Terbatas) yang menjadi pondasi utama adalah tentang Visi dan Misi yang akan di jalankan ketika perusahaan tersebut di dirikan. Tanpa adanya 2 elemen pendukung ini, maka berdirinya perusahaan tersebut dapat “diprediksikan” dalam hitu¬ngan bulan, pun walau masih tetap berjalan keadaan perusahaan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan kompetitornya. Secara garis besar, pengertian dari Visi (Vision) adalah; Suatu Image Captivate (Gambaran) ideal yang hendak di¬capai oleh perusahaan pada masa mendatang. Dengan kata lain Visi merupakan kejelasan arah dan tujuan ber¬dirinya sebuah perusahaan. Sedangkan Misi (Mision); adalah sebuah Business statement (pernyataan) dari perusahaan. Atau singkatnya Misi merupakan tugas dan tanggung jawab perusahaan terhadap hasil yang telah tercapai. Konteksnya, keberadaan visi merupakan sajian dari kerangka kerja yang menuntut suatu Value and Trust Corporate (nilai dan kepercayaan perusahaan). Pernyataan visi dan misi dari suatu organisasi sangat mempunyai peranan penting dalam strategi pengembangan sistem kualitas. Ada¬nya visi dan misi memberikan satu identitas organisasi dan pemahaman terhadap arah bisnis yang ingin dicapai.<br />Perlu diperhatikan juga bahwa Visi perusahaan untuk masa yang akan datang tidak sama dengan perkiraan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Garis bawahi pengertian ini bahwa “Suatu pernyataan visi merupakan suatu pernyataan yang mendefinisikan apa yang di-ingin¬kan perusahaan yang akan terjadi di masa mendatang“. Suatu pernyataan visi yang terdeskripsikan secara baik serta de¬ngan dokumentasi yang memadai, maka akan memberikan pemahaman yang stabil mengenai arah petunjuk bagi orga¬nisasi (dalam hal ini organisasi perusahaan) untuk Eksis dari waktu ke waktu melalui sejumlah perubahan-perubahan yang dilakukannya agar membuat visi organisasi itu menjadi suatu kenyataan. Pernyataan visi organisasi merupakan suatu prospek jangka panjang dan bukanlah jangka pendek. Visi organi¬sasi itu merupakan keadaan sempurna atau ideal yang diinginkan di masa yang akan datang, meskipun mungkin tidak akan pernah tercapai, tetapi orang-orang dalam orga¬nisasi itu tidak akan pernah berhenti untuk mencapainya (selalu berusaha maksimal untuk mencapai visi tersebut). Satu kebijakan dimana visi organisasi akan berhasil dilaksanakan yaitu dengan memberdayakan human resource (tenaga-tenaga profesional), yang mana empowerment (pemberdayaan) merupakan suatu kombinasi dari motivasi untuk bertindak, wewenang untuk melaksanakan pekerjaaan, serta memungkinkan untuk mencapai visi orga¬nisasi apabila pekerjaan itu dilaksanakan berdasarkan tenggat waktu.<br />Apabila uraian diatas tersebut disimpulkan, maka pernyataan visi organisasi haruslah memperhatikan beberapa point berikut ini:<br />• Harus menggambarkan secara singkat, sederhana, dan jelas. <br />• Harus menarik perhatian.<br />• Mudah untuk diingat.<br />• Sesuai dengan nilai/kaidah perusahaan.<br />• sangat berkaitan dengan kebutuhan pelanggan.<br />• Bersifat sebagai pendorong (melibatkan) orang untuk melaksanakannya.<br />• Inspirasional. <br />• Memberikan kejelasan terhadap arah bisnis di masa mendatang. <br />Disadari atau tidak, sebuah perusahaan raksaksa sekalipun nasibnya juga sangat ditentukan oleh peran organisasi bagian bawah seperti karyawan, security, office boy, dll. Coba saja bayangkan ketika sebuah perusahaan tidak menghargai hak- hak pegawainya, sehingga seluruh pegawainya mogok kerja. Maka produksi tidak akan berjalan. Dan jika berlangsung terus maka perusahaan bisa hancur. Oleh karena itu, pondasi dalam struktur organisasi perusahaan sangatlah penting bagi perusahaan itu sendiri karena selama pondasi itu kuat maka struktur organisasi yang ada didalam suatu perusahaan tersebut akan kuat pula dan tentunya akan sangat membantu dalam mengembangkan perusahaan tersebut.<br />1.2 Rumusan Masalah.<br />a. Bagaimana Mendeskripsikan Fondasi-fondasi Srtuktur Organisasi?<br />b. Bagaimana Mengidentifisikasi enam Unsur Kunci yang mendefinisikan Struktur Organisasi?<br />c. Bagaimana Mendeskripsikan Desain Umum dan Pilihan pada suatu Organisasi?<br />d. Bagaimana Perbedaan Model Struktur Organik dengan Model Mekanistik dan factor-faktor yang lebih mendukung struktur organisasi tertentu yang berbeda-beda?<br />e. Bagaimana Menjelaskan Desain Organisasi dan Perilaku Karyawan serta implikasi bagi para manajer?<br /><br />1.3 Tujuan.<br />a. Untuk Mengetahui Definisi Fondasi-fondasi Sruktur Organisasi.<br />b. Untuk Mengtahui enam Unsur Kunci yang MendefinisikanStuktur Organisasi.<br />c. Untuk Mengetahui Desain Umum dan Desain Pilihan pada suatu Perusahaan.<br />d. Untuk Mengetahui Perbedaan antara Model organic dengan Model Mekanistik dan factor-faktor yang lebih mendukung struktur organisasi tertentu yang berbeda-beda.<br />e. Untuk Mengetahui Desain Organisasi dan Perilaku Karyawan serta Implikasi bagi para Manajer.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />2.1 Pengertian Pondasi-pondasi Srtuktur Organisasi Perusahaan.<br /> Pondasi itu adalah sikap kerja (Executive s/d pekerja Harian) dalam kesehariannya menjujung visi dan misi perusahaan. Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya. yang menjadi pondasi utama adalah tentang Visi dan Misi yang akan di jalankan ketika perusahaan tersebut di dirikan, jika kedua pondasi tersebut tidak seimbang maka perusahaan yang akan didirikanpun akan tertinggal jauh. <br />Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa.<br />Ada 4 Elemen Struktur Organisasi:<br />1. Adanya spesialisasi kegiatan kerja<br />2. Adanya standardisasi kegiatan kerja<br />3. Adanya koordinasi kegiatan kerja<br />4. Besaran seluruh organisasi.<br />Setelah kita melihat masing-masing definisi diatas, maka kita dapat ambil kesimpulan bahwa pondasi-pondasi srtuktur organisasi adalah sikap kerja dalam menjujung visi dan misi suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.<br /><br /><br /><br /><br />Teori Organisasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tiga Pondasi Utama dari Organisasi.<br />PROSES TERBENTUKNYA STRUKTUR ORGANISASI<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.2 Eman Unsur Kunci yang Perlu disampaikan ke Manajer ketika mereka merancang Struktur Organisasi.<br />Salah satu factor penting yang harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi adalah seberapa jauh kebutuhan untuk melakukan diferensiasi dan integrasi.<br />Diferensiasi dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:<br />A. Horizontal.<br />B. Vertical.<br />C. Spasial.<br />Integrasi atau koordinasi dilakukan dengan cara:<br />A. Formalisasi.<br />B. Sentralisasi.<br />C. Rentang kendali.<br />D. Standardisasi.<br />Selain dua factor diatas ada factor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi yaitu strategi organisasi, usia dan besaran organisasi, teknologi, kondisi lingkungan, pengendalian kekuasaan.<br />Dalam suatu perusahaan, terdapat enam kunci yang perlu disampaikan ke manajer ketika merekamerancang struktur organisasi diantaranya yaitu:<br />A. Spesialisasi Pekerjaan.<br />B. Departementalisasi.<br />C. Rantai Komando.<br />D. Rentang Kendali.<br />E. Sentralisasi dan Desentralisasi.<br />F. Formalisasi.<br />A. Spesialisasi Kerja.<br />Spesialisasi Kerja adalah bahwa, bukannya keseluruhan pekerjaan dilakukan oleh satu individu, seluruh pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, tiap langkah diselasaikan oleh individu yang berlainan. Pada hakikatnya, individu-individu berspesialisasi dalam mengerjakan bagian kegiatan tertentu, bukan mengerjakan seluluruh kegiatan. Misalnya dalam suatu perusahaan ada pembagian kerja pada tiap masing-masing karyawannya seperti OB, karyawan tersebut ditempatkan di bagian OB dan tidak bisa memegang dua sekaligus pekerjaannya begitu juga dengan karyawan lainnya yang mempunyai tugas masing-masing. Pada tahun 1940-an sebagian besar pekerjaan manufaktur di Negara-negara industry dijalankan dengan spesialisasi kerja yang tinggi, karena manajemen melihat ini sebagai cara untuk memanfaatkan keterampilan karyawannya secara paling efisien. Akan tetapi manajer juga mencari efisiensi lain yang dapat dicapai melalui spesialisasi kerja. Sebagian besar paruh pertama abad ke-20, para manajer memandang spesialisasi kerja sebagai sumber peningkatan produktivitas yang tidak ada habis-habisnya, karena spesialisasi tidak dipraktekkan secara meluas penggunaan pertama kalinya hampir selalu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Namun dewasa ini sebagian manajer tidak menganggap spesialisasi kerja sebagai suatu yang using, juga tidak menjadi sumber peningkatan produktivitas yang tidak ada habis-habisnya. Lebih tepatnya, para manajer mengakui manfaat ekonomi yang diberikan oleh spesialisasi kerja dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu dan masalah-masalah akan timbul bila itu dilaksanakan terlalu jauh. Tetapi menjelang dasawarsa 1960-an, bertambah banyak bukti yang menunjukan bahwa hal yang baik itu bisa menghanyutkan, yaitu beberapa pekerjaan dimana tekanan pada diri manusia oleh spesialisasi yang muncul dalam bentuk kebosanan, kelelahan, sters, produktivitas rendah dll. <br />B. Departementalisasi.<br />Adalah Pegawai atau karyawan dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian bagian tugas kerja.<br />Salah satu cara yang paling popular untuk mengelompokan kegiatan adalah menurut fungsi yang dijalankan. Tentu saja departementalisasi menurut fungsi dapat digunakan dalam semua jenis organisasi, hanya saja fungsi-fungsinya berubah agar dapat mencerminkan sasaran dan kegiatan organisasiitu. Selain menurut fungsi yang dijalankan, cara lain untuk melakukan departemnalisasi adalah atas dasar geografi atau territory. Fungsi penjualan, misalnya mungkin mempunyai kawasan barat, selatan, barat tengah, dan timur. Dengan demikian tiap kawasan ini merupakan departemen yang diorganisasikan berdasarkan lingkup geografi. Jika palanggan tersebar ke area geografi yang luas, bentuk departementalisasi ini dapat bernilai. Departementalisasi dapat digunakan untuk memproses pelanggan maupun produk, asumsi yang melandasi departementalisasi pelanggan adalah bahwa pelanggan di masing-masing departementalisasi memiliki serangkaian masalah bersama dan kebutuhan-kebutuhan bersama yang dapat sangat baik dicapai dengan memiliki spesialis untuk masing-masing.<br />Pegawai atau karyawan dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian bagian tugas kerja. Untuk melakukan pengumpulan orang-orang dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan diadakan kegaitan departementalization atau departementalisasi.<br />Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam :<br />1. Departementalisasi Menurut Fungsi.<br />Pada pembagian ini orang yang memiliki fungsi yang terikat dikelompokkan menjadi satu. Umum terjadi pada organisasi kecil dengan sumber daya terbatas dengan produksi lini produk yang tidak banyak. Biasanya dibagi dalam bagian keuangan, pemasaran, umum, produksi, dan lain sebagainya.<br />2. Departementalisasi Menurut Produk / Pasar.<br />Pada jenis departementalisasi ini orang-orang atau sumber daya yang ada dibagi ke dalam departementalisasi menurut fungsi serta dibagi juga ke dalam tiap-tiap lini produk, wilayah geografis, menurut jenis konsumen, dan lain sebagainya.<br />3. Departementalisasi Organisasi Matrix / Matriks.<br />Buntut organisasi matriks marupakan gabungan dari departementalisasi menurut fungsional dan departementalisasi menurut proyek. Seorang pegawai dapat memiliki dua posisi baik secara fungsi maupun proyek sehingga otomatis akan memiliki dua atasan / komando ganda. Proyek biasanya diadakan secara tidak menentu dan sifatnya tidak tetap.<br />C. Rantai Komando.<br />Merupakan garis wewenang yang tidak terputus yang terentang dari puncak organisasi sampai organisasi terbawah dan memperjelas siapa melapor ke siapa. Dalam rantai komando terdapat dua konsep komplementer, yaitu: wewenang dan kesatuan komando. Wewenang mengacu ke hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk memberi perintah dan menghaparkan perintah itu dipatuhi, sedangkan kesatuan komando membantu mengamankan konsep garis wewenang yang btidak terputuskan. Kesatuan ini menyatakan bahwa seseorang seharusnya mempunyai satu dan hanya satu atasan yang kepadanya ia bertanggung jawab langsung, akan tetapi jika kesatuan komando terputus, bawahan mungkin harus berurusan dengan tuntutan atau prioritas beberapa atasan yang berkonflik. Konsep rantai komando, wewenang, dan kesatuan komando telah sangat kurang relavan dewasa ini karena kemajuan teknologi komputer dan cenderung ke arah pemberdayaan karyawan.<br />D. Rentang Kendali.<br />Rentang kendali ini sangat penting, karena sangat menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki oleh organisasi, dan bila semua hal sama makin luas atau besar rentang itu makin efisien pula organisasi itu. Tetapi pada pihak lain, rentang yang lebih lebar akan mengurangi keefektifan, artinya bila rentang itu menjadi terlalu besar, kinerja karyawan menjadi korban karena para penyelia tidak lagi mempunyai cukup waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan. Rentang yang kecil ada keuntungannya, dengan menyelenggarakan rentang kendali dari lima atau enam karyawan, manajer dapat menyelenggarakan pengendalian yang ketat. Tapi rentang kecil juga mempunyai tiga kekurangan utama. Pertama, rentang ini mahal karena menambah tingkat-tingkat manajemen. Kedua, rentang ini menbuat komunikasi vertikal dalam organisasi lebih rumit. Ketiga, rentang kendali yang kecil mendorong penyeliaan yang berlebihan dan tidak mendorong ekonomi karyawan.<br />Kecenderungan dalam tahun-tahun terakhir adalah kearah rentang kendali yang lebih lebar. Rentang kendali yang lebih lebar konsisten dengan upaya perusahaan akhir-akhir ini untuk mengurangi biaya, menekan overhead, mempercepat pengambilan keputusan, meningkatan keluwesan, mendekatkan diri kepelanggan dan memperdaya karyawan. Tetapi untuk menjamin bahwa kinerja tidak menjadi korban karena rentang yang lebih lebar unu, organisasi-organisasi melakukan investasi yang besar dalam pelatihan karyawan. Manajer mengakui bahwa mereka dapat menangani rentang yang lebih lebar bila para karyawan mengetahui pekerjaan mereka sendiri luar-dalam atau dapat berpaling ke rekan sekerjanya bila mereka mempunyai pertanyaan.<br />Ciri-ciri Rentang Kendali yaitu:<br /> Jumlah orang yang langsung dibawah pengawasan dan tanggungjawab seorang pejabat/pemimpin.<br /> Jumlah yang optimum adalah antara 6 - 10.<br /> Kalau terlalu banyak tidak akan bisa diawasi dan disupervisi secara optimal.<br />E. Sentralisasi dan Desentralisasi.<br />Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Sentralisasi mengacu pada sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi. Konsep ini hanya mencakup wewenang formal, yaitu hak-hak yang inheren dalam posisi seseorang. Organisasi yang mencirikan oleh sentralisasi merupakan benda struktural yang secara inheren berbeda dari organisasi yang didesentralisasikan. Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.<br />Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi. Dalam organisasi yang terdesentralisasikan, tindakan dapat diambil lebih cepat untuk memecahkan masalah, lebih banyak orang memberikan masukan ke dalam keputusan, dan makin kecil kemungkinan para karyawan merasa di asingkan dari mereka yang mengambil keputusan yang mengangkut kehidupan kerja mereka. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.<br />F. Formalisasi.<br />Formalisasi mengacu pada tingakat dimana pekerjaan di dalam organisasi itu dibakukan. Dimana terdapat formulasi yang tinggi, disitu terdapat uraian jabatan yang tersurat, banyak aturan organisasi, dan prosedur yang yang terdefinisi dengan jelas yang meliputi proses kerja dalam organisasi. Dan formulasi yang rendah, perilaku kerja relatif tidak terprogram dan para karyawan mempunyai banyak kebebasan untuk menjalankan keleluasaan dalam kerja. Karena keleluasaan individu pada pekerjaan itu berbanding terbalik dengan banyaknya perilaku dalam pekerjaan yang diprogramkan swebelumnya oleh organisasi, semakin besar pembakuan itu, semakin sedikit pemasukan dari pihak karyawan yang berkenaan dengan cara pekerjaan itu harus dilakukan. Pembakuan tidak hanya menyingkirkan, kemungkinan karyawan menjalankan perilaku alternatif, melainkan juga bahkan membuat karyawan merasa perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif. Tingkat formulasi dapat sangat beragam diantara dan didalam organisasi. <br />2.3 Desain Organisasi yang Umum dan Pilihan.<br />Ada tiga desain organisasi yang lazim digunakan, yaitu: Struktur Sederhana, Struktur Matriks, dan Birokrasi.<br />a) Struktur Sederhana.<br />Struktur sederhana merupakan organisasi yang “ datar “, biasanya hanya mempunyai dua atau tinga tingkat vertikal, ikatan kelompok buruh yang longgar, dan satu individu yang dalam tangannya wewenang( otoritas) pengambilan keputusan dipusatkan. Struktur ini dapat di cirikan oleh, departementalisasinya rendah, rentang kendalinya lebar, wewenangnya dipusatkan pada tangan satu oarang, dan formulasinya kecil. <br />Contoh Struktur Sederhana toko pengecer.<br /><br /><br /><br /> <br /><br />Kekuatan struktur sederhana terletak pada kesederhanaanya. Cepat, luwes, dan tidak mahal penyelenggaraannya, serta tanggungjawabnya jelas. Kelemahan utamanya adalah sulit mempertahankan sesuatu yang lain daripada organisasi yang kecil, dan keadaan tida semakin memadai bila organisasi berkembang. Formalisasi yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan beban informasi berlebihan dan akhir-akhirnya dapat terhenti karena eksekutif tunggalnya mencoba terus mengambil semua keputusan dan kelemahan lainnya adalah bahwa srtuktur sederhana itu berisiko semuanya tergantung pada satu orang.<br />b) Struktur Matriks.<br />Pada hakikatnya struktur ini menggabungkan dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk. Kita akan menemukan struktur ini digunakan dalam agen periklanan, perusahaan angkas luar, laboratorium konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan. Kekuatan departementalisasi fungsional, terletak pada penempatan para spesialis yang serupa secara bersama, yang dapat meminimalkan jumlah yang diperlukan, sementara memungkinkan pengumpulan dan penggunaan bersama sumber daya khusus untuk semua produk. Kelemahan utamanya adalah kesulitan mengkoordinasikan tugas spesialis fungsi yang beragam agar aktivitas mereka selasai pada waktunya da sesuai anggaran. Sedangkan departementalisasi produk, sebaliknya, mempunyai keunggulan dan kekurangan yang persis berlawanan dengan departementalisasi fungsi. Departementalisasi produk memberikan tanggungjawab yang jelas untuk semuaaktivitas yang terkait dengan produk tertentu, tetapi menghasilkan aktivitas dan biaya ganda. Matriks berupaya memperoleh kekuatan dari masing-masing struktur itu sambil menghindarkan kelemahan keduanya.<br />Karakteristik struktur yang paling jelas pada matriks adalah bahwa matriks memecah konsep kesatuan komando.karyawan matriks mempunyai dua atasan, manajer departemen fungsionalnya dan manajer produknya, oleh karena itu matriks mempunyai rantai komando dua rangkap. Selain itu struktur matriks mempunyai kekuatan pada kemampuannya mempermudah koordinasi ketika organisasi itu mempunyai keanekaragaman aktivitas yang rumit dan saling tergantung, dan semakin besarnya organisasi, kapasitas pengolahan informasinya dapat kelebihan beban. <br /><br /><br />Contoh Struktur Matriks untuk Sekolah Tinggi.<br />Program<br /><br />Jurusan <br />Akademis Tingkatan S1 Master Ph d Peneliti Pengembangan Eksekutif Pelayanan Masyarakat<br />Akuntansi <br />Studi Administrasi keuangan <br />Ilmu Informasi dan Keputusan Pemasaran <br />Perilaku Organisasi Metode Kuntitatif <br /><br />Keunggulan lain dari matriks adalah mempermudah alokasi yang efisien atas para spesialis. Selain mempunyai keunggulan, matriks juga mempunyai kelemahan yang terletak pada kebingungan yang diciptakan, kecenderungan menciptakan perebutan kekuasaan, dan stress yang diderita para individu.<br />c) Birokrasi.<br />Birokrasi dicirikanoleh tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan pengaturan yang sangat formal, tugas-tugas yang sangat dikelompokan ke dalam departemen-departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya menjalankan kegiatan terbakukan secara sangat efisien. Dan salah satu kelemahannya adalah dilukiskan dalam dialog antara empat eksekutif dalam perusahaan. Kelemahan besarnya adalah sesuatu yang kita semua alami ketika suatu saat harus berurusah dengan orang-orang yang bekerja dalam organisasi ini.<br />Pilihan Desain Baru.<br />Para manajer senior dalam sejumlah organisasi telah bekerja mengembangkan pilihan structural baru yang dapat lebih mampu membantu perusahaan-perusahaan bersaing secara efektif, dan terdapat tiga desain structural tersebut yaitu: struktur tim, organisasi virtual, organisasi tanpa tapal batas. <br />Struktur tim merupakan penggunaan tim-tim sebagai perangkat utama koordinasi aktivitas pekerjaan. Dalam perusahaan yang lebih kecil, struktur tim dapat mendefinisikan seluruh organisasi, dan lebih sering terutam diantara organisai-organisasi besar, struktur tim saling melengkapi dengan apa yang lazimnya di kenal sebagai birokrasi. Organisasi Virtual( organisasi jaringan, organisasi modular), organisasi ini telah menciptakan jaringan-jaringan hubungan yang memungkinkan mereka mengontrak produksi, distribusi, pemasaran. Dan organisasi ini juga sangat kontras dengan birokrasi pada umumnya yang mempunyai banyak tingkat vertical manajemen dan yang mengendalikannya diusahakan melalui kepemilikan.<br />Contoh Organisasi Vertual <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />dari gambar diatas menunjukan hubungan tersebut yang lazim dipertahankan berdasarkan kontrak. Keuntungan dari organisasi ini adalah keluwesannya. Sedangkan organisasi tanpa tapal batas adalah organisasi yang menghapuskan rantai perintah, mempunyai rentang kendali yang tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.<br />2.4 Perbedaan antara Model organik dengan Model Mekanistik dan factor-faktor yang lebih mendukung struktur organisasi tertentu yang berbeda-beda. <br /> Dalam desain lain ada dua model ekstrem yaitu: model organic dan model mekinistik, model organik tampak sangat mirip dengan organisasi tanpa tapal batas yaitu struktur yang datar, menggunakan tim lintas hierarki dan fungsional, memiliki jaringan informasi yang menyeluruh dan tergantung pada pengambilan keputusan partisipasi. Sedangkan model mekanistik sama dengan birokrasi yang mempunyai departementalisasi secara besar-besaran, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi terbatas, dan sentralisasi. Dengan kita mengetahui dua model di atas maka kita tau mengapa struktur organisasi berbeda-beda? Dan berikut ini adalah kekuatan utama yang telah diidentifikasikan sebagai penyebab atau determinan dari organisasi tertentu yaitu: strategi, ukuran organisasi, teknologi,lingkungan.<br />Contoh Model Mekanistik dan Model Organik<br />Model Mekanik Model Organik<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />• Spesialisasi Tinggi. Tim lintas fungsional.<br />• Departementalisasi Kaku. Tim lintas hierarki.<br />• Rantai perintah yang jelas. Arus informasi yang bebas.<br />• Rentang kendali yang sempit. Rentang kendali yang lebar.<br />• Sentralisasi. Desentralisasi. <br />• Formalisasi tinggi. Formalisasi Rendah. <br />Factor-faktor yang lebih mendukung struktur organisasi tertentu yang berbeda-beda yaitu:<br />a. Strategi.<br />b. Ukuran Organisasi.<br />c. Teknologi.<br />d. Lingkungan.<br />2.5 Desain organisasi dan Peilaku karyawan serta implikasi bagi para manajer<br />Umumnya bukti menyatakan bahwa spesialisasi kerja mendukung tingginya produktivitas karyawan tetapi mengorbankan kepuasan kerja. Namun, pernyataan ini mengabaikan perbedaan individu dan jenis pekerjaan yang dilakukan orang, namun spesialisasi kerja juga bukanlah sumber yang tidak habis-habisnya dari tingginya produktivitas. Masalah mulai muncul, dan produktivitas mulai terganggu, ketika disekonomi manusia yang menjalankan tugas yang sempit dan berulang-ulang. dan tidak ada bukti mendukung adanya hubungan antara rentang kendali dengan kinerja karyawan walaupun secara naluriah menarik untuk mengemukakan bahwa rentang yang lebar mungkin menghasilkan kinerja karyawan yang lebih tinggi dan memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk prakarsa pribadi namun riset tampaknya tidak mendukung gagasan ini. Namun kita juga menemukan bukti yang cukup kuat yang menghubungkan sentralisasi dan kepuasan kerja. Pada intinya untuk memaksimalkan kinerja dan kepuasan karyawan, perbedaan-perbedaan individu seperti pengalaman, kepribadian, dan tugas keja hendaknya diperhitungkan. Selain itu, budaya nasional mempengaruhi pilihan struktur, sehinggn perlu dipertimbangkan.<br />Implikasi bagi para manajer <br />Para manajer perlu diingatkan bahwa variable-variabel struktural seperti spesialisasi kerja, rentang kendali, formalisasi, sentralisasi merupakan karakteristik objek yang dapat diukur oleh peneliti organisasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />INTISARI<br />1. Ketika kita akan mendirikan sebuah perusahaan maka yang menjadi pondasi utama pada perusahaan tersebut adalah visi dan misi yang akan di jalankan ketika perusahaan tersebut di dirikan.<br />2. Pondasi itu adalah sikap kerja (Executive s/d pekerja Harian) dalam kesehariannya menjujung visi dan misi perusahaan. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. pondasi-pondasi srtuktur organisasi adalah sikap kerja dalam menjujung visi dan misi suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.<br />3. Salah satu factor penting yang harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi adalah seberapa jauh kebutuhan untuk melakukan diferensiasi dan integrasi, strategi organisasi, usia dan besaran organisasi, teknologi, kondisi lingkungan, pengendalian kekuasaan. <br />4. Eman unsur kunci yang perlu disampaikan ke manajer ketika mereka merancang struktur organisasi yaitu Spesialisasi Pekerjaan, Departementalisasi (Departementalisasi Menurut Fungsi, Departementalisasi Menurut Produk / Pasar, Departementalisasi Organisasi Matrix / Matriks), Rantai Komando, Rentang Kendali, Sentralisasi dan Desentralisasi, Formalisasi.<br />5. Desain Organisasi yang Umum dan Pilihan, Ada tiga desain organisasi yang lazim digunakan, yaitu: Struktur Sederhana, Struktur Matriks, dan Birokrasi. Pilihan desain baru yaitu: struktur tim, organisasi virtual, organisasi tanpa tapal batas. <br />6. Dalam desain lain ada dua model ekstrem yaitu: model organic dan model mekinistik, Factor-faktor yang lebih mendukung struktur organisasi tertentu yang berbeda-beda yaitu: Strategi, Ukuran Organisasi, Teknologi, Lingkungan.<br />7. Desain organisasi dan Peilaku karyawan serta implikasi bagi para manajer Umumnya bukti menyatakan bahwa spesialisasi kerja mendukung tingginya produktivitas karyawan tetapi mengorbankan kepuasan kerja. Namun, pernyataan ini mengabaikan perbedaan individu dan jenis pekerjaan yang dilakukan orang, namun spesialisasi kerja juga bukanlah sumber yang tidak habis-habisnya dari tingginya produktivitas Masalah mulai muncul, dan produktivitas mulai terganggu, ketika disekonomi manusia yang menjalankan tugas yang sempit dan berulang-ulang, untuk memaksimalkan kinerja dan kepuasan karyawan, perbedaan-perbedaan individu seperti pengalaman, kepribadian, dan tugas keja hendaknya diperhitungkan. Selain itu, budaya nasional mempengaruhi pilihan struktur, sehinggn perlu dipertimbangkan. Para manajer perlu diingatkan bahwa variable-variabel struktural seperti spesialisasi kerja, rentang kendali, formalisasi, sentralisasi merupakan karakteristik objek yang dapat diukur oleh peneliti organisasi.<br /><br /><br />GLOSARIUM<br /> Brick-and-mortar ( dengan bangunan fisik).<br /> Outsourcing ( ke sumber luar ).<br /> Survival for the fittest ( yang paling kuat bertahan hidup ).<br /> T-form ( berbasis teknologi ).<br /><br />PERTANYAAN<br />1. Seandainya anda seorang karyawan dalam suatu struktur matriks, hal-hal positif apakah menurut anda akan diberikan struktur itu? Bagaimana dengan hal-hal negatifnya?<br />2. Bagaimanakah perusahaan-perusahaan besar tertentu dewasa ini diorganisasikan? Jika dibandingkan dengan bagaimana organisasi yang sama kemungkinan perusahaan-perusahaan besar pada tahun 1960an? Dan bagaimana perbandingan antara organisasi perusahaan sekarang dengan organisasi perusahaan pada tahun 1960an?<br />3. Ramalan perilaku yang bagaimanakah yang akan anda buat mengenai orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi tanpa tapal batas “murni” seandainya struktur tersebut pernah ada pada suatu perusahaan?<br />4. Mengapa spesialisasi kerja bukan suatu sumber yang tidak ada habis-habisnya dari meningkatnya produktivitas?<br />5. Bagaimana tanggapan anda ketika sebagian besar karyawan lebih menyukai formalisasi tinggi? Dan berikan alasannya.<br />BERITA ACARA<br /> DEWI SUSANI.<br />a) Desain organisasi manakah yang sering digunakan oleh perusahaan?<br />b) Berikan contoh perusahaannya<br />c) Alasannya apa perusahaan tersebut menggunakan desain tersebut?<br /> Jawab.<br />a) Dalam desain organisasi terdapat tiga desain struktur organisasi yaitu, struktur sederhana, struktur matriks, dan birokrasi. Setiap perusahaan yang ada sekarang ini pasti berbeda-beda dimana perusahaan tersebut menggunakan deisan organisasi, akan tetapi bagi perusahaan-perusahaan besar lebih menggunakan desain organisasi struktur matriks dan birokrasi.<br />b) Contoh perusahaan yang menggunakan desain organisasi struktur matriks dan birokrasi <br />• Desain organisasi struktur matriks biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti agen periklanan, perusahaan angkasa luar, laboratorium litbang, perusahaan konstruksi, rumah sakit, badan pemerintah, universitas, perusahaan hiburan, <br />• Desain organisasi birokrasi biasa digunakan oleh bank, toserba, kantor perusahaan yang mengumpulkan pajak.<br />c) Alasannya perusahaan tersebut menggunakan desain organisasi tersebut adalah dalam struktur matriks karena semuanya mengandalkan proses kerja terbakukan untuk koordinasi dan pengendalian karena sangat efisien, sedangkan untuk desain struktur matriks sendiri adalah karena struktur tersebut mempunyai kemampuan mempermudah koordinasi ketika organisasi itu mempunyai keanekaragaman aktivitas yang rumit dan saling tergantung.<br /><br /> TEH AAH<br />a) Sejauhmanakah pengaruh desentralisasi terhadap struktur perusahaan?.<br />b) Pengeruhnya seperti apa?.<br /> Jawab.<br />a) Desentralisasi dalam perusahaan mempunyai pengaruh penting dalam struktur perusahaan, karena didalam struktur desentalisasi terdapat tindakan yang diambil lebih cepat untuk memecahkan masalah karena setiap perusahaan ketika mereka merancang struktur organisasi masalah-masalah yang timbul didalamnya pasti ada, selain itu juga dalam merancang struktur organisasi pasti terdapat masukan yang berupa keputusan-keputusan yang harus ditetapkan supaya kita tau struktur yang bagaiman yang nantikanya bisa ditetapkan didalam perusahaan tersebut. Konsisten dengan upaya manajemen akhir-akhir ini untuk membuat organisasi lebih fleksibel dan tanggap, telah terdapat kecenderungan yang nyata kearah determinasi pengambilan keputusan.<br /> AKANG YAYAT.<br />a) Organisasi-organisasi apa saja yang cocok untuk sentralisasi dan desentralisasi?<br /> Jawab.<br />dalam sentralisasi dan desentralisasi, organisasi yang cocok untuk didalamnya adalah organisasi daerah.<br /> FAZAR NURIANSYAH<br />a) Jika dalam suatu perusahaan tersebut tidak terdapat rentang kendali? <br />b) Bagaiman solusinya?<br /> Jawab.<br />a) Jika dalam suatu perusahaan tidak terdapat rentang kendali maka kemungkinan besar perusahaan tersebut tidak akan efisien atau perusahaan tersebut akan tertinggal dari perusahaan lainya karena rentang kendali dalam suatu perusahaan merupakan hal penting karena sangat menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki oleh organisasi. Selin itu juga rentang kendali dalam suatu perusahaan terdapat dua kemungkinan yaitu rentang kendali yang besar dan rentang kendali yang kecil yang diman kedua-duanya memiliki kelemahan dan keuntungannya. Seperti rentang kendali yang besar maka semakin efisien pula organisasi itu akan tetapi rentang kendali yang besar akan mengurangi keefektifan artinya semakin besar rentang kendali maka, kinerja karyawan menjadi korban karena para penyelia tidak lagi mempunyai cukup waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan. Sedangkan erntang kemdali yang kecil, mempunyai keuntungan tersendiri yaitu dengan menyelenggarakan rentang kendali dari lima atau enam karyawan, manajer dapat menyelenggarakan pengendalian yang ketat, tapi rentang kendali kecil juga mempunyai kekurangannya yaitu rentang ini mahal karena menambah tingkat manajemen, rentang ini membuat komunikasi vertical dalam organisasi rumit, rentang kendali kecil mendorong penyeliaan yang berlebihan dan tidak mendorong ekonomi karyawan.<br />b) Dan solusinya adalah manajer harus mengetahui terlebih dahulu pekerjaan karyawannya baik dari luar maupun dari dalam yang kemungkinan akan berpaling pada pekerjaan karyawan lain apabila mereka mempunyai pertanyaan. Dan dalam rentang kendali besar maupun rentang kendali kecil, manajer harus mengutamakan kinerja karyawannya demi mendorong ekonomi karyawannya.<br /> NENG IRMA.<br />a) Bagaimana persamaan dan perebedaan antara departementalisasi menurut fungsi, departementalisasi menurut produk/pasar, departementalisasi menurut matriks.<br /> Jawab<br />Persamaan dari ketiga departementalisasi diatas adalah ketiga departementalisasi tersebut sama-sama dalam bagian keuangan, pemasaran, produksi, umum dll. Akan tetapi perdedaan dari ketiga departemantalisasi diatas adalah kita melihat pada departementalisasi fungsi adalah umumterjadi pada organisasi kecil dengan sumber daya terbatas dengan produksi lini yang tidak banyak, sedangkan departementalisasi produksi/pasar adalah terletak pada wilayah geografis, menurut jenis konsumen dll, dan yang terakhir adalah departementalisasi matriks adalah karena terdapat gabungan antara departementalisasi fungsional dan departementalisasi proyeksi, dan lebih terarah pada posisi jabatan seorang pegawai secara fungsi maupun proyeksisehingga memilki dua atasan/komando ganda.<br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-39756157495638278452010-01-08T15:35:00.001-08:002012-10-24T21:45:04.677-07:00PO Fajar<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />I.1. Latar Belakang<br /> Dengan mengabaikan kecemasan orang lain. Lutz mendorong proyeknya berjalan dengan komitmen yang tidak tergoyahkan. Walaupun dia tidak memiliki bukti yanta untuk mendukung keyakinannya bahwa mobil ini akan berhasil dan bisa mendongkrak nama Chrysler, nalurinya memberitahu di bawah ini langkah yang benar. Dia terus maju dengan instingnya yang berani. Dan insting Lutz terbukti benar. Doodge Viper (ditampilkan alan photo dengan Lutz) langsung mengubah persepsi publik tentang Chryster, secara dramanatis mendongkrak moral perusahaan, dan akhirnya mempercepat perubahan perusahaan pada tahun 1990-an. <br />Pengambilan keputusan adalah suatu unsur yang penting dalam kehidupan organisasi. Dan seperti yang digambarkan ilustrasi Bob Lutz, keputusan-keputusan tersebut tidak selalu mengikuti proses rasional yang diracik cermat. Dalam pembahasa kali ini penulis akan menggambarkan bagaimana keputusan-keputusan dalam organisasi dibuat. Namun, pertama-tama, kami akan membahas proses perseptual dan memperlihatkan bagainmana proses-proses tersebut terkait pada pengambilan keputusan individual.<br />I.2. Rumusan Masalah<br />Adapun yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut:<br />1. Bagaimana keputusan hendaknya di ambil?<br />2. Bagaimana keputusan sebenarnya diambil dalam organisasi?<br />3. Bagaimana dengan etika dalam pengambilan keputusan?<br />I.3. Tujuan <br />Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dakam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah faktor pada Pemersepsi, pada target dan dalam Situasi<br />Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagi berikut:<br />1. Untuk menjelaskan keputusan hendaknyadiambil diambil<br />2. Untuk menjelaskan keputusan sebenarnya diambil dalam organisasi <br />3. Untuk menjelaskan etika dalam pengambilan keputusan.<br /><br />BAB II PEMBAHASAN<br />PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU<br /><br /> Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dakam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Persepsi juga digunakan dalam proses individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberikan makna kepada lingkungan mereka.<br />II.1 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi<br /> Faktor-faktor yang mempenguruhi persepsi dapat berada dalam pihak pelaku persepsi, dalam obyek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11.2 Membuat Penilaian Mengenai Orang lain<br />Persepsi orang membuat penilaian mengenai orang lain. Teori Atribusi mengemukakan bahwa ketika individu-individu mengamati perilaku, merekan berupaya menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Teori Atibusi juga dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya teori itu mengemukakan bahwa bila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha menetukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau ekternal. Meski demikian, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor yaitu keunikan, konsensus, dan konsisten.<br /> Perilaku yang disebabkan oleh faktor internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu. Perilaku disebabkan faktor ekternal dilihat sebagai hasil dari sebab-sebab luar, yaitu: orang itu dipandang terpaksa berperilaku demikian oleh situasi. Keunikan merujuk ke apakah individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Apa yang ingin kita ketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa ataukah tidak. Jika luar biasa, kemungkinan besar pengamatan itu memberikan atribusi ekternal ke perilaku itu. Jika tindakan itu tidak luar biasa, agaknya itu akan dinilai sebagai bersifat internal.<br /> Jika setiap orang yang diharapkan pada situasi yang sama bereaksi dengan cara yang sama, dapatlah kita katakan bahwa perilaku itu menunjukan konsensus. Akhirnya, pengamat mencari konsistensi dalam tindakan seorang. Apakah orang itu memberikan reaksi dengan cara yang sama waktu ke waktu? Makin konsisten perilaku itu, maka pengamat makin condong untuk menghubungkan perilaku itu dengan sebab-sebab internal.<br /> Salah satu penemuan lebih menarik dari teori distribusi adalah bahwa terdapat kekeliruan atau bias yang mendistorsi atribusi. Misalnya cukup banyak bukti yang mengungkapkan bahwa ketika membuat pertimbangan atau penilaian mengenai perilaku organisasi lain, maka kita mempunyai kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor ekternal dan melebih-lebihkan fakter internal ataupun faktor pribadi. Ini disebut kekeliruan atribusi mendasar dan dapat dijelaskan mengapa menejer penjualan cenderung menghubungkan kinerja buruk agen penjualannya dengan kemalasan bukannya dengan deretan produk inovasi pesaing.<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Bias layanan diri merupakan kecenderungan individu untuk mensirikan keberhasilan mereka dengan faktor-faktor internal dan juga menyalahkan kegagalan ke faktor-faktor eksternal. <br /> Jalan pintas yang sering digunakan dalam menilai orang lain. Merpersepsikan dan menafsirkan apa yang prilaku orang lain sulit. Akibatnya, individu-individu mengembangkan teknik-teknik untuk memudahkan pengelolaan tugas tersebut. Teknik-teknik ini sering kali bernilai. Teknik tersebut memungkinkan kita untuk membuat persepsi dengan tepat dan cepat dan memberikan data yang sahih untuk membuat perkiraan. Teknik ini berpotensi dan menceburkan ke dalam kesulitan. Pemahaman terhadap jalan pintas ini dan membantu mengenali kapan teknik-teknik ini menghasilkan distorsi yang signifikan.<br /> Persepsi selektif, orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pegalaman dan sikap mereka. Setiap karakteristik yang membuat seseorang, obyek, atau peristiwa mencolok akan meningkatkan kemungkinanan bahwa karakteristik itu akan dipersepsikan.<br /> Efek Halo menggambarkan kesan umum mengenai individu berdasarkan karakteristik tunggal, seperti misalnya kecerdasan, kemampuan bergaul, atau penampilan, berlangsunglah disini Efek Halo. “fenomena ini sering terjadi bila mahasiswa menilai dosen mereka di ruangan kulaih. Para mahasiswa dapat menonjolkan ciri tunggal seperti semangat dan membiarkan seluruh evaluasi mereka ternodai oleh mereka menilai dosen itu berdasarkan satu ciri saja. Jadi dosen yang tertentu mungkin pendiam, berkeyakinan, berpengetahuan, dan sangat berkualitas, tetapi jika gayanya kurang semangat, para mahasiswa itu kemungkinan akan memberi peringkat rendah terhadap dosen tersebut secara keseluruhan.<br /> Efek kontras merupakan evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik seseorang yang terpengaruh oleh perbadingan-perbandingan dengan orang lain yang baru masuk yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah berdasarkan karakteristik-karakteristik yang sama. Ulustrasi tentang cara kerja efek kontras adalah pada situasi wawancara di mana seseorang melihat sekelompok pelamar kerjaan. Distorsi-distorsi atas evaluasi kandidat tertentu dapat terjadi karena urutan gilirannya dalam jadual wawancara. Seorang kandidat akan berpotensi mendapatkan evaluasi yang lebih baik jika didahului oleh pelamar-pelamar yang kurang bermutu, dan akan mendapatkan evaluasi yang kurang baik jika didahului oleh para pelamar yang hebat.<br /> Membuat stereotipe yaitu ketika kita menilai seseorang berdasarkan persepsi kita terhadap kelompok di mana orang itu tergabung, kita sedang menggunakan jalan pintas. Generalisasi merupakan cara untuk menyerderhanakan dunia yang rumit, dan hal itu memungkinkan kita untuk mempertahankan konsistensi. Tidak terlalu sukar untuk menangani sejumlah rangsangan yang tidak terkelola jika kita mengguanakan stereotipe. Sebagai contoh, andaikan anda manajer penjual mencari karyawan untuk posisi juru jual keras, dan dapat menangani hambatan dengan baik. Salah satu masalah yang terkait dengan stereotipe adalah begitu meluasnya setereotipe tersebut, terlepas dari kenyataan bahwa setereotipe itu mungkin tidak mengandung kebenaran apa pun atau mungkin tak relevan.<br /> Penerapan khusus dalam organisasi. Orang-orang dalam organisasi selalu menilai. Manajer harus menilai kinerja anak buahnya. Kita mengevaluasi seberapa upaya dicurahkan oleh rekan sekerja kita dalam pekerjaan mereka. Bila seseorang baru bergabung kedalam departemen tertentu, ia segera dinilai oleh anggota-anggota lain departemen itu. Dalam banyak kasus, penilaian tersesbut membawa banyak konsekuensi bagi organisasi. Mari kita liat secara singkat beberapa penerapan yang lebih jelas, sebagai berikut:<br />1. Wawancara; penilaian menunjukan bahwa keputusan sebagian besar pewawancara sangat sedikit berubah setelah empat atau lima menit pertama wawancara, akibatnya, informasi yang diperoleh dini dalam wawancara itu mengemban bobot yang lebih besar daripada informasi yang diperoleh belakangan, dan “pelamar yang baik” agaknya lebih dicirikan oleh ketidakadaan karakteristik yang buruk bukannya oleh adanya karakteristik yang baik. Jika wawancara karyawan merupakan masukan yang penting bagi keputusan perekrutan dan biasanya memang begitu, seharusnya mengenali bahwa faktor-faktor persepsi mempengaruhi siapa aja yang diperkejakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas angkatan kerja organisasi.<br />2. Pengharapan kinerja; terdapat sangat banyak bukti yang menunjukan bahwa orang-orang akan berupaya untuk mengsahihkan persepsi mereka terhadap relitas, meskipun persepsi ini keliru. Karakteristik tersebut sangat relevan bila kita pertimbangkan penghargaan kinerja pada pekerjaan. Istilah kecenderungan terjadinya apa yang dipikirkan (self-fulfilling prophecy) atau efek fagmalion berkembang untuk mencirikan kenyataan bahwa perkiraan orang menentukan perilaku mereka.<br />3. Evaluasi kinerja; penilaian kinerja pekerja merupakan penilaian kerja terhadap karyawan itu. Meski penilaian ini bisa bernilai obyektif, banyak pekerja yang dievaluasi dengan cara subyektif. Ukuran subyetif lebih mudah dilaksanakan, ukuran itu memberikan keleluasan lebih besar kepada manajer, dan banyak pekerjaan tidak mudah untuk dikenai pertimbangan.<br />4. Upah karyawan; masa depan individu dalam organisasi biasanya tidak bergantung pada kinerja saja. Dalam organisasi, tingkat upah karyawan dinilai sangat penting. Tepat sama seperti guru sering mempertimbangkan seberapa keras upaya Anda dalam belajar sekaligus seberapa baik kinerja Anda dalam ujian, para manajer sering pula demikian. Penilaian upaya seseorang merupakan pertimbangan subyektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan bias perseptual.<br /><br /><br />II.3 Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individu<br />Individu-individu dalam organisasi membuat keputusan. Artinya, mereka membuat pilihan dari dua alternatif atau lebih. Keputusan merupakan pilihan yang dibuat dari dua atau lebih arternatif sedangkan masalah merupakan penyimpangan antara keadaan yang diinginkan. Pembuatan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap masalah, artinya, terdapat penyimpangan antara keadaan dewasa ini dan keadaan yang diinginkan, yang menuntut pemikiran mengenai tindakan alternatif. Masalah seseorang merupakan keadaan yang memuaskan dari orang yang lain.<br />Lebih dari itu, setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Data lazimnya diterima dari berbagai sumber dan data itu perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Data manakah, misalnya yang relevan dengan keputusan dan mana yang baik? Persepsi-persepsi dari pembuat keputusan akan menjawab pertanyaan ini. Alternatif-alternatif akan dikembangkan, kekuatan dan kelemahan tiap alternatif perlu di evaluasi. Sekali lagi, karena alternatif-alternatif tidak muncul dengan “benang merah” yang mengidentifikasikan mereka sebagai alternatif, atau dengan kekuatan dan kelemahan yang ditandai dengan jelas, proses perseptual pembuatan keputusan individu akan sangat menetukan hasil akhirnya.<br />II.4 Pengambilan Keputusan<br />Proses pengambilan keputusan yang optimal bersifat rasional. Artinya, dia secara konsisten membuat pilihan yang memaksimalkan nilai dalam baras-batas tertentu. Pilihan-pilihan ini dibuat dengan mengikuti model pengambilan keputusan rasional enam langkah. Lebih lanjut, terdapat asumsi-asumsi khusus yang mendasari model ini.<br />Model Rasional, ke-enam langkah dalam model pengambilan keputusan rasional diurutkan dalam Peraga 5-3. Model tersebut di mulai dengan penetapan masalah. Seperti dikemukakan sebelumnya, masalah muncul bila terjadi kesenjangan antara keadaan dewasa ini dan keadaan yang diinginkan. Banyak keputusan buruk dapat ditelusuri penyebabnya ke pengambilan keputusan yang mengembalikan personalan atau penetapan masalah yang salah.<br /><br /><br />Peraga 5-3, langkah-langkah dalam Model Pembuatan keputusan Rasional<br />1. Mendefinisi masalah<br />2. Mengidentifikasi kriteria keputusan<br />3. Mengalokasikan bobot terhadap kriteria<br />4. Mengembangkan altenatif<br />5. Memilih alternatir terbaik.<br />Begitu seorang mengambil keputusan menetapkan masalah, dia perlu mengidentifikasikan kriteria keputusan menetapkan masalah. Dalam hal ini, pengambilan keputusan menetapkan apa yang relevan dalam mengambil keputusan. Langkah ini menyertakan minat, nilai, dan pilihan-pilihan pribadi mengambil keputusan yang serupa itu ke dalam proses tersebut. Identifikasi kriteria masalah itu penting karena apa yang dianggap relevan oleh seseorang, mungkin tidak relevan bagi orang lain. Juga perlu diingat bahwa faktor apa saja yang tidak diidentifikasi dalam langkah ini dianggap tidak relevan bagi peganbilan keputusan.<br />Jarang sekali kriteria yang teridentifikasikan itu mempunyai arti penting yang sama. Oleh karena itu, langkah ketiga menuntut pengambil keputusan agar dapat mempertimbangkan kriteria yang sudah diidentifikasikan sebelumnya sehingga mampu memberi mereka prioritas yang benar dalam keputusan.<br />Langkah keemapat menuntut pengambilan keputusan untuk menghasilakan alternatif-alternatif yang mungkin yang bbisa menyelesaikan masalah. Tidak perlu dibuat percobaan untuk menilai alternatif-alternatif ini, pengambilan keputusan hanya perlu mendaftarnya.<br />Begitu alternatif sudah dihasilkan, pengambilan keputusan harus secara kritis menganalisis dan mengevaluasi setiap alternatif tersebut. Hal itu dilakukan dengan memeringkat setiap alternatif berdasarkan masing-masing kriteria. Kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif menjadi jelas ketika dibandingkan dengan kriteria dan bobot yang ditetapkan dalam langkah kedua dan ketiga.<br />Langkah terahir dalm model ini menuntut perhitungan keputusan optimal. Langkah itu dilakukan dengan mengevaluasi masing-masing alternatif kriteria yang sudah diberi bobot dan memilih alternatif dengan skor total tertinggi.<br />Asumsi model, model pengambilan keputusan rasional yang baru saja digambarkan berisa sejumlah asumsi, asumsi-asumsinya sebagai berikut:<br />1. Kejelasan masalah, masalah harus bersifat jelas dan tidak mendua. Pengambilan keputusan diasumsikan memilih informasi lengkap mengenai situasi keputusan.<br />2. Pilihan-pilihan yang diketahui. Diasumsikan bahwa pengambilan keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftar semua alternatif yang dapat dilihat. Lebih dari itu, pengambilan keputusan sadar akan semua potensi konsekuensi dari setiap alternatif.<br />3. Pilihan yang jelas. Rasionalitas mengasumsikan bahwa kriteria dan alternatif dapat diperingkat dan dipertimbang untuk mencerminkan arti pentingnya.<br />4. Pilihan yang konstan. Diasumsikan bahwa kriteria keputusan yang spesifik tersebut bersifat konstan dan bahwa bobot yang diberikan ke kriteria itu stabil sepanjang waktu.<br />5. Tidak ada batasan waktu dan biaya. Pengambilan keputusan rasional dapat memperoleh informasi lengkap tentang kriteria dan alternatif karena diasumsikan bahwa tidak ada batasan atas waktu atau biaya.<br />6. Hasil keputusan maksimal. Pengambilan keputusan rasional akan memilih alternatif yang menghasilkan persepsi nilai yang tinggi.<br />Menghasilakan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan<br /> Pengambilan keputusan rasional membutuhkan kreatifitas, yakni, kemampuan untuk memproduksi gagasan-gagasan baru dan bermanfaat.ini adalah gagasan-gagasan yang beda dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya namun juga memadai bagi masalah atau peluang yang disajika. Kreativitas memungkinkan pengambilan keputusan untuk lebih menyeluruh dalam nilai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Akan tetapi, nilai paling mencolok dari kreativitas adalah peranannya dalam membantu pengambilan keputusan mengidentifikasi semua altenatif yang dapat dilihat.<br /> Potensi kreatif, sebagian besar orang mempunyai potensi kreatif yang dapat mereka gunakan bila dihadapkan pada satu masalah pengambilan keptusan. Namun untuk memperdayakan potensi itu, mereka harus keluar dari kebiasaan psikologis yang banyak diikuti oleh sebagian dari kita dan belajar bagaimana memikirkan satu maslah dengan cara yang berlainan.<br /> Model Kreatifitas Tiga-Komponen, mengingat sebagian sebar orang paling tidak memiliki kapasitas kreativitas pada tingkat sedang. Didasarkan pada badan ektensif penelitian, model ini mengemukakan bahwa kretivitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, keterampilan berfikir kretif, dan motivasi tugas intristik. Penelitian-penelitian mengkuhkan bahwa semakin tinggi tingkat masing-masing dari ketiga komponen ini, maka semakin tinggi pula kretivitasnya.<br /> Keahlian merupakan landasan bagi semua pekerjan kreatif. Pemahaman Picasso tentang seni dan pengetahuan Einstein tentang fisika meupakan kondisi mendasar bagi mereka untuk mampu memberikan sumbangan kreatif kepada bidang mereka.<br /> Keterampilan berfikir kretif, keterampilan itu meliputi karakteristik kepribadian yang dikaitkan dengan kreativitas, kemampuan untuk menggunakan analogi, sekaligus bakat untuk melihat hal yang umumnya dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, ciri-ciri individu berikut terbukti terkait dengan pengembangan gagasan-gagasan kreatif: inteligensia, kemerdekaan, kepercayaan diri, pengambilan resiko, lokus kendali internal, toleransi terhadap ambiguitas, dan ketahanan dalam menghadapi frustasi. Penggunaan analogi yang efektif memungkinkan para pengambil keputusan untuk menerapkan ide dari konteks tertentu ke konteks yang lain.<br /> Motivasi tugas-intrinsik. Komponen ini merupakan keinginan untuk mengerjakan apasaja karena hal itu menarik, melibatkan, menggembirakan, memuasakan atau secara pribadi menantang. Komponen motivasi inilah yang mengubah potensi kretivitas menjadi gagasan kretif nyata. Komponen tersebut menetukan sejauh mana individu-individu sepenuhnya mempertemukan keahlian dan keterampilankreatif mereka. Oleh karena itu orang yang kretif sering mencintai pekerjaan mereka, menuju ke titik yang mendekati obsesi. Hal yang penting, lingkungan kerja individu dapat berdampak signifikan pada motivasi intrinsik. Rangsangan-rangsangan lingkungan kerja yang terbukti mendorong kretivitas mencakup kebudayaan yang mendorong mengalirnya ide, penilaian ide yang adil dan kontruktif dan imbalan serta pengakuan atas pekerjaan kreatif; sumber financial, materi, dan informasi yang cukup; kebebasan untuk memutuskan pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya; penyelia yang berkomunikasi secara efektif, menunjukan kepercayaan terhadap yang lain, dan mendukung kelompok kerja tersebut; dan anggota kelompok kerja yang saling mendukung dan saling percaya.<br /><br /><br />II.5 Keputusan Diambil dalam Organisasi<br /><br />Rasionalitas Terbatas (Bounded Rationality). Rasionalitas terbatas merupakan individu membuat keputusan dengan membangun model yang disederhanakan yang menyaring fitur-fitur esensial dan masalh tanpa perlu menangkap semua kerumitannya. Ketika dihadapkan pada masalah yang konplek, sebagian besar orang menanggapi dengan mengurangi masalah sampai pada level dimana masalah dapat dipahami. Karena kapasitas pikiran manusia untuk melakukan formulasi dan menyelesaikan masalah yang rumit jauh terlau kecil sehingga tidak dapat memnuhi tuntutan rasionalitas penuh, para individu beroperasi dalam kungkungan sasionalitas terbatas.<br />Salah satu aspek yang lebih menarik dari model rasionalitas terbatas adalah bahwa urutan pertimbangan alternatif-alternatif akan sangat menetukan keberhasilan pemikiran alternatif mana yang dipilih. <br /><br />Intuisi<br /> Pengambilan keputusan intuitif merupakan sebagai proses bawah sadar yang diciptakan dari pengalaman yang tersaring. Intuisi tidak harus berjalan secara independen dengan analisis rasional; lebih tepat, keduanya bersifat salang melengkapai. Pengambilan keputusan intuitif dapat memutuskan dengan cepat dengan informasi yang nampak sangat terbatas. Terdapat kondisi yang terindentifikasi mengenai kemungkinannya orang untuk mengambil keputusan intuisi, diantaranmya;<br />1. Bila terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi<br />2. Bila terdapat hanya sedikit presiden yang dapat diikuti<br />3. Bila variabel-variabel kurang dapat diperkirakan secara ilmiah<br />4. Bila terdapat keterbatasan<br />5. Bila fakta tidak dengan jelas menunjukan jalan untuk ditempu<br />6. Bila data analisis kurang berguna<br />7. Bila terdapat beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih, dengan alasan yang baik untuk masing-masang alternatif itu<br />8. Bila wakti terbatas dan terdapat tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.<br /><br /><br /><br />Identifikasi Masalah<br /> Masalah-masalah yang mudah dilihat cenderung berkemungkinan lebih besar untuk dipilih dibandingkan dengan masalah-masalah yang penting. Kita dapat menawarkan sekurang-kurangnya dua alasan. Pertama, masalah-masalah yang tampak berkemungkinan lebih besar untuk menarik perhatian pembuat keputusan. Masalah tersebut lebih menangkap pengambilan keputusan. Ini menjelaskan mengapa para politisi lebil mungkin berbicara tentang “masalah kriminal” daripada “masalah buta huruf”. Kedua, perlu diingat bahwa pokok perhatian kita adalah pengambian keputusan dalam organisasi. Para pengambil keputusan ingin terlihat kompeten dan “mampu mengatasi masalah”. Ini memotipasi mereka untuk memusatkan perhatian pada masalah yang tampak bagi orang lain.<br /><br />Pengambilan Alternatif<br /> Karena pengambilan keputusan jarang mencari pencerahan yang optimal, melainkan pemecahan masalah yang lebih memuaskan, kita dapat memperkirakan penggunaan minimal atas kretivitas dalam mencari alternatif-alternatif. Dan perkiraan-perkiraan itu umumnya sesuai dengan target.<br /> Usaha-usaha akan dibuat sebagai upaya untuk menjaga kesederhanaan proses pencairan tersebut. Upaya itu akan cenderung terkurung dalam lingkungan alternatif terbaru. Perilaku pencarian yang lebih rumit, mencakup pengembangan alternatif-alternatif kreatif, terpaksa dilakukan hanya jika pencairan sederhana gagal menyikapkan alternatif yang memuaskan.<br /> Bukannya merumuskan definisi dan alternatif masalah yang unik dan baru, yang sering mereka pelaku untuk memasuki wilayah yang tidak dikenal, bukti menunjukan bahwa pengambilan keputusan itu maju perlahan-lahan bukannya inkremental daripada komprehensif. Hal itu berarti bahwa pengambilan keputusan menghindari tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua foktor penting. Menimbang untung dan rugi relatifnya, serta mengkalkulasi nilai untuk masang-masing alternatif. Sebaliknya, mereka membuat perbandingan terbatas yang berurutan. Tindakan itu menyederhanakan pilihan-pilihan keputusan dengan membandingkan hanya alternatif-alternatif yang berpedaan relatif kecil daripada pilihan saatini.<br /><br /><br />Pembuatan Pilihan<br /> Untuk menghindari kelebihan beban informasi, para pengambil keputusan mengadalkan heuristi, atau jalanpintas penilaian, dalam pengambilan keputusan. Terdapat kategori umum dari heuristik, ketersediaan dan representativitas. Masing-masing menciptakan bias penilaian. Bias lain yang sering terdapat pada para pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk meningkatkan komitmen ke arah tindakan yang gagal.<br /> Heuristik ketersedian, terdapat lebih banyak orag yang mendasari penilaian dengan informasi yang sudah ada di tangan kereka. Peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan emosi, terutama yang sangat mencolok, atau yang terjadi paling akhir cenderung menjadi lebih tersedia dalam memori kita.<br /> Heuristik Representatif, yaitu menilai kemungkinan kejadian dengan menggambarkan analogi-analogi dan melihat situasi-situasi indentik yang disitu tidak terdapat keindentikan.<br /> Peningkatan kopmitmen; bias lain yang menyusup ke dalam praktek keputusan adalah kecenderungan untuk meningkatkan komitmen ketika arus keputusan tertentu menggambarkan serangkaian keputusan. Peningkata keputusan komitmen merujuk ketindakan untuk tetap memilih keputusan meskipun terdapat bukti jelas bahwa keputusan itu salah. Eklasi komitmen merupakan peningkatan komitmen terhadap keputusan sebelumnya meskipun informasinya negatif. Telah tercatat baik individu-individu meningkat komitmen terhadap arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas ke gagalan itu. Peningkatan komitmen juga kongruen dengan bukti bahwa orang berusaha tampil konsisten dalam perkataan dan perilaku mereka. Peningkatan komitmen terhadap tindakan sebelumnya menuntut konsistensi.<br /><br />Perubahan Individu: Gaya Pengambilan Keputusan<br /> Penelitian terhadap gaya pengambilan keputusan mengidentifikasi empat pendekatan individual yang berbeda untuk pengambilan keputusan. Model ini dirancang untuk digunakan oleh para menejer dan untuk memberikan aspirasi kepada para manajer, namun kerangka kerja umumnya dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan individual.<br /> Pondasi dasar model tersebut adalah pengakuan bahwa setiap orang berbeda dalam dimensi. Pertama adalah cara berfikir mereka. Sebagian orang besifat logia dan rasional. Mereka mengolah informasi secara sepotong demi sepotong. Sebaliknya, sebagian lainnya bersifat intuiti dan kretif. Mereka memahami segala sesuatu secara keseluruhan. Perlu dicatat bahwa perbedaan-perbedaan ini jauh diatas dan melebihi batas-batasan manusiawi pada umumnya seperti diganbarkan berkaitan dfengan rasional terbatas. Dimensi lain membahas toleransi pribadi terhadap ambiguitas. Sebagian orang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk menata informasi dengan cara dengan meminimalkan ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak pemikiran pada saat yang sama. Ketika didiagramkan, kedua dimensi ini membentuk membentuk empat gaya pengmbilan keputusaan, yakni direktif, analitik, konseptual, dan perilaku.<br /><br />Model gaya keputusan<br /> tinggi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> rendah<br /> Rasional intuitif<br /> Cara berfikir <br /><br /> Tipe analitik memiliki toleransi yang jauh lebih besar terhadap ambiguitas dibandingkan dengan para pengambil keputusan diriktif. Hal itu memicu keinginan akan lebih banyak informasi dan pertimbangan atas lebih banyak alternatif daripadaalternatif yang terjadi pada tipe direktif. Para menejer analitik paling tepat dicirikan sebagai pengambil keputusan yang cermat dengan kemampuan untuk menyelesaikan diri dengan situasi yang baru.<br /> Individu dengan gaya konseptual cenderung menggunakan data dari berbagai sumber dan mempertimbangkan banyak alternatif. Fokus mereka adalah jangka panjang dan mereka sangat baik dalam menemukan solusi kratif atas masalah-masalah.<br /> Kategori terakhir atau gaya perilaku menjadi ciri para pengmbil keputusan yang mempunyai perhatian besar pada orang-orang dalam organisasi dan perkembangan mereka. Mereka memperhatikan kebahagiaan anak buah mereka terbuka terhadap saran-saran dari orang yang lain. Tipe manajer ini mencoba menghindari konflik dan mencari penerimaan oleh orang lain.<br /> Walau keempat kategori ini mempunyai perbedaan yang jelas, sebagian besar manajer dapat termasuk kelebihan satu kategori. Mungkin yang terbaik adalah berfikir berdasar gaya dominan manajer atau gaya-gaya penunjangnya. Sebagian besar manajer hampir secar eklusif mengandalakan gaya dominan mereka, akan tetapi, manajer yang lebih luwes dapat membuat perubahan berdasarkan pada situasi.<br /> Disamping menjadi kerangka kerja untuk melihat perbedaaan-perbedaan individual, gaya pengambilan keputusan dapat bermanfaat untuk membantu anda memahami bagaimana dua orang yang tingkat intelegensinya sama, dengan akses ke informasi yang sama, dapat berbeda dalam car-cara mereka menempuh pendekatan terhadap keputusan dan pilihan terakhir yang mereka ambil. Gaya itu juga dapat membantu anda memahami cara pendekatan individu-individu dari kebudayaan yang berbeda terhadap masalah keputusan tertentu.<br /><br />Hambatan Organisasi<br /> Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para manajer, misalnya, membentuk keputusan-keputusannya untuk mencerminkan sistem penilaian prestasi dan pemberian imbalan, untuk mematuhi peraturan-peraturan formal, dan untuk memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan-keputusan organisasi terdahulu juga bertindak sebagai presiden yang dapat membatasi kpeutusan saat ini.<br /> Evaluasi kinerja; pengambilan keputusan para manajer sangat dipenagruhi oleh kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi mereka. Jika kinerja divisi yakin bahwa pabrik yang berbeda dibawah tanggunganjawabnya beroperasi dengan baik ketika dia sama sekali tidak mendengar sesuatu yang negatif, maka kita jangan terkejut menemuka manajer pabrik yang menghabiskan sebagian waktunya untuk memastikan bahwa informasi negatif tidak sampai ke bos divisi.<br /> Sistem imbalan; sistem imbalan organisasi mempengaruhi pengambilan keputusan dengan menyatakan ke mereka pilihan apa yang lebih bermanfaat bagi diri pribadi. Misalnya jika organisasi memberi imbalan terhadap penghindaran risiko, maka para manajer berkemungkinan lebih besar mengambil keputusan konservstif.<br /> Aturan Formal; david Gonzales, manajer shift di salah satu restoran Toko Bell di San Antonio, Texas, menggambarkan kendala-kendala yang dia hadapi dalam pekerjaannya: “saya dikenai peraturan-peraturan dan regulasi yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya ambil, mulai dari cara membuat burrito sampai sebeapa sering saya perlu membersihkan kamar kecil. Pekerjaan saya tidak memberikan banyak kebebasan untuk memilih”. David itu tidk unik. Hampir semua organisasi menciptakan peraturan, kebijakan, prosedur, dan regulasi formal lainnya dalam rangka membakukan perilaku anggota mereka. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat individu mencapai level kinerja tinggi tanpa membayar pengalaman masa bakti bertahun-tahun yang disyaratkan jika tidak ada regulasi. Dan tentu saja, dengan berbuat demikian, mereka membatasi pilihan pengambilan keputusan.<br /> Pembatasan Waktu yang Diberlakukan Sistem; organisasi-organisasi memberlakukan tenggat waktu atas keputusan-keputusan. Misalnya, laporan tentang pengembangan produk baru harus siap untuk ditinjau oleh komite eksekutif pada awal bulan. Banyak keputusan harus dengan cepat dibuat supaya dapat tetap menjadi yang terdepan dalam persaingan dan menjaga kepuasan pelanggan. Dan hampir semua keputusan penting muncul dengan tenggat waktu yang eksplisit. Kondisi-kondisi ini menciptakan tekanan waktu pada pengambilan keputusan dan sering mempersulit, bahkan tidak mungkin, untuk mengumpulkan semua informasi yang mungkin mereka ingin dapatkan sebelum menjatuhkan pilihan terakhir.<br /> Presiden-presiden Historis; keputusan tidak diambil secar kosong. Keputusan selalu mempunyai konteks. Sesungguhnya, masing-masing keputusan itu lebih akurat dicirikan sebagai serangkaian titik dalam aliran keputusan.<br /><br />Perbedaan Budaya<br /> Model rasional tidak mengakui perbedaan kubudayaan. Tetapi masyarakat Arab, misalnya, tidak perlu mengambil keputusan dengan cara yang sama seperti orang kanada. Oleh karena itu, kita perlu mengakui bahwa latar belakang budaya mengambil keputusan dapat membawa pengaruh besar terhadap pemilihan masalah, kedalam analisis arti penting yang di tempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan organisasi hendaknya diambil secara kolektif dalam kelompok.<br /> Sebagia kebudayaan menekankan pada pemecahan masalah, sementara yang lain memusatkan perhatian pada penerimaan situasi sebagaimana adanya. Amerika Serikat termasuk kedalam kategori pertama, sementara Thailan dan Indonesia merupakan contoh dari kategori kebudayaan yang kedua. Karena para manajer pemecahan masalah yakni bahwa mereka dapan dan hendaknya mengubah situasi sesuai dengan kebutuhan mereka, para manajer Amerika dapat mengidentifikasi maslah jauh sebelum mitra mereka dari Thailan atau Indonesia sadar akan adanya maslah itu.<br /> Pengambilan keputusan oleh para manajer Jepang jauh lebih berorientasi kelompok dibandingkan di Amereka Serikat. Orang-orang Jepang menghargai konformitas dan kerja sama. Sehingga sebelum para CEO Jepang mengambil keputusan penting, mereka mengumlulkan sejumlah informasi, yang kemudian digunakan dalam keputusan-keputusan kelompok pembentuk-kosensus.<br /><br />II.6 Etika dalam Pengambilan Keputusan<br /> Pembahasan kontemporer mengenai pengambilan keputusan tidak akan lengkap tanpa berbicara tentang etika karena pertimbangan-pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting dalam pengambilan keputusan organisasi. Dalam bagian akhir ini, penyajian tiga cara berbeda untuk membuat kerangka keputusan dan mengkaji bagaimanastandar-setandar etis berbeda di setiap kebudayaan nasional.<br /> Individu dapat menggunakan tiga kriteria berbeda dalam membuat pilihanpilihan yang etis, diantaranya:<br />1. Kriteria utilitarian, yang didalamnya keputusan-keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil atau konsekuensi tindakan. Tujuan utilitarianisme adalah memberikan mafaat yang besar untuk jumlah orang besar. Pamdangan ini cenderung mendominasi pengambilan ke[utusan bisnis. Pandangan tersebut konsisten dengan tujuan-tujuan seperti efisien, produktifitas, dan laba yang tinggi. Dengan dimaksimalkan laba, misalnya, seorang eksekutif bisnis dapat berpendapat bahwa ia menjamin diperolehnya manfaat terbesar bagi kebanyakan orang ketika ia mengumumkan pemberitahuan pemberhentian 15 persen karyawan.<br />2. Kriteria penekanan hak, kriteria ini menuntut individu untukl mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistemewaan mendasar seperti yang dikemukakan dalam dokumen-dokumen seperti Piagan Hak Asasi. Tekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak dasa pada individu, misalnya hak privasi, kebebasan berbicara, dan hak pelindungan. Misalnya, penggunaan kriteria ini akan melindungi para peniup-peluit bila mereka melaporkan praktik tidak etis atau ilegal yang dilakukan organisasi mereka ke pers atau badan pemerintah atas dasar hak mereka akan kebebasan berbicara.<br />3. Kriteria yang berpokus pada keadilan, kriteria ini mensyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakan aturan-aturan secar adil dan tidak berat sebelah sehingga terdapat pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Anggota serikat buruh umumnya menyukai pandangan ini. Kriteria ini membenarkan pembayaran upah yang sama kepada orang-orang untuk pekerjaan tertentu, tanpa mempedulikan perbedaanb kinerja, dan penggunaan senioritas sebagai penentu utama dalam pengambilan keputusan pemberhentian karyawan..<br />Masing-masing dari ketiga kriteria tersebut mempunyai keuntungan dan kewajiban. Fokus pada utilitarianisme mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi dapat mengakibatkan pengabaian hak beberapa individu, terutama mereka dengan perwakilan minoritas dalam organiosasi itu. Penggunaan hak sebagi kriteria dapat melindungi individu dari sakit hati dan konsisten dengan kebebasan dari privasi, tetapi kriteria ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang terlalu legalistik sehingga merintangi produktivitas dan efisiensi. Fokus pada keadilan melindungi kepentingan mereka yang kurang terwakili dan kurang berkuasa, tetapi kriteria ini dapat mendorong rasa kepemilikan yang akan mengurangi pengambilan resiko, inovasi, da produktivitas.<br />Para pengmbil keputusan, terutama dalam organisasi yang beriontasi laba, cenderung merasa aman dan nyaman bila mereka menggunankan utilitarianisme. Banyak sekali tindakan yang memicu pertanyaan dapat dibenarkan bila dibuat dalam rangka demi kepentingan terbaik “organisasi” dan pemegam saham. Tetapi banyak kritikus tentang pengambilan keputusan bisnis berpendapat bahwa perpektif tersebut harus diubah. Peningkatan kepedulian dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadaan sosial menyarankan perlunya para manajer untuk mengembangkan standar-standar etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Kepedulian itu terjadi tantangan berat bagi para manajer dewasa ini karena pengambilan keputusan dengan menggunakan kriteria seperti hak individu dan keadilan sosial melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas daripada penggunaan kriteria utiliter seperti danpak pada efisien dan laba. Kepedulian itu membantu menjelaskan mengapa para manajer semakin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Menaikan harga, menjual produk dengan danpak yang dipertanyakan terhadap kesehatan konsumen, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secar massal, memindhkan produksi ke luar negeri untuk megurangi biaya, dan keputusan serupa yangb dapat dibenarkan dalam makna utiliter. Namun kepedulian itu mungkin tidak lagi menjadi kriteria tunggal yang digunakan untuk menilai kebaikan keputusan tertentu.<br /> <br />BAB III KESIMPULAN<br />III.1 Persepsi<br /> Indivisu berperilaku dengan cara tertentu yang didasarkan tidak pada cara lingkungan luar yang sebenarnya tetapi, lebih kepda apa yanmg mereka liahat atau yakini.. yakni persepsi karyawan terhadap situasi yang menjadi dasar perilakunya. Apakah pekerjaan tertentu menarik atau menantang tidak relevan. Apakah menejer yang berhasil harus merencanakan dan mengorganisasikan kerja bawahannya dan benar-benar membantu mereka menstrukturkan pekerjaan mereka agar lebih efisien dan efektif itu jauh kurang penting dibanding bagaimana para bawahan itu mempersepsikan upaya sang manejer. Sama halnya, dan memadainya kondisi kerja tidak dipertimbangkan oleh karyawan dengan cara menjamin persepsi yang sama, juga tidak dapat dijamin bahwa individu akan menafsirkan kondisi mengenai pekerjaan mereka dengan cara yang menguntungkan. Oleh karena itu, agar mampu mempengarhi produktifitas, maka perlu untuk menilai cara para pekerja itu memahami pekerjaan meeka.<br /> Keabsenan, pengunduran diri karyawan, dan kepuasan kerja juga mrupakan eaksi terhadap persepsi individu itu. Ketidak puasan akan kondisi kerja atau keyakinan bahwa tidak terdapat peluang promosi dalam organisasi merupakan pertimbangan yang didasarkan pada upaya untuk membuat makna atas pekerjaan seseorang. Kesimpulan sikaryawan bahwa pekerjaan itu baik atau buruk adalah penafsiran. Para manajer harus mengabiskan waktu untuk mamahami cara setiap individu manafsirkan realitas dan, ketika terdapat perbedaan yang terkait di antara apa yang dilihat dan apa yang ada, manajer tersebut harus menghapuskan distorsi-distorsi. Kegagalan untuk menangani perbedaan-perbedaan sewaktu individu mempersepsikan pekerjaan secara negatif akan mengakibatkan peningkatan keabsenan dan pengunduran diro serta mengurangi kepuasan kerja.<br /><br />III.2 Pengambilan Keputusan Individu<br /> Individu terlebih dahulu berfikir dan melakukan penalaran sebelum mereka bertindak. Karena alasan itu maka pemahaman terhadap cara orang-orang mengambil keputusan dapat membantu menjelaskan dan meramalkan perilaku mereka.<br /> Dalam sebagian situasi keptusan, orang mengikuti model pengambilan keputusan rasional. Tetapi bagi sebagian besar orang dan sebagian besar keputusan nonrutin, model itu kemunhkinan lebih merupakan pengecualian bukan aturan. Hanya ada sedikit keputusan penting yang bersifat cukup sederhana dan tidak bermakna ganda sehingga tidak dapat diterapkan asumsi model rasional. Dengam demikian kita menemukan bahwa individu-individu mencari pemecahan yang lebih bersifat memuaskan bukannya optimal, memuaskan bias dan prasangka ke dalam proses keputusan, dan mengandalkan pada intuisi.<br /> Dengan bukti sudah digambarkan tentang bagaimana keputusan sesungguhnya diambil dalam organisasi, apa yangdapt dilakukan manajer untuk memperbaiki pengambilan keputusan mereka? Ada lima saran yang ditawarkan, diantaranya:<br />1. Analisislah situasi. Sesungguhnya gaya pengambilan keputusan terhadap budaya nasional diman beroperasi dan terhadap kriteria yang dinilai dan diberi imbalan oleh organisasi. Misalnya jika kita berada dalam negara yang tidak menghargai rasionalitas, jangan merasa terikait untuk mengkuti model pengambilan keputusan rasional atau bahkan untuk mencoba membuat keputusan yang nanpak rasional.<br />2. Pahamilah bias. Kita semua membawa bias ke putusan yang kita ambil. Jika kita memahami prasangka-prasangka yang mempengaruhi penilaian kita, maka kita dapat mulai mengubah cara kita mengambil keputusan untuk mengurangi bias-bias tersebut.<br />3. Mengkombinasikan anlisis rasional dengan intuisi. Ini bukanlah pendekatan yang bertentangan dalam pengambilan keputusan. Dengan mengguanakan keduanya, kita sesungguhnya dapat memperbaiki efektivitas pengambilan keputusan. Ketika kita memperoleh pengalaman manajerial, kita akan meresa semakin percaya diri dalam mentapkan proses intuitif ke analisis rasional kita.<br />4. Jangan mengasumsikan bahwa gaya penganbilan keputusan spesifik kita cocok untuk setiap pekerjaan. Seperti kenyataan bahwa setiap organisasi berbeda, demikian puladengan pekerjaaj-pekerjaan dalam organisasi. Dan efektivitas kita sebagai pengambil keputusan akan meningkatkan jika kita mencocokkan gaya keputusan kita dengan tuntuntan jabatan. Misalnya jika gayapengambilan keputusan kita adalah “deduktif”, maka kita akan lebih efektif bekerja dengan orang-orang yang memperkejakanya menuntut tindakan cepat. Gaya ini mungkin sangat cocok untuk mengelola perusahaan perpialangan saham. Gaya analitis, sebaiknya, akan cocok untuk mengelola para akuntan, peneliti pasar, atau analis keuangan.<br />Akhirnya, cobalah tingkatkan kreativitas kita. Artinya carilah solusi-solusi baru atas berbagai masalah, berupaya untuk melihat masalah-masalah dengan cara baru, dan gunakan analogi. Disamping itu, cobalah menghapuskan hambatan-hambatan kerja dan organisasi yang mungkin meringtangi kretivitas kita.<br /><br /><br /><br /> <br />Lampiran Jurnal<br /><br />© 2003 Digitized by USU digital library 1<br />HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KARIR<br />DENGAN KOMPETISI KERJA<br />EKA DANTA JAYA GINTING, Psi.<br />Program Studi Psikologi<br />Fakultas Kedokteran<br />Universitas Sumatera Utara<br />BAB I<br />LATAR BELAKANG MASALAH<br />Pada saat ini titik berat hubungan bangsa-bangsa telah berubah dari bidang<br />politik ke bidang ekonomi. Perhatian dunia lebih ditujukan ke dalam upaya<br />pembangunan tata perekonomian yang lebih adil. Untuk itu tiudak saja diperlukan<br />suatu laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat dan bertumpu pada<br />sektor industri sebagai dinamisator, tapi juga diperlukan suatu imbangan yang lebih<br />baik lagi di bidang ketenagakerjaan.<br />Bidang ketenagakerjaan yang juga merupakan sumber daya manusia<br />mencakup semua energi, ketrampilan, bakat, kemampuan dan pengetahuan manusia<br />yang dapat atau harus digunakan untuk tujuan produksi. Pendekatan sumber daya<br />manusia menekankan bahwa tujuan dari pembangunan adalah memanfaatkan<br />tenaga manusia sebanyak mungkin dalam kegiatan produktif. Salah satu<br />konsekuensi dalam penggunaan pendekatan sumber daya manusia adalah<br />pengembangan manusia<br />Menurut Sembel (Warta Ekonomi, 2002) salah satu isu terbesar yang akan<br />mempengaruhi “ bentuk dan aksi “ organisasi pada era globalisasi mendatang yaitu<br />berkaitan dengan keberadaan organisasi itu sendiri. Organisasi pada era globalisasi<br />adalah organisasi yang diisi oleh para knowledge worker. Dengan demikian kunci<br />sukses untuk menghadapi persaingan berubah dari skala ekonomis menjadi<br />pembelajaran yang terus menerus.<br />Menurut Sidarto (Swa, 2002) para knowledge worker dibutuhkan di dalam<br />organisasi untuk membantu kebutuhan organisasi meningkatkan kreativitas dan<br />produktivitas. Mereka biasanya menjalankan tugas yang sangat kritis terhadap<br />strategi atau misi organisasi karena pendidikan atau keahlian yang dimilikinya.<br />Kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan penyediaan knowledge<br />worker tersebut ternyata belum maksimal. Menurut hasil penelitian lembaga PBB<br />UNDP tahun 2000 dan lembaga riset PERC di Hongkong tahun 2001 tentang kualitas<br />pendidikan, Indonesia menduduki posisi terendah diantara negara ASEAN. Hal ini<br />juga ditegaskan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2002) bahwa<br />permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam menghadapi pasar global adalah<br />rendahnya kualitas sumber daya manusia. Pekerja Indonesia sangat memprihatinkan<br />kualitasnya, karena menempati posisi terendah diantara 12 negara ASEAN.<br />Mensikapi hal tersebut, maka mau tidak mau dalam menghadapi era<br />perdagangan bebas, Indonesia harus segera melakukan peningkatan mutu sumber<br />daya manusianya agar perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu bersaing<br />dengan perusahaan negara lain.<br />Wanandi (Warta Ekonomi, 2002) mengatakan bahwa jangan harap bisa<br />bersaing keluar kalau di dalam perusahaan belum beres. Kuat-tidaknya kondisi di<br />© 2003 Digitized by USU digital library 2<br />dalam sebuah perusahaan akan sangat berdampak bagi daya saingnya di luar. Salah<br />satu tools yang diharapkan mampu memperkuat kondisi internal sebuah perusahaan<br />adalah penerapan software bernama Enterprise Resources Planning (ERP). ERP<br />merupakan proses bisnis suatu perusahaan. Aplikasi terpadu dimaksud, misalnya,<br />menyangkut keuangan, logistik, dan sumber daya manusia (SDM).<br />Djawahir (Swa, 2002) mengatakan manajemen masih memposisikan diri<br />sebagai thinkers, sedangkan karyawannya disarankan hanya untuk bekerja. Dengan<br />kata lain, karyawan hanya dijadikan semacam robot. Kenyataan seperti itu hanya<br />akan melahirkan orang-orang yang hanya bisa berpikir, tapi tidak bisa bekerja. Di<br />sisi lain, karyawan hanya bekerja, tapi tidak bisa berpikir.<br />Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright (1994) tantangan kompetisi<br />global yang harus dihadapi perusahaan pada dekade mendatang akan meningkatkan<br />pentingnya manajemen sumber daya manusia. Senada dengan pendapat mereka<br />Pfeffer (1996) menegaskan bahwa pada masa sekarang ini hanya ada satu landasan<br />sukses untuk keunggulan bersaing yang lestari bagi perusahaan-perusahaan, yaitu<br />bagaimana memanajemen faktor manusia dalam perusahaan itu.<br />Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang<br />berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannyaakan membawanya kepada suatu<br />keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anoraga, 2001).<br />Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan<br />melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuannya tersebut. Disini berarti tidak<br />hanya satu orang pekerja saja yang berpikiran sama, namun semua orang yang<br />bekerja dalam suatu perusahaan. Sehingga jika semua pekerja melakukan usaha<br />dalam mencapai tujuan yang sama, maka akan terjadi kompetisi antar pekerja<br />tersebut.<br />Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993) kompetisi adalah aktivitas<br />mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau<br />kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur<br />reward dalam suatu situasi.<br />Sedangkan menurut Chaplin (1999) kompetisi adalah saling mengatasi dan<br />berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan<br />objek yang sama.<br />Karyawan melakukan kompetisi didasari oleh karena adanya keinginan tiap<br />karyawan untuk berprestasi dalam pekerjaannya sehingga ia dapat mencapai<br />kedudukan yang lebih tinggi. Hal ini terutama harus didukung oleh kemampuan<br />perusahaan dalam memahami aspek psikologis yang mendasari karyawan<br />melakukan pekerjaan. Salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi tiap<br />karyawan untuk mencapai karir yang mantap.<br />Karir merupakan bagian dari upaya pengelolaan sumber daya manusia dan<br />erat sekali dengan motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan (Hidayat, 2002).<br />Karir juga dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda. Dari<br />tinjauan umum, karir dipandang sebagai urut-urutan posisi yang diduduki oleh<br />seseorang selama jangka waktu hidupnya. Ini merupakan karir objektif. Dari<br />perspektif lainnya karir sendiri terdiri dari perubahan-perubahan dalam nilai, sikap<br />dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Gambaran ini<br />merupakan karir yang subjektif. Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu,<br />yang menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap<br />nasib mereka sehingga mereka dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan<br />keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karir mereka (Hidayat, 2002).<br />© 2003 Digitized by USU digital library 3<br />Konon tiga di antara lima manusia karir mendambakan karir mereka<br />menanjak terus dengan pesat. Penghasilan makin besar, kedudukan sosial ekonomi<br />makin tinggi dan mantap, batin makin puas karena berhasil mewujudkan jati diri<br />(Anoraga, 2001).<br />Menurut Flippo (1994) dan Hidayat (2002) keputusan promosi dan rotasi yang<br />dibuat oleh manajemen merupakan imbalan dari program pengembangan karir.<br />Program-program pengembangan seperti pelatihan dan pendidikan serta evaluasi<br />dan bimbingan tidak akan ada artinya kalau karyawan merasa karirnya tidak<br />meningkat.<br />Contohnya PT.Siemens Indonesia, dimana setiap tahunnya mereka<br />melakukan penilaian terhadap karyawannya. Dari hasil penilaian inilah setiap divisi<br />menganalisis dan menentukan karyawan berprestasi. Selanjutnya, dibuatlah rencana<br />pengembangan karir dan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan karyawan agar<br />prestasi dan kontribusinya kepada perusahaan terus meningkat (Swa, 2002).<br />Usaha pengembangan karir yang didambakan tiap karyawan tergantung<br />bagaimana karyawan tersebut menanggapi dan mengamatinya, atau dengan kata<br />lain adalah bagaimana mereka mempersepsikannya. Artinya pengembangan karir<br />yang diberikan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi tiap karyawan belum<br />tentu karyawan mempersepsikannya demikian.<br />Flippo (1994) berpendapat bahwa karyawan yang mempunyai persepsi positif<br />terhadap pengembangan karirnya dalam perusahaan, cenderung mempunyai<br />kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi untuk mendukung pencapaian tujuan<br />perusahaan yang telah ditetapkan.<br />Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan<br />memberikan kesempatan pengembangan karir pada karyawan, maka akan timbul<br />dari diri karyawan tersebut untuk lebih meningkatkan karirnya dengan cara<br />berprestasi di tempatnya bekerja, sehingga akan timbullah keinginan untuk<br />berkompetisi dengan teman sekerjanya.<br />BAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br />A. Kompetisi Kerja<br />A 1. Pengertian Kompetisi<br />Bernstein, Rjkoy, Srull, & Wickens (1988) mengatakan bahwa kompetisi<br />terjadi ketika individu berusaha mencapai tujuan untuk diri mereka sendiri dengan<br />cara mengalahkan orang lain.<br />Menurut Sacks & Krupat (1988) kompetisi adalah usaha untuk melawan atau<br />melebihi orang lain. Sedangkan menurut Hendropuspito (1989) persaingan atau<br />kompetisi ialah suatu proses sosial, di mana beberapa orang atau kelompok<br />berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara yang lebih cepat dan mutu yang<br />lebih tinggi.<br />Wrightsman (1993) mengatakan bahwa kompetisi adalah aktivitas dalam<br />mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau<br />kelompok memilih untuk berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu<br />situasi. Salah satunya adalah Competitive reward structure dimana tujuan yang<br />dicapai seseorang memiliki hubungan negatif, artinya ketika kesuksesan telah<br />© 2003 Digitized by USU digital library 4<br />dicapai oleh satu pihak maka pihak lain akan mengalami kekalahan. Hal ini disebut<br />Deutsch’s (Wrightsman, 1993) sebagai Competitive Interdependence.<br />Setiap individu pada umumnya dikuasai nafsu bersaing. Menurut Teori Seleksi<br />dari D.C. Ammon (Hendropuspito, 1989), berdasarkan pada teori Darwin dan<br />Spencer, sejak dahulu makhluk hidup didorong oleh alamnya sendiri untuk melewati<br />proses seleksi menuju ke keadaan yang makin sempurna. Melalui perjuangan hidup<br />makhluk hidup yang lemah tersingkir dari kehidupan dan yang kuat terus bertahan<br />melewati proses seleksi baru. Prinsip the survival of the fittest (yang bertahan adalah<br />yang bermutu paling baik) kemudian dikembangkan sebagai landasan dari semua<br />bentuk persaingan.<br />Dengan persaingan itulah masyarakat mengadakan seleksi untuk mencapai<br />kemajuan. Jadi persaingan mempunyai beberapa fungsi positif, yaitu :<br />a) Persaingan merupakan pendorong yang positif bagi manusia dan masyarakat<br />untuk terus-menerus mencapai tahap-tahap kemajuan yang makin tinggi.<br />b) Dengan persaingan orang didorong untuk memusatkan perhatian dan pikiran,<br />tenaga dan sarana untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada hasil yang<br />dicapai kini, bahkan hasil terbaik di antara orang-orang lain.<br />c) Semangat persaingan mendorong orang untuk membuat penemuan-penemuan<br />baru yang mengungguli penemuan orang lain.<br />Kompetisi merupakan bagian dari konflik, dimana konflik dapat terjadi karena<br />perjuangan individu untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status,<br />kekuasaan, otoritas dan lainnya, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak<br />hanya untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga menundukkan saingannya.<br />Dengan potensi yang ada pada dirinya, individu berusaha untuk memaksakan<br />kehendak atau berusaha untuk mendapatkan pengakuan atas kemenangannya,<br />dalam memperebutkan kesempatan (Anoraga, 2001; Widiyanti.,1993).<br />Sedangkan menurut Gitosudarmo & Sudita (2000) persaingan dalam<br />memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik manakala<br />sumberdaya tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing subunit dapat<br />memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi ketika sumberdaya<br />yang ada tidak cukup untuk memenuhi tuntutan dari masing-masing subunit atau<br />kelompok, maka masing-masing subunit atau kelompok berupaya untuk<br />mendapatkan porsi sumberdaya yang langka tersebut lebih besar dari orang lain dan<br />konflik mulai muncul.<br />Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2000), determinan bagi terbentuknya<br />kompetisi adalah sebagai berikut:<br />1) Struktur reward yang terbatas. Dalam arti ketika individu hendak mencapai<br />reward tersebut harus ada pihak lain yang mengalami kekalahan.<br />2) Nilai personal individu. Dimana ada individu yang merasa harus melakukan hal<br />yang lebih baik dari orang lain.<br />Banyak manajer menggunakan teknik-teknik untuk merangsang terjadinya<br />kompetisi dalam sebuah kelompok. Salah satu penghargaan yang diberikan agar<br />karyawan menunjukkan unjuk kerja yang efektif adalah dengan pemberian insentif<br />dan bonus (Gibson, Ivancevich, & Donnelly.,1997).<br />Ciri khas dari persaingan menurut Hendropuspito (1989), yaitu : (1) tujuan<br />yang sama yang hendak dicapai. (2) penilaian yang berbeda didasarkan pada cara<br />dan derajat mutu persaingan. (3) kecepatan dan keindahan dalam pencapaian tujuan<br />© 2003 Digitized by USU digital library 5<br />serta kesesuaiannya dengan “aturan permainan” menentukan mutu persaingan. (4)<br />tidak adanya kekerasan dan ancaman untuk menghancurkan pihak lain. Hal ini<br />memungkinkan persaingan berjalan dengan damai.<br />Dari beberapa pendapat mengenai kompetisi dalam kerja dapat disimpulkan<br />bahwa kompetisi merupakan situasi dimana ada satu tujuan yang hendak diraih oleh<br />banyak individu, sehingga memotivasi individu tersebut untuk melebihi orang lain<br />dengan cara meningkatkan unjuk kerja.<br />A. 2. Faktor-faktor Mempengaruhi Kompetisi Kerja<br />a. Jenis Kelamin<br />Penelitian tentang perbedaan antara pria dan wanita telah banyak dilakukan.<br />Banyak perbedaan yang telah ditemukan, baik dari segi fisik, kepribadian maupun<br />dalam perilaku kerja. Ancok, Faturochman & Sutjipto (1988) mengatakan bahwa<br />salah satu penyebab mengapa wanita kemampuannya lebih rendah dibandingkan<br />pria adalah anggapan bahwa sejak kecil wanita memang lebih rendah dari pria.<br />Stereotipe peran jenis mengatakan bahwa pria lebih kompetitif dibandingkan<br />wanita. Wanita lebih bersifat kooperatif dan kurang kompetitif (Ahlgren, 1983).<br />Keadaan ini disebabkan adanya perasaan takut akan sukses yang dimiliki wanita<br />serta konsekuensi sosial yang negatif yang akan diterimanya. Bila wanita sukses<br />bersaing dengan pria, mungkin akan merasa kehilangan feminimitas, popularitas,<br />takut tidak layak untuk menjadi teman kencan atau pasangan hidup bagi pria, dan<br />takut dikucilkan (Dowling, dalam Arnold & Davey, 1992). Anggapan tersebut<br />didukung oleh penelitian bahwa sikap kooperatif lebih tinggi pada wanita dan sikap<br />kompetitif lebih tinggi pada pria (Ahlgren & Johnson, dalam Ahlgren, 1983).<br />b. Jenis Pekerjaan<br />Gibson (1996) mengatakan bahwa kompetisi akan terjadi pada pekerjaanpekerjaan<br />dimana terdapat insentif, bonus atau hadiah.. Kompetisi secara luas dapat<br />diterima pada pekerja white collar dan juga pada pekerja tingkat manajerial, yaitu<br />mereka yang berada pada tahap tingkat pekerjaan minimal staf.<br />c. Tingkat Pendidikan<br />Liebert & Neake (1977) berpendapat bahwa tingkat pendidikan<br />mempengaruhi pemilihan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang<br />maka keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat tantangan yang tinggi<br />semakin kuat. Harapan-harapan dan ide kreatif akan dituangkan dalam usaha<br />penyelesaian tugas yang sempurna (Caplow, dalam As’ad, 1987). Ide yang kreatif<br />merupakan simbol aktualisasi diri dan membedakan dirinya dengan orang lain dalam<br />penyelesaian tugas serta kualitas hasil.<br />d. Promosi Karir<br />Berdasarkan penyelidikan di negara-negara barat, ternyata gaji hanya<br />menduduki urutan ketiga sebagai faktor yang merangsang orang untuk bekerja.<br />Sedangkan faktor yang paling utama di dalam memotivisir orang bekerja adalah rasa<br />aman dan kesempatan untuk naik pangkat (promosi) dalam pekerjaanya (Anoraga,<br />2001).<br />Rosenbaum & Turner (Dreher, dkk. 1991) mengatakan bahwa pengalamanpengalaman<br />individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan<br />kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi<br />© 2003 Digitized by USU digital library 6<br />dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan<br />dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan<br />arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir<br />selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan mentor memberikan informasi<br />tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan<br />memberikan konseling karir bagi mereka (David & Newstrom, 1989).<br />d. Umur<br />Gellerman (1987) berpendapat bahwa para pekerja muda pada umumnya<br />mempunyai tingkat harapan dan ambisi yang tingi. Mereka mempunyai tantangan<br />dalam pekerjaan dan menjadi bosan dengan tugas-tugas rutin. Mereka tidak puas<br />dengan kedudukan yang kurang berarti. Hal ini juga terjadi pada pekerja usia<br />menengah. Status menjadi sesuatu yang penting. Pada usia inilah mereka akan<br />ditentukan apakah sukses atau tidak. Sebaliknya, di usia lanjut, kompetisi biasanya<br />dielakkan karena menurunnya stamina.<br />e. Sosial Ekonomi<br />Arnold (Freedman, Sears, & Carlsmith, 1981) berpendapat bahwa adanya<br />bonus yang diberikan pihak perusahaan bagi mereka yang dianggap berprestasi<br />merupakan tendensi alami untuk berkompetisi. Bonus yang diberikan umumnya<br />berupa uang, dan sangat mempengaruhi keinginan individu untuk berkompetisi<br />meraihnya. Atkinson (Mc. Clelland, 1987) berpendapat bahwa semakin tinggi<br />ganjaran uang, semakin tinggi pula performansi, terutama saat munculnya<br />kesempatan untuk meraih kemenangan.<br />f. Masa Kerja<br />Para pekerja usia menengah dengan pengalaman kerja yang cukup sangat<br />mementingkan status. Pada usia ini sangatlah menentukan apakah mereka akan<br />sukses selanjutnya atau tidak. Kesuksesan diperoleh melalui keinginan berkompetisi<br />dalam pencapaian tujuan, karena pada tingkat usia menengah mereka telah sampai<br />pada tahap pemeliharaan karir. Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir<br />dilakukan dengan menunjukkan prestasi kerja sebaik-baiknya. Prestasi kerja<br />meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian tugas<br />(Ghiselli & Brown, 1955; Blum & Nayer, 1968).<br />Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keinginan untuk<br />melakukan kompetisi dalam kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat<br />eksternal dan internal. Jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan,<br />masa kerja, promosi karir, dan keinginan untuk meningkatkan status sosial ekonomi<br />sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk berkompetisi. Perbedaan antara<br />pria dan wanita berdasarkan penelitian merupakan hal mendasar yang membedakan<br />keinginan untuk berkompetisi. Karakteristik pribadi yang dimiliki wanita lebih<br />mengarahkan mereka menghindari konflik dan persaingan.<br />B. Persepsi Terhadap Program Pengembangan Karir<br />B.1 Pengertian Persepsi<br />Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola<br />stimulus di dalam lingkungan (Atkinson, 1991). Chaplin (1999) memandang persepsi<br />sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan<br />bantuan indra.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 7<br />Proses perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses<br />pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali atau<br />mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin, 1999).<br />Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus (1983) adalah :<br />1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dari alat indera dapat mempengaruhi<br />persepsi untuk sementara waktu ataupun permanen.<br />2. Kondisi lingkungan.<br />3. Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau<br />bereaksi terhadap suatu stimulus tergantung dari pengalaman masa lalunya.<br />4. Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau<br />menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan<br />dan diinginkannya tersebut.<br />5. Kepercayan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan<br />menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya.<br />Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsi sesuatu.<br />Sedangkan menurut Chaplin (1999) persepsi secara umum bergantung pada<br />faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktorfaktor<br />motivasional. Maka, arti suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan<br />baik oleh kondisi perangsang maupun faktor-faktor organisme. Dengan alasan<br />sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan<br />berbeda karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek<br />situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya.<br />Berdasarkan beberapa pengertian mengenai persepsi di atas, maka dapat<br />disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses yang melibatkan aspek kognitif dan<br />afektif individu untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta<br />penginterpretasian rangsang-rangsang indrawi menjadui suatu gambar obyek<br />tertentu secara utuh.<br />B.2 Pengertian Program Pengembangan Karir<br />B.2.1 Pengertian Karir<br />Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright (1994) karir dapat dipandang<br />melalui beberapa cara : (1) rangkaian posisi dalam pekerjaan, contohnya di dalam<br />suatu fakultas terdapat posisi asisten, dosen, dan profesor (2) konteks<br />gerakan/mobilitas dalam organisasi, contohnya seorang insinyur memulai karirnya<br />sebagai staff teknik. Sejalan dengan meningkatnya keahlian, pengalaman, dan<br />performance, maka ia ditempatkan sebagai insinyur teknik senior. (3) karakteristik<br />dari pekerja. Dimana tiap karir pekerja memiliki perbedaan pekerjaan, posisi dan<br />pengalaman.<br />Menurut Hidayat (2002) karir dapat dipandang dari perspektif yang berbeda.<br />Tinjauan umum karir dipandang sebagai urut-urutan posisi yang diduduki oleh<br />seseorang selama jangka waktu hidupnya. Ini merupakan karir objektif. Dari<br />perspektif lainnya karir sendiri terdiri dari perubahan-perubahan dalam nilai, sikap,<br />dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Gambaran ini<br />merupakan karir subjektif.<br />Flippo (1984) berpendapat bahwa suatu karir terdiri dari serangkaian<br />pengalaman peran yang menuju kepada peningkatan tanggung jawab, status,<br />© 2003 Digitized by USU digital library 8<br />kekuasaan dan ganjaran. Peningkatan keempat aspek karir ini mempunyai arti<br />penting bagi harga diri dan karir seseorang.<br />Handoko (1988) mengatakan bahwa suatu karir adalah semua pekerjaan atau<br />jabatan yang dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Istilah karir digunakan<br />untuk menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka.<br />Pada umumnya istilah ini digunakan dalam tiga pengertian, yaitu:<br />a) Karir sebagai promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke jabatan-jabatan<br />yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik di<br />dalam atau menyilang terhadap hierarki hubungan kerja sama selama kehidupan<br />kerja seseorang.<br />b) Karir sebagai rangkaian petunjuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang<br />membentuk suatu pola kemajuan yang sistematis dan jelas.<br />c) Karir sebagai sejumlah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang<br />dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua orang dengan<br />sejarah kerja mereka disebut mempunyai karir.<br />Cascio (1987) berpendapat bahwa suatu karir meliputi suatu rangkaian posisi,<br />pekerjaan atau jabatan yang dialami oleh individu selama kehidupan kerjanya.<br />Dinamika karir tidak selalu bergerak vertikal, tapi juga dapat horizontal. Rotasi<br />pekerjaan menyediakan tantangan kerja yang berbeda, lebih besar, dan memberikan<br />kesempatan-kesempatan pengembangan diri yang lebih besar pula.<br />Berdasarkan uraian teoritik di atas dapat disimpulkan bahwa karir adalah<br />suatu rangkaian posisi, jabatan, atau pekerjaan yang dipegang karyawan selama<br />masa bekerjanya yang meliputi gerakan/mobilitas dalam organisasi.<br />B.2.2 Pengembangan Karir<br />Jaffe & Scott (Kummerouw, 1991) mengatakan bahwa pengembangan karir<br />merupakan sekumpulan tujuan-tujuan pribadi dan gerakan strategis yang mengarah<br />pada pencapaian prestasi yang tinggi dan kemajuan pribadi sepanjang jalur karir.<br />Tujuan pengembangan karir secara umum adalah membantu karyawan memusatkan<br />perhatian pada masa depannya dalam perusahaan dan membantu karyawan<br />mengikuti jalur karir yang melibatkan proses belajar secara terus menerus. Dalam<br />proses pengembangan karir, perusahaan memberikan kesempatan yang sebesarbesarnya<br />pada karyawan untuk untuk mrmpunyai pekerjaan yang berarti bagi<br />karyawan, dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam struktur kerja<br />perusahaan. Di lain pihak, karyawan dituntut memiliki tanggung jawab untuk<br />membuat perencanaan karir dan masa depan serta menemukan cara untuk<br />memberikan sumbangan pada perusahaan.<br />Noe, dkk. (1994) berpendapat bahwa pengembangan karir adalah suatu<br />proses yang mana karyawan mengalami kemajuan yang dijalaninya melalui<br />tingkatan-tingkatan tugas tertentu. Masing-masing tingkatan tugas memiliki<br />karakteristik jenis tugas yang berbeda dan semakin berkembang. Karyawan akan<br />mendapatkan tanggung jawab, wewenang, dan jenis-jenis tugas yang semakin<br />besar. Hal ini akan mengarahkan karyawan untuk lebih dapat mengaktualisasikan<br />diri.<br />Manurung (1989) mengemukakan bahwa pada hakekatnya pengembangan<br />karir merupakan suatu keadaan tertentu yang berubah menjadi bentuk atau keadaan<br />yang baru menuju ke arah positif (sesuai dengan yang dikehendaki), dan perubahan<br />© 2003 Digitized by USU digital library 9<br />tersebut berkaitan dengan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas<br />dari kurang mampu menjadis ebaliknya. Terjadinya perubahan tersebut diiringi juga<br />dengan bertambahnya tanggung jawab dan peningkatan hasil kerja atau<br />produktivitas baik secara kualitas maupun kuantitas.<br />Ditambahkan pula oleh Glueck (1986) bahwa pengembangan karir merupakan<br />struktur aktivitas normal yang ditawarkan perusahaan kepada karyawannya dengan<br />tujuan meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang mempengaruhi<br />arah dan kemajuan karir.<br />Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan<br />karir merupakan prosesperubahan suatu keadaan atau kondisi tertentu ke arah yang<br />positif melalui serangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan, mencakup struktur<br />aktivitas formal yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan dengan tujuan untuk<br />meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan kerja yang efektif serta<br />menunjang peningkatan karir karyawan. Hal ini diikuti dengan meningkatnya<br />tanggung jawab, status, kekuasaan dan ganjaran. Adapun dinamika<br />perkembangannya bisa dalam bentuk gerakan ke atas, menyilang menyamping<br />maupun tugas-tugas khusus dalam struktur kerja perusahaan.<br />B.2.3 Tahap-tahap Karir<br />Menurut Noe, dkk (1994) ada tiga model perkembangan karir yang sering<br />dibicarakan :<br />a) Model Siklus<br />Karyawan memiliki tugas yang semakin berkembang dalam karir mereka. Hal ini<br />akan mengarahkan mereka dalam menjalani kehidupan yang nyata dalam<br />karirnya.<br />b) Model Organisasional<br />Bahwa perkembangan karir meliputi proses untuk mempelajari performasi yang<br />berbeda-beda dalam melakukan aktivitas pada tiap tingkatan karir yang dilalui.<br />c) Model Pola Terpimpin<br />Menggambarkan bagaimana pekerja memandang karir mereka, dan memutuskan<br />sendiri mengenai seberapa cepat ia akan melalui tahap-tahap karirnya.<br />Greenhaus (Noe, dkk., 1994) mengkombinasikan ketiga model di atas dan<br />membagi tahap-tahap karir menjadi empat tahapan pengembangan yaitu : tahap<br />eksplorasi, tahap penetapan, tahap pemeliharaan, dan tahap kemunduran atau<br />akhir. Pembagian terperinci adalah sebagai berikut :<br />a) Tahap Eksplorasi (15-24 tahun)<br />Individu berusaha untuk mengidentifikasikan jenis pekerjaan. Mereka<br />mempertimbangkan ketertarikan, nilai, dengan pilihan pekerjaan, serta mencari<br />informasi mengenai pekerjaan, karir dan jabatan dari rekan kerja, teman, dan<br />anggota keluarga. Setelah mereka menemukan jenis pekerjaan atau jabatan<br />yang dirasa menarik, maka individu akan berusaha memenuhi persyaratan<br />pendidikan atau pelatihan yang diperlukan dalam menduduki jabatan tersebut.<br />Terjadi pada usia pertengahan remaja sampai awal/akhir 20 tahun, dimana<br />individu saat itu masik bersekolah di SLTA atau kuliah.. Tahap ini akan berlanjut<br />© 2003 Digitized by USU digital library 10<br />sampai ketika individu memulai pekerjaan baru. Biasanya karyawan baru masih<br />memerlukan bantuan dan arahan dalam melakukan tugas dan aturan pekerjaan.<br />Dengan kata lain bahwa orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan,<br />tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat (Super, dalam Winkel 1997).<br />b. Tahap Pemantapan (25-44 tahun)<br />Dengan bekal pendidikan, ketrampilan dan pelatihan yang dimilikinya,<br />seseorang memulai memasuki dunia pekerjaan yang sebenarnya (Imaco, 1996).<br />Individu mengembangkan perasaan mengenai masa depannya dalam<br />perusahaan. Individu dan perusahaan saling mempelajari kemampuan masingmasing.<br />Pertukaran informasi terjadi secara terbuka, termasuk saling<br />memberikan umpan balik. Fungsinya sebagai pelaksana keputusan dan pemberi<br />keputusan merupakan proses yang harus dialami. Dalam hubungan dengan<br />yang lain, individu merupakan rekan sejawat. Menurut Super (Winkel, 1997)<br />tahap ini bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk<br />pengalaman selama menjalani karir tertentu dan membuktikan diri mampu<br />memangku jabatan tertentu.<br />c) Tahap Pemeliharaan/Pembinaan (45-64 tahun)<br />Individu dipandang sebagai orang yang memberikan sumbangan yang berarti<br />bagi perusahaan. Karyawan pada tahap ini biasanya memiliki pengalaman kerja<br />dan pengetahuan kerja yang tinggi, serta mengerti tujuan dan harapan<br />perusahaan, ia juga dapat menjadi mentor (penasihat) bagi karyawan baru.<br />Menurut Super (Winkel, 1997) pada tahap ini orang yang sudah dewasa<br />menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya.<br />d) Tahap Kemunduran atau Akhir<br />Pada tahap ini individu berusaha menjaga keseimbangan antara aktivitas<br />pekerjaan dengan di luar pekerjaan. Karyawan akan memilih untuk<br />meninggalkan pekerjaan dan kemudian mengganti pekerjaan atau jabatan,<br />karena faktor usia. Alasan lainnya dikarenakan penyusutan tenaga kerja atau<br />merjer. Sehingga mereka akan kembali ke tahap eksplorasi. Menurut Super<br />(Winkel, 1997) bila orang memasuki masa pensiun maka ia harus menemukan<br />pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya.<br />C. Pengertian Persepsi Terhadap Program Pengembangan Karir<br />Efektivitas pengembangan karir karyawan dalam perusahan dipengaruhi oleh<br />dua hal. Pertama, adalah pandangan karyawan yang dipengaruhi oleh interaksi<br />antara nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan karyawan yang dibentuk melalui<br />pengalaman sosialisasi dengan teman, keluarga, dan sekolah, dengan pengalaman<br />kerja karyawan dalam perusahaan melalui bermacam-macam peralihan dan<br />pengembangan yang dialami karyawan dalam perusahaan. Interaksi ini akan<br />membentuk semacam unsur pengukuran subyektif dalam diri karyawan yang<br />nantinya akan digunakan sebagai dasar penilaian terhadap segala sesuatu yang ada<br />di luar dirinya.<br />Kedua, adalah pandangan bahwa perusahaan sebagai wadah formal yang<br />memberi pekerjaan kepada karyawan yang berkarir dalam perusahaan. Program<br />pengembangan karir yang dilaksanakan perusahaan adalah salah satu perwujudan<br />pengakuan dan penghargaan perusahaan terhadap keberadaan karyawan sebagai<br />individu yang mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri. Melalui pengembangan<br />karir tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan<br />© 2003 Digitized by USU digital library 11<br />ketrampilan karyawan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan dan tugastugas<br />perusahaan yang dibebankan kepadanya. Glueck (1986) mengatakan bahwa<br />pengembangan karir yang paling efektif adalah tumbuh dari tautan antara kebutuhan<br />karyawan dengan kebutuhan perusahaan.<br />Dari konsep persepsi dan kosep pengembangan karir dapat disimpulkan<br />bahwa persepsi terhadap pengembangan karir adalah suatu proses kognitif dan<br />afektif karyawan untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta<br />penginterpretasian terhadap rangsang-rangsang inderawi mengenai gambaran<br />pengembangan karir karyawan secara utuh dalam organisasi.<br />D. Hubungan Antara Persepsi terhadap Program Pengembangan Karir<br />dengan Kompetisi Kerja.<br />Manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari masalah<br />kerja, karena kerja sebagai salah satu perwujudan dari aktivitasnya, baik fisik<br />maupun mental. Bekerja juga merupakan suatu kegiatan yang unik, menyangkut<br />aspek fisiologis, psikologis, masyarakat, ekonomi, kepribadian, dan aspek kekuasaan<br />(Drucker, dalam Ginting, 1999), sehingga dapat dikatakan bahwa manusia tidak<br />dapat dilepaskan dari pekerjaan. Tanpa pekerjaan, manusia mengalami krisis<br />kepribadian<br />Baltus (1983) menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan pekerjaan<br />adalah dengan berkompetisi. Biasanya orang yang ambisius tidak hanya tertarik<br />pada pekerjaan mereka dan perusahaan dimana mereka bekerja, namun juga<br />diseluruh lapangan karir di perusahaan mereka. Mereka akan memutuskan untuk<br />bekerja pada bidang pekerjaan lain daripada jabatan yang dipegangnya. Hal ini akan<br />membuat orang tersebut memfokuskan diri pada pekerjaannya, hal ini berguna bagi<br />ekonomi perusahaan.<br />Menurut Ambar (2002) dengan menciptakan iklim kompetisi yang kondusif<br />diantara para karyawan akan mengakibatkan prestasi kerja yang cenderung<br />meningkat. Misalnya dengan pemberian bonus atau transparansi jenjang promosi.<br />Dimana apabila ada beberapa karyawan yang secara bersama-sama berambisi untuk<br />mendapat bonus atau kenaikan pangkat, maka persaingan untuk mendapatkan hal<br />tersebut akan menimbulkan motivasi tersendiri.<br />Penelitian dari Tolman (Rampandayo & Husnan, 1992) menunjukkan bahwa<br />kompetisi timbul karena adanya pengharapan (expectancy) dari apa yang dipercaya<br />akan diperolehnya jika ia menunjukkan suatu perilaku tertentu. Selain itu, adanya<br />valence (kekuatan dari preferensi) terhadap hasil yang diharapkan. Umumnya<br />harapan yang ada pada karyawan berupa penghargaan baik berupa fisik (materi,<br />insentif) dan non fisik (aktualisasi diri dan pengembangan karir). Pada umumnya<br />setiap orang senang bersaing secara jujur. Sikap dasar ini bisa dimanifestasikan oleh<br />pihak perusahaan dengan memberikan rangsangan (motivasi) persaingan yang sehat<br />dalam menjalankan pekerjaannya. Rangsangan ini diwujudkan dalam bentuk hadiah<br />dari promosi karir (Rampandayo & Husnan, 1992).<br />Seseorang berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan<br />tujuan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh Strauss (Ginting, 1999) bahwa dalam<br />bekerja individu akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang berwujud<br />kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman serta kebutuhan sosial<br />dan kebutuhan ego. Disimpulkan bahwa seseorang bekerja pasti memiliki tujuan<br />dan harapan yang berusaha untuk dipenuhi dan cara pencapaiannya hanya melalui<br />peningkatan peformansi kerja yang maksimal.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 12<br />Kesamaan tujuan yang ingin dicapai akan melahirkan kompetisi dalam<br />bekerja (Noe, dkk. 1994). Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat materi maupun<br />yang non materi, yaitu aktualisasi diri. Salah satu perwujudan aktualisasi diri<br />karyawan adalah dalam bentuk pengembangan karir. Pada dasarnya, setiap<br />karyawan dalam bekerja mempunyai tujuan-tujuan karir yang ingin dicapai dan<br />dikembangkan secara maksimal dalam perusahaan. Dalam pengembangan karirnya,<br />karyawan mengharapkan adanya kesempatan memperoleh pengalaman bekerja<br />yang berharga dan karir yang memuaskan, seperti peningkatan pengetahuan dan<br />ketrampilan dalam pelaksanaan pekerjaan yang akan memperoleh arah dan<br />kemajuan karir mereka dalam hierarki perusahaan.<br />Kesuksesan seseorang dalam karir dipengaruhi oleh bentuk dan jenis tugas<br />yang spesifik (Hackman & Oldman, 1976; Wall, Clegg, & Jackson, 1978, dalam Kidd<br />& Killen, 1992). Bentuk dan jenis pekerjaan yang spesifik mendorong orang<br />mencapai penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain<br />(London & Stumf, 1982; Mihal & Graumenz, 1984, dalam Arnold & Davey, 1992).<br />Penelitian dari Mc. Enery & Mc. Enery (Arnold & Davey, 1992) menunjukkan bahwa<br />keinginan utnuk sukses dalam karir mendorong seseorang utnuk mencari jalan untuk<br />berkembang melalui pelatihan-pelatihan serta lebih suka memilih tugas-tugas yang<br />penuh tantangan (Hellman, Rivero, & Brett, dalam Arnold & Davey, 1992).<br />Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kerangka pemahaman bahwa<br />adanya jenjang karir melahirkan tantangan dalam diri masing-masing indiividu untuk<br />menetapkan strategi pencapaian. Kesamaan tujuan (yakni mengembangkan karir)<br />pada akhirnya menimbulkan kompetisi diantara sesama individu karyawan dalam<br />bekerja.<br />BAB III<br />PEMBAHASAN<br />Perusahaan sebagai tempat yang mem`berikan pekerjaan pada karyawan<br />tidak hanya menganggap karyawan sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas<br />semata, tapi juga dituntut memberikan kesempatan pada karyawan untuk<br />mengaktualisasikan dirinya dengan menawarkan program pengembangan karir.<br />Melalui pengembangan karir, diharapkan setiap individu yang bekerja terpacu untuk<br />meraih sukses dalam karir. Adanya kesamaan tujuan dalam pencapaiannya<br />melahirkan peningkatan performansi dan prestasi kerja yang termanifestasi dalam<br />bentuk kompetisi. Tinggi rendahnya keuletan seseorang dalam usaha<br />mengembangkan karirnya mempengaruhi usaha yang dihasilkan dalam bekerja.<br />Mereka yang ingin mencapai karir setinggi-tingginya berusaha mengembangkan<br />sejumlah cara untuk menerapkan kemampuan yang dimiliki dalam situasi tertentu<br />dan mengadakan pembaharuan dengan pelatihan-pelatihan. Situasi yang tertentu ini<br />adalah situasi kompetitif dalam bekerja, terutama kompetisi internal yang ingin<br />dikembangkan oleh masing-masing karyawan.<br />Melalui penelitiannya, Mc. Clelland (Gibson, 1996) menemukan adanya<br />hubungan motivasi berprestasi (need for achievement) dengan keinginan untuk<br />mencapai suatu tujuan. Jika seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi,<br />maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, serta<br />menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pencapaiannya.<br />Kehadiran orang lain akan lebih memacu produktivitasnya. Orang lain dipandang<br />sebagai saingan yang melahirkan perilaku kompetitif dalam pencapaian tujuan yang<br />menantang, yaitu pengembangan aktualisasi diri dalam bentuk promosi karir.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 13<br />Penelitian tentang motivasi berprestasi ini juga menunjukkan adanya hubungan yang<br />signifikan antara prestasi dengan keinginan berkompetisi (Johnson, 1981). Kehadiran<br />orang lain juga disebut sebagai pencetus lahirnya evaluation apprehension, yaitu<br />perasaan orang lain turut mengevaluasi penampilan kerjanya (Cotrell, dalam Mc.<br />Clelland, 1987).<br />Pendapat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keinginan<br />berkompetisi dengan motivasi berprestasi. Orang-orang yang ingin bersaing dan<br />mengungguli orang lain pada dasarnya memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.<br />Menurut Mc. Clelland, bisanya orang dengan n-ach tinggi umumnya memasang<br />target pencapaian yang lebih tinggi dari apa yang bisa ia peroleh. Hal ini yang<br />menyebabkan mengapa mereka selalu berorientasi pada kesuksesan.<br />Ditambahkan dari penelitian Rosenbaum & Turner (Dreher, dkk. 1991)<br />menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal ia bekerja dimana<br />ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan<br />informasi akan memberikan dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya.<br />Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai<br />sponsorship yang memberikan arahan akan mendorong karyawan untuk lebih<br />berhasil dalam pencapaian karir selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan<br />mentor memberikan informasi tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam<br />usaha pengembangan pribadi, dan memberikan konseling karir bagi mereka. (David<br />& Newstrom, 1989).<br />Setiap individu di dalam perusahaan pada dasarnya memiliki motivasi yang<br />berbeda-beda dalam bekerja. Namun motif yang utama adalah ganjaran dan status<br />yang lebih tinggi. Kesemuanya ini hanya dapat dipenuhi melalui promosi dan<br />peningkatan karir. Tujauan yang sama ini akan melahirkan kompetisi dalam<br />pencapaiannya (Noe, dkk. 1994). Persaingan timbul jika ada satu tujuan yang ingin<br />dicapai oleh banyak orang. Karir identik dengan tujuan tersebut. Semakin tinggi<br />hierarki jabatan maka pemegang jabatannya (incumbant) semakin sedikit. Hal ini<br />melahirkan persaingan yang semakin hebat lagi. Pendapat ini menmperkuat<br />pendapat sebelumnya yang dikemukakan oleh Rampandayo & Husnan (1992).<br />Menurut mereka kompetisi lahir karena adanya pengharapan dari apa yang<br />dipercaya akan diperoleh jika menunjukkan suatu perilaku tertentu. Perusahaan<br />yang menyadari dinamika ini akan memberikan rangsangan berupa insentif maupun<br />peningkatan kekuasaan yang diperoleh melalui meningkatnya karir seseorang.<br />Seseorang berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan<br />tujuan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh oleh Strauss (Ginting, 1999) bahwa<br />dalam bekerja individu akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang<br />ebrwujud kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman serta<br />kebutuhan sosial dan kebutuhan ego. Disimpulkan bahwa seseorang bekerja pasti<br />memiliki tujuan dan harapan yang berusaha untuk dipenuhi. Cara pencapaiannya<br />hanya melalui peningkatan performansi kerja yang maksimal.<br />Baltus (1983) menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan pekerjaan<br />adalah dengan berkompetisi. Biasanya orang yang ambisius tidak hanya tertarik<br />pada pekerjaan mereka dan perusahaan dimana mereka bekerja, namun juga<br />diseluruh lapangan karir di perusahaan mereka. Mereka akan memutuskan untuk<br />bekerja pada bidang pekerjaan lain daripada jabatan yang dipegangnya. Hal ini akan<br />membuat orang tersebut memfokuskan diri pada pekerjaannya, hal ini berguna bagi<br />ekonomi perusahaan.<br />Menurut Ambar (2002) dengan menciptakan iklim kompetisi yang kondusif<br />diantara para karyawan akan mengakibatkan prestasi kerja yang cenderung<br />© 2003 Digitized by USU digital library 14<br />meningkat. Misalnya dengan pemberian bonus atau transparansi jenjang promosi.<br />Dimana apabila ada beberapa karyawan yang secara bersama-sama berambisi untuk<br />mendapat bonus atau kenaikan pangkat, maka persaingan untuk mendapatkan hal<br />tersebut akan menimbulkan motivasi tersendiri. Motivasi yang meningkat, adanya<br />target pencapaian yang jelas, dalam hal ini langkah-langkah pencapaian karir<br />semuanya ini akan mengarah pada timbulnya kompetisi yang sehat.<br />BAB IV<br />KESIMPULAN<br />Dalam melaksanakan segala sesuatu manusia pasti mempunyai tujuan dan<br />motif tertentu. Ditunjau dari seting organisasi tujuan yang ingin dicapai adalah gaji<br />dan karir yang meningkat dimana peningkatan karir biasanya akan meningkatkan<br />pula gaji, status dan kedudukan seseorang.<br />Harus diakui perusahaan-perusahaan banyak yang masih memandang<br />karyawan sebagai mesin dan obye. Seharusnya untuk saat ini paradigma harus<br />diubah dengan menjadikan karyawan sebagai asset perusahaan yang berharga dan<br />selalu mampu untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.<br />Memelihara manusia tidak semudah memelihara asset-asset tradisional<br />seperti sumber daya alam. Manusia memiliki motif yang berbeda-beda. Dalam seting<br />organisasi motif bisa berupa gaji maupun kesempatan untuk mengaktualisasikan diri<br />dengan mencapai status yang terpandang. Status identik dengan karir. Karir yang<br />transparan dan jelas untuk mencapainya akan menimbulkan dampak positif bagi<br />karyawan sendiri. Dampak positif yang diharapkan timbul adalah munculnya<br />performansi kerja yang tinggi dengan berusaha untuk mengungguli orang lain. Dapat<br />dimaklumi mengingat kesamaan tujuan dibatasi oleh ketersediaan jabatan itu<br />sendiri. Untuk itu tentu akan dipilih individu yang terbaik. Proses inilah yang akan<br />melahirkan apa yang disebut dengan kompetisi kerja.<br />Bagi individu karyawan jelasnya arah karir dan persyaratan pencapaiannya<br />akan menguntungkan bagi dirinya untuk menciptakan rencana pencapaian dan<br />mengeksplorasi diri sendiri apakah ia sanggup untuk mencapainya. Selanjutnya akan<br />timbul usaha-usaha yang jika dimenangkan akan memberikan keuntungan baik<br />secara materi (gaji, insentif) maupun non materi (status dan kedudukan).<br />Dari perusahaan sendiri, selain membiasakan diri untuk menciptakan suatu<br />jenjang karir yang terbuka untuk siapa saja maka untuk jangka panjang maka<br />perusahaan akan mengarah pada pengelolaan organsiasi yang profesional.<br />Sedangkan keuntungan lain adalah kemampuan untuk menciptakan iklim prestasi di<br />kalangan karyawannya. Keinginan yang kuat untuk berprestasi di kalangan karyawan<br />akan membuat perusahaan mampu untuk mencapai target, meningkatkan produksi,<br />dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.<br />Persepsi yang positif dari karyawan bahwa karir yang ada di tempat ia<br />bekerja (transparan dan dimungkinkan untuk dicapai oleh dirinya) sedikit banyak<br />menimbulkan dorongan dari dirinya untuk berprestasi dengan mengungguli orang<br />lain. Sehingga timbul iklim kompetisi yang sehat. Bagi perusahaan sendiri, mereka<br />akan semakin berkembang dan semakin siap menghadapi kompetisi di era globalisasi<br />serta sedikit demi sedikit menghindari praktek proteksi dan subsidi.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 15<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Robbins, Stephen p.2003. Perilaku Organisasi. Indeks<br />Ahlgren, A. 1983. Sex Differences in Correlates of Cooperative School Attitudes.<br />Journal of Developmental Psychology, 19, 6, 881-888.<br />Ambar, A. (2002). Motivasi Tim Kerja. www.arnidaambar.com/casegw2.html.<br />Ancok, J., Faturochman, Sutjipto, H.P. 1988. Persepsi terhadap Kemampuan Kerja<br />Wanita. Jurnal Psikologi. Tahun XVI. No. 1, Juli 1988. Fakultas Psikologi<br />Universitas Gadjah Mada.<br />Anoraga, P. (2001). Psikologi Kerja. (Edisi ke-3). Jakarta : Rineka Cipta.<br />Arnold, J., & Davey, K.M. 1992. Self ratings and Supervisors Ratings of Graduate<br />Employee’s Competences during Early Career. Journal of Occupational and<br />Organizational Psychology, 65, 235-250.<br />As’ad, M. 1987. Hubungan Faktor Umur, Pendidikan, Masa Kerja, dan Kepuasan<br />Kerja terhadap Produktivitas Kerja pada Petugas Dinas Luar Asuransi.<br />Penelitian (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.<br />Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Hilgard, E.R. (1991). Penghantar Psikologi. (8th ed.).<br />Jakarta : Erlangga.<br />Baltus, R.K. (1983). Personal Psychology for Life and Work. New York : Mc Graw Hill.<br />Bernstein, D.A., Roy, E.J., Srull, T.K., Wickens, C.D. (1988). Psychology. New York :<br />Hougton Mifflin Comp.<br />Blum, M.L., & Nayer. 1968. Industrial Psychology and It’s Social Foundations. New<br />York: Harper & Brothers.<br />Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. (Edisi 5). Jakarta : PT Raja Grafindo<br />Persada.<br />Davis, K., & Newstrom, J.W. 1989. Human Behavior at Work: Organizational<br />Behavior. Singapore: Mc. Graw-Hill Book Company<br />Deaux, K., Dane, F.C., Wrightsman, L.S. (1993). Social Psychology in the 90’s. (6th<br />ed.). California : Cole.<br />Djawahir, K.M. (2002, 10-23 Oktober). Tantangan (Makin) Sulit Tumbuhkan<br />Komitmen Karyawan. SWA, 21, 36-38.<br />Dreher, F.G. Bretz, D.R. 1991. Cognitive Ability and Career Attainment: Moderating<br />Effects of Early Career Success. Journal of Applied Psychology, 75, 392-397.<br />Flippo, L. 1994. Karir dalam Organisasi (Terjemahan Susanto Budidharmo).<br />Semarang: BPFE Universitas Diponegoro.<br />Freedman, J.L., Sears, D.G., Carlsmith, J.M. 1981. Social Psychology (Fourth<br />Edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc.<br />Gellerman, S.W. 1987. Motivasi & Produktivitas (Terjemahan S. Wandoyo). Jakarta:<br />PT. Pustaka Binaman Pressindo.<br />Ghiselli, E.E. & Brown, C.W. 1955. Personnel and Industrial Psychology. New York:<br />Mc. Graw-Hill Book. Co.<br />Gibson., Ivancevich., Donnely. (1996). Organizations : Behavior, Structure,<br />Processes. (9th ed.). Times Mirror Higher Education Group, Inc.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 16<br />Ginting, E.D.J. (1999). Hubungan antara Persepsi terhadap Pengembangan Karir<br />dengan Intensi Melakukan Kompetisi Kerja pada Karyawan. Skripsi (Tidak<br />Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.<br />Gitosudarmo, I., Chons, M.C. Sudita, I.N. (2000). Perilaku Keorganisasian. (1st ed.).<br />Yogyakarta : BPFE.<br />Glueck, W.F. 1986. Personnel: A Diagnostic Approach. Texas: Bussiness Publishing<br />Inc.<br />Handoko, T.H. 1988. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Edisi 2).<br />Yogyakarta. BPFE. UGM.<br />Hendropuspito, D. (1989). Sosiologi Sistematik. Jakarta : Kanisius.<br />Hidayat, A. (2002). Manajemen Karir dan Pengembangannya. www.<br />sumbawa.tripod.com/artimanakarir.html.<br />Johnson., D.W., Mariyama, G., Johnson, R., Nelson, D., Skon, L. 1981 Effect of<br />Cooperative, Competence and Individualism Goal Structure on Achievement:<br />A Meta Analysis. Psychological Bulletin. I, 47-62.<br />Kidd, J.M., & Killen, J. 1992. Are The Effects of Careers Guidance Woth Having?.<br />Change in Practice and Outcomes. Journal of Occupational and<br />Organizational Psychology. 65, 219-234.<br />Kummerouw, J.M. 1991. New Directions in Careers Planning and the Workplace.<br />California: Palo Alto.<br />Liebert, R.M., & Neale, J.M. 1977. Psychology: A Contemporary View. New York:<br />John Willey & Sons.<br />Manurung, R. 1989. Rencana Karir untuk Karyawan. Majalah Manajemen. 65, 66-71,<br />6 Agustus 1989.<br />Mc. Clelland, D.C. 1987. The Achieving Society. New York: The Free Press.<br />Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B., Wright, P.M. (1994). Human Resource<br />Management : Gaining a Competitive Advantage. Illnois : Austen Press.<br />Rafick, I. (2002, 5-18 September). Mengelola Orang-orang Brilian. SWA, 18, 100-<br />104.<br />Rampandayo, R. & Husnan, A. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu<br />Pengantar. Yogyakarta. BPFE. UGM.<br />Sacks, M.J., Krupat, E. (1988). Social Psychology and its Applications. New York :<br />Harper and Row.<br />Segall, M.H., Dasen, P.R., Berry, J.W., Poortinga, Y.H. (1990). Human Behavior in<br />Global Perspective : an Introduction to Cross-Cultural Psychology. Pergamon<br />Press, Inc.<br />Sembel, R. (2002, 1 April). Globalisasi, Siapa Takut ?. Warta Ekonomi, 10, 66-67.<br />Sidarto, J. (2002, 10-23 Oktober). Memberdayakan SDM. SWA, 21, 60-61.<br />Taylor., Peplau, L.A., Sears, D.O. (2000). Social Psychology. (10th ed.). Prentice-<br />Hall.Inc.<br />Wanandi, M. (2002, 1 April). Tidak Ada yang Sudi Jadi “Kambing Hitam”. Warta<br />Ekonomi, 10, 48-54.<br />© 2003 Digitized by USU digital library 17<br />Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. (edisi Rev).<br />Jakarta : PT Gramedia.<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-24083380750439739372010-01-08T15:32:00.001-08:002012-10-24T21:45:04.666-07:00PO Eva 07<DIV align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang masalah<br />Budaya Organisasi<br />Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.<br />Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :<br />a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.<br />b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.<br />c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.<br />d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.<br />e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.<br />Sumber-sumber Budaya Organisasi<br />Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:<br />1. Pengaruh umum dari luar yang luas mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.<br />2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat<br />Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.<br />3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.<br />Fungsi Budaya Organisasi<br />Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :<br />a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.<br />b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.<br />c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.<br />d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.<br />e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.<br />Ciri-ciri Budaya Organisasi<br />Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:<br />1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.<br />2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.<br />3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.<br />4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.<br />5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.<br />6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.<br />7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.<br />Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).<br />Tipologi Budaya<br />Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi:<br />1. Akademi<br />Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.<br />2. Kelab<br />Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.<br /><br />3. Tim Bisbol<br />Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.<br />4. Benteng<br />Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan<br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Adapun rumusan dalam masalah ini adalah ”Bagaimana budaya dalam sebuah organisasi?”<br />C. Tujuan Penulisan <br />Setelah mempelajari materi ini melalui telaah bahan bacaan dan hasil dari evaluasi, serta media elektronik. Maka diharapkan kita dapat memahami sejauh mana budaya mempengaruhi suatu organisasi.<br />D. Metode<br />Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data sekunder dan primer dari media cetak dan media elektronik.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /><br />PELOPOR BUDAYA<br />Pertengahan tahun1980 an organisasi dianggap semata-mata alat yang rasional untuk menkoordinasi dan mengendalikan sekelompok orang. Didalamnya ada tingkat vertikal, departement, hubungan, dan seterusnya. Sebenarnya oranisasi memiliki kepribadian seperti individu, bias ramah, kaku, fleksibel, inovativ atau konservatif. Masing- masingnya memiliki perasaan dan karakter unik diluar karakteristik strukturalnya. Para teoritis organisasi menyadari hal ini dengan menyadari pentingnya peran yang dimainkan budaya tersebut dalam kehidupan anggota organisasi. Asal-usul budaya sebagai variable independent yang mempengaruhi sikap dan prilaku karyawan dapat ditelusuri melalui gagasan pelembagaan.<br />Organisasi menjadi terlembaga apabila organisasi terseut memiliki kehidupan tersendiiri terlepas dari kahidupan para pendirinya atau anngotanya. Sony, Mc donald’s dan Disney merupakan contoh organisasi yang hingga sekarang usianya melebihi usia para angotanya yang manapun. Apabila organisasi terlembaga, organisasi itu diharagai atas dirinya tidak hanya sekedar atas barang atau jasa yang dihasilkan. Jika tujuan aslinya tidak relevan organisasi itu tidak gulung tikar, malah akan mendefinisikan ulang dirinya.<br />Pelembagaan itu berlangsung dalam rangka menhasilkan pemahaman bersama dikalangan anggota mennenai prilaku yang tepat dan bermakna. Jadi bila organisasi menjadikan dirinya lembaga permanen, dengan sendirinya modus prilaku yang dapat diterima menjadi sangan jelas dimata anggotanya. Pada hakikatnya langkah itu sama dengan budaya organisasi dengan demikian, memahami apa yang dibentuk budaya organisasi dan bagaimana budaya itu diciptakan, diprtahankan dan dipelajari, akan meningkatkan kemampuan untuk menjeaskan dan meramalkan prilaku orang ditempat kerja.<br /><br />BUDAYA ORGANISASI<br />Budaya organisasi mengacu kepada sistem bersama yan dianut oleh anggiota-anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain. Sistem makna bersama itu merukapak seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Tujuh karakteristik primer hakikat dari budaya organisasi:<br />1. organisasi dan pengambilan resiko, sejauh mana karyawan didoron agar inovatif dan menambil resiko.<br />2. pehatian terhadap detai, karyawan dituntut memperhatikan kecermatan, analisis dan perhatikan detail.<br />3. orientasi hasil, manajement memusatkan perhatian pada hasil.<br />4. orientasi orang, perhitungan dampak hasil terhadap orang di organisasi tersebut.<br />5. orientasi tim, kegiatan kerja yang diorganisasikan berdasarkan tim.<br />6. keagresifan, orang-orang harus agresif dan kompetitif buakn santai.<br />7. kemantapan, organisasi mempertahankan status kuo bukan pertumbuhan.<br />Karakteristik tersebut menekankan pada kontinum dari rendah ketinggi. Dengan menilai organisasi tersebut berdasarkan karakteristik ini, diperoleh gambaran atas budaya organisasi tersebut. Gambaran tersebut menjadi dasar pemahaman bersama ang dimiliki para anggota dari organisasi itu, cara penyelesaian urusan didalamnya, dan cara anggota diharapkan berprilaku. <br />Budaya merupakan istilah deskriptif<br />Budaya organisasi berkaitan dengan cara karyawan mempresepsikan karakteristik budaya organisasi, bukan dengan mereka menyukai budaya organisasi tersebut atau tidak. Artinya budaya merupakan istilah deskriptif. Pemahaman ini membedakan konsep budaya dari konsep kepuasan kerja.<br />Sebaliknya, kepuasan kerja berupaya mengukur respon efektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan bagaimana perasaan karyawan terhadap harapan organisasi itu, praktok imbalan dan yang serupa. Hendaknya diingat bahwa istilah budaya organisasi adalah deskriptif, sedankan kepuasan kerja adalah evalluatif.<br />Apakah organisasi memiliki budaya yang seragam?<br />Budaya organisasi menunjukan presepsi bersama yang dianut oleh anggota organisasi itu. Konsep ini menjadi eksplisit ketika budaya sebagai sistem makna yang dianut bersama. Olehkarena itu diharapkan individu dengan latar belakang yang berlainan dalam organisasi akan cederun mendeskriptifkan budaya organisasi denan istilah yang serupa. Tapi pengakuan bahwa budaya organisasi mempunyai sifat umum tidak berarti bahwa tidak ada sub-sub budaya dalam setiap budaya yang ada. Kebanyakan oranisasi nag besar memiliki budaya organisasi yan dominan dari sejumlah sub budaya.<br />Budaya yang dominan mengungkapkan nilai-nilai yang dianut bersama oleh mayoritas anggota organisasi tersebut. Pandangan makro pada budaya itu memberi organisasi kepribadian yang jelas terbedakan. Sub budaya cenderung berkembang dalam organisasi besar untuk mencerminkan masalah, situasi atau pengalaman bersama yang dihadapi para anggotanya. Sub budaya itu cenderung didefinisikan menurut perancangan apartement dan pemisahan geografis. Sub budaya ini mencangkup nilai inti budaya dominan plus nilai tambahan yang unik bagi anggota-angota departemen penjualan. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi dimodifikasi agar mampu mencerminkan situasi unit terpisah yang jelas terbedakan.<br />Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan tersusun dari banyak sub budaya, nilai budaya organisasi sebagai variable independen akan sangat berkuran karena tidak akan ada penafsiran yang seragam atas apa yang merupakan prilaku yang tepat dan tidak tepat. Aspek makna bersama menjadi piranti yang ampuh untuk memadu dan membentuk prilaku. Tapi kita tidak dapat mengabaikan realitas bahwa banyak organisasi mempunyai sub budaya yang dapat mempengaruhi prilaku anggotanya.<br />Budaya kuat versus budaya lemah<br />Budaya kuat memiliki dampak yang lebih besar daripada prilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengurangan tingkat keluar masuknya karyawan. Dalam budaya kuat, nilai inti organisasi itu dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara luas. Makin banyak anggota menerima nilai inti, makin besar komitmen mereka kepada nilai itu, makin kuat budaya tersebut.budaya kuat lebuh berpengaruh karena kuatnya tingkat kebersamaan dan intensitas iklim internal atas pengendalian prilaku yang tinggi.<br />Hasil dari budaya yang kuat adalah menurunnya tingkat keluarnya karyawan. Budaya yang kuat memperlihatkan kesempatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi itu. Kebulatan tersebut membina kekohesifan, kesetiaan dan komitmen organisasi. cirri tersebut mengurangi keenderungan karyawan meninggalkan organisasi tersebut.<br />Budaya versus Formalisasi<br />Budaya organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi prilaku. Sehingga dapat bertindak sebagai pengganti atas formalisasi. Formalisasi yang tinggi daam organisasi menciptakan prediktabilitas, ketertiban dan konsistensi. Formalisasi dan budaya sebagai dua jalan berlainan yang bertujuan sama. Makin kuat budaya organisasi makin kurang perlu manajemen itu memperhatikan penyusunan aturan formal untuk memadu prilaku karyawan. Paduan tersebut di internalkan kedalam diri para karyawan apanila karyaawan tersebut menerima budaya organisasi itu.<br /> Budaya organisasi lawan budaya nasional<br />Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat mengenai prilaku organisasi di Negara yang berlainan. Budaya nasional mempunyai dampakk yang lebih besar pada karyawan daripada budaya organisasi mereka. <br /><br />FUNGSI BUDAYA<br />Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem social. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.<br />Peran budaya dalam mempengaruhi periiaku karyawan tampaknya makin penting di tempat kerja dewasa ini. Dengan telah dilebarkannya rentang kendali didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi. dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.<br />Bukanlah kebetulan bahwa para karyawan di Disneyland dan Disney World tampaknya hampir secara universal menarik, bersih, dan tampak bugar, dengan senyum cemerlang. Itulah citra yang diupayakan oleh Disney. Penisahaan itu memilih karyawan yang akan memberikan citra itu. Dan begitu bekerja, budaya kuat, yang didukung oleh aturan dan pengaturan yang formal, memastikan bahwa karyawan Disney akan bertindak dalam cara yang relatif seragam dan dapat diramalkan.<br /><br />Budaya sebagai Beban <br />Kami memperlakukan budaya dalam cara yang tidak bersifat menghakimi. Kami tidak mengatakan bahwa budaya itu baik atau buruk; kami hanya mengatakan bahwa budaya itu ada. Banyak dari fungsinya, seperti diikhtisarkan, bermanfaat bagi organisasi maupun karyawan. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan. Jelas ini memberi manfaat ke<br />organisasi. <br />Dari titik pandang karyawan, budaya itu bermanfaat karena mengurangi ambiguitas. Budaya memberitahu para karyawan cara melakukan segala sesuatu dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang berpotensi disfungsional, teristimewa budaya yang kuat, yang justru mengganggu fungsi keefektifan organisasi.<br />Hambatan Terhadap Perubahan. Budaya itu menjadi beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi itu dinamis. Bila lingkungan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya organisasi itu yang telah berakar mungkin tjdak lagi tepat. Jadi konsistensi perilaku merupakan aset bagi organisasi bila organisasi itu menghadapi lingkungan yang stabil. <br />Tetapi konsistensi dapat membebani organisasi itu dan membuatnya kesulitan menanggapi perubahan-perubahan lingkungannya. Perusahaan-perusahaanI mempunyai budaya yang kuat yang berhasil dengan baik untuk mereka di masa lalu. Tetapi budaya kuat ini menjadi penghalang terhadap perubahan ketika "bisnis seperti lazimnya" tidak lagi efektif. <br />Hambatan Terhadap Keanekaragaman . Mempekerjakan karyawan-karyawan baru karena alasan ras, kelamin, cacat, atau perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi, menciptakan paradoks. Manajemcn mengingmkan karyawan baru itu menerima nilai budaya inti organisasi itu. Bila tidak, kecil kemungkinan bahwa karyawan ini cocok atau dapat diterima. Tetapi pada saat yang sama, manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan menunjukkan dukungan terhadap perbedaan-perbedaan yang dibawa karyawan ini ke tempat kerja.<br />Budaya yang kuat sangat menekan para karyawan agar menyesuaikan diri. Budaya yang kuat juga membatasi rintangan nilai dan gaya yang dapat diterima. Organisasi-organisasi mencari dan memperkerjakan individu yang beranekaragam karena kekuatan alternatif yang dibawa mereka ke tempat kerja. namun perilaku dan kekuatan yang beranekaragam itu cenderung mengurangi budaya kuat ketika orang berikhtiar untuk menyesuaikan diri dengan organisasi itu. Oleh karena itu, budaya kuat dapat merupakan beban bila budaya itu secara efektif menyingkirkan kekuatan unik yang dibawa oleh orang-orang dengan latar belakang yang berlainan tersebut ke dalam organisasi itu. Lagi pula budaya kuat dapat juga menjadi kelemahan bila, ternyata mendukung bias institusi atau menjadi tidak peka terhadap orang-orang yangberbeda.<br />Hambatan Terhadap Merger dan Akuisisi . Secara historis taktor-t'aktor utama vang diperhatikan manajemen dalam mengambil keputusan merger atau akuisisi akan terkaitdengan keuntungan finansial atau sinergi produk. Dalam tahun-tahun terakhir ini kecocokan budaya tclah menjadi perhatianutama. Walaupun laporan keuangan atau lini produk yang menyenangkan dapat menjadi penarikawal atas calon akuisisi, tetapi apakah akuisisi itu benar-benar berhasil tampaknya akan lebih terkait dengan seberapa betapa baik budaya kedua organisasi itu bersesuaian.<br /><br />MENCIPTAKAN DAN MEMPERTAHANKAN BUDAYA<br />Budaya organisasi tidak muncul begitu saja dari kehampaan. Setelah terbentuk, jarang budaya itu berangsur padam. <br />Asal Mula Budaya <br />Kebiasaan, tradisi, dan cara urnum organisasi melakukan segala sesuatu pada sekarang ini sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang telah diperoieh melalui usaha keras tersebut. Ini membimbing kita ke sumber paling akhir dari budaya organisasi: pendirinya.<br /> Para pendiri organisasi biasanya mempunyai dampak besar pada budaya awal organisasi tersebut. Mereka mempunyai visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Mereka tidak dikendalai oleh kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua anggota organisasi. Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara.; Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Dan akhirnya perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan, Pada. titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.<br />Menjaga Budaya agar Tetap Hidup<br />Setelah suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mernpertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat pengalaman yang serupa. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian irnbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dengan budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya, dan menghukum (dan bahkan memecat) mereka yang menentangnya Tiga kekuatan menrupakan bagian sangat penting dalam mempertahankan budaya: praktik seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi. <br />Seleksi Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemarnpuan melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Tetapi lazimnya lebih dari satu calon akan diidentifikasi sebagai memenuhi persvaratan bagi pekerjaan tertentu. Bila titik itu telah dicapai, akan naik untuk mengabaikan bahwa keputusan akhir mengenai siapa yang akan dipekerjakan bakal sangat dipengaruhi oleh penilaian pengambil keputusan mengenai seberapa baik calon-calon itu cocok dengan organisasi itu.<br /> Upaya untuk memastikan suatu kecocokan yang tepat ini, sengaja atau tidak, akan menghasilkan pekerja yang pada hakikamya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu. Di samping itu, proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisaai itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, dan, jika mereka merasakan konflik antara nilai mereka dan nilai organisasi, mereka dapat menyeleksi diri kemudian keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, memungkinkan pemberi kerja atau pelamar memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.<br />Manajemen Puncak Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka : berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengaiir ke bawah sepanjang otganisasi, misalnya, apakah pengambilan risiko diinginkan; berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka.<br />Sosialisasi. Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi oleh budaya organisasi itu. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru justru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, organisasi akan membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Untuk karyawan pendatang baru di jabatan tinggi, perusahan sering menghabiskan lebih banyak waktu dan usaha untuk proses sosialisasi.<br />Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai proses yang terdiri atas tiga tahap; prakedatangan, keterlibatan (encounter), dan metamorfosis. Tahap pertama meliputi semua pembelajaran yang terjadi sebelum anggota baru bergabung dengan organisasi itu. Dalam tahap kedua, karyawan baru itu melihat seperti apakah organisasi iru sebenarnya dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Dalam tahap ketiga, perubahan yang relatif tahan-lama akan terjadi. Karyawan baru itu menguasai keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya, berhasil melakukan perannya, dan melakukan penyesuaian terhadap nilai dan norma kelompok kerjanya. Proses tiga-tahap ini berdampak pada produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi, dan keputusan akhir untuk tetap bersama organisasi itu, <br />Tahap prakedatangan secara eksplisit mengakui bahwa tiap individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap; dan harapan. Nilai sikap, dan harapan mi mencakup kerja yang harus dilakukan maupun organisasi itu sendiri. Misalnya, dalam banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota baru akan menjalankan tingkat sosialisasi awal yang luar biasa melalui pelatihan di tempat kerja dan pengajaran di sekolah. Maksud utama sekolah bisnis, misalnya, adalah mensosialisasikan mahasiswa bisnis ke sikap dan perilaku yang diinginkan oleh perusahaan bisnis. <br />Model 1. Model sosialisasi<br /> <br />Jika eksekutif bisnis yakin bahwa karyawan yang sukses itu menghargai etika laba, dan setia, akan bekerja keras, berhasrat untuk berprestasi, dan bersedia menerima pengarahan dari atasan mereka, mereka dapat mempekerjakan individu-individu keluaran sekolah bisnis yang telah dibentuk sebelumnya dalam pola ini. Tetapi sosialisasi prakedatangan berlangsung tidak sekedar berkaitan dengan pekerjaan yang spesifik. Proses seleksi digunakan dalam kebanyakan organisasi untuk memberitahu calon karyawan mengenai organisasi itu sebagai keseluruhan. Memang, kemampuan individu untuk tampil secara tepat selama proses seleksi menentukan kemampuannya masuk ke dalam organisasi pertarna kali. Jadi, sukses bergantung pada sejauh mana anggota yang bercita-cita tinggi itu telah mengantisipasi dengan benar harapan dan hasrat orang di dalam organisasi itu yang bertugas menyeleksi. <br />Ketika memasuki organisasi, anggota baru itu memasuki tahap keterlibatan. Di sini individu itu menghadapi kemungkinan pemisahan antara harapannya mengenai pekerjaan, rekan sekerja, atasan, dan organisasi itu secara umum dan kenyataan. Jika harapan terbukti mendekati tepat, tahap keterlibatan itu sekadar memberikan pemastian-ulang atas persepsi yang diperoleh sebelumnya. Tetapi, sering tidak demikian. Jika harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru itu harus menjalani sosialisasi yang akan rnelepaskannya dari asumsi dia sebelumnya dan menggantikan asumsi itu dengan seperangkat asumsi lain yang dianggap lebih disukai oleh perusahaan itu, Ekstrimnya, anggota baru dapat benar-benar dikecewakan oleh aktualitas pekerjaannya dan kemudian mengundurkan diri. Seleksi yang baik seharusnya maupun mengurangi probabilitas terjadinya hal ini.<br />Akhirnya, anggota baru itu harus menyelesaikan setiap masalah yang dijumpai dalam tahap keterilibatan. Ini dapat berarti melewati perubahan-perubahan karenanya kita sebut ini sebagai tahap metamorfosis. Model1 merupakan alternatif yang dirancang untuk menghasilkan metamorfosis yang sangat diinginkan. misalnya, perhatian bahwa makin manajemen mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, tetap,berurutan, dan menekankan keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan dan perspektif pendatang baru itu akan ditanggalkan dan digantikan oleh perilaku yang terbakukan dan dapat diramalkan. Deteksi yang saksama oleh manajemen terhadap pengalaman sosialisasi pendatang baru dapat secara ekstrem menciptakan kaum konformis yang mempertahankan tradisi dan kebiasaan, atau individualis yang inventif dan kreatif yang menganggap tidak ada praktik organisasi yang dikeramatkan.<br />Bagaimana Budaya Terbentuk<br />Model2. meringkaskan bagaimana budaya organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi (criteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan. Tindakan rnanajemen puncak dewasa ini menentukan iklim umum perilaku yang dapatditerima. dan vang tidak. Bagaimana cara mensosialisasikan karyawan akan tergantung, pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi dan juga pada kelebih-sukaan manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.<br />Model2. Bentuk budaya organisasi<br /> <br /><br /><br /><br />BAGAIMANA KARYAWAN MEMPELAJARI BUDAYA<br />Budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah bentuk, yang paling ampuh adalah cerita, ritual, lambang-lambang yang bersifat kebendaan, dan bahasa.<br /><br /><br />Cerita .<br />Pada jaman Henry Ford IT preskom Ford Motor Co., orang akan sulit menemukan manajer yang belum pernah mendengar cerita mengenai bagaimana Tuan Ford mengingatkan eksekutitnya, bila mcreka terlalu congkak, bahwa "nama sa\-alah yang tercantum pada gedung itu." pesannva jelas: Henry Ford El lah yang menjalankan perusahaan itu!<br />Cerita seperti ini beredar dalam banyak organisasi, Cerita-cerita ini biasanya berisi dongeng peristiwa mengenai pendiri organisasi, peianggaran aturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatar. Kerja. Alokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lain, dan cara mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menautkan masa kini ke masa lampau dan memberikan penjelasan dan pengesahan atas praktik-praktik dewasa ini. Sebagian besar cerita ini berkembang secara spontan. Namun beberapa organisasi benar-benar berusaha mengelola unsur pembelajaran budaya ini.<br />Ritual<br />Ritual merupakan deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat niiai-nilai utama organisasi, sasaran apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan mana yang dapat dikorbankan. Dosen perguruan tinggi munjalani ritual yang berkepanjangan dalam permohonan mereka akan pekerjaan yang permanen kedudukan sebagai dosen tetap. Lazimnya, dosen borada dalam masa percobaan selama enam tahun. Pada akhir kurun waktu itu, kolega dosen itu harus membuat salah satu dari dua pilihan: terus berlanjut ke kedudukan sebagai dosen tetap atau mengeluarkan kontrak yang akan berakhir satu tahun. <br />Biasanya kedudukan tetap itu menuntut kinerja mengajar yang memuaskan, layanan ke jurusan dan universitas, dan kegiatan keilmuan. Tetapi tentu saja apa yang memenuhi persyaratan untuk kedudukan tetap dalam satu jurusan dalam satu universitas dapatdinilai sebagai tidakmemadai dalam jurusan lain, Kuncinya adalah bahwa keputusan kedudukan tetap itu, pada hakikatnya, meminta mereka yang telah berkedudukan tetap untuk menilai apakah calon itu telah memperlihatkan kecocokan dengnan berdasarkan kinerja enam tahun itu. Para kolega yang teiah bersosialisasi dengan baik akan membuktikan bahwa dirinya layak dianugerahi kedudukan tetap. Setiap tahun, ratusan dosen pada perguruan tinggi dan universi¬tas ditolak untuk memperoleh kedudukan tetap itu. <br />Dalam beberapa kasus, tindakan ini akibat kinerja yang buruk secara keseluruhan. Tetapi lebih sering keputusan itu dapat dirunut pada tidak berhasiinya dosen itu dalarn bidang-bidang yang diyakini sebagai penting oleh guru besar tetap. Dosen yang menghabiskan lusinan jam tiap pekan untuk menyiapkan kuliah dan meraih evaluasi yang sangat bagus dari para mahasiswa, tetapi mengabaikan kegiatan riset dan publikasinya, dapat dilewati dalam pemberian kedudukan tetap. <br />Apa yang telah terjadi itu semata-mata bahwa dosen itu telah gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ditentukan oleh jurusan itu. Dosen yang cerdik akan menilai secara dini dalam kurun waktu percobaan sikap dan perilaku apakah yang diinginkan kolega-koleganya dan kemudian akan mengajukan kepada mereka apa yang mereka inginkan. Dan, tentu saja, dengan menuntut sikap dan perilaku tertentu, para dosen yang telah berkedudukan-tetap itu mengambil langkah-langkah yang penting guna membakukan calon dosen yang akan berkedudukan-tetap.<br />Lambang Kebendaan<br />Beberapa perusahaan memberikan kepada eksekutif puncak mereka limosin bersopir dan, bila mereka melakukan perjalanan udara, penggunaan jet korporasi tanpa pembatasan. Yang lain mungkin tidak mendapatkan limosin atau jet pribadi, tetapi mereka mungkin masih mendapatkan mobil dan perjalanan udaranya dibayar oleh perusahaan. Hanya saja mobil itu adalah Chevrolet (tanpa sopir) dan tempat duduk dalam pesawat jet itu berada di kelas ekonomi pada perusahaan penerbangan komersial Tata letak markas besar perusahaan, tipe mobil yang diberikan kepada eksekutif puncak, dan ada-tidaknya pesawat terbang korporasi merupakan beberapa contoh lambang kebendaan. Contoh lain adalah ukuran dan tata letak kantor, keanggunan perabot, penghasilan tambahan eksekutif, dan pakaian. Lambang kebendaan ini menyampaikan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egali-tarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis perilaku (misalnya pengambilan risiko, konservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, sosial) yang tepai.<br />Bahasa <br />Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai cara mengidentifikasi anggota budaya atau sub-budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan, dengan berbuat seperti itu, membantu melestarikannya. Pustakawan merupakan sumber yang kaya akan peristilahan yang asing bagi orang-orang di luar profesi mereka. Dari waktu ke waktu, organisasi-organisasi sering mengembangkan istilah yang unik untuk mendeskripsikan peralatan, kantor, personil utama, pemasok, pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Karyawan baru sering dibanjiri dengan akronim dan jargon yang, setelah enam bulan pada pekerjaan itu, telah menjadi bagian dari bahasa rnereka. Setelah diserap, peristilahan ini bertindak sebagai sebutan bersama yang menyatukan anggota-anggota budaya atau sub-budaya tertentu.<br /><br />MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASi YANG ETIS<br />Isi dan kekuatan budaya mempengaruhi iklim etis organisasi dan perilaku etis para anggotanya.<br />Budaya organisasi yang paling mungkin membentuk standar etis tinggi adalah budaya yang tinggi dalam mentolerir risiko, rendah sampai sedang dalam keagresifan, dan berfokus pada sarana dan juga hasil. Para manajer dalam budaya semacam itu didukung untuk mengambil risiko dan melakukan inovasi, ikut nielibatkandiri dalam persaingan yang tak terkendali, dan mernberlkan perhatian pada bagaimana caranya mencapai sasaran dan sasaran apa yang mau dicapai.<br />Budaya organisasi yang kuat akan berpengaruh lebih besar terhadap karyawan dibanding budaya yang lemah. Jika memang kuat dan mendukung satandar etis yang tinggi, budaya itu seharusnya memiliki pengaruh yang sangat kuat dan posirif terhadap perilaku karyawan.<br />Apa yang dapat dilakukan manajemen untuk menciptakan budaya yang lebih etis? Ada kombinasi praktik-praktik berikut:<br />Jadilah model peran yang kelihatan. Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai tolak ukur untuk merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen senior terlihat mengambil jalur cepat yang etis, ia memberikah pesan yang positif untuk semua karyawan.<br />Komunikasikanlah harapan etis. Ambiguitas etis dapat dirninimalisir oleh penciptaan dan penyebaran kode etik organisassi. Kode etik tersebut harus menetapkan nilai-nilai utama organisasi dan kaidah etis yang diharapkan untuk diikuti karyawan.<br />Berikanlak pdatihan etis. Adakanlah seminar, lokakarya, dan program-program pelatihah etis yang setupa. Gunakanlah sesi pelatihan ini untuk mendorong standar perilaku organisasi; untuk mengklarifikasi praktik apa yang boleh dan , apa yang tidak boleh; dan untuk mengajukan dilema etis yang rnungkin.<br />Berikanlah imbalan secara terang-terangan terhadap tindakan etis dan berikan hukuman terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinena dari manajer harus mencakup evaluasi poin demi poin tentang apakah memang keputusannya sesuai dengan kode etik organisasi. Penilaian 'harus mencakup sarana yang diambil untuk mencapai sasaran dan juga hasil itu sendiri. Perilaku orang yang bertindak etis hendaknya diberi imbaian secara terang-terangan. Yang tidak kalah penting juga, tindakan yang tidak etis harus dihukum secara kasat mata.<br />Sediakanlah mekanisme yang bersifat melindungi. Organisasi perlu menyediakan mekanisme formal sehingga karyawan dapat membahas dilema etis dan melaporkan perilaku yang tidak etis tanpa takut ditegur. Ini mungkin mencakup pengadaan konselor etik, ombudsmen, atau pejabat etik.<br /><br />MENCIPTAKAN BUDAYA YANG TANGGAP TERHADAP PELANGGAN<br />Pengecer Francis mempunyai reputasi yang mapan dalam hal ketidak-acuhan terhadap pelanggan. Tenaga penjual; misalnya, secara rutin memperlihatkan kepada pelanggan bahvva percakapan teiepon mereka tidak boleh diinterupsi. Sekadar mendapatkan bantuan dari tenaga penjual dapat menjadi tantangan. Dan tidak ada seorang pun di Francis yang merasa heran bahwa pemilik toko Paris harus megeluh bahwa dia tidak dapat mengerjakan pembukuan sepanjang pagi karena diganggu oleh pelanggan.<br />Kebanyakan organisasi dewasa ini berupaya sangai keras untuk tidak seperti Prancis. Mereka berusaha menciptakan budaya yang tanggap terhadap pelanggan karena mereka mengakui bahwa ini merupakan jalur menuju kesetiaan pelanggan dan kemampuan menghasilkan laba jangka panjang.<br />Variabel-variabel Kunci yang Membentuk Budaya Tanggap terhadap Pelanggan<br /> Tinjauan terhadap bukti penelitian menemukan bahwa ada beberapa variabel yang secara rutin terdapat dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan. Pertama adalah tipe karyawan itu sendiri. Organisasi beroritentasi pelanggan yang berhasil, mempekerjakan karyawan yang terbuka dan ramah. Kedua adalah formalisasi yang rendah. Karyawan jasa perlu memiliki kebebasan untuk memenuhi tuntutan layanan pelanggan yang senantiasa berubah. Kaidah, prosedur, dan aturan yang kaku, menimbulkan kesulitan ini. Ketiga adalah perluasan formalisasi yang rendah, yakni penggunaaan pemberdayaan secara luas. Karyawan yangdiberdayakan memiliki keleluasaan keputusan untuk melakukan apa yang perlu demi menyenangkan pelanggan. Keempat adalahketerampilan mendengar yang baik. <br /> Karyawan dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan memiliki kemampuan mendengarkan dan memahami pesan yang dikirim oleh pelanggan. Kelima adalah kejelasan peran. Karyawan jasa bertindak sebagai "perentang batas" antara organisasi dan pelanggan. Mereka harus menyetujui tanpa bantahan baik terhadap permintaan majikan maupun pelanggan. Ini dapat menimbulkan ambiguitas dan konflik peran yang besar, yang mengurangi kepuasan jabatan karyawan dan menghambat kinerja layanan karyawan. Budaya tanggap-terhadap pelanggan yang sukses akan mengurangi ketidakpastian karyawan mengenai cara terbaik menjalankan pekerjaan mereka dan pentingnya aktivitas jabatan. <br /> Akhirnya budaya tanggap-terhadap pelanggan niemiliki karyawan yang memperlihatkan perilaku kewargaan organisasi Mereka bersikap sungguh-sungguh atas keinginan mereka menyenangkan pelanggan Dan mereka ingin mengambil inisitiatip untuk memuaskan kebutuhan pelanggan meskipun itu di luar tuntutan normal jabatan mereka. <br />Singkatnya, budaya tanggap-terhadap-pelanggan mempekerjakan karyawan yang berorientasi-layanan dengan keterampilan mendengar yang baik dan keinginan bekerja melebihi batas uraian jabatannya agar dapat melakukan apa yang perlu untuk menyenangkan pelanggan, Hal itu kemudian memperjelas peran mereka, membebaskan mereka untuk mernenuhi kebutuhan pelanggan yang senantiasa berubah dengan memmimalisir kaidah dan peraruran, dan memberikan keleluasan keputusan yang luas untuk melakukan pekerjaan mereka bila mereka menggangap keleluasaan itu memang perlu.<br />Tindakan Manajerial <br />Berdasarkan pada karakter yang sudah diidentifikasi sebelumnya, kita dapat mengemukakan sejumlah tindakan yang dapat diambil manajemen jika ia ingin membuat budayanya menjadi lebih tanggap-terhadap-pelanggan. Tindakan-tindakan ini dirancang untuk menciptakan karyawan dengan kompetensi, kemampuan, dan keinginan untuk rnenyelesaikan masalah pelanggan ketika muncul. <br />Seleksi Tempat untuk mulai membangun budaya tanggap-terhadap pelanggan adalah mempekerjakan orang yang memiliki kepribadian dan sikap yang konsisten terhadap orientasi layanan yang tinggi, di bidang kontak-layanan. Karyawan dan eksekutif perusahaan secara cermat menilai apakah calon-calon itu memiliki kepribadian yang terbuka dan senang dengan kegembiraan yang diinginkan oleh perusahaan itu untuk dimiliki oleh semua karyawannya.<br />Studi menunjukkan bahwa keramahan, kegairahan, dan perhatian dalam diri karyavvan jasa secara positif mempengaruhi persepsi pelanggan tentang mutu layanan. Maka manajer harus mencari ciri semacam ini dalam diri para pelamar. Selain itu, calon-calon pekerja harus disaring sehingga rekrutan baru memiliki kesabaran, perhatian terhadap yang lain, dan keterampilan mendengar yang terkait dengan karyawan yang berorientasi-pada pelanggan.<br />Pelatihan dan Sosialisasi Organisasi yang berusaha menjadi lebih tanggap terhadap pelanggan tidak selalu harus melakukan perekrutan semua karyawan baru. Yang lebih umum, adalah bahwa manajemen menghadapi tantangan untuk membuat karyawan yang sekarang ada menjadi lebih berfokus pada pelangan. Dalam hal ini, yang lebih ditekankan adalah pelatihan, bukan perekrutan. Isi program pelatihan sangat bervariasi tetapi akan berfokus pada soal meningkatkan pengetahun produk, mendengarkan aktif, rnenunjukkan kesabaran, dan tidak memperlihatkan emosi.<br />Selain itu, karyawan baru yang memiliki sikap ramah terhadap pelanggan, sekalipun mungkin perlu memahami harapan manajemen. Dengan demikian semua orang di bidang kontak layanan baru hendaknya disosialisasikan mengenai sasaran dan nilai organisasi. Akhirnya, bahkan karyawan yang paling berfokus pada pelanggan pun dapat saja kehilangan arah. Ini hendaknya diluruskan dengan memutakhiran pelatihan secara teratur di mana nilai perusahaan yang berfokus pada pelanggan dinyatakan lagi dan diperkuat lagi.<br />Rancangan Struktural Struktur organisasi periu iebih banyak memberikan kendali ; Ice karyawan. Ini dapat dicapai dengan mengurangi kaidah dan aturan. Karyawan itu 'lebih mampu memuaskan pelanggan bila mereka memiliki bebcrapa kendali atas perjumpaan pelayanan. Dengan demikian manajemen perlu memberi kesempatan karyawan menyesuaikan perilaku mereka dengan kebutuhan dan perrnintaan pelanggan yang senantiasa berubah. Apa yang tidak ingin didengarkan oleh pelanggan adalah tanggapan seperti "Saya tidak dapat menangani ini. Anda perlu berbicara dengan seseorang lain"; atau "Mohon maaf itu tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan kami."<br />Pemberdayaan Konsisten dengan formalisasi yang rendah adalah pemberdayaan karyawan dengan memberikan keleluasaan untuk mengambil keputusan dari hari ke hari menyangkut kegiatan-kegaitan yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu merupakan komponen yang perlu pada budaya yang tanggap-terhadap-pelanggan karena kornponen ini memungkinkan karyawan jasa membuat keputusan di tempat secara cepat sehingga benar-benar memuaskan pelanggan.<br />Kepemimpinan Para pemimpin menyampaikan budaya orgaiiisasi melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Para pemimpin yang efektif dalam budaya yang tanggap-terhadap-pelanggan menyampaikan budaya tersebut melalui penganutan visi yang berfokus pada pelanggan dan menunjukkannya lewat perilaku terus menerus mereka bahwa mereka setia kepada pelanggan. CEO dalam hampir setiap organisasi yang berhasil menciptakan dan mempertahankan budaya tanggap-terhadap pelanggan, memainkan peran utama dalam menyampaikan pesan itu.<br />Evaluasi Kinerja Ada sejumlah bukti penelitian mengesankan yang menunjukkan bahwa evaiuasi kinerja berdasarkan-perilaku itu: konsisten dengan peningkatan layanan pelanggan. Evaluasi berdasarkan perilaku memberikan imbalan ke karyawan berdasar cara mereka berperilaku dan bertindak berdasarkan kriteria seperti usaha komitmen, kerja tim, keramahan, dan kemampuan menyelesaikan masalah pelanggan dan bukannya berdasarkan hasil yang dapat diukur, yang telah berhasil merekacapai. Mengapa dalam memperbaiki layanan, porilaku lebih unggul daripada hasil? Karena penilaian itu mendorong karyawan berperilaku yang kondusif terhadap peningkatan mutu pelayanan dan memberi karyawan lebih banyak kendali atas kondisi yang mempengaruhi evaluasi kinerja mereka.<br />Selain itu, budaya yang tanggap terhadap pelanggan akan didorong oleh penggunaan evaluasi 360-derajat yang mengikut-sertakan masukan dari para pelanggan. Justru fakta bahwa karyawan mengetahui penilaian kinerja mereka akan mencakup evaluasi dari pelanggan, mungkin akan membuat mereka lebih memperhatikan pemuasan kebutuhan pelanggan. Tentu saja, ini seharusnya digunakan untuk karyawan yang berkontak langsung dengan pelanggan.<br />Sistem Imbalan Akhirnya, jika manajemen ingin agar karyawan memberikan layanan yang baik, maka ia harus memberikan imbalan berdasar layanan yang baik. Ia perlu memberikan pengakuan terus menerus kepada karyawan yang menunjukkan usaha yang luar biasa untuk menyenangkan pelanggan, dan yang sudah dipilih oleh pelanggan karena "melakukan sesuatu yang luar biasa." Dan manajemen perlu memberikan upah dan promosi yang sesuai dengan layanan pelanggan yang luar biasa.<br /><br />SPIRITUALITAS DASAR BUDAYA ORGANJSASI<br />Apa yang sama-sama dilakukan oleh Southwest Airlines, Homemade-nya Ben & Jerry, Hewlett-Packard, Wetherill Associates, dan Tom's of Maine? Mereka termasuk ke dalam sejumlah organisasi sedang bertumbuh yang menganut spiritualitas tempat kerja.<br />Spiritualitas<br />Spiritualitas tempat kerja itu tidak menyangkut praktik religius yang terorganisasi. Itu tidakmenyangkutTuhanatau teologi. Spiritualitas tempat kerja mengakui bahwa orang memiliki kehidupan batiniah yang memelihara dan dipelihara oleh pekerjaan bermakna yang ada dalam konteks masyarakat. Organisasi-organisasi yang mempromosikan budaya spiritual mengakui bahwa orang vang memiliki pikiran dan roh, berusaha menemukan makna dan tujuan hidup dalam kerja mereka, dan ingin berhubungan dengan umat manusia lain dan. ingin menjadi bagian dari masyarakat.<br />Mengapa Spiritualitas Muncul Sekarang?<br />Sepanjang sejarah, model manajemen dan perilaku orgamsasi tidak mempunyai ruang untuk Spiritualitas. Seperti mitos tentang rasionalitas mengasumsikan bahwa organisasi yang dijalankan. dengan baik akan menghilangkan perasaan. Sama halnya, perhatian terhadap kehidupan batin karyawan tidak berperan dalam model yang benar-benar ,rasional. Tetapi karena kita sekarang sudah menyadari bahwa studi tentang emosi rneningkatkan pernahaman kita tentang perilaku organisasi, kesadaran Spiritualitas dapat membantu kita memahami Iebih baik perilaku karyawan dalam abad duapuluh satu.<br /><br />Ciri-ciri Organisasi Spiritual<br />Konsep tentang Spiritualitas tempat kerja muncul dari pembahasan kita sebelumnya tentang topik-topik seperti nilai, etika, rnotivasi, kepernimpinan, dan keseimbangan kehidupan pribadi/kerja. Seperti akan Anda lihat, misalnya, organisasi spiritual berhubungan dengan membantu orang mengembangkan dan mencapai potensi mereka sepenuhnya. Ini anaiogi dengan uraian Maslow tentang aktualisasi diri yang kita bahas mengenai rnotivasi. Sama halnya, organisasi yang memperhatikan Spiritualitas lebih mungkin untuk secara langsung mengemukakan masalah yang ditimbulkan oleh konflik kehidupan pribadi/kerja.<br />Sangat Memperhatikan Tujuan Organisasi spiritual membangun budaya mereka berdasar tujuan yang bermanfaat. Walaupun mungkin penting, laba bukan merupakan nilai utama organisasi- Southwest Airlines, misalnya, sangat setia pada memberikan tarif penerbangan yang paling rendah, layanan tepat waktu, dan pengalaman yang menggembirakan pelanggan- Ben & Jerry's Homemade telah mengaitkan secara erat perilaku yang bertanggung ja wab secara sosial ke produksi dan penjualan es krimnva Tom's of Maine berusaha keras menjual produk-produk rumah tangga perawatan diri yang terbuat dari unsur-unsur alami dan ramah lingkungan.<br />Fokus pada Pengembangan Individu Organisasi-organisasi spiritual mengakui bobot dan nilai orang. Mereka tidak hanya memberikan jabatan. Mereka berusaha menciptakan budaya yang rnemungkinkan karyawan dapat terus menerus belajar dan bertumbuh. Dengan mengakui pentingnya orang, mereka juga berusaha memberikan keamanaan kerja. Hewlett-Packard, misalnya, telah secara ekstrirn berusaho meminimalisasikan dampak merosotnya ekonomi pada stafnya. Perusahaan itu telah rnenangani kemerosotan ekonomi sementara melalui pengurangan sukarela dan mempersingkat pekan kerja (dianut oleh semua); dan pengurangan jangka panjang melalui pensiun dini dan buyout.<br />Kepercayaan dan Keterbukaan Ciri-ciri organisasi spiritual adalah kepercayaan timbal balik, kejujuran, dan keterbukaan. Para manajer tidak takut mengakuikesalahan. Dan mereka cenderung sangat berterus terang dengan karyawan, pelanggan, dan pemasok. Dirut Wetherill Associates, perusahaan distribusi suku cadang mobil yang sangat berhasil, mengatakan: "Kami tidak berbohong di sini, dan setiap orang mengetahuinya. Kami ini spesifik dan jujur tentang mutu dan kelayakan produk untuk kebutuhan pelanggan kami, meskipun kami tahu mereka tidak mungkin bisa mengendus masalah mutu itu sedikitpun.<br />Pemberdayaan Karyawan Iklim kepercayaan-tinggi dalam organisasi spiritual, bila digabungkan dengan keinginan memajukan pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, mengakibatkan manajemen memberdayakan karyawan sehingga rnampu mengambil sebagain besar keputusan yang berhubungan dengan kerja. Para manajer dalam organisasi yang berbasis spiritual senang mendelegasikaan wewenang ke masing-masing karyawan dan tim. Mereka percaya karyawan mampu mengambil keputusan yang hati-hati dan penuh pertimbangan. Sebagai contoh,karyawan Soutwest Airline — termasuk avvak penerbangan, perwakilan layanan pelanggan, dan pengurus bagasi — didorong untuk mengambil tindakan apa pun yang mereka rasa perlu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau membantu teman kerja, meskipun itu berarti melawan kebijakan perusahaan.<br />Toleransi terhadap Ekspresi Karyawan Karakter terakhir yang membedakan organisasi berbasis. spiritual adalah bahwa mereka tidak melumpuhkan emosi karyawan. Mereka memungkinkan orang untuk menjadi diri mereka sendiri mengekspresikan suasana hati dan perasaan mereka tanpa rasa salah atau takut ditegur. Karyawan pada Sotuhwest Air, misalnya, didorong untuk mengekspresikan rasa hu¬mor mereka saat bekerja, bertindak secara spontan, dan membuat pekerjaan mereka menjadi menyenangkan. <br /><br />Kritik terhadap Spiritualitas<br /> Para pengeritik gerakan spiritualitas dalam organisasi telah berfokus pada dua isu. Pertama adalah pertanyaan tentang legitimasi. Khususnya, apakah organisasi memiliki hak untuk memborikan nilai spiritual ke karyawan mereka? Kedua adalah pertanyaan tentang ekonomi. Apakah spiritualitas dan laba itu kompatibel?<br />Tentang pertanyaan pertama, jelas ada potensi pemberian tekanan pada spiritualitas yang akan membuat beberapa karyawan merasa tidak enak. Para pengeritik mungkin berpendapat bahwa lembaga-lembaga sekular khususnya perusahaan bisnis, tidak berurusan dengan soal pemberian nilai spiritual ke karyawan. Tidak diragukan, kritik ini absah bila spiritualitas didefinisikan sebagai membawa agama dan Tuhan ke tempat kerja. Akan tetapi, kritik itu tampaknya kurang mengena biia tujuannya terbatas pada membantu karyawan menemukan makna dalam kehidupan kerja mereka. <br />Isu tentang apakah spiritualitas dan laba itu kompatibel tentu saja merupakan nertanyaan yang relevan bagi para manajer dan investor bisnis. Buktinya, walaupun erbatas, menunjukkan bahwa dua tujuan itu bisa sangat kompatibel. Studi riset terbaru yangg dilakukan oleh perusahaan konsulting menemukan bahwa perusahaan yang memperkenalkan spiritualitas berdasar pada yang mampu meningkatkah produktivitas dan sangat mengurangi keluar-masuk karyawan. Studi lain menemukan bahwa rganisasi yang memberi karyawan mereka peluang pengembangan spiritual, erprestasi melebihi organisasi yang tidak memberikannya.<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN<br /><br />BUDAYA ORGANISASI<br />Budaya organisasi mengacu pada sebuah system makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih seksama, adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ada 7 karakteristaik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur sebuah organisasi.<br />1. inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.<br />2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.<br />3. orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.<br />4. orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.<br />5. orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada individu.<br />6. keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.<br />7. stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan<br /><br />BUDAYA ADALAH SUATU ISTILAH DESKRIPTIF<br />Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini membedakan konsep ini dengan konsep kepuasan kerja yang bersifat evaluatif.<br />APAKAH ORGANISASI MEMILIKI BUDAYA YANG SERAGAM<br />Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Ini menjadi jelas manakala kita mendefinisikan budaya sebagai sebuah sistem makna bersama. Karena itu kita bisa berharap bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan mengalami budaya organisasi dengan pengertian serupa.<br /><br />BUDAYA KUAT vs BUDAYA LEMAH<br />Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai inti organisasi dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat budaya tersebut dan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku-perilaku anggotanya karenakadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan suasana internal berupa kendali perilaku yang tinggi. Salah satu hasil spesifik dari kultur yang kuat adalah menurunnya tingkat perputaran karyawan. Budaya yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antara anggota mengenai apa yang diyakini organisasi.<br />BUDAYA vs FORMALISASI<br />Budaya organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi perilaku. Dalam pengertian ini, kita semestinya menyadari bahwa budaya yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti formalisasi.<br />BUDAYA ORGANISASI vs BUDAYA NASIONAL<br />Penelitian menunjukkan bahwa budaya nasional memiliki dampak yang lebih besar terhadap karyawan daripada kultur organisasi mereka. Ini berarti bahwa bila budaya organisasi ditemukan mempengaruhi pembentukan perilaku karyawan, budaya nasional demikian pula, bahkan lebih.<br />FUNGSI-FUNGSI BUDAYA <br />Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi<br />1. Berperan sebagai penentu batas-batas. <br />2. Budaya menciptakan perbedaan atau distingsi anntara satu organisasidengan organisasi lainnya, <br />3. Memuat rasa identitas anggota organisasi<br />4. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.<br />5. Budaya meningkat stabilitas sistem sosial.<br />6. Budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.<br />BUDAYA SEBAGAI BEBAN<br />Aspek-aspek budaya yang berpotensi disfungsional, terutama aspek yang besar, terhadap keefektifan sebuah organisasi:<br />Hambatan untuk perubahan<br />Hambatan bagi keragaman<br />Hambatan bagi akuisisi dan merger<br />ASAL MUASAL BUDAYA <br />Kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini terutama merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya pada masa lalu.<br />SPIRITUALITAS DAN BUDAYA ORGANISASI<br />Spiritualitas di tempat kerja sama sekali tidak terkait dengan praktek-praktek religius yang terorganisasi dan menyadari bahwa manusia memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks komunitas.<br /><br /><br /><br /><br /></DIV>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-39685799663861687352010-01-08T15:32:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.675-07:00PO Eva 07<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang masalah<br />Budaya Organisasi<br />Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.<br />Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :<br />a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.<br />b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.<br />c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.<br />d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.<br />e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.<br />Sumber-sumber Budaya Organisasi<br />Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:<br />1. Pengaruh umum dari luar yang luas mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.<br />2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat<br />Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.<br />3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.<br />Fungsi Budaya Organisasi<br />Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :<br />a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.<br />b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.<br />c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.<br />d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.<br />e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.<br />Ciri-ciri Budaya Organisasi<br />Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:<br />1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.<br />2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.<br />3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.<br />4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.<br />5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.<br />6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.<br />7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.<br />Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).<br />Tipologi Budaya<br />Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi:<br />1. Akademi<br />Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.<br />2. Kelab<br />Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.<br /><br />3. Tim Bisbol<br />Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.<br />4. Benteng<br />Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan<br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Adapun rumusan dalam masalah ini adalah ”Bagaimana budaya dalam sebuah organisasi?”<br />C. Tujuan Penulisan <br />Setelah mempelajari materi ini melalui telaah bahan bacaan dan hasil dari evaluasi, serta media elektronik. Maka diharapkan kita dapat memahami sejauh mana budaya mempengaruhi suatu organisasi.<br />D. Metode<br />Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data sekunder dan primer dari media cetak dan media elektronik.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /><br />PELOPOR BUDAYA<br />Pertengahan tahun1980 an organisasi dianggap semata-mata alat yang rasional untuk menkoordinasi dan mengendalikan sekelompok orang. Didalamnya ada tingkat vertikal, departement, hubungan, dan seterusnya. Sebenarnya oranisasi memiliki kepribadian seperti individu, bias ramah, kaku, fleksibel, inovativ atau konservatif. Masing- masingnya memiliki perasaan dan karakter unik diluar karakteristik strukturalnya. Para teoritis organisasi menyadari hal ini dengan menyadari pentingnya peran yang dimainkan budaya tersebut dalam kehidupan anggota organisasi. Asal-usul budaya sebagai variable independent yang mempengaruhi sikap dan prilaku karyawan dapat ditelusuri melalui gagasan pelembagaan.<br />Organisasi menjadi terlembaga apabila organisasi terseut memiliki kehidupan tersendiiri terlepas dari kahidupan para pendirinya atau anngotanya. Sony, Mc donald’s dan Disney merupakan contoh organisasi yang hingga sekarang usianya melebihi usia para angotanya yang manapun. Apabila organisasi terlembaga, organisasi itu diharagai atas dirinya tidak hanya sekedar atas barang atau jasa yang dihasilkan. Jika tujuan aslinya tidak relevan organisasi itu tidak gulung tikar, malah akan mendefinisikan ulang dirinya.<br />Pelembagaan itu berlangsung dalam rangka menhasilkan pemahaman bersama dikalangan anggota mennenai prilaku yang tepat dan bermakna. Jadi bila organisasi menjadikan dirinya lembaga permanen, dengan sendirinya modus prilaku yang dapat diterima menjadi sangan jelas dimata anggotanya. Pada hakikatnya langkah itu sama dengan budaya organisasi dengan demikian, memahami apa yang dibentuk budaya organisasi dan bagaimana budaya itu diciptakan, diprtahankan dan dipelajari, akan meningkatkan kemampuan untuk menjeaskan dan meramalkan prilaku orang ditempat kerja.<br /><br />BUDAYA ORGANISASI<br />Budaya organisasi mengacu kepada sistem bersama yan dianut oleh anggiota-anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain. Sistem makna bersama itu merukapak seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Tujuh karakteristik primer hakikat dari budaya organisasi:<br />1. organisasi dan pengambilan resiko, sejauh mana karyawan didoron agar inovatif dan menambil resiko.<br />2. pehatian terhadap detai, karyawan dituntut memperhatikan kecermatan, analisis dan perhatikan detail.<br />3. orientasi hasil, manajement memusatkan perhatian pada hasil.<br />4. orientasi orang, perhitungan dampak hasil terhadap orang di organisasi tersebut.<br />5. orientasi tim, kegiatan kerja yang diorganisasikan berdasarkan tim.<br />6. keagresifan, orang-orang harus agresif dan kompetitif buakn santai.<br />7. kemantapan, organisasi mempertahankan status kuo bukan pertumbuhan.<br />Karakteristik tersebut menekankan pada kontinum dari rendah ketinggi. Dengan menilai organisasi tersebut berdasarkan karakteristik ini, diperoleh gambaran atas budaya organisasi tersebut. Gambaran tersebut menjadi dasar pemahaman bersama ang dimiliki para anggota dari organisasi itu, cara penyelesaian urusan didalamnya, dan cara anggota diharapkan berprilaku. <br />Budaya merupakan istilah deskriptif<br />Budaya organisasi berkaitan dengan cara karyawan mempresepsikan karakteristik budaya organisasi, bukan dengan mereka menyukai budaya organisasi tersebut atau tidak. Artinya budaya merupakan istilah deskriptif. Pemahaman ini membedakan konsep budaya dari konsep kepuasan kerja.<br />Sebaliknya, kepuasan kerja berupaya mengukur respon efektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan bagaimana perasaan karyawan terhadap harapan organisasi itu, praktok imbalan dan yang serupa. Hendaknya diingat bahwa istilah budaya organisasi adalah deskriptif, sedankan kepuasan kerja adalah evalluatif.<br />Apakah organisasi memiliki budaya yang seragam?<br />Budaya organisasi menunjukan presepsi bersama yang dianut oleh anggota organisasi itu. Konsep ini menjadi eksplisit ketika budaya sebagai sistem makna yang dianut bersama. Olehkarena itu diharapkan individu dengan latar belakang yang berlainan dalam organisasi akan cederun mendeskriptifkan budaya organisasi denan istilah yang serupa. Tapi pengakuan bahwa budaya organisasi mempunyai sifat umum tidak berarti bahwa tidak ada sub-sub budaya dalam setiap budaya yang ada. Kebanyakan oranisasi nag besar memiliki budaya organisasi yan dominan dari sejumlah sub budaya.<br />Budaya yang dominan mengungkapkan nilai-nilai yang dianut bersama oleh mayoritas anggota organisasi tersebut. Pandangan makro pada budaya itu memberi organisasi kepribadian yang jelas terbedakan. Sub budaya cenderung berkembang dalam organisasi besar untuk mencerminkan masalah, situasi atau pengalaman bersama yang dihadapi para anggotanya. Sub budaya itu cenderung didefinisikan menurut perancangan apartement dan pemisahan geografis. Sub budaya ini mencangkup nilai inti budaya dominan plus nilai tambahan yang unik bagi anggota-angota departemen penjualan. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi dimodifikasi agar mampu mencerminkan situasi unit terpisah yang jelas terbedakan.<br />Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan tersusun dari banyak sub budaya, nilai budaya organisasi sebagai variable independen akan sangat berkuran karena tidak akan ada penafsiran yang seragam atas apa yang merupakan prilaku yang tepat dan tidak tepat. Aspek makna bersama menjadi piranti yang ampuh untuk memadu dan membentuk prilaku. Tapi kita tidak dapat mengabaikan realitas bahwa banyak organisasi mempunyai sub budaya yang dapat mempengaruhi prilaku anggotanya.<br />Budaya kuat versus budaya lemah<br />Budaya kuat memiliki dampak yang lebih besar daripada prilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengurangan tingkat keluar masuknya karyawan. Dalam budaya kuat, nilai inti organisasi itu dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara luas. Makin banyak anggota menerima nilai inti, makin besar komitmen mereka kepada nilai itu, makin kuat budaya tersebut.budaya kuat lebuh berpengaruh karena kuatnya tingkat kebersamaan dan intensitas iklim internal atas pengendalian prilaku yang tinggi.<br />Hasil dari budaya yang kuat adalah menurunnya tingkat keluarnya karyawan. Budaya yang kuat memperlihatkan kesempatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi itu. Kebulatan tersebut membina kekohesifan, kesetiaan dan komitmen organisasi. cirri tersebut mengurangi keenderungan karyawan meninggalkan organisasi tersebut.<br />Budaya versus Formalisasi<br />Budaya organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi prilaku. Sehingga dapat bertindak sebagai pengganti atas formalisasi. Formalisasi yang tinggi daam organisasi menciptakan prediktabilitas, ketertiban dan konsistensi. Formalisasi dan budaya sebagai dua jalan berlainan yang bertujuan sama. Makin kuat budaya organisasi makin kurang perlu manajemen itu memperhatikan penyusunan aturan formal untuk memadu prilaku karyawan. Paduan tersebut di internalkan kedalam diri para karyawan apanila karyaawan tersebut menerima budaya organisasi itu.<br /> Budaya organisasi lawan budaya nasional<br />Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat mengenai prilaku organisasi di Negara yang berlainan. Budaya nasional mempunyai dampakk yang lebih besar pada karyawan daripada budaya organisasi mereka. <br /><br />FUNGSI BUDAYA<br />Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem social. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.<br />Peran budaya dalam mempengaruhi periiaku karyawan tampaknya makin penting di tempat kerja dewasa ini. Dengan telah dilebarkannya rentang kendali didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi. dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.<br />Bukanlah kebetulan bahwa para karyawan di Disneyland dan Disney World tampaknya hampir secara universal menarik, bersih, dan tampak bugar, dengan senyum cemerlang. Itulah citra yang diupayakan oleh Disney. Penisahaan itu memilih karyawan yang akan memberikan citra itu. Dan begitu bekerja, budaya kuat, yang didukung oleh aturan dan pengaturan yang formal, memastikan bahwa karyawan Disney akan bertindak dalam cara yang relatif seragam dan dapat diramalkan.<br /><br />Budaya sebagai Beban <br />Kami memperlakukan budaya dalam cara yang tidak bersifat menghakimi. Kami tidak mengatakan bahwa budaya itu baik atau buruk; kami hanya mengatakan bahwa budaya itu ada. Banyak dari fungsinya, seperti diikhtisarkan, bermanfaat bagi organisasi maupun karyawan. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan. Jelas ini memberi manfaat ke<br />organisasi. <br />Dari titik pandang karyawan, budaya itu bermanfaat karena mengurangi ambiguitas. Budaya memberitahu para karyawan cara melakukan segala sesuatu dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang berpotensi disfungsional, teristimewa budaya yang kuat, yang justru mengganggu fungsi keefektifan organisasi.<br />Hambatan Terhadap Perubahan. Budaya itu menjadi beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi itu dinamis. Bila lingkungan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya organisasi itu yang telah berakar mungkin tjdak lagi tepat. Jadi konsistensi perilaku merupakan aset bagi organisasi bila organisasi itu menghadapi lingkungan yang stabil. <br />Tetapi konsistensi dapat membebani organisasi itu dan membuatnya kesulitan menanggapi perubahan-perubahan lingkungannya. Perusahaan-perusahaanI mempunyai budaya yang kuat yang berhasil dengan baik untuk mereka di masa lalu. Tetapi budaya kuat ini menjadi penghalang terhadap perubahan ketika "bisnis seperti lazimnya" tidak lagi efektif. <br />Hambatan Terhadap Keanekaragaman . Mempekerjakan karyawan-karyawan baru karena alasan ras, kelamin, cacat, atau perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi, menciptakan paradoks. Manajemcn mengingmkan karyawan baru itu menerima nilai budaya inti organisasi itu. Bila tidak, kecil kemungkinan bahwa karyawan ini cocok atau dapat diterima. Tetapi pada saat yang sama, manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan menunjukkan dukungan terhadap perbedaan-perbedaan yang dibawa karyawan ini ke tempat kerja.<br />Budaya yang kuat sangat menekan para karyawan agar menyesuaikan diri. Budaya yang kuat juga membatasi rintangan nilai dan gaya yang dapat diterima. Organisasi-organisasi mencari dan memperkerjakan individu yang beranekaragam karena kekuatan alternatif yang dibawa mereka ke tempat kerja. namun perilaku dan kekuatan yang beranekaragam itu cenderung mengurangi budaya kuat ketika orang berikhtiar untuk menyesuaikan diri dengan organisasi itu. Oleh karena itu, budaya kuat dapat merupakan beban bila budaya itu secara efektif menyingkirkan kekuatan unik yang dibawa oleh orang-orang dengan latar belakang yang berlainan tersebut ke dalam organisasi itu. Lagi pula budaya kuat dapat juga menjadi kelemahan bila, ternyata mendukung bias institusi atau menjadi tidak peka terhadap orang-orang yangberbeda.<br />Hambatan Terhadap Merger dan Akuisisi . Secara historis taktor-t'aktor utama vang diperhatikan manajemen dalam mengambil keputusan merger atau akuisisi akan terkaitdengan keuntungan finansial atau sinergi produk. Dalam tahun-tahun terakhir ini kecocokan budaya tclah menjadi perhatianutama. Walaupun laporan keuangan atau lini produk yang menyenangkan dapat menjadi penarikawal atas calon akuisisi, tetapi apakah akuisisi itu benar-benar berhasil tampaknya akan lebih terkait dengan seberapa betapa baik budaya kedua organisasi itu bersesuaian.<br /><br />MENCIPTAKAN DAN MEMPERTAHANKAN BUDAYA<br />Budaya organisasi tidak muncul begitu saja dari kehampaan. Setelah terbentuk, jarang budaya itu berangsur padam. <br />Asal Mula Budaya <br />Kebiasaan, tradisi, dan cara urnum organisasi melakukan segala sesuatu pada sekarang ini sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang telah diperoieh melalui usaha keras tersebut. Ini membimbing kita ke sumber paling akhir dari budaya organisasi: pendirinya.<br /> Para pendiri organisasi biasanya mempunyai dampak besar pada budaya awal organisasi tersebut. Mereka mempunyai visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Mereka tidak dikendalai oleh kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua anggota organisasi. Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara.; Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Dan akhirnya perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan, Pada. titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.<br />Menjaga Budaya agar Tetap Hidup<br />Setelah suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mernpertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat pengalaman yang serupa. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian irnbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dengan budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya, dan menghukum (dan bahkan memecat) mereka yang menentangnya Tiga kekuatan menrupakan bagian sangat penting dalam mempertahankan budaya: praktik seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi. <br />Seleksi Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemarnpuan melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Tetapi lazimnya lebih dari satu calon akan diidentifikasi sebagai memenuhi persvaratan bagi pekerjaan tertentu. Bila titik itu telah dicapai, akan naik untuk mengabaikan bahwa keputusan akhir mengenai siapa yang akan dipekerjakan bakal sangat dipengaruhi oleh penilaian pengambil keputusan mengenai seberapa baik calon-calon itu cocok dengan organisasi itu.<br /> Upaya untuk memastikan suatu kecocokan yang tepat ini, sengaja atau tidak, akan menghasilkan pekerja yang pada hakikamya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu. Di samping itu, proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisaai itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, dan, jika mereka merasakan konflik antara nilai mereka dan nilai organisasi, mereka dapat menyeleksi diri kemudian keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, memungkinkan pemberi kerja atau pelamar memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.<br />Manajemen Puncak Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka : berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengaiir ke bawah sepanjang otganisasi, misalnya, apakah pengambilan risiko diinginkan; berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka.<br />Sosialisasi. Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi oleh budaya organisasi itu. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru justru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, organisasi akan membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Untuk karyawan pendatang baru di jabatan tinggi, perusahan sering menghabiskan lebih banyak waktu dan usaha untuk proses sosialisasi.<br />Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai proses yang terdiri atas tiga tahap; prakedatangan, keterlibatan (encounter), dan metamorfosis. Tahap pertama meliputi semua pembelajaran yang terjadi sebelum anggota baru bergabung dengan organisasi itu. Dalam tahap kedua, karyawan baru itu melihat seperti apakah organisasi iru sebenarnya dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Dalam tahap ketiga, perubahan yang relatif tahan-lama akan terjadi. Karyawan baru itu menguasai keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya, berhasil melakukan perannya, dan melakukan penyesuaian terhadap nilai dan norma kelompok kerjanya. Proses tiga-tahap ini berdampak pada produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi, dan keputusan akhir untuk tetap bersama organisasi itu, <br />Tahap prakedatangan secara eksplisit mengakui bahwa tiap individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap; dan harapan. Nilai sikap, dan harapan mi mencakup kerja yang harus dilakukan maupun organisasi itu sendiri. Misalnya, dalam banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota baru akan menjalankan tingkat sosialisasi awal yang luar biasa melalui pelatihan di tempat kerja dan pengajaran di sekolah. Maksud utama sekolah bisnis, misalnya, adalah mensosialisasikan mahasiswa bisnis ke sikap dan perilaku yang diinginkan oleh perusahaan bisnis. <br />Model 1. Model sosialisasi<br /> <br />Jika eksekutif bisnis yakin bahwa karyawan yang sukses itu menghargai etika laba, dan setia, akan bekerja keras, berhasrat untuk berprestasi, dan bersedia menerima pengarahan dari atasan mereka, mereka dapat mempekerjakan individu-individu keluaran sekolah bisnis yang telah dibentuk sebelumnya dalam pola ini. Tetapi sosialisasi prakedatangan berlangsung tidak sekedar berkaitan dengan pekerjaan yang spesifik. Proses seleksi digunakan dalam kebanyakan organisasi untuk memberitahu calon karyawan mengenai organisasi itu sebagai keseluruhan. Memang, kemampuan individu untuk tampil secara tepat selama proses seleksi menentukan kemampuannya masuk ke dalam organisasi pertarna kali. Jadi, sukses bergantung pada sejauh mana anggota yang bercita-cita tinggi itu telah mengantisipasi dengan benar harapan dan hasrat orang di dalam organisasi itu yang bertugas menyeleksi. <br />Ketika memasuki organisasi, anggota baru itu memasuki tahap keterlibatan. Di sini individu itu menghadapi kemungkinan pemisahan antara harapannya mengenai pekerjaan, rekan sekerja, atasan, dan organisasi itu secara umum dan kenyataan. Jika harapan terbukti mendekati tepat, tahap keterlibatan itu sekadar memberikan pemastian-ulang atas persepsi yang diperoleh sebelumnya. Tetapi, sering tidak demikian. Jika harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru itu harus menjalani sosialisasi yang akan rnelepaskannya dari asumsi dia sebelumnya dan menggantikan asumsi itu dengan seperangkat asumsi lain yang dianggap lebih disukai oleh perusahaan itu, Ekstrimnya, anggota baru dapat benar-benar dikecewakan oleh aktualitas pekerjaannya dan kemudian mengundurkan diri. Seleksi yang baik seharusnya maupun mengurangi probabilitas terjadinya hal ini.<br />Akhirnya, anggota baru itu harus menyelesaikan setiap masalah yang dijumpai dalam tahap keterilibatan. Ini dapat berarti melewati perubahan-perubahan karenanya kita sebut ini sebagai tahap metamorfosis. Model1 merupakan alternatif yang dirancang untuk menghasilkan metamorfosis yang sangat diinginkan. misalnya, perhatian bahwa makin manajemen mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, tetap,berurutan, dan menekankan keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan dan perspektif pendatang baru itu akan ditanggalkan dan digantikan oleh perilaku yang terbakukan dan dapat diramalkan. Deteksi yang saksama oleh manajemen terhadap pengalaman sosialisasi pendatang baru dapat secara ekstrem menciptakan kaum konformis yang mempertahankan tradisi dan kebiasaan, atau individualis yang inventif dan kreatif yang menganggap tidak ada praktik organisasi yang dikeramatkan.<br />Bagaimana Budaya Terbentuk<br />Model2. meringkaskan bagaimana budaya organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi (criteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan. Tindakan rnanajemen puncak dewasa ini menentukan iklim umum perilaku yang dapatditerima. dan vang tidak. Bagaimana cara mensosialisasikan karyawan akan tergantung, pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi dan juga pada kelebih-sukaan manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.<br />Model2. Bentuk budaya organisasi<br /> <br /><br /><br /><br />BAGAIMANA KARYAWAN MEMPELAJARI BUDAYA<br />Budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah bentuk, yang paling ampuh adalah cerita, ritual, lambang-lambang yang bersifat kebendaan, dan bahasa.<br /><br /><br />Cerita .<br />Pada jaman Henry Ford IT preskom Ford Motor Co., orang akan sulit menemukan manajer yang belum pernah mendengar cerita mengenai bagaimana Tuan Ford mengingatkan eksekutitnya, bila mcreka terlalu congkak, bahwa "nama sa\-alah yang tercantum pada gedung itu." pesannva jelas: Henry Ford El lah yang menjalankan perusahaan itu!<br />Cerita seperti ini beredar dalam banyak organisasi, Cerita-cerita ini biasanya berisi dongeng peristiwa mengenai pendiri organisasi, peianggaran aturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatar. Kerja. Alokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lain, dan cara mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menautkan masa kini ke masa lampau dan memberikan penjelasan dan pengesahan atas praktik-praktik dewasa ini. Sebagian besar cerita ini berkembang secara spontan. Namun beberapa organisasi benar-benar berusaha mengelola unsur pembelajaran budaya ini.<br />Ritual<br />Ritual merupakan deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat niiai-nilai utama organisasi, sasaran apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan mana yang dapat dikorbankan. Dosen perguruan tinggi munjalani ritual yang berkepanjangan dalam permohonan mereka akan pekerjaan yang permanen kedudukan sebagai dosen tetap. Lazimnya, dosen borada dalam masa percobaan selama enam tahun. Pada akhir kurun waktu itu, kolega dosen itu harus membuat salah satu dari dua pilihan: terus berlanjut ke kedudukan sebagai dosen tetap atau mengeluarkan kontrak yang akan berakhir satu tahun. <br />Biasanya kedudukan tetap itu menuntut kinerja mengajar yang memuaskan, layanan ke jurusan dan universitas, dan kegiatan keilmuan. Tetapi tentu saja apa yang memenuhi persyaratan untuk kedudukan tetap dalam satu jurusan dalam satu universitas dapatdinilai sebagai tidakmemadai dalam jurusan lain, Kuncinya adalah bahwa keputusan kedudukan tetap itu, pada hakikatnya, meminta mereka yang telah berkedudukan tetap untuk menilai apakah calon itu telah memperlihatkan kecocokan dengnan berdasarkan kinerja enam tahun itu. Para kolega yang teiah bersosialisasi dengan baik akan membuktikan bahwa dirinya layak dianugerahi kedudukan tetap. Setiap tahun, ratusan dosen pada perguruan tinggi dan universi¬tas ditolak untuk memperoleh kedudukan tetap itu. <br />Dalam beberapa kasus, tindakan ini akibat kinerja yang buruk secara keseluruhan. Tetapi lebih sering keputusan itu dapat dirunut pada tidak berhasiinya dosen itu dalarn bidang-bidang yang diyakini sebagai penting oleh guru besar tetap. Dosen yang menghabiskan lusinan jam tiap pekan untuk menyiapkan kuliah dan meraih evaluasi yang sangat bagus dari para mahasiswa, tetapi mengabaikan kegiatan riset dan publikasinya, dapat dilewati dalam pemberian kedudukan tetap. <br />Apa yang telah terjadi itu semata-mata bahwa dosen itu telah gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ditentukan oleh jurusan itu. Dosen yang cerdik akan menilai secara dini dalam kurun waktu percobaan sikap dan perilaku apakah yang diinginkan kolega-koleganya dan kemudian akan mengajukan kepada mereka apa yang mereka inginkan. Dan, tentu saja, dengan menuntut sikap dan perilaku tertentu, para dosen yang telah berkedudukan-tetap itu mengambil langkah-langkah yang penting guna membakukan calon dosen yang akan berkedudukan-tetap.<br />Lambang Kebendaan<br />Beberapa perusahaan memberikan kepada eksekutif puncak mereka limosin bersopir dan, bila mereka melakukan perjalanan udara, penggunaan jet korporasi tanpa pembatasan. Yang lain mungkin tidak mendapatkan limosin atau jet pribadi, tetapi mereka mungkin masih mendapatkan mobil dan perjalanan udaranya dibayar oleh perusahaan. Hanya saja mobil itu adalah Chevrolet (tanpa sopir) dan tempat duduk dalam pesawat jet itu berada di kelas ekonomi pada perusahaan penerbangan komersial Tata letak markas besar perusahaan, tipe mobil yang diberikan kepada eksekutif puncak, dan ada-tidaknya pesawat terbang korporasi merupakan beberapa contoh lambang kebendaan. Contoh lain adalah ukuran dan tata letak kantor, keanggunan perabot, penghasilan tambahan eksekutif, dan pakaian. Lambang kebendaan ini menyampaikan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egali-tarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis perilaku (misalnya pengambilan risiko, konservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, sosial) yang tepai.<br />Bahasa <br />Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai cara mengidentifikasi anggota budaya atau sub-budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan, dengan berbuat seperti itu, membantu melestarikannya. Pustakawan merupakan sumber yang kaya akan peristilahan yang asing bagi orang-orang di luar profesi mereka. Dari waktu ke waktu, organisasi-organisasi sering mengembangkan istilah yang unik untuk mendeskripsikan peralatan, kantor, personil utama, pemasok, pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Karyawan baru sering dibanjiri dengan akronim dan jargon yang, setelah enam bulan pada pekerjaan itu, telah menjadi bagian dari bahasa rnereka. Setelah diserap, peristilahan ini bertindak sebagai sebutan bersama yang menyatukan anggota-anggota budaya atau sub-budaya tertentu.<br /><br />MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASi YANG ETIS<br />Isi dan kekuatan budaya mempengaruhi iklim etis organisasi dan perilaku etis para anggotanya.<br />Budaya organisasi yang paling mungkin membentuk standar etis tinggi adalah budaya yang tinggi dalam mentolerir risiko, rendah sampai sedang dalam keagresifan, dan berfokus pada sarana dan juga hasil. Para manajer dalam budaya semacam itu didukung untuk mengambil risiko dan melakukan inovasi, ikut nielibatkandiri dalam persaingan yang tak terkendali, dan mernberlkan perhatian pada bagaimana caranya mencapai sasaran dan sasaran apa yang mau dicapai.<br />Budaya organisasi yang kuat akan berpengaruh lebih besar terhadap karyawan dibanding budaya yang lemah. Jika memang kuat dan mendukung satandar etis yang tinggi, budaya itu seharusnya memiliki pengaruh yang sangat kuat dan posirif terhadap perilaku karyawan.<br />Apa yang dapat dilakukan manajemen untuk menciptakan budaya yang lebih etis? Ada kombinasi praktik-praktik berikut:<br />Jadilah model peran yang kelihatan. Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai tolak ukur untuk merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen senior terlihat mengambil jalur cepat yang etis, ia memberikah pesan yang positif untuk semua karyawan.<br />Komunikasikanlah harapan etis. Ambiguitas etis dapat dirninimalisir oleh penciptaan dan penyebaran kode etik organisassi. Kode etik tersebut harus menetapkan nilai-nilai utama organisasi dan kaidah etis yang diharapkan untuk diikuti karyawan.<br />Berikanlak pdatihan etis. Adakanlah seminar, lokakarya, dan program-program pelatihah etis yang setupa. Gunakanlah sesi pelatihan ini untuk mendorong standar perilaku organisasi; untuk mengklarifikasi praktik apa yang boleh dan , apa yang tidak boleh; dan untuk mengajukan dilema etis yang rnungkin.<br />Berikanlah imbalan secara terang-terangan terhadap tindakan etis dan berikan hukuman terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinena dari manajer harus mencakup evaluasi poin demi poin tentang apakah memang keputusannya sesuai dengan kode etik organisasi. Penilaian 'harus mencakup sarana yang diambil untuk mencapai sasaran dan juga hasil itu sendiri. Perilaku orang yang bertindak etis hendaknya diberi imbaian secara terang-terangan. Yang tidak kalah penting juga, tindakan yang tidak etis harus dihukum secara kasat mata.<br />Sediakanlah mekanisme yang bersifat melindungi. Organisasi perlu menyediakan mekanisme formal sehingga karyawan dapat membahas dilema etis dan melaporkan perilaku yang tidak etis tanpa takut ditegur. Ini mungkin mencakup pengadaan konselor etik, ombudsmen, atau pejabat etik.<br /><br />MENCIPTAKAN BUDAYA YANG TANGGAP TERHADAP PELANGGAN<br />Pengecer Francis mempunyai reputasi yang mapan dalam hal ketidak-acuhan terhadap pelanggan. Tenaga penjual; misalnya, secara rutin memperlihatkan kepada pelanggan bahvva percakapan teiepon mereka tidak boleh diinterupsi. Sekadar mendapatkan bantuan dari tenaga penjual dapat menjadi tantangan. Dan tidak ada seorang pun di Francis yang merasa heran bahwa pemilik toko Paris harus megeluh bahwa dia tidak dapat mengerjakan pembukuan sepanjang pagi karena diganggu oleh pelanggan.<br />Kebanyakan organisasi dewasa ini berupaya sangai keras untuk tidak seperti Prancis. Mereka berusaha menciptakan budaya yang tanggap terhadap pelanggan karena mereka mengakui bahwa ini merupakan jalur menuju kesetiaan pelanggan dan kemampuan menghasilkan laba jangka panjang.<br />Variabel-variabel Kunci yang Membentuk Budaya Tanggap terhadap Pelanggan<br /> Tinjauan terhadap bukti penelitian menemukan bahwa ada beberapa variabel yang secara rutin terdapat dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan. Pertama adalah tipe karyawan itu sendiri. Organisasi beroritentasi pelanggan yang berhasil, mempekerjakan karyawan yang terbuka dan ramah. Kedua adalah formalisasi yang rendah. Karyawan jasa perlu memiliki kebebasan untuk memenuhi tuntutan layanan pelanggan yang senantiasa berubah. Kaidah, prosedur, dan aturan yang kaku, menimbulkan kesulitan ini. Ketiga adalah perluasan formalisasi yang rendah, yakni penggunaaan pemberdayaan secara luas. Karyawan yangdiberdayakan memiliki keleluasaan keputusan untuk melakukan apa yang perlu demi menyenangkan pelanggan. Keempat adalahketerampilan mendengar yang baik. <br /> Karyawan dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan memiliki kemampuan mendengarkan dan memahami pesan yang dikirim oleh pelanggan. Kelima adalah kejelasan peran. Karyawan jasa bertindak sebagai "perentang batas" antara organisasi dan pelanggan. Mereka harus menyetujui tanpa bantahan baik terhadap permintaan majikan maupun pelanggan. Ini dapat menimbulkan ambiguitas dan konflik peran yang besar, yang mengurangi kepuasan jabatan karyawan dan menghambat kinerja layanan karyawan. Budaya tanggap-terhadap pelanggan yang sukses akan mengurangi ketidakpastian karyawan mengenai cara terbaik menjalankan pekerjaan mereka dan pentingnya aktivitas jabatan. <br /> Akhirnya budaya tanggap-terhadap pelanggan niemiliki karyawan yang memperlihatkan perilaku kewargaan organisasi Mereka bersikap sungguh-sungguh atas keinginan mereka menyenangkan pelanggan Dan mereka ingin mengambil inisitiatip untuk memuaskan kebutuhan pelanggan meskipun itu di luar tuntutan normal jabatan mereka. <br />Singkatnya, budaya tanggap-terhadap-pelanggan mempekerjakan karyawan yang berorientasi-layanan dengan keterampilan mendengar yang baik dan keinginan bekerja melebihi batas uraian jabatannya agar dapat melakukan apa yang perlu untuk menyenangkan pelanggan, Hal itu kemudian memperjelas peran mereka, membebaskan mereka untuk mernenuhi kebutuhan pelanggan yang senantiasa berubah dengan memmimalisir kaidah dan peraruran, dan memberikan keleluasan keputusan yang luas untuk melakukan pekerjaan mereka bila mereka menggangap keleluasaan itu memang perlu.<br />Tindakan Manajerial <br />Berdasarkan pada karakter yang sudah diidentifikasi sebelumnya, kita dapat mengemukakan sejumlah tindakan yang dapat diambil manajemen jika ia ingin membuat budayanya menjadi lebih tanggap-terhadap-pelanggan. Tindakan-tindakan ini dirancang untuk menciptakan karyawan dengan kompetensi, kemampuan, dan keinginan untuk rnenyelesaikan masalah pelanggan ketika muncul. <br />Seleksi Tempat untuk mulai membangun budaya tanggap-terhadap pelanggan adalah mempekerjakan orang yang memiliki kepribadian dan sikap yang konsisten terhadap orientasi layanan yang tinggi, di bidang kontak-layanan. Karyawan dan eksekutif perusahaan secara cermat menilai apakah calon-calon itu memiliki kepribadian yang terbuka dan senang dengan kegembiraan yang diinginkan oleh perusahaan itu untuk dimiliki oleh semua karyawannya.<br />Studi menunjukkan bahwa keramahan, kegairahan, dan perhatian dalam diri karyavvan jasa secara positif mempengaruhi persepsi pelanggan tentang mutu layanan. Maka manajer harus mencari ciri semacam ini dalam diri para pelamar. Selain itu, calon-calon pekerja harus disaring sehingga rekrutan baru memiliki kesabaran, perhatian terhadap yang lain, dan keterampilan mendengar yang terkait dengan karyawan yang berorientasi-pada pelanggan.<br />Pelatihan dan Sosialisasi Organisasi yang berusaha menjadi lebih tanggap terhadap pelanggan tidak selalu harus melakukan perekrutan semua karyawan baru. Yang lebih umum, adalah bahwa manajemen menghadapi tantangan untuk membuat karyawan yang sekarang ada menjadi lebih berfokus pada pelangan. Dalam hal ini, yang lebih ditekankan adalah pelatihan, bukan perekrutan. Isi program pelatihan sangat bervariasi tetapi akan berfokus pada soal meningkatkan pengetahun produk, mendengarkan aktif, rnenunjukkan kesabaran, dan tidak memperlihatkan emosi.<br />Selain itu, karyawan baru yang memiliki sikap ramah terhadap pelanggan, sekalipun mungkin perlu memahami harapan manajemen. Dengan demikian semua orang di bidang kontak layanan baru hendaknya disosialisasikan mengenai sasaran dan nilai organisasi. Akhirnya, bahkan karyawan yang paling berfokus pada pelanggan pun dapat saja kehilangan arah. Ini hendaknya diluruskan dengan memutakhiran pelatihan secara teratur di mana nilai perusahaan yang berfokus pada pelanggan dinyatakan lagi dan diperkuat lagi.<br />Rancangan Struktural Struktur organisasi periu iebih banyak memberikan kendali ; Ice karyawan. Ini dapat dicapai dengan mengurangi kaidah dan aturan. Karyawan itu 'lebih mampu memuaskan pelanggan bila mereka memiliki bebcrapa kendali atas perjumpaan pelayanan. Dengan demikian manajemen perlu memberi kesempatan karyawan menyesuaikan perilaku mereka dengan kebutuhan dan perrnintaan pelanggan yang senantiasa berubah. Apa yang tidak ingin didengarkan oleh pelanggan adalah tanggapan seperti "Saya tidak dapat menangani ini. Anda perlu berbicara dengan seseorang lain"; atau "Mohon maaf itu tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan kami."<br />Pemberdayaan Konsisten dengan formalisasi yang rendah adalah pemberdayaan karyawan dengan memberikan keleluasaan untuk mengambil keputusan dari hari ke hari menyangkut kegiatan-kegaitan yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu merupakan komponen yang perlu pada budaya yang tanggap-terhadap-pelanggan karena kornponen ini memungkinkan karyawan jasa membuat keputusan di tempat secara cepat sehingga benar-benar memuaskan pelanggan.<br />Kepemimpinan Para pemimpin menyampaikan budaya orgaiiisasi melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Para pemimpin yang efektif dalam budaya yang tanggap-terhadap-pelanggan menyampaikan budaya tersebut melalui penganutan visi yang berfokus pada pelanggan dan menunjukkannya lewat perilaku terus menerus mereka bahwa mereka setia kepada pelanggan. CEO dalam hampir setiap organisasi yang berhasil menciptakan dan mempertahankan budaya tanggap-terhadap pelanggan, memainkan peran utama dalam menyampaikan pesan itu.<br />Evaluasi Kinerja Ada sejumlah bukti penelitian mengesankan yang menunjukkan bahwa evaiuasi kinerja berdasarkan-perilaku itu: konsisten dengan peningkatan layanan pelanggan. Evaluasi berdasarkan perilaku memberikan imbalan ke karyawan berdasar cara mereka berperilaku dan bertindak berdasarkan kriteria seperti usaha komitmen, kerja tim, keramahan, dan kemampuan menyelesaikan masalah pelanggan dan bukannya berdasarkan hasil yang dapat diukur, yang telah berhasil merekacapai. Mengapa dalam memperbaiki layanan, porilaku lebih unggul daripada hasil? Karena penilaian itu mendorong karyawan berperilaku yang kondusif terhadap peningkatan mutu pelayanan dan memberi karyawan lebih banyak kendali atas kondisi yang mempengaruhi evaluasi kinerja mereka.<br />Selain itu, budaya yang tanggap terhadap pelanggan akan didorong oleh penggunaan evaluasi 360-derajat yang mengikut-sertakan masukan dari para pelanggan. Justru fakta bahwa karyawan mengetahui penilaian kinerja mereka akan mencakup evaluasi dari pelanggan, mungkin akan membuat mereka lebih memperhatikan pemuasan kebutuhan pelanggan. Tentu saja, ini seharusnya digunakan untuk karyawan yang berkontak langsung dengan pelanggan.<br />Sistem Imbalan Akhirnya, jika manajemen ingin agar karyawan memberikan layanan yang baik, maka ia harus memberikan imbalan berdasar layanan yang baik. Ia perlu memberikan pengakuan terus menerus kepada karyawan yang menunjukkan usaha yang luar biasa untuk menyenangkan pelanggan, dan yang sudah dipilih oleh pelanggan karena "melakukan sesuatu yang luar biasa." Dan manajemen perlu memberikan upah dan promosi yang sesuai dengan layanan pelanggan yang luar biasa.<br /><br />SPIRITUALITAS DASAR BUDAYA ORGANJSASI<br />Apa yang sama-sama dilakukan oleh Southwest Airlines, Homemade-nya Ben & Jerry, Hewlett-Packard, Wetherill Associates, dan Tom's of Maine? Mereka termasuk ke dalam sejumlah organisasi sedang bertumbuh yang menganut spiritualitas tempat kerja.<br />Spiritualitas<br />Spiritualitas tempat kerja itu tidak menyangkut praktik religius yang terorganisasi. Itu tidakmenyangkutTuhanatau teologi. Spiritualitas tempat kerja mengakui bahwa orang memiliki kehidupan batiniah yang memelihara dan dipelihara oleh pekerjaan bermakna yang ada dalam konteks masyarakat. Organisasi-organisasi yang mempromosikan budaya spiritual mengakui bahwa orang vang memiliki pikiran dan roh, berusaha menemukan makna dan tujuan hidup dalam kerja mereka, dan ingin berhubungan dengan umat manusia lain dan. ingin menjadi bagian dari masyarakat.<br />Mengapa Spiritualitas Muncul Sekarang?<br />Sepanjang sejarah, model manajemen dan perilaku orgamsasi tidak mempunyai ruang untuk Spiritualitas. Seperti mitos tentang rasionalitas mengasumsikan bahwa organisasi yang dijalankan. dengan baik akan menghilangkan perasaan. Sama halnya, perhatian terhadap kehidupan batin karyawan tidak berperan dalam model yang benar-benar ,rasional. Tetapi karena kita sekarang sudah menyadari bahwa studi tentang emosi rneningkatkan pernahaman kita tentang perilaku organisasi, kesadaran Spiritualitas dapat membantu kita memahami Iebih baik perilaku karyawan dalam abad duapuluh satu.<br /><br />Ciri-ciri Organisasi Spiritual<br />Konsep tentang Spiritualitas tempat kerja muncul dari pembahasan kita sebelumnya tentang topik-topik seperti nilai, etika, rnotivasi, kepernimpinan, dan keseimbangan kehidupan pribadi/kerja. Seperti akan Anda lihat, misalnya, organisasi spiritual berhubungan dengan membantu orang mengembangkan dan mencapai potensi mereka sepenuhnya. Ini anaiogi dengan uraian Maslow tentang aktualisasi diri yang kita bahas mengenai rnotivasi. Sama halnya, organisasi yang memperhatikan Spiritualitas lebih mungkin untuk secara langsung mengemukakan masalah yang ditimbulkan oleh konflik kehidupan pribadi/kerja.<br />Sangat Memperhatikan Tujuan Organisasi spiritual membangun budaya mereka berdasar tujuan yang bermanfaat. Walaupun mungkin penting, laba bukan merupakan nilai utama organisasi- Southwest Airlines, misalnya, sangat setia pada memberikan tarif penerbangan yang paling rendah, layanan tepat waktu, dan pengalaman yang menggembirakan pelanggan- Ben & Jerry's Homemade telah mengaitkan secara erat perilaku yang bertanggung ja wab secara sosial ke produksi dan penjualan es krimnva Tom's of Maine berusaha keras menjual produk-produk rumah tangga perawatan diri yang terbuat dari unsur-unsur alami dan ramah lingkungan.<br />Fokus pada Pengembangan Individu Organisasi-organisasi spiritual mengakui bobot dan nilai orang. Mereka tidak hanya memberikan jabatan. Mereka berusaha menciptakan budaya yang rnemungkinkan karyawan dapat terus menerus belajar dan bertumbuh. Dengan mengakui pentingnya orang, mereka juga berusaha memberikan keamanaan kerja. Hewlett-Packard, misalnya, telah secara ekstrirn berusaho meminimalisasikan dampak merosotnya ekonomi pada stafnya. Perusahaan itu telah rnenangani kemerosotan ekonomi sementara melalui pengurangan sukarela dan mempersingkat pekan kerja (dianut oleh semua); dan pengurangan jangka panjang melalui pensiun dini dan buyout.<br />Kepercayaan dan Keterbukaan Ciri-ciri organisasi spiritual adalah kepercayaan timbal balik, kejujuran, dan keterbukaan. Para manajer tidak takut mengakuikesalahan. Dan mereka cenderung sangat berterus terang dengan karyawan, pelanggan, dan pemasok. Dirut Wetherill Associates, perusahaan distribusi suku cadang mobil yang sangat berhasil, mengatakan: "Kami tidak berbohong di sini, dan setiap orang mengetahuinya. Kami ini spesifik dan jujur tentang mutu dan kelayakan produk untuk kebutuhan pelanggan kami, meskipun kami tahu mereka tidak mungkin bisa mengendus masalah mutu itu sedikitpun.<br />Pemberdayaan Karyawan Iklim kepercayaan-tinggi dalam organisasi spiritual, bila digabungkan dengan keinginan memajukan pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, mengakibatkan manajemen memberdayakan karyawan sehingga rnampu mengambil sebagain besar keputusan yang berhubungan dengan kerja. Para manajer dalam organisasi yang berbasis spiritual senang mendelegasikaan wewenang ke masing-masing karyawan dan tim. Mereka percaya karyawan mampu mengambil keputusan yang hati-hati dan penuh pertimbangan. Sebagai contoh,karyawan Soutwest Airline — termasuk avvak penerbangan, perwakilan layanan pelanggan, dan pengurus bagasi — didorong untuk mengambil tindakan apa pun yang mereka rasa perlu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau membantu teman kerja, meskipun itu berarti melawan kebijakan perusahaan.<br />Toleransi terhadap Ekspresi Karyawan Karakter terakhir yang membedakan organisasi berbasis. spiritual adalah bahwa mereka tidak melumpuhkan emosi karyawan. Mereka memungkinkan orang untuk menjadi diri mereka sendiri mengekspresikan suasana hati dan perasaan mereka tanpa rasa salah atau takut ditegur. Karyawan pada Sotuhwest Air, misalnya, didorong untuk mengekspresikan rasa hu¬mor mereka saat bekerja, bertindak secara spontan, dan membuat pekerjaan mereka menjadi menyenangkan. <br /><br />Kritik terhadap Spiritualitas<br /> Para pengeritik gerakan spiritualitas dalam organisasi telah berfokus pada dua isu. Pertama adalah pertanyaan tentang legitimasi. Khususnya, apakah organisasi memiliki hak untuk memborikan nilai spiritual ke karyawan mereka? Kedua adalah pertanyaan tentang ekonomi. Apakah spiritualitas dan laba itu kompatibel?<br />Tentang pertanyaan pertama, jelas ada potensi pemberian tekanan pada spiritualitas yang akan membuat beberapa karyawan merasa tidak enak. Para pengeritik mungkin berpendapat bahwa lembaga-lembaga sekular khususnya perusahaan bisnis, tidak berurusan dengan soal pemberian nilai spiritual ke karyawan. Tidak diragukan, kritik ini absah bila spiritualitas didefinisikan sebagai membawa agama dan Tuhan ke tempat kerja. Akan tetapi, kritik itu tampaknya kurang mengena biia tujuannya terbatas pada membantu karyawan menemukan makna dalam kehidupan kerja mereka. <br />Isu tentang apakah spiritualitas dan laba itu kompatibel tentu saja merupakan nertanyaan yang relevan bagi para manajer dan investor bisnis. Buktinya, walaupun erbatas, menunjukkan bahwa dua tujuan itu bisa sangat kompatibel. Studi riset terbaru yangg dilakukan oleh perusahaan konsulting menemukan bahwa perusahaan yang memperkenalkan spiritualitas berdasar pada yang mampu meningkatkah produktivitas dan sangat mengurangi keluar-masuk karyawan. Studi lain menemukan bahwa rganisasi yang memberi karyawan mereka peluang pengembangan spiritual, erprestasi melebihi organisasi yang tidak memberikannya.<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN<br /><br />BUDAYA ORGANISASI<br />Budaya organisasi mengacu pada sebuah system makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih seksama, adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ada 7 karakteristaik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur sebuah organisasi.<br />1. inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.<br />2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.<br />3. orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.<br />4. orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.<br />5. orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada individu.<br />6. keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.<br />7. stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan<br /><br />BUDAYA ADALAH SUATU ISTILAH DESKRIPTIF<br />Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini membedakan konsep ini dengan konsep kepuasan kerja yang bersifat evaluatif.<br />APAKAH ORGANISASI MEMILIKI BUDAYA YANG SERAGAM<br />Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Ini menjadi jelas manakala kita mendefinisikan budaya sebagai sebuah sistem makna bersama. Karena itu kita bisa berharap bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan mengalami budaya organisasi dengan pengertian serupa.<br /><br />BUDAYA KUAT vs BUDAYA LEMAH<br />Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai inti organisasi dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat budaya tersebut dan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku-perilaku anggotanya karenakadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan suasana internal berupa kendali perilaku yang tinggi. Salah satu hasil spesifik dari kultur yang kuat adalah menurunnya tingkat perputaran karyawan. Budaya yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antara anggota mengenai apa yang diyakini organisasi.<br />BUDAYA vs FORMALISASI<br />Budaya organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi perilaku. Dalam pengertian ini, kita semestinya menyadari bahwa budaya yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti formalisasi.<br />BUDAYA ORGANISASI vs BUDAYA NASIONAL<br />Penelitian menunjukkan bahwa budaya nasional memiliki dampak yang lebih besar terhadap karyawan daripada kultur organisasi mereka. Ini berarti bahwa bila budaya organisasi ditemukan mempengaruhi pembentukan perilaku karyawan, budaya nasional demikian pula, bahkan lebih.<br />FUNGSI-FUNGSI BUDAYA <br />Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi<br />1. Berperan sebagai penentu batas-batas. <br />2. Budaya menciptakan perbedaan atau distingsi anntara satu organisasidengan organisasi lainnya, <br />3. Memuat rasa identitas anggota organisasi<br />4. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.<br />5. Budaya meningkat stabilitas sistem sosial.<br />6. Budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.<br />BUDAYA SEBAGAI BEBAN<br />Aspek-aspek budaya yang berpotensi disfungsional, terutama aspek yang besar, terhadap keefektifan sebuah organisasi:<br />Hambatan untuk perubahan<br />Hambatan bagi keragaman<br />Hambatan bagi akuisisi dan merger<br />ASAL MUASAL BUDAYA <br />Kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini terutama merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya pada masa lalu.<br />SPIRITUALITAS DAN BUDAYA ORGANISASI<br />Spiritualitas di tempat kerja sama sekali tidak terkait dengan praktek-praktek religius yang terorganisasi dan menyadari bahwa manusia memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks komunitas.<br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-28714082359480958642010-01-08T15:30:00.000-08:002012-10-24T21:45:04.669-07:00PO Ati<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br />Organisasi adalah unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama. Berdasarkan definisi tersebut, maka organisasi meliputi perusahaan manufaktur, dan jasa, sekolah, rumah sakit, satuan militer, toko, kepemerintahan, negara bagian dan negara federal. <br />Berbicara tentang organisasi tentunya tidak akan terlepas dari seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu seorang manajer. Manajer dapat diartikan sebagai individu-individu yang mencapai sasaran melalui perantara orang lain. <br />Dewasa ini para manajer harus dapat mengembangkan keterampilan interpersonal dan personal yang ia miliki jika mereka ingin efektif dalam pekerjaannya. Begitu pula dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi organisasi yang ia pimpin, harus mengembangkan keterampilan interpersonal dan keterampilan personalnya sehingga keputusan yang mereka ambil dapat berjalan efektif dan efisien. Seorang manajer ketika dihadapkan pada suatu permasalahan maka dia bisa saja menyelasaikannya secara teknis. Akan tetapi dengan keterampilan teknis saja kurang cukup, agar permasalahan dan penganbilan kepusan dapat dikerjakan dengan efektif maka manajer harus mengembangkan keterampilan yang ia miliki. <br />Untuk dapat menciptakan sebuah organisasi yang dapat berjalan secara efektip, seorang manajer juga harus mempelajari tentang perilaku yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan struktur dalam organisasi, dan dapat mengetahu bagainama pengaruh perilaku tersebt terhadap perilaku organisasi. Oleh karena itu dalam makalah ini akn dibahas hal- hal yang berhubungan dengan perilaku organisasi.<br /><br /><br />2. Rumusan Masalah <br />1) Apa yang dilakukan para manajer?<br />2) Apa manfaat penelitian sistematis perilaku organisasi(OB)?<br />3) Apa tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep OB?<br />4) Apa ilmu-ilmu yang terkait dangan OB<br />5) Apa yang menjadi analisis OB?<br /><br />3. Tujuan <br />1. Mengetahui pekerjaan yang dilakukan para manajer<br />2. Mengetahui manfaat penelitian sistematis perilaku organisasi(OB)<br />3. Mengetahui tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep OB<br />4. Mengetahui ilmu-ilmu yang terkait dangan OB<br />5. Mengetahui bahan sanalisis OB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />1. Konsep manajemen<br />Orang yang mengawasi kegiatan-kegiatan orang lain dan bertanggung jawab atas pencapaian tujuan dalam organisasi-organisasi disebut manager. Atau manajer dapat diartikan sebagai individu-individu yang mencapai sasaran melalui perantara orang lain. untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh manajer, maka kita dapat melihatnya dari fungsi-fungsi manajemen dan dari peran manajemen serta keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki manajer. <br /><br />A. Fungsi manajemen.<br />Pada awal abad ke-20, Hanri Fayol mengemukakan bahwa manajer harus menjalankan lima fungsi manajemen: merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, fungsi-fungsi tersebut mengalami penyempitan yaitu menjadi empat fungsi: perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.<br /> Sebuah organisasi didirikan semata-mata untuk mencapai sasaran . Untuk mencapai nya maka seorang manajer harus menggunakan fungsi perencanaan segingga sasaran organisasi dapai dicapai dengan baik. Fungsi perencanaan meliputi penentuan sasaran organisasi, penetapa strategi, dan pengembangan hirarki rencana menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.<br /> Manajer juga bertanggungjawab dalam merancang struktur organisasi, hal ini dapat disebut dengan fungsi pengorganisasian. Fungsi tersebut meliputi penetapan tugas-tugas yang akan dilakukan (pembagian tugas), siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas dikelompokan, dan dimana keputusan harus diambil.<br /> Organisasi merupakan kumpulan orang-orang untuk mengarahkan dan mengkordinasikan orang-orang tersebut, maka harus diterapkan fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan meliputi memotivasi karyawan, mengarahkan orang-orang, memilih jalur komunikasi yang paling efektif, dan menyelesaikan konflik.<br /> Fungsi pengendalin merupakan fungsi terakhir yang dilakukan manajer. Pengendalian ini dilakukan agar menjamin semua kegiantan berjalan sesuai rencana dan apabila terjadi penyimpangan, maka memanajer bertugas untuk mengembalikannya seruai dengan yeng telah direncanakan sebelunnya. Fungsi pengendalian mencakup pemantauan, pembandingan, dan mengoreksi.<br /><br />B. Peran managemen<br />Pada akhir dasawarsa 1960-an, Mintzberg melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa pera manajer menjalankan sepuluh peran yang berbeda yang saling berkaitan. Sepuluh peran ini dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu kategori yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, informasional, dan pengambilan keputusan. Berikut ini tabel penggolongan peran berdasarkan kategorinya.<br /><br />Tabel 1<br />Peran-peran manajerial Mintzberg<br />Peran Uraian Contoh <br />Interpersonal <br />Kepala simbolis Kepala simbolis, diwajibkan menjalankan sejumlah tugas rutin ynag bersifat legal atau social Upacara, sambutan status, sosialisasi<br />Pemimpin Bertanggung jawab memotivasi dan mengarahkan karyawan Hampir semua kegiatan manajerial melibatkan karyawan<br />Penghbung Memelihara jaringan kontak luar yang memberikan bantuandan informasi menerima surat, pekerjaan dewan eksternalitas<br />Informasional <br />Monitor Menerima berbagai informasi , berperan sebagai pusat syaraf informasi internal dan eksternal organisasi. Menangani semua surat dan kontak yang dikategorikan terkait dengan penerinaan informasi.<br />Penyampai Menyalurkan informasi yang diterima dari luar atau dari karyawan lain ke anggota organisasi Meneruskan surat ke dalam organisasi untuk tujuan memberikan informasi; kontak verbal yang melibatkan aliran informasi kebawah seperti sesi kajian<br />Juru bicara Menyalurkan informasi ke orang luar atas rencana, kebijakan, tindakan, dan hasil organisasi berperan sebagai ahli industri organisasi tersebut. Pertemuan-pertemuan dewan, manangani kontak yang mencakup penyebaran informasi informasi ke orang luar.<br />Pengambilan keputusan<br />Pengusaha Mencari peluang dalam organisasi dan lingkungannya dan memprakarsai proyek-proyek untuk membuat perubahan Sesi-sesi strategi dan kajian mencakup pemprakarsaan atau perancangan proyek-proyek perbaikan<br />Pengelola gangguan Bertanggung jawab atas tindakan perbaikan ketika organisasi menghadapi gangguan penting yang tidak terduga Sesi-sesi strategi dan kajian mencakup gangguan dan krisis<br />Pengalokasi sumberdaya Membuat atau menyetujui keputusan penting organisasi Menjadwalkan meminta otoritas; menyusun anggaran, tugas pemprograman karyawan<br />Perunding Bertanggung jawab mewakili perusahaan dalam perundingan besar Perundingan kontrak<br />Sumber: diadaptasi dari The Nature of Nanagerial work oleh H Mintzberg. <br />C. Ketrampilan manajemen.<br />Seorang manajer dalam upaya mencapai sasaran memerlukan keterampilan-keternpilan yang harus mereka miliki. Robet Katz telah mengidentifikasikn tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan: keterampilan teknis, leterampilan personal, dan keterampilan konseptual.<br />• Keteretampiln teknis<br />Katerampilan teknis merupakan keterampilan yang meliputi pengetahuan dan keahlian khusus.<br />• Keterampilan personal<br />Keterampilan personal merupakan kemampuan untuk bekerja sama, memhami, den memotivasi orang lain, baik perorangan maupun dalam kelompok. Seorang manajer dalam menyelesaikan urusan-urusanya melalui perantara orang lain untuk itu dia harus mempunyai keterampilan personal yang baik, sehingga memudhkannya untuk berkomunikasi, memotivasi dan mendelegasikan.<br />• Keterampilan konseptual<br />Keterampilan konseptual merupakan keahlian yang berhubungan dengan menganalisa dan mendiagnosa situasi yang rumit. Misalnya dalam pengambilan sebuah keputusan, hal ini menuntut para menajer untuk dapat menandai masalah, mengidentifikasikan akternatif-alternatif yang dapat mengoreksi masalah, mengevaluasi alternatif-lterntif tersebut,dan memilih alternatif terbaik. Manajer dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan keterampilan teknis dan interpersonal, namun usaha itu akan gagal jika tidak disertai dengan keterampilan konseptual. Karena dengan keterampilan konseptual seorang manajer akan menyelesaikannya secara rasional dan dpat menafsirkan informasi.<br /><br />2. Manfaat penelitian sistematik perilaku organisasi(OB)<br />A. Definisi OB<br />Perilaku organisasi (sering disebut sebagai OB) adalah suatu bidang studi yang memprlajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi kebaikan efektifitas organisasi (Robbins 2003)<br />Perilaku organisasi juga dapat diartikan sebagai telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak di dalam organisasi (Keith Davis & John W. Newstrom, 1990)<br />Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).<br />Perilaku organisasi sebagai bidang setudi berarti OB merupakan bidang keahlian yang terpisah dengan bidang pengetahuan umum. OB mempelajari tentang tiga determinan perilaku dalam organisasi: individu, kelompok, dan struktur. Disamping itu OB merupakan pengetahuan yang didapatkan tentang dampak individu, kelompok, dan struktur pada perilaku agar organisasi berjalam lebih efektif. <br />Ruang lingkup OB mencakup beberapa topik, yaitu meliputi motivasi, perilaku dan kekuasaan pemimpin, komunikasi interpersonal, struktur dan proses kelompok, pembelajaran, pengembangansikap dan persepsi, proses perubahan, konflik, desai pekerjaan, dan stres pekerjaan.<br />Karena OB merupakan keahlian yang mengkaji tentang perilaku dalam organisasi, maka OB memerlukan studi yang sistematis dalam memprediksikan perilaku dari berbagai individu dalam organisasi tersebut.<br /><br />B. Penelitian sistematik OB<br />Perkiraan kita tentang apa yang dilakukan seseorang dalam suatu kesempatan namun pendekatan yang kita lakukan seringkali merupakan pendekatan umum dan berdasarkan intuisi dan hasilnya sering kali menyesatkan. Oleh karena itu kita perlu menggantikan pendekatan intuisi kita dengan pendekatan yang sistematis. <br />Studi sistematis adalah studi yang melihat pada hubungan-hubungan dan berupaya menentukan sebab akibat dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah, sedangkan intuisi adalah perasaan yang tidak didukung berdasarkan peneitian. Dasar dari Pendektan sistematis ini adalah keyakinan bahwa perilaku itu tidak bersifat acak. Perilaku berasal dan diarahkan untuk menuju satu titik akhir yang diyakini pelaku, yang belum jelas benar dan salahnya, sebagai kepentingan terbaik.<br />Perilaku umumnya bisa diperkirakan jika kita tahu bagaimana orang tersebut menyikapi situasi dan apa yang penting baginya. Meski terdapat perbadaan perilaku antara seseorang dengan orang lain jika ditempatkan pada situasi yang sama, namun terdapat konsistensi-konsistensi fundamental tertentu yang mendasari perilaku dari setiap orang yang dapat diidentifikasi dan dimodifikasi untuk mencerminkan perbedaan individu tersebut. konsistensi-konsistensi fundamental tersebut memungkinkan terjadinya perilaku yang sama antara seseorang dengan orang lain, Yakni berupa aturan-aturan(tertulis ataupun tidak) disemua tempat sehingga orang berperilaku sama. <br /><br />3. Ilmu-ilmu pengetahuan yang terkait dengan konsep-konsep OB<br />a. Psikologi: ilmu yang berusaha menilai, menjelaskan dan sering kali mengubah perilaku manusia dan binatang lainnya. Sumbangan psikologi terhadap OB yakni mencakup pembelajaran, persepsi, kepribadian, emodi, pelatihan, evektivitas kepemimpinan kebutuhan dan kekuatan motivator, kepuasan kerja dan lain-lain<br />b. Sosiologi : sosiologi mempelajari hubungan manusia dengan sesamanya. Sumbangan sosiologi terhadap OB melalui penelitian mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi adalah tentang dinamika kelompok, disain kerja, budaya organisasi, teori dan struktur organisasi formal, teknologi organisasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.<br />c. Psikologisosial adalah suatu bidang dalam psikologi, memadukan konsep baik ari psikologi ataupun dari sosiologi. Memfokuskan pembahasanya pada pengaruh seseorang terhadap orang lain. Sumbanannya terhadap konsep OB antara lain dalam bidang-bidang pengukuran pemahaman, dan perubahan sikap; pola komunikasi; pembangunan kepercayaan; cara kegiatan kelompok memuaskan kebutuhan individu; dan proses pengambilan keputusan.<br />d. Antropologi adalah sutuilmu yang mempelajari tentang manusia dan kegiatan mereka. Karya antopologi tentang budaya dan lingkungan telah membantu kita memahami perbedaan-perbedaan nilai fundamental, sikap, dan perilaku diantara orang-orang di negara yang berbeda dan di organisasi yang berbeda.<br />e. Ilmu politik adalah studi tentang perilaku individu dan kelompok dalam lingkugan politik. Sumbangsihnya terhadap konsep OB adalah penelitian dibidang strukturisasi konflik, alikasi kekuasaan, dan bagai mana orang memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan individu.<br /><br />4. Tantangan dan peluang penerapan konsep-konsep OB<br />A. Menyikapi globalisasi<br />Globalisasi telah memungkinkan suatu organisasi tidak lagi terkait oleh batas-batas negara, contohnya saja banyak karyawan baru di perusahaan telpon yang bermarkas di Finlandia semakin banyak direkrut dari India, Cina, dan negara-negara berkembang lainnya. Dengan perbandingan karyawan non-Finlandia kini melampaui jumlah karyawan finlandia di pusat penelitian baru Nokia di Helsinki.<br />Globalisasi mepengaruhi keterampilan personal manajer misalnya kemungkinan pertama seorang manajer ditugaskan oleh bosnya untuk memimpin sebuah anak perusahaannya yang berada dinegara lain sehinngga dia harus mengelola tenaga kerja yang kemunkinan berkebutuhan, beraspirasi, dan bersikap berbeda dengan karyawan yang berada di kampung halamannya. Kedua, dinegara sendiripun mungkin saja bila bekerja pada bos, rekan dan karyawan yang lahir dan dibesarkan dengan kebudayaan yang berbeda sehingga untuk memotivasi dan berkomunikasi anda dengannya berbeda. <br />Oleh karena itu, agar dapat bekerja secara efektif seorang manajer harus dapat memehami kebudayaan mereka, bagaimana kebudayaan itu membentuk mereka dan dan mengadaptasikan keterampilan manajer dengan perbedaan-perbedaan mereka.<br />Dalam konsep-konsep OB yang ada pada bab-bab selanjutnya akan lebih sering membahas bagaimana perbedaan-perbedaan budaya mungkin mengharuskan para manajer memodifikasi praktik-praktik mereka.<br /><br />B. Mengelola keberagaman tanaga kerja<br />Keputusan dengan memberikan sudut pandang yang berbeda. Keberagaman tenaga kerja mempunyai implikasi penting pada praktik manajemen. Seorang manajer harus mengubah filosofi mereka dari memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama menjadi mengenali perbedaan dan menyikapi mereka yang berbeda dengan cara-cara yang menjamin keseetiaan karyawan dan pendekatan produktifitas sementara, pada saat yang sama tidak melakukan diskriminasi. Perbedaan jika dikelola secara positif, dapat memungkinkan kreativitas dan inovasi dalam organisasi sekaligus memperbaiki pengambilan Namun kebergaman itu harus segera diatasi ketika keberagaman tidak ditangani dengan tepat ,terdapat potensi peningkatan upah, peningkatan kesulitan komunikasi,dan peinkatan konflik interpersonal. <br /><br />C. Peningkatan kualitas dan produktifitas<br />Peter Wood menjadi menejer di bisnis yang sangat kopetitif. Pada 1997 wood menyadari konsuen semakin menginginkan produk khusus dan mereka tidak bersedia menunggu lama. Manajer semakin banyak mengalami tantangan diantaranya adalah mereka harus meningkatkan produktivitas organisasi dan kualitas produk. <br />Manajemen kualitas (Qualiti Managemen) didorong oleh pencapaian terus menerus kepuasan konsumen melalui perbaikan terus menerus proses organisasi. Dalam rangka peningkatan produktivitas dan kualitas menejer juga harus melibatkan karyawan yang sudah terlatih. Karyawan selain merupakan kekuatan bagi perusahaan, mereka juga akan lebih aktif dalam merancang perubahan-perubahan itu.<br /><br />D. Menyikapi kelangkaan tenaga kerja<br />Pada masa kelangkaan tenaga kerja, tawaran upah dan tunjangan besar tidak akan cukup untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerja terampil, para manajer perlu strategi-strategi perekrutan dan pemeliharaan yang maju. Dan OB dapat membantu manajer menciptakan strategi-strategi tersebut. Manajer yang tidak bisa memahami prilaku manusi dan tidak memiliki strategi-strategi jitu akan terancam tidak memiliki karyawan. <br /><br />E. Peningkatan layanan pelanggan<br />Kepuasan pelanggan merupakan suatu dampak yang timbul dari pelayanan yang memuaskan dari para karyawan. OB tidak melakukan penelitian pada hal tersebut, karena bidanng garapannya adalah perilaku intern organisasi yang nantinya akan meningkatkan kinerja organisasi dengan menunjukan pada para manajer bagainama sikap dn perilaku karyawan terkait dengan kepuasan pelanggan. Dan masih banyak tantangan global yang lainnya yang akan diterangkan pada bab selanjutnya.<br /><br />5. Yang dipelajari dalam konsep OB<br /> Dalam mempelajari konsep OB maka kita menggunakan model, hal ini dilakukan agar dapat lebih mudah dipahami.<br />Model adalah abstraksi realitas, representatif sejumlah fenomena dunia nyata yang disederhanakan. Gambar berikut ini menyajikan kerangka model OB<br /><br /><br /><br /><br /><br />Dari tingkat individu beralih ketingkat sistem organisasi maka secara sistematis kita menambah pemahaman kita tentang perilaku dalam organisasi. Ketiga tingkatan dasar itu dianggap sebagai dasar pembentukan model.<br /><br />I. Variabel-variabel dependen<br />Variabel dependen merupakan faktor-faktor kunci yang ingin dijelaskan dan yang terpengaruh sejumlah faktor lain. Variabel dependen dalam OB menurut para ahli adalah sebagai berikut:<br />• Produktivitas: organisasi diakatakan produktif jika ia mencapai sasaran dengan meperhatiakn efektifitas dan efisiensi.<br />• Keabsenan: adalah tidak melapor untuk bekerja. Sukar bagi organisasi untuk dapat berproduksi mulus dan mencapai sasaran jika karyawan tidak melapor untuk pekerjaan mereka. Aliran kerja akan terganggu, dan sering keputusan-keputusan penting harus ditunda.<br />• Pengunduran diri: adalah pengunduran diri secara permanen baik suka rela ataupun terpaksa. Tingkat pengunduran yang tinggi mengakibatkan peningkatan biaya rekrutme, seleksi, dan pelatihan. Selain itu pengundurn diri dapat mengganggu efisiensi pengelolaan perusahaan jika personil berpengetahuan dan berketrempilan pergi sehingga pengganti harus ditemukan dandisiapkan untuk melanjutkan posisi tanggung jawab tersebu.<br />• Kewargaan organisasi: adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerjaformal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebutsecara efektif. Organisasi memerlukan karyawan yang melakukan prilaku”kewargaan yang baik” seperti membuat peryataan konstruktif tentang kelompok kera mereka dan organisasi, membantu yang lain dalam timnya, menjadi relawan untuk aktifitas kerja ekstra, menghindari konplik yang tidakperlu, menunjukan kepedulian terhadap proferti organisasi, menghormati semangat sekaligus peraturan organisasi dan denngan lapang dada memakluni gangguan terkait kerja yang akan terjadi<br />• Kepuasan kerja: variabel dependen terakhir yang akan dikaji adalah kepuasan kerja. Yang secara sederhana kita definisiskan pada poin ini, sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya.<br /><br />II. Variabel-variabel independen<br />Variabel independen merupakan dugaan penyebab dari sejumlah perubahan variabbel dependen. Variabel independen diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan dasar model OB.<br /><br /> variabel –variabel level individu.<br />Seseorang memasuki organisasi dengan karakteristik tertentu akan mempengaruhi perilaku mereka dalam organisasi. Karakteristik yang paling jelas adalah karakteristik personal seperti usia, jenis kelamin, dan status perkawinan; karakteristik pribadi; kerangka kerja emosi bawaan; nilai-nilai dan sikap serta kemampuan dasar. Karakteristi-karakteristik tersebut mempunyai dampak riil pada perilaku organisasi.<br /><br /> Variabel-variabel level kelompok<br />Perilaku manusia dalam kelompok berbeda dengan perilaku yang ia lakukan ketika mereka sendiri. Pada bab 8 akan di jelaskan bagai mana individu dalam kelompok dipengaruhi oleh pola-pola perilaku yang diharapkan akan mereka lakukan, apa yang dianggap dapat diterima oleh kelompok dalam standar perilaku, dan tingkat kesukaan anggota kelompok terhadap anggota lain. <br /><br /> Variabel-variabel sistem organisasi<br />Tepat seperti teori yang menyatakan bahwa kelompok adalah lebih dari jumlah anggota-anggota individualnya. Begitu juga dengan organisasi, organisasi lebih dari jumlah anggota kelompok mereka. Yang akan dijelaskan dalam variabel sistem organisasi adalah rancangan organisasi formal, proses kerja, dan pekerjaan; kebijakan-kebijakan dan praktik-prakti sumberdaya manusi dan kebudayaan internal.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. Kesimpulan<br />a. Dari apa yang telah diutarakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa seorang menajer harus dapat mengembangkan keterampilan personal dan interpersonalnya sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan efisien<br />b. Manfaat dari penelitian sistematis perilaku organisasi (OB) adalah ketika kita menggunakan studi sistematis maka kita dapat memprediksi perilaku seseorang dalam suatu keadaan dengan tepat.<br />c. Diantara tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep adalah globalisasi, mengelola keberagaman tenaga kerja, peningkatan kualitas dan produktifitas, menyikapi kelangkaan tenaga kerja, dan peningkatan layanan pelanggan.<br />d. Ilmu-Ilmu yang terkait dangan OB diantaranya adalah psikologos, sosiologi, psikologisosial, antropologi dan ilmu politik<br />e. yang menjadi analisis OB ialah perilaku dalam level individu, level kelompok dan level sistem organisasi.<br />2. Saran<br />OB sangat diperlukan dalam mengelola suatu organisasi, baik itu berupa sekolah, perusahaan, rumag sakir, lembaga kepemerintahan serta organisasi yang lainnya. Oleh karena itu hendaknya konsep-konsep OB dapat diterapkan oleh setiap manajer dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat berjalan dengan efisien.<br /> Bagi organisasi yang manajernya belum dapat menerapkan konsep-konsep OB, hendaknya organisasi tersebut memberikan penyuluhan atau pelatihan kepada manajernya agar dapat menerapkan konsep tersebut<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Robbins, Stephen p.2003. Perilaku Organisasi. Indeks <br />http://one.indoskripsi.com/artikel-skripsi-tentang/manajemen-berbasis-sekolah<br /> http://rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/02/pengantar-perilaku-organisasi-v-2.pdf()<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_organisasi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-78866022728138365182010-01-08T15:28:00.000-08:002010-01-08T15:30:15.404-08:00PO Aah<div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br />I.1. Latar Belakang<br /> Dalam ilmu management, seorang manager harus mengetahui perilaku individu. Dimana setiap individu ini tentu saja memiliki karakteristik individu yang menentukan terhadap perilaku individu. Yang pada akhirnya menghasilkan sebuah motivasi individu. Individu berperilaku dengan cara tertentu yang didasarkan tidak pada cara lingkungan luar yang sebenarnya tetapi, lebih pada apa yang mereka lihat. Yakni pandangan individu terhadap situasi yang menjadi dasar perilakunya.. Sama halnya isu – isu seperti upah yang adil untuk pekerjaan yang dilakukan, kesahihan penilaian kinerja, dan memadainya kondisi kerja tidak dipertimbangkan oleh individu, juga tidak dapat dijamin bahwa individu akan menafsirkan kondisi mengenai pekerjaan mereka dengan cara yang menguntungkan. Oleh karena itu agar mampu mempengaruhi produktifitas, maka perlu untuk menilai cara para pekerja itu memahami pekerjaan mereka untuk mencapai kepuasan kerja. Bisa kita lihat contoh seorang guru sebagai individu yang mengabdikan dirinya demi bangsa maupun kepuasan dalam hal keprofesionalan menjadi seorang guru. Sekarang-sekarang ini seorang guru dapat dikatan professional sebagai bukti nyata adalah guru tersebut harus memiliki sertifikat yang lebih dikenal dengan nama sertifikasi.<br />I.2. Rumusan Masalah<br />Adapun yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut:<br />1. Bagaimana dasar-dasar perilaku individu?<br />2. Bagaimana Nilai, sikap dan kepuasan kerja individu?<br />3. Bagaimana profesionalisme guru sebagai bagian dari seorang individu?<br />I.3. Tujuan <br />Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagi berikut:<br />1. Untuk menjelaskan dasar-dasar perilaku individu<br />2. Untuk menjelaskan Nilai, sikap dan kepuasan kerja individu<br />3. Untuk mengetahui sejauh mana profesionalisme guru sebagai bagian dari seorang individu<br />BAB II<br />ISI<br />2.1. Konsep Diri (Individu)<br />Diri adalah inti dari keberadaan seseorang dengan sadar. Kewaspadan diri diartikan sebagai konsep diri seseorang. Sosiolog Viktor Gecas mendefinisikan konsep diri (self concept) sebagai “konsep yang dimiliki oleh individu atas dirinya sendiri sebagai suatu makhluk fisik, sosial, dan spiritual atau moral”. Dengan kata lain karena anda memiliki konsep diri, maka anda mengenali diri anda sendiri sebagai manusia yang berbeda. Suatu konsep diri tidak akan mungkin ada tanpa kapasitas untuk berfikir. Ini membawa kita pada peran dari kognisi. Kognisi mewakili “setiap pengetahuan, pendapat, atau keyakinan mengenai lingkungan, mengenai diri sendiri, atau mengenai perilaku orang lain”.<br />Individu yang unik Bentuk ekspresi diri<br /><br /><br /> sikap<br /> kemampuan<br /> emosi<br />Gambar 1<br /> Model konseptual untuk mempelajari perbedaan individual <br />dalam perilaku organisasi<br />a. Self Esteem (penghargaan diri)<br /> Self esteem adalah suatu keyakinan nilai dari diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Self esteem diukur dengan menanyakan kepada para responden yang survei untuk menentukan kesepakatan atau ketidaksepakatan baik dengan pernyataan positif maupun negatif. Pernyataan positif misal “saya merasa bahwa saya adalah seseorang yang berarti, seperti orang lainnya”. Sedangkan pernyataan negatif misal “saya merasa bahwa saya tidak memiliki banyak hal untuk dibanggakan”.<br />b. Self efficacy (Kemanjuran diri)<br /> Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Menurut seorang penulis perilaku organisasi, self efficacy muncul secara lambat laun melalui pengalaman kemampuan-kemampuan kognitif, social, bahasa, dan/atau fisik yang rumit”. Pengalaman masa kanak-kanak memiliki suatu dampak yang kuat pada self efficacy.<br />c. Self Monitoring (Pemantauan diri)<br /> Self Monitoring adalah lingkup dimana seseorang mengamati perilaku ekspresifnya dan menyesuaikannya dengan situasi. Para ahli dalam bidang ini menjelaskan: individu-individu yang memiliki self monitoring tinggi mengatur penampilan diri merekayang ekspresif untuk penampilan publik yang diinginkan, dan oleh karena itu sangat peka terhadap isyarat sosial dan isyarat antarpribadi dari penampilan yang secara situasional sesuai. Para individu yang rendah self monitoringnya dianggap kurang mampu atau tidak termotivasi untuk mengatur penampilan ekspresif diri sendiri. Perilaku ekspresif mereka, sebaliknya dianggap secara fungsional mencerminkan keadaan dalam diri mereka diri sendiri yang berjalan lama dan sejenak, termasuk sikap, ciri dan perasaan mereka. (Robert Kreitner&Angelo Kinicki 162-172)<br />Mengapa manusia itu berbeda dalam bertindak diantaranya adalah :<br />1. Manusia berbeda karena berbeda kemampuannya. Setiap manusai memiliki perbedaan dalam berperilaku karena teori pertama menyatakan perbedaan itu dibawanya sejak lahir, teori kedua karena proses penyerapan informasi yang berbeda dari individu tersebut. bahkan kedua teori tersebut mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak. <br />2. Manusia berbeda perilakunya karena adanya perbedaan kebutuhan. Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang di temukan oleh para ilmuwanpsikologi seperti, Maslow, Mcleland,,McGregor, dll. yang pasti kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu tersebut dalam berperilaku<br />3. Manusia Berbeda karena mempunyai lingkungan yang berbeda dalam mempengaruhinya.<br />Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada manusia, suatu keputusan yang di buat oleh individu dapat dipengaruhi dengan apa yang terjadi di luar dari dirinya dengan kata lain motivasi exsternal berperan disini. lingkungan membentuk manusiam menjadi baik kah atau menjadi jahat, ramah atau sombong,dll.<br />4. Manusia berbeda mempunyai masa depan sehingga cara berpikirnya pun berbeda.<br />Setiap mimpi yang dibuat oleh manusia mempengaruhi bagaimana individu tersebut berpikir dalam aktivitas kesehariannya dan bagaiman individu tersebut bertindak untuk mencapai tujuan jangka pendek atau jangka panjangnya<br />5. Faktor Like or Dislike with Something.<br />Percaya atau tidak faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, apabila seseorang tidak suka pada atasannya dalam memimpin, maka apapun yang dikatakan atasan hanya merupakan masukan tidak langsung di lakukan.<br />6. Faktor X<br />Faktor X ini terjadi diluar kemampuan manusia artinya bahwa segal perilaku akan berubah oleh karena faktor alam yang tidak dapat di identifikasi penyebabnya. maka apabila ada perubahan perilaku manusia dan tidak dapat di pahami penyebabnya hal itu terjadi karena segala sesuatu telah di tentukan oleh Allah SWT. <br />Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa manusia itu unik dan berbeda, dari perbedaan itu pula yang menyebabkan adanya interkasi sosial diantara manusia. Terkadang manusia merasa nyaman dengan perbedaan tetapi ada juga yang tidak merasa nyaman dalam perbedaan yang ada. Hal ini adalah Sunnatulloh karena telah digariskan oleh Allah SWT. Telah di gambarkan dalam Al-Quran Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurat: 13).Ayat ini dapat di tafsirkan bahwa manusia berbeda amaldengan adanya perbedaan tersebut diharapakan kitasemua dapat menjaga satu sama lain dalam tali persaudaraan. Ilmu yang kontemporer di kembangkan saat ini mengenaimulkultarisme dimana ilmu tersebut mempelajari bagaimana memanage perbedaan antara manusia <br />Variabel – variabel yang mempengaruhi Perilaku individu<br />Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. <br />Menurut Gibson (1987) : <br />Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. <br />Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. <br />Variabel ini menurut Gibson (1987) :<br />Banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. <br />Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari : <br />Variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. <br />Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. <br />Penelitian Robinson dan Larsen (1990) :<br />Terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. <br />Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. <br />Jadi dapat kita simpulkan setiap orang memuliki variabel yang mempengaruhi seorang individu berbeda sesuai dengan karakter masing-masing.<br /><br /><br />II.1 Dasar-dasar Perilaku Individu<br />1. Karakteristik Biografis<br />Menurut Stephen Robbins (47-51) Perbedaan karakteristik biografis (karakteristik pribadi yang objektif, misalnya usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan, masa kerja) pada diri individual sering dikaitkan dengan kinerja seseorang dalam organisasi. Banyak yang meyakini bahwa ada hubungan-hubungan yang berkaitan dengan, misalnya, tingkat kepuasan kerja, tingkat absensi, keinginan untuk maju, dan lain sebagainya. Berikut adalah karakteristik-karakteristi biografis dari seorang individu dilihat dari kinerja pada saat bekerja:<br />a. Usia<br />Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan adalah isu yang semakin penting dalam dekade mendatang. Mengapa? Sekurang-kurangnya karena tiga alasan. Pertama, terdapat keyakinan meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Tak peduli apakah itu benar atau tidak, banyak orang meyakininya dan bertindak atas dasar keyakinan itu. Kedua, adalah realita bahwa angkatan kerja telah menua. Misalnya, pekerja usia 55 tahun dan yang lebih tua merupakan sektoryang berkembang paling cepat dari angkatan kerja dewasa ini. Alasan ketiga adalah perundang-undangan Amerika yang baru-baru ini menyatakan bahwa, dengan maksud dan tujuan apapun, melarang perintah pensiun. Sebagian besar pekerja dewasa ini tidak lagi harus pensiun pada usia 70 tahun.<br />Apa persepsi terhadap pekerja yang sudah tua? Bukti menunjukkan bahwa para majikan mempunyai perasaan yang campur aduk. Mereka melihat sejumlah kualitas positif yang dibawa orang tua ke dalam pekerjaan mereka: khususnya, pengalaman, pertimbangan, etika kerja kuat, dan komitmen terhadap mutu. Namun pekerjaan orang tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Dan suatu pada suatu saat ketika organisasi mencari individu-idividu yang dapat menyesuaikan diri dan terbuka terhadap perubahan, hal-hal negative yang terkait dengan usia jelas mengganjal dalam seleksi awal atas karyawan tua dan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan dibiarkan pergi selama perampingan organisasi. Sekarang mari kita mengkaji bukti tersebut. Dampak apakah yang sebenarnya ditimbulkan oleh usia pada pengunduran diri, keabsenan, produktivitas, dan kepuasan?<br />Semakin tua Anda, maka akan semakin kecil kemungkinan anda berhenti dari pekerjaan. Itulah kesimpulan yang seringkali ditari berdasarkan studi-studi mengenai hubungan antara usia dan pengunduran diri karyawan. Tentu saja kesimpulan ini akan tidak terlalu mengejutkan. Dengan makin tuanya para pekerja, makin sedikit peluang pekerjan alternatif bagi mereka. Disamping itu, pekerja yang lebih tua berkemungkinan kecil untuk berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan tingkat upah yang lebih tinggi kepada mereka, liburan ditanggung perusahaan yang lebih panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik.<br />Cukup menggoda untuk mengasumsikan bahwa usia juga berbanding terbalik dengan keabsenan. Bagaimanapun juga, pekerja yang lebih tua berkemungkinan lebih kecil untuk berhenti bekerja, tidakkah mareka juga menunjukkan kemantapan yang lebih tinggi dengan masuk kerja secara lebih teratur? Tidak selalu! Kebanyakan studi memang menunjukkan suatu hubungan terbalik, tetapi pengujian penelitian yang lebih cermat menemukan bahwa hubungan usia-keabsenan sebagian merupakan fungsi apakah kemangkiran itu dapat dihindari atau tidak. Umumnya, karyawan tua mempunyai tingkat keabsenan dapat dihindari lebih rendah dibandingkan dengan karyawan angkatan yang lebih muda. Meski demikian, mereka mempunyai tingkat kemangkiran tak terhindarkan lebih tinggi, mungkin karena kesehatan yang memburuk karena penuaan dan lebih lamanya waktu pemulihan yang diperlukan pekerja tua bila cedera.<br />Bagaimana usia mempengaruhi produktivitas? Terdapat satu keyakinan meluas bahwa produktivitas merosot dengan makin bertambahnya usia sesorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan kordinasi menurun seiring dengan berjalannya waktu, dan bahwa kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya ransangan intelektual semuannya menyumbang pada berkurangnya produktivitas. Namun bukti menentang keyakinan dan asumsi tersebut. Misalnya, dalam jangka waktu 3 tahun, satu jaringan toko peralatan mengisi salah satu gerainya hanya dengan karyawan yang usianya diatas 50 dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan lima toko lain yang diisi dengan karyawan yang lebih muda. Kesimpulan alamiahnya adalah bahwa tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang yang mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar terpengaruh oleh kemerosotan ketermpilan fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas, atau jika terjadi kemerosotan Karen usia, sering diimbangi oleh keunggulan pengalaman.<br />Perhatian terakhir kita adalah hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Terhadap isu ini, bukti-bukti yang ada bercampur aduk. Sebagian besar penelitian menunjukkan hubungan positif antar usia dan kepuasan, sekurang-kurangnya sampai 60 tahun. Namun studi lain, menunjukkan hubungan yang berbentuk –U. Beberapa penjelasan dapat menjernihkan hasil temuan ini, yang paling masuk akal adalah bahwa studi ini mencampuradukan karyawan professional dan tak professional. Jika kedua tipe itu dipisah, kepuasan cenderung terus-menerus meningkat pada para professional dengan bertambahnya usia mereka, sedangkan pada nonprofesinal kepuasan itu merosot selama usia stengah baya dan kemudian naik lagi pada tahun-tahun berikutnya.<br />Intinya adalah sebagai berikut:<br />• hubungan Umur - Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun. Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. <br />• Hubungan Umur - Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja menurun, dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula. Mengingat umur yang bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina. ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula, contoh : bila ada salah satu anaknya yang sakit. <br />• Hubungan Umur - Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun. Alasan : menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga study yang mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan : menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman. <br />• hubungan umur - kepuasan kerja = <br />o bagi karyawan profesional : umur meningkat, kepuasan kerja juga meningkat <br />o karyawan non-profesional : kepuasan merosot selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U ("U" curve).<br />b. Jenis Kelamin <br />Bukti menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk memulai pembahasan kali ini adalah dengan pengakuan bahwa terdapat hanya sedikit, jika ada perbedaan penting antara pria dan wanita yang akan mempegaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak terdapat perbedaan yang konsisten pada pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah belajar. Penelitian-penelitian psikologis menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan berkemungkinan lebih besar daripada wanita untuk memiliki harapan atas keberhasilan, namun perbedaan-perbedaan itu tidak besar. Dengan perubahan-perubahan significant yang berlangsung dalam 30 tahun terakhir ini dalam hal peningkatan partisipasi wanita dalam dunia kerja dan memikirkan kembali apa yang membentuk peran pria dan wanita yakni dengan asumsi bahwa tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa jenis kelamin karyawan mempengaruhi kepuasan kerja.<br />Satu isu yang tampaknya membedakan dalam hal jenis kelamin, khususnya saat karyawan mempunyai anak-anak berusia pra-sekolah, adalah pemilihan jadwal kerja. Ibu-ibu yang bekerja berkemungkinan lebih besar untuk memilih pekerjaan paruh waktu, jadwal kerja yang fleksibel, dan menyelesaikan pekerjaan kantor di rumahagar bisa memenuhi tanggung jawab mereka terhadap keluarga. Dalam masalah tingkat pengunduran diri karyawan, bukti menunjukkan bahwa tidak terdapt perbedaan yang mencolok dalam hal itu. Tingkat pengunduran diri wanita sama dengan pria. Akan tetapi penelitian tentang keabsenan, secara konsisten menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat keabsenan yang lebih tinggi daripada pria. Penjelasan yang paling logis untuk temuan ini adalah bahwa riset itu dilakukan di Amerka Utara, dan budaya Amerika Utara secara historis menempatakn tanggung jawab rumah tangga dan keluarga pada wanita. Jika ada anak yang sakit atau seeseorang harus tinggal di rumah untuk menunggui tukang ledeng, maka wanitalah yang secara tradisional libur dari pekerjaannya. Tetapi tidak diragukan lagi riset ini terikat dengan waktu. Peran historis wanita dalam perawatan anak dan sebagai pencari nafkah sekunder sudah sangat berubah dalam generasi terakhir, dan sebagain besar pria dewasa ini senang dengan pengasuhan anak dan masalah-masalah yang terkait dengan perawatan anak paad umumnya seperti juga wanita. Intinya adalah sebagai berikut:<br />• tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara pria dengan wanita. <br />• tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan memperngaruhi kepuasan kerja. <br />• hubungan gender - turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita mempunyai tingkat keluar yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada perbedaan antara hubungan keduanya. <br />• hubungan gender - absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi (lebih sering mangkir). dengan alasan : wanita memikul tanggung jawab rumah tangga dan keluarga yang lebih besar, juga jangan lupa dengan masalah kewanitaan.<br />c. Status perkawinan <br />Tidak terdapat cukup banyak penelitian untuk menarik kesimpulan tentang dampakstatus perkawinan pada produktivitas. Namun riset secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang akan menikah lebih rendah tingkat keabsenannya, mempunyai tingkat pengunduran diri yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang tidak menikah. Pernikahan menuntut tanggung jawab lebih besar yang mungkin membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Tetapi pertanyaan tentang alasannya tidaklah jelas. Sangat mungkin bahwa karayawan yang tekun dan puas berkemungkinan lebih besar untuk menikah. Intinya adalah sebagai berikut:<br />• tidak ada studi yang cukup untu menyimpulkan mengenai efek status perkawinan terhadap produktifitas. <br />• karyawan yang menikah lebih sediki absensinya, pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaannya<br />d. Masa Kerja<br />Jika kita mendefinisikan senioritassebagai masa kerja seseorang pada pekerjaan tertentu, kita dapat menagtakn bahwa bukti paling baru menunjukkan suatu hubungan positif antar senioritas dan produktivitas pekerjaan. Jika demikian masa kerja, yang diekspresikan sebagai pengaalamn kerja, tampaknya menjadi dasar perkiraan yang baik terhadap produktivitas karyawan.<br />Riset yang menghubungkan masa kerja dengan keabsenan sangatlah tegas. Secara konsisten penelitian-penelitian menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negative dengan keabsenan. Faktanya dalam hal frekuensi keabsenan maupun dalam total hari yang hilang pada saat bekerja, masa kerja merupakan variable penjelas tunggal yang paling penting. Masa kerja juga merupakan variable penting dalakm menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan. Semakin lama seseorang berada dalam pekerjaan, semakin kecil kemungkinan ia akan mengundurkan diri. Lagi pula, konsisten dengan penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku masa lalu merupakan indikator . Intinya adalah sebagai berikut:<br />• tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. <br />• senioritas / masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.<br />1. masa kerja tinggi , tingkat absensi dan turnover rendah <br />2. masa kerja rendah, tingkat absensi dan turnover tinggi<br /> Keduanya hal di atas berkaitan secara negatif<br />1. masa kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi <br />2. masa kerja rendah, kepuasan kerja rendah<br /> kedua hal di atas berkaitan secara positif<br />2. Kemampuan<br />yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.<br />• kemampuan intelektual. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental. misalnya : berpikir,menganalisis, memahami. yang mana dapat diukur dalam berbrntuk tes (tes IQ). Dan setiap orang punya kemampuan yang berbeda. <br />• kemampuan fisik. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kecekatan dan kekuatan.<br />Ada 7 dimensi yang membentuk kemampuan intelektual seseorang, yaitu : kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan. Tes atas semua dimensi diatas akan menjadi predictor yang tepat untuk menilai kinerja keseluruhan karyawan.<br />Setelah kemampuan intelektual, ada yang disebut kemampuan fisik, yaitu adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan , kekuatan, dan ketrampilanm fisik lainnya. Kemampuan fisik ini tentu saja disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dijalankan. Seorang manajer dapat menilai seberapa banyak kemampaun intelektual dan fisik yang harus dimiliki karyawannya. Ada 9 kemampuan fisik dasar yang porsinya dimiliki secara berbeda-beda oleh tiap individu. Tentu saja, porsi yang dituntut oleh tiap jenis pekerjaan juga berbeda-beda. Kemampuan fisik dasar tersebut adalah : kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.<br />Agar kinerja yang baik dapat dicapai, kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki karyawan sangat penting. Apabila karyawan kekurangan kemampuan yang disyaratkan, kemungkinan besar mereka akan gagal. Jika karyawan memiliki kemampuan tambahan yang tidak disyaratkan dalam pekerjaan, tentu hal tersebut dapat menjadi nilai tambah. Namun jika jumlah kelebihan jauh melampaui apa yang dibutuhkan pekerjaan, akan ada ketidakefisienan organisasional dan kepuasan karyawan mungkin merosot. Manajer juga mungkin perlu membayar upah yang lebih tinggi atas kelebihan tersebut.<br />• Kepribadian<br />merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi.<br />ciri dari kepribadian adalah :<br />merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.<br />Pengertian Kepribadian <br />Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi Kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut : <br />a. Yinger <br />Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi. <br />b. M.A.W Bouwer <br />Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang. <br />c. Cuber <br />Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang. <br />d. Theodore R. Newcombe <br />Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. (Dalam :http://budakbangka.blogspot.com) <br />4.Proses belajar (pembelajaran)<br />adalah bagaimana kita dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku, dan pahami bagaimana orang belajar. <br />• belajar melibatkan perubahan (baik ataupun buruk) <br />• perubahan harus relatif permanen <br />• belajar berlangsung jika ada perubahan tindakan / perilaku <br />• beberapa bentuk pengalaman diperlukan untuk belajar. pengalaman dapat diperoleh lewat pengamatan langsung atau tidak langsung (membaca) atau lewat praktek<br />Setelah kesesuaian antara pekerjaan-kemampuan tercapai, setiap karyawan perlu memahami konsep pembelajaran, yaitu setiap perubahan yang relative permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.<br />Ada beberapa teori pembelajaran :<br />- Pengkondisian klasik : suatu tupe pengkondisian dimana seorang individu menanggapi beberapa rangsangan yang tidak akan selalu menghasilkan respon yang sama.<br />- Pengkondisian operan : suatu tipe pengkondisian dimana perilaku sukarela yang diinginkan menyebabkan suatu penghargaan atau mencegah suatu hukuman.<br />- Pembelajaran sosial : yaitu bahwa orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Sering juga disebut teori pembelajaran sosial, ada proses-proses yang harus dialami didalamnya agar pembelajaran berlangsung baik, yaitu : proses perhatian, proses penahanan, proses reproduksi motor, proses penguatan.<br />Selain pembelajaran seperti diatas, manajer juga perlu melakukan pembentukan perilaku karyawan sebagai suatu alat manajerial. Karyawan harus berperilaku dengan cara-cara yang paling memberi manfaat bagi organisasi.<br />Ada 4 metode pembentukan perilaku, yaitu :<br />- Penguatan positif : bila suatu respon diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya pujian.<br />- Penguatan negatif : bila suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya berpura-pura bekerja lebih rajin sangat pengawas berkeliling.<br />- Hukuman : mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha untuk menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya : Penskorsan<br />- Pemunahan : menyingkirkan penguatan apa saja yang mempetahankan perilaku. Misalnya tidak mengabaikan masukan dari bawahan akan menghilangkan keinginan mereka untuk menyumbangkan pendapat.<br />Dari hasil riset, didapati bahwa melalui penguatan akan didapati hasil yang lebih mengesankan dibandingkan melalui hukuman dan pemunahan.<br />Didalam pelaksanaannya, ada beberapa jenis jadwal penguatan yang dapat dipilih, yaitu :<br />- Penguatan berkesinambungan : perilaku yang dinginkan diperkuat tiapkali perilaku itu diperagakan,<br />- Penguatan terputus-putus : perilaku yang dinginkan diperkuat cukup sering untuk emmbuatnya berharga untuk diulang, tetapi tidak setiap kali diperagakan perilaku itu diperkuat.<br />- Jadwal interval pasti : ganjaran-ganjaran yang didistribusikan pada selang waktu yang seragam.<br />- Jadwal interval variabel : ganjaran didistribusikan menurut waktu sedemikian sehingga penguatan tidak dapat diramalkan.<br />- Jadwal rasio pasti : ganjaran diberikan setelah sejumlah respon yang jumlahnya pasti.<br />- Jadwal rasio-variabel : ganjaran beraneka sehubungan dengan perilaku individu.<br />Ada beberapa penerapan organisasional yang spesifik lainnya yang dapat diterapkan di organisasi untuk membentuk perilaku karyawan yang sesuai, diantaranya : menggunakan lotere untuk mengurangi kemangkiran, tunjangan sehat vs. tunjangan sakit, disiplin karyawan, mengembangkan program pelatihan, menciptakan program mentor, dan swa-manajemen.<br /><br /><br />II.2 Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja<br />1. Nilai<br /> Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa “bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau social lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan.Nilai mengandung unsure pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan adalah penting. <br /> Nilai penting nilai untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita. Individu-individu memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak seharusnya”. Tentu saja dengan gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas nilai. Sebaliknya, gagasan tersebut mengandung penafsiran tentang benar dan asalah. Lebih jauh, gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai daripada yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh objektifitas dan rasionalitas.<br />Nilai-nilai antar kebudayaan<br />Kerabngka kerja Hofstede pengkajian kebudayaan merupakan salah satu pendekatan secara global yang paling banyak dirujuk untuk menganalisis variasi-variasi diantara kebudayaan-kebudayaan berbeda dialikan oleh Geert Hofstede. Ia melakuakan survey lebih drai 116.000 karyawan IBM di 40 negara tentang nilai yang berhubungan dengan pendekatan mereka. Dia menemukan bahwa para manajer dan karyawan berbeda-beda berdasarkan lima dimensi nilai budaya nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:<br />• Jarak kekuasaan. Sampai pada tingkat manakah orang-orang di sebuah neagar menerima bahwa kekuasaan dalam institusi dan organissai itu didistribusikan secara tidak sama. Berkisar dari yang relative sama (jarak kekuasaan rendah) sampai ke yang sangat tidak merata (jaak kekuasaan tinggi)<br />• Individualisme versus kolektivisme. Individualisme adalah tingkat diaman orang-orang di sebuah Negara lebih suka bertindak sebagai individu disbanding sebagai anggota kelompok. Kolektivisme ekuivalen dengan individualism yang rendah. <br />• Kuantitas kehidupan versus kualitas kehidupan. Kuantitas kehiduapn adalah samapai tingkat mana nilai-nilai seperti keberanian, perolehan uang dan barang materi serta persaingan itu mendominasi. Kualitas kehidupan adalah sampai tingkat mana orang lain menghargai hubungan, dan memperlihatkan kepekaan dan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.<br />• Penghindaran ketidak pastian. Sampai tingkat manakah orang-orang dalam satu Negara menyukai situasi terstruktur daripada tidak terstrukur. Dinegara yang skornya tinggi dalam penghindaran ketidakpastian orang-orang mengalami peningkatan kecemasan, yang menjelma diri menjadi sikap gugup, stress, dan agrsivitas yang lebih besar.<br />• Orientasi jangka panjang. Orang-orang hidup dalam kebudayaan dengan orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan dan ketekunan.<br />Apa yang disimpulkan oleh riset Hofstede? Disini terdapat beberapa pokok yang disoroti. China dan Afrika Barat memiliki skor yang tinggi dalam jarak kekuasaan; Amerika Serikat dan Belanda memiliki skjor yang rendah. Sebagin besar Negara Asia lebih bersifat kolektivis daripada individualistis, Amerika Serikat berperingkat paling tinggi diantara semua Negara pada bidang individualism. Jerman dan Hongkong berperingkat tinggi pada kuantitas hidup; Rusia dan Belanda berperingkat rendah pada bidang ketidakpastian, Perancis dan Rusia tinggi, Hongkong dan AS rendah. An China serta Hongkong memiliki orientasi jangka panjang sementara Perancis dan AS meniliki orientasi jangka pendek.<br /><br /><br /><br />2.Sikap<br />adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif (menguntungkan atau tidak menguntungkan) mengenai objek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. <br />Dalam perilaku organisasi, pemahaman atas sikap penting, karena sikap mempengaruhi perilaku kerja. komponen sikap : <br /> kognitif, segmen pendapat atau keyakinan dari suatu sikap <br /> afektif, segmen emosional dari suatu sikap <br /> perilaku,suatu maksud untuk perilaku dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.<br />3. Kepuasan kerja<br />adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. atau persaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja mempengaruhi sikap.<br /> Menurut Herwan Parwiyanto dalam artikel Perilaku Organisasi Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami pegawai dalam bekerja <br /> Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. <br /> Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. <br /> Stephen Robins : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai <br />Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja<br /> Schemerhorn mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu <br />1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. <br />2. Penyelia (Supervision), Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya. <br />3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. <br />4. Promosi (Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. <br />5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. <br /> Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Stephen Robins : <br />1. Kerja yang secara mental menantang, Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. <br />2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. <br />3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). <br />4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. <br />5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. <br />Kepuasan kerja yang rendah, mengakibatkan keluhan, absensi, dan tingkat turnover tinggi. Namun membuat tingkat produktifitas rendah juga.<br />Cara pengungkapan ketidakpuasan<br />• Keluar: perilaku diarahkan ke meninggalkan organissai, yang meliputi mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri<br />• Suara: secara aktif dan konsktruktif berupaya memperbaiaki kondisi, yangmeliputi menyarankan perbaikan, mendiskusuikan masalah dengan atasan, dan sebagain bentuk kegiatan perserikatan<br />• Kesetiaan: secara pasif namun optimis perbaiakan kondisi, yang meliputi membela organissai dari kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakauakn hal yang benar”<br />• Pengabaian: secar pasif membiarkan keadaan nmemburuk, yang meliputi keabsenan atau keterlambatan kronis, penurunan usaha, dan peningkatan tingkat kesalahan.<br /><br />II.3 Kaitannya Dasar Perilaku Individu, nilai, dan kepuasan kerja individu dengan sertifikasi dan profesionalisme guru <br />A. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku<br />Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.<br />Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.<br />Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas:<br />1. Komponen kognitif<br />Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.<br />2. Komponen afektif<br />Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.<br />3. Komponen konatif<br />Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata.<br />Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu:<br />1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.<br />Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.<br />2. Fungsi pertahanan ego<br />Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego.<br />3. Fungsi ekspresi nilai<br />Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.<br />4. Fungsi pengetahuan<br />Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu. Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut objek sikap yang bersangkutan.<br />Proses timbulnya atau terbentuknya sikap dapat dilihat pada factor sikap berikut ini:<br />Faktor Internal<br />-Fisiologis<br />- PsikologisObjek Sikap<br />Sikap<br />FaktorEksternal<br />-Pengalaman<br />- Situasi<br />- Norma-norma<br />- Hambatan<br />- Pendorong<br />Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh terhadap sikap yang ada pada diri seseorang.<br />Sementara itu reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Sikap yang diambil pada diri individu dapat diikuti dalam bagan berikut ini: <br />• Keyakinan <br />• Proses Belajar <br />• Cakrawala <br />• Pengalaman <br />• Pengetahuan <br />• Objek Sikap <br />• Persepsi <br />• Faktor- Faktor lingkungan yang berpengaruh <br />• Kepribadian <br />• Kognisi <br />• Afeksi <br />• Konasi <br />• Sikap <br />Factor eksternal Perseps dikutip dari Mar’at (1982:23) dengan perubahan.<br />Dilihat dari faktor di atas dapat dijelaskan bahwa sikap akan dipersepsi oleh individu dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam persepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak dan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan.<br />Bringham dalam Azwar menjelaskan tipe ukuran sikap yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi responden.<br />Mengukur sikap bukan suatu hal yang mudah sebab sikap adalah kecenderungan, pandangan pendapat, atau pendirian seseorang untuk meneliti suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya, dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Dalam penelitian sikap, tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya. Perlu diperhatikan metode yang berhubungan dengan pengukuran sikap, bagaimana instrumen itu dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur sikap. Azwar (2000:90) menjelaskan bahwa, metode yang bisa digunakan untuk pengungkapan sikap yaitu:<br />1. Observasi perilaku<br />Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang) misalnya tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukanlah dapat disimpulkan bahwa ia tidak menyukai film Indonesia. Orang lain yang selalu memakai baju warna putih, bukankah dia memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih. Perilaku tertentu bahkan kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya. Dengan demikian, perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam kontek situasional tertentu, tetapi interpretasi sikap warna sangat berhati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.<br />2. Pertanyaan langsung<br />Asumsi yang mendasari metode pertanyaan langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya.<br />3. Pengungkapan langsung<br />Suatu metode pertanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkapan langsung dengan item ganda sangat sederhana. Responden diminta untuk menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respondennya yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur. Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengungkapan langsung yaitu dengan menggunakan skala psikologis yang diberikan pada objek.<br />B. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional<br />Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.<br />Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:<br />1. mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, <br />2. menunggu peserta didik berperilaku negatif, <br />3. menggunakan destruktif discipline, <br />4. mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, <br />5. merasa diri paling pandai di kelasnya, <br />6. tidak adil (diskriminatif), serta <br />7. memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20). <br />Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:<br />1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,<br />2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,<br />3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,<br />4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.<br />Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15).<br />Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.<br />Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.<br />Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).<br />Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.<br />Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:<br />1. kasih sayang, <br />2. penghargaan, <br />3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri, <br />4. kepercayaan, <br />5. kerjasama, <br />6. saling berbagi, <br />7. saling memotivasi, <br />8. saling mendengarkan, <br />9. saling berinteraksi secara positif, <br />10. saling menanamkan nilai-nilai moral, <br />11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati, <br />12. saling menularkan antusiasme, <br />13. saling menggali potensi diri, <br />14. saling mengajari dengan kerendahan hati, <br />15. saling menginsiprasi, <br />16. saling menghormati perbedaan. <br />Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.<br />C. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang<br />Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu.<br />Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.<br />Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.<br />Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.<br />Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.<br />Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.<br />Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya<br />D.Sertifikasi dan Profesionalisme Guru<br />Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) disahkan pada Desember 2005, sertifikasi menjadi istilah yang sangat populer dan menjadi topik pembicaraan yang hangat pada setiap pertemuan, baik di kalangan akademisi, guru maupun masyarakat. Dengan diberlakukan UUGD minimal memiliki tiga fungsi. Pertama sebagai landasan yuridis bagi guru dari perbuatan semena-mena dari siswa, orang tua dan masyarakat. Kedua untuk meningkatkan profesionalisme guru. Ketiga untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Baik yang berstatus sebagai pegawai negeri (PNS) ataupun non PNS.<br />Kerangka pikir dan landasan peningkatan mutu pendidikan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).<br />Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006:7), yaitu kualifikasi pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Ketiga persyaratan untuk menjadi guru sesuai dengan Pasal 1 butir (12) UUGD yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sementara itu, pada Pasal 11 ayat (1) juga disebutkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Untuk itu, guru dapat memperoleh sertifikat pendidik jika telah memenuhi dua syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimum yang ditentukan (diploma-D4/sarjana S1) dan terbukti telah menguasai kompetensi tertentu. Untuk itu, sebenarnya syarat untuk menjadi guru bila dicermati lebih dalam hanya ada dua, yaitu kualifikasi akademik minimum (ijazah D4/S1) dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal dari pemenuhan dua syarat di atas, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru.<br />kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan minimal. Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal.<br />Sebagai gambaran rinci keadaan kualifikasi pendidikan minimal guru di Indonesia sebagai berikut: Guru TK yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 119.470 (78,1%) dengan sebagian besar 32.510 orang berijazah SLTA. Di tingkat SD, guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 391.507 (34%) yang meliputi sebanyak 378.740 orang berijazah SMA dan sebanyak 12.767 orang berijazah D1. Di tingkat SMP, jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 317.112 (71,2%) yang terdiri atas 130.753 orang berijazah D1 dan 82.788 orang berijazah D2. Begitu juga di tingkat SMA, terdapat 87.133 (46,6%) guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal, yakni sebanyak 164 orang berijazah D1, 15.589 orang berijazah D2, dan 71.380 orang berijazah D3.<br /> Gambaran jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal tersebut akan semakin besar persentasenya bila dilihat dari persyaratan kualifikasi pendidikan minimal guru yang dituntut oleh PP No. 19/2005 tentang SNP. Di samping itu, pada Pasal 28 PP tersebut, juga mempersyaratkan seorang guru harus memenuhi kompetensi minimal sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah. Kompetensi sebagai agen pembelajaran ini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.<br />Isi Pasal 1 butir (11) UUGD menyebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen. Tentu saja dengan logika bahwa yang bersangkutan terbukti telah menguasai kedua hal yang dipersyaratkan di atas (kualifikasi pendidikan minimum dan penguasaan kompetensi guru). Untuk kualifikasi pendidikan minimum, buktinya dapat diperoleh melalui ijazah (D4/S1). Namun sertifikat pendidik sebagai bukti penguasaan kompetensi minimal sebagai guru harus dilakukan melalui suatu evaluasi yang cermat dan komprehensif dari aspek-aspek pembentuk sosok guru yang kompeten dan profesional. Tuntutan evaluasi yang cermat dan komprehensif ini berlandaskan pada isi Pasal 11 ayat (3) UUGD yang menyebutkan bahwa sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Jadi sertifikasi guru dari sisi proses akan berbentuk uji kompetensi yang cermat dan komprehensif. Jika seorang guru/calon guru dinyatakan lulus dalam uji kompetensi ini, maka dia berhak memperoleh sertifikat pendidik.<br />Sertifikasi guru bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan seorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi. Adapun manfaat uji sertifikasi sebagai berikut. Pertama, melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri. Keduai, melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumberdaya manusia di negeri ini. Ketiga, menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. Keempat, menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.<br />Bentuk uji kompetensi dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Wacana yang berkembang dalam penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Guru, uji kompetensi tersebut terdiri atas dua bagian, yaitu: (1) ujian tertulis dan (2) ujian kinerja. Untuk melengkapi kedua jenis tersebut, peserta sertifikasi juga akan diminta untuk menyusun self appraisal dan portofolio.<br /> Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat pokok pekerjaan profesional menurut Wina Sanjaya (2005:142-143): (1) pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah; (2) suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas; (3) tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya; (4) suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.<br />Melalui sertifikasi diharapkan dapat dipilah mana guru yang profesional mana yang tidak sehingga yang berhak menerima tunjangan profesi adalah guru profesional yang bercirikan berilmu pengetahuan, berlaku adil, berwibawa dan menguasai bidang yang ditekuninya. Semoga. <br />E.Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru <br />Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.<br />Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.<br />Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen).<br />Bila kita mencermati prinsip-prinsip profesional di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki titik lemah pada hal-hal berikut:<br /> (1) Kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya.<br />(2) Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. (3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. <br />Sementara ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program sertifikasi. Namun, program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang notabene akan berpotensi subjektif.<br />(4) Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb.<br />Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model.<br />Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah. Hal-hal yang dapat dilakukan di antaranya:<br /> (1) penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Caranya, tiada lain dengan pelatihan.<br />(2) Pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. <br />(3) Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat", dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal). <br />(4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup. <br />Penulis, guru SMP Negeri 3 Kota Bogor, pemenang II lomba penulisan yang diselenggarakan AGP-PGRI Jawa Barat 2007/2008.<br />Dari pembahasan jurnal dan artikel diatas dapat kita simpulkan bahwa keprofesionalan seorang guru dapat dilihat melalaui sertifikasi. Adapun kaitannya denagn perilaku individu adalah bahwa seorang guru memiliki karkteristik-karakteristik dasar sebagai individu daalm pencapaiannya menjadi guru professional sehingga kepuasan kerja pun tercapai baik dari sisi pengabdiannya sebagai guru maupun dalam kapsitas ia dalam pekerjaannya. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br />Kesimpulan<br /> Dari malakah diatas dapat disimpulkan bahwa:<br />1. dasar-dasar perilaku individu<br />1. karakteristik biografis<br />yaitu karakteristik pribadi seperti umur, jenis kelamin, dan status kawin yang objektif dan mudah diperoleh dari rekaman pribadi.<br />Umur (age)<br />• hubungan Umur - Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun. Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. <br />• Hubungan Umur - Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja menurun, dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula. Mengingat umur yang bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina. ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula, contoh : bila ada salah satu anaknya yang sakit. <br />• Hubungan Umur - Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun. Alasan : menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga study yang mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan : menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman. <br />• hubungan umur - kepuasan kerja = <br />o bagi karyawan profesional : umur meningkat, kepuasan kerja juga meningkat <br />o karyawan non-profesional : kepuasan merosot selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U ("U" curve).<br /><br />Jenis kelamin (gender)<br />• tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara pria dengan wanita. <br />• tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan memperngaruhi kepuasan kerja. <br />• hubungan gender - turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita mempunyai tingkat keluar yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada perbedaan antara hubungan keduanya. <br />• hubungan gender - absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi (lebih sering mangkir). dengan alasan : wanita memikul tanggung jawab rumah tangga dan keluarga yang lebih besar, juga jangan lupa dengan masalah kewanitaan.<br />Status pernikahan (martial status)<br />• tidak ada studi yang cukup untu menyimpulkan mengenai efek status perkawinan terhadap produktifitas. <br />• karyawan yang menikah lebih sediki absensinya, pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaannya.<br />Masa kerja<br />• tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. <br />• senioritas / masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.<br />1. masa kerja tinggi , tingkat absensi dan turnover rendah <br />2. masa kerja rendah, tingkat absensi dan turnover tinggi<br /> Keduanya hal di atas berkaitan secara negatif<br />1. masa kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi <br />2. masa kerja rendah, kepuasan kerja rendah<br /> kedua hal di atas berkaitan secara positif<br />2. Kemampuan<br />yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.<br />• kemampuan intelektual. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental. misalnya : berpikir,menganalisis, memahami. yang mana dapat diukur dalam berbrntuk tes (tes IQ). Dan setiap orang punya kemampuan yang berbeda. <br />• kemampuan fisik. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kecekatan dan kekuatan.<br />3. Kepribadian<br />merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi.<br />ciri dari kepribadian adalah :<br />merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.<br />4. Proses belajar (pembelajaran)<br />adalah bagaimana kita dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku, dan pahami bagaimana orang belajar.<br />belajar adalah : setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.<br />• belajar melibatkan perubahan (baik ataupun buruk) <br />• perubahan harus relatif permanen <br />• belajar berlangsung jika ada perubahan tindakan / perilaku <br />• beberapa bentuk pengalaman diperlukan untuk belajar. pengalaman dapat diperoleh lewat pengamatan langsung atau tidak langsung (membaca) atau lewat praktek<br />2. Nilai, sikap dan kepuasan kerja individu?<br />1.Nilai<br /> Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa “bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau social lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan.Nilai mengandung unsure pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan adalah penting. <br />2. Sikap<br />adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif (menguntungkan atau tidak menguntungkan) mengenai objek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. Dalam perilaku organisasi, pemahaman atas sikap penting, karena sikap mempengaruhi perilaku kerja.<br />komponen sikap :<br />• kognitif, segmen pendapat atau keyakinan dari suatu sikap <br />• afektif, segmen emosional dari suatu sikap <br />• perilaku,suatu maksud untuk perilaku dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu<br />3. kepuasan kerja<br />adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. atau persaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja mempengaruhi sikap.<br />apa yang menetukan kepuasan kerja ?<br />• kerja yang secara mental menantang. kesempatan menggunakan ketrampilan / kemampuan, tugas yang beragam, kebebasan, dan umpan balik. <br />• ganjaran yang pantas. sistem upah dan kebijakan promosi yang adil. <br />• kondisi kerja yang mendukung. lingkungan kerja yang aman, nyaman, fasilitas yang memadai. <br />• rekan kerja yang mendukung. rekan kerja yang ramah dan mendukung, atasan yang ramah, memahami, menghargai dan menunjukan keberpihakan kepada bawahan. <br />• kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. bakat dan kemampuan karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan.<br />kepuasan kerja yang rendah, mengakibatkan<br />4. Profesionalisme guru sebagai bagian dari seorang individu<br />keprofesionalan seorang guru dapat dilihat melalui sertifikasi. Adapun kaitannya denagn perilaku individu adalah bahwa seorang guru memiliki karkteristik-karakteristik dasar sebagai individu daalm pencapaiannya menjadi guru professional sehingga kepuasan kerja pun tercapai baik dari sisi pengabdiannya sebagai guru maupun dalam kapsitas ia dalam pekerjaannya. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-33874755456317716312010-01-08T15:21:00.000-08:002012-10-24T18:49:53.145-07:00PO AtiBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br />Organisasi adalah unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama. Berdasarkan definisi tersebut, maka organisasi meliputi perusahaan manufaktur, dan jasa, sekolah, rumah sakit, satuan militer, toko, kepemerintahan, negara bagian dan negara federal. <br />Berbicara tentang organisasi tentunya tidak akan terlepas dari seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu seorang manajer. Manajer dapat diartikan sebagai individu-individu yang mencapai sasaran melalui perantara orang lain. <br />Dewasa ini para manajer harus dapat mengembangkan keterampilan interpersonal dan personal yang ia miliki jika mereka ingin efektif dalam pekerjaannya. Begitu pula dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi organisasi yang ia pimpin, harus mengembangkan keterampilan interpersonal dan keterampilan personalnya sehingga keputusan yang mereka ambil dapat berjalan efektif dan efisien. Seorang manajer ketika dihadapkan pada suatu permasalahan maka dia bisa saja menyelasaikannya secara teknis. Akan tetapi dengan keterampilan teknis saja kurang cukup, agar permasalahan dan penganbilan kepusan dapat dikerjakan dengan efektif maka manajer harus mengembangkan keterampilan yang ia miliki. <br />Untuk dapat menciptakan sebuah organisasi yang dapat berjalan secara efektip, seorang manajer juga harus mempelajari tentang perilaku yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan struktur dalam organisasi, dan dapat mengetahu bagainama pengaruh perilaku tersebt terhadap perilaku organisasi. Oleh karena itu dalam makalah ini akn dibahas hal- hal yang berhubungan dengan perilaku organisasi.<br /><br /><br />2. Rumusan Masalah <br />1) Apa yang dilakukan para manajer?<br />2) Apa manfaat penelitian sistematis perilaku organisasi(OB)?<br />3) Apa tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep OB?<br />4) Apa ilmu-ilmu yang terkait dangan OB<br />5) Apa yang menjadi analisis OB?<br /><br />3. Tujuan <br />1. Mengetahui pekerjaan yang dilakukan para manajer<br />2. Mengetahui manfaat penelitian sistematis perilaku organisasi(OB)<br />3. Mengetahui tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep OB<br />4. Mengetahui ilmu-ilmu yang terkait dangan OB<br />5. Mengetahui bahan sanalisis OB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />1. Konsep manajemen<br />Orang yang mengawasi kegiatan-kegiatan orang lain dan bertanggung jawab atas pencapaian tujuan dalam organisasi-organisasi disebut manager. Atau manajer dapat diartikan sebagai individu-individu yang mencapai sasaran melalui perantara orang lain. untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh manajer, maka kita dapat melihatnya dari fungsi-fungsi manajemen dan dari peran manajemen serta keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki manajer. <br /><br />A. Fungsi manajemen.<br />Pada awal abad ke-20, Hanri Fayol mengemukakan bahwa manajer harus menjalankan lima fungsi manajemen: merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, fungsi-fungsi tersebut mengalami penyempitan yaitu menjadi empat fungsi: perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.<br /> Sebuah organisasi didirikan semata-mata untuk mencapai sasaran . Untuk mencapai nya maka seorang manajer harus menggunakan fungsi perencanaan segingga sasaran organisasi dapai dicapai dengan baik. Fungsi perencanaan meliputi penentuan sasaran organisasi, penetapa strategi, dan pengembangan hirarki rencana menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.<br /> Manajer juga bertanggungjawab dalam merancang struktur organisasi, hal ini dapat disebut dengan fungsi pengorganisasian. Fungsi tersebut meliputi penetapan tugas-tugas yang akan dilakukan (pembagian tugas), siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas dikelompokan, dan dimana keputusan harus diambil.<br /> Organisasi merupakan kumpulan orang-orang untuk mengarahkan dan mengkordinasikan orang-orang tersebut, maka harus diterapkan fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan meliputi memotivasi karyawan, mengarahkan orang-orang, memilih jalur komunikasi yang paling efektif, dan menyelesaikan konflik.<br /> Fungsi pengendalin merupakan fungsi terakhir yang dilakukan manajer. Pengendalian ini dilakukan agar menjamin semua kegiantan berjalan sesuai rencana dan apabila terjadi penyimpangan, maka memanajer bertugas untuk mengembalikannya seruai dengan yeng telah direncanakan sebelunnya. Fungsi pengendalian mencakup pemantauan, pembandingan, dan mengoreksi.<br /><br />B. Peran managemen<br />Pada akhir dasawarsa 1960-an, Mintzberg melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa pera manajer menjalankan sepuluh peran yang berbeda yang saling berkaitan. Sepuluh peran ini dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu kategori yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, informasional, dan pengambilan keputusan. Berikut ini tabel penggolongan peran berdasarkan kategorinya.<br /><br />Tabel 1<br />Peran-peran manajerial Mintzberg<br />Peran Uraian Contoh <br />Interpersonal <br />Kepala simbolis Kepala simbolis, diwajibkan menjalankan sejumlah tugas rutin ynag bersifat legal atau social Upacara, sambutan status, sosialisasi<br />Pemimpin Bertanggung jawab memotivasi dan mengarahkan karyawan Hampir semua kegiatan manajerial melibatkan karyawan<br />Penghbung Memelihara jaringan kontak luar yang memberikan bantuandan informasi menerima surat, pekerjaan dewan eksternalitas<br />Informasional <br />Monitor Menerima berbagai informasi , berperan sebagai pusat syaraf informasi internal dan eksternal organisasi. Menangani semua surat dan kontak yang dikategorikan terkait dengan penerinaan informasi.<br />Penyampai Menyalurkan informasi yang diterima dari luar atau dari karyawan lain ke anggota organisasi Meneruskan surat ke dalam organisasi untuk tujuan memberikan informasi; kontak verbal yang melibatkan aliran informasi kebawah seperti sesi kajian<br />Juru bicara Menyalurkan informasi ke orang luar atas rencana, kebijakan, tindakan, dan hasil organisasi berperan sebagai ahli industri organisasi tersebut. Pertemuan-pertemuan dewan, manangani kontak yang mencakup penyebaran informasi informasi ke orang luar.<br />Pengambilan keputusan<br />Pengusaha Mencari peluang dalam organisasi dan lingkungannya dan memprakarsai proyek-proyek untuk membuat perubahan Sesi-sesi strategi dan kajian mencakup pemprakarsaan atau perancangan proyek-proyek perbaikan<br />Pengelola gangguan Bertanggung jawab atas tindakan perbaikan ketika organisasi menghadapi gangguan penting yang tidak terduga Sesi-sesi strategi dan kajian mencakup gangguan dan krisis<br />Pengalokasi sumberdaya Membuat atau menyetujui keputusan penting organisasi Menjadwalkan meminta otoritas; menyusun anggaran, tugas pemprograman karyawan<br />Perunding Bertanggung jawab mewakili perusahaan dalam perundingan besar Perundingan kontrak<br />Sumber: diadaptasi dari The Nature of Nanagerial work oleh H Mintzberg. <br />C. Ketrampilan manajemen.<br />Seorang manajer dalam upaya mencapai sasaran memerlukan keterampilan-keternpilan yang harus mereka miliki. Robet Katz telah mengidentifikasikn tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan: keterampilan teknis, leterampilan personal, dan keterampilan konseptual.<br />• Keteretampiln teknis<br />Katerampilan teknis merupakan keterampilan yang meliputi pengetahuan dan keahlian khusus.<br />• Keterampilan personal<br />Keterampilan personal merupakan kemampuan untuk bekerja sama, memhami, den memotivasi orang lain, baik perorangan maupun dalam kelompok. Seorang manajer dalam menyelesaikan urusan-urusanya melalui perantara orang lain untuk itu dia harus mempunyai keterampilan personal yang baik, sehingga memudhkannya untuk berkomunikasi, memotivasi dan mendelegasikan.<br />• Keterampilan konseptual<br />Keterampilan konseptual merupakan keahlian yang berhubungan dengan menganalisa dan mendiagnosa situasi yang rumit. Misalnya dalam pengambilan sebuah keputusan, hal ini menuntut para menajer untuk dapat menandai masalah, mengidentifikasikan akternatif-alternatif yang dapat mengoreksi masalah, mengevaluasi alternatif-lterntif tersebut,dan memilih alternatif terbaik. Manajer dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan keterampilan teknis dan interpersonal, namun usaha itu akan gagal jika tidak disertai dengan keterampilan konseptual. Karena dengan keterampilan konseptual seorang manajer akan menyelesaikannya secara rasional dan dpat menafsirkan informasi.<br /><br />2. Manfaat penelitian sistematik perilaku organisasi(OB)<br />A. Definisi OB<br />Perilaku organisasi (sering disebut sebagai OB) adalah suatu bidang studi yang memprlajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi kebaikan efektifitas organisasi (Robbins 2003)<br />Perilaku organisasi juga dapat diartikan sebagai telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak di dalam organisasi (Keith Davis & John W. Newstrom, 1990)<br />Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).<br />Perilaku organisasi sebagai bidang setudi berarti OB merupakan bidang keahlian yang terpisah dengan bidang pengetahuan umum. OB mempelajari tentang tiga determinan perilaku dalam organisasi: individu, kelompok, dan struktur. Disamping itu OB merupakan pengetahuan yang didapatkan tentang dampak individu, kelompok, dan struktur pada perilaku agar organisasi berjalam lebih efektif. <br />Ruang lingkup OB mencakup beberapa topik, yaitu meliputi motivasi, perilaku dan kekuasaan pemimpin, komunikasi interpersonal, struktur dan proses kelompok, pembelajaran, pengembangansikap dan persepsi, proses perubahan, konflik, desai pekerjaan, dan stres pekerjaan.<br />Karena OB merupakan keahlian yang mengkaji tentang perilaku dalam organisasi, maka OB memerlukan studi yang sistematis dalam memprediksikan perilaku dari berbagai individu dalam organisasi tersebut.<br /><br />B. Penelitian sistematik OB<br />Perkiraan kita tentang apa yang dilakukan seseorang dalam suatu kesempatan namun pendekatan yang kita lakukan seringkali merupakan pendekatan umum dan berdasarkan intuisi dan hasilnya sering kali menyesatkan. Oleh karena itu kita perlu menggantikan pendekatan intuisi kita dengan pendekatan yang sistematis. <br />Studi sistematis adalah studi yang melihat pada hubungan-hubungan dan berupaya menentukan sebab akibat dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah, sedangkan intuisi adalah perasaan yang tidak didukung berdasarkan peneitian. Dasar dari Pendektan sistematis ini adalah keyakinan bahwa perilaku itu tidak bersifat acak. Perilaku berasal dan diarahkan untuk menuju satu titik akhir yang diyakini pelaku, yang belum jelas benar dan salahnya, sebagai kepentingan terbaik.<br />Perilaku umumnya bisa diperkirakan jika kita tahu bagaimana orang tersebut menyikapi situasi dan apa yang penting baginya. Meski terdapat perbadaan perilaku antara seseorang dengan orang lain jika ditempatkan pada situasi yang sama, namun terdapat konsistensi-konsistensi fundamental tertentu yang mendasari perilaku dari setiap orang yang dapat diidentifikasi dan dimodifikasi untuk mencerminkan perbedaan individu tersebut. konsistensi-konsistensi fundamental tersebut memungkinkan terjadinya perilaku yang sama antara seseorang dengan orang lain, Yakni berupa aturan-aturan(tertulis ataupun tidak) disemua tempat sehingga orang berperilaku sama. <br /><br />3. Ilmu-ilmu pengetahuan yang terkait dengan konsep-konsep OB<br />a. Psikologi: ilmu yang berusaha menilai, menjelaskan dan sering kali mengubah perilaku manusia dan binatang lainnya. Sumbangan psikologi terhadap OB yakni mencakup pembelajaran, persepsi, kepribadian, emodi, pelatihan, evektivitas kepemimpinan kebutuhan dan kekuatan motivator, kepuasan kerja dan lain-lain<br />b. Sosiologi : sosiologi mempelajari hubungan manusia dengan sesamanya. Sumbangan sosiologi terhadap OB melalui penelitian mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi adalah tentang dinamika kelompok, disain kerja, budaya organisasi, teori dan struktur organisasi formal, teknologi organisasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.<br />c. Psikologisosial adalah suatu bidang dalam psikologi, memadukan konsep baik ari psikologi ataupun dari sosiologi. Memfokuskan pembahasanya pada pengaruh seseorang terhadap orang lain. Sumbanannya terhadap konsep OB antara lain dalam bidang-bidang pengukuran pemahaman, dan perubahan sikap; pola komunikasi; pembangunan kepercayaan; cara kegiatan kelompok memuaskan kebutuhan individu; dan proses pengambilan keputusan.<br />d. Antropologi adalah sutuilmu yang mempelajari tentang manusia dan kegiatan mereka. Karya antopologi tentang budaya dan lingkungan telah membantu kita memahami perbedaan-perbedaan nilai fundamental, sikap, dan perilaku diantara orang-orang di negara yang berbeda dan di organisasi yang berbeda.<br />e. Ilmu politik adalah studi tentang perilaku individu dan kelompok dalam lingkugan politik. Sumbangsihnya terhadap konsep OB adalah penelitian dibidang strukturisasi konflik, alikasi kekuasaan, dan bagai mana orang memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan individu.<br /><br />4. Tantangan dan peluang penerapan konsep-konsep OB<br />A. Menyikapi globalisasi<br />Globalisasi telah memungkinkan suatu organisasi tidak lagi terkait oleh batas-batas negara, contohnya saja banyak karyawan baru di perusahaan telpon yang bermarkas di Finlandia semakin banyak direkrut dari India, Cina, dan negara-negara berkembang lainnya. Dengan perbandingan karyawan non-Finlandia kini melampaui jumlah karyawan finlandia di pusat penelitian baru Nokia di Helsinki.<br />Globalisasi mepengaruhi keterampilan personal manajer misalnya kemungkinan pertama seorang manajer ditugaskan oleh bosnya untuk memimpin sebuah anak perusahaannya yang berada dinegara lain sehinngga dia harus mengelola tenaga kerja yang kemunkinan berkebutuhan, beraspirasi, dan bersikap berbeda dengan karyawan yang berada di kampung halamannya. Kedua, dinegara sendiripun mungkin saja bila bekerja pada bos, rekan dan karyawan yang lahir dan dibesarkan dengan kebudayaan yang berbeda sehingga untuk memotivasi dan berkomunikasi anda dengannya berbeda. <br />Oleh karena itu, agar dapat bekerja secara efektif seorang manajer harus dapat memehami kebudayaan mereka, bagaimana kebudayaan itu membentuk mereka dan dan mengadaptasikan keterampilan manajer dengan perbedaan-perbedaan mereka.<br />Dalam konsep-konsep OB yang ada pada bab-bab selanjutnya akan lebih sering membahas bagaimana perbedaan-perbedaan budaya mungkin mengharuskan para manajer memodifikasi praktik-praktik mereka.<br /><br />B. Mengelola keberagaman tanaga kerja<br />Keputusan dengan memberikan sudut pandang yang berbeda. Keberagaman tenaga kerja mempunyai implikasi penting pada praktik manajemen. Seorang manajer harus mengubah filosofi mereka dari memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama menjadi mengenali perbedaan dan menyikapi mereka yang berbeda dengan cara-cara yang menjamin keseetiaan karyawan dan pendekatan produktifitas sementara, pada saat yang sama tidak melakukan diskriminasi. Perbedaan jika dikelola secara positif, dapat memungkinkan kreativitas dan inovasi dalam organisasi sekaligus memperbaiki pengambilan Namun kebergaman itu harus segera diatasi ketika keberagaman tidak ditangani dengan tepat ,terdapat potensi peningkatan upah, peningkatan kesulitan komunikasi,dan peinkatan konflik interpersonal. <br /><br />C. Peningkatan kualitas dan produktifitas<br />Peter Wood menjadi menejer di bisnis yang sangat kopetitif. Pada 1997 wood menyadari konsuen semakin menginginkan produk khusus dan mereka tidak bersedia menunggu lama. Manajer semakin banyak mengalami tantangan diantaranya adalah mereka harus meningkatkan produktivitas organisasi dan kualitas produk. <br />Manajemen kualitas (Qualiti Managemen) didorong oleh pencapaian terus menerus kepuasan konsumen melalui perbaikan terus menerus proses organisasi. Dalam rangka peningkatan produktivitas dan kualitas menejer juga harus melibatkan karyawan yang sudah terlatih. Karyawan selain merupakan kekuatan bagi perusahaan, mereka juga akan lebih aktif dalam merancang perubahan-perubahan itu.<br /><br />D. Menyikapi kelangkaan tenaga kerja<br />Pada masa kelangkaan tenaga kerja, tawaran upah dan tunjangan besar tidak akan cukup untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerja terampil, para manajer perlu strategi-strategi perekrutan dan pemeliharaan yang maju. Dan OB dapat membantu manajer menciptakan strategi-strategi tersebut. Manajer yang tidak bisa memahami prilaku manusi dan tidak memiliki strategi-strategi jitu akan terancam tidak memiliki karyawan. <br /><br />E. Peningkatan layanan pelanggan<br />Kepuasan pelanggan merupakan suatu dampak yang timbul dari pelayanan yang memuaskan dari para karyawan. OB tidak melakukan penelitian pada hal tersebut, karena bidanng garapannya adalah perilaku intern organisasi yang nantinya akan meningkatkan kinerja organisasi dengan menunjukan pada para manajer bagainama sikap dn perilaku karyawan terkait dengan kepuasan pelanggan. Dan masih banyak tantangan global yang lainnya yang akan diterangkan pada bab selanjutnya.<br /><br />5. Yang dipelajari dalam konsep OB<br /> Dalam mempelajari konsep OB maka kita menggunakan model, hal ini dilakukan agar dapat lebih mudah dipahami.<br />Model adalah abstraksi realitas, representatif sejumlah fenomena dunia nyata yang disederhanakan. Gambar berikut ini menyajikan kerangka model OB<br /><br /><br /><br /><br /><br />Dari tingkat individu beralih ketingkat sistem organisasi maka secara sistematis kita menambah pemahaman kita tentang perilaku dalam organisasi. Ketiga tingkatan dasar itu dianggap sebagai dasar pembentukan model.<br /><br />I. Variabel-variabel dependen<br />Variabel dependen merupakan faktor-faktor kunci yang ingin dijelaskan dan yang terpengaruh sejumlah faktor lain. Variabel dependen dalam OB menurut para ahli adalah sebagai berikut:<br />• Produktivitas: organisasi diakatakan produktif jika ia mencapai sasaran dengan meperhatiakn efektifitas dan efisiensi.<br />• Keabsenan: adalah tidak melapor untuk bekerja. Sukar bagi organisasi untuk dapat berproduksi mulus dan mencapai sasaran jika karyawan tidak melapor untuk pekerjaan mereka. Aliran kerja akan terganggu, dan sering keputusan-keputusan penting harus ditunda.<br />• Pengunduran diri: adalah pengunduran diri secara permanen baik suka rela ataupun terpaksa. Tingkat pengunduran yang tinggi mengakibatkan peningkatan biaya rekrutme, seleksi, dan pelatihan. Selain itu pengundurn diri dapat mengganggu efisiensi pengelolaan perusahaan jika personil berpengetahuan dan berketrempilan pergi sehingga pengganti harus ditemukan dandisiapkan untuk melanjutkan posisi tanggung jawab tersebu.<br />• Kewargaan organisasi: adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerjaformal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebutsecara efektif. Organisasi memerlukan karyawan yang melakukan prilaku”kewargaan yang baik” seperti membuat peryataan konstruktif tentang kelompok kera mereka dan organisasi, membantu yang lain dalam timnya, menjadi relawan untuk aktifitas kerja ekstra, menghindari konplik yang tidakperlu, menunjukan kepedulian terhadap proferti organisasi, menghormati semangat sekaligus peraturan organisasi dan denngan lapang dada memakluni gangguan terkait kerja yang akan terjadi<br />• Kepuasan kerja: variabel dependen terakhir yang akan dikaji adalah kepuasan kerja. Yang secara sederhana kita definisiskan pada poin ini, sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya.<br /><br />II. Variabel-variabel independen<br />Variabel independen merupakan dugaan penyebab dari sejumlah perubahan variabbel dependen. Variabel independen diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan dasar model OB.<br /><br /> variabel –variabel level individu.<br />Seseorang memasuki organisasi dengan karakteristik tertentu akan mempengaruhi perilaku mereka dalam organisasi. Karakteristik yang paling jelas adalah karakteristik personal seperti usia, jenis kelamin, dan status perkawinan; karakteristik pribadi; kerangka kerja emosi bawaan; nilai-nilai dan sikap serta kemampuan dasar. Karakteristi-karakteristik tersebut mempunyai dampak riil pada perilaku organisasi.<br /><br /> Variabel-variabel level kelompok<br />Perilaku manusia dalam kelompok berbeda dengan perilaku yang ia lakukan ketika mereka sendiri. Pada bab 8 akan di jelaskan bagai mana individu dalam kelompok dipengaruhi oleh pola-pola perilaku yang diharapkan akan mereka lakukan, apa yang dianggap dapat diterima oleh kelompok dalam standar perilaku, dan tingkat kesukaan anggota kelompok terhadap anggota lain. <br /><br /> Variabel-variabel sistem organisasi<br />Tepat seperti teori yang menyatakan bahwa kelompok adalah lebih dari jumlah anggota-anggota individualnya. Begitu juga dengan organisasi, organisasi lebih dari jumlah anggota kelompok mereka. Yang akan dijelaskan dalam variabel sistem organisasi adalah rancangan organisasi formal, proses kerja, dan pekerjaan; kebijakan-kebijakan dan praktik-prakti sumberdaya manusi dan kebudayaan internal.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. Kesimpulan<br />a. Dari apa yang telah diutarakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa seorang menajer harus dapat mengembangkan keterampilan personal dan interpersonalnya sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan efisien<br />b. Manfaat dari penelitian sistematis perilaku organisasi (OB) adalah ketika kita menggunakan studi sistematis maka kita dapat memprediksi perilaku seseorang dalam suatu keadaan dengan tepat.<br />c. Diantara tantangan dan peluang dalam penerapan konsep-konsep adalah globalisasi, mengelola keberagaman tenaga kerja, peningkatan kualitas dan produktifitas, menyikapi kelangkaan tenaga kerja, dan peningkatan layanan pelanggan.<br />d. Ilmu-Ilmu yang terkait dangan OB diantaranya adalah psikologos, sosiologi, psikologisosial, antropologi dan ilmu politik<br />e. yang menjadi analisis OB ialah perilaku dalam level individu, level kelompok dan level sistem organisasi.<br />2. Saran<br />OB sangat diperlukan dalam mengelola suatu organisasi, baik itu berupa sekolah, perusahaan, rumag sakir, lembaga kepemerintahan serta organisasi yang lainnya. Oleh karena itu hendaknya konsep-konsep OB dapat diterapkan oleh setiap manajer dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat berjalan dengan efisien.<br /> Bagi organisasi yang manajernya belum dapat menerapkan konsep-konsep OB, hendaknya organisasi tersebut memberikan penyuluhan atau pelatihan kepada manajernya agar dapat menerapkan konsep tersebut<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Robbins, Stephen p.2003. Perilaku Organisasi. Indeks <br />http://one.indoskripsi.com/artikel-skripsi-tentang/manajemen-berbasis-sekolah<br /> http://rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/02/pengantar-perilaku-organisasi-v-2.pdf()<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_organisasi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8863935316655698557.post-3512560136770166682010-01-08T15:09:00.001-08:002010-01-08T15:18:33.734-08:00PO Yayat<div align="center">makalah<br />KOMUNIKASI<br /><br />disusun untuK memenuhi salah satu tugas matakuliah Perilaku Organisasi<br />Dosen : Dr. Kusnendi, MS.<br />Drs. Jajang W Mahri, M.Si.<br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />Disusun Oleh:<br />Yayat Rahmat Hidayat<br />0608963<br /><br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI<br />FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS<br />UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA<br />2009<br /></div><div align="center"></div><div align="center"></div><div align="justify">BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Dasar Pemikiran<br />Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain dilingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun non verbal (bahasa tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh uku bangsa).<br />Komunikasi yang baik adalah sangat penting bagi efektivitas kelompok atau organisasi. Riset menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk sering disebut sebagai sumber konflik antarpribadi ataupun antar kelompok. Karena kebanyakan orang (individu) biasanya menghabiskan hampir 70% dari waktu terjaganya untuk berkomunikasi (baik itu menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, dan lain sebagainya). Tampaknya tidak salah jika kita katakana bagwa salah satu kekuatan yang paling menghambat suksesnya kinerja kelompok adalah karena kurangnya komunikasi yang efektif.<br />Tidak ada kelompok yang dapat bertahan tanpa komunikasi (perpindahan makna diantara anggota-anggotanya). Hanya dengan perpindahan makna dari satu orang ke orang lain inilah maka informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi sebenarnya komunikasi itu lebih dari sekedar menanamkan makna, tetapi komunikasi juga harus dipahami. Misalnya, dalam kelompok dimana salah seorang anggotanya hanya berbicara bahasa Jerman dan yang lain tidak mengerti bahasa itu, maka orang yang hanya bisa berbicara bahasa Jerman tersebut tidak bisa sepenuhnya dipahami oleh anggota kelompok lainnya. Oleh karena itu, kominikasi harus mencakup perpindahan dan pemahaman makna.<br />Gagasan yang sehebat apapun tidak akan berguna sebelum disampaikan (dipindahkan/terjadi perpindahan pemikiran) dan dipahami oleh orang lain. Komunikasi akan sempurna jika ide atau gagasan tersebut disampaikan, sehingga gambaran mental yang dipersepsikan penerima persis sama dengan yang dibayangkan oleh engirim.<br />B. Rumusan Masalah<br />1. Apakah pengertian komunikasi?<br />2. Apakah tujuan dan fungsi dari komunikasi?<br />3. Bagaimanakah proses komunikasi berlangsung?<br />4. Bagaimanakah arah komunikasi?<br />5. Apa saja jenis-jenis komunikasi?<br />6. Apa saja yang dapat menghambat komunikasi?<br />7. Apa saja isu-isu terbaru dalam komunikasi?<br />C. Tujuan Penulisan<br />1. Menggambarkan proses komuniksi.<br />2. Membedakan keuntungan dan kerugian komunikasi lisan dan tertulis.<br />3. Membandingkan perbandingan efektivitas jaringan kerja rantai, roda, dan semua saluran.<br />4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan selentingan.<br />5. Menjelaskan pentingnya kekayaan saluran untuk memperbaiki egektivitas komunikasi.<br />6. Mengidentifikasikan hambatan-hambatan umum terhadap komunikasi yang efektif.<br />7. Menggambarkan potensi masalah dalam komunikasi lintas budaya.<br /><br />D. Sistematika Penulisan<br />BAB I : PENDAHULUAN<br />A. Dasar Pemikiran<br />B. Rumusan Masalah<br />C. Tujuan Penulisan<br />D. Sistematika Penulisan<br />BAB II : PEMBAHASAN<br />A. Pengertian Komunikasi<br />B. Tujuan dan Fungsi Komunikasi<br />C. Proses Komunikasi<br />D. Arah Komunikasi<br />E. Jenis-Jenis Komunikasi<br />F. Penghambat Komunikasi<br />G. Isu-Isu Terbaru dalam Komunikasi<br />BAB III : KESIMPULAN<br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Pengertian Komunikasi<br />Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. <br />Carl I. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian serta pembentukan pendapat dan sikap. Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) Definisi khusus : komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals)<br />Sedangkan Harol D. Laswell menjelaskan bahwa komunikasi adalah solusi terbaik dalam menjawab pertanyaan who says what in which channel to whom with what effect? Kemudian dikenal dengan formula 5 W + 1 H. Paradigma tsb menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :<br />• Komunikator = who (communicator, source, sender)<br />• Pesan = says what (message)<br />• Media = in which channel (channel, medi)<br />• Komunikan = to whom (communicant, communicatee, reciever, recipient)<br />• Efek (effect, impact, influence)<br />Beberapa definisi komunikasi yang lain adalah:<br />1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).<br />2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan <br />3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain <br />4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain <br />5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain, komunikasi merupakan proses sosial.<br />Dengan melihat pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.<br />B. Tujuan dan Fungsi Komunikasi<br />Hewitt menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:<br />a. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu<br />b. Mempengaruhi perilaku seseorang<br />c. Mengungkapkan perasaan<br />d. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain<br />e. Berhubungan dengan orang lain<br />f. Menyelesaian sebuah masalah<br />g. Mencapai sebuah tujuan<br />h. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik<br />i. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain<br />Sedangkan Stephen P. Robbins (2006) menjelaskan bahwa komunikasi sedikitnya mempunyai empat fungsi, yaitu:<br />1. Mengendalikan perilaku anggota. Fungsi pengendalian yang dimaksud bisa berupa formal dan informal. Pengendalian formal misalnya pada setiap organisasi pasti mempunyai hierarki wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan. Sedangkan pengendalian informal misalkan bila ada kelompok-kelompok kerja menggoda atau melecehkan anggota yang memproduksi terlalu banyak (dan menyebabkan yang lain terlihat buruk), mereka secara informal berkomunikasi, dan mengendalikan perilaku anggota itu. <br />2. Memperkuat motivasi, yaitu dengan cara menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang di bawah standar.<br />3. Sumber pertama untuk interaksi social atau pengungkapan emosi. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanismeyang fundamental dimana para anggota menunjukkan kekecewaan dan kepuasan. Oleh karena itu, komunikasi memfasilitasi pelepasan ungkapan emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan social.<br />4. Mempermudah pengambilan keputusan (sebagai sumber informasi). Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan melalui penyampaian data guna mengenali dan mengevaluasi pilihan-pilihan alternatif..<br />C. Proses Komunikasi<br />Sebelum kita melakukan komunikasi maka harus ada tujuan, yang dinyatakan sebagai pesan yang hendak disampaikan. Pesan tersebut disampaikan dari pengirim kepada penerima. Pesan itu dikodekan (diubah dalam bentuk kode/simbolik) dan diteruskan melalui sejumlah medium (saluran) ke penerima, yang menerjemahkan ulang (decoding) pesan yang dimulai oleh pengirim. Hasilnya adalah pentransferan makna dari satu orang kepada orang lain (Stephen P. Robbins : 2006).<br />Dengan demikian, komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai komponen dasar sebagai berikut :<br />1. Pengirim pesan<br />2. Penerima pesan, dan<br />3. Pesan<br />Semua fungsi manajer melibatkan proses komunikasi. Proses komunikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini : <br /><br />Diagram 1 : Proses Komunikasi<br /><br />1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi<br />Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.<br /> Materi pesan dapat berupa :<br />a. Informasi<br />b. Ajakan<br />c. Rencana kerja<br />d. Pertanyaan dan sebagainya<br />2. Simbol/ isyarat <br />Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.<br />3. Media/penghubung <br />Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dsb.<br />4. Mengartikan kode/isyarat<br />Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti /dipahaminya.<br />5. Penerima pesan <br />Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk code/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim <br /> Balikan (feedback)<br />Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak <br />Balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi.<br />6. Gangguan<br />Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.<br />D. Arah Komunikasi<br />Menurut Stephen P. Robbins (2006), komunikasi dapat mengalir secara vertical dan horizontal. Dimensi vertical dapat dibagi menjadi arah ke bawah dan ke atas.<br />Ke Bawah<br />Komunikasi ke bawah yaitu komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam kelompok atau organisasi ke tingkat yang lebih bawah. Misalnya para manajer yang berkomunikasi dengan para bawahannya. Pola ini biasanya digunakan oleh para manajer atau pemimpin kelompok untuk menetapkan sasaran, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan prosedur ke bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian, dan mengemukakan umpan balik tentang kinerja.<br /><br />Ke Atas<br />Komunikasi ke atas yaitu komunikasi yang mengalir ke tingkat yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi. Komunikasi ini digunakan untuk memberikan umpan balik ke atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan ke sasaran, dan menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi. Komunikasi ke atas menyebabkan para manajer menyadari perasaan para karyawan terhadap pekerjaannya, rekan sekerjanya, dan organisasi secara umum. Dengan komunikasi ke atas juga manajer dapat mendapatkan gagasan untuk memperbaiki kondisi yang dihadapi.<br />Horizontal<br />Komunikasi horizontal yaitu komunikasi yang terjadi antara anggota kelompok kerja yang sama, baik antar sesama pekerja ataupun antar sesama manajer. Komunikasi horizontal berfungsi untuk menghemat waktu dan memudahkan koordinasi. Dalam beberapa kasus, hubungan horizontal ini memberlakukan sanksi formal. Seringkali hubungan ini diciptakan secara informal utuk mempersingkat hierarki vertical dan mempercepat tindakan.<br />E. Jenis-Jenis Komunikasi<br />1. Komunikasi Antar Pribadi<br />Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi antar pribadi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:<br />1. Komunikasi lisan<br />2. Komunikasi tertulis<br />3. Komunikasi non verbal disebut juga komunikasi dengan bahasa tubuh<br />Dari ketiga jenis komunikasi yang disebutkan Robbins, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan dapat disebut sebagai komunikasi verbal. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;<br />a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.<br />b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.<br />c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.<br />d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.<br />e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.<br />f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.<br />1. Komunikasi Lisan<br />Sarana utama satu individu melakukan komunikasi dengan individu lainnya adalah melalui lisan dengan cara berbicara, berpidato, mengobrol, diskusi kelompok dan lain sebagainya. Salah satu keuntungan dari komunikasi lisan adalah kecepatan dalam umpan balik yang dihasilkannya. Pesan verbal dapat disampaikan dan tanggapan diterima dalam waktu yang relatif singkat. Jika penerima merasa tidak yakin dengan pesan itu, umpan balik yang cepat memungkinkan deteksi dini oleh pengirim dan karenanya memungkinkan koreksi dini.<br />Disamping memilik keuntungan diats, komunikasi dengan lisan pun memiliki kerugian. Kerugian terbesar dari komunikasi lisan yang muncul dalam organisasi adalah ketika pesan yang disampaikan harus melewati sejumlah orang. Semakin banyak orang yang dilewati oleh pesan itu maka semakin besar pula kemungkinan pesan tersebut mengalami distorsi. Dalam organisasi, dimana setiap keputusan dan komunikasi lainnya disampaikan dari atasan kepada bawahan secara verbal melalui lisan maka hal ini memungkinkan untuk terjadinya distorsi pada pesan tersebut.<br />2. Komunikasi Tulisan<br />Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa melakukan komunikasi secara tertulis. Diantara media yang sering digunakan untuk melakukan komunikasi tertulis ini diantaranya memo, surat, email, fax, sms, laporan berkala organisasi, pengumuman di papan, bulletin dan alat-alat lain yang dikirimkan via kata-kata secara tertulis.<br />Salah satu keuntungan penggunaan komunikasi tulisan ini adalah karena komunikasi tulisan ini berwujud dan dapat dibuktikan atau dapat dijadikan sebagai bukti. Umumnya, baik pengirim maupun penerima memiliki catatan komunikasi. Pesan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Jika ada pertanyaan mengenai isi pesan tersebut, maka secara referensi dicatat dan dapat dijadikan rujukan untuk referensi sekanjutnya.<br />Kelebihan seperti ini tentu saja merupakan keuntungan tersendiri bagi sebuah organisasi. Misalnya saja pesan ini berisi tugas yang harus dikerjakan oleh anggota dari oragisasi tersebut selama beberapa bulan. Dengan menyampaikannya secara tertulis, maka ini dapat dijadikan pedoman selama tenggat waktu tertentu atau selama tugas dan tujuan tersebut belum tercapai.<br />Manfaat lain dari komunikasi tertulis/tulisan ini muncul dari prosesnya sendiri. Biasanya kita akan lebih cermat dan lebih teliti terhadap kata/pesan yang ditulis daripada kata/pesan yang disampaikan melalui lisan. Dengan demikian komunikasi tertulis ini lebih memungkinkan untuk dapat difikirkan dengan baik, logis, dan jelas.<br />Selain mempunyai kelebihan seperti telah diutarakan diatas, pesan tertulis juga mempunyai kekurangan. Pesan tertulis dapat memakan waktu yang relatif lebih lama daripada pesan yang disampaikan melalui lisan. Dengan demikian meskipun menulis jauh lebih akurat tetapi menulis juga dapat memakan waktu yang relatif lama. Kemudian dalam komunikasi tulisan/tertulis juga, umpan baluk yang diterima relatif lebih lama daripada komunikasi lisan.<br />3. Komunikasi Non Verbal <br />Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Yang termasuk komunikasi non verbal :<br />a. Ekspresi wajah <br />Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.<br />b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya<br />c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan. <br />d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.<br />e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.<br />Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress<br />2. Komunikasi Organisasi<br />Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi organisasi ini dapat digolongkan menjadi komunikasi jaringan formal, selentingan, dan mekanisme dengan bantuan komputer yang digunakan oleh organisasi untuk memudahkan komunikasi.<br />a. Jaringan kelompok kecil formal<br />Jaringan organisasi formal ini bisa jadi sangat rumit, karena bisa jadi mencakup ratusan orang atau puluhan tingkat hierarki. Stephen P. Robbins menyederhanakan jaringan formal ini kedalam tiga kelompok kecil yang umum yang masing-masing terdiri dari lima orang. Tiga jaringan ini adalah rantai, roda, dan semua saluran.<br />Rantai secara tegas mengikuti rantai komando yang formal. Jaringan ini hampir sama dengan saluran komunikasi yang mungkin kita temukan dalam organisasi dengan tiga tingkatan yang kaku. Roda mengandalkan tokoh sentral yang bertindak sebagai saluran pusat untuk semua komunikasi kelompok. Jaringan ini merangsang jarinan komunksi yang akan kita temukan dalam tim dengan pemimpin yang kuat. Jaringan semua saluran memungkinkan semua anggota kelompok untuk secara aktif untuk saling berkomunikasi. Jaringan semua saluran ini mungkin paling sering dicirikan dalam praktik yang sering dilakukan oleh tim swa kelola, dimana semua anggota kelompok bebas memberikan kontribusi dan tidak ada satu orang pun yang mengambil peran sebagai seorang pemimpin (Stephen P. Robbins : 2006).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gsmbsr 1<br />Tiga Jaringan Kelompok Kecil yang Umum<br /><br />b. Selentingan<br />Selain system formal tersebut, dalam komunikasi dikenal juga system informal yang disebut dengan selentingan. Meskipun selentingan ini bersifat informal, tidakberarti selentingan ini bukan merupakan sumber informasi yang penting. Misalnya survei terbaru menemukan bahwa 75% dari karyawan mendengar pertama kali ada masalah dari desas desus dalam selentingan (Stephen P. Robbins : 2006).<br />Selentingan mempunyai tiga karakteristik utama (Stephen P. Robbins : 2006), yaitu:<br />1. Selentingan tidak dikendalikan oleh manajemen.<br />2. Selentingan dipersepsikan oleh kebanyakan karyawan sebagai sumber informasi yang paling dapat dipercaya dan andal daripada informasi formal yang diumumkan oleh manajemen puncak.<br />3. Sebagian besar selentingan digunakan untuk melayani kepentingan sendiri dari orang-orang di dalamnya<br />Selentingan merupakan bagian penting dari komunikasi kelompok atau organisasi. Selentingan menunjukkan kepada para manajer isu-isu yang membingungkan yang dianggap oleh para karyawan dianggap penting dan memicu kecemasan. Oleh karena itu, selentingan bertindak sebagai filter dan sebagai mekanisme umpan balik, yang mengumpulkan isu-isu yang dianggap relevan oleh para karyawan. Dan yang lebih penting lagi yaitu dari perspektif manajerial, adanya kemungkinan menganalisis informasi selentingan dan meramalkan arahnya..<br />c. Komunikasi dengan bantuan komputer<br />Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini, memungkinkan pula komunikasi dalam organisasi diterapkan melalui teknologi komputer. Keuntungan yang didapat tentu saja dalam hal kecepatan, keakuratan, dan kemudahan. Bsekali fasilitas untuk melalkukan komunikasi dengan bantuan teknologi komputer ini, diantaranya :<br />Elektronik Mail (E-Mail)<br />E-Mail merupakan surat elektronik menggunakan internet dan diperkaya dengan teknoligi yang dibantu komputer. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan menggunakan e-mail ini, yaitu pesan e-mail dapat ditulis, diedit, dan disimpan dengan cepat. Pesan-pesan yang dikirim melalui e-mail dapat didistribusikan dan dikirim kepada satu atau ribuan orang hanya dalam satu kali pengiriman. Dan keuntungan lainnya yaitu biaya yang dikeluarkanpun relatif murah.<br />Adapun kelemahan dari e-mail adalah berlebihnya informasi yang didapatkan. Misalnya saja seseorang bisa mendapatkan ratusan bahkan ribuan e-mail hanya dalam satu hari. Tentu saja ini menjadi kendala tersendiri bagi penggunyanya untuk membaca, menyaring, dan menanggapi e-mail yang masuk tersebut. Kelemahan lainnya yaitu kurangnya muatan emosional, yang hanya bisa disampaikan melalui pesan suara atau melalui tatap muka.<br />Hubungan Internet dan Ekstranet<br />Internet adalah jaringan informasi privat di seluruh organisasi yang berfungsi seperti situs web tetapi hanya bisa diakses oleh orang dalam. Dengan menggunakan jaringan internet ini suatu organisasi dapat berhubungan dengan mudah, cepat, dan murah baik dengan sesama anggotanya ataupun dengan anggota atau perusahaan-perusahaan lain dalam menjalankan aktivitas organisasi/kelompoknya.<br />Konferensi Video<br />Konferensi video adalah perluasan system internet dan ekstranet. Konfeensi video memungkinkan anggota suatu kelompok/organisasi bertemu dengan anggota organisasi lain dalam tempat yang berbeda. Gambar yang diperlihatkan dalam video memungkinkan mereka untuk saling berkomunikasi.<br />F. Penghambat Komunikasi<br />Stephen P. Robbins (2006), mengatakan bahwa ada enam hal yang dapat menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif, yaitu:<br />1. Penyaringan<br />Hambatan yang pertama dalam komunikasi adalah penyarngan. Penyaringan merupakan suatu proses komunikasi dimana tidak semua informasi disampaikan. Hanya informasi yang dirasa perlua dan menguntungkan saja yang disampaikan. Tetapi sekiranya informasi itu akan mendatangkan kerugian maka onformasi tersebut tidak seutuhnya atau bahkan tidak sama sekali disampaikan.<br />Sebab utama dari penyaringan adalah karena adanya jumlah lelvel dalam struktur organisasi. Semakin vertical level dalam hierarki organisasi, semakin banyak terjadinya peluang penyaringan. Factor-faktor seperti ketakutan menyampaikan kabar burukdan keinginan untuk menyenangkan atasan sering menyebabkan seseorang untuk memberi informasimengenai apa yang mereka pikiringin didengarkan oleh atasan mereka. Kondisi seperti ini mendistorsi komunikaso ke atas.<br />2. Persepsi selektif<br />Biasanya penerima dalam proses komunikasi secara selektif menerima dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik personal lainnya. Para penerima juga menjelaskan minat dan harapan mereka ke dalam proses komunikasi. Dengan adanya persepsi selektif ini memungkinkan bagi kita untuk tidak melihat realitas tetapi menafsirkan apa yang kita lihat dan menyebutnya sebagai realitas (Stephen P. Robbins : 2006).<br />3. Informasi berlebih<br />Dalam proses komunikasi adakalanya seseorang menambah atau mengurangi informasi yang diddapat dan disampaikannya. Hal ini dikarenakan kapasitas seseorang untuk mengolah data terbatas. Sehingga ketika informasi yang diterima oleh seseorang melebihi kapasitasnya yang dapat mereka pilah dan gunakan maka orang akan cenderung menyeleksi, mengabaikan, melewati, atau melupakan informasi tersebut atau menghentikan pengolahan sampai situasi berlebih itu lewat. Tidak peduli apakah akibatnya kehilangan informasi ataupun komunikasi yang efektif.<br />4. Emosi<br />Emosi dapat mempengaruhi komunikasi. Misalnya pesan yang diterima seseorang ketika ia sedang marah atau kesal dibandingkan dengan ketika ia sedang senang atau ceria akan berbeda tingkat keefektivan komunikasinya.<br />5. Bahasa<br />Dalam bahasa yang kita gunakan sehari-hari, kerap kali ada kata yang bisa mengandung banyak makna ketika diucapkan. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya merupakan tiga dari variable-variabel yang begitu mempengaruhi bahasa yang digunakan seseorang dan definisi yang diberikan ke kata-kata itu (Stephen P. Robbins : 2006).<br />Dalam sebuah organisasi biasanya terdiri dari angoota yang berbeda-beda, baik latar belakang pendidikan, budaya, dan usianya. Kemudian mereka juga dibagi-bagi kedalam beberapa hierarki organisasi sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Masalah dalam memahami penggunaan bahasa ini adalah anggota organisasi biasanya tidak tahu bagaimana orang yang dia ajak berinteraksi telah memodofikasi bahasa itu. Para pengirim cenderung berasumsi bahwa kata-kata dan istilah-istilah yang mereka gunakan adalah sama, baik bagi dirinya maupun bagi penerima informasi tersebut. Tentu saja hal semacam ini dapat menjadikan komunikasi menjadi tidak efektif.<br />6. Kegelisahan komunikasi<br />Menurut Stephen P. Robbins (2006), diperkirakan 5-20% dalam populasi menderita kegelisahan atau kecemasan dalam melakukan komunikasi. Seringkali orang merasa takut ketika berbicara di depan umum. Mereka mengalami ketegangan dan kecemasan yang tidak pada tempatnya baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang seperti itu selalu menghindari situasi yang menuntut mereka terlibat dalam komunikasi.<br /><br />G. Isu-Isu Terbaru dalam Komunikasi<br />Menurut Stephen P. Robbins (2006), ada empat isu terkini yang berhubungan dengan komunikasi dlam sebuah organisasi, yaitu :<br />1. Penghalang komunikasi antara pria dan wanita<br />Adakalanya seorang pria merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan seorang wanita atau dengan kata lain perbedaan gender seringkali menjadi penghalang dalam melakukan komunikasi yang efektif. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Deborah Tannen (Stephen P. Robbins : 2006), yang menjadi penyebab dari hal itu adalah adanya perbedaan antara pria dan wanita dlam gaya pembicaraan mereka. Biasanya, pria menggunakan pembicaraan untuk menekankan status sedangkan wanita menggunakannya untuk mendpatkan koneksi.<br />Menurut Tannen (Stephen P. Robbins : 2006), komunikasi merupakan tindakan penyeimbangan yang berkesinambungan, yang mengubah kebutuhan kebutuhan yang berbenturan menjadi keakraban dan independensi. Keakraban menekankan kedekatan dan kebersamaan. Independensi menekankan keterpisahan dan perbedaan. Masalahnya adalah, wanita berbcara dan mendengar bahasa untuk menciptakan hubungan dan keakraban sedangkan pria berbicara dan mendengar bahasa untuk menekankan status kekuasaan dan independensi.<br />Jadi untuk bnyak pria, pembicaraan merupakan cara untuk mempertahankan independensi dan status dalam tertib social hierarkis. Sedangkan bagi banyak wanita, pembicaraan merupakan negosiasi untuk menciptakan kedekatan dimana mereka mencoba mencari dan memberikan informasi serta dukungan.<br />2. Diam sebagai komunikasi<br />Pengertian diam dalam konteks komunikasi adalah tidak adanya pembicaraan atau suara, yang umumnya diabaikan sebagai bentuk komunikasi dalam perilaku organisasi (OB) karena menggambarkan tiadanya tindakan atau perilaku. Tetapi diam kadang bukan berarti tidak ada tindakan. Diam oleh banyak orang tidak dianggap sebagai gagal komunikasi sebaliknay diam dapat menjadi bentuk komunikasi yang sangat kuat. Diam dapat berarti seseorang sedang memikirkan sesuatu, cemas, takut berbicara, serta dapat mengisyaratkan kesepakatan, menolak, kecewa, atau marah.<br />Kegagalan dalam memberikan perhatianpada bagian diam dari percakapan dapat berakibat kehilagan bagian penting dari pesan. Komunikasi yang cerdik memperhatikan kesenjangan, jeda, dan keragu-raguan. Mereka mendengar dan menginterpretasikan. Kadangkala pesan yang nyata dalam komunikasi terkubur dalam diam (Stephen P. Robbins : 2006).<br />3. Komunikasi yang benar secara politis<br />Dalam pergaulan sehari-hari seringkali kita memodifikasikata-kata yang kita gunakan sehingga terkesan lebih halus dan lebih menjaga perasaan orang lain. Dan ini akan menjadi suatu bekal bagi kita agar dapat melakukan komunikasi yang efektif. Kita harus peka terhadap perasaan orang lain. Kata-kata tertentu dapat membuat stereotype, mengancam, dan menghina individu. Begitupula dalam sebuah organisasi yang memilik angkatan kerja yang beragam dan hierakri kepemimpinan yang berbeda pula. Tetapi kadang kitapun mengalami kesulitan untuk memodifikasi suatu kata yang memiliki ketepatan tertentu sehingga kita sulit untuk memodofikasinya menjadi sebuah kata yang lebih halus.<br />Kata-kata merupakan alat promer untuk melakukan komunikasi. Semakin banyak perbendaharaan kata yang digunakan oleh pengirim dan penerima, makin besar kesempatan untuk menyampaikan pesan secara akurat. Dengan menghilangkan kata-kata tertentu dari perbendaharaan, kita akan lebih sulit untuk melakukan komunikasi secara akurat. Sedangkan bila kita menggantikan kata-kata dengan istilah yang baru yang maknaya tidak begitu dipahami, kita telah memperkecil kemungkinan pesan kita akan diterima sesuai dengan maksud kita.<br />Kita harus peka dengan pemilihan kata karena terkadang itu bisa melukai perasaan orang lain. Tetapi kitapun harus hati-hati dalam menghilangkan atau memodifikasi kata-kata yang kita gunakan karena hal tersebut bisamenjadi penghalang komunikasi yang efektif. Intinya adalah kita harus menyadari bahaya dan perlunya menemukan keseimbangan yang tepat.<br />4. Komunikasi lintas budaya<br />Perbedaan kebiasaan dan kebudayaan kerap kali enjadipenghalang komunikasi yang efektif. Menurut Stephen P. Robbins (2006), sedikitnya ada empat masalah yang menjadikan factor budaya ini menjadi penghambat dalam komunikasi, yaitu:<br />a. Hambatan yang disebabkan oleh semantic<br />Makna kata bisa berlainan untuk orang yang berbeda. Hal ini dikarenakan beberapa kata ada yang tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa atau budaya lain.<br />b. Hambatan yang disebabkan oleh konotasi kata<br />Seringkali dalam bebrapa bahasa terdapat kata yang sama, baik dalam penulisan meupun dalam pengucapannya, tetapi memiliki makna yang bebeda. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan menjadikan komunikasi menjadi tidak efektif.<br />c. Habatan yang disebabkan oleh perbedaan nada<br />Setiap daerah atau suku biasanya mempunyai kebudayaan yang berbeda tidak terkecuali dengan nada berbicara. Bagi orang batak misalnya, mereka sudah terbiasa berbicara dengan nada yang tingi. Tetapi bagi orang sunda, biasanya nada yang tingi ini sering diidentikan dengan keadaan marah atau tidak sopen dalam pembicaraan sehari-hari.<br />d. Hambatan yang disebabkan oleh beda persepsi<br />Biasanya orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda mempunyai pandangan yang berbeda dalam mempersepsikan sesuatu.<br /> <br />BAB III<br />KESIMPULAN<br /><br />1. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.<br />2. Komunikasi mempunyai beberapa tujuan, yaitu:<br />a. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu<br />b. Mempengaruhi perilaku seseorang<br />c. Mengungkapkan perasaan<br />d. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain<br />e. Berhubungan dengan orang lain<br />f. Menyelesaian sebuah masalah<br />g. Mencapai sebuah tujuan<br />h. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik<br />i. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain<br />Sedangkan fungsi komunikasi yaitu :<br />a. Mengendalikan perilaku anggota. <br />b. Memperkuat motivasi, <br />c. Sumber pertama untuk interaksi social atau pengungkapan emosi. <br />d. Mempermudah pengambilan keputusan (sebagai sumber informasi). <br />3. Proses komunikasi berlangsung apabila terdapat tiga komponen inti komunikasi, yaitu pemberi/penyampai informasi, penerima, dan pesan yang akan dikomunikasikan.<br />4. Arah komunikasi yaitu bisa secara vertikal (ke atas maupun ke bawah) dan secara horizontal.<br />5. Komunikasi dapat dibagi menjadi komunikasi antar pribadi yang terdiri dari komunikasi lisan, tulisan dan komunikasi non verbal dan komunikasi organisasi yang terdiri dari komunikasi antar kelompok kecil formal, selentingan, dan komuniksi dengan bantuan komputer.<br />6. Hambatan dalam komunikasi yang efektif yaitu:<br />a. penyaringan<br />b. persepsi selektif<br />c. informasi berlebih<br />d. emosi<br />e. bahasa, dan<br />f. kegelisahan komunikasi<br />7. Isu-isu terbaru dalam komunikasi diantaranya:<br />a. penghalang komunikasi antara pria dan wanita<br />b. diam sebagai komunikasi<br />c. komunikasi yang benar secara politis<br />d. komunikasi lintas budaya.<br /><br /><br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11990837583017420191noreply@blogger.com1